You are on page 1of 4

Telaah Puisi

ُ‫صي ْد َة ُ ال ْب ُْرد َة‬


ِ َ‫ق‬
‫مد البوصيري نورالله ضريحه‬ ّ ‫للشيخ مح‬
ّ
A. Latar Belakang

Qasidah burdah adalah mutiara syair kecintaan kepada Rasulullah. Diciptakan oleh
Imam Al-Bushiri pada abad 7 Hijriah dan di baca dalam berbagai acara. Puisi-puisi ini
diyakini dapat memberi kesembuhan jiwa dan raga.
Al-Bushiri yang bernama lengkap Sarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah
as Shanhaji Al-Bushiri, adalah seorang sufi besar, pengikut Thariqat Syadziliyah, dan
menjadi salah satu murid Sulthonul Auliya Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, ra. Ia lahir
tahun 1212 M di Maroko. Ia berguru dengan beberapa ulama tasawuf seperti Abu Hayyan,
Abu Fath bin Ya'mari dan al 'Iz bin Jama'ah al Kanani al Hamawi, dan belajar Thariqat
Sufi pada Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily. Sejak masa kanak, Al-Bushiri dikenal
sebagai orang yang ‫( وراع‬takut dosa). Pernah suatu ketika ia akan diangkat menjadi
pegawai pemerintahan kerajaan Mesir, akan tetapi melihat perilaku pegawai kerajaan
membuatnya menolak.
Yang paling menarik adalah kisah pembuatan qasidah burdah. Menurut Al-Bushiri
bahwa karyanya ini muncul ketika ia tengah sakit lumpuh. Penyakit itu dikenal dengan nama
angin merah. Di tengah pembaringannya, Al-Bushiri menulis qasidah burdah dan
membacanya beberapa kali hingga tertidur. Dalam tidur tersebut, ia bermimpi ketemu
Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad mengusap mukanya. Setelah itu Al-
Bushiripun terbangun dan ia bisa berjalan.
Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan, ketika dalam mimpi Al-Bushiri terlibat
pembicaraan dengan Rasulullah SAW. Al-Bushiripun membacakan karyanya pada bait ke
51 “‫ ”فمبلغ العلم فيه انه بشر‬tidak bisa meneruskan kata-katanya. Rasulullahpun menyuruhnya
meneruskan. "Saya tak mampu lagi, jawab Al-Bushiri. Kemudian Rasulullah
menyempurnakan bait itu dengan kalimat, "‫”و انه خير خلق ال كلهم‬.
Qasidah Al-Bushiri memang bukan sekedar karya. Ia dibaca karena keindahan kata-
katanya. Menurut DR. De Sacy seorang ahli bahasa Arab di Universitas Sorborne
memujinya sebagai karya puisi terbaik sepanjang masa.
Beberapa nama ulama besar terutama pada bidang tasawwuf tercatat sebagai guru Al-
Bushiri. Antara lain Imam Abu Hayyan, Abul Fath bin Sayyidunnas Al Ya'mari Al
Asybali Al Misri pengarang,kitab 'Uyunul Atsar fi Sirah Sayyidil Basyar, Al 'Iz bin Jama'ah
Al Kanani Al Hamawi salah seorang hakim di Mesir, dan banyak lagi kalangan ulama besar
Mesir yang memberikan ilmu pengetahuannya kepada Al-Bushiri.
Burdah memang tidak hanya mantera. la, dibaca karena keindahan kata-katanya
meskipun dipenuhi doa doa yang bisa memberi manfaat pada jiwa. Karena itu tidak heran
jika banyak ulama membenarkan catatan khusus tentang burdah, baik dalam bentuk ‫شرح‬
(komentar) atau ‫( ةةةة‬catatan kaki atau catatan pinggir). Menurut Darul Faqih sangat
banyak karya ‫ شرح‬atas Burdah yang tidak ketahuan lagi siapa pengarangnya. Hanya yang
bisa dicatat dan diketahui namanya karena menjadi bahan kajian di beberapa universitas
adalah karya Imam Jalaluddin Al Mahalli Asy Syagi yang wafat tahun 864 Hijriyah, imam
Zakaria Al Anshari yang wafat tahun 926 Hijriyah, Imam Al Qasthalani yang wafat tahun
923 H, Syaikh Al Malla Ali Qari Al Hanafi yang wafat tahun 1014 H, dan Syaikh Ibrahim
Al Bajuri yang wafat tahun 1276 H. Dr. Zaki Mubarak ahli sastra Arab dan Mesir dalam
skripsinya Al Madaihun Nabawiyah menyebutkan bahwa gaya puisi Burdah banyak
mempengaruhi karya karya kemudian. Al-Bushiri sebenarnya tidak hanya terkenal dengan
karya burdahnya saja. la juga dikenal sebagai seorang ahli fikih dan ilmu kalam. Namun
‫???????‬
‫?????‬ ‫???? ?? ????‬
‫???????‬
‫???? ?? ????‬
‫????? ??? ??????‬
‫‪nama burdah telah menenggelamkannya untuk dikenal sebagai seorang sufi besar yang‬‬
‫‪memiliki banyak murid.‬‬

