Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Armiyanto, Sp. THT-KL(K)
Penyusun:
Lettisia Amanda Ruslan 2011-061-157
Linda Anastasia
2011-061-158
Andika
2011-061-159
Kepaniteraan Klinik
Departemen Telinga, Hidung, Tenggorokan-Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran UNIKA Atmajaya
Periode 23 September 2013 26 Oktober 2013
Bab I
PENDAHULUAN
Bernafas dan tidur adalah dua proses yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Terhentinya pernafasan selama beberapa menit saja dapat
mengancam nyawa. Tidur merupakan periode istirahat bagi tubuh dan pikiran,
dimana selama periode tersebut kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian
atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Tidur juga
dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak
bergerak yang khas dan sensitivitas yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan
dari luar1. Sehingga jika proses ini terganggu maka akan mengganggu keseluruhan
aktivitas manusia itu sendiri. Karena itu penting untuk menjaga agar kedua proses
ini tetap harus berlangsung dengan baik.
Laporan pertama mengenai sleep apnea ditemukan pada tahun 1965, yang
dilakukan oleh seorang Jerman dan Perancis. Pada awal abad 20 William Osler
menyebut Obstructive Sleep Apnea sebagai Pickwickian syndrome yang diambil
dari novel Charles Dickens, yang menggambarkan seorang anak yang gendut pada
novel tersebut.
Pada laporanlaporan awal Obstructive Sleep Apnea dalam literatur
dijelaskan bahwa seseorang yang menderita sleep apnea sering menunjukkan
gejala gejala seperti hypoxemia, hypercapnia, gagal jantung kongesti.
Trakeostomi merupakan terapi yang dianjurkan, bahkan dapat menyelamatkan
nyawa. Tetapi komplikasi setelah operasi ini sangat banyak dan dapat berakibat
fatal.
Pada tahun 1981 Collin Sulivan dari Sydney memperkenalkan metode
continous positive airway preassure (CPAP). Tipe pertama dari mesin ini sangat
besar dan berisik dan dengan kemudian dikembangkan pada tahun tahun
selanjutnya. Ditemukannya mesin ini membuat terapi sleep apnea berkembang
dan semakin diterima oleh masyarakat luas. Topik obstructive sleep apnea ini
berkembang dengan sangat pesat sekitar 25 tahun terakhir ini dan menjadi sorotan
banyak ahli.
Menurut kamus kedokteran DORLAND Obstructive Sleep Apnea
didefinisikan sebagai apnea tidur yang terjadi karena kolaps jalan nafas dengan
penghambatan tonus otot yang terjadi selama tidur REM. Pada orang dewasa
gangguan ini terutama ditemukan pada orang orang setengah baya gemuk,
predominan laki laki; dan pada anak anak sering ditemukan menyertai kondisi
kondisi seperti hipertrofi adenotonsillar, sindroma down, atau obesitas morbid. 2
Seseorang dikatakan menderita Obstructive Sleep Apnea jika selama tidur malam
(nocturnal sleep):
Terjadi keadaan apnea/ hipopnea selama lebih dari 10 detik setiap kali
kejadian.
Terjadi lebih dari lima kali dalam 1 jam pada saat seseorang tidur.
Masih adanya usaha nafas.
Terjadinya apnea/hipopnea karena obstruksi saluran nafas atas.
Sleep Apnea Syndrome (SAS) adalah kumpulan gejala yang terjadi akibat
Bab II
PEMBAHASAN
2.1.
Anatomi
Faring sendiri dibagi menjadi 3 area yaitu nasofaring, orofaring dan
Nasofaring
Otot-otot faring terdiri dari otot konstriktor superior, media dan inferior.
Serta otot salfingofaringeus,otot stilofaringeus dan otot faringopalatinus. 5
Otot-otot faring
Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistem karotis eksterna.
Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi
lainnya. Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang tonsilaris arteri fasialis,
cabang lingual arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea suprior, dan
arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan anastomosis yang
meluas. 5
Persarafan otot konstriktor faring dan salfingofaringeus berasal dari
percabangan pleksus faringeus, otot konstriktor faring juga mendapat persarafan
tambahan dari nervus laringeus eksterna dan nervus rekurens. Dan otot
stilofaringeus dipersarafi oleh nervus glosofaringeus.5
2.2.
