Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Disusun Oleh:
Eka L. Koncara, S.Pd.I
SD NEGERI 2 CIBOGOGIRANG
UPTD PEMBINAAN TK-SD DAN PLS KEC. PLERED
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
KABUPATEN PURWAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
REFERENSI ........................................................................................................ 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah).
Oleh karena itu setiap guru harus memahami bagaimana karakteristik (ciri
khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai anutan para siswanya.
Secara konstutidisional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping ia harus
memiliki klasifikasi keahlian (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar
(pasal 28 ayat 12 UUSPN/1989). Namun begitu, seseorang yang berstatus guru
tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru di mata anak
didik dan masyarakat. Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan
wibawa dan citra guru. Sebagai teladan, guru memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna,
mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati
diri. Karena itu kepribadian merupakan masalah yang sangat sensitif. Jadi
pernyataan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lagi perkataan dengan
perbuatan, ibarat pepatah, pepat di luar runcing di dalam.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan guru yang baik, anak didik
pun menjadi baik. Karena kemuliaan guru, berbagai gelar disandangnya. Guru
adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu,
pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, pembangun manusia. Itulah atribut
yang pas untuk guru yang diberikan oleh mereka-mereka pengagum figur guru.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik
(Djamarah, 1977: 42). Gurulah yang memberikan santapan jiwa dan ilmu,
pendidikan akhlak, dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti
menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap
anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapat untuk
makalah ini adalah bagaimana cara berpakaian yang pantas bagi seorang guru?
2
BAB II
CARA BERPAKAIAN YANG PANTAS BAGI SEORANG GURU
A. Pakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat
berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk
melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan
kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan,
ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis
pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri
khas masing-masing.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Mobile 1.1.3 dikatakan bahwa
pakaian ialah sesuatu barang yang dipakai. Al-Quran paling tidak menggunakan
tiga istilah untuk pakaian yaitu, libas, tsiyab, dan sarabil. Libas pada mulanya
berarti penutup apa pun yang ditutup. Fungsi pakaian sebagai penutup amat
jelas. Tetapi, perlu dicatat bahwa ini tidak harus berarti "menutup aurat",
karena cincin yang menutup sebagian jari juga disebut libas, dan pemakainya
ditunjuk dengan menggunakan akar katanya. (Shihab, http://media.isnet.org/)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pakaian adalah segala
sesuatu yang dikenakan untuk menutupi aurat (bagian tubuh tertentu).
Pada awalnya, manusia memanfaatkan kulit pepohonan dan kulit hewan
sebagai bahan pakaian, kemudian memanfaatkan benang yang dipintal dari
kapas, bulu domba serta sutera yang kemudian dijadikan kain sebagai bahan
pakaian. Kini dikenal berbagai macam jenis jenis kain diantaranya sutera, wol,
tetoron, mori, dan lain-lain.
Sebagai makhluk yang berakal dan beradab, manusia dituntut untuk
dapat menutupi bagian tubuhnya dengan berpakaian secara pantas, dan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Selain berfungsi menutup tubuh,
pakaian juga dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam
masyarakat. Sebab berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar
3
manusia yang mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi
tubuhnya.
Oleh karena itu, betapapun sederhana bentuknya tapi usaha untuk
menutupi tubuh itu masih ada. Misalnya, orang Irian Jaya yang memakai koteka
untuk laki-laki dan sali lokal untuk perempuannya. Busana tersebut hanya
menutupi bagian-bagian tertentu dari tubuh yang dianggap vital. Namun, bangsa
yang menganggap diri mereka berbudaya pun sering tak segan-segan untuk
menanggalkan busana mereka. Semakin minim, semakin seksi, dianggap menjadi
semakin menarik. Itulah akibat jika berpakaian hanya berdasarkan budaya
masyarakat dan mengikuti mode saja.
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan
mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun
perempuan. Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang
menunjukkan jatidirinya sebagai seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya
bersifat lokal, maka pakaian muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat
dipakai oleh muslimah di manapun ia berada.