‫‪B. Naskah Qasidah‬‬


‫ن ّ َ‬ ‫معا ً َ‬ ‫سل َم ٍ ‪َ #‬‬ ‫جْيرا َ ٍ‬ ‫ن ت َذ َك ّرِ ِ‬
‫مْقلةٍ ب ِد َم ِ‬ ‫م ْ‬‫جَرى ِ‬ ‫ت دَ ْ‬ ‫ج َ‬ ‫مَز ْ‬ ‫ن ب ِذِيْ َ‬ ‫م ْ‬ ‫آ ِ‬
‫ماءِ‬ ‫ي الظ ّل ْ َ‬ ‫ض ال ْب َْرقُ فِ ْ‬ ‫م َ‬ ‫مةٍ ‪ #‬وَ ا َوْ َ‬ ‫ن ت ِْلقا َِء كا َ ظ ِ َ‬ ‫م ْ‬ ‫ح ِ‬ ‫ت الّري ْ ُ‬ ‫حب ّ ِ‬ ‫م َ‬ ‫اَ ْ‬
‫ضم ِ‬ ‫ن اِ َ‬ ‫م ْ‬ ‫ِ‬
‫ق‬
‫ست َِف ْ‬ ‫تا ْ‬ ‫ن قُل ْ َ‬ ‫ك اِ ْ‬ ‫ما ل َِقل ْب ِ َ‬ ‫مَتا ‪ #‬وَ َ‬ ‫ت اك ُْفَفا هَ َ‬ ‫ن قُل ْ َ‬ ‫ك اِ ْ‬ ‫ما ل ِعَي ْن َي ْ َ‬ ‫فَ َ‬
‫ي َهِم ِ‬
‫ه َو‬ ‫من ْ ُ‬ ‫جم ٍ ِ‬ ‫س ِ‬‫من ْ َ‬ ‫ن ُ‬ ‫ما ب َي ْ َ‬ ‫م‪َ #‬‬ ‫من ْك َت ِ ٌ‬
‫ب ُ‬ ‫ح ّ‬ ‫ن ال ْ ُ‬ ‫ب اَ ّ‬ ‫ص ّ‬ ‫ب ال ّ‬ ‫س ُ‬ ‫ح َ‬ ‫ا َي َ ْ‬
‫م ْ َ‬
‫ضطرِم ٍ‬ ‫ُ‬
‫ن‬ ‫ْ‬
‫ت ل ِذِك ْرِ الَبا ِ‬ ‫َ‬
‫ل ‪ #‬وَل َ ارِقْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫معا عَلى طل ٍ‬ ‫َ‬ ‫ً‬ ‫مـ ت ُرِقْ د َ ْ‬ ‫وى ل َ‬ ‫ل َوْ ل َ الهَ َ‬
‫ْ‬
‫ْ َ‬
‫َوالعَلم ِ‬
‫مِع َو‬ ‫ل الد ّ ْ‬ ‫ك عُد ُوْ ُ‬ ‫ت ‪ #‬ب ِهِ عَل َي ْ َ‬ ‫شهِد َ ْ‬ ‫ما َ‬ ‫حّبا ب َعْد َ َ‬ ‫ف ت ُن ْك ُِر ُ‬ ‫فَك َي ْ َ‬
