Professional Documents
Culture Documents
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
PRAKTIKUM I
Pendahuluan
1
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
senyawa pewarna bersifat positif, sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri
dan sel bakteri jadi terwarna dan terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya
methylene blue, kristal violet, safranin dan lain-lain.
Beberapa pengecatan yang kita kenal ialah pengecatan tunggal atau
sederhana dan pengecatan majemuk. Pengecatan tunggal ialah pengecatan yang
hanya digunakan satu macam zat warna saja, misalnya fuchsin, crystal violet atau
methylene blue(Gupte, 1990). Sedangkan pengecatan majemuk ialah pengecatan
yang menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Dalam pengecatan majemuk
kita kenal pengecatan Gram, Ziehl-Nielsen, klein, Burn Gins, dll. Pengecatan
tunggal hanya bertujuan untuk melihat bentuk sel, sedangkan pengecatan
majemuk dapat membedakan karakteristik suatu morfologi tertentu. Kebanyakan
bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya
bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif).
Sebelum melakukan pengecatan bakteri, dibuat dahulu film di atas gelas objek
dari suspensi bakteri. Tujuan pembuatan film adalah mematikan sel bakteri
dengan cepat tanpa merusak morfologinya dan melekatkan sel bakteri ke
permukaan gelas objek.
Tujuan Umum
Teori Umum
Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat
kimia bakteri harus dilakukan pengecatan sel bakteri. Zat warna yang dapat
digunakan untuk mengecat sel bakteri antara lain methylene blue, basic fuchsin,
dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan ion warna (chromophore) yang
2
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Terdapat dua jenis zat warna yaitu zat warna basa dan asam. Zat warna
basa (methylene blue) dan zat warna asam yang mempunyai chromophore anionic
(eosin). Zat warna ini tidak dapat dipakai untuk pengecatan bakteri. Waktu
pengecatan antara 30 detik – 2 menit tergantung pada afinitas zat warna.
Tujuan :
Melihat morfologi (bentuk susunan) bakteri dengan menggunakan satu macam
zat warna
Teori Dasar
3
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
4
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
dibuang meskipun dengan penggunaan asam alcohol yang kuat sebagai zat
pelarutnya. Dengan sifat yang demikian, mikroorganisme yang demikian
disebut mikroorganisme tahan-asam dan mokroorganisme lainnya yaitu yang
mudah dilarutkan dengan asam alcohol disebut mikroorganisme tidak tahan
asam. Metode ini mengunakan tiga macam zat kimia yang berbeda. 1) zat
warna primer, yaitu karbon Fuchin, 2) zat peluntur warna, 3) counterstain,
yaitu metilen biru (Subandu, 2009).
Prosedur Kerja
Bahan dan Alat:
1. Biakan bakteri Azotobacter chroococum dan Bacillus subtilis
2. Zat warna carbol fuchsin/carbol gentian violet/methylene blue
3. Gelas objek, ose, lampu spirtus, dan botol semprot
4. Kertas saring
5. Minyak imersi
6. Mikroskop
Cara Kerja
Pelaksanaan praktikum ini meliputi dua langkah, yaitu pembuatan film dan
pengecatan.
5
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
A. Pembuatan Film
Pembuatan film berperan penting dalam pengamatan morfologi. Bakteri
yang terlalu bertumpuk atau terlalu tipis di atas gelas objek akan
menghasilkan gambaran yang kurang jelas di bawah mikroskop.
Cara membuat film :
1. Bersihkan gelas objek dengan kapas beralkohol untuk menghilangkan
lemak dan mikroba yang menempel, lalu keringkan di udara
2. Buat lingkaran kecil di bagian bawah gelas objek untuk membatasi
film dengan pensil gelas
3. Ambil satu ose suspensi bekteri secara aseptik, yaitu dengan cara
membakar ose di atas lampu spirtus sampai memijar, kemudian
dinginkan sebentar, lalu tempelkan pada bagian dalam tabung biakan
sebelum mengambil suspensi bakteri
4. Buat film setipis mungkin di atas gelas objek di dalam batas lingkaran
yang telah dibuat
5. Lakukan fiksasi dengan cara melakukan film langsung di atas api
secara cepat dua sampai tiga kali. Maksudnya untuk membunuh
bakteri secara cepat sehingga tidak mengalami perubahan bentuk. Di
samping itu, fiksaki dapat meletakkan bakteri pada gelas objek
Langkah-langkah pembuatan film di atas senantiasa dilakukan sebelum
kita melakukan pengecatan.
