You are on page 1of 3

KAJIAN ETNOGRAFI

TEKNOLOGI PERTANIAN TRADISIONAL SEBAGAI TANGGAPAN


AKTIF MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN di KABUPATEN
PEKALONGAN
By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos.

Buku ini merupakan hasil penelitian dari tim peneliti dari Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
diketauai oleh Drs. Sugiarto Dakung. Fokus utama penelitian ini adalah menelaah
lebih dalam teknologi pertanian tradisional di daerah Pekalongan sebagai
tanggapan aktif masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Jadi, penelitian ini
pada dasarnya ingin melihat hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungannya, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana peranan dan pengaruh
kebudayaan terhadap teknologi pertanian tradisional (hal.4).
Malinowski (1944:150) menjelaskan bahwa kebudayaan pada hakekatnya
merupakan seperangkat paralatan untuk menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapi manusia di lingkungan alamnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup yang lebih baik (hal.1). Sejauh mana manusia dapat memanfaatkan apa
yang telah disediakan oleh alam, sangat tergantung pada tahap mana manusia
dapat mengolah ketersediaan materi dari alam. Usaha pengolahan tersebut
terkendala oleh keterbatasan manusia secara fisik maupun psikis, sehingga
memerlukan seperangkat peralatan dan cara penggunaannya yang disebut
teknologi (hal.2).
Pengembangan teknologi pada dasarnya muncul karena kebutuhan untuk
mempertahankan hidup yang disesuaikan dengan tantangan lingkungan dan
kemampuan masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Teknologi
telah mengalami evolusi dari zaman ke zaman menyesuaikan dengan lingkungan
yang juga terus berkembang.
Teknologi yang dibahas di dalam buku ini adalah teknologi pertanian
tradisional yang digunakan oleh masyarakat Pekalongan. Asumsi dasar dari
penelitian ini adalah teknologi pertanian tradisional, pengertian-pengertian
kebudayaan, khususnya adat-istiadat dan kepercayaan mempunyai kedudukan
yang penting, sehingga alat serta cara penggunaannya telah berkembang dari masa

1
TUGAS KAJIAN ETNOGRAFI

ke masa telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakatnya.
Metode dipakai dalam penelitian ini adalah metode gabungan yang
menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif. Tahap pengumpulan data lapangan
dilakukan dengan kuisioner, interview dan observasi (hal.13) dan berlangsung
selama 12 hari. Tahap pengumpulan data kepustakaan berlangsung selama satu
bulan, yaitu pada bulan oktober 1983. Data kepustakaan dikumpulan dari berbagai
macam dokumaen-dokumen yang relevan dari Biro Pusat Statistik, Perpustakaan
Museum Pusat, Perpustakaan Depatemen Pertanian dan sebagainya (hal.12).
Penelitian ini mendeskripsikan latar belakang sosial budaya teknologi
tradisonal pertanian di Pekalongan. Yang dimaksudkan sebagai latar belakang
sosial budaya alat-alat pengolahan tanah adalah “sesuatu” di balik teknologi
pengolahan tanah. “sesuatu” disini dapat diterjemahkan sebagai kepercayaan-
kepercayaan tertentu, maka untuk mempergunakan dan menerapkan teknologi
tersebut harus menurut aturan tertentu sesuai dengan kepercayaan yang
menyertainya.
Kepercayaan tersebut terbukti pada penggunaan alat pertanian berupa
cangkul. Petani Pekalongan sangat menyukai dan mantap dalam menggunakan
cangkul buatan desa Podo, karena mereka percaya bahwa masyarakat desa Podo
adalah keturunan dari Mpu Supo yang merupakan pencipta cangkul pertama kali
(hal.77).
Teknologi pengolahan tanahpun memiliki upacara-upacara tersendiri yang
disesuaikan dengan warisan nenek moyang. Sistem religi yang mendominasi
upacara ini bukanlah jenis-jenis agama besar seperti Islam, Kristen atau Buddha.
Kepercayaan yang mendomainasi adalah kepercayaan akan roh-roh halus (hal.89).
Upacara tersebut dilakukan agar roh-roh yang menempati tempat tersebut tidak
marah dan menganggu kegiatan pertanian mereka. Kegiatan sakral lain yang
menyertai pengolahan pertanian di Pekalongan adalah larangan Nyublek1 pada
tanggal satu suro. Maksud dari larangan tersebut adalah agar Endang Damayang
1
Cara menyangkul persudutan sawah atau ladang sejumlah tiga kali sebagai awal dari mulainya
pengolahan tanah. Peralatan yang digunakan untuk nyublek disamping cangkul, juga kemenyan
dan merang sebagai tempat membakar kemenyan.

2
TUGAS KAJIAN ETNOGRAFI

Sumara Bumi yang menguasai tanah memberikan berkah dan keselamatan pada
semua petani agar kelak hasil panennya tidak mengecewakannya (hal.87).
Penelitian ini melihat bahwa, pengaruh modernitas alat-alat pertanian
belum dapat menyentuh keseluruhan dari teknologi pertanian masyarakat
Pekalongan. Pengaruh alat pertanian modern tidak dapat menggeser eksistensi
alat-alat tradisional yang banyak digunakan oleh petani seperti cangkul, bajak,
garu dan lain-lain. Sebagai contoh adalah penggunaan traktor modern belum dapat
digunakan optimal karena lahan yang kurang luas dan kemampuan ekonomi para
petani yang terbatas (hal.196).
Peran anggota keluarga dalam pertanian tradisional cukup besar. Semua
anggota keluarga tahu tugas masing-masing di sawah atau ladang. Sedangkan
gotong royong antar warga desa hanya sebatas pada kerja bakti membangun atau
memperbaiki saluran air. Gotong royong dengan asas timbal balik tidak pernah
dilakukan kembali karena masuknya uang, sehingga segalanya dinilai berdasarkan
jumlah uang (hal.197).
Prediksi dari tim peneliti adalah lambat laun prosentase buruh taninya
semakin menurun, sebab generasi muda yang seharusnya menggantikan generasi
tua banyak memilih untuk bekerja di kota atau bekerja di luar sektor pertanian
yang dianggap mampu menghasilkan banyak uang. Petani diharapkan
menggunakan alat-alat teknologi modern dalam lingkungan koperasi agar dapat
terjagkau dengan tingkat perekonomian mereka (hal.197).

SUMBER KAJIAN:

Dakung, Sugiarto dkk.


1989 Teknologi PertanianTradisional Sebagai Tanggapan Aktif
Masyarakat Terhadap Lingkungan Di Daerah Pekalongan.
Jakarta:Depatemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

You might also like