Professional Documents
Culture Documents
Ketiga kasus ini sudah cukup untuk menunjukkan kebobrokan yang terjadi pada
sistem STPDN, khususnya dalam bidang ideologinya. Oleh karena itu, lewat tulisan
ini, penulis ingin menjawab pertanyaan : sejauh mana peran ideologi berpengaruh
pada kekerasan yang terjadi di STPDN? Apakah ideologi yang dijalankan oleh para
praja STPDN, baik yang senior maupun yang yunior, yang menyebabkan lingkaran
kekerasan STPDN terus berlangsung dari generasi ke generasi? Pertanyaan inilah
yang akan coba dijawab melalui artikel dari Tb Ronny Nitibaskara.
Sebelum masuk ke dalam konteks Kasus STPDN, penulis ingin menjelaskan sedikit
mengenai ideologi.
-1-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia.
Dari segi etimologisnya, ideologi terdiri dari dua kata, yaitu idea dan logos. Idea
berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, dan cita-cita. Sedangkan logos berarti
ilmu. Secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau
ajaran tentang pengertian-pengertian dasar1.
Ideologi sendiri dapat dimasukkan dalam kategori pengetahuan yang bersifat subjektif,
karena ideologi menghasilkan kebenaran-kebenaran yang dapat diterima dan diyakini
2
sebagai tujuan akhir . Ideologi bersumber pada filsafat, sehingga dalam
pelaksanaannya, ideologi sering disamaartikan dengan filsafat. Namun sebenarnya
ideologi dan filsafat itu adalah dua hal yang berbeda. Ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa ideologi adalah keseluruhan sistem ide serta gagasan yang bersifat
relatif. Selain bersumber pada filsafat, ideologi juga bersumber pada ajaran agama,
atau pandangan hidup tertentu.
Sudah bukan rahasia lagi, kekerasan, baik secara fisik maupun secara psikis, yang
terjadi dalam STPDN, merupakan suatu peristiwa yang telah mengakar lama dalam
sejarah keberadaan STPDN di Indonesia. Banyak dari masyarakat yang menyalahkan
pemerintah, karena pemerintah tidak mengambil langkah apa-apa untuk mengatasi
permasalahan ini. Sebenarnya, pemerintah sudah mengambil langkah mengadili para
tersangka kasus kekerasan STPDN. Pemerintah juga telah menyatukan STPDN
dengan IIP serta mengubah namanya menjadi IPDN, dengan harapan sistem
pendidikan di IIP dapat diadopsi oleh STPDN tersebut. Namun, penggantian institusi
dan pengubahan nama tersebut tetap tidak dapat menyelesaikan masalah. Lingkaran
1
Irmayanti Meliono, et, al., ed., “Modul 1 MPK Terintegrasi”, (Depok : Fakultas Ilmu Budaya, 2007),
hal. 122.
2
Ibid, hal. 123.
-2-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia.
Lingkaran kekerasan STPDN sendiri tetap berlangsung karena adanya 2 faktor, yaitu
faktor ideologi dari senior, dan faktor ideologi dari yunior. Ideologi dari senior yang
dimaksud di sini dapat dibagi menjadi 2 hal. Pertama, karena para senior itu sudah
terbiasa dengan tradisi kekerasan yang terjadi dalam STPDN sebelumnya, maka
kekerasan itu menjadi dianggap wajar di tempat tersebut, meski amat bertentangan
dengan ideologi dalam masyarakat sendiri. Kedua, karena seorang senior sudah
terbiasa dengan lingkungan kekerasan, maka individu itu akan mendefinisikan
hubungan sosialnya dengan simbol kekerasan; individu ini boleh jadi akan terbiasa
bertingkah laku represif kapan pun dan di mana pun. Kedua hal tersebut terjadi karena
adanya penyimpangan-penyimpangan ideologi, yang terjadi dalam kalangan para
praja STPDN.
-3-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia.
-4-