B. Pengecatan
1. Tambahkan salah satu zat warna di atas film dengan waktu yang
sesuai, yaitu carbol fuchsin 15-20” (detik), carbol gentian violet 30-
45”, dan methylene blue 3-5’ (menit)
2. Buang zat warna tersebut lalu cuci dengan mengalirkan air
menggunakan botol semprot untuk menghilangkan zat warna yang
tidak terpakai
3. Keringkan dengan kertas saring dengan cara ditempelken perlahan ke
atas film yang telah diwarnai. Jangan menggosok film dengan kerts
saring
6
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Warna : keunguan
Perbesaran : 100 X
Warna : merah
Perbesaran : 100 X
7
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pembahasan
Pewarnaan tunggal bakteri yang menggunakan methylene-blue dapat
menyebabkan beberapa granula, pada beberapa jenis bakteri, yang berada di
dalamnya tampak terwarnai lebih gelap dibandingkan pada bagian luarnya.
Dengan demikian, terlihat pada Azotobacter sp. morfologi yang terlihat
adalah berbentuk coccus atau bulat yang berkoloni dengan warna merah.
Sedangkan pada Bacillus substilis berbentuk batang atau basil yang berwarna
merah. Dan warna yang terlihat pada kedua bakteri tersebut adalah merah karena
pewarnaan menggunakan carbol fuchsin.
Kesimpulan
Pada pewarnaan tunggal, Bacillus subtilis berwarna biru keunguan karena
diberi warna gentian violet. Berbentuk streptobasil. Susunannya ada yang
tunggal dan ada yang berkoloni.
Tujuan :
Membedakan bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif
Teori :
Christian Gram (1884) merupakan penemu prosedur pengecatan gram.
Pengecatan ini merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan paling
banyak digunakan dalam klasifikasi bakteri. Dengan metode ini, bakteri dapat
dipisahkan secara umum menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1. Organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer gentian violet
sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu), disebut
Gram Positif
8
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Biakan murni B. subtilis
2. Zat warna carbol gentian violet, fuchsin/safranin
3. Larutan lugol (I+KI+air), alkohol 95%, minyak imersi
4. Gelas objek, ose, lampu spiritus, dan kertas saring
5. Mikroskop
Cara Kerja
1. Buat film (seperti pada praktikum I)
2. Tambahkan carbol gentian violet selama 3 menit
3. Cuci dengan air yang dialirkan dari botol semprot
4. Tambahkan larutan lugol selama 1 menit
5. Tambahkan 2-3 tetes alkohol biarkan selama 30 detik sampai tidak ada
warna yang larut
9
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Azotobacter chroococum
Perbesaran kuat: 100 X
Zat warna : Carbol Gentian
Violet&Safranin.
Bentuk : Bulat (coccus)
Susunan : tunggal, Koloni
(bergerombol)
Warna : Merah
Gram : ( - ) / negatif
Susunan : Tunggal
Warna : Ungu
Gram : ( + ) / Positif.
10
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pembahasan
Pencucian dengan air mengalir dimaksudkan agar cat dapat hilang secara
sempurna dan tidak tersisa, dikeringanginkan bertujuan agar warna melekat pada
bakteri dan segera kering sehingga bila diwarnai lagi warna sebelumnya tidak
tercampur dengan warna yang baru. Kemudian dilihat di bawah mikroskop agar
dapat mengamati bentuk dan warna sel bakteri. Bakteri gram positif akan
berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah.
Pewarnaaan dengan safrani (1-2 menit) bertujuan sebagai counterstain yang
11
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
digunakan untuk melumuri bagian warna dari sel yang lain daripada endospora
(Prescot, 2002). Kemudian dicuci dengan air mengalir agar warna safranin luntur
dan dikeringanginkan agar warna cepat kering.
Habitat endospora bakteri ini adalah tanah. Mikroba tersebut dalam bentuk spora
yang kekurangan nutrisi. Organisme ini dapat menghasilkan antibiotik selama
sporulation. Contohnya polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacillin. Banyak
dari mikroba Bacillus dapat menurunkan Polymers seperti protein, pati, dan
pektin, sehingga bakteri ini merupakan penyumbang penting kepada siklus karbon
dan nitrogen. Akan tetapi apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan
pembusukan. Berdasarkan pewarnaan sel vegetatif didapatkan warna kemerahan
dan warna endosporanya adalah hijau (Schaechter 2006).
Penjelasan lainnya yaitu pada pewarnaan gram, komposisi dinding sel bakteri
gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak lebih tinggi
daripada yang terkandung pada bakteri gram positif. Selain itu, dinding sel bakteri
gram negatif cenderung lebih tipis terbukti dalam percobaan pewarnaan gram
pada bakteri gram negatif penggunaan alkohol (etanol) menyebabkan
terekstraksinya lipid sehingga memperbesar daya rembes atau permeabilitas
dinding sel gram negatif. Hal itu menyebabkan kompleks zat warna ungu (gentian
violet) yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal dalam proses
pewarnaan dapat diekstraksi. Karena itu bakteri gram negatif (dalam percobaan ini
adalah Basillus subtilis) kehilangan warna tersebut. Berbeda dengan bakteri gram
positif yang memiliki kandungan lipid lebih sedikit, dinding selnya menjadi
12
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Kesimpulan
13
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
PRAKTIKUM II
Pendahuluan
14
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Tujuan :
Teori :
Bakteri dapat mengubah dirinya dari bentuk vegetative menjadi spora bila
keadaan memburuk. Pada bentuk spora kegiatan bakteri akan berhenti ( dorman
atau tidak melakukan metabolisme dan tidak bereproduksi). Dalam bentuk ini
bakteri sangat resisten dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama
meskipun lingkungan dalam keadaan yang kurang baik.
Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Biakan murni Bacillus subtilis
2. Zat kimia / warna carbol fuchsin, methylene blue, malachite green, safranin.
3. Asam sulfat dan alkohol.
15
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Cara Kerja :
A. Metode Klein I
1. Campurkan suspensi bakteri dengan carbol fuschin dalam tabung reaksi
dengan perbandingan 1:1.
2. Panaskan dalam penangas air selama10 menit pada temperatur 80 0 C .
3. Buat film dari campuran suspensi diatas.
4. Celupkan ke dalam asam sulfat selama 1-2 detik.
5. Cuci dengan air, lalu tambahkan methylene blue selama 3 menit.
6. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
7. Amati dengan perbesaran kuat.
8. Catat dan gambar apa yang terlihat. Spora berwarna merah sedangkan
bentuk vegetatif berwarna biru.
B. Metode Klein II
1. Buat film dari suspensi bakteri
2. Tambahkan carbol fuschin, panaskan sampai keluar uap . (80 0 C selam
10 menit )..
3. Langkah-langkah selanjutnya sama dengan metode klein I.
C. Metode Wirtz
1. Buat film dari suspensi bakteri.
2. Tambahkan malachite green, panaskan sampai menguap kurang lebih
selama 2 menit.
3. Cuci dengan air, tambahkan safranin selama 30 detik.
4. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
5. Amati dengan perbesaran kuat.
6. Catat dan amati apa yang terlihat. Spora berwarna hijau dan badan
bakteri berwarna merah muda.
16
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Metode Wirtz
Pembahasan
Pada percobaan metode klein II ini, dapat dilihat bahwa setelah pemberian
asam sulfat dan methylene blue di atas, dan diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100 X, bakteri Bacillus subtilus memiliki sel vegetatifnya berbentuk
batang dan berwarna biru. Dengan latar sporanya di luar sel vegetatif, dan warna
sporanya itu sendiri adalah merah.
17
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Sel spora bakteri memiliki RNA yang mampu mengikat warna sehingga
tetap mempertahankan warna merah yang diberikan carbol fuchsin. Sedangkan sel
vegetatif tidak mampu mengikat warna merah sehingga sel vegetatif tidak
berwarna. Sel-sel vegetatif baru berwarna biru setelah di beri zat warna
methylene blue.
Kesimpulan
18
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Tujuan :
Teori :
Pada bagian sebelah luar dari dinding sel beberapa jenis bakteri terdapat suatu zat
semacam lendir atau gum. Karena zat tersebut mengelilingi bakteri dan
menyerupai kapsul, maka struktur demikian disebut dengan kapsul bakteri.
Struktur kapsul dapat tipis atau tebal tergantung pada jenis bakteri itu sendiri dan
jenis bahan makanan yang terkandung dalam media atau substrat. Kapsul
merupakan ekskresi dari dinding sel bakteri itu sendiri dan berfungsi untuk
melindungi dirinya..
Adanya kapsul pada bakteri pathogen mempunyai hubungan erat dengan virulensi
bakteri itu sendiri. Bakteri dengan kapsul yang tebal mempunyai virulensi yang
lebih tinggi dari pada bakteri dengan kapsul yang tipis atau dengan bakteri yang
tidak berkapsul sama sekali.
Pengecatan kapsul disebut juga pengecatan negatif, karena disini yang diwarnai
adalah latar belakangnya, sedangkan objeknya sendiri (kapsul) tidak diwarnai.
Pada metode Burri-Gins dipakai tinta cina untuk mewarnai latar belakangnya,
sedangkan untuk mewarnai badan sel bakteri digunakan Fuchsin, sehingga badan
bakteri menjadi berwarna merah dan kapsulnya didak berwarna (transparan) pada
latar belakang yang hitam.
19
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
20
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
7. Catat dan gambar apa yang terlihat. Kapsul tidak berwarna sedangkan
badan bakteri berwarna merah dengan latar belakang biru.
Hasil Pengamatan
Metode Maneval
Bacillus subtilis
Pembahasan
21
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Menyebabkan warna kapsul transparan, warna badan bakteri merah dengan bentuk
bakteri seperti batang, dan warna latarnya hijau.
