You are on page 1of 6

Hukum Keluarga Islam Didunia Islam”

BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini beliau memaparkan tentang latar belakang penulisan buku ini, bahwa
bagaimana pentingnya hukum di dalam masyarakat dengan mengemukakan dalil baik yang
berasal dari barat maupun Al-qur’an.
Dan hukum itu sendiri selalu berubah dari umat yang satu ke umat yang lain, perubahan
hukum dalam islam seyogyanya harus berjalan lancer. Alasannya pada satu sisi ada perangkat
norma hukum yang bersifat qath’I (definite), dan disisi lain ada yang bersifat zanni
(interpretable), dan elastisitas hukum islam dengan adanya lembaga ijtihad yang sangat
dihormati
Adapun faktor-faktor yang membedakan hukum islam denga yang lain :
Faktor Kebudayaan
System keyakinan (akidah) Islam
Sumber hukum yang mendasar

BAB II : SEKITAR HUKUM KELUARGA ISLAM


Pada sub bab pertama yaitu tentang beberapa istilah dan pengertian tentang Hukum
keluarga karena ada sedikit perbedaan penyebutan dikalangan sarjana hukum Indonesia tentang
istilah hukum keluarga, seperti hukum keluarga dan hukum kekeluargaan. Dan kemudian penulis
lebih memilih untuk menggunakan istilah hukum keluarga, karena ketika menggunakan istilah
hukum kekeluargaan, istilah ini lebih mencerminkan sifat hubungan pelayakan daripada aspek
hukum yang selalu normative.
Pada sub bab yang kedua, penulis lebih menekankan bahwa hukum keluarga bukan hukum
yang mengatur hubungan antara keluarga yang satu dengan keuarga yang lain, dan bukan pula
hukum yang mengatur hubungan hukum diluar hal-hal yang telah menjadi bagian dari hukum
keluarga sekalipun hubungan hukum itu melibatkan sesama anggota keluarga dan masih dalam
sebuah keluarga. Yang kemudian terasa masih mengambang dalam sub bab ini adalah tentang
keluarga muslim, apakah bisa dikatakan keluarga muslim apabila salah satu anggota keluarga
non muslim ?
Dan kemudian berlanjut ke sub bab ketiga yaitu tentang ruang lingkup hukum keluarga
islam, dalam konteks pengertian yang khusus dapat di identikkan dengan hukum perkawinan,
sementara dalam konteks yang umum meliputi pula hukum kewarisan dan wasiat serta hukum
perwalian dan pengampuan di samping hukum perkawinan. Bahkan ada yang menyertakan
wakaf ke dalam hukum keluarga, pengintegrasian hukum wakaf ke dalam hukum keluarga, juga
dianut di Indonesia, seperti dapat dipahami dari kompilasi hukum islam.
Kemudian selanjutnya ada fungsi dan tujuan hukum keluarga islam : fungsinya adalah
sebagai pengatur mekanisme (hubungan) timbal balik antar sesama anggota keluarga dalam
sebuah keluarga muslim. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan kehidupan keluarga
muslim yang sakinah, yakni keluarga muslimyang bahagia dan sejahtera.
Adapun kegunaan mempelajari hukum keluarga islam :
Membantu keluarga muslim untuk mengenali dengan baik hak dan kewajiban
masing-masing sebagai anggota keluarga
Mendorong setiap orang untuk mengerti dan menyadari tugas individu
(perorangan) dalam keluarga,
Membantu mewujudkan tatanan social kemasyarakatan yang sejahtera, dinamis dan
mandiri.
Dan selanjutnya dalam kaidah ushul-fiqh dikatakan al-amru bisyai’ amrun biwasa’ilihi
(perintah terhadap sesuatu, harus diartikan pula dengan menyertakan perintah sesuatu yang
menjadi perantaranya). Jika pengamalan hukum islam bagi keluarga muslim itu wajib
hukumnya, maka hukum mempelajari dan mengajarkan hukum keluarga islam bagi keluarga
muslim juga tentu menjadi wajib.

