You are on page 1of 63

Nama : Wulan Feitriani

NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

PRAKTIKUM I

MENGAMATI MORFOLOGI BAKTERI

DENGAN PENGECATAN TUNGGAL DAN GRAM

Pendahuluan

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan


sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri merupakan organisme
mikroskopis yang mempunyai ciri-ciri : tubuh uniseluler, tidak berklorofil,
bereproduksi dengan membelah diri, habitatnya dimana-mana (tanah, air, udara,
dan makhluk hidup), dan aktif bergerak pada kondisi lembab. Beberapa bentuk
bakteri yaitu basil, kokus, dan spirilum. Bentuk-bentuk tersebut dapat
menunjukkan karakteristik spesies bakteri, tetapi bergantung pada kondisi
pertumbuhannya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan
bakteri (Edukasi, 2008).
Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Salah satu cara untuk mengetahui struktur,
morfologi, dan sifat kimia bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah
dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Zat warna yang biasa dijadikan untuk
mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuchsin, dan crystal violet. Zat
warna ini menghasilkan in warna (chromophore) yang bermuatan positif sehingga
bakteri yang bermuatan negatif menarik chromophore kationik.
Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen.
Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler
maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan
pewarna asam dan pewarna basa. Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel
bakteri cenderung bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan
negatif akan ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini
disebut pewarna negatif. Contoh pewarna asam misalnya : tinta cina, larutan
Nigrosin, asam pikrat, eosin dan lain-lain. Pewarnaan basa bisa terjadi pada

1
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

senyawa pewarna bersifat positif, sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri
dan sel bakteri jadi terwarna dan terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya
methylene blue, kristal violet, safranin dan lain-lain.
Beberapa pengecatan yang kita kenal ialah pengecatan tunggal atau
sederhana dan pengecatan majemuk. Pengecatan tunggal ialah pengecatan yang
hanya digunakan satu macam zat warna saja, misalnya fuchsin, crystal violet atau
methylene blue(Gupte, 1990). Sedangkan pengecatan majemuk ialah pengecatan
yang menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Dalam pengecatan majemuk
kita kenal pengecatan Gram, Ziehl-Nielsen, klein, Burn Gins, dll. Pengecatan
tunggal hanya bertujuan untuk melihat bentuk sel, sedangkan pengecatan
majemuk dapat membedakan karakteristik suatu morfologi tertentu. Kebanyakan
bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya
bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif).
Sebelum melakukan pengecatan bakteri, dibuat dahulu film di atas gelas objek
dari suspensi bakteri. Tujuan pembuatan film adalah mematikan sel bakteri
dengan cepat tanpa merusak morfologinya dan melekatkan sel bakteri ke
permukaan gelas objek.

Tujuan Umum

 Mengetahui prosedur pengecatan tunggal dan gram

 Pengecatan tunggal dilakukan untuk melihat bentuk sel dan pengecatan


majemuk dilakukan untuk membedakan karakteristik suatu morfologi tertentu
(seperti gram positif atau gram negatif)

Teori Umum

Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat
kimia bakteri harus dilakukan pengecatan sel bakteri. Zat warna yang dapat
digunakan untuk mengecat sel bakteri antara lain methylene blue, basic fuchsin,
dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan ion warna (chromophore) yang

2
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

bermuatan positif, sehingga bakteri yang bermuatan negative menarik


chromophore kationik.

Terdapat dua jenis zat warna yaitu zat warna basa dan asam. Zat warna
basa (methylene blue) dan zat warna asam yang mempunyai chromophore anionic
(eosin). Zat warna ini tidak dapat dipakai untuk pengecatan bakteri. Waktu
pengecatan antara 30 detik – 2 menit tergantung pada afinitas zat warna.

Beberapa pengecatan yang kita kenal ialah pengecatan tunggal atau


sederhana dan pengecatan majemuk. Pengecatan tunggal ialah pengecatan yang
menggunakan satu macam zat warna saja sedangkan pengecatan majemuk ialah
pengecatan yang menggunakan lebih dari satu zat warna. Dalam pengecatan
majemuk kita kenal pengecatan Gram, Ziehl-Nielsen, Klein, Buri Gins, dan lain-
lain. Pengecatan tunggal hanya bertujuan untuk melihat bentuk sel sedangkan
pengecatan majemuk dapat membedakan karakteristik suatu morfologi tertentu.

Sebelum melakukan pengecatan bakteri, dibuat dahulu film di atas gelas


objek dari suspensi bakteri. Tujuan pembuatan film adalah mematikan sel bakteri
dengan cepat tanpa merusak morfologinya dan meletakan.

1.1. Pengecatan Tunggal

Tujuan :
Melihat morfologi (bentuk susunan) bakteri dengan menggunakan satu macam
zat warna
Teori Dasar

Bakteri bersifat transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak


dapat dilihat dengan mata telajang. Untuk mengetahui struktur, morfologi,
dan sifat kimia bakteri, kita perlu melakukan pengecatan terhadap bakteri
tersebut.

Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan


sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana.

3
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri


hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah
bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat
basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri
yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan
penggunaan zat warna penutup. Zat warna yang biasa dijadikan utnuk
mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuschin, dan crystal violet.
Semua zat warna ini bekerja baik terhadap bakteri karena mengahsilkan ion
warna (chromophore) yang mempunyai muatan positif. Bakteri mempunyai
muatan negatif sehingga menarik hromophore kationik

Zat warna digolongkan ke dalam zat warna basa contohnya


methylene-blue (methylene+ chloride-) sedangkan zat warna asam yang
mempunyai chromophore anionik cotohnya eosin (sodium + eosinate-).
Chromophore anionik, eosinate- tidak dapat dipakai mengecat bakteri. Waktu
pengecatan antara 30 detik - 2 menit tergantung pada afinitas zat warna. Suatu
preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam
encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang
tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri
tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies
(Dwidjoseputro, 1994).

Kebanyakan bakteri dapat diwarnai dengan pengecatan sederhana atau


pengecatan gram, tetapi beberapa genus anggota dari genus Mycobakterium,
bersifat resisten dan hanya dapat dilihat dengan metode tahan asam. Karena
M. taberculosis dan M. leprae bakteri yang patogenik bagi manusia, maka
pengecatan itu bernilai diagnosa dalam mengidentifikasi mikroorganisme
tersebut. Perbedaan sifat antara mycobacterium dengan mikroorganisme
lainnya adalah dengan adanya suatu dinding tebal yang berlilin (lipoidal)
yang menyebabkan penetrasi oleh zat warna menjadi sulit. Akan tetapi,
apabila zat warna sudah dapat masuk, zat warna terssebut jadi tidak mudah

4
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

dibuang meskipun dengan penggunaan asam alcohol yang kuat sebagai zat
pelarutnya. Dengan sifat yang demikian, mikroorganisme yang demikian
disebut mikroorganisme tahan-asam dan mokroorganisme lainnya yaitu yang
mudah dilarutkan dengan asam alcohol disebut mikroorganisme tidak tahan
asam. Metode ini mengunakan tiga macam zat kimia yang berbeda. 1) zat
warna primer, yaitu karbon Fuchin, 2) zat peluntur warna, 3) counterstain,
yaitu metilen biru (Subandu, 2009).

Teknik pewarnaan Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang


paling umum digunakan. Disebut demikian karena hanya digunakan satu jenis
cat pewarna untuk mewarnai organisme. Kebanyakan bakteri telah bereaksi
dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofil
(suka akan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromofornya bersifat positif).
Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan
bermacam-macam tipe morfologi (coccus, vibrio, basillus, dsb) dari bahan-
bahan lainnya yang ada pasa olesan yang diwarnai (Hadiotomo, 1990).

Prosedur Kerja
Bahan dan Alat:
1. Biakan bakteri Azotobacter chroococum dan Bacillus subtilis
2. Zat warna carbol fuchsin/carbol gentian violet/methylene blue
3. Gelas objek, ose, lampu spirtus, dan botol semprot
4. Kertas saring
5. Minyak imersi
6. Mikroskop

Cara Kerja
Pelaksanaan praktikum ini meliputi dua langkah, yaitu pembuatan film dan
pengecatan.

5
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

A. Pembuatan Film
Pembuatan film berperan penting dalam pengamatan morfologi. Bakteri
yang terlalu bertumpuk atau terlalu tipis di atas gelas objek akan
menghasilkan gambaran yang kurang jelas di bawah mikroskop.
Cara membuat film :
1. Bersihkan gelas objek dengan kapas beralkohol untuk menghilangkan
lemak dan mikroba yang menempel, lalu keringkan di udara
2. Buat lingkaran kecil di bagian bawah gelas objek untuk membatasi
film dengan pensil gelas
3. Ambil satu ose suspensi bekteri secara aseptik, yaitu dengan cara
membakar ose di atas lampu spirtus sampai memijar, kemudian
dinginkan sebentar, lalu tempelkan pada bagian dalam tabung biakan
sebelum mengambil suspensi bakteri
4. Buat film setipis mungkin di atas gelas objek di dalam batas lingkaran
yang telah dibuat
5. Lakukan fiksasi dengan cara melakukan film langsung di atas api
secara cepat dua sampai tiga kali. Maksudnya untuk membunuh
bakteri secara cepat sehingga tidak mengalami perubahan bentuk. Di
samping itu, fiksaki dapat meletakkan bakteri pada gelas objek
Langkah-langkah pembuatan film di atas senantiasa dilakukan sebelum
kita melakukan pengecatan.