Gejala Klinis
Gejala klinik yang umum terjadi pada OSA mencakup rasa mengantuk
yang berlebihan pada siang hari, tidur malam yang tidak efektif (restless sleep)
dan mengorok saat tidur malam. Gejala lainnya yang kurang umum terjadi adalah
sakit kepala pada pagi hari, insomnia; kesulitan memusatkan perhatian; perubahan
mood seperti irritabilitas, ansietas dan depresi; sering melupakan sesuatu;
berkurangnya libido; penambahan berat badan yang tidak bias dijelaskan;
nokturia; heartburn atau refluks gastroesofagus; dan berkeringat berlebihan pada
malam hari.6
Manifestasi gejala klinik Obstructive sleep apnea (OSA) harus dibedakan
pada orang dewasa dan anak anak. Manifestasi OSA yang paling utama pada
orang dewasa adalah rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari. Orang
dewasa dengan OSA berat yang lama biasanya dapat tertidur untuk suatu saat
tertentu di tengah-tengah aktivitas yang biasa dilakukannya pada siang hari, jika
diberikan sedikit saja kesempatan untuk duduk atau beristirahat. Perubahan
perilaku ini bahkan dapat lebih dramatis, kadang dapat terjadi saat percakapan
dengan orang lain. Hipoksia yang terjadi pada OSA dapat menyebabkan
perubahan neuron pada hipokampus dan korteks frontal kanan otak. Hal ini
mendasari terjadinya penurunan daya ingat serta perubahan mental dan perilaku
pada OSA. 7
usaha napas yang sangat berat setiap hari sehingga kalori terpakai dengan
sangat cepat untuk memenuhi kebutuhan energinya, bahkan saat tidur.
Gejala mengantuk yang tidak bisa dijelaskan pada siang hari pada saat
Pernafasan yang abnormal pada saat tidur. Hal ini biasanya dapat
dijelaskan oleh orang tua pasien. Sebagian anak anak mengorok dengan
keras (heavy snoring). Sebagian lain bernafas terputus putus dengan
mengeluarkan suara yang keras. Ada juga yang menunjukkan
gejala
dengan posisi yang tidak biasa, dengan kepala dan leher dalam posisi
2.3.
Etiopatofisiologi
Faring manusia dapat diandaikan sebagai tabung yang mudah kolaps.
Secara unik rentan terhadap kolaps karena adanya tulang hyoid yang melayang,
jalan nafas yang lebih panjang, dan kurangnya rute langsung aliran udara inspirasi
jika dibandingkan dengan mamalia lain. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya
jaringan lunak dan struktur tulang yang mengelilingi jalan nafas atas yang dapat
meningkatkan tekanan jaringan ekstraluminal, serta adanya otot-otot dilator faring
yang secara kontras mempertahankan patensi faring melalui jalur refleks dari SSP
dan dari dalam faring sendiri. Faktor-faktor yang berlawanan ini memberi
10
Resistor Starling dimana digambarkan hubungan antara tekanan dan aliran udara
melalui pipa.8
Pada gambar 1 (Starling resistor model), segmen yang mudah kolaps pada
pipa dipertahankan oleh segmen upstream dan downstream yang berhubungan
juga dengan tekanan upstream (Pus) dan downstream (Pds) serta resistensinya.
Sumbatan terjadi ketika tekanan sekitar (Pcrit) menjadi lebih besar dari tekanan
intraluminal, menyebabkan tekanan transmural 0.8
Pada model dari jalan nafas atas ini, Pus adalah tekanan atmosfer pada
bukaan jalan nafas (bagian nasal), dan Pds adalah tekanan di trakea. Dapat terjadi
3 hal:
a.
b.
Saat Pus > Pds > Pcrit (analog dengan Westzone 3) aliran udara melalui
pipa mengikuti prinsip dari resistor Ohmic.