Kesimpulan
PRAKTIKUM III
22
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pendahuluan
Tujuan :
Teori :
Bagian vegetatif jamur (hifa) berupa benang-benang dan ada yang bersekat ada
pula yang tidak bersekat. Kumpulan benang hifa disebut miselium. Umumnya hifa
memiliki tebal 0,5 - 100 µm. Hifa dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Hifa seluler
23
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Adalah hifa yang mempunyai sekat dan tiap sel mengandung satu atau dua
inti.
2. Hifa senositik
Adalah hifa yang mengandung banyak inti dan keseluruhan miselium berupa
satu sel multi inti yang berkesinambungan, tubular, bercabang ada pula yang
tidak bercabang. Dengan kata lain, miselium yang dibagi menjadi beberapa
dinding melintang (septa) dengan setiap segmen menjadi hifa multi inti.
Cara Kerja :
1. Ambil potongan kecil biakan murni dan letakkan pada object glass yang telah
diberi satu tetes lactophenol cotton blue atau lactophenol
2. Untuk melihat bentuk/susunan spora maka potongan biakan dapat langsung
diamati di bawah stereoscopic microscope (hati-hati dalam mengatur jarak
lensa jangan sampai lensa object terkena biakan)
3. Untuk melihat secara detail bentuk sporangiofor/konidiofor dan peletakannya
pada sporangium/konidia, maka biakan harus ditutup dengan gelas penutup.
24
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Tekan gelas penutup pada potongan biakan yang ada sehingga memudahkan
pengamatan
4. Atur jarak lensa object, agar tidak terkena gelas penutup, agardiperoleh focus
yang paling baik. Gunakan perbesaran sampai 10x, tetapi untuk memperjelas
detail maka digunakan perbesaran 40x
5. Amati secara mikroskopis karakteristik spora/konidia, ujung konidiofor, dan
peletakan antara konidia dengan konidiofor
6. Berdasarkan karakteristik koloni tentukan genus jamur-jamur tersebut
7. Jelaskan klasifikasi dari genus tersebut
8. Jelaskan peranan jamur-jamur tersebut
Hasil Pengamatan
Makroskopis Mikroskopis
Trichoderma sp.
Makroskopis Mikroskopis
25
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Fusarium sp
Metharizium sp
Rhizopus sp
Sclerotium sp
Makroskopis Mikroskopis
26
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Rhizoctonia sp
Paecilomyces sp
Makroskopis Mikroskopis
27
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pembahasan
Kesimpulan
PRAKTIKUM IV
REKAYASA GENETIKA BAKTERI
28
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pendahuluan
Rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) dalam arti paling luas adalah
penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan
pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat
dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula
dimasukkan. Masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang
lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekular untuk mengubah
susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang
diarahkan pada kemanfaatan tertentu.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk memperbanyak bakteri dengan cara buatan
dan mentransfer plasmid maupun gen yang bermanfaat pada tanaman.
Teori Umum
Polymerase Chain reaction merupakann reaksi berantai enzimatis untuk
memperbanyak sekuen nukleotida melipatgandakan secara eksponensial suatu
sekuen nukleotida tertentu secara invitro. Metode ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 985 oleh Kary B.Mulllis. Seorang Peneliti di perusahaan CETUS
Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analitik genetic. Pada awal perkembangnnya metode ini hanya
digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan
melakukuan kuantitasi molekul mRNA.
Metode PCR tersebut sangat sensitive. Sensitivitas tersebut membuatnya
dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga
sering digunakan untuk memisahkan gen berkopi tunggal dari dekelompok sekuen
29
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
genom. Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat
dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit,
misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5ug. DNA cetakan yang
digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCr dapat
digunakan untuk melipatgandakan sutu sekuen DNA genom bakteri hanya dengan
mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR.
Konsep asli teknologi PCr mensyaratkan bahwa baguan tertentu sekuaen
DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlabih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polymerase. Perkembangan
lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakuakn pelipatgandaan suatu fragmen
DNA yang belum diketahuisekuennya.
30
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
lebih rendah (37 derajat celcius) tetapi biasanya akan terjadi mispriming yaitu
penempelan promer pada tempata yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi,
spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan
efisiennya akan menurun.
Reaksi tersebut diulang lagi sampai 25- 30 kali sehingga pada akhir siklus
akan didapatkan molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimersi dalam
jumlah yang jauh lebiuh banyak dibandingkan dengan jmlah DNA cetakan yang
digunakan. BAnyaknya siklus implifikasi tergantung pda konsentrasi DNA target
di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk
mrlipatgandakan satu kopi DNA sekuen targr di dalam DNA genom mamalia agar
hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya dengaan elektroforesis gel
agarose Akan tetapi, pada umumnya konsentarsi DNA polymerase taq menjadi
terbatas Faq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplifikasi.