B. Pengecatan
1. Tambahkan salah satu zat warna di atas film dengan waktu yang
sesuai, yaitu carbol fuchsin 15-20” (detik), carbol gentian violet 30-
45”, dan methylene blue 3-5’ (menit)
2. Buang zat warna tersebut lalu cuci dengan mengalirkan air
menggunakan botol semprot untuk menghilangkan zat warna yang
tidak terpakai
3. Keringkan dengan kertas saring dengan cara ditempelken perlahan ke
atas film yang telah diwarnai. Jangan menggosok film dengan kerts
saring

6
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

4. Tambahkan satu tetes minyak imersi


5. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (lensa objektif
100x)
6. Catat dan gambar morfologi bakteri

Hasil dan Pengamatan

Susunan : Tunggal dan koloni


Azotobacter sp.
Bentuk : Bulat (Coccus)

Warna : keunguan

Perbesaran : 100 X

Menggunakan gentian violet

Susunan : Tunggal dan koloni


Bacillus subtilis
Bentuk : Batang (Basil)

Warna : merah

Perbesaran : 100 X

Menggunakan carbol fuchsin

7
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pembahasan
Pewarnaan tunggal bakteri yang menggunakan methylene-blue dapat
menyebabkan beberapa granula, pada beberapa jenis bakteri, yang berada di
dalamnya tampak terwarnai lebih gelap dibandingkan pada bagian luarnya.
Dengan demikian, terlihat pada Azotobacter sp. morfologi yang terlihat
adalah berbentuk coccus atau bulat yang berkoloni dengan warna merah.
Sedangkan pada Bacillus substilis berbentuk batang atau basil yang berwarna
merah. Dan warna yang terlihat pada kedua bakteri tersebut adalah merah karena
pewarnaan menggunakan carbol fuchsin.

Kesimpulan
 Pada pewarnaan tunggal, Bacillus subtilis berwarna biru keunguan karena
diberi warna gentian violet. Berbentuk streptobasil. Susunannya ada yang
tunggal dan ada yang berkoloni.

 Pada Azotobacter chroococum berwarna kemerahan karena diberi warna


fuchsin. Berbentuk streptococcus. Susunannya ada yang tunggal dan ada
yang berkoloni.

1.2. Pengecatan Gram

Tujuan :
Membedakan bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif

Teori :
Christian Gram (1884) merupakan penemu prosedur pengecatan gram.
Pengecatan ini merupakan salah satu prosedur yang amat penting dan paling
banyak digunakan dalam klasifikasi bakteri. Dengan metode ini, bakteri dapat
dipisahkan secara umum menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1. Organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer gentian violet
sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu), disebut
Gram Positif

8
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

2. Organisme yang kehilangan kompleks warana ungu kristal pada waktu


pembilasan dengan alkohol (sehingga bila diperiksa ternyata kosong),
namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, fuchsin/safranin sel
tampak merah muda, disebut Gram Negatif.
Diketahui bahwa komposisi dinding sel bakteri gram positif berbeda dari
bakteri gram negatif. Dinding sel yang lebih tebal pada bakteri gram positif
menyusut oleh perlakuan alkohol karena terjadi dehidrasi, menyebabkan pori-
pori dinding sel menutup sehingga mencegah larutnya kompleks gentian violet
pada langkah penucatan. Di lain pihak, sel-sel gram negatif mempunyai
kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya dan lipid umumnya
larut dalam alkohol dan aseton. Larutnya lipid oleh pemucat yang digunakan
dalam pewarnaan gram diduga memperbesar pori-pori dinding sel sehingga
proses pemucatan pada sel-sel gram negatif berlangsung cepat.
Contoh bakteri gram positif antara lain Bacillus subtilis, Streptococcus lactis,
dan Staphylococcus aureus. Sedangkan bakteri gram negatif antara lain
Corynebacterium diphteri, Escherichia coli, dan Salmonella typhosa.

Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Biakan murni B. subtilis
2. Zat warna carbol gentian violet, fuchsin/safranin
3. Larutan lugol (I+KI+air), alkohol 95%, minyak imersi
4. Gelas objek, ose, lampu spiritus, dan kertas saring
5. Mikroskop

Cara Kerja
1. Buat film (seperti pada praktikum I)
2. Tambahkan carbol gentian violet selama 3 menit
3. Cuci dengan air yang dialirkan dari botol semprot
4. Tambahkan larutan lugol selama 1 menit
5. Tambahkan 2-3 tetes alkohol biarkan selama 30 detik sampai tidak ada
warna yang larut

9
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

6. Cuci dengan air, tambahkan fuchsin/safranin salama 1-2 menit


7. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring (tidak digosok)
8. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objek 100x
9. Catat dan gambar morfologi dan warna sel (bakteri gram positif berwarna
ungu dan gram negatif berwana merah)

Hasil dan Pengamatan

Azotobacter chroococum
Perbesaran kuat: 100 X
Zat warna : Carbol Gentian
Violet&Safranin.
Bentuk : Bulat (coccus)
Susunan : tunggal, Koloni
(bergerombol)
Warna : Merah
Gram : ( - ) / negatif

Bacillus subtilis Perbesaran kuat : 100 X

Zat warna : Carbol Gentian


Violet&Safranin.

Bentuk : Batang (Bacilus)

Susunan : Tunggal

Warna : Ungu

Gram : ( + ) / Positif.

10
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pembahasan

Pada percobaan yang menggunakan Azotobacter chroococum dapat dilihat


bahwa setelah diberikan carbol gentien violet yang merupakan pengecatan awal
dan selanjutnya diberikan lagi larutan lugol, prosesnya disebut dengan mordanisasi,
selanjutnya pengecatan terakhir dengan penambahan safranin yang merupakan
warna tandingan, yang menyebabkan sel-sel pada bakteri tampak berwarna merah
muda. Sel-sel pada bakteri ini berbentuk bulat dengan susunan ada yang tunggal
dan koloni (bergerombol), hasilnya berwarna merah, menandakan bahwa hasil
percobaan ini negatif, karena warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori,
bahwa setelah penambahan warna sel bakteri ini merah sehingga disebut gram
negatif (-).
Sedangkan pada percobaan pengamatan bakteri Bacillus subtilis, dapat dilihat
bahwa setelah pemberian pemberian gentien violet, lugol serta safranin yang
merupakan warna tandingan, meghasilkan sel bakteri tampak berwarna ungu,
meandakan bahwa sel pada bakteri ini merupakan gram positif (+). Dengan bentuk
bakteri seperti batang, dan susunannya tunggal.

Proses perwarnaan dilakukan dengan membersihkan gelas objek dan gelas


penutup dengan alkohol untuk sterilisasi agar tidak kontaminasi. Gram A
mengandung kristal violet yang berwarna ungu merupakan cat primer yang akan
mewarnai bakteri, pewarnaan dilakukan 1 menit agar cat ini dapat melekat
sempurna pada dinding bakteri. Gram D mengandung safranin sehingga bewarna
merah yang merupakan cat sekunder atau kontras berfungsi untuk memberikan
warna bakteri non target, dilakukan selama 30 detik agar bakteri yang catnya telah
luntur dapat terwarnai (Heritage, 2000).

Pencucian dengan air mengalir dimaksudkan agar cat dapat hilang secara
sempurna dan tidak tersisa, dikeringanginkan bertujuan agar warna melekat pada
bakteri dan segera kering sehingga bila diwarnai lagi warna sebelumnya tidak
tercampur dengan warna yang baru. Kemudian dilihat di bawah mikroskop agar
dapat mengamati bentuk dan warna sel bakteri. Bakteri gram positif akan
berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah.
Pewarnaaan dengan safrani (1-2 menit) bertujuan sebagai counterstain yang

11
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

digunakan untuk melumuri bagian warna dari sel yang lain daripada endospora
(Prescot, 2002). Kemudian dicuci dengan air mengalir agar warna safranin luntur
dan dikeringanginkan agar warna cepat kering.

Pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop nampak Bacillus subtilis


berbentuk basil (batang) dan merupakan bakteri gram positif. Jenis ini memiliki
endospora yang letaknya di tengah. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang
berbentuk batang yang Gram-positif (Perez 2000). Bakteri ini tersusun atas
peptidoglycan, yang merupakan polimer dari sugars dan asam amino.
Peptidoglycan yang yang ditemukan di bakteri yang dikenal sebagai murein. Sel
membentuk tembok penghalang antara lingkungan dan bakteri sel yang berguna
untuk mempertahankan bentuk sel dan withstanding sel yang tinggi internal
tekanan turgor (Schaechter 2006).

Habitat endospora bakteri ini adalah tanah. Mikroba tersebut dalam bentuk spora
yang kekurangan nutrisi. Organisme ini dapat menghasilkan antibiotik selama
sporulation. Contohnya polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacillin. Banyak
dari mikroba Bacillus dapat menurunkan Polymers seperti protein, pati, dan
pektin, sehingga bakteri ini merupakan penyumbang penting kepada siklus karbon
dan nitrogen. Akan tetapi apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan
pembusukan. Berdasarkan pewarnaan sel vegetatif didapatkan warna kemerahan
dan warna endosporanya adalah hijau (Schaechter 2006).