Saat Pus > Pcrit > Pds (analog dengan Westzone 2) terjadi limitasi aliran
udara inspirasi dan independen dengan penurunan lebih lanjut dari Pds.
Pada kondisi ini faring dalam keadaan kolaps parsial dan aliran udara
inspirasi maksimal bervariasi secara linear sesuai dengan perbedaan antara
c.
11
Secara operasional, Pcrit pada jalan napas atas manusia ditentukan dengan
menurunkan tekanan nasal sampai aliran udara inspirasi terhenti. Pengukuran
Pcrit sudah menunjukkan penjelasan spektrum dari obstruksi jalan napas atas pada
saat tidur.8
Spektrum Obstruksi Jalan Napas Atas
Pcrit
< -10 cm H2O
-10 s/d -5 cm H2O
-5 s/d 0 cm H2O
> 0 cm H2O
Klinis
Pernapasan normal
Mengorok
Hipopnea obstruktif
Apnea obstruktif
12
patensi jalan napas. Selain itu obesitas juga dapat menyebabkan kolaps faring
melalui reduksi volume paru, terutama menurunkan kapasitas residu fungsional,
melalui penurunan traksi trakeal pada segmen faring. Sebaliknya, peningkatan
volume paru menyebabkan peningkatan traksi trakea dan menstabilisasi jalan
napas atas selama inspirasi.8
2.3.3. Kontribusi Faktor Neuromuskular
Harus dicatat bahwa meskipun secara anatomis terdapat beban mekanis
pada saluran nafas atas tetapi belum tentu menyebabkan kolaps faring selama
tidur, contohnya wanita memiliki faring dan sambungan orofaringeal yang lebih
kecil daripada pria, tetapi memiliki prevalensi OSA yang lebih rendah. Oleh
karena itu, faktor nonstruktural (neuromuskular) juga berperan pada proteksi jalan
nafas atas.8
Obstruksi jalan nafas atas dapat memicu respons neuromuskular yang
dapat mengembalikan patensi dari jalan nafas atas dengan merangsang otot-otot
yang mendilatasi dan mengelongasi jalan nafas. Output motorik dari faring
dimodulasi oleh sejumlah faktor, di antaranya mekanisme dependen bangun vs
tidur, respons mekanoreseptor lokal terhadap tekanan negatif, dan mekanisme
kontrol ventilasi.8
13
kompensasi
neuromuskular
pada
saat
sadar
(stimulus
wakefullness)8,10
14
Pemberian CPAP
Refleks tekanan negatif menstabilisasi jalan napas atas selama inspirasi,
aktif pada saat bangun dan menurun saat tidur. Refleks tekanan negatif secara
primer dimediasi oleh mekanoreseptor-mekanoreseptor pada faring. Hal ini dapat
dibuktikan dengan pemberian anestesi topikal pada mukosa faring melemahkan
hubungan antara aktivitas otot genioglossal dan tekanan faring sehingga terjadi
peningkatan jumlah hipopnea dan apnea obstruksi selama tidur pada orang normal
dan pengorok, dan/atau meningkatkan durasi episode apnea. Selain itu juga dapat
dengan observasi pasien yang bernapas melalui trakeostomi dibandingkan dengan
yang bernapas lewat hidung, memberi kesan bahwa tekanan negatif pada faring
selama inspirasi menstabilisasi patensi jalan napas atas.8
Mekanisme kontrol ventilasi mempunyai peranan dalam memodulasi
kolaps faring saat tidur dengan adanya koordinasi SSP antara jalan nafas atas dan
diafragma yang dipengaruhi oleh kemoreseptor di sentral dan perifer. Mekanisme
ini berperan pada sleep apnea sentral. Pada obstruksi jalan napas atas terjadi
hiperkapnia dan hipoksemia yang akan meningkatkan rangsang pusat pada jalan
nafas atas dan menurunkan kemungkinan kolaps faring. Hal ini dapat
menyebabkan instabilitas ventilasi yang pada akhirnya akan mengarah pada
pernafasan periodik.8
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan prevalensi OSA adalah:9
Overweight (BMI 25-29,9) dan obesitas (BMI 30).