BAB III : PERKAWINAN, KEWARISAN DAN WASIAT, SERTA PERWAKILAN DAN


PENGAMPUAN
A. Hukum perkawinan
Al-qur’an menjuluki pernikahan dengan mitsaqon galizhan, janji yang sangat kuat. Ini
mengisyaratkan. Ini mengisyaratkan bahwa pernikahan itu merupakan perjanjian serius antara
mempelai pria (suami) dengan mempelai wanita (istri). Karenanya pernikahan yang sudah
dilakukan itu harus dipertahankan kelangsungannya.
Berkenaan dengan takrif/definisi nikah (perkawinan) di atas, ada beberapa hal penting yang
berlaku umum di seluruh Dunia Islam, yaitu :
1. Perkawinan (nikah) adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan bentuk akad
atau kontrak (contract).
2. Dunia Islam hanya mengakui perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan seorang perempuan.
3. Selain dalam rangka menyalurkan nafsu biologis (persenggamaan), tujuan utama dan
pertama dari akad perkawinan ialah untuk memperoleh keturunan dalam rangka
membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia atau keluarga sakinah daam istilah Al-
qur’an.
4. Perkawinan Didunia Islam khususnya Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari
tuntunan atau panduan keagamaan khususnya khususnya dari segi hukum dalam kaian
ini hukum islam.
Adapun syarat-syarat ijab Kabul yaitu :
1. Tamyiz Al-muta’aqidayn, artinya bahwa orang yang melakukan akad nikah harus
sudah mumayyiz atau tepatnya telah dewasa dan berakal sehat.
2. Bersatunya majelis ijb dan Kabul (ittihad majlis al-ijab wal qabul ).
3. Harus ada persesuaian atau tepatnya persamaan antaraijab dan Kabul (at-
tawafuqbaynal ijab wal-qabul ).
4. Para pihak yang melakukan akad nikah harus mendengar secara jelas dan memahami
maksud dari ikrar atau pernyataan yang disampaikan masing-masing pihak.
Guna mewujudkan suatu perjanjian yang kuat itu, sebelum akad nikah dilaksanakan ada
beberapa kegiatan pra nikah yang perlu diperhatikan oleh calon pengantin apakah itu mempelai
pria maupun wanita. Kegiatan pranikah yang dimaksudkan ialah apa yang umum dikenal dengan
sebutan pendahuluan nikah (mukaddimah annikah ) yaitu perihal
• Pemilihan pasangan, (suami atau istri) yang dalam istilah fiqih munakahat umum
dikenal dengan sebutan ikhtiyar az-zaujah (pemilihan jodoh). Dan;
• Kafah (Arab, kafa’ah ) yakni kesesuaian masing-masing calon.
Dalam hal pemilihan jodoh atau ikhtiyar az-zaujah , nabi menetapkan empat hal utama
yang berkaitan dengan soal kafa’ah yang ayak dipertimbangkan oleh setiap calon suamiterhadap
calon istrinya ; dan sebaliknya. Keempat hal kafa’ah yang dimaksudkan ialah harta (al-mal ),
keturunan (nasab ), kecantikan (kegantengan ).
Tentang rukun dan syarat nikah penulis mengutip perkataan Al-Juzairi, substansi dari akad
nikah tidak lain ialah “pengungkapan (pernyataan) dari ijab dan Kabul.” Dan itulah pula
sesungguhnya apa yang dimaksud oleh para ahli fiqih islam dalam pernyataanya : “inna arkan
az-zawaj al-ijab wal-qabul ”, bahwasanya rukun pernikahan itu ialah ijab dan qabul. Dengan
demikian, di luar ijab Kabul, pada umumnya dapat dikategorikan ke dalam syarat sah nikah,
bukan lagi ke dalam rukun nikah.

B. Hukum Kewarisan Dan Wasiat


Menurut penulis “Hukum waris ialah hukum yang mengatur peralihan pemilikan harta
peninggalan (tirkah ) pewaris, menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris,
menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris, dan mengatur kapan waktu pembagian
harta pewaris kekayaan itu dilaksanakan.”
Sepanjang sejarah hukum kewarisan baik dalam hukum waris yahudi,maupun hukum waris
romawi dan hukum waris adat arab pra islam bahkan hukum adat yang lain, pada dasarnya dan
kenyataannya, tidak memberikan hak kewarisan kepada kaum perempuan. Apakah dia sebagai
istri, ibu, maupun sebagai anak.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang ada, para ulama biasa mengelompokkan ahli
waris ke dalam dua kelompok besar :
Kelompok ashabul-furudh : ahli waris yang secara pasti mendapatkan bagian
tertentu dari harta yang ditinggalkan si mayit.
Kelompok asabah : kelompok ahli waris yang berhubungan langsung dengan si
mayit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan si mayit dalam silsilah
nasabahnya tidak pernah terselang dengan ahli waris perempuan
Perihal kemungkinan ada pewaris pengganti, kompilasi hukum islam (KHI) mengaturnya
demikian :
1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.
(seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena melakukan kejahatan
yang dihukum dengan 5 tahun penjara atau lebih berat).
2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang
sederajat dengan yang digantikan.
Ulama fiqih mendefinisikan wasiat dengan : penyerahan harta secara sukarela dari
seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik harta itu berbentuk
materi maupun berbentuk manfa’at.