Penjelasan lainnya yaitu pada pewarnaan gram, komposisi dinding sel bakteri
gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak lebih tinggi
daripada yang terkandung pada bakteri gram positif. Selain itu, dinding sel bakteri
gram negatif cenderung lebih tipis terbukti dalam percobaan pewarnaan gram
pada bakteri gram negatif penggunaan alkohol (etanol) menyebabkan
terekstraksinya lipid sehingga memperbesar daya rembes atau permeabilitas
dinding sel gram negatif. Hal itu menyebabkan kompleks zat warna ungu (gentian
violet) yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal dalam proses
pewarnaan dapat diekstraksi. Karena itu bakteri gram negatif (dalam percobaan ini
adalah Basillus subtilis) kehilangan warna tersebut. Berbeda dengan bakteri gram
positif yang memiliki kandungan lipid lebih sedikit, dinding selnya menjadi

12
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

terdehidrasi selama perlakuan dengan etanol. Ukuran pori-pori mengecil,


permeabilitas berkurang, dan kompleks gentian violet tidak dapat terekstraksi.

Kesimpulan

 Pada pewarnaan gram, didapatkan hasil Bacillus subtilis merupakan gram


positif. Warna yang terlihat adalah warna ungu.

 Sedangkan pada Azotobacter chroococum terlihat warna merah.


Diidentifikasikan merupakan bakteri gram negatif.

13
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

PRAKTIKUM II

MENGAMATI MORFOLOGI BAKTERI DENGAN PENGECATAN


SPORA DAN KAPSUL

Pendahuluan

Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis


bakteri. Endospora merupakan organisme yang dibentuk dalam kondisi yang stres
karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut di
lingkungan sampai kondisi menjadi baik (Ncbi, 2008). Karena kandungan air
endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka
endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah
mikroskop. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi
umumnya hampir sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan
terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan
keadaan asam. Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada
umumnya, sehingga harus digunakan pewarna spesifik, tetapi sekali diwarnai zat
warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode
pengecatan spora secara umum. Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak
tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif.
Beberapa endospora mempunyai diameter lebih besar daripada sel, dimana
sel tersebut akan nampak menggembang pada letak endosporanya (Ncbi, 2008).
Letak endospora yang berbeda diantara spesies bakteri dapat digunakan untuk
identifikasi. Tipe utama diantara terminal, subterminal dan sentral. Tipe sentral
atau tengah merupakan lokasi dari sel vegetatif yang letaknya tepat di tengah.
Tipe terminal memiliki pengertian letak sel vegetatif diantara ujung dan pinggir
dari sel vegetatif. Tipe subterminal berarti lokasi endosporanya diantara tengah
dan pinggir dari sel vegetatif. Endospora dapat berukuran lebih besar ataupun
kecil dari sel vegetatif yang terdiri dari lapisan protein yang terbuat dari keratin.
Spora ini memiliki resistensi yang tinggi terhadap pewarnaan.

14
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

2.1. Pengecatan Spora Bakteri (Metode Klein dan Wirtz)

Tujuan :

Melihat bentuk spora di dalam sel bakteri.

Teori :

Bakteri dapat mengubah dirinya dari bentuk vegetative menjadi spora bila
keadaan memburuk. Pada bentuk spora kegiatan bakteri akan berhenti ( dorman
atau tidak melakukan metabolisme dan tidak bereproduksi). Dalam bentuk ini
bakteri sangat resisten dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama
meskipun lingkungan dalam keadaan yang kurang baik.

Sifat spora yang demikian menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras


untuk mewarnainya. Berdasarkan letak sporanya dikenal tiga macam letak, yaitu:
sentral, subterminal dan terminal.

Berdasarkan posisinya bakteri dibedakan atas:

1. Endospora, dibentuk didalam sel itu sendiri.


a. Ditengah sel (sentral). Contoh Bacillus Cereus.
b. Di ujung sel (terminal). Contohnya Clostridium thuringensis.
c. Didekat ujung (sub terminal). Contohnya Clostridium subterminale.
Endospora adalah tubuh kecil yang tahan lama terbentuk didalam sel dan
mampu tumbuh menjadi organisme vegetatif yang baru.

2. Eksospora, dibentuk diluar sel. Contoh Streptomyces. Beberapa spesies bakteri


menghasilkan spora eksternal, seperti konidia, yang disangga diujung hifa,
suatu filamen vegetatif, pada streptomyces. Proses ini serupa dengan proses
pembentukan spora pada cendawan.

Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Biakan murni Bacillus subtilis
2. Zat kimia / warna carbol fuchsin, methylene blue, malachite green, safranin.
3. Asam sulfat dan alkohol.

15
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

4. Gelas objek, Ose, dan Tabung reaksi


5. Penangas air, Termometer
6. Mikroskop

Cara Kerja :
A. Metode Klein I
1. Campurkan suspensi bakteri dengan carbol fuschin dalam tabung reaksi
dengan perbandingan 1:1.
2. Panaskan dalam penangas air selama10 menit pada temperatur 80 0 C .
3. Buat film dari campuran suspensi diatas.
4. Celupkan ke dalam asam sulfat selama 1-2 detik.
5. Cuci dengan air, lalu tambahkan methylene blue selama 3 menit.
6. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
7. Amati dengan perbesaran kuat.
8. Catat dan gambar apa yang terlihat. Spora berwarna merah sedangkan
bentuk vegetatif berwarna biru.
B. Metode Klein II
1. Buat film dari suspensi bakteri
2. Tambahkan carbol fuschin, panaskan sampai keluar uap . (80 0 C selam
10 menit )..
3. Langkah-langkah selanjutnya sama dengan metode klein I.
C. Metode Wirtz
1. Buat film dari suspensi bakteri.
2. Tambahkan malachite green, panaskan sampai menguap kurang lebih
selama 2 menit.
3. Cuci dengan air, tambahkan safranin selama 30 detik.
4. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
5. Amati dengan perbesaran kuat.
6. Catat dan amati apa yang terlihat. Spora berwarna hijau dan badan
bakteri berwarna merah muda.

16
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Hasil dan Pembahasan


Metode Klein II

Bacillus subtilis Badan vegetative: warna biru


Spora : warna merah muda
sel vegetatif: bentuk batang

Metode Wirtz

Bacillus subtilis Badan vegetative: merah muda


Spora : warna hijau
sel vegetatif: bentuk batang

Pembahasan

Pada percobaan metode klein II ini, dapat dilihat bahwa setelah pemberian
asam sulfat dan methylene blue di atas, dan diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100 X, bakteri Bacillus subtilus memiliki sel vegetatifnya berbentuk
batang dan berwarna biru. Dengan latar sporanya di luar sel vegetatif, dan warna
sporanya itu sendiri adalah merah.

17
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Sel spora bakteri memiliki RNA yang mampu mengikat warna sehingga
tetap mempertahankan warna merah yang diberikan carbol fuchsin. Sedangkan sel
vegetatif tidak mampu mengikat warna merah sehingga sel vegetatif tidak
berwarna. Sel-sel vegetatif baru berwarna biru setelah di beri zat warna
methylene blue.

Sedangkan pada percobaan yang kedua yaitu menggunakan metode Wirtz


juga sama, pada perobaan bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis tetapi
zat warna yang digunakan adalah malachite green, dan pada percobaan ini
menggunakan zat warna tandingan yaitu safranin. Sehingga setelah diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, menghasilkan sel vegetatifnya
berbentuk seperti batang, dan berwarna merah muda. Latar sporanya berada di
luar sel vegetatif, dengan warna sporanya itu sendiri adalah hijau.

Malachite green merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke


dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air
lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada
endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya. Saat diwarnai oleh
malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah
dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan
safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil
pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin. B. Subtilis akan berwarna hijau
setelah pengecatan. Bacillus pada umumnya bersifat aerobic. Hal ini berarti B.
Subtilis memiliki endospora. Endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan
linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan kimia yang beracun. Selain
itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan. Sekali berhasil diwarnai,
spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna sehingga saat diberi warna dari
safranin tetap berwarna hijau karena spora sudah mengikat malachite dan sulit
mengikat warna yang diberikan kemudian. Bacillus subtilis memiliki endospora
yang terletak di subterminal (Ncbi, 2008).

Kesimpulan

18
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

 Pada bakteri Bacillus subtilis dengan menggunakan metode klein II spora


berwarna merah karena diberikan fuchsin, sedangkan sel vegatatif
berwarna biru karena diberikan methylene blue.
 Pada percobaan yang menggunakan metode Wirtz sel spora berwarna hijau
karena terwarnai oleh malachite green, sedangkan sel vegetatif berwarna
merah muda karena terwarnai oleh safranin.

2.2. Pengecatan Kapsul Bakteri (Metode Buri-Gins dan Maneval)

Tujuan :

Melihat keberadaan kapsul bakteri.

Teori :

Pada bagian sebelah luar dari dinding sel beberapa jenis bakteri terdapat suatu zat
semacam lendir atau gum. Karena zat tersebut mengelilingi bakteri dan
menyerupai kapsul, maka struktur demikian disebut dengan kapsul bakteri.

