You are on page 1of 34

ANALISIS SUMBER SEDIMENTASI DAN EROSI

DI WADUK MRICA DENGAN CITRA SATELIT


DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Oleh :

Ir. Beny Harjadi, MSc


Arina Miardini, S.Hut
Dra Dewi Subaktini, M.Si

DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN KEHUTANAN SOLO
Waduk Mrica memiliki peranan yang cukup penting dan strategis
sebagai penyangga kesinambungan fungsi dan sumber
penghasilan masyarakat di sekitarnya serta kehidupan ekosistem.

Ketersediaan air waduk Mrica dari tahun ke tahun cenderung


semakin menurun. Penurunan ketersediaan air waduk Mrica
diindikasi disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat
berkurangnya ruang terbuka hijau.

Berkurangnya ruang terbuka hijau ini menyebabkan tingginya erosi


di daerah hulu atau di sub daerah aliran sungai, sehingga
sedimentasi menjadi tinggi yang mengakibatkan pengurangan
kapasitas waduk.

Analisis sumber erosi dan sedimentasi, diharapkan dapat menjadi


arahan dalam pengelolaan daerah yang teridentifikasi mengalami
kerusakan.
PERMASALAHAN
1. LONGSOR, sumbangan sedimentasi dari Banjarnegara
akibat tanah yang labil dan belum kuat agregat dan
perkembangan tanahnya
2. EROSI, akibat pembukaan lahan kawasan hutan dan
budidaya tanaman kentang dan sayuran dengan
bangunan konservasi tanah searah lereng
3. SOSEKLEMBUD, belum ada pegganti tanaman kentang
yang memiliki produktivitas hasil yang sama, dan di
Batur-Banjarnegara dan Kejajar-Wonosobo kentang
merupakan suatu andalan
1. Menganalisis perubahan penutupan lahan di
daerah tangkapan waduk Mrican

2. Mengetahui sumber erosi dan sedimentasi di


waduk Mrica dengan bantuan interpretasi citra
satelit dan analisis Sistem Informasi Geografi

3. Mengetahui pola pemanfaatan lahan di daerah


tangkapan waduk Mrican
RANCANGAN (DESIGN) RISET
A. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di DTW Mrica
Menurut Singh (1989) dalam Sitorus et al (2006), deteksi perubahan adalah
sebuah proses untuk mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau
fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda. Perubahan penggunaan
lahan selalu berhubungan dengan aktivitas (campur tangan) manusia.

B. Erosi dan Sedimentasi di Waduk Mrica


Erosi di wilayah hulu dan Daerah Alirang Sungai (DAS) Serayu
mengakibatkan sedimentasi di waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Mrica, Banjarnegara semakin tidak terkendali lagi (Wawasan, 2007).

C. Soseklembud Penyebab Pendangkalan Waduk Mrica


Dalam budidaya sayuran dataran tinggi, petani umumnya tidak menerapkan
teknik konservasi tanah untuk mengendalikan erosi, padahal lahan sayuran
terletak pada topografi dengan bentuk wilayah bergelombang, berbukit sampai
bergunung, sehingga tanahnya akan sangat mudah tererosi (PPT, 1995)
Peta Dasar : Topografi (RBI) & Administrasi

Peta digital RBI, KONTUR, SRTM 2006

Peta RePPROT dan Peta Tanah

Citra Landsat 7ETM+, Path-Row:120-065


Waduk Mrica Jawa tengah, Tahun 2001 + 2009

Soft ware : ILWIS, ERDAS, ARC-VIEW dll


Alat survai : GPS, kompas,Abney level dll
A. Deskripsi Lokasi

DTW Mrica yang terletak pada koordinat geografi Latitude dan Longitude :
Top Left (Kiri Atas) 7o10’11,04” LS, 109o35’57,06” BT,
Top Right (Kanan Atas) 7o10’11,04” LS, 110o04’36,05” BT,
Bottom Left (Kiri Bawah) 7o28’26,04” LS, 109o35’57,06” BT, dan
Bottom Right (Kanan Bawah) 7o28’26,04” LS, 110o04’36,05” BT.
Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) pada wilayah : Paninggaran (1408-
431), Kalibening (1408-432), Batur (1408-441), Kejajar (1408-442),
Ngadireja (1408-531), Rebug (1408-413), Karangkobar (1408-414),
Watumalang (1408-423), Wonosobo (1408-424), Parakan (1408-513),
Purwanegara (1408-411), Banjarnegara (1408-412), Kaliworo (1408-
422), Kertek (1408-422), Kaliangkrik (1408-511),
B. Analisis Erosi dan Sedimentasi di DTW Mrica

Sumbangan sedimentasi melewati beberapa Sungai di DTW Mrica : Sub


DAS Lumajang (54,2 km2), Sub DAS Merawu (212,2 km2), Sub DAS
Serayu (223,1 km2), Sub DAS Tulis (127,5 km2), Sub DAS Begaluh (117,1
km2), Sub DAS Serayu Hulu (201,3 km2)
B.1. Kondisi Biofisik Lahan
Kondisi fisik lahan yang masuk DTW Mrica dengan kondisi
geomorfologi bentuk lahan sebagian besar berbukit dan bergunung
(70%) dan sedikit yang datar sampai berombak (30%).

