Professional Documents
Culture Documents
kedua Islam yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan
menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi
keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari
semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yang
termuda, Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad.
Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turki
yang mereka bentuk, Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan
dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau
sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya
kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa
Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari
pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad.
Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut
Tikrit, Iraq sekarang.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1
Pendahu
luan
• 2
Menuju
kekuasa
an dan
masa
berkuas
anya
• 3
Mamluk
• 4 Masa
Berkuas
anya
Bani
Buwaih
• 5 Masa
Berkuas
anya
Bani
Seljuk/S
alajiqah
Al-
Kubro
(Seljuk
Agung)
• 6 Masa
Disinteg
rasi
(1000-
1250 M)
–
Daulah-
daulah
yang
Melepas
kan Diri
dari
Pemerin
tahan
Baghda
d
• 6
.
1
[sunting] Pendahuluan
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan
kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya
Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab,
khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-
13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam. Pada masa
pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun
kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku bahwa anak
perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun
909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai
Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya
sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah
yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani
Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa
bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali
gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.
[sunting] Mamluk
Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara
budak yang disebut Mamluk pada abad ke-9. Dibentuk oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini
didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav
dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran
dari Turki.
Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena
berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi
simbol dan bahkan tentara Mamluk ini berhasil berkuasa dan mendirikan kesultanan di Mesir, dengan
menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan.
Untuk mengetahui masa berkuasanya Lihat :
-Mamluk
[sunting] Dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad
pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:
ABBAS
pendiri Bani
Abbasiyah
Ibnu Abbas
Ali
Muhammad
2. AL-
1. AS-SAFFAH
Ibrahim MANSUR Musa
(k. 750-754)
(k. 754-775
3. AL-MAHDI
(k. 775-785)
16. AL-
MU'TADHID
(k. 892-902)
27. AL-
MUQTADI
(k. 1075-1094)
28. AL-
MUSTAZHIR
(k. 1094-1118)
32. AL-
30. AR-RASYID
MUSTANJID
(k. 1135-1136)
(k. 1160-1170)
33. AL-
MUSTADHI'
(k. 1170-1180)
34. AN-
NASHIR
(k. 1180-1225)
35. AZH-
ZHAHIR
(k. 1225-1226)
37. AL-
MUSTA'SHIM
(k. 1242-1258)
[1] Catatan:
• k. merupakan tahun kekuasaan
• Angka, merupakan nomor urut seseorang menjadi khalifah.
• Nama dengan huruf kapital merupakan khalifah yang berkuasa.
[sunting] Referensi
1.Sejarah Bani Abbasiyyah,Muhammad syu'ub.Terbitan PT.Bulan Bintang.
2.Tarikh Islamy,Ibn Khaldun.
3.Al-Bidaayah Wan Nihaayah,Ibn Katsir.
[sunting] Sumber
1. ^ AS-SUYUTHI, Imam; TARIKH KHULAFA`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-
KAUTSAR, 2006. ISBN 9795921754
[sembunyikan]
l•b•s
Bani Abbasiyah
Abbas bin Abdul-Muththalib · Abdullah bin Abbas · Ali bin Abdullah · Muhammad bin
Pendiri
Ali al-Abbas
as-Saffah · al-Mansur · al-Mahdi · al-Hadi · ar-Rasyid · al-Amin · al-Ma'mun · al-
Mu'tasim · al-Watsiq · al-Mutawakkil · al-Muntasir · al-Musta'in · al-Mu'tazz · al-
Khalifah di Muhtadi · al-Mu'tamid · al-Mu'tadhid · al-Muktafi · al-Muqtadir · al-Qahir · ar-Radi · al-
Baghdad Muttaqi · al-Mustakfi · al-Muti · ath-Tha'i · al-Qadir · al-Qa'im · al-Muqtadi · al-
Mustazhir · al-Mustarsyid · ar-Rasyid · al-Muqtafi · al-Mustanjid · al-Mustadi · an-
Nashir · az-Zahir · al-Mustansir · al-Musta'shim
al-Mustanshir II · al-Hakim · al-Mustakfi I · al-Wathiq I · al-Hakim II · al-Mu'tadid I · al-
Khalifah di
Mutawakkil I · al-Wathiq II · al-Mu'tasim · al-Musta'in · al-Mu'tadid II · al-Mustakfi II ·
Kairo
al-Qa'im · al-Mustanjid · al-Mutawakkil II · al-Mustamsik · al-Mutawakkil III
Wilayah
Baghdad · Kairo
penting
pro-
Ibrahim al-Imam
Abbasiyah
anti-
Bani Umayyah · Hulagu Khan · Bani Fatimiyah
Abbasiyah
Peristiwa
penting
Lain-lain Silsilah Bani Abbasiyah
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah
DAULAH BANI ABBASIYAH (750 – 1258)
I. PENDAHULUAN
Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama seorang dari paman nabi SAW yang bernama al-
Abbas ibn Abd al-Muthallib ibn Hasyim. Ia seorang pribadi yang tangguh dan memegang peranan
penting dalam berdirinya Abbasiyah, sekaligus menjadi kholifah pertama pada dinasti ini.