Struktur kapsul dapat tipis atau tebal tergantung pada jenis bakteri itu sendiri dan
jenis bahan makanan yang terkandung dalam media atau substrat. Kapsul
merupakan ekskresi dari dinding sel bakteri itu sendiri dan berfungsi untuk
melindungi dirinya..
Adanya kapsul pada bakteri pathogen mempunyai hubungan erat dengan virulensi
bakteri itu sendiri. Bakteri dengan kapsul yang tebal mempunyai virulensi yang
lebih tinggi dari pada bakteri dengan kapsul yang tipis atau dengan bakteri yang
tidak berkapsul sama sekali.

Pengecatan kapsul disebut juga pengecatan negatif, karena disini yang diwarnai
adalah latar belakangnya, sedangkan objeknya sendiri (kapsul) tidak diwarnai.

Pada metode Burri-Gins dipakai tinta cina untuk mewarnai latar belakangnya,
sedangkan untuk mewarnai badan sel bakteri digunakan Fuchsin, sehingga badan
bakteri menjadi berwarna merah dan kapsulnya didak berwarna (transparan) pada
latar belakang yang hitam.

19
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pada metode Maneval bakteri diwarnai dengan menggunakan Congo red,


sedangkan untuk mewarnai latar belakangnya diberi cat Maneval. Badan bakteri
akan berwarna merah sedangkan kapsul tidak berwarna pada latar belakang
berwarna hijau.

Bahan dan Alat :

1. Biakan murni Azotobacter chroococum atau Bacillus subtilis


2. Zat kimia/warna larutan fuchsin, Congo red, tinta cina, cat maneval, dan
media cair.
3. Gelas objek, Ose, Lampu spirtus, dan Mikroskop
Cara Kerja :
A. Metode Buri-Gins
1. Bersihkan gelas objek.
2. Teteskan satu ose suspensi bakteri di atas gelas objek pada bagian
ujungnya.
3. Teteskan 1-2 ose tinta cina di dekatnya, lalu campurkan.
4. Buat preparat hapus dengan cara mendorong ke depan dengan
menggunakan gelas objek lain.
5. Keringkan di udara.
6. Tambahkan carbol fuchsin selama 1-2 menit.
7. Keringkan dengan kertas saring.
8. Amati dengan perbesaran kuat.
9. Catat dan amati apa yang terlihat. Kapsul tidak berwarna sedangkan badan
bakteri berwarna merah dengan latar belakang berwarna hitam.
B. Metode Maneval
1. Teteskan 2 ose Congo red pada gelas objek.
2. Ambil 2 ose suspensi bakteri, lalu mencampurkan dengan congo red tadi.
Membuat film setipis mungkin.
3. Keringkan di udara.
4. Tambahkan cat Maneval , diamkan selama 1 menit.
5. Keringkan dengan kertas saring.
6. Amati preparat dengan perbesaran kuat.

20
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

7. Catat dan gambar apa yang terlihat. Kapsul tidak berwarna sedangkan
badan bakteri berwarna merah dengan latar belakang biru.

Hasil Pengamatan

Metode Maneval

Bacillus subtilis

Badan bakteri: warna merah


Kapsul: tidak berwarna
Latar belakang: hijau.

Pembahasan

Umumnya tidak semua bakteri itu memiliki kapsul, sedangkan fungsi


kapsul itu sendiri adalah untuk mendekatkan pada media. Pada percobaan ini,
bakteri diberikan setetes sampai 2 tetes tinta cina, setelah itu diberikan karbol
fuchsin, dan diamati, sehingga dihasilkan warna kapsul transparan, sedangkan
warna pada badan bakteri tersebut merah, dengan warna latarnya adalah hitam.

Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi


mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini
mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk
menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami
pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya
penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat
diperoleh dengan lebih tepat (Hadiotomo, 1990).

Sedangkan pada percobaan dengan meggunakan metode maneval didapat


bahwa bakteri setelah dicampurkan dengan congo red dan diberikan cat maneval.

21
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Menyebabkan warna kapsul transparan, warna badan bakteri merah dengan bentuk
bakteri seperti batang, dan warna latarnya hijau.

Kesimpulan

 Pada metode Burri-Gins, tinta cina digunakan sebagai latar belakangnya,


sedangkan untuk mewarnai badan bakteri digunakan fuchsin, sehingga
badan bakteri berwarna merah dan kapsul tidak berwarna (transparan)
pada latar belakang yang hitam.
 Pada metode Maneval, untuk mewarnai badan bakteri digunakan Congo
red, sedangkan cat Maneval digunakan sebagai latar belakangnya. Badan
bakteri akan berwarna merah, sedangkan kapsul tidak berwarna pada latar
belakang hijau.

PRAKTIKUM III

PENGENALAN STRUKTUR MIKROSKOPIS JAMUR

22
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pendahuluan

Penyakit pada tumbuhan dapat disebabkan karena faktor abiotik


(anorganik) dan penyebab-penyebab nabati (jamur dan bakteri), virus, dan
nematoda.

Jamur itu sendiri memiliki pengertian yaitu mikroorganisme yang sel-


selnya berinti sejati (eukariotik) dengan bentuknya berupa benang, bercabang-
cabang, tidak berklorofil, dan dinding sel mengandung kitin, selulosa atau
keduanya. Jamur merupakan organisme heterotrof yang mendapatkan nutrisi
dengan cara absorbsi dan bereproduksi secara seksual atau aseksual dengan spora.

Jamur merupakan organisme yang sangat penting karena peranannya yang


sangat vital dalam ekosistem dan pengaruhnya terhadap manusia serta berbagai
aktifitas yang berhubungan dengan manusia. Jamur memiliki jenis yang beraneka
ragam. Di dunia ada sekitar 1.5 juta jenis jamur, namun hanya sekitar 74.000-
120.000 yang telah teridentifikasi. Sementara itu, Scmidt dan Muller menduga
bahwa terdapat sedikitnya 600.000 spesies jamur.

Tujuan :

Mengamati struktur jamur, yaitu bentuk hifa dan spora jamur.

Teori :

Jamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati (eukariotik),


berbentuk benang (hifa), bercabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung
kitin atau selulosa atau keduanya, heterotrof, absortif, dan sebagian besar
tubuhnya terdiri dari bagian vegetatif berupa hifa dan generatif berupa spora.

Bagian vegetatif jamur (hifa) berupa benang-benang dan ada yang bersekat ada
pula yang tidak bersekat. Kumpulan benang hifa disebut miselium. Umumnya hifa
memiliki tebal 0,5 - 100 µm. Hifa dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

1. Hifa seluler

23
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Adalah hifa yang mempunyai sekat dan tiap sel mengandung satu atau dua
inti.
2. Hifa senositik
Adalah hifa yang mengandung banyak inti dan keseluruhan miselium berupa
satu sel multi inti yang berkesinambungan, tubular, bercabang ada pula yang
tidak bercabang. Dengan kata lain, miselium yang dibagi menjadi beberapa
dinding melintang (septa) dengan setiap segmen menjadi hifa multi inti.

Jamur dapat berkembang biak dengan menggunakan dan menghasilkan spora.


Spora merupakan bagian reproduksi atau pembiakan terspesialisasi yang terdiri
atas satu atau beberapa sel. Spora ada yang memiliki flgel (zoospore) dan ada pula
yang tidak berflagel (aplonasora). Bentuk dari spora jamur bermacam-macam
diantaranya adalah bulat, lonjong, bulat telur, bulan sabit, dan gada. Warna spora
diantaranya hialin, coklat, oranye, dan hitam.

Bahan dan Alat :

1. Beberapa spesies jamur yang ditumbuhkan di media Potato Dextrose Agar


(PDA) dan jamur-jamur konsumsi
2. Jarum preparat
3. Object glass dan cover glass
4. Mikroskop

Cara Kerja :

1. Ambil potongan kecil biakan murni dan letakkan pada object glass yang telah
diberi satu tetes lactophenol cotton blue atau lactophenol
2. Untuk melihat bentuk/susunan spora maka potongan biakan dapat langsung
diamati di bawah stereoscopic microscope (hati-hati dalam mengatur jarak
lensa jangan sampai lensa object terkena biakan)
3. Untuk melihat secara detail bentuk sporangiofor/konidiofor dan peletakannya
pada sporangium/konidia, maka biakan harus ditutup dengan gelas penutup.

24
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Tekan gelas penutup pada potongan biakan yang ada sehingga memudahkan
pengamatan
4. Atur jarak lensa object, agar tidak terkena gelas penutup, agardiperoleh focus
yang paling baik. Gunakan perbesaran sampai 10x, tetapi untuk memperjelas
detail maka digunakan perbesaran 40x
5. Amati secara mikroskopis karakteristik spora/konidia, ujung konidiofor, dan
peletakan antara konidia dengan konidiofor
6. Berdasarkan karakteristik koloni tentukan genus jamur-jamur tersebut
7. Jelaskan klasifikasi dari genus tersebut
8. Jelaskan peranan jamur-jamur tersebut

Hasil Pengamatan

Makroskopis Mikroskopis

Trichoderma sp.