‫سَقم ِ‬ ‫ال ّ‬
‫ك‬‫خد ّي ْ َ‬ ‫ل ال ْب ََهارِ عََلى َ‬ ‫مث ْ ُ‬‫ى‪ِ #‬‬ ‫ضن ً‬ ‫ي عَب َْرةٍ وَ َ‬ ‫خط ّ ْ‬ ‫جد ُ َ‬ ‫ت ال ْوَ ْ‬ ‫وَ ا َث ْب َ َ‬
‫ْ‬
‫َوالعَن َم ِ‬
‫ت‬
‫ذا ِ‬ ‫ض الل ّ ّ‬ ‫ب ي َعْت َرِ ُ‬ ‫ح ّ‬ ‫ي ‪ #‬و َ ال ْ ُ‬ ‫وى فَا َّرقَن ِ ْ‬ ‫ن ا َهْ َ‬ ‫م ْ‬‫ف َ‬ ‫سَرى ط َي ْ ُ‬ ‫م َ‬ ‫ن َعَ ْ‬
‫مِ‬‫لل َ‬ ‫ِبا ْ َ‬
‫مـ‬ ‫تل َ‬ ‫صْف َ‬ ‫ك وَ ل َوْا َن ْ َ‬ ‫ي ا ِل َي ْ َ‬ ‫من ّ ْ‬ ‫معْذَِرةٍ ‪ِ #‬‬ ‫وى ال ْعُذ ْرِيْ َ‬ ‫ي ال ْهَ َ‬ ‫ي فِ ْ‬ ‫م ْ‬ ‫يا َ َلئ ِ ِ‬
‫ُ‬
‫ت َلم ِ‬
‫سم ِ‬ ‫ح ِ‬ ‫من ْ َ‬ ‫ي بِ ُ‬ ‫دائ ِ ْ‬‫شاةِ وَ َل َ‬ ‫ن ال ْوُ َ‬ ‫ست َت ِرٍ ‪ #‬عَ ِ‬ ‫م ْ‬ ‫سَري ب ِ ُ‬ ‫ي َل َ‬ ‫حال ِ َ‬ ‫ك َ‬ ‫عَد َت ْ َ‬
‫ل‬
‫ذا ِ‬ ‫ن ال ْعُ ّ‬ ‫ب عَ ِ‬ ‫ح ّ‬ ‫م ِ‬ ‫ن ال ْ ُ‬ ‫ه ‪ #‬اِ ّ‬ ‫مع ُ ُ‬ ‫س َ‬ ‫ت اَ ْ‬ ‫س ُ‬ ‫ن لَ ْ‬ ‫ح ل َك ِ ْ‬ ‫ص َ‬ ‫ضت َِنى الن ّ ْ‬ ‫ح ْ‬ ‫م َ‬ ‫َ‬
‫مم ِ‬ ‫ص َ‬ ‫ي َ‬ ‫فِ ْ‬
‫المفردات؛‬
‫•جيران جـ من جرا‪ :‬سلى‬
‫•مقلة‪ :‬عين‬
‫•الصب‪ :‬المحب‬
‫‪C. Pembahasan‬‬