Meskipun pada awal berdirinya dinasti ini tampak jelas adanya berbagai pembantaian yang
mana guna memperkokoh dan menyetabilkan pemerintahan, masa-masa keemasan dalam bidang
ilmu pengetahuan khususnya muncul berbagai aliran dan madhab dan lain sebagainya juga
mendominasi dalam masa daulah ini. Meskipun pada akkhirnya mengalami masa kehancuran juga
seperti pada masa Bani Umayah.
II. PEMBAHASAN
Ketika kekholifahan dipegang oleh Umar ibn abd al Aziz, rival-rival politiknya mulai
menyusun kekuatan termasuk daei golongan Abbas. Tetapi ia tidak menyebitkan diri sebagai
keluasrga Abbas, namun menggunakan Jargon dan symbol Bani Hasyim. Puncaknya , dalam
peperangan di Dzab II gerakan Abbasiyah mencapi hasil dengan mengalahkan kholifah Marwan II.
Dan al-Abbas (al-Saffah) mendeklarasikan dirinya sebagai kholifah pertama. Usahanya dalam
menyetabilkan pemerintahan adalah dengan membasmi rival-rivalnya dan membunuh tokoh-tokoh
Umayah. Sebelum wafat ia mengangkat saudaranya, Abu JA’far (al-Manshur) sebagai
penggantinya.[1]
Pada masa al-Saffah, pusat pemerintahan berada di anmbar dengan istana negaranya al-
Hsyimiyah. Setelah al-Manshur menjadi kholifah, ibu kota dipindah ke Baghdad dengan nama Da
al-Salam agar lebih aman. Beliau dan saudaranya, al-Saffah dikenal sebagai pembunuh masal.
Bahkan Abu Muslim al-Khurasani sendiri dibunuh atas perintah al-Manshur karena dikhawatirkan
akan menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun 755 M.[2] Pada masanya dalam bidang
politik, negara cukup setabil dan maju, setelah ia memadamkan api pemberontakan termasuk
gerakan Ustadis di Herat yang menyatakan dirinya sebagai nabi, menguasai Khurasan dan Sizistan
yang sangat luas.
Berbagai ekspansi-ekspansi yang dilakukan diantaranya adalah merebut benteng-benteng
Asia, Kota Malatia, wilayah Coppacodia, dan Cicillia terus ke Utara melintasi pegunungan Taurus
dan mendekati selat Bosporus. Setelah Manshur wafat (775M), Mahdi menjadi kholifah, populer
bersikap llunak terhadap rival politiknya, lebih dermawan, dan lebih berperan dalam pembelaan
Islam. Periodenya identik dengan negra yg aman dan kekayaan negara bertambah. Bahakan
kelompok mawali (non Islam) yang semula dari budak selanjutnya telah dimerdekan.
Sebelum wafat, Mahdi menunjuk dua putranya sebagai pewaris kerajaan, Hadi, dan Harun.