Makroskopis Mikroskopis

25
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Fusarium sp

Metharizium sp

Rhizopus sp

Sclerotium sp

Makroskopis Mikroskopis

26
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Rhizoctonia sp

Paecilomyces sp

Jamur Merang (Volvariella volvacea)

Jamur Kuping (Auricularuia auricula)

Makroskopis Mikroskopis

Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

27
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Jamur Oncom (Neurospora sitophyla)

Pembahasan

Salah satu cara mengidentifikasi jamur adalah dengan memngamati spora


jamur tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bentuk spora dari
Fusarium sp yang mirip seperti bulan sabit, Metharizium sp bulat lonjong,
Trichoderma sp memiliki cabang tiga, dan lainnya seperti yang dapat terlihat pada
hasil pengamatan tersebut.

Kesimpulan

 Bentuk mikroskopis dan makroskopis jamur memiliki perbedaan yang


nantinya dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi dari jamur
tersebut.

PRAKTIKUM IV
REKAYASA GENETIKA BAKTERI

28
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pendahuluan

Rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) dalam arti paling luas adalah
penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan
pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat
dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula
dimasukkan. Masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang
lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekular untuk mengubah
susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang
diarahkan pada kemanfaatan tertentu.

Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme,


mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga
tumbuh-tumbuhan.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk memperbanyak bakteri dengan cara buatan
dan mentransfer plasmid maupun gen yang bermanfaat pada tanaman.

Teori Umum
Polymerase Chain reaction merupakann reaksi berantai enzimatis untuk
memperbanyak sekuen nukleotida melipatgandakan secara eksponensial suatu
sekuen nukleotida tertentu secara invitro. Metode ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 985 oleh Kary B.Mulllis. Seorang Peneliti di perusahaan CETUS
Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analitik genetic. Pada awal perkembangnnya metode ini hanya
digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan
melakukuan kuantitasi molekul mRNA.
Metode PCR tersebut sangat sensitive. Sensitivitas tersebut membuatnya
dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga
sering digunakan untuk memisahkan gen berkopi tunggal dari dekelompok sekuen

29
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

genom. Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat
dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit,
misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5ug. DNA cetakan yang
digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCr dapat
digunakan untuk melipatgandakan sutu sekuen DNA genom bakteri hanya dengan
mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR.
Konsep asli teknologi PCr mensyaratkan bahwa baguan tertentu sekuaen
DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlabih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polymerase. Perkembangan
lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakuakn pelipatgandaan suatu fragmen
DNA yang belum diketahuisekuennya.

1. Prinsip Dasar PCR


Empat komponen utama proses PCR adalah;
1. DNA cetakan yaitufragmen DNA yang akan dilipatgandakan
2. Oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek
yang digunakan untuk mengawalisintesis rantai DNA.
3. Deoksiribinukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCIP, dGTP,
dTTP
4. Enzim DNA polymerase, yaituenzim yang melakukan katalis reaksi
sintesis rantai DNA.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA cetakan sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double
srtanded ) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denaturasi
DNA dilakuakn dengan menghuankan panas 95 0c selama 1-2 menit, kemudian
suhu diturunkan menjadi 55 derajat celcius sehingga primer akan “menempel”
pada cetakan yang telah terpisahmenjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk
jemabtanhidrogen degan cetakan pada daerah sekuaen yang komplementer dengan
sekuen primer. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada suhub yang

30
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

lebih rendah (37 derajat celcius) tetapi biasanya akan terjadi mispriming yaitu
penempelan promer pada tempata yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi,
spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan
efisiennya akan menurun.
Reaksi tersebut diulang lagi sampai 25- 30 kali sehingga pada akhir siklus
akan didapatkan molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimersi dalam
jumlah yang jauh lebiuh banyak dibandingkan dengan jmlah DNA cetakan yang
digunakan. BAnyaknya siklus implifikasi tergantung pda konsentrasi DNA target
di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk
mrlipatgandakan satu kopi DNA sekuen targr di dalam DNA genom mamalia agar
hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya dengaan elektroforesis gel
agarose Akan tetapi, pada umumnya konsentarsi DNA polymerase taq menjadi
terbatas Faq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplifikasi.
Tabung reaksi yang digunakan untuk PCR diinkubasi sesuai suhu dan
lama inkubasi. Akan tetapi proses yang dilakukan secara manual tersebut
mempunyai kelemahan antar lain ketepatan waktu inkjubasi yang cenderung
rendah sehingga sekarang telah dikembangkan alat yang dapat deprogram secara
jauh lebih tepat untuk melakukan inkubasi pada suhu yang berbeda dengan waktu
yang berbeda pula.
1. DNA polymerase yang Digunakan dalam PCR
Pada awal perkembangannya DNA polymerase yang digunakan dalam
PCR adalah frahemn Klenow DNA polymerase IYang berasal dari E.coli (Mullis
dan Faloona, 1989) Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah
dihilangkan aktivitas eksonuklease (5’-3’)- nya. Beberapa kelemahan fragmen
tersebut antara lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polimerasinya
sedang, dan posesivitasnay rendah.
1. TAq DNA Polimerase
Oleh karena salah satu tahapan PCR adalah denaturasi DNA cetakan
dengan menggunakan suhu tinggi, maka diperlukan suatu enzim DNA polymerase
yang tetap aktif meskipun mengalami inkubasi pada suhu tunggi. Alternatif
Klenow yang kemudian digunakan dalam PCR adalah DNA polymerase yang
berasal dari mikroba termofilik, yaitu DNA polymerase yang berasal dari bakteri

31
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Thermus aquaticus BM, yaitu suatu starin yang tidak mempunyai endonuklease
restriksi Taql. Taq DNA polymerase tersusun atas satu rantai polipeptida dengan
berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzi mini mempunyai kemampuan
polimerisasi DAN yang sangat tinggi, tetapi tidak mempunyai aktivitas
eksonuklease 3’-‘. Enzi mini paling aktif pada pH 9 dan suhu aktivitas
optimumnya 75-80 derajat celcius.
Aktivitas spesifiknya dalam manggabungkan nukleotida mencapai 150
nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh Taq DNA polymerase
adalah 40 menit ( Gelfrand dan white,1990). Detergen non- ionic Tween 20 (0,5-
1%) adapt digunakan untuk meningkatkan efisiensi polymerase Taq DNA
polymerase. Senyawa tambahan lain yang jug adapt meningkatkan efisiensi
polimersi Taq DNA polymerase adalah DMSO, gelati, gliserol, dan ammonium
sulfat..
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim
tersebut mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan
nukleotida sehingga ada kemungjinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil
amplifikasi. Meskupun demikian dengan kondisi yang tepat, kesalahan
penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi seperti misalnya hasil
amplifikasi fragman gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus amplifikasi 30
kali. Dengan demikian rata-rat frekuensi kesalahan pwngabungan nukleotida
sekitar 5x10 6 kesalalahan per nukleotida yang digabungkan per siklus, dengan
menggunakan 25 siklus.

2. Tth DNA Polimerase


Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan adalah Tth DNA
polymerase. Enzi mini diisolasi dan eubakteri thermofilik. Tth DNA polymerase
mempunyai posesivitas yang tinggi dan tidak mempunyai aktivitas eksonuklease
3’-5’. Enzi mini menunjukkan aktiivitas tertinggi pada ph 9. Selain aktivitas
polymerase, enzim ini juga mempunyai aktivitas transcriptase balik ontronsik
yang sangat efisien dengan adanya ion mangan. Aktivitas transkriptasi balik
tersebut jauh lebih tinggi disbanding dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh
DNA polymerase 1. Tth DNA polymerase juga dapat menggunakan substrat yang

32
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

dinodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA dengan
radionukleotida, digoxigenon, maupun biotin. Oleh karena enzim Tth DNa
polymerase mempunyai aktivitas transcriptase balik pada suhu tinggi maka enzim
ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya struktur
sekunder pada molekul RNA.

3. Pwo DNA Polimerase


Enzim Pwo DNa polymerase diisolasi dari archaebacteria hiperthermofilik
Pyrococcus woesei. Enzim pwo DNA polymerase mempunyai berat molekul
sekitar 90 kD. Enzim ini mempunyai prosesivitas polimerasi 5’-3’ yang tinggi,
mempunayi aktivitas eksonuklease 3’-5’, dan tidak menunjukkan aktivitas
eksonuklease 5’-3’.
Pwo DNA polymerase stabilitas thermal yang lebih tinggi disbanding
dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh enzim ini lebih dari 2 jam pada suhu
100 derajat celcius., sedangakan taq Taq DNA polymerase sedangkan Taq DNA
hanya mempunyai waktu paruh 5 menit pada suhu ini. Aktivitas eksonukleses 3’
– 5’ yang dimilki oleh Pwo DNA polymerase meningkatkan ketepatan proses
sintesis DNA 10 kali lebih tinggi disbanding dengan ketepatan yang dimiliki oleh
Taq DNA polymerase. Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase
adalah molekul DNA dengan ujung tumpul sehingga dapat digunakan dalam
proses ligasi ujung tumpul secara langsung tanpa harus dilakuakn modifikasi
terhadap ujung molekul DNA. Oleh karena sifat ketepatannya yang tinggi maka
enzim ini sangat berguna untuk aplikasi:
a. Cloning produk PCR
b. Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual
c. Karakterisasi mutasi yang jarang di dalam suatu jaringan
d. Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul tunggal
e. Karakterisasi populasi sel dalam suatu kultur
4. Pfu dan Ti DNA Polimerase
DNA polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah Pfu DNA
polymerase dan Tliu DNA plomerase. Pfu SDNA pplimerase diisolasi
mempunyai berat molekul 92 kd, aktif pada suhu 74 derajat celcius dan