Tabung reaksi yang digunakan untuk PCR diinkubasi sesuai suhu dan
lama inkubasi. Akan tetapi proses yang dilakukan secara manual tersebut
mempunyai kelemahan antar lain ketepatan waktu inkjubasi yang cenderung
rendah sehingga sekarang telah dikembangkan alat yang dapat deprogram secara
jauh lebih tepat untuk melakukan inkubasi pada suhu yang berbeda dengan waktu
yang berbeda pula.
1. DNA polymerase yang Digunakan dalam PCR
Pada awal perkembangannya DNA polymerase yang digunakan dalam
PCR adalah frahemn Klenow DNA polymerase IYang berasal dari E.coli (Mullis
dan Faloona, 1989) Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah
dihilangkan aktivitas eksonuklease (5’-3’)- nya. Beberapa kelemahan fragmen
tersebut antara lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polimerasinya
sedang, dan posesivitasnay rendah.
1. TAq DNA Polimerase
Oleh karena salah satu tahapan PCR adalah denaturasi DNA cetakan
dengan menggunakan suhu tinggi, maka diperlukan suatu enzim DNA polymerase
yang tetap aktif meskipun mengalami inkubasi pada suhu tunggi. Alternatif
Klenow yang kemudian digunakan dalam PCR adalah DNA polymerase yang
berasal dari mikroba termofilik, yaitu DNA polymerase yang berasal dari bakteri
31
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Thermus aquaticus BM, yaitu suatu starin yang tidak mempunyai endonuklease
restriksi Taql. Taq DNA polymerase tersusun atas satu rantai polipeptida dengan
berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzi mini mempunyai kemampuan
polimerisasi DAN yang sangat tinggi, tetapi tidak mempunyai aktivitas
eksonuklease 3’-‘. Enzi mini paling aktif pada pH 9 dan suhu aktivitas
optimumnya 75-80 derajat celcius.
Aktivitas spesifiknya dalam manggabungkan nukleotida mencapai 150
nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh Taq DNA polymerase
adalah 40 menit ( Gelfrand dan white,1990). Detergen non- ionic Tween 20 (0,5-
1%) adapt digunakan untuk meningkatkan efisiensi polymerase Taq DNA
polymerase. Senyawa tambahan lain yang jug adapt meningkatkan efisiensi
polimersi Taq DNA polymerase adalah DMSO, gelati, gliserol, dan ammonium
sulfat..
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim
tersebut mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan
nukleotida sehingga ada kemungjinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil
amplifikasi. Meskupun demikian dengan kondisi yang tepat, kesalahan
penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi seperti misalnya hasil
amplifikasi fragman gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus amplifikasi 30
kali. Dengan demikian rata-rat frekuensi kesalahan pwngabungan nukleotida
sekitar 5x10 6 kesalalahan per nukleotida yang digabungkan per siklus, dengan
menggunakan 25 siklus.
32
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
dinodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA dengan
radionukleotida, digoxigenon, maupun biotin. Oleh karena enzim Tth DNa
polymerase mempunyai aktivitas transcriptase balik pada suhu tinggi maka enzim
ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya struktur
sekunder pada molekul RNA.
33
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
34
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
paling sering digunakan untuk analisis mRNA. Jumlah genom virus laten yang
menginfeksi satu sel sering kali hanya terdiri dari atas beberapa copy. Demikian
pula mutasi gen, translokasi kromosom dan perubahan patologis awal sering kali
hanya melibatkan coy sequen nukleotida. Oleh karena itu, untuk analisis molekul
DNA yang jumlah copynya sedikit didalam sel, harus dilakukan amplifikasi
terlebih dahulu secara in situ. Sebelum dilakukan PCR in sit, sampel jaringan
harus di fiksasi dan dipermeabilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk
mempetahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau jaringan. Biasanya yang
digunakan untuk fiksasi adalah formalin. Jaringan yang masih segar merupakan
sampel yang ideal, walaupun sampel jaringan yang telah difiksasi dengan formalin
juga dapat digunakan untuk PCR in situ. Permeabilisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida
dapat masuk ke dalam inti sel. Setelah permeabilisasi enzim protease yang
digunakan harus dinon aktifkan.
SEtelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi kemudian dilakuikan amplifikasi in
situ yaitu dengan menambahkan komponen yang diperlukan untuk PCR. Setelah
dilakikan PCR selanjutnya sela atau jaringann yang digunakan diambil lagi dan
didekatkan pada gelas objek. Sebagian sel dianalisis dengan elektroforesis gel.