‫‪Qasida biasanya diterjemahkan sebagai ‘ode’. Dalam bahasa arab sendiri bahasa ini‬‬
‫‪merujuk pada salah satu bentuk puisi sastra arab klasik yang memiliki banyak tema, salah‬‬
‫‪satu contohnya qasida yang berasala dari abad ke-6 M. Pendapat lain mengemukakan,‬‬
‫‪seperti; Wahab dan Muhandis dalam bukunya “Mu’jam al-Musthalaha:t fi al-Lughah wa al-‬‬
‫ن ‪Adab”, qasida adalah sejumlah kumpulan bait dalam puisi arab yang memiliki kesatuan‬‬ ‫َوْز ٌ‬
‫ع ‪َ (Rima), dan‬قاِفَيٌة ‪(Irama),‬‬
‫ضْوا ٌ‬
‫ض َاْو َمْو ُ‬
‫غْر ٌ‬
‫‪َ (Tema) puisi. Mengenai jumlah bait dalam satu‬‬
qasida terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli, ada yang menyebut minimal 7 bait,
yang lain menyebut minimal 12 bait, namun yang lain berpendapat tidak ada batasan
mengenai jumlah bait.

Dari pengertian tersebut, qasida burda ini ikut pada pendapat yang ketiga karena
memiliki 282 bait serta terdapat karakteristik bentuk yang meliputi 3 unsur, antara lain; (1.
Unsur fanny yang meliputi ‫ن‬ ٌ ‫( َوْز‬Irama), ‫( َقاِفَيٌة‬Rima), dan diksi. (2. Unsur ‘aqly yang meiputi
ٌ ‫ضْوا‬
‫ع‬ ُ ‫ض َاْو َمْو‬
ٌ ‫غْر‬
َ (Tema), dan ‫ب‬ ٌ ‫سُلْوا‬
ْ ‫(ُا‬Gaya-bahasa). (3. Unsur khalyali dan ‘Athify.

‫( ِاَتاٌر‬Frame) adalah bingkai yang mewadahi satu satuan makna yang utuh dan satu
satuan musikal dengan jenis irama tertentu. qasida burda yang ditelaah ini, mulai bait satu
sampai sebelas merupakan ‫ر‬ ٌ ‫( ِاَتا‬Frame) yang bisa disebut juga dengan bayt karena terdiri
dari dua bagian yang sama panjangnya dan iramanya serta diakhiri dengan bunyi akhir yang
sama.

ٌ ‫( َوْز‬Irama) merupakan ciri penanda sebuah puisi yang telah ditetapkan pola-polanya
‫ن‬
dalam bentuk bahr yang berjumlah 16. Setiap jenis bahr terdiri atas beberapa taf’ilah
dengan pola tertentu. Dan bahr ini merupakan acuan atau semacam cetakan, tempat
penyair menumpahkan pikiran dan perasaannya. qasida burda yang ditelaah ini, mulai bait
satu sampai sebelas walaupun terdapat ‫ن‬ ٌ ‫( َوْز‬Irama)-nya, namun tidak bisa disebut sebagai
ٌ ‫( َوْز‬Irama) karena ‫حَركٌَة‬
‫ن‬ َ (Vokal) dan ‫سَكَناٌة‬َ (Konsonan) kurang memadai – cendrung
mengabaikan sifat-sifat khas dari setiap bunyi huruf.

‫( َقاِفَيٌة‬Rima) adalah bunyi suku kata yang terulang-ulang pada ujung semua bait. qasida
burda yang ditelaah ini, mulai bait satu sampai sebelas, karena terdapat dua bagian, maka
pola ‫( َقاِفَيٌة‬Rima)-nya menggunakan petama; ganjil-genap atau ‫حُة‬ َ ‫ َاْلَقاِفَيُة َاْلُمَتَراِو‬yakni;
kesamaan bunyi akhir baris ganjil 1-3-5 dst, dan kesamaan bunyi akhir baris genap 2-4-6
dst, kedua; kelompok atau ‫واِلَيُة‬
َ ‫ َاْلَقاِفَيُة َاْلمَُت‬yakni kesamaan bunyi akhir dua baris atau lebih (tak
terbatas) kemudian berganti dengan yang lain untuk kelompok baris berikutnya, dan yang
ketiga; kesamaan bunyi akhir itu sendiri dari barisnya.