C. Hukum Perwalian (AL-Walayah ) Dan Pengampuan (AL-Hajr )


Sebagian ulama, terutama dari kalangan Hanafiyah, membedakan perwalian kedalam tiga
kelompok yaitu perwalian terhadap jiwa, perwalian terhadap harta, serta perwlian terhadap jiwa
dan harta.
Sedangkan al-hajru (pengampuan)ialah pencegahan terhadap seseorang darikemungkinan
mengelola hartanya.
Al-hajru dibedakan menjadi dua macam :
1. Pengawasan terhadap hak orang lain, seperti pengawasan terhadap seseorang
yang dinyatakan pailit.
2. Pengampuan terhadap diri (jiwa), seperti pengawasan terhadap anak kecil dan
orang gila.

D. Hukum Perwakafan
Adapun yang dimaksud dengan wakaf ialah : menahan harta yang mungkin bisa
dimanfaatkan (hasilnya) dengan tetap mempertahankan/mengabadikan ‘an (wujud/benda)
hartanya itu sendiri.
Manfaat Wakaf bagi wakif ialah bahwa wakif melalui harta benda wakafnya itu akan
menikmati airan pahala secara terus menerus sebagai imbalan sedekah jariyah (sedekah yang
mengalir) yang ia/mereka wakafkan meskipun siwakif itu sendiri telah berpulang ke rahmatullah.

BAB IV : PEMBERLAKUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DIDUNIA ISLAM

Pemberlakuan hukum keluarga islam di Negara-negara islam dan Negara-negara


berpenduduk muslim ini sangat mudah dipahami karena hukum keluarga dalam pandangan umat
islam mengandung unsur-unsur ta’abbudi (peribadatan) dan di smping itu juga mengandung
nilai-nilai kesucian yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dilihat dari sudut pandang hukum dan undang-undang perkawinan, Negara-negara islam
atau Negara berpenduduk muslim dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu :

Kelompok Negara yang mengikuti (memberlakukan) hukum keluarga islam secara


tradisional, ialah Saudi Arabia, yaman, Bahrain, dan Kuwait.

Kelompok Negara-negara sekuler, dimana hukum keluarga islam telah ditinggalkan


dan digantikan dengan undang-undang hukum modern, Ialah Turki sebagai
contohnya.

Kelompok Negara-negara yang telah meakukan pembaruan hukum keluarga islam,


contohnya adalah Mesir, Sudan, Jordan, syiria, Tunisia, maroko, Algeria, irak, iran
dan Pakistan.
BEBERAPA ASAS/ PRINSIP PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN

Beberapa prinsip yang diatur dalam undang-undang perkawinan di dunia islam pada
umumnya kita merujuk kepada asas-asas perkawinan yang dimuat dalam undang-undang nomor
1 tahun 1974 tentang perkawinan. Asas-asas yang dimaksudkan ialah :

1. Asas sukarela;

2. Asas partisipasi keluarga;

3. Asas perceraian dipersulit;

4. Asas monogamy (poligami dibatasi dan diperketat);

5. Asas kedewasaan calon mempelai;

6. Asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita;

7. Asas legalitas;

8. Asas selektivitas

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI DUNIA ISLAM

Persamaan dalam hukum keluarga islam di dunia islam selalu terdapat dalam banyak hal
yang bersifat pokok, hal ini karena kesamaan sumber hukumnya yaitu Al-qur’an dan sunnah.
Sedang perbedaan yang dijumpai dalam hukum islam lebih banyak yang bersifat teknis
administrative. Adapun penyebab perbedaannya d samping karena perbedaan madzhab fiqihyang
dianut masing-masing masyarakat muslim ialah terutama jugaterletak pada ketidaksamaan
system hukum yang dianut masing-masing Negara yang ada di dunia muslim

KESIMPULAN

Buku ini ditulis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini yaitu kebutuhan
untuk mengetahui lebih mendalam tentang hukum keluarga yang terjadi di dunia islam secara
universal, dimulai dari sejarah hukum keluarga itu sendiri, sampai kepada perkembangan hukum
keluarga di tiap-tiap Negara di dunia ini, dengan sedikit membanding-bandingkan dengan hukum
keluarga di negara non islam ataupun Negara non muslim.

KOMENTAR

Di buku ini sebenarnya tidak ada sesuatu yang baru, seperti tujuan awal penulisan buku ini
yaitu sebagai pengetahuan tentang hukum keluarga islam yang sebenarnya sudah ada semenjak
diciptakannya manusia di dunia ini.
Yang kemudian menjadi kritikan terbesar yaitu kurangnya perhatian penulis terhadap
hukum keluarga islam di indonesa, yang mana tidak bisa begitu saja bisa dipisahkan dengan
nilai-nilai kearifan local masyarakat Indonesia.

You might also like