Produk PCR hasil amplifikasi in situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis
dengan teknik hibridisasi ataub dengan imunohistokimia. Secara umum teknik
PCR in situi dfapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. PCR in situ tidak langsung ( indirect in situ PCR)
2. PCR in situ langsung (direct in situ PCR).
Pada teknik PCr in situ tidak langsung dilakukan amplifikasi in situ dan
hibridisasi in situ, tetapi pelacak disiapkan tersendiri. Sebaliknya pada teknin PCr
in situ langsung dilakuiakn amplifikasi in situ dfengan menggunakan nukleotida
yang sudah dilabel sehingga deteksi atas produk PCR dapat dilakukan secara
langsung tanpa menggunakan pelacak. Teknik PCR langsung dianggap
merupakan teknik yang lebih tepat dbanding dengan teknik PCR tidak langsung.
Meskipun demikian, teknik PCR in situ langsung memberikan hasil yang kuramg
meyakinkan disbanding teknok PCr in situ tidak langsung jika dilakukan untuk
sampel berupa potongan jaringan.
35
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Dalam penerapan teknik PCR in situ ini ada beberapa variable penting
yang yang harus diperhatikan antara lain:
1. Tipe bahan awal yang digunakan
2. Tipe dan jumlah kopi urutan nukleotida yang menjadi target
3. Metode amplifikasi cDNA yang digunakan
4. System deteksi
5. Penggunaan control dalam eksperimen.
Aplikasi metode PCR in situ secara umum dapat disariakn sebagai berikut:
1. PCR in situ dengan target dapat digunakan untuk deteksi gen asing dan
deteksi perubahan gen. Gen asing yang dideteksi dapat berupa hasil infeksi
olehsuatu jasad misalnya bakteri, jamur, virus atau gen asing yang merupakan
hasil introduksi melalui proses transgenic, terapi gen, atau hasil transplantasi.
Perubahan gen yang dapat dideteksi dengan metode PCR in situ antara lain mutasi
gen, translokasi, maupun perubahan gen yang lain.
2. RT-PCR in situ dapat digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen asing atau
gen yang aras ekspresinya rendah maupun eksdpresi gen abnormal. Selain itu juga
diterapkan untuk deteksi virus yang bahan genetiknya berupa RNA.
Pembahasan
36
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
37
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
PRAKTIKUM V
38
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pendahuluan
Tujuan Umum :
1. Memisahkan bakteri dan jamur yang berasal dari alam seperti air, udara,
tanah, rizosfer, filosfer atau spermosfer, ataupun dari suspensi yang
mengandung beberapa jenis mikroba.
2. Mengisolasi suatu isolat (genus/spesies) bakteri dan jamur.
3. Mendapatkan biakan murni, yaitu suatu kultur murni yang hanya terdiri atas
satu jenis/isolat bakteri dan jamur.
Teori Umum:
39
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Definisi secara umum menurut Hiltner (1904) , rizosfir sebagai suatu volume
tanah yang mengelilingi akar, dimana dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Rhizosfir berasal dari kata rhizo dan sphere., Rhizo adalah akar,
sedangkan sphere diartikan suatu zona yang mengelilingi suatu “sentral point”
dimana menjadi tempat aktivitas komunitas (”sociaty”) dari beragam jenis
mikroorganisme. Definisi lain dari Rhizosphere adalah zona kontak tanah
(beberapa mm) dengan akar tanaman sebagai “sentral point”, dimana antara
mikroorganisme dan akar terjadi interaksi dan interelasi, artinya aktivitas
mikroorganisme di dalam zona tersebut akan dipengaruhi oleh eksudat akar yang
diproduksi, sebaliknya metabolisme tanaman akan dipengaruhi aktivitas
mikroorganisme yang berada dalam zona tersebut. Hubungan interaksi yang
menguntungkan di dalam rizosfir merupakan salah satu fenomena yang dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman
ataupun kesuburan tanah untuk pertanian.
40
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
41
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Tujuan
Mengisolasi dan menentukan bakteri dan jamur dari rizosfer beberapa tanaman.
Teori
Metode penghitungan yang digunakan pada praktikum ini adalah metode tidak
langsung yang banyak digunakan untuk menentukan populasi mikroba di dalam
tanah. Langkahnya diawali dengan pengenceran suspensi tanah, lalu
menumbuhkan mikroba yang ada di dalam suspensi tanah di dalam plat agar.
Jumlah koloni yang tumbuh menggambarkan jumlah mikroba yang terdapat di
dalam suspensi sehingga satuan dalam perhitungan ini adalah CFU (Colony
Forming Unit) dengan asumsi satu koloni berasal dari satu sel mikroba.
Jumlah mikroba dalam gram tanah contoh (CFU/gr) dihitung dengan membagi
jumlah koloni yang tumbuh dengan faktor pengenceran. Metode ini hanya
42
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
menghitung bakteri hidup dan tidak selamanya satu koloni berasal dari satu sel
bakteri. Selain itu, tidak semua mikroba tanah dapat tumbuh pada media yang
dipakai.
Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Tanah rizosfer tanaman pangan/sayur
2. Akuades steril
3. Pipet steril ukuran 1,0 dan 10 ml, tabung reaksi 18 ml, cawan petri, dan kuas
4. Media agar nutrisi (3 g beef extact, 5 g pepton, 15 g agar, dan 1 L akuades)
5. Media potato dextrose agar (PDA) (200 g kentang, 10 g dekstrosa, 15 g agar,
0,2 g CaCo3, 0,2 g Mg SO4.7H2O, dan 1 L akuades)
Cara Kerja :
7. Inkubasi selama 24 jam. Amati koloni yang tumbuh dan ambil koloni yang
terpisah, tanamkan pada nutrisi agar miring
43
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Koloni Bakteri
Perhitungan :
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 5
10ˉ6
= 5 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 18
10ˉ3
= 18 x 103CFU/gram
Pembahasan
Teknik metode tuang memerlukan agar yang belum padat (>45 oC) untuk
dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan sel-sel bakteri
44
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
tidak hanya pada permukaan agar saja melainkan sel terendam agar (di dalam
agar) sehingga terdapat sel yang tumbuh dipermukaan agar yang kaya O 2 dan ada
yang tumbuh di dalam agar yang tidak begitu banyak mengandung oksigen.
Sehingga hasilnya berbeda dengan metode gores.
Kesimpulan
Perbanyakan bakteri pada metode tuang memiliki nilai CFU per gram
lebih besar daripada perbanyakan jamur
45
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Koloni Bakteri
Perhitungan :
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 45
10ˉ6
= 45 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 6
10ˉ3
= 6 x 103CFU/gram
Pembahasan
Perbanyakan mikroba dengan menggunakan metode gores bertujuan untuk
mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke
46
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
dalam medium baru. Metode ini berbeda dengan metode tuang karena tidak
menghomogenkan mikroba dengan media perbanyakannya. Namun, berdasarkan
hasil praktikum didapatkan bahwa perbanyakan bakteri menghasilkan isolate lebih
banyak daripada perbanyakan jamur. Hal pertama yang mungkin terjadi yaitu
kemampuan perkembangbiakan dari bakteri itu sendiri yang lebih cepat daripada
jamur.
Kesimpulan
Perbanyakan bakteri pada metode gores menghasilkan lebih banyak isolat
daripada perbanyakan jamur
Eksudat akar dianalisis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
daerah rhizosfer lebih banyak dihuni mikroba daripada daerah yang lain
3. Isolasi Bakteri Dan Jamur Dari Filosfer Dan Spermosfer Dengan Metode
Replika
Tujuan
Memperoleh atau membuat biakan murni bakteri dan jamur dari filosfer dan
spermosfer beberapa jenis tanaman
Prosedur Kerja
Alat dan Bahan :
1. Daun dan biji tanaman yang masih segar
2. Media NA dan PDA
3. Pinset, petridish, ose, dan lampu spiritus
Cara Kerja :
1. Tuangkan 10 mL media NA untuk bakteri dan PDA untuk jamur yang masih
cair ke dalam petridish (lakukan secara aseptik). Biarkan membeku.
2. Ambil selembar daun atau potongan daun dan satu biji benih, letakkan
berdampingan di permukaan agar.
3. Tekan permukaan daun dan biji, tutup kembali petridish dan diamkan selama
5 menit.
47
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Perhitungan :
Pada Daun
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 2
10ˉ6
= 2 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 5
10ˉ3
= 5 x 103CFU/gram
Pada Biji
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 7
10ˉ6
= 7 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 6
48
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
10ˉ3
= 6 x 103CFU/gram
Pembahasan
Substansi di rizosfer berasal dari sel akar mati (sloughing off cells) dan
senyawa eksudat akar yang disebut musilas (mucilage). Musilase dapat dihasilkan
dari mikroorganisme dan tanaman. Musilase tanaman diproduksi di tudung akar
umumnya berupa polisakarida, adanya mucilage menyebabkan dinding sel
epidermis menjadi seperti gelatin. Musilase merupakan sisi dimana terjadi
pelekatan mikroorganisme dan terbentuk agregat tanah. Komposisi jenis
karbohidart musilase berbeda untuk setiap jenis tanaman, demikian juga
komposisi eksudat akar beragam untuk setiap kondisi dan jenis tanaman.