Lingkaran leher yang besar; pria 17 inch, wanita 16 inch.
Pria usia pertengahan atau lebih dan wanita post menopause.
Etnik minoritas (kulit hitam, Hispanik, dan penduduk kepulauan Pasifik
2.4.
2.4.1. Anamnesis
Diagnosa OSA dibuat berdasarkan anamnesis yang mendalam mengenai
gejala-gejala gangguan pernapasan saat tidur dan manifestasinya dalam kehidupan
pasien sehari-hari. Lebih jauh lagi, perlu ditanyakan adanya perubahan perilaku
yang seringkali mempengaruhi kualitas kerja dan atau sekolah pasien. Perlu
diingat pula bahwa manifestasi gejala OSA pada anak-anak dan orang dewasa
tidak selalu sama, bahkan dalam kebanyakan kasus sangat berbeda.
Terdapat beberapa kuesinor yang dapat membantu kita men-screening
pasien-pasien yang dicurigai mengidap OSA. Salah satu kuesioner yang banyak
digunakan oleh sleep-apnea centre di dunia adalah Epworth Sleepiness Scale.
Skala Epworth memperhitungkan beberapa aktivitas sehari-hari yang dapat
terganggu pada pasien-pasien OSA karena kurangnya efektitas tidur malam hari.6
16
Mengendarai mobil
Menjadi penumpang mobil 1 jam tanpa henti
Bersantai sesudah makan tanpa alkohol
Berbaring untuk beristirahat
Skor total
Skala Epsworth < 8= normal
17
b. edema perifer
Sebuah studi sleep apnea yang dilakukan oleh Stanford University
menghasilkan sistem skoring pemeriksaan fisik yang digunakan untuk deteksi
faktor resiko OSA pada anak-anak. Sistem skoring tersebut dilakukan dengan
skala klinis yang dibuat spesifik untuk struktur-struktur orokraniofasial.
Kelompok dengan skor total termasuk dalam sepertiga tertinggi mempunyai
resiko paling besar menderita OSA. Dari penelitian selanjutnya didapat bahwa
sensitifitas dan spesifisitas sistem skoring ini cukup menyakinkan terutama dalam
mendiagnosa Sleep-Disordered Breathing, yang salah satunya adalah OSA, pada
anak-anak. 6
Orocraniofacial Features Clinical Scale
Tampilan
Ukuran dagu
Kemiringan plana mandibular
Posisi maksilla vs mandibula
Ketinggian palatum durum
Bentuk wajah
Panjang palatum molle
Lebar intermolar
Skala
0=lebar; 3=kecil dan triangular
0=horizontal; 3=licin
0=prognathic; 4=retrognathic
0=rendah; 2=tinggi
0=segi empat; 3=memanjang
0=pendek; 2=panjang
0=lebar; 2=sempit
Total
Skor total:
Sepertiga tertinggi: > 13,8
Sepertiga tengah: 6,5 13,8
Sepertiga terendah: 6,5
Skor
18
bawah supervisi dari seorang teknisi dan dapat dilakukan dalam sebuah
laboratorium, rumah sakit, rumah pasien, atau bahkan hotel.11
Mekanisme
Ada 3 peralatan utama yang dipakai dalam polisomnografi: 11
Elektroensefalografi (EEG)
Memiliki 6 elektroda eksplorasi yang dilekatkan dengan pasta khusus,
masing-masing 2 buah di scalp frontal, sentral dan oksipital. EEG
memberikan rekaman aktivitas otak selama tidur, berupa beberapa
gelombang yang khas terjadi dalam fase tidur tertentu.
Elektrookulografi (EOG)
Memiliki 2 elektroda yang diletakkan 1 cm di atas batas terluar canthus
okuli dekstra dan 1 cm di bawah batas terluar canthus okuli sinistra. EOG
memberikan rekaman perbedaan elektropotensial antara kornea dan retina
selama tidur.
Elektromiografi (EMG)
Memiliki 6 elektroda yang diletakkan di dahi (2 buah), di atas dagu (1
buah), di bawah dagu (1 buah) dan di daerah tibialis anterior (2 buah).
