Professional Documents
Culture Documents
Pertama-tama kita ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena hanya dengan
bimbingan dan petunjuk-Nya penulisan dan penyusunan peningkatan kualitas perpustakaan sebagai
pusat sumber belajar ini dapat diselesaikan.
Penulisan ini dimaksudkan untuk memperkaya pengetahuan kita tentang bagaimana gambaran
kejahatan yang terjadi dalam dunia maya (cybercrime) dan sejauh mana penerapan UU dunia maya
(cyber law) dalam mengatasi hal tersebut, dan juga dimaksudkan untuk dapat menjadi bahan diskusi
dan acuan bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, berbagai masukan, kritik, dan saran yang konstruktif dari semua pihak sanagat diharapkan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang mendukung penyelesaian makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan, sekecil apapun arti tulisan ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.
Amin!
Bekasi, 27 November2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
A. BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
B.
C.
D.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat sekarang ini
sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak dapat
ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan
manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama
teknologi informasi (Information Technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang
mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan
menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan secara potong kompas.
Dampak buruk dari perkembangan duniamaya ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
masyarakat moderen saat ini dan masa depan.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan
dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi
informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan
kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang
berhubungan dengan cybercrime atau kejahatan duniamaya.
Masalah kejahatan maya dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak secara
seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk
salah satu extra ordinary crime(kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious
crime (kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu
mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana atau
kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan moderen dari masyarakat informasi
akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya peristiwa kejahatan komputer,
pornografi, terorisme digital, perang informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan
sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Denganlatarbelakang yang dipapakarkandiatasmakarumusanmasalahdarimakalahiniyaitu :
1. Sejauh mana pelanggaran hukum yang terjadi dalam dunia maya sekarangi ni
(Cybercrime)?
2. Bagaimana peranan Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw) terhadap pelanggaran
yang terjadi dalam dunia maya itu sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PELANGGARAN HUKUM DALAM DUNIA MAYA(CYBERCRIME)
Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya
membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan
mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan
pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet saat
ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun
internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan
dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu
negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat
digital.
Cyber crime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi computer dan komunikasi.
Manifestasi kejahatan duniamaya yang terjadi selama ini dapat muncul dalam berbagai
macam bentuk atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan masyarakat ataupun
kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan internasional. Kejahatan mayantara
dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa mengenal batas wilayah negara lagi
(borderless state), karena kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku cukup canggih
dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan cracker bisa melakukannya lewat lintas negara
(cross boundaries countries) bahkan di negara-negara berkembang (developing countries)
4
aparat penegak hukum, khususnya kepolisian tidak mampu untuk menangkal dan
menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
teknologi yang dimiliki.
Di sisi lain, kemampuan para hacker dan cracker dalam mengotak-atik internet juga
semakin andal untuk mengacaukan dan merusak data korban. Mereka dengan cepat mampu
mengikuti perkembangan baru teknologi bahkan menciptakan pula jurus ampuh untuk
membobol data rahasia korban atau virus perusak yang tidak dikenal sebelumnya. Perbuatan
ini jelas akan menimbulkan kerugian besar dialami para korban yang sulit untuk dipulihkan
dalam waktu singkat mengingat ada pula antibody virus tidak mudah ditemukan oleh
pembuat software komputer.
Wajar kejahatan duniamaya akan menjadi momok baru yang menakutkan bagi setiap
orang bahkan masyarakat internasional dewasa ini dan masa depan akibat kemajuan
teknologi yang digunakan bukan untuk tujuan kemaslahatan umat manusia, akan tetapi
menghancurkan hasil rasa, karsa dan cipta orang lain.
Berbagai kasus yang menyangkut Cyber Crime yang terjadi di Indonesia dan dapat
dideteksi oleh Polri sampai saat ini, pada umumnya terbatas pada kejahatan dibidang
Perbankan dengan menggunakan Komputer sebagai alat kejahatan dengan modus Operandi
yang dikenal dengan istilah DATA DIDLING , yaitu perbuatan memanipulasi transaksi
input dengan mengubah data, antara lain
berupa
memasukan transaksi tambahan dan mengubah transaksi penyesuaian. Hal ini dapat
dilakukan apabila pelaku mengetahui system pengaman berupa USER
ID
dan
Namun sejatinya perjalanan perangkat hukum yang sangat penting bagi kepastian hukum di
dunia maya ini sebenarnya sudah dimulai 5 tahun yang lalu.
Merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang
berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya
didalam perkembangan selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat
terjamin maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah
hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.