33
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

mempunyai aktivitas eksonuklese 3’-5’. Enzim ini memepunyai laju kesalahan


yanhg paling kecil disbanding dengan enzim DNA polymerase yang lain. Produk
amplifikasi dengan menggunakan enzim ini adalah molekul DNA dengan ujung
tumpul.
2. Pengembangan Teknik PCR
Sejak pertama kali diperkenankan, teknik PCR berkembang pesat.dan
diaplikasiakn untuk bermacam-macam tujuan, baik untuk riset dasar maupun
aplikasi praktis. Pada aspek metodologinya, teknik PCR yang pertama kali
diperkenalkan memerlukan banyak kondisi khusus untuk menjamin
keberhasilannya.
1. Reverse Transkriptase PCR (RT-PCR)
Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul
RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam sel. Sebelu teknik
ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakikan dengan
metode hibridisasi in situ, northen blot, dot blot atau slot blot, analisis
menggunakan si nuclease, atau dengan metode pengujian RNse protection Assay.
Metode hibridisasi in situ bersifat sangat sensitive hingga dapat digunakan untuk
analisis molekul m RNA yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit, tetapi teknik
ini cukup sulit untuk dilakukan. Metode yang lain, meskipun lebih mudah
dilakukan tidak cukup sensitive. Oleh karena itu, kemudian dikembangkan teknik
RT-PCR untuk mengatasi kelemahan metode yang lain tersebut. Oleh karena PCR
tidak dapat dilakukan dengan mengguankan RNA sebagai cetakan maka terlebih
dahulu dilakukan proses transkripsi balik terhadap molekul mRNA sehingga
diperoleh molekul cDNA (complementary DNA).
2. PCR In Situ
Analisis DNA atau mRNA hasil transkripsi dapat dilakukan dengan
beberapa macam cara, misalnya hibridisasi mRNA : RNA atau DNA : DNA,
dengan system dot blot atau slot blot. Analisis dapat dilakukan terlebih dahulu
dengan isolasi DNA atau mRNA dan sel atau jaringan atau dengan metode yang
lebih maju. Teknik semacam ini dikenal sebagai hibridisasi in situ. Teknik ini
memerlukan molekul RNA atau DNA target dalam jumlah paling tidak 20 copy
dalam satu sel agar dapat terdeteksi. Oleh karena itu, teknik hibridisasi in situ

34
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

paling sering digunakan untuk analisis mRNA. Jumlah genom virus laten yang
menginfeksi satu sel sering kali hanya terdiri dari atas beberapa copy. Demikian
pula mutasi gen, translokasi kromosom dan perubahan patologis awal sering kali
hanya melibatkan coy sequen nukleotida. Oleh karena itu, untuk analisis molekul
DNA yang jumlah copynya sedikit didalam sel, harus dilakukan amplifikasi
terlebih dahulu secara in situ. Sebelum dilakukan PCR in sit, sampel jaringan
harus di fiksasi dan dipermeabilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk
mempetahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau jaringan. Biasanya yang
digunakan untuk fiksasi adalah formalin. Jaringan yang masih segar merupakan
sampel yang ideal, walaupun sampel jaringan yang telah difiksasi dengan formalin
juga dapat digunakan untuk PCR in situ. Permeabilisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida
dapat masuk ke dalam inti sel. Setelah permeabilisasi enzim protease yang
digunakan harus dinon aktifkan.
SEtelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi kemudian dilakuikan amplifikasi in
situ yaitu dengan menambahkan komponen yang diperlukan untuk PCR. Setelah
dilakikan PCR selanjutnya sela atau jaringann yang digunakan diambil lagi dan
didekatkan pada gelas objek. Sebagian sel dianalisis dengan elektroforesis gel.
Produk PCR hasil amplifikasi in situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis
dengan teknik hibridisasi ataub dengan imunohistokimia. Secara umum teknik
PCR in situi dfapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. PCR in situ tidak langsung ( indirect in situ PCR)
2. PCR in situ langsung (direct in situ PCR).
Pada teknik PCr in situ tidak langsung dilakukan amplifikasi in situ dan
hibridisasi in situ, tetapi pelacak disiapkan tersendiri. Sebaliknya pada teknin PCr
in situ langsung dilakuiakn amplifikasi in situ dfengan menggunakan nukleotida
yang sudah dilabel sehingga deteksi atas produk PCR dapat dilakukan secara
langsung tanpa menggunakan pelacak. Teknik PCR langsung dianggap
merupakan teknik yang lebih tepat dbanding dengan teknik PCR tidak langsung.
Meskipun demikian, teknik PCR in situ langsung memberikan hasil yang kuramg
meyakinkan disbanding teknok PCr in situ tidak langsung jika dilakukan untuk
sampel berupa potongan jaringan.

35
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Dalam penerapan teknik PCR in situ ini ada beberapa variable penting
yang yang harus diperhatikan antara lain:
1. Tipe bahan awal yang digunakan
2. Tipe dan jumlah kopi urutan nukleotida yang menjadi target
3. Metode amplifikasi cDNA yang digunakan
4. System deteksi
5. Penggunaan control dalam eksperimen.

Aplikasi metode PCR in situ secara umum dapat disariakn sebagai berikut:
1. PCR in situ dengan target dapat digunakan untuk deteksi gen asing dan
deteksi perubahan gen. Gen asing yang dideteksi dapat berupa hasil infeksi
olehsuatu jasad misalnya bakteri, jamur, virus atau gen asing yang merupakan
hasil introduksi melalui proses transgenic, terapi gen, atau hasil transplantasi.
Perubahan gen yang dapat dideteksi dengan metode PCR in situ antara lain mutasi
gen, translokasi, maupun perubahan gen yang lain.
2. RT-PCR in situ dapat digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen asing atau
gen yang aras ekspresinya rendah maupun eksdpresi gen abnormal. Selain itu juga
diterapkan untuk deteksi virus yang bahan genetiknya berupa RNA.

Pembahasan

Keberhasilan PCR sangat ditentukan oleh beberapa factor, yaitu:


1. Deoxiribonukleotida triphosphat (dNTP)
2. Oligonukleotida Primer
3. DNA template
4. Komposisi larutan buffer
5. Jumlah siklus reaksi
6. Enzim yang digunakan
7. Faktor teknis dan nonteknis lainnya, misalnya kontaminasi.
Keunggulan metode PCR adalah kemampuannya dalam melipatgandakan
suatu fragmen DNA sehingga dapat mencapai 109 kali lipat.

1. Jelaskan bagaimana memperbanyak vektor plasmid yang sekuen


DNAnya sudah disisipi gen yang berasal dari organisme lain ?

36
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

a. Plasmid dipotong dengan enzim restriksi. Sekuen DNA yang dipotong


GAATTC
b. Bagian-bagian plasmid yaitu replication arigin, multiple kloning,
impicilin-resistance.
c. Sekuen DNA asing disambung dengan enzim ligase
d. Bakteri E.coli ditambahkan ke dalam larutan yang berisi plasmid
e. Setelah plsamid masuk dalam bakteri E.coli, larutan ini dituangkan dalam
media pertumbuhan bakteri yang mengandung ampicilin, diinkubasi pada
suhu 37oC.
f. Bakteri yang tidak mengandung plasmid dengan gen ampicilin resisten
akan mati, sehingga hanya bakteri yang mengandung plasmid saja yang
terus hidup.
g. Bakteri memperbanyak diri, termasuk Plasmid kemudian membentuk
koloni.

2. Transfer Dana dari Plasmid Agrobacerium ke Sel Tanaman (salah


satu teknik untuk membuat tanaman transgenik)
Agrobacterium yang mengandung plasmid yang telah disisipkan
gen tertentu yang bermanfaat (misalnya tahan terhadap herbisida dsb)
ditransformasikan ke sel daun dengan cara mengerat daun dengan scalpel
yang telah dicelupkan ke Agrobacterium yang mengandung plasmid
rekombinan. Penggunaan teknologi kultur jaringan menjadikan daun
ditumbuhkan pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh untuk
merangsang tunas menjadi tanaman baru. Jika sekuen DNA rekombinan
akan hidup dan menjadi tanaman transgenik, sedangkan tanaman yang
tidak mengandung DNA rekombinan akan mati. Mengapa tanaman yang
disemprot herbisida dapat hidup ?
Pada tanaman yang hidup disimpan gen tahan terhadap herbisida
melalui agrobacterium yang disisipkan Ti-Plasmid yang resisten terhadap
herbisida sehingga saat agrobacterium dioles pada daun, maka gen yang
resisten terhadap herbisida akan ditransfer ke daun.