EMG mengukur tegangan otot-otot tubuh dan memonitor pergerakan kaki
selama tidur.
Selain itu, terdapat beberapa peralatan penunjang:
Elektrokardiografi (EKG)
Elektroda yang dipakai biasanya hanya 2 sampai 3 buah dan diletakkan di
dada. EKG mengukur aktivitas elektrik jantung.
Pressure transducer atau thermocouple, lengkap dengan ikat pinggangnya.
Alat ini diletakkan di dalam atau dekat dengan nostril dan berfungsi
mengukur
kecepatan
respirasi
dan
mengetahui
adanya
interupsi
19
2.
3.
4.
5.
6.
20
dari gelombang khas EEG, gerakan mata dalam EOG dan tonus otot dari
EMG.11
Gelombang-gelombang khas EEG:12
Gelombang
Frekuensi
Area dominan
Amplitudo
8-13 cps
oksipital
crescendodecrescendo
(terbanyak)
3-7 cps
sentral verteks
0.5-2 cps
frontal
tanpa amplitudo
> 75 mN
Stadium-stadium tidur: 12
EEG
Bangun (> 50% epoch)
Stad. 1
Stad. 2
Stad. 3
Stad. 4
REM
Gambaran gerigi
(saw-tooth waves)
EOG
Slow-rolling eye
EMG
Relatively high muscle
movements or eye
tone
blinks
Slow-rolling eye
Relatively high
movements
-
submental tone
High tonic submental
tone
Submental muscle tone
slightly reduced
Rapid eye movements Low tonic submental
tone
21
Mixed apnea
Kriteria
Reduksi aliran udara pernafasan (airflow) 50%
Penurunan SaO2 3%
Peningkatan usaha napas
Tidak ada airflow 10 detik
Penurunan SaO2 3%
Peningkatan usaha napas
Tidak ada airflow nasal maupun oral 10 detik
Penurunan SaO2 3%
Tidak ada (complete absence) usaha napas
Tidak ada airflow nasal maupun oral 10 detik
Penurunan SaO2 3%
Tidak ada usaha napas pada awal gangguan, diikuti
peningkatan gradual usaha napas, yang pada akhirnya
mengakhiri apnea dan menyebabkan arousal.
polisomnogram
tetap
harus
dilakukan
dengan
Polisomnografi diagnostik
Dilakukan pada 2 sampai 3 jam perekaman pertama. Jika diagnosa OSA
dengan polisomnografi telah dilakukan, polisomnografi diagnostik tidak
lagi dilakukan secara detail tetapi hanya untuk konfirmasi diagnosa OSA
sebelumnya. 11
CPAP titration study
Setelah 2 jam manifestasi
OSA dalam
polisomnografi,
teknisi
Fiberoptic nasopharyngoscopy
Pemeriksaan radiologis, seperti lateral cephalometric radiographs,
fluoroskopi, CT-scan dan MRI.
Namun karena efektifitas pemeriksaan-pemeriksaan tersebut masih
2.5.
Tatalaksana
24
25
26
Perangkat mandibula
Perangkat penahan lidah atau tongue-retaining device yang bentuknya
juga serupa, dilengkapi dengan suction/penghisap. Pada penggunaan
perangkat ini, lidah diletakkan pada bagian penghisap sehingga posisinya
selama tidur adalah tetap di bagian depan mulut dan tidak terjatuh ke
27
beratnya
penyakit
pada
pasien
sebagaimana
ditunjukkan
oleh
28
diagnosis
OSA ditegakkan
dengan
pengawasan
melalui
preoperative,
rekonstruksi
saluran
napas
atas
dapat
Operatif Nasal
a. Septoplasti nasal
b. Turbinektomi inferior
c. Adenoidektomi
d. Eksisi tumor atau polip nasal
e. Rekonstruksi klep nasal
Operatif Palatal
a. Uvulopalatofaringoplasty (UPPP)
b. Flap uvulopalatal
c. Tonsilektomi
d. Transpalatal advancement pharyngoplasty
e. Uvulopalatoplasty dengan laser
f. Palatal radiofrequency
Operatif Hipofaringeal
a. Osteotomi maxilomandibular
b. Osteotomi mandibula dengan genioglossus advancement
c. Miotomi dan suspensi hyoid
d. Tongue base radiofrequency
e. Glosektomi parsial
f. Tonsilektomi lingual
g. Repose tongue suspension
29
Prosedur Nasal
Rasionalisasi dari prosedur operatif nasal adalah untuk memperbaiki
patensi rongga hidung, sebagai usaha untuk mengembalikan pernapasan
fisiologis; untuk memfasilitasi CPAP; dan meminimalisasi pernapasan melalui
mulut selama tidur.1 Deviasi septum nasi, hipertrofi konkha, serta kolaps katup
nasal dan alae nasi, dikoreksi dengan septoplasty, reduksi konkha, implan
kartilago katup nasal. Hipertrofi adenoid diterapi dengan adenoidektomi.
