You are on page 1of 17

1

I. PENDAHULUAN
Magnesium sulfat pertama kali dicoba untuk pengobatan kejang oleh Meltzer pada
tahun 1899 dan bersamaan dengan Auer mencobanya untuk pengobatan kejang pada
kera yang sakit tetanus. Khon dan Sraubee sependapat dengan mereka dan mulai
mengunakan magnesium sulfat untuk pengobatan penderita tetanus.1,2
Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama
kali dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal.
Rissmann tahun 1916 memberikan secara subkutan, Fisher tahun 1916 memberikan
secara infus sebanyak 250 ml larutan 2% dan Von Miltner (1920) memberikan
secara gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.2
Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan
megnesium sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam dengan
dosis 5 gram. Setelah mengunakannya untuk 1200 kasus preeklampsia dan
eklampsia, Eastman menyatakan bahwa magnesium sulfat merupakan obat tunggal
yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain mencegah kejang obat ini tidak
menghambat persalinan.3
Sejak tahun 1951, Pritchard mempelajari penggunaan magnesium sulfat sebagai
pengobatan tunggal pada preeklampsia. Selama 3 tahun terdapat 211 penderita
preeklampsia dan eklampsia yang diobati dengan magnesium sulfat dan dilaporkan
hanya 1 kamatian ibu, sedangkan kamatian perinatal sebesar 10%.2
Zuspan pada tahun 1966 melaporkan 69 kasus eklampsia yang dirawat sejak
tahun 1956 dengan pengobatan magnesium sulfat secara tetes kontinyu dengan
dosis 1 gram/jam dilaporkan 2 kematian ibu (2,9%) yang terjadi 4 minggu pasca
persalinan yang disebabkan kelainan sebagai akibat eklampsia.4
Suplementasi magnesium berupa pemberian oral magnesium aspartate
hidrochloride selama kehamilan untuk menurunkan insiden preeklampsia telah
diteliti oleh Sibai dkk. Walaupun terjadi peningkatan kadar magnesium dalam
plasma darah, hasil analisa menunjukan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal
insiden preeklampsia5,6.
2

Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat.1,7 Di Indonesia sendiri
pengunaan magnesium sulfat pada penderita preeklampsia dan eklampsia sudah
cukup lama dan pada saat KOGI VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas
Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat merupakan satu-satunya obat yang
dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia8.
Tujuan referat ini akan membahas farmakokinetik dan farmakodinamik
(absorbsi dan ekskresi, mekanisme kerja, interaksi obat dan efek samping, dosis dan
cara pemberian) pada kasus obstetri, serta pengaruh magnesium sulfat pada janin
dan bayi baru lahir.

II. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK


Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam cairan
intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan
berfungsi penting dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas otot. Kurangnya
kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur dan fungsi dalam tubuh1,2.
Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kira-kira 2000
meq magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45% merupakan
kation intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar dalam darah
adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4 mg/100 ml, dimana
2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat dengan plasma protein1,2.
Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan preeklampsia-
eklampsia. Penurunan kadar magnesium dalam darah pada penderita preeklampsia
dan eklampsia mungkin dapat diterangkan atas dasar hipervolemia yang fisiologis
pada kehamilan5.
3

A. Absorbsi dan ekskresi


Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya
1/3 bagian diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif yang
berhubungan erat dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan magnesium
kurang akan menyebabkan penyerapan kalsium meningkat dan sebaliknya1,2.
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel,
sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi
magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air susu ibu,
saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun,
sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan
atau terlalu lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
insufisiensi atau kerusakan ginjal1,2,10.
Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh
darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan
produksi urine berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian kadar
magnesium dalam darah2,10.
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium
klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan
magnesium dapat disebabkan oleh karena penurunan absorbsi misalnya pada
sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi, alkholisme, diabetik
ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme, hiperkalsiuri,
hiperparatiroidisme2.
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan
melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75%
setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard mendemontrasikan
bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal setelah 24 jam
pemberian intavena2.
4