Kemiringan lereng di daerah atas atau Kabupaten Wonosobo


kebanyakan antara 65-85%, dan Kabupaten Banjarnegara 45-65%.
Jenis tanah meliputi tanah Aluvial (Inceptisols) : terdapat di Kecamatan
Batur, Karangkobar, Purworejo Klampok dan Wanadadi, Latosol (Ultisols)
: terdapat di Kecamatan Susukan, Purworejo Klampok, Wanadadi, Rakit,
Bawang, Sigaluh, Madukara, Banjarnegara, Wanayasa, Pejawaran dan
Pagentan., Andosol (Andisols) : terdapat di Kecamatan Kalibening,
Wanayasa, Pejawaran dan Batur, Gromosol (Vertisols) : terdapat di
Kecamatan Purwonegoro, Mandiraja, Kalibening, Karangkobar, Pagentan
dan Banjarmangu, dan Litosol(Entisols) : terdapat di Kecamatan
Banjarnegara dan Punggelan.
B.2. Kondisi Penutupan Lahan
B.2. Kondisi Penutupan Lahan
B.2. Kondisi Penutupan Lahan
B.3. Analisis Erosi
350000

380000
370000

390000
360000

9198000

9188000

9178000
B.3. Analisis Erosi
B.3. Analisis Erosi

SES : SOIL EROSION STATUS

SASP= AspecTDslc.AspecTDslc.SASP
SDRN= DEMGRSLC.DEMGRSLC.SDRN
DEMGRSLC=MapSlicing(DEM01500das,dem
200)
SLU= GRLU.GRlu.SLU
SSLG= SLPPslic.SLPPslic.SSLG
STXT= DEMGRSLC.DEMGRSLC.STXT

SES= (SASP+SDRN+SLU+SSLG+STXT)/5
SESslc= MapSlicing(SES,SESslc)
B.3. Analisis Erosi
B.3. Analisis Erosi

1. Sangat ringan < 5 t/ha/th


2. Ringan 5 – 10
3. Sedang 10 – 25
4. Berat 25 – 50
5. Sangat Berat > 50
B.3. Analisis Erosi
7000000
y = 0,3502x - 1E+06 y = 1E-26x4,6083
6000000 R2 = 0,9594 R2 = 0,9032
Erosi hasil data lapangan (m3)

5000000 y = 2E+06Ln(x) - 4E+07 y = 3678,4e6E-07x


R2 = 0,9986 R2 = 0,7851
4000000
y = -3E-08x2 + 0,8189x - 3E+06
3000000 Lapangan
R2 = 1 Linear (Lapangan)
2000000 Log. (Lapangan)
Poly. (Lapangan)
1000000 Power (Lapangan)
Expon. (Lapangan)
0
0

20

40

60

80

10

12

14
00

00

00

00

0
00

00

00
00

00

00

00

00

00

00
0

0
Erosi hasil analisis satelit (m3)
B.3. Analisis Erosi
MMF : MORGAN, MORGAN & FINNEY

TANAMAN
C : faktor penutupan tanaman
A : intersepsi & aliran batang
ETE0 : evaporasi dan transpirasi
RD : kedalaman akar
TANAH
MS : kelembaban tanah pada 1/3 bar
BD : bobot jenis tanah
K : index erodibilitas tanah
IKLIM
R : curah hujan (mm)
I : intensitas hujan (mm/hr)
F : dampak pukulan air hujan (kg/m2)
G : kapasitas angkut aliran permukaan
TANAMAN
TANAH
IKLIM
B.4. Analisis Sedimen
B.4. Analisis Sedimen
4.500.000.000
y = 0,7869x - 6E+08 y = 1E-13x2,337
Sedimen hasil pengukuran di lapangan (m3)

4.000.000.000
R2 = 0,9302 R2 = 0,9999
3.500.000.000
y = 1E+09Ln(x) - 3E+10 y = 2E+07e1E-09x
3.000.000.000 R2 = 0,8267 R2 = 0,9771
2.500.000.000 y = 3E-10x2 - 0,3728x + 2E+08
2.000.000.000 R2 = 1
Lapangan
1.500.000.000 Linear (Lapangan)
Log. (Lapangan)
1.000.000.000
Poly. (Lapangan)
500.000.000 Power (Lapangan)

0 Expon. (Lapangan)
50

1.

1.

2.

2.

3.

3.

4.