Ketika kepepimpinan dipegang Hadi, praktik kekhalifahan kembali keras. Ia tidak lagi menghargai
mawali yang menjadi tulang punggung saat revolusi dan berdirinnya Abbasiyah. Setelah ia wafat
digantikan oleh saudaranya, Harun Ar Rasyid yang mana dibaiat oleh penduduknya menjadi
khalifah. Periodenya identik dengan Islam memasuki “The Golden Age of Islam”.[3] Kesejahteraan
social, kesehatan, pendidikan, ilmu engetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada
zaman keemasannya. Dan dari sinilah mulai muncul berbagai madzhab (Imam Abu Hanifah dan
Malikiyah) karena pada masa kepemimpinannya mereka sangat dihargai tidak seperti pada masa
sebelumnya d imana mereka dipenjara dan diasingkan.
Abu Hanifah ialah seorang ahli di bidang hokum. Meski ia tidak terlibat langsung dalam
pembuatan keputusan-keputusan paradilan bahkan ia sendiri tidak menulis karya-karya mengenai
hokum. Tetapi ajarannya dilestarikan oleh para pengikutnya terutama Abu Yusuf dan Asy Syaibani.
Karena kecakapan intelektualnya dan pendapat-pendapatnya yang masuk akal, ia memperoleh
perhatian istana khalifah dan ditunjuk sebagai qadhi di Baghdad. Bahkan Harun memberikan gelar
kepadanya “qadhil qudat” (hakim agung). Seperti Abu Hanifah, Imam Malik juga seorang ahli
hukum dan mendapat perlakuan dengan hormat oleh khalifah Al Mahdi dan Harun. Bedanya, ia
seorang fuqaha yang bergerak di Madinah, sedangkan Hanifah di Kufah dan Baghdad. Karya utama
yang dihasilkan oleh Imam Malik adalah Al Muwatta’.[4]
Setelah Harun wafat (809 M) sesuai wasiatnya, Amin diangkat menjadi khalifah sedangkan
Ma’mun sebagai penguasa di Khurasan yang mengakui kedaulatan Amin sebagi khalifah yang sah.
Awalnya merka rukun, tetapi akhirnya menjadi konflik dan perang saudara antara Amin dan
Ma’mun dan dimenangkan oleh Ma’mun. dari sinilah terdapat perubahan besar atau era baru dalam
sejarah. Khalifah baru tidak seperti pendhulunya yang suka berfoya-foya, hidup mewah, pemalas.
Ia sangat mencintai ilmu, ilmuwan dan kemajuannya seperti ayahnya, Harun Al Rasyid. Dan ia
menyerahkan tugas negara kepada wazir dan fadhal, sedang ia pergi ke Merv dan di sana ia
tenggelam dalam keasikan ilmu pengetahuan dengan para cendekiawan dan filosof.
Akan tetapi mereka dalam menjalankan kenegaraan, tidak seperti yang diharapkan oleh
Ma’mun. Kemewahan, hidup foya-foya, suka wanita, kekerasan, penyiksaan menjadi corak
kepemimpinannya. Bahkan fadhal muali menyiksa para pengikut Imam Ali Reza (menantu
Ma’mun). mereka dibunuh dan ada yang dipenjarakan. Penyiksaan dan kelaliman fadhan tidak
bertahan lama, beberapa orang pengikutnya dari Persia marah dan akhirnya membunuhnya. Tahun
berikutnya, Ma’mun kembali ke Baghdad dan menguasai politik.[5] Salah satu karya besarnya
adalah pembangunan Bait Al Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagi perguruan tinggi
dan perpustakaan yang besar.[6] Ia juga meresmikan Mu’tazilah sebagai faham.
Abu Ishaq Muhammad (Al Mu’tasim bi Allah), khalifah berikutnya, memberi peluang besar
kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan,. Keterlibatan mereka dimulai sebagai
tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Umayah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan
system ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berhenti. Tentara dibina secara
khusus menjadai prajurit-prajurit professional.[7]
Di sisi lain dalam bidang ilmu pengetahuan, tidak lagi menjadi sesuatu yang menonjol.