Prosedur Palatal
Operasi jaringan lunak meliputi obstruksi pada area palatum mole atau
velofaring. Berbagai variasi prosedur baru telah muncul dalam usaha mengatasi
obstruksi pada tingkat ini, setelah diperkenalkankannya Uvulopalatofaringoplasty
(UPPP) oleh Fujita pada tahun 1981. 6
Prosedur UPPP bertujuan memperpendek dan menegangkan palatum
durum dengan cara mengangkat uvula secara parsial dan mereduksi tepi palatum
durum.Kini metode UPPP telah mengalami berbagai modifikasi, dimana anestesi
hanya secara lokal, tonsil tidak dieksisi, dan penutupan jaringan lunak tetap
berada pada aspek superior pilar tonsil.Teknik ini terutama dipakai pada
tatalaksana pasien mendengkur.
30
32
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Drazen JM: Sleep Apneu Syndrome, New england journal medicine 6:346,
2009.
2. Hartanto H, et al: Kamus Kedokteran Dorland, ed 29, Jakarta, 2000, EGC.
3. Anonim: Sleep-Related Breathing Disorders in Adults: Recommendations for
Syndrome Definition and Measurement Techniques in Clinical Research. The
Report of an American Academy of Sleep Medicine Task Force, SLEEP 5:22,
2009.
4. Boies, et al: Buku Ajar Penyakit THT, ed 6, Jakarta, 1997, EGC.
5. Gray, et al: The Anatomical Basis of Clinical Practice. Gray's Anatomy, ed
40, London, 2007, Churchill Livingstone.
6. Cummings CW, et al: Cummings Otolarygology Head and Neck Surgery,
Philadelphia, 2005, Elsevier Mosby.
7. Anonim:
Obstructive
Sleep
Apnea.
Diambil
dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Obstructive_sleep_apnea
8. Patil SP, et al: Adult Obstructive Sleep Apnea, Chest Journal of the American
College
of
Chest
Physician,
132:
325-337,
2007.
Diambil
dari:
http://chestjournal.chestpubs.org/content/132/1/325.full.html
34
Polysomnography.
Diambil
dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Polysomnography
12. Armon C, Roy A, Nowack WJ: Polysomnography: Overview and Clinical
Application, eMedicine, 2007.
13. Anonim:
Why
OSA
Should
be
Treated?.
Diambil
dari:
http://www.osasurgery.com/whytreat.htm
14. Anonim: Sleep Medicine: Treatments of Obstructive Sleep Apnea (OSA),
Medical
College
of
Wisconsin,
2009.
Diambil
dari:
http://www.mcw.edu/sleepmed/ObstructiveSleepApneaOSA/TreatmentsofOS
A.htm
15. Anonim: Obstructive Sleep Apnea (OSA) Treatment, Sleep Channel, 2009.
Diambil dari: http://www.sleepdisorderchannel.com/osa/treatment.shtml
16. Anonim: Treatments Options for Adults with Obstructive Sleep Apnea,
American
Sleep
Apnea
Association,
2008.
Diambil
dari:
http://www.sleepapnea.org/resources/pubs/treatment.html
35