B. Mekanisme Kerja
1. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksi
adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian
metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam metabolisme intraseluler,
misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.1
2. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan menjadi
pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi magnesium
sulfat di perifer pada neuromuskular junction dengan minimal atau tidak ada
sama sekali pengaruh pada sentral. Tapi sebagian besar penulis berpendapat
bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek minimal blok
neuromuskuler.2
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan
mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip
dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas
SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik.
Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular
perifer.1,4,11,12
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan
depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun janin.10
Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan alasan
yang sulit dimengerti, secara keliru menekankan bahwa magensium sulfat
merupakan anti konvulsan yang bekerja perifer dan karenanya merupakan
obat yang jelek. Obat ini hanya bekerja pada konsentrasi yang menyebabkan
kelumpuhan dan akibatnya pasien eklampsia yang diobati akan menjadi
tenang diluar tetapi masih kejang-kejang didalam.10
5

Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium


dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium pada preeklampsia
mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna. Borges dan Gucer
(1978) mengajukan bukti yang meyakinkan bahwa ion magnesium
menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari
pada depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata
dibawah tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar.
Magnesium akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada
EEG interiktal dari kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan
pemberian penisilin G secara topikal. Derajat penekanan akan bertambah
seiring dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurang
dengan menurunnya kadar magnesium.10
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi
dengan pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.1,2,10
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon
dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter.
Oleh karena itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks
fatela1,2,9.
4. Sistem syaraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara
6

mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan


reseptor adrenergik alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar
magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan
perpanjangan waktu hantaran PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan
frekuensi pengiriman infuls SA node dan pada kadar lebih dari 15 meq/liter
akan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu
pada kadar 30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung
terhadap otot jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini
terjadi karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantung
dan hambatan gangguan simpatis. Magnesium sulfat dapat menurunkan
tekanan darah pada wanita hamil dengan preeklampsia dan eklampsia,
wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada anak-anak dengan
tekanan darah tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.2,10
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah
arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam
waktu 15-20 menit normal kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam
penelitiannya tidak mendapatkan perubahan yang bermakna baik penurunan
tekanan darah, perubahan denyut jantung ataupun tahanan perifer. Cotton
dkk (1842), mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri
pulmonal dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena
dalam waktu 15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun.
Pemberian magnesium menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekanan
arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga meningkatkan curah jantung
tanpa disertai depresi miokardium.10
7

6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari
10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya mencapai
15 meq/liter.10
Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita dengan kadar
magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot
pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.2,10
Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi
pernapasan diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari
larutan 10%) secara intravena dalam waktu 3 menit dan dilakukan
pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas sendiri. Pemberian ini
dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam
dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk
hemodialisis atau peritoneum dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak dipelajari
oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4 gram
MgSO4 secara intravena dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi
uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7 penderita terdapat penurunan
kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di dapatkan
penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya
berlangsung selama 3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2
meq/liter menjadi 7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada
akhir menit ke-15. lama dan derajat perubahan sangat individual, bahkan
diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.2
Magnesium sulfat (Mg SO4 7[H2O]), sudah cukup lama dikenal
sebagai obat utama pada preeklampsia di Amerika Serikat, namun kini telah
diterima dan bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat layanan sebagai
obat tokolitik13. Tahun 1969 Vulpian pertama kali mendemontrasikan
adanya aksi paralisis dari magnesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan
8

Hasting melihat bahwa pada kondisi kadar yang berbeda memberikan respon
yang berbeda pula. Tapi keadaan yang berlawanan justru terjadi yakni
adanya efek relaksasi uterus pada keadaan tidak adanya magnesium maupun
pada keadaan kadar magnesium yang tinggi. Bila kadar magnesium sulfat
berada dalam kadar menengah, nampaknya terjadinya kontraksi
miometrium.14
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium
sulfat pada miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan
relaksasi bila konsentrasi mencapai 8-19 mEq/1, penghambatan sempurna
dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30 mEq/1. pada penelitian invivo,
digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8 mEq/1.
Toksisitas tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1.
Hall juga mendemontrasikan perpanjangan proses persalinan pada penderita
preeklampsia yang diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama
proses persalinan secara berlangsung sebanding dengan kadar magnesium
sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali pemakaian magnesium sulfat
sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975, Kiss dan Szoke
melaporkan pengunaan magnesium secara intravena untuk tokolitik.13
Pemberian magnesium sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat
menurunkan angka kejadian celebral palsy. Namun grether dkk, tidak
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium
sulfat dengan resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian lainnya Grether telah
membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian
magnesium sulfat dengan resiko kematian neonatus.15
Magnesium adalah kation terbesar kedua didalam sel. Jumlah seluruh
magnesium dalam tubuh adalah 24 g. magnesium intraseluler adalah bagian
terpenting sebagai kofaktor pada reaksi berbagai enzim dan masuk ke dalam
sel secara difusi. Magnesium dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal.
Magnesium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus dan sebagian
direabsorbsi dalam tubulus renalis. ekskresi dalam urin kurang lebih 3-5%
9

