You are on page 1of 13

RELIEF DI CANDI BOROBUDUR

MAKALAH

Disusun Oleh:
Eka L. Koncara, S.Pd.I

SD NEGERI 2 CIBOGOGIRANG
UPTD PEMBINAAN TK-SD DAN PLS KEC. PLERED
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
KABUPATEN PURWAKARTA

2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk sekedar memperkaya pustaka di lingkungan SD
Negeri 2 Cibogogirang, dengan judul “Relief di Candi Borobudur”.
Terima kasih banyak kami haturkan kepada semua pihak yang telah
mendukung hingga rampungnya makalah ini. Mohon maaf atas segala
kekurangannya.
Demikianlah, semoga bermanfaat.

Purwakarta, 1 Januari 2010


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 9
A. Kesimpulan .................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara,
yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-
teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata
borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi
menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata
"bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada
pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan
dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau
asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar
doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan.
Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan
pendiri Borobudur adalah raja mataram dinasti Syailendra bernama
Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan
raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam
prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima
(tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara
[1]
Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari

1
kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan
leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan
bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti "Bukit
himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli
Borobudur.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah bagaimana sejarah yang
terkandung pada relief Candi Borobudur?

2
BAB II
PEMBAHASAN

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam


tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan
sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-
tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat
mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi
Buddha.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang
masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar
tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi
candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita
Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga
orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan
Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah
dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam
atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-
ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa
yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung
itu masih tampak samar-samar.

3
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan
berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa
lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha
yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang
disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih
lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu
merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan
patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak.
Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak
patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan
relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang
dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia
Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia
Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain.
Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-
lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong
inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi
candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-
tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang
merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini
dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur.
Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita
jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada
pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan
berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah

4
timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi,
artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa
benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar
langkan candi adalah sebagai berikut:
Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi asli ----- Karmawibhangga 160 pigura
Tingkat I dinding Lalitawistara 120 pigura
------- ----- jataka/awadana 120 pigura
------- langkan jataka/awadana 372 pigura
------ ------ jataka/awadana 128 pigura
Tingkat II dinding Gandawyuha 128 pigura
-------- langkan jataka/awadana 100 pigura
Tingkat III dinding Gandawyuha 88 pigura
-------- langkan Gandawyuha 88 pigura
Tingkat IV dinding Gandawyuha 84 pigura
-------- langkan Gandawyuha 72 pigura
-------- Jumlah -------- 1460 pigura

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna
sebagai berikut :
1. Karmawibhangga

5
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi
dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma.
Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap
pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat.
Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela
manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga
perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan
penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara)
yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang
akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
2. Lalitawistara

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-


relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama
di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi
sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang
dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan,
baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya
penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut
menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran
Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri
Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan
wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda

6
Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum",
sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
3. Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai


Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya,
pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha
menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya
dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan,
dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi
Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat
dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari
kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya
penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
4. Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita

7
Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari
Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha
Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa arsitektur candi
Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki,
badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding Borobudur terpahat relief-relief.
Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel)
untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan
ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung
yang ada pada bagian dinding candi.
Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur
dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. setiap bagian kaki,
badan dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-
penempatan stupanya juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya
bagian relief yang diperkirakan berkaitan dengan astronomi menjadikan
Borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk diamati.

B. Saran
Pemerintah bukanlah segalanya dalam menjaga kelestarian warisan
budaya. Sebaliknya, kunci kelestarian warisan budaya berada di masyarakat
pendukungnya itu sendiri.
Untuk itu pemerintah tidak perlu memberikan penyuluhan terus
menerus, melainkan cukup memberikan contoh nyata yakni membuka peluang
bagi masyarakat untuk ikut serta melestarikan warisan budaya yang ada di
daerahnya. Masyarakat pasti mengerti kalau diberi pemahaman. Dalam hal ini
tentu tetap ada ekses-ekses lain, tapi setidaknya dapat dieliminir dengan
pemberian pemahaman yang baik.

9
REFERENSI

Navigasi.net. Budaya – Candi Borobudur. http://navigasi.net/goart.php?a=


bucabodr diakses 29 Desember 2009

Soekmono. 1978. Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia. Jakarta:


Pustaka Jaya.

Wikipedia Bahasa Indonesia. Borobudur. http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur,


diakses 29 Desember 2009.

10

You might also like