Setelah Al Ma’mun wafat, Ahmad ibn Hanbal mendekam dipenjara karena tidak mengakui
Mu’tasim sebagai khalifah, di disiksa dan kemudian dilepaskan. Mulai saat itu dan sampai
berakhirnya pemerintahan Mu’tasim, beliau beliau tidak memberikan kuliah, kadang-kadang karena
dilarang dan kadang-kdang karena dianggapnya tidak aman.[8]
Pada pemerintahan harun ibn Mu’tasim (Wathiq bi Allah), mulai muncul Amir Al Imarah.
Jumalah mereka makin lama makin bertambah, menyebabkan tahun-tahun ke depan sejarak
Abbasiyah identik dengan sejarah tentara Turki. Sampai pada khalifah Mutawakkil yang merupakan
awal kemunduran politik Bani Abbas. Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah
Mutawakkil wafat, Turkilah yang memilih dan mengangkat khalifah dan terus sampai jajaran-
jajaran khalifah di bawahnya. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Abbas,
meskipun mereka tetap memegang jabatan khalifah.
Ketika rod pemerintahan dikuasai oleh bangsa Turki, karena tidak tahan perbuatan-
perbuatan kasar terhadap penduduk Baghdad, maka khalifah Al Mustakfi bi Allah (944-946 M)
terpaksa mengundang dan meminta bantuan kepada pemimpin Buwayhia, Ahmad ibn Abu Shuza’
yang beraliran Syi’ah. Ahmad menyerang Baghdad (945 M) dan berhasil mengusir tentara Turki.
Hal ini merupakan peluang bagi Ahmad yang menjadikan khalifah lemah dan boneknya. Atas
namanya, dinasti ini di sebut Dinasti Buwayhia.[9]
Pendiri Buwayhia dengan mengambil gelar Mu’iz al daulah dari Mustakfi bi Allah, ia
memerintah sebagai wazir utama (Amir Al Umara’) dengan memakai gelar sultan. Setelah Mu’iz,
putranya Iz Al daulah berkuasa (967 M). sejak saat itu, kekuasaan mutlak ada di tangan para wazir
atau sultan.
Pada masa Azd Al Daulah, ia memakai gelar sultan dan Shahanshah (penguasa atas
penguasa). Pada periode ini, wilayah kekuasaannya sama luasnya semasa khalifah Harun.
Kemajuan dalam berbagai bidang mulai sejak periode mu’iz nama pada periode Azd Daulah-lah
berbagai bidang terutama sains dan kegiatan ilmiah maju pesat yang mencapi puncaknya. Daerah
kekeuasaannyaa meluas sampai Shiraj dan dari Laut Kaspia sampai Teluk Persia. Dinasti ini berdiri
kokoh sampai pada masa Sharif Al daulah (983-989 M). sesudah itu, Buhaywia menjadi lemah
menuju titik kehancuran, begitu juga Abbasiyah terbelah-belah. Dengan kelemahan mereka
mengundang orang Saljuq menguasai politik Baghdad pada tahun 1055 M.
2. Dinasti Saljuq
Tughril beg, cicit dari pendiri dinasti ini, bernama Saljuq mengaalahkan kekuatan Turki
cabang lain. Pada saat yang sama, para khalifah Abbasiyah sudah gelisah atas perlakuan Amir Al
Umara (Buwayhia). Dalam khutbah Jum’at dibacakan nama khalifah Fatimiah dan Al Muntashir bi
Allah (1035-1094 M), menggantikan nama khalifah Abbasiyah tersebut. Dengan permintaan
bantuan dari khalifah Qa’im kepada Thughil, maka ia segera masuk Baghdad dan membebaskan
khalifah, maka dengan suka cita khalifah memberikan gelar “Sultan Al Masyariq wa Al Maghrib”
(penguasa Timur dan Barat) kepadanya.[10] Dari sinilah sultan-sultan mulai menguasai politik
Abbasiyah.