Kesimpulan
PRAKTIKUM VI
49
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pendahuluan
Tujuan :
Teori Dasar:
50
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Prosedur Kerja
1. Contoh tanah sawah segar dari lapisan aerob (0-5 cm dari permukaan tanah)
2. Akuades
3. Pipet 1 mL dan 10 mL, 30 tabung reaksi 100 mL, gelas objek dan cover glass
4. Medium gerlof dengan N untuk menghitung cyanobakteri total
Cara Kerja :
51
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Metode MPN :
1. Hitung dan catat jumlah tabung pada setiap pengenceran yang menunjukan
terjadinya pertumbuhan alga
2. Bandingkan dengan tabel probabilitas. Catat bahwa daftar kolom sebagai kode
yang terdiri atas 3 buah angka. Angka tersebut menunjukan jumlah nilai
positif (tabung yang menunjukan pertumbuhan cyanobakteri) pada setiap
pengenceran 3x berturut-turut. Misalnya terdapat 4 tabung positif pada
pengenceran 10ˉ1, 4 pada 10ˉ2, dan 1 tabung pada 10ˉ3, maka kodenya adalah
4-4-1
3. Kode berhubungan dengan nilai 40 pada tabel probabilatas. Nilai ini
merupakan nilai MPN untuk mikroba pada pengenceran kedua (dalam contoh
ini adalah 10ˉ2) yang ditentukan menurut teori probabilitas tertentu
4. Berdasarkan tabel tersebut maka MPN untuk alga dalam satu mL pengenceran
10ˉ2 adalah 40 sehingga MPN cyanobakteri/gram tanah asal adalah :
100 x 40 = 400 MPN/gram
52
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
53
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Kondisi Gelap
0-0-0= 1,8
Pembahasan
Kloroplas dan cyanobakteri telah menggabungkan beberapa reaksi cahaya dari
bakteri fotosintesis berwarna ungu dan bakteri fotosintesis hijau, yang terjadi
secara berangkai, sehingga kedua reaksi cahaya itu menghasilkan energi bagi
suatu elektron tunggal yang memberi energi bagi sintetis ATP, dan mengubah
NADP+. Konsentrasi juga mempengaruhi perubahan warna yang terjadi.
Kemungkinan hal ini disebabkan perbedaan kuantitas bakteri (dalam hal ini
cyanobakteri) pada tiap tabung.
Perubahan warna yang terjadi pada cyanobakteri saat praktikum dilaksanakan
terjadi karena bakteri membutuhkan
energi sehingga menghasilkan suatu
zat berwarna hijau yang berfungsi
54
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Kesimpulan
Bakteri fotosintetik seperti cyanobakteri dapat tumbuh baik di lingkungan
terang daripada dilingkungan gelap.
Konsentrasi mempengaruhi perubahan warna pada tiap tabung akibat
perbedaan kuantitas bakteri (dalam hal ini cyanobakteri).
Cyanobakteri fotosintetik melakukan fotosintesis untuk menghasilkan energi.
Hal ini terlihat dengan adanya perubahan warna pada tabung percobaan
menjadi kehijauan.
55
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
PRAKTIKUM VII
Pendahuluan
56
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
sederhana, namun fungsional. Bahkan bisa dibuat sendiri dengan biaya yang
terjangkau.
Tujuan
Teori Umum
57
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Tujuan
Prosedur Kerja
Alat dan Bahan :
1. Biakan murni Sarcina lutea berumur 72 jam
2. Media cair Nutrisi steril sebanyak 500 mL
3. Alkohol 70%
4. Ose
5. Lampu spiritus
6. Tabung reaksi untuk pengenceran
7. Fermentor 2,5 L dilengkapi dengan pengaduk pada suhu kamar.
c. Cara kerja
1. Masing-masing sebanyak 10 Ml akuades steril ditambahkan ke dalam 2 agar
miring biakan murni bakteri. Keruk dengan ose permukaan koloni dan kocok
dengan vortex sehingga didapatkan suspensi jamur.
2. Sterilkan fermentor dengan alkohol 70%.
3. Masukkan 1L media nutrisi cair steril ke dalam tabung fermentor yang telah
disterilkan (sterilkan memakai alkohol), tambahkan suspensi bakteri sehingga
didapatkan konsentrasi inokulan sebesar 5% (mL). Pasang tutup fermentor
dengan pengaduk. Set kecepatan pengaduk (kecepatan pengaduk 120 Rpm
selama 10 menit).
58
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
7. 2 Perbanyakan Jamur
Tujuan
Prosedur Kerja
a. Cara kerja
59
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
60
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Xt : 84 Xt : 92 Xt : dikali 100.000.000
61
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
Pembahasan
Pembiakan mikroba dalam laboraturium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme.
Setelah medium biakan disiapkan, harus disterilkan lebih dahulu sebelum
digunakan untuk membiakkan mikroba. Bila medium biakan yang disiapkan tidak
disterilkan, mikroba pencemar akan tumbuh menyebabkan kekeruhan medium.
Adanya mikroba pencemar menyebabkan kita tidak dapat mengetahui apakah
perubahan yang terjadi dalam medium disebabkan mikroba yang tumbuh ataukah
oleh mikroba pencemar. Perbedaan sifat – sifat mikroba terhadap induk
semangnya akan berpengaruh terhadap medium apa yang akan dipakai. Populasi
jamur diukur berdasarkan jumlah spora per ml inokulan.
Kesimpulan
62
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008
63