Secara akademis, terminologi cyber law tampaknya belum menjadi terminologi yang
sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuk tujuan
yang sama seperti The law of the Inlernet, Law and the Information Super highway,
Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya.Di Indonesia sendiri
tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan
atas terminologi cyber law.
Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari cyber
law, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika
(Telekomunikasi dan Informatika).Bagi penulis, istilah (Indonesia) manapun yang akan
7
hukum
yang
mampu
untuk
mengeliminir
kejahatan
tersebut.
Implementasi resolusi ini mengikat semua negara yang menjadi anggota PBB termasuk
9
Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus segera melakukannya, apalagi saat ini, Indonesia
masuk dalam daftar 10 besar negara kriminal internet. Pemerintah harus segera berupaya
untuk segera merealisasikan undang-undang yang mengatur secara detil tentang TI yang di
dalamnya juga mencakup masalah cyber crime. Kehadiran UU tersebut sangat penting untuk
memulihkan citra Indonesia di dunia Internasional.
Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia tergolong sangat lamban dalam
mengantisipasi perkembangan TI. Sejak 1996, Singapura sudah memiliki beberapa perangkat
hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan TI, di antaranya: "The Electronic Act 1998,
Electric Communication Privacy Act 1996.
Sedangkan, peraturan undang-undang (UU) TI sudah dimiliki negara jiran Malaysia sejak
tahun 1997, yaitu dengan dikeluarkannya "Computer Crime Act 1997, "Digital Signature
Act 1997, serta "Communication and Multimedia Act 1998.
Karena belum adanya UU khusus tentang TI, maka selama ini, para pelaku tindak pidana
teknologi informasi (cyber crime) di Indonesia hanya bisa dijerat dengan pasal-pasal yang
ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta perangkat UU lainnya,
seperti UU Telekomunikasi, Undang-Undang Hak Cipta, dan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
Padahal, berdasarkan data Polri, perkembangan cyber crime di Indonesia sangat pesat.
Sebagai contoh, sejak Januari-September 2002, pihak Polri telah berhasil mengungkap 109
kasus tindak pidana TI yang dilakukan oleh 124 tersangka WNI yang melakukan aksinya di
berbagai
kota
di
Indonesia.
Dalam data tersebut, Bandung menempati posisi kedua sebagai kontributor tersangka pelaku
cyber crime. Selain itu, dalam data yang sama diungkapkan pula, sekira 96% modus operandi
yang digunakan dalam 109 kasus tersebut adalah Credit Card Fraud (penipuan dengan kartu
kredit). Kemudian, jumlah korban yang dirugikan oleh kasus tersebut mencapai 109 orang,
sekira 80% dari korban tersebut merupakan warga AS.Berdasarkan paparan data Polri
tersebut, sudah seharusnya negara kita memiliki Undang-Undang Teknologi Informasi
(UUTI) sebagai bukti bahwa pemerintah memang serius dalam menangani maraknya cyber
crime di Indonesia.
10
Berkaitan dengan pembuatan UUTI ini, Deputi Bidang Jaringan Komunikasi dan Informasi
Cahyana Ahmadjayadi, mengatakan, saat ini pemerintah sedang menyusun Rancangan
Undang-Undang (RUU) di bidang TI yang diharapkan dalan waktu dekat ini dapat diajukan
ke DPR. RUU yang dimaksud yaitu: RUU tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi/cyber
law (RUU PTI), yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen
Perhubungan bekerja sama dengan Tim dari Fakultas Hukum Unpad. Dan satu lagi, RUU
tentang Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) dan Transaksi Elektronik (ETransaction), yang disingkat RUU IETE, disusun oleh Direktorat Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan, bekerja sama dengan tim
Lembaga Kajian Hukum Teknologi, FH UI.
Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat
guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di
mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul ComputerRelated Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan
perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam
menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem
telekomunikasi
juga
memilikiperan
penting
dalam
kejahatan
tersebut.
Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi
mengenai kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil
kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan
hukum pidana Negara-negara Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara
hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computerrelatedcrimetersebut.
Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of
the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan
Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang
11
jaringan
atau
data,
serta
berbagai
penyalahgunaan
sejenis.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan
global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat
transnasional. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam
penanggulangan cybercrime adalah:
Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan
cybercrime.
Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya
mencegah kejahatan tersebut terjadi
Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance
treaties.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
12
Perkembangan teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak
hanyamengubah
cara
bagaimana
seseorang
berkomunikasi,
mengelola
data
dan
informasi,melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang melakukan bisnis.
Banyakkegiatan bisnis yang sebelumnya tak terpikirkan, kini dapat dilakukan dengan mudah
dancepat dengan model-model bisnis yang sama sekali baru. Begitu juga, banyak
kegiatanlainnya yang dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini dapat dilakukan
dalamcakupan yang sangat luas, bahkan mendunia.
