Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
0803288
2B
PURWAKARTA
2010
www.lpmak.org
Perkampungan suku Dani pertama kali diketahui berada di Lembah Baliem sekitar
ratusan tahun lalu. Banyak explorasi di dataran tinggi pedalaman Papua yang
dilakukan, salah satunya adalah ekspedisi Lorentz tahun 1909-1910 oleh
pemerintah Belanda, tetapi ekspedisi ini tidak beroperasi di Lembah Baliem.
Kemudian penyelidik asal Amerika Richard Archold sekitar 1935 pertama kali
mengadakan kontak dengan suku Dani, kemudian diketahui juga bahwa suku
adalah petani yang terampil dan telah menggunakan kapak batu, alat pengikis,
pisau yang terbuat dari tulang binatang, bambu atau tombak kayu dan tongkat
galian.
Pengaruh Eropa yang dibawa para Missionaris telah membangun pusat misi
Protestan di Hetegima Wamena sekitar 1955, setelah Belanda mendirikan kota
Wamena maka agama Katholik mulai masuk didaerah ini.
Kondisi geografis seperti umumnya daerah pegunungan tengah Papua, terdiri dari
gunung-gunung tinggi dan lembah-lembah luas. Antara puncak-puncak gunung
beberapa diantaranya selalu tertutup salju seperti pucak Trikora 4750 m, Puncak
Yamin 4595 m dan Puncak Mandala 4760 m. Tanah umumnya terdiri dari batu
kapur/gamping dan granit sedangkan disekeliling lembah merupakan campuran
antara endapan lumpur, tanah liat dan lempung.
Daerah ini beriklim tropis basah karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari
permukaan laut, temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius, suhu rata-rata
17,50 Celcius dengan hari hujan 152,42 hari pertahun, tingkat kelembaban diatas
80 %, angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14
knot dan terendah 2,5 knot.
Di daerah ini banyak margasatwa yang aneh dan menarik hidup di tengah-tengah
pepohonan tropis yang luas dan beraneka ragam pada gunung-gunung yang lebih
tinggi. Hutan tropis memberi kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan dan hutan
cemara, semak rhodedendronds dan species tanaman pakis dan anggrek yang
sangat mengagumkan.
Para prajurit memberi tanda juga terhadap mereka sendiri dengan babi lemak,
kerang, bulu-bulu, kus-kus, sagu rekat, getah dari pohon mangga dan bunga-
bungaan, mempersenjatai diri sendiri dengan; tombak, busur dan anak panah. Di
dalam masyarakat Suku Dani jika salah seorang menjadi manusia buangan karena
melanggar tabu, ia biasanya dihina/ diejek oleh warga yang lain pada pertemuan
adat, ia harus membayar denda. Sambil mereka bekerja di ladang atau pergi
berburu mereka bernyanyi expresi heroic atau kisah yang menyedihkan.
Alunan suara dari lagu itu mendorong mereka dalam bekerja, alat-lat musik yang
mengiringi lagu disebut “Pikon”. Sepanjang perjalanan berburu. “Pikon”
diselipkan kedalam lubang yang besar dikuping telinga mereka. Dengan Pikon
tanda isyarat dapat dikirim dengan berbagai suara yang berbeda selama berburu
untuk memberi isyarat kepada teman atau lawan di dalam hutan. Suku Dani
sebagian besar memeluk agama Kristen dan lainnya agama Islam, tetapi beberapa
penduduk yang berada di tempat yang lebih terpencil di daerah bukit-bukit masih
berpegang teguh kepada kepercayaan yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya.
www.bumikupijak.com
Suku bangsa Dani adalah sebutan bagi penduduk yang tinggal di Lembah Baliem
(Keturunan Moni, penduduk dataran tinggi Pinai, yang datang ke Lembah
Baliem), yang memiliki luas sekitar 1.200 Km2.
Dani adalah orang asing yang awalnya berbunyi Ndani, setelah ada perubahan
fenom N hilang menjadi Dani dan masuk ke pustaka etnografi.
Suku Dani lebih senang disebut suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek
moyangnya dengan penghormatan mereka biasanya dilakukan melalui upacara
pesta babi.
Selain itu juga bahasa suku Dani termasuk keluarga bahasa Melansia dan bahasa
Irian (secara umum).
Dasar religi masyarakat Dani adalah sama uraian yang di atas yaitu menghormati
roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada
pesta babi.
Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh
masyarakat, dan kelompok teritorial.
a. Kelompok kekerabatan
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain yang
memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya
berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri – sendiri, mereka adalah :
- Ap. Menteg
- Ap. Horeg
- Ap Ubaik
Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma.
Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain untuk pria
yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua tetapi masih
mampu mengatur urusannya dalam satu halaman rumah tangga maupun
kampungnya. Urusan tersebut antara lain :
- Melerai pertengkaran
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta
lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Pemimpin konfederasi
biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat mutlak, syarat
menjadi pemimpin masyarakat Dani :
Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih bersifat praagraris yaitu
baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang sangat terbatas.
Pendidikan
Sebagaimana suku – suku pedalaman Irian umumnya tingkat pendidikan (formal),
suku bangsa Dani rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih
kurang, guru-guru masih terbatas.
www.alumniits.com
Ada istilah mengatakan "Jika ke tanah Papua tapi belum ke Wamena, belumlah
lengkap". Guyonan itu sekilas mengada-ada, namun jika kita pergi ke Kota
Wamena yang terletak di Lembah Balliem ini baru kita dapat memahami.