ٌ‫سُلْواب‬
ْ ‫( ُا‬Gaya-bahasa) terdapat tiga unsur, yaitu; ‫عاِتَفٌة‬
َ (Perasaan yang dalam atau emosi),
‫( ِفْكَرٌة‬pemikiran atau gagasan), dan ‫( َتْعِبْيٌر‬cara mengungkapkan perasaan dan pemikiran).
Penggunaan ‫ب‬ ٌ ‫سُلْوا‬
ْ ‫( ُا‬Gaya-bahasa) dalam qasida burda yang ditelaah ini, mencapai tingkat
kepuitisan dengan pemilihan kata (diksi) dan penggunaan majas ‫شِبْيٌه‬ ْ ‫( َت‬simili), dan ‫سِتَعاَرٌة‬
ْ ‫ِا‬
(metaphore).

ٌ ‫ضْوا‬
‫ع‬ ُ ‫ض َاْو َمْو‬
ٌ ‫غْر‬ َ (Tema) yang terdapat dalam qasida burda yang ditelaah ini adalah ‫ح‬ ُ ‫َاْلمَِدْي‬
(pujian), ‫ف‬ ُ ‫ص‬ ْ ‫( َاْلَو‬pemerian atau deskripsi), ‫ع‬ ُ ‫سا‬
َ ‫( َالّر‬ungkapan duka dan pujian atau elegi),
ُ ‫( َاْلَغَزا‬cinta asmara), ‫خُر‬
‫ل‬ ْ ‫( َاْلَف‬kebanggaan), dan ‫ت‬ ُ ‫ل‬ َ ‫( َالّتَعّم‬perenungan atau kontemplasi).
D. Terjemah Akhir

Apakah karena terkenang tetangga di Dzi Salam # engkau cucurkan airmata darah
yang mengalir
Atau karena tiupan angin dari arah Kadzimah? # atau sinar kilat yang memecah
kegelapan gunung Idlomi
Kenapa kedua matamu bila dikatakan tahanlah # dan hatimu tetap resah, padahal
engkau katakan; tahanlah
Apakah orang yang dimaku cinta menduga # cinta dapat disembunyikan antara
airmata dan kegelisahan jiwa
Kalau bukan karena keinginan, tidak akan bercucuran airmata membasahi bumi #
dan cucuran tersebut bukanlah karena ingat pohon Bani danbukit Alami
Maka bagaimana engkau ingkari “cinta” yang telah engkau saksikan # cucuran
airmata dan sakitnya hati
Hati telah yakin dengan dua bukti cucuran airmata dan tubuh yang kurus karena
gelisah # sehingga kedua pipimu layu dan lapuk
Ya, malam yang sunyi hayalan merana dan melayang # pada kekasih tidurpun sulit
cinta sering derita
Hai orang yang mencelaku, maafkanlah aku # andai engkau tahu tentang derita
cintaku, tidaklah engkau mencelaku
Keadaanku jelas engkau lihat, tiada rahasiapun yang tersembunyi # dihadapan
orang ramai dan derita cintaku tiada berkurang
Engkau beri nasihat padaku, tapi aku tiada mawu mendengarnya # sesungguhnya
orang yang dimabuk cinta tiada mendengar nasihat dan celaan

E. Komentar
Puisi burdah karya imam Al-bushiri yang berasal dari mesir, dalam puisi burdah ini imam
Al-bushiri mencurahkan kerinduanya, kecintaannya dan kekagumannya kepada rasulullah
saw yang begitu mendalam, disampin itu puisi burdah ini juga termasuk obat bagi imam Al-
bushiri dan obat bagi bangsa mesir dan timur tengah ketika menghadapi goncangan situasi
social politik

F. Daftar Rujukan

 Bahrun, M. 2009. www.sufinews.com. Ahad, 03 Februari.


 Allen, R. 2008. Arab Dalam Novel. e-Nusantara, Yogyakarta.
 Maslikhah, Dra, Hj, dkk. 2009. Bahan Ajar Telaah Puisi Sastra Arab Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang. PT. Malang.
 Bantani, S. 2000. Terjemah Burdah. PP.NH.Singosari-Malang.

You might also like