You are on page 1of 4

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

ESSAY SISTEM POLITIK INDONESIA

Nama : Erika

NPM : 0706291243

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Fenomena Artis dan Popularitasnya dalam Dunia Politik, Serta Implikasinya


terhadap Kehidupan Demokrasi Indonesia

Dede Yusuf, Rano Karno, Marissa Haque, Helmy Yahya, dan Saipul Jamil
merupakan lima dari sederetan artis yang kini sedang mulai mencoba peruntungannya di
dunia perpolitikan Indonesia. Dua dari lima nama di atas malah telah berhasil menggolkan
dirinya dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yaitu Dede Yusuf untuk Pilkada
Jawa Barat dan Rano Karno untuk Pilkada Tangerang. Sedang Marissa Haque merupakan
contoh selebritis yang tidak berhasil memenangi Pilkada, dalam hal ini Pilkada Provinsi
Banten. Dua nama terakhir, Helmy Yahya dan Saipul Jamil merupakan nama yang
dikabarkan akan mendaftarkan diri, yaitu Helmy Yahya sebagai calon wakil gubernur
Sumatera Selatan dan Saipul Jamil sebagai calon wakil walikota Serang, dalam Pilkada
mendatang. Fenomena artis masuk ke dunia politik ini sebenarnya tidak hanya terjadi di
Indonesia. Melirik pada Amerika Serikat yang notabene dikenal sebagai negerinya demokrasi,
ternyata fenomena ini juga terjadi di Amerika Serikat, yaitu ketika Ronald Reagan yang
seorang bintang film pernah memimpin negara tersebut, serta aktor Arnold Schwarzeneger
yang hingga saat ini memimpin negara bagian California. Fenomena artis memasuki dunia
politik dengan memanfaatkan popularitas memang sedang terjadi di negara kita. Yang
kemudian menjadi pertanyaan adalah, apakah fenomena popularitas dalam dunia politik ini
akan menjadikan kualitas demokrasi dalam suatu negara menjadi lebih baik, atau fenomena
tersebut malah akan memperburuk kualitas demokrasi suatu negara?
Di masyarakat kita, dalam memperoleh dukungan politik, popularitas amatlah
penting. Karena itu selebritis yang identik dengan publikasi sangat mudah memperopleh

Page | 1
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

dukungan politik. Hal ini senada dengan apa yang ditulis oleh Darrell West, penulis buku
“Celebrity Politics”, bahwa artis dan pelawak tergiur terjun ke jabatan publik akibat
perkembangan media, khususnya televisi, dan demokrasi1. Televisi seakan menjadi medium
yang sempurna bagi selebiriti untuk mendulang kemasyhuran dan citra diri. Hal ini juga
didukung dengan sistem pemilihan langsung yang kini diterapkan di negara kita. Sistem
pemilihan langsung ini telah membuat selebriti yang lebih populer, menjadi lebih mempunyai
tempat di hati masyarakat sebagai penggemarnya. Selain itu, fenomena popularitas artis
dalam dunia politik ini juga disuburkan oleh kondisi dan karakteristik masyarakat Indonesia.
Di tengah rendahnya partisipasi politik dan minimnya pengetahuan publik terhadap sosok
kandidat, maka popularitas menjadi lebih penting dari visi misi2. Lepas dari popularitas,
kemampuan, pengalaman, serta program kerja yang dimiliki kandidat, tidak akan terlalu
menjadi perhatian masyarakat. Hal ini wajar, jika dilihat dari karakteristik masyarakat
Indonesia yang mayoritas buta politik dan berpendidikan rendah. Kedua hal tersebut
membuat rakyat menjadi tidak begitu peduli pada visi, misi, program kerja, dan janji-janji
yang dikeluarkan pada masa kampanye pilkada. Karena itu, tak heran popularitas menjadi
senjata ampuh dalam memenangkan suara rakyat. Popularitas politik, hal inilah yang
mendasari partai-partai politik banyak menggaet artis-artis ternama dalam ajang Pilkada.
Sebenarnya jika ditilik dari segi kebebasan, tidak ada yang salah dengan fenomena
masuknya artis dengan mengandalkan popularitas ke dalam dunia politik karena setiap warga
negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam dunia politik, terlepas
dari latar belakang ekonomi dan profesinya. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini
adalah perbedaan yang besar antara dunia artis dengan dunia politik. Dunia artis sebagai
dunia hiburan dengan dunia politik pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama,
masing-masing berusaha memberikan kepuasan pada publik. Namun prosesnya terkadang

1
Idham Chalid, Geliat Artis di Panggung Politik, http://gp-ansor.org/?p=4868, diakses pada 24 Mei
2008, pukul 19.08.

2
Politik Popularitas, http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?, diakses pada 24 Mei 2008, pukul
15.21.