Namun, lebih dari itu, perubahan-perubahan yang terjadi juga dinilai sangat
revolusioner.Munculnya bisnis dotcom, meski terbukti sebagian besar mengalami kegagalan,
tetapisebagian besar lainnya mengalami keberhasilan, dan sekaligus ini dianggap
fenomenal.Karena selain itu merupakan sesuatu yang sama sekali baru, dimensinya pun
segeramendunia
Di sisi lain, perkembangan TI dan Internet ini, juga telah sangat mempengaruhi
hampirsemua bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan
berbagaiaplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam
kaitanini, baik dalam konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi),
daneksternal
(meningkatkan
komunikasi
data
dan
informasi
antar
berbagai
kejahatan
dalam
kegiatan
bisnis,
maupun
yang
terkait
dengan
kegiatanpemerintah.
Banyak terjadi tindak kejahatan Internet (seperti carding), tetapi yang secara nyata
hanyabeberapa kasus saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini dikarenakan
hakimsendiribelum menerima bukti-bukti elektronik sebagai barang bukti yang sah,
sepertidigital signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja keharusan melainkan
13
sudahmerupakan kebutuhan, baik untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini,
dengansemakin
banyakterjadinyanya
kegiatan
cybercrime
maupun
tuntutan
itu,
memang
dituntut
untuk
merumuskan
perangkat
hukum
yang
mampumendukung kegiatan bisnis secara lebih luas, termasuk yang dilakukan dalam
duniavirtual, dengan tanpa mengabaikan yang selama ini sudah berjalan. Karena,
perangkathukum yang ada saat ini ditambah cyberlaw, akan semakin melengkapi perangkat
hukumyang dimiliki. Inisiatif ini sangat perlu dan mendesak dilakukan, seiring dengan
semakinberkembangnya pola-pola bisnis baru tersebut.Sejak Maret 2003 lalu Kantor Menteri
Negara Komunikasi dan Informasi (Menkominfo)mulai menggodok Rancangan UndangUndang (RUU) Informasi Elektronik danTransaksi Elektronik (IETE) - yang semula bernama
Informasi, Komunikasi danTransaksi Elektronik (IKTE).
RUU ITE itu merupakan gabungan dari dua RUU, yaituRUU tentang Pemanfaatan TI
(PTI), dan Tandatangan Elektronik dan TransaksiElektronik (TE). RUU PTI disusun oleh
Ditjen Pos dan Telekomunikasi, DepartemenPerhubungan, bekerja sama dengan Tim dari
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran(Unpad) dan Tim asistensi dari ITB. Sedang RUU
TE dimotori oleh Lembaga KajianHukum dan Teknologi Universitas Indonesia (UI) dengan
jalur Departemen Perindustriandan Perdagangan.RUU tersebut dimaksudkan menjadi payung
bagi aturan-aturan yang ada di bawahnya.Hanya saja, jika semua aspek dimasukkan, sehingga
menjadi sangat luas, bisa jadi justrumembingungkan, sehingga pengimplementasiannya
menjadi tidak optimal. Idealnya,pemerintah perlu membuat UU untuk setiap bagian khusus
seperti digital signature, ebanking,e-Governmet, atau UU spesifik lainnya. Tetapi, itu harus
mau menunggu lebihlama lagi karena sampai saat ini belum ada pegangan dalam bentuk UU
lain. Sementara
jumlah topik yang harus dibahas sangat banyak.Yang menarik, RUU PTI juga mengatur
perluasan masalah yurisdiksi yangmemungkinkan pengadilan Indonesia mengadili siapa saja
yang melakukan tindak pidanabidang TI yang dampaknya dirasakan di Indonesia. Contohnya,
jika cracker asingmelakukan kejahatan terhadap satu bank di Indonesia, maka berdasarkan
pasal 33 dan 34RUU PTI, pengadilan Indonesia berwenang mengadili orang itu jika masuk
ke Indonesia.Selama ini, kejahatan yang melibatkan orang Indonesia dan asing sangat marak,
namunpenyidikan kejahatan cyber tersebut selalu terganjal masalah yurisdiksi ini.
Hal tersebut seharusnya memang diantisipasi sejak awal, karena eksistensi TI
denganperkembangannya yang sangat pesat telah melahirkan kecemasan-kecemasan baru
14
seiringmaraknya kejahatan di dunia cyber yang semakin canggih. Lebih dari itu, TI yang
tidakmengenal
batas-batas
teritorial
dan
beroperasi
secara
maya
juga
menuntut
15