4.
0

00

50

00

00

00

50
50

50
0.
00

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.
00

00

00

00

00

00
00

00
0.
00

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.
00

00

00

00

00

00
00

00
0

0
0

0
Sedimen hasil analisis satelit (m3)
B. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya di DTW Mrica
B.1. KAB. BANJARNEGARA
Tahun 2006 terjadi longsor lahan kawasan hutan yang
memakan korban lebih dari 70 jiwa, membuat
masyarakat si Jeruk beralih tanaman yg tahan longsor
dan ingin direlokasi yang lebih aman (Kalikidang)

B.2 KAB. WONOSOBO


Sejak tahun 1980 lahan tembakau dan tanaman keras
pada lahan miring beralih ke tanaman kentang dengan
nilai komiditi yg tinggi, namun potensi merusak lahan
karena erosi berat dengan teras yang searah lereng.
B.1. KAB. BANJARNEGARA
Kondisi Sosial masyarakat di Banjarnegara kaitannya dengan longsor
yang terjadi di Banjarnegara merupakan salah satu penyebab
pendangkalan Waduk

Mata pencaharian masyarakat adalah petani dan hampir tidak ada yang
mempunyai pekerjaan sampingan, masyarakat sangat mengandalkan
lahannya sedangkan lahan yang mereka miliki sangatlah sempit dan
kondisi seperti itu yang memicu kondisi lahan semakin memburuk

Aturan untuk pengelolaan lahan yang belum ada dan sangsi-sangsi bagi
masyarakat yang tidak melakukan pengelolaan lahan yang tidak benar
tidak dibuat, maka perlu dibuat aturan yang mengatur tentang
pelanggaran pengelolaan lahan.
B.2 KAB. WONOSOBO
Pemanfaatan lahan secara berlebihan dengan pengelolahan lahan yang
kurang sesuai dengan kaidah konservasi tanah akan menurunkan
produktivitas lahan, meningkatkan erosi dan mengakibatkan lahan
menjadi tidak produktif

Timbulnya erosi yang terjadi di lahan mereka lambat laun membuat petani
kentang semakin resah yang dulu bisa panen kentang tiga kali dalam satu
tahun dan hasil yang didapat sebelum tahun 1990 an mencapai 30 Ton /
Ha, namun semenjak 4-5 tahunan ini produksi kentang turun drastis
panen kentang tahun lalu petani hanya mengenyam laba tidak lebih dari
Rp. 5.000.000,- dengan luasan lahan sekitar 0,5 Ha

Kelembagaan ditingkat Pemerintah Daerah belum ada peraturan khusus


yang mengatur tentang pengelolaan lahan kentang dan sayuran agar
terjaga kelestarian lingkungan hidup dengan mengurangi sedimentasi
dan erosi tanah.
1. Kondisi perubahan penutupan lahan di DTW Mrica dapat dibagi
menjadi 2 kabupaten, yaitu untuk Kabupaten Wonosobo sebagian
besar lahan hutan dibuka dijadikan lahan sayuran dan lahan kentang,
akibatnya erosi permukaan dengan tingkat berast sampai sangat berat
mendominasi. Perubahan penutupan lahan di kabupaten
Banjarnegara akibat banyaknya erosi longsor dengan tingkat erosi
sangat berat menyebabkan lahan sebagian besar ditanami salak,
selain mudah pemasarannya.

2. Sumber erosi dan sedimentasi di DTW Mrica yang dihasilkan dari


analisis citra satelit dan SIG sebagian besar bearasal dari sungai
Merawu yang berasal dari erosi longsor di kabnupaten Banjarnegara.
Erosi juga ditimbulkan dari sungai Serayu yang meliputi sungai
Begaluh, Tulis dan Serayu hulu akibat erosi berat pada lahan kentang
dan sayuran di kabupaten Wonosobo.
3. Perhitungan erosi dan sedimen dari analisis satelit (X)
dibandingkan dengan data lapangan (Y) dari Indonesia
Power di DAS Mrica untuk semua persamaan dg r2 > 80%,
sehingga rumus
EROSI : y = -3E-08x2 + 0,8189x - 3E+06
SEDIMEN : y = 3E-10x2 - 0,3728x + 2E+08

4. Rumus perhitungan erosi dan sedimen dari analisis satelit


(X) dibandingkan erosi dan sedimen dari data lapangan (Y)
nantinya akan dicobakan untuk menghitung daerah lain
yang belum memiliki data lapangan erosi dan sedimen
5. Pola pemanfaatan lahan di DTW Mrica, mengalami perubahan terutama
dari lahan hutan akibat penjarahan dari masyarakat emnjadi lahan
kebun sayuran, dan pada daerah yang longsor ditanami tanaman yang
tahan longsor dan salak yang memiliki akar serabut, sehingga tidak
membani lahan yang labil di desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu,
Banjarnegara.

6. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada instansi yang terkait


dengan pengelolaan DTW Mrica untuk prioritas rehabilitasi kawasan
yang terinventarisir menyumbang erosi dan sedimen yang relatif besar
perlu diupayakan dengan tanaman pengganti selain kentang yang
memiliki nilai komoditi tinggi dan tidak membahayakan erosi. Pada
daerah yang berpotensi longsor perlu segera dilakukan relokasi yaitu di
Desa Kalikidang, Sidadi, Kwani, Gumawang Kecamatan Pagentan.
Untuk desa Sijeruk dan daerah longsor lainnya agar tidak dilakukan
penambangan galian C pada daerah perbukitan dan tidak ada
perambahan pada daerah hutan alam.

You might also like