Page | 2
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

jauh berbeda, antara panggung hiburan dengan panggung politik. Dunia selebritis adalah
dunia glamour yang penuh dengan gemerlap dan hura-hura, yang hanya dibingkai dengan
sedikit aturan. Hal ini tentu berbeda dengan dunia politik yang sangat kaku dan prosedural.
Perbedaan yang besar antara situasi kedua dunia ini tidak jarang membuat para selebritis,
yang tadinya sudah menyiapkan hati untuk terjun dalam dunia politik, menjadi tidak tahan
dan akhirnya keluar dari panggung politik. Sebut saja Si Raja Dhangdut Rhoma Irama, dan
sutradara film, almarhum Sophan Sophiaan. Sebagian lagi mencoba bertahan dengan gaya
status quo yang lebih banyak diam, duduk, dan duit3. Ada juga yang tetap sibuk dengan
aktivitas seninya, seperti yang dilakukan oleh koreografer dan pencipta lagu Guruh
Sukarnoputra. Keterlibatan artis yang cenderung setengah-setengah inilah yang menjadi salah
satu ciri buruk dari keterlibatan artis dalam politik. Dengan popularitasnya, mereka mudah
mendapat suara publik. Tetapi dengan ketidaksiapannya terjun dalam dunia politik, mereka
lantas dengan mudah melepaskan jabatan politik yang telah dipercayakan rakyat tersebut. Hal
ini tentu mengecewakan rakyat yang telah memilih mereka.
Fenomena artis masuk dalam dunia politik dengan memanfaatkan popularitasnya
juga kemudian menjadi masalah bila sang artis sebenarnya tidak memiliki kemampuan dan
komitmen yang cukup untuk mewakili rakyat daerahnya. Bila hal itu sampai terjadi, yang
ditakutkan adalah sang artis kemudian hanya akan dijadikan alat untuk memperoleh
dukungan oleh partai-partai politik tempatnya bernaung. Karena kemampuan politiknya
lemah, sang artis kemudian hanya akan dijadikan boneka untuk membela kepentingan
pihak-pihak lain yang telah lebih berpengalaman sebelumnya. Hal ini sebenarnya tampak dari
posisi para artis yang mayoritas, jika bukan semua, hanya menempati jabatan sebagai wakil
kepala daerah, bukan sebagai ketua yang akan benar-benar signifikan perannya. Dari
posisinya yang hanya sebagai wakil, sebenarnya sudah dapat dilihat bahwa artis kerap hanya
dijadikan figur tambahan dalam ajang pemilihan kepala daerah tersebut. Karena toh segala
macam keputusan akan kembali ke tangan sang ketua, bila nantinya mereka menang. Lantas

3
Idham Chalid, op.cit.

Page | 3
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

bila demikian, dapat dikatakan keberadaan artis dalam dunia per-Pilkada-an hanya digunakan
sebagai salah satu instrumen vote-getter, untuk mendapatkan suara publik.
Selain hanya dijadikan boneka untuk kepentingan pihak-pihak lain yang lebih
berpengalaman, fenomena masuknya artis dengan hanya mengandalkan popularitas juga
dapat merusak kualitas dunia perpolitikan dan demokrasi di Indonesia. Hal itu disebabkan
karena para artis yang terjun dalam dunia politik itu mayoritas sebenarnya kurang memiliki
pengetahuan tentang politik yang mendalam. Kurangnya pengetahuan politik tersebut pada
akhirnya akan berakibat pada pengambilan dan pembuatan kebijakan yang salah, sehingga
dengan sendirinya akan berbuntut pada memburuknya kondisi perpolitikan dan demokrasi di
Indonesia. Selain itu, ditakutkan fenomena artis masuk dunia politik dengan memanfaatkan
popularitas ini lantas akan diikuti oleh berbagai tokoh masyarakat yang sebenarnya juga tidak
memiliki pengetahuan mendalam mengenai keadaan politik Indonesia. Bila hal itu sampai
terjadi, akan semakin kacaulah demokrasi di Indonesia, semua orang akan berlomba-lomba
untuk masuk dalam dunia politik, hanya dengan mengandalkan popularitas. Dan hal itu tentu
saja akan menuntun kita kepada penurunan kualitas dari demokrasi itu sendiri.
Harus diakui, keberadaan popularitas dalam sistem demokrasi sesungguhnya
memang tidak bisa dipisahkan. Seorang pemimpin yang lahir dari proses demokrasi adalah
seorang pemimpin yang merupakan pilihan rakyat, seseorang yang dirasa dekat dengan
rakyat, dan oleh karena itu dapat dikatakan ia adalah seseorang yang populer di kalangan
rakyat. Tetapi alangkah tidak bijaksananya bila popularitas tersebut dijadikan satu-satunya
alasan dan cara untuk masuk dalam dunia perpolitikan, tanpa disertai kesungguhan hati dan
pengetahuan mendalam mengenai kondisi perpolitikan di Indonesia. Oleh karena itu,
siapapun orang yang akan memasuki dunia politik, tidak boleh hanya memiliki popularitas
melainkan ia juga harus memiliki pengetahuan mendalam mengenai kondisi politik Indonesia,
serta yang paling penting kesungguhan hati untuk membela nasib rakyat.

Page | 4

You might also like