dari magnesium yang difitrasi. Pada wanita hamil kadar magnesium plasma
menurun ; 1,83 mEq/1 untuk wanita tidak hamil menjadi 1,39 mEq/1 untuk
wanita yang hamil.2
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat
tokolitik yakni dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan
secara langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama, peningkatan
kadar megnesium menurun pelepasan asetikolin oleh motor end plate pada
neuromuscular junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah
masuknya kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua,
magnesium berefek sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan
dalam ruang ekstraseluler. Peningkatan kadar magnesium menyebabkan
hipokalsemia melalui penekanan sekresi hormon paratiroid dan melalui
peningkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. Baik Magnesium dan kalsium
direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan kadar
magnesium mencegah rabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria.
Disamping menyebabkan hipokalsemia, peningkatan kadar magnesium juga
berkompetisi dengan sisi ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkan
penurunan menurunnya kadar ATP (adenosine triphosphate) sampai pada
kadar dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini mencegah aktivasi dari
kompleks aktin dan myosin. Data klinik mendukung teori bahwa magnesium
berefek sebagai tokolitiknya melalui antogonism kalsium : pada keadaan
hipokalsemia pada penderita yang menerima magnesium sulfat kemudian
diobati dengan pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.13
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas magnesium
sulfat sebagai tokolitik. Namun, batasan saat pemberian tokolitik sulfat
sangat bervariasi. Steer dan Petrie mengemukan bahwa magnesium sulfat
efektif sebagai tokolitik dan ma,pu menghambat persalinan prematur selama
24 jam pada 96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1 sentimeter.
Tetapi bila pembukaan serviks 2-5 sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para
ahli berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan
10

kunci keberhasilan penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan


magnesium sulfat secara konvensional dibatasi selama 72 jam.13,16,17
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada kadar
4-9 mg/dl. Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat
sangat jarang meskipun kecepatan pemberiannya kurang lebih 4 g/jam atau
pasien penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan menghilang bila kadar
magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi pada kadar 14
mg/dl. Sebagai antodotum untuk toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium
glukonas yang dinerikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus
dimonitor secara ketat dan pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi
untuk mencegah terjadinya edema paru.13
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian
magnesium sulfat adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh,
nyeri kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus, lethargy,
hipotermi, retensi urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudiero
menunjukan bahwa ternyata ada hubungan antara pembaerian tokolitik
magnesium sulfat dan terjadinya kematian pada janin. Pada sebagian besar
penderita efek samping itu ringan. Efek samping yang jarang tetapi
dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar kalsium kurang dari 7
mg/dl dapat menyebabkan tegang.13
Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian
oksitosin dapat dihambat dengan pemberian magnesium sulfat8.
Sekitar 20-40 pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan
oksitosin augmentasi. Tetapi 7-33% berkembang menjadi hiperstimulasi
uterus dan diberhentikan pemberian oksitosin. Valenzuela dkk. mencoba
mengamati penggunaan magnesium sulfat untuk mengatasi keadaan tersebut.
Dalam 5 menit setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena terjadi
peningkatan interval amplitudo kontraksi uterus.18
Magensium sulfat merupakan non spesipik kalsium antagonis. Macones
& collegues (1997) dan Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi efikasi
11

magnesium sulfat dan tokolisis secara meta-analsis. Magnesium sulfat


sebagai tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam dengan efeks
samping ibu yang minimal. Setara dengan golongan beta-mimetik seperti
ritidrine.19

C. Interaksi obat dan Efek Samping


Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan sebagai
obat anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan anestesi yang baik,
tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama karena sempitnya
waktu karena antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan. Karena MgSO4
menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan motor endplate
maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan memperpanjang
pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare) dan depolarisasi
(suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat dan lebih lama .
Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau memerlukan dosis
yang lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit sebelum pemberian obat-
obat pelemas otot, sebaiknya pemberian MgSO4 dihentikan dan dosis obat-obat
pelemas otot tersebut dikurangi selama operasi.2
MgSO4 mempunyai pengaruh potensiasi dengan obat-obat penekan SSP
(barbiturat, obat-obat anestesi umum).
Pemberian MgSO4 pada penderita yang sedang mendapat pengobatan
digitalis harus dengan hati-hati karena bila terjadi hipermagnesia, pengobatan
kalsium yang diberikan dapat menyebabkan henti jantung.
Pemberian MgSO4 bersamaan dengan promethazine dapat menyebabkan
hipotensi yang hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek vasodilatasi.
Bloss dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan MgSO4
dengan oksitosin yang sering terdapat pada penderita preeklampsia berat,
ternyata oksitasin tidak mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan kadar
magnesium.
12

Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa rasa
panas dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera timbul
karena kadar magnesium segera meningkat dan akan menghilang dengan
menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak didapatkan pada penyuntikan
secara intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena peningkatan kadar
magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat
vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.

D. Sediaan
Garam magnesium tersedia dalam berbagai bentuk misalnya magnesium sitrat,
magnesium karbonat, magnesium oksida, milk of magnesia, magnesium fosfat,
magnesium trisilikat, dan magnesium sulfat.
Magnesium sulfat atau disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam
bidang kebidanan, merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral.
Apabila kita menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa
MgSO4. 7H2O USP (United States Pharmacope) yang merupakan kristal
berbentuk prisma dingin, pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram
garam ini setara dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi
MgSO4. 7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan
50%.
E. Dosis dan Cara Pemberian
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan dapat
diberikan melalui berbagai cara. Peroral ternyata magnesium sulfat sangat
sedikit diserap dari saluran pencernaan dan jumlah sedikit yang diserap tersebut
segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar magnesium dalam serum
hampir tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral barulah dapat menaikan
kadar magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara pemberian parenteral
sangat bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal, intraspinal, hipodemal,
subkutan, intramuskular, intravena sampai perimpus secara terus menerus.
13

Kebanyakan sekarang digunakan secara pemberian per infus secara kontinyu


karena lebih manusiawi dari pada suntikan intramuskuler yang sangat nyeri
walaupun sudah dicampur dengan procain. Suntikan intramuskuler berulang-
ulang dapat berakibat mialgia dan abses. Namun cara pemberian per infus
membutuhkan pangawasan yang ketat karena bahaya terjadinya henti napas.
Penguanaan magnesium sulfat dijaman modern dipopulerkan oleah Eastman
dan sumbangan yang sangat penting diberikan oleh Chesley, Pritchard dan Hall.
Eastman menganjurkan cara pemberian sabagai berikut; yaitu dosis awal 10
gram diikuti 5 gram setiap 6 jam, akan memberikan kadar serum magnesium
sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak ada yang melebihi 7 mg, sehingga
kadar ini masih dalam batas aman.
Pritchard mengunakan dodis yang lebih tinggi dari pada Eastman yaitu pada
eklampsia diberikan dosis 4 gram secara intravena dan 10 gram secara
intramuskuler, selanjutnya setiap 4 jam diberikan 5 gram intramuskuler,
sehingga dosis total dalam 24 jam mencapai 39 gram. Kadar magnesium serum
yang diperoleh biasanya diantara 4-7 meq/liter atau 8-8,4 mg/100 ml.
Zuspan mengunakan cara inpus dengan dosis 10-20 gram magnesium sulfat
dilarutkan dalam larutan 1000 ml dekstrose 5%, diberikan pada kecepatan 1
gram/jam atau 16 tetes/menit. Untuk kasus eklampsia ditambahkan dosis awal
sebanyak 4-6 gram, diberikan secara intravena perlahan-lahan selama 5-10
menit. Apabila penderita masih kejang atau 2-4 gram intravena. Apabila
penderita sudah tidak kejang lagi dan dosis pemeliharaan tetap 1 gram/jam yang
diberikan dengan pompa infus.
Gedekoh dkk menganjurkan pengobatan terpilih untuk penderita eklampsia
adalah pemberian magnesium sulfat dengan dosis awal 4 gram secara intravena,
diikuti infus kontinyu dengan dosis 1-2 gram/jam.
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesium
sulfat sebagai berikut :
a. Preeklampsia berat
14

Dosis awal
4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1 g/menit,
ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan
(40% dalam 10 ml)
Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam
b. Eklampsia
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selam 4 menit,
disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri
dan bokong kanan masing-masing 4 gram
Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahan
Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2gram intravena 2 menit.
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja
Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan.