Semasa Sultan III, Malik Shah (1073-1092 M) wilayah kekuasaan Saljuq, meliput dari
Kashmir di timur dan di Barat sampai Laut tengah, sedang di Utara dari Georgia sampai ke Selatan
Yaman. Inilah masa keemasan, di mana berdiri Madrasah Nizamiah yang kemudian menjadi
universitas Islam ternama di dunia. Setelah Malik Shah wafat, khalifah Muqtadir (1135-1160 M)
terjadi ketidak-cocokan dan konflik berkepanjangan antara amir Al Umara’, Mas’ud dan Mazar.
Dan inilah menjadi kesempatan bagi khalifah untuk mengusir semua petinggi Saljuq dari Baghdad
setelah Mas’ud wafat.
Dengan lemahnya para pengganti Saljuq, akhirnya wilayah Saljuq terbagi memjadi
beberapa kerajaan. Di samping itu, Perang Salib juga membawa kekhalifahan Abbasiyah sudah
diambang kehancuran. Saat-saat itulah muncul kekuatan-kekuatan raksasa baru, bangsa Mongol
yang mengakhiri kekuasaan Abbasiah di Baghdad.
3. Perang Salib
Pada masa Turki Saljuq, ketika dipimpin oleh Alp Arselan dan mengadakan ekspansi yang
terkenal dengan nama peristiwa Manzikart (1071 M0, tentara yang hanya berkekuatan 15.000
prajurit mampu mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara
Romawi, Ghuz, Al Akraj, Al Hajr, Perancis dan Rumania. Peristiwa ini menanamkan benih
permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan
Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuq dapat merebut bait Al Maqdis dari
kekuasaan Dinasti Fatimiyah.
Penguasa Saljuq menetapkan peraturan-peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke
sana. Namun peraturan ini memberatkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan, Paus
Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci.[11]
1. Faktor intern
Persaingan dan perpecahan di kubu pemerintahan sendiri sering terjadi, mulai pada
masa khalifah Al Hadi dan juga khalifah-khalifah setelahnya menjadi pondasi utama lemahnya
di sektor intern. Ketidakmampuan atau lemahnya para penguasa memimpin negeri memaksa
untuk mencari bantuan dari luar (contoh: Buwayhia, turki Saljuq dan sebagainya), mengatur
roda pemerintahan adalah kesalahan besar dan menjadi awal keroposnya system kekhalifahan
Abbasiyah.
2. Faktor ekstern
Perlakuan buruk terhadap kaun Kristen menjadikan timbulnya sifat benci, dendam
kepada masyarakat Muslim oleh kaum Kristen. Yang akhirnya dituntaskan dengan munculnya
peristiwa besar yakni Perang Salib. Di sisi lain, serangan tentara Mongol mengepung kota
Baghdad selama 2 bulan oleh Hulagu khan adalah akhir riwayat Abbasiyah setelah pembantaian
yang menelan korban 800.000 orang dan dibunuhnya khalifah mereka.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa kerajaan Abbasiyah didirikan
oleh al-abbas paman nabi. Masa – masa kejayaannya hanya sampai pada khalifah Mutawakkil, hal
ini dikarenakan setelah masa khalifah tersebut Abbasiyah sudah bercampur dengan daulah-daulah
kecil lainnya. Meski begitu, berbagai kemajuan telah berhasil diciptakannya khususnya dalam
bidang ilmu pengetahuan dan juga penyebaran Islam.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun, apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan maupun penjelasannya kami mohon maaf serta mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet.
I, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
Badri Yatim, Sejarhg Peradaban Islamii: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2003)
Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Cet. I,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana yogya, 1990)
[1] Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. I,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 144.
[2] Badri Yatim, Sejarhg Peradaban Islamii: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm. 50.
[3] Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 149.
[4] Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Cet. I,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana yogya, 1990), hlm. 126-127.
[5] Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 153.
[6] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 53.
[7] Ibid.
[8] Montgomery Watt, Op. Cit., hlm. 133.
[9] Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Op. cit., hlm. 157.
[10] Ibid., hlm. 158.
[11] Badri yatim, Op. Cit., hlm. 76-77
http://al-hudaz.blogspot.com/2009/04/daulah-bani-abbasiyah-750-1258-i.html