Kota Wamena dan sekitarnya di kabupaten Jayawijaya ini berada di Kelilingi
Gunung daerah pegunungan Jayawijaya merupakan Kawasan tujuan wisata di
prop. Papua dikarenakan keadaan alam yang indah dan masyarakat yang unik
yang jarang dijumpai di Daerah lain di Nusantara.
Keadaan Topografi Lembah Baliem cukup rata sehingga di Kota Wamena banyak
di jumpai becak seperti di Jawa. Jika dilihat dari pesawat udara akan terlihat
Jayawijaya ibarat suatu kuali besar (lembah) diatas dataran tinggi dengan
ketinggian lebih dari 1550 meter diatas permukaan laut. Suhu cukup sejuk ….atau
dingin, suhu rata-rata harian dalam satu tahun berkisar 190C. Jadi jangan lupa
bawa jaket tebal untuk persiapan malam hari. Lembah ini dinamakan lembah
baliem karena terdapat Sungai Baliem yang berliku-liku seperti ular. Anugrah
sungai baliem ini meyebabkan derah ini cukup subur dan potensial dikembangkan
menjadi areal persawahan dan perkebunan.
Areal ladang atau sawah sebelum ditanam dipagar keliling terlebih dahulu untuk
menghindari gangguan hama dan babi ternak, dengan pagar yang cukup rapat dan
unik. Pagar ini biasa disebut "Geler". Geler ini merupakan pagar yang khas di
wamena. Geler terbuat dari kayu kasuari (sejenis cemara) yang kayunya amat
keras. Kayu kasuari dibelah-belah dan ditancapkan ketanah kemudian di ikat satu
sama lain dengan tali Kelokop (jagat) sejenis bambu tapi berukuran kecil. Pagar
yang sudah jadi kemudian bagian atasnya ditutup dengan rumput kering dan akar-
akaran agar kayu dan tali tidak mudah rapuh akibat perubahan cuaca atau hujan.
Pagar ini dapat bertahan lama hingga mencapai 3 tahun.
Rumah adat masyarakat wamena yaitu berbentuk lingkaran dengan penutup alang
alang yang cukup tebal (> 10 cm). Rumah ini disebut "HONAI", Honai ini sering
dijadikan simbol rumah adat khas Papua. Jika anda masuk kedalam Honai ini
maka didalam cukup hangat dan gelap karena tidak terdapat jendela dan hanya
ada satu pintu. Dimalam hari mereka menggunakan penerangan kayu bakar di
dalam honai dengan menggali tanah didalammnya sebagai tungku, selain
menerangi bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur
mereka tidak mengunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering
yang dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah
terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.
Dalam satu komplek perumahan dihuni satu keluarga dan terdapat beberapa
Honai. Jumlah Honai menandakan jumlah istri yang ada, di sini banyak dijumpai
laki-laki lebih dari satu istri terutama kepala suku atau Ondoafi. Babi ternak
banyak dijumpai di Wamena, babi seolah sudah menyatu dengan kehidupan
masyarakat. Acara pernikahan umumnya maskawin dengan minimal 5 (lima) ekor
babi dan satu buah Noken. (Noken adalah sejenis tas tradisional yang terbuat
dari tali noken / kulit kayu). Tas noken biasanya digunakan sebagai tas multi
fungsi, baik untuk membawa ipere, daun ipere atau perbekalan ke kebun / sawah.
Tapi noken juga sering digunakan untuk menggendong anak bayi atau
menggendong anak babi. Dahulu masih banyak dijumpai para wanita yang
menyusui bayi babi.
Suku asal masyarakat Wamena adalah suku Dhani yang amat terkenal di seluruh
papua karena kebiasaan berperang, yang konon katanya Suku Dhani dan Suku
Asmat merupakan suku asli bumi Cendrawasih Papua. Mereka sangat lihai
menggunakan panah dan ketapel. Selain panah dan ketapel dahulu kala mereka
menggunakan parang yang terbuat dari batu dan pisau tusuk yang terbuat dari
tulang–belulang. Tulang yang biasa digunakan adalah tulang kaki burung Kasuari.
Namun perang suku saat ini sudah jarang terjadi, yang ada adalah Perang-
perangan di dataran luas yang telah disediakan. Acara tarian tradisional dan
perang-perangan dilaksanakan setahun sekali atau untuk menyambut tamu
kehormatan. Acara ini sekarang dikemas semacam festival perang-perangan di
ikuti oleh suku-suku di Wamena, untuk menggenang peristiwa perang suku yang
biasa dilakukan nenek moyang mereka waktu dulu, sejaligus unjuk kehebatan
yang dilihat para penonton. Acara ini "Perang-perangan" ini digelar setiap
menyambut 17 Agustus untuk memperingati HUT Proklamasi dan dibiayai oleh
pemerintah daerah dalam rangka menjaga tradisi dan budaya serta menjadi daya
tarik tersendiri bagi wisatawan dan mancanegara. Acara ini sangat unik dan
menarik, banyak sekali di hadiri wisatawan asing dan mengabadikan dalam
bentuk film, umumnya arus turis meningkat hingga hotel-hotel penuh dan harus
memesan terlebih dahulu.
Selain alam, seni budaya, dan cara budidaya yang menarik di wamena adalah
bahasa. Anda akan merasa asing dengan bahasa mereka. Namun saat ini mereka
umumnya sudah dapat berbahasa Indonesia, bahkan sampai di daerah terpencil.
Umumnnya mereka belajar bahasa Indonesia dari sekolahan dan gereja. Banyak
dijumpai gereja disini, meskipun di Wilayah kota juga terdapat beberapa Masjid
yang dibuat oleh para pendatang dan Tentara. Perbedaan agama dan adat tidak
menjadi masalah bagi masyarakat Kota wamena atau Papua secara umum, mereka
dapat membaur menjadi satu.