III. PENGARUH MgSO4 PADA JANIN DAN BAYI BARU LAHIR


Magnesium dapat melewati plasenta dan segera masuk kejaringan janin. Seorang
bayi baru lahir dengan berat badan 3,5 kg mempunyai 600 meq magnesium dalam
badan.
Cruickshank dkk. menyelidiki hubungan antara kadar magnesium dan kalsium
dalam serum ibu dan bayi setelah mendapatkan pengobatan magnesium sulfat.
Ternyata kenaikan kadar magnesium dalam serum ibu, juga diikuti dengan kenaikan
kadar magnesium dalam darah tali pusat janin tetapi sedikit lebih rendah.
15

Pengaruh magnesium sulfat terhadap variabilitas frekwensi dasar denyut jantung


janin masih diperdebatkan. Beberapa peneliti mengatakan tidak ada perubahan.
Tetapi penulis lain mendapatkan peningkatan variabilitas frekuensi dasar denyut
jantung janin.
Mengenai nilai apgar pada bayi baru lahir dengan kadar rata-rata magnesium
dalam serum 3,7 meq/l (2,0 meq/1 – 7,4 meq/1) ternyata terdapat 8 bayi diantara
118 bayi dengan nilai apgar menit pertama kurang dari 5 dan 2 bayi meninggal
karena berat badan lahir rendah. Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara kadar magnesium dalam serum bayi dengan nilai apgar.
Hipermagnesia pada ibu dapat menyebabkan keadaan yang kurang baik bagi
janin dan bayi yang baru lahir. Gejala hipermagnesia pada bayi adalah : mengantuk,
hambatan pada pernapasan sehingga diperlukan resusitasi atau ventilasi yang baik,
tidak dapat menangis atau lemah, tonus menurun dan refleks yang menurun.
Lipsitz melaporkan 16 bayi baru lahir dengan hipermagnesia dengan gejala
kegagalan pernapasan dan repleks yang menurun sehingga ia membuat suatu skor
hipermagnesemik yang dinilai dari menit pertama sampai menit ke 60 setelah bayi
lahir. Tinggi skor tersebut menggambarkan makin tingginya hipermagnesemia bayi.
Savory dkk mendapatkan 2 bayi baru lahir yang mengalami hipermagnesemia
dengan kadar magnesium sulfat dalam darah 8-10 meq/1 dari 92 kasus
preeklampsia-eklampsia yang mendapatkan magnesium sulfat dengan dosis awal (2
gram intravena dan 8 gram intramuskuler) dosis selanjutnya 4 gram/ 4 jam. Penulis
lain mendapat 2 bayi baru lahir dengan gejala perut kembung dan mekonium yang
tidak dapat dikeluarkan (sindroma aspirasi mekonium). Bayi pertama dengan kadar
magnesium dalam serum 9,0 meq/1 dan yang kedua 6,0 meq/1. diduga
hepermagnesemia menekan fungsi otot polos dari usus sehingga menyebabkan ileus.
Peaceman dkk. melakukan penelitian terhadap pengaruh magnesium sulfat pada
tololisis terhadap profil biofisik janin. Dari 22 responden didapatkan hasil 50% janin
menunjukan NST nonreactive, 4 dari 22 (18%) fetal breathing movement lemah.
Sedangkan fetal tone, gross body movements dan cairan ketuban tidak
16

dipengaruhi.21 Sedangkan penelitian Carlan dkk. menunjukan menurunnya fetal


breathing activity pada bayi aterm.22
Suatu kontrol studi mengamati pengaruh magnesium tokolisis terhadap
abnormalitas tulang neonatus menunjukan bahwa pemberian magnesium sulfas akan
menimbulkan abnormalitas proses mineralisasi pada metapisis humerus.23
Pengobatan hipermagnesemia pada bayi baru lahir :
1. Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat
resusitator.
2. berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan syaraf
tepi dan pusat dengan dosis 200-500 mg yang diencerkan dalam 10 ml NaCl dan
diberikan secara perlahan-lahan secara intravena dengan memonitor denyut
jantung bayi
3. Dekstrose 10% dengan dosis 65 ml/kg/hari dalam 24 jam pertama kemudian
dilanjutkan dengan dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%.
Pengobatan ini bertujuan untuk balans elektrolit dan memperlancar diuresis.
4. Transfusi tukar darah

IV. RINGKASAN
Pengunaan magnesium sulfat sebagai pengobatan preeklampsia dan eklampsia lebih
disukai karena mudah mencegah dan mengatasi kejang, penderita tetap sadar, jarang
terjadi aspirasi, pengaruh terhadap bayi sedikit dan mudah dilaksanakan
Cara pemberian dan dosis terpilih magnesium sulfat masih bermacam-macam,
namun semuanya bertujuan untuk mendapatkan kadar magnesium dalam darah yang
dapat memberikan efek pengobatan yang optimal dan berlangsung lama.