37
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

PRAKTIKUM V

ISOLASI DAN PENENTUAN POPULASI BAKTERI DAN JAMUR

38
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

DARI RIZOSFER, FILOSFER, DAN SPERMOSFER

Pendahuluan

Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi


terdiri dari campuran berbagai macam sel. Populasi mikroba di alam sekitar kita
sangat besar dan komplek. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya
menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran
pencernaan, dan kulit. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan beribu-
ribu mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan bakteri (Pelczar, 1986).
Bakteri tersebar sangat luas baik ditanah, air dan udara, bila hendak
mengisolasi bakteri dari tanah/ benda padat yang mudah tersuspensi atau terlarut,
atau zat cair lain, maka dilakukan serangkaian pengenceran (dilution series)
terhadap zat tersebut. Sumber isolat dari bakteri benda yang liat atau padat,
misatnya daging maka zat tersebut dihancurkan terlebih dahulu. Tehadap bakteri
yang hanya terdapat dipermukaan maka pengenceran dilakukan terhadap air
tempat zat tersebut dicelupkan/ direndam. Dan jika bakteri hendak diisolasi dari
udara, cukup dengan membuka cawan petri yang berisi media agar steril beberapa
saat.
Di dalam laboratorium mikrobiologi, populasi bakteri ini dapat diisolasi
menjadi kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi,
sifat dan kemampuan biokimiawinya.

Tujuan Umum :

1. Memisahkan bakteri dan jamur yang berasal dari alam seperti air, udara,
tanah, rizosfer, filosfer atau spermosfer, ataupun dari suspensi yang
mengandung beberapa jenis mikroba.
2. Mengisolasi suatu isolat (genus/spesies) bakteri dan jamur.
3. Mendapatkan biakan murni, yaitu suatu kultur murni yang hanya terdiri atas
satu jenis/isolat bakteri dan jamur.

Teori Umum:

39
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Tanaman dan bagian tanaman tertentu merupakan habitat bagi


mikroorganisme. Bagian tanaman yang berasosiasi spesifik dengan
mikroorganisme tersebut antara lain filosfir, rizosfir, dan spermosfir.

Definisi secara umum menurut Hiltner (1904) , rizosfir sebagai suatu volume
tanah yang mengelilingi akar, dimana dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Rhizosfir berasal dari kata rhizo dan sphere., Rhizo adalah akar,
sedangkan sphere diartikan suatu zona yang mengelilingi suatu “sentral point”
dimana menjadi tempat aktivitas komunitas (”sociaty”) dari beragam jenis
mikroorganisme. Definisi lain dari Rhizosphere adalah zona kontak tanah
(beberapa mm) dengan akar tanaman sebagai “sentral point”, dimana antara
mikroorganisme dan akar terjadi interaksi dan interelasi, artinya aktivitas
mikroorganisme di dalam zona tersebut akan dipengaruhi oleh eksudat akar yang
diproduksi, sebaliknya metabolisme tanaman akan dipengaruhi aktivitas
mikroorganisme yang berada dalam zona tersebut. Hubungan interaksi yang
menguntungkan di dalam rizosfir merupakan salah satu fenomena yang dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman
ataupun kesuburan tanah untuk pertanian.

Filosfer adalah daerah permukaan tanaman yang berhubungan langsung


dengan udara atmosfer, yang meliputi daun, pucuk daun, helai bunga, dan kuntum
bunga. Pengetahuan tentang komposisi kualitatif mikroflora di permukaan daun
masih terbatas, jika dibandingkan dengan mikroba di rizosfer. Sejumlah hasil
penelitian berhasil menjelaskan keberadaan mikroba di permukaan daun, tetapi
banyak mikroba filosfer yang tidak berhasil diidentifikasi. Mikroba yang paling
banyak ditemui adalah

a. bakteri: Achromobacter, Azorobacter, Bacillus, Mycobacterium,


Beijerinckia, Aerobacter dan Mycoplasma
b. Ragi: Rhodotorula, Cryptococcus, Torulopsis
c. Jamur: Aureobasidium pullulans, Cladosporium herbarum, Epicoccum
nigrum.
Penelitian mengenai mikroba filosfer umumnya lebih ditujukan pada
mikroba patogen yang menyebabkan nekrosis di permukaan daun. Sebenarnya,

40
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

filosfer banyak dihuni oleh mikroba menguntungkan seperti bakteri pemfiksasi N


yang mensuplai N tersedia untuk tanaman melalui daun.
Spermosfer adalah daerah yang melingkupi permukaan biji (benih) yang sedang
bergerminasi. Spermosfer dikolonisasi oleh mikroba, biasanya di ujung embrio.
Tergantung dari jenis tanaman, kolonisasi mikroba oleh mikroorganisme udara
(airborne microorganism) dapat terjadi selama pembentukan benih.

Media yang digunakan dalam perbanyakan mikroba antara lain :

 Berdasarkan “kepadatannya”, media dibagi atas:


1. Media cair, yaitu media yang mempunyai komposisi bahan dan nutrisi
yang diperlukan tanpa bahan pemadat.
2. Media setengah padat (semi solid), media yang diberi bahan padat
1,5%
3. Media padat (media solid), ditambah 3%
 Berdasarkan fungsinya dikenal 3 media :
a. Media agar plat, yaitu media agar padat dalam petridish, digunakan
untuk isolasi bakteri dan inumersi(perhitungan) jumlah/populasi bakteri.
b. Media agar tegak, yaitu media agar setengah padat dalam tabung
reaksi, digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makrokopis.
c. Media agar miring, yaitu media agar padat dalam tabung reaksi yang
diletakan miring sehingga mempunyai permukaan media yang lebih luas
dari permukaan agar tegak, digunakan untuk menumbuhkan dan
menyimpan biakan murni sebagai stok biakan murni.
Sedangkan isolasi bakteri dan jamur dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

a. Metode Gores (streak plate method)


Setelah masa inkubasi satu atau dua hari, plate agar akan ditumbuhi
berbagai jenis koloni dengan pola pertumbuhan koloni sesuai alur goresan
kultur. Setelah kita beda-bedakan koloni yang tumbuh berdasarkan sifat-
sifat koloninya, selanjutnya kita ambil koloni yang terpisah lalu pindahkan
pada media nutrisi agar miring. Bila dalam plate agar terdapat tiga jenis
koloni yang berbeda maka kita peroleh tiga biakan murni.

41
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

b. Metode tuang (pour method)


Pada cara ini kita tuangkan media nutrisi agar steril yang belum membeku
(temperatur tidak lebih dari 450C, pada suhu ini agar tidak membeku dan
bakteri tidak mati) kedalam petridis steril yang telah diisi suspensi bakteri
yang akan diisolasi, petridish yang berisi suspensi bakteri dan nutrisi agar
gerakan ke-kiri ke-kanan dan putar beberapa kali agar suspensi bakteri
tersebar merata dalam media biakan membeku, kemudian inkubasi selama
24 jam dengan cara petridish diletakan terbalik.

c. Metode replika bahan tanaman


Pada metode ini kita menempelkan bahan tanaman seperti daun, batang,
atau benih ke atas plat agar selama 5 menit. Kemudian plat agar diinkubasi
selama 1-3 hari.
Setelah masa inkubasi akan terlihat tumbuh beberapa jenis koloni bakteri
yang tersebar. Ambil koloni yang terpisah, tanamkan pada media nutrisi
agar miring inkubasi maka akan diperoleh biakan murni.

1. Isolasi Dan Penentuan Populasi Bakteri Dan Jamur Dari Rizosfer


Dengan Metode Tuang

Tujuan
Mengisolasi dan menentukan bakteri dan jamur dari rizosfer beberapa tanaman.

Teori
Metode penghitungan yang digunakan pada praktikum ini adalah metode tidak
langsung yang banyak digunakan untuk menentukan populasi mikroba di dalam
tanah. Langkahnya diawali dengan pengenceran suspensi tanah, lalu
menumbuhkan mikroba yang ada di dalam suspensi tanah di dalam plat agar.
Jumlah koloni yang tumbuh menggambarkan jumlah mikroba yang terdapat di
dalam suspensi sehingga satuan dalam perhitungan ini adalah CFU (Colony
Forming Unit) dengan asumsi satu koloni berasal dari satu sel mikroba.
Jumlah mikroba dalam gram tanah contoh (CFU/gr) dihitung dengan membagi
jumlah koloni yang tumbuh dengan faktor pengenceran. Metode ini hanya

42
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

menghitung bakteri hidup dan tidak selamanya satu koloni berasal dari satu sel
bakteri. Selain itu, tidak semua mikroba tanah dapat tumbuh pada media yang
dipakai.

Prosedur Kerja
Bahan dan Alat :
1. Tanah rizosfer tanaman pangan/sayur
2. Akuades steril
3. Pipet steril ukuran 1,0 dan 10 ml, tabung reaksi 18 ml, cawan petri, dan kuas
4. Media agar nutrisi (3 g beef extact, 5 g pepton, 15 g agar, dan 1 L akuades)
5. Media potato dextrose agar (PDA) (200 g kentang, 10 g dekstrosa, 15 g agar,
0,2 g CaCo3, 0,2 g Mg SO4.7H2O, dan 1 L akuades)

Cara Kerja :

1. Koleksi tanah rizosfer dengan cara mengambil tanah yang menempel di


perakaran dengan bantuan kuas.
2. Suspensikan 1 gram tanah ke dalam 9 mL akuades sehingga didapat suspense
tanah dengan pengenceran 10ˉ1. Kocok selama lima menit dan biarkan selama
15 menit.
3. Kemudian ambil sebanyak 1 mL suspense tanah dari pengenceran pertama
10ˉ1 dan pidahkan ke dalam tabung yang berisi 9 mL akuades. Kocok sampai
merata.
4. Lanjutkan pengenceran sampai 10ˉ7.
5. Dari pengenceran 10ˉ6 dan 10ˉ7 ambil masing-masing 0,5 mL suspensi
kemudian masukan ke dalam cawan petri. Tuangkan 15 mL media agar
nutrisi. Goyangkan cawan petri agar suspensi dan media tercampur homogen.
6. Dari pengenceran 10ˉ3 dan 10ˉ4 ambil masing-masing 0,5 mL suspensi
kemudian masukan ke dalam cawan petri. Tuangkan 15 mL media PDA untuk
penghitungan jamur. Goyangkan cawan petri agar suspensi dan media
tercampur homogen.