Masalah yang paling sering menimbulkan salah paham adalah anggapan
kebanyakan orang menjadikan seragam pesantren tradisional sebagai mode
busana muslimah. Sehingga terkesan busana muslimah itu kampungan,
ketinggalan zaman, tidak modern, out of date, dan sebagainya. Padahal, Islam
tidak mengharuskan muslimah mengenakan mode seperti itu. Islam hanya
memberikan batasan-batasan yang harus ditutupi, sedangkan modenya terserah
kepada selera masing-masing pemakai. Yang penting harus diperhatikan
beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode busana muslimah, yakni
(Corner, http://diaz2000.multiply.com):
1. Pakaian harus menutup aurat.
2. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau transparan (tembus-
pandang). Karena kain yang demikian akan memperlihatkan bayangan
kulit secara remang-remang.
3. Modelnya tidak ketat.
4
4. Sesuai dengan jenis kelamin (tidak menyerupai lawan jenis).
5. Bahannya, juga modelnya tidak terlalu mewah, berlebihan atau menyolok
mata, dengan warna aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi
jika menimbulkan rasa sombong.
Begitu hebatnya pengaruh budaya dan mode dalam berpakaian,
membuat manusia lupa memahami hakekat dari fungsi adanya pakaian. Dalam
hal ini Islam memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi berpakaian.
Menurut ajaran Islam, - sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an
Surat An-Nahl : 81 dan Surat Al-A’raaf : 26, pakaian itu mempunyai tiga fungsi
utama yaitu :
1. Sebagai penutup aurat.
2. Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk
memperindah penampilan dihadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai
perhiasan, seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode
serta warna pakaian yang dianggap indah, menarik, serta menyenangkan,
selama tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan.
3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin,
angin kencang, sengatan matahari dan sebagainya.
Dalam kehidupan sosial, pakaian menjadi salah satu tolak ukur derajat
seseorang. Dari caranya berpakaianlah seseorang pertama kali dinilai. Pakaian
yang pantas dan sopan, tentu mencerminkan kebaikan dan kesantunan si
pemakai pakaian tersebut. Sebaliknya, pakaian yang terbuka, seronok, atau
semrawutan, seperti kaos dan celana ketat, rok mini, jean’s belel, tentu
mencerminkan betapa semrawutnya si pemakai pakaian tersebut.
B. Guru
5
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah”.
Lain lagi dengan tanggapan para siswa tentang bagaimana guru yang ideal
dalam perspektif mereka. Kriteria guru ideal dalam perspektif siswa, di
antaranya:
6
lingkungan seusia anak didik, serta dapat memberikan suasana santai
yang penuh inovasi dalam lingkungan pembelajaran di kelas.
1. Dalam segi penampilan, guru harus berpakaian rapi, sopan, dan enak
dipandang, serta tidak tampil berlebihan. Guru juga harus dapat
menampilkan sikap dan menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan
lingkungan kelas tempat ia melakukan proses pembelajaran.
4. Dalam hal teknik pengajaran, guru harus menjadi gudang inovasi dalam
menciptakan metode dan model-model pembelajaran yang unik,
menarik, dan sesuai dengan perkembangan jaman serta kondisi
lingkungan pengajarannya.
7
sudah memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi alam pikiran dan
perasaan siswa; dia harus bersedia untuk menerima siswa seadanya. Tetapi,
sekaligus, guru bersikap mendekati siswa secara kritis, karena siswa tidak dapat
dibiarkan dalam keadaannya yang sekarang. Ada kemampuan-kemampuan yang
belum dimiliki siswa dan mereka harus dibantu untuk memperolehnya, bahkan
ada kekurangan dalam bersikap dan cara bertindak siswa yang harus diperbaiki.
Kepribadian guru seolah-olah terbelah menjadi dua bagian: di satu pihak
bersikap empatik, di lain pihak bersikap kritis; di satu pihak menerima, di lain
pihak menolak.
Untuk mejadi seorang guru yang ideal di lingkungan kelas, guru perlu
terus meningkatkan kualitas dirinya secara berkesinambungan dan up to date.
Berbagai inovasi dan pembaharuan harus mampu diciptakan agar keberadaan
guru dapat menjadi sangat berarti bagi motivasi dan prestasi belajar siswa di
kelas.
8
BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyarankan kepada semua
pihak, terutama guru, dan bahkan para calon guru, untuk dapat membiasakan
berpakaian yang rapi dan santun demi kebaikan diri dan lingkungannya. Jangan
sampai seorang guru memberikan teladan yang tidak baik bagi lingkungannya.
9
REFERENSI
Yuku. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia; Mobile 1.1.3. Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
10