V. RUJUKAN
1. Goodman and Gilman’s. The pharmacological bases of therapeutics. 7th edition. New
York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1985: 874-6
2. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology applied to
obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8
3. Pritchard JA. The use of magnesium ion in the management of eclamtogenic toxemia.
Gynecol Obstet 1955;100:131-40.
17

4. Zuspan FP. Treatmen of severe preeclampsia and eclampsia. Clin Obstet Gynecol
1966;9:954-72.
5. Sibai BM, Villar MA, Bray E. Magnesium suplementation during pregnancy : a double
blind randomizid controlled clinical trial. Am J Obstet Gynecol 1989 ; 161:115-9
6. Sibai BM. Prevention of preeclampsia : a big disappointment. Am J Obstet Gynecol 1998;
179:1275-8
7. Livingston JC, Livingston LW, Ramsey R, Mabie BC, Sibai BM. Magnesium sulfate in
women with mild preeclampsia: a randomize controlled trial. Am J Obstet Gynecol 2003;
101: 217-20
8. Angsar MD, Simanjuntak P, Handaya, Syahid S. Panduan pengolahan hipertensi dalam
kehamilan di Indonesia. Edisi pertama. Satgas Gestosis POGI, 1985:1-24
9. Seydoux J, LucPaunier EG, Beguin F. Serum and intracellular magensium during normal
pregnancy and in patients with pre-eclampsia. Br J Obstet Gynecol 1992; 99: 207-11
10. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NP. William obstetrics. Edisi 18. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC, 1995:805-9
11. Sibai BM, Graham JM, Mc Cubbin JH. A comparation of intravenous and intramuscular
magnesium sulphate regimen in preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1984; 150:728-33
12. Hutchinson HT, Nichols MM, Kuhn CR, Vasicka A. Effects of magnesium sulfate on
uterine contractility, intra uterin fetus and infant. Am J Obstet Gynecol 1964; 88:747-57
13. Gordon MC, Iams JD. Magnesium sulfate. Clin Obstet Gynecol 1995: 38: 706-83
14. Mittendorf R, Pryde P, Khoshnood B, Lee KS. If tocolytic magnesium sulfate is associated
with excess total pediatric mortality, what is its imfact? Obstet Gynecol 1998; 92: 308-11
15. Grether JK, Hoogstrate J, Selvin S, Nelson KB. Magnesium sulfate tocolys and risk of
neonatal death. Am J Obstet Gynecol 1998; 178: 1-6
16. Dudley D, Gagnon D, varner M. Long term tocolysis with intravenous magnesium sulfate.
Obstet Gynecol 1989; 73: 373-8
17. Duley L. Magnesium sulphate : the time of reckoning. Br J Obstet Gynecol 1996; 103: 99-
102
18. Valenzuela GJ, Foster TC. Use of magnesium sulfate to treat hyperstimulation in term labor.
Obstet Gynecol. 1990; 75: 762-4
19. Guinn DA, Parilla BP. Acute therapy for preterm labor. In :Ransom SB, Evans MI,
Dombrowski MP, Ginsburg KA. Contemporery therapy in obstetrics ang gynecology.
Philadelphia : W.B. Saunders company, 2002:33
20. Marnoto, BW. Masalah bayi dari ibu penderita gestosis. Dalam: Pusponegoro T. EPH
gestosis. Unit Perinatologi-Anak,RSAB Harapan Kita, Jakarta 2000.
21. Peaceman AM, Meyer BA, Thorp JA, et al. The effect of magnesium sulfate tocolysis on
the fetal biophysical profile. Am J Obstet Gynecol 1989;161:771-4
22. Carlan SJ, O.brien WF. The effect of magnesium sulfate on the biophysical profile of
normal term fetuses. Obstet Gynecol. 1998; 92: 691-3
23. Holcomb Jr WL, Shakelford GD, Petrie RH. Magnesium tocolysis and neonatal bone
abnormalities : a controlled study. Obstet Gynecol. 1991; 78: 611-4

You might also like