7. Inkubasi selama 24 jam. Amati koloni yang tumbuh dan ambil koloni yang
terpisah, tanamkan pada nutrisi agar miring

43
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

8. Tentukan isolat bakteri/jamur yang tumbuh berdasarkan karakteristik koloni.


9. Hitung koloni tersebut di permukaan atau sedikit di bawah permukaan media.
Jumlah yang memenuhi syarat adalah 30-300 CFU/plat agar.

Hasil dan Pengamatan

Koloni Bakteri

Perhitungan :
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 5
10ˉ6
= 5 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 18
10ˉ3
= 18 x 103CFU/gram

Pembahasan
Teknik metode tuang memerlukan agar yang belum padat (>45 oC) untuk
dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan petri lalu kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebarkan sel-sel bakteri

44
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

tidak hanya pada permukaan agar saja melainkan sel terendam agar (di dalam
agar) sehingga terdapat sel yang tumbuh dipermukaan agar yang kaya O 2 dan ada
yang tumbuh di dalam agar yang tidak begitu banyak mengandung oksigen.
Sehingga hasilnya berbeda dengan metode gores.

Kesimpulan

 Perbanyakan bakteri pada metode tuang memiliki nilai CFU per gram
lebih besar daripada perbanyakan jamur

2. Isolasi Bakteri Dan Jamur Dari Suspensi Campuran Dengan Metode


Gores
Tujuan
Mengisolasi dan memperoleh biakan murni bakteri dan jamur dari rizosfer
beberapa jenis tanaman.
Prosedur Kerja
Alat dan Bahan :
1. Suspensi tanaha dengan pengenceran 10ˉ2
2. Media NA dan PDA
3. Ose, petridish, lampu spiritus
4. Media agar miring NA dan PDA
Cara Kerja :
1. Tuangkan 10 mL media NA yang masih mencair ke dalam petridish (lakukan
secara aseptik) biarkan membeku
2. Lakukan prosedur yang sama dengan media PDA
3. Ambil satu ose suspensi tanah, buatlah goresan-goresan pada pemukaan plat
agar NA dan PDA dengan simple sreak
4. Inkubasikan selam 24-48 jam sampai koloni bakteri dan jamur tumbuh. Amati
koloni yang tumbuh dengan asumsi setiap koloni yang terpisah adalah satu
isolat.

45
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

5. Ambil isolat menenggunakan ose kemudian tanamkan pada agar miring NA


untuk bakteri dan PDA untuk jamur. Penanaman dilakukan dengan membuat
goresan sebanyak mungkin di permukaan agar miring.
6. Inkubasikan selama 24 jam.

Hasil dan Pengamatan :

Koloni Bakteri

Perhitungan :
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 45
10ˉ6
= 45 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 6
10ˉ3
= 6 x 103CFU/gram

Pembahasan
Perbanyakan mikroba dengan menggunakan metode gores bertujuan untuk
mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke

46
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

dalam medium baru. Metode ini berbeda dengan metode tuang karena tidak
menghomogenkan mikroba dengan media perbanyakannya. Namun, berdasarkan
hasil praktikum didapatkan bahwa perbanyakan bakteri menghasilkan isolate lebih
banyak daripada perbanyakan jamur. Hal pertama yang mungkin terjadi yaitu
kemampuan perkembangbiakan dari bakteri itu sendiri yang lebih cepat daripada
jamur.

Kesimpulan
 Perbanyakan bakteri pada metode gores menghasilkan lebih banyak isolat
daripada perbanyakan jamur
 Eksudat akar dianalisis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
daerah rhizosfer lebih banyak dihuni mikroba daripada daerah yang lain

3. Isolasi Bakteri Dan Jamur Dari Filosfer Dan Spermosfer Dengan Metode
Replika
Tujuan
Memperoleh atau membuat biakan murni bakteri dan jamur dari filosfer dan
spermosfer beberapa jenis tanaman

Prosedur Kerja
Alat dan Bahan :
1. Daun dan biji tanaman yang masih segar
2. Media NA dan PDA
3. Pinset, petridish, ose, dan lampu spiritus

Cara Kerja :

1. Tuangkan 10 mL media NA untuk bakteri dan PDA untuk jamur yang masih
cair ke dalam petridish (lakukan secara aseptik). Biarkan membeku.
2. Ambil selembar daun atau potongan daun dan satu biji benih, letakkan
berdampingan di permukaan agar.
3. Tekan permukaan daun dan biji, tutup kembali petridish dan diamkan selama
5 menit.

47
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

4. Angkat daun dan biji kemudian tutup kembali petridish.


5. Inkubasikan selama 1-2 hari dengan posisi tutup petridish berada di bagian
bawah.
6. Amati pertumbuhan bakteri di permukaan agar, isolate bakteri diisolasikan
dari koloni yang terpisah.

Hasil dan Pengamatan :

Perhitungan :
Pada Daun
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 2
10ˉ6
= 2 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 5
10ˉ3

= 5 x 103CFU/gram

Pada Biji
Jumlah bakteri/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 7
10ˉ6
= 7 x 106 CFU/gram
Jumlah jamur/gram tanah = rata-rata koloni
Pengenceran
= 6

48
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

10ˉ3

= 6 x 103CFU/gram

Pembahasan

Substansi di rizosfer berasal dari sel akar mati (sloughing off cells) dan
senyawa eksudat akar yang disebut musilas (mucilage). Musilase dapat dihasilkan
dari mikroorganisme dan tanaman. Musilase tanaman diproduksi di tudung akar
umumnya berupa polisakarida, adanya mucilage menyebabkan dinding sel
epidermis menjadi seperti gelatin. Musilase merupakan sisi dimana terjadi
pelekatan mikroorganisme dan terbentuk agregat tanah. Komposisi jenis
karbohidart musilase berbeda untuk setiap jenis tanaman, demikian juga
komposisi eksudat akar beragam untuk setiap kondisi dan jenis tanaman.

Eksudat tersebut mengandung sejumlah bahan terlarut di dalam air.


Pertumbuhan mikroba yang cepat di rizosfer menunjukkan bahwa daerah ini kaya
akan substrat untuk pertumbuhan mikroba dan bahwa substrat yang dihasilkan
akar tanaman selalu berada dalam keseimbangan untuk tetap menjaga suplai
makanan yang diperlukan mikroba.

Kesimpulan

 Jumlah mikroba yang terdapat pada rizosfir lebih banyak daripada


mikroba yang terdapat di spermosfer dan filosfer

 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlah mikroba yang


terdapat pada zona tersebut seperti eksudat akar (baik tipe ataupun
jumlahnya), spesies tanaman, kondisi fisiologis tanaman (umur, status
nutrisi) dan kondisi abiotik (suhu, struktur tanah, aerasi, kadar air).

PRAKTIKUM VI

UJI METABOLISME BAKTERI FOTOSINTETIK

PADA KONDISI GELAP DAN TERANG

49
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Pendahuluan

Mikroorganisme merupakan salah satu makhluk hidup yang hanya dapat


dilihat dengan bantuan mikroskop. Karena ukurannya yang sangat kecil, maka
sukar sekali untuk menghitung mikroorganisme. Oleh sebab itu, praktikan harus
mengetahui cara-cara untuk melakukan perhitungan mikroorganisme dengan
metode-metode tertentu, yaitu metode ALT (Angka Lempeng Total), MPN (Most
Probable Number), dan metode Turbidimetri.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengenceran


dan setelah itu ditambahkan dengan medium yang sesuai dan kemudian
diinkubasikan. Setelah jangka waktu tertentu, diamati hasil pertumbuhan mikroba
dan kemudian dihitung jumlah mikroorganisme dengan menggunakan metode-
metode yang telah ditentukan.

Tujuan :

1. Membandingkan populasi cyanobakteri (bakteri fotosintesis) yang


ditumbuhkan pada kondisi tanpa dan dengan sinar matahari.
2. Membandingkan morfologi mikroskopis cyanobakteri yang tumbuh pada
kondisi gelap dan terang.

Teori Dasar:

Tipe metabolism fotoautotrof terdapat pada cyanobakteri yang memiliki


pigmen klorofil untuk menangkap energi cahaya dalam bentuk foton. Pada tipe
metabolisme ini, bakteri memfiksasi CO2 menjadi C6H12O6 melalui proses
fotosintesis. Berbeda dengan tanaman tinggi, fotosintesis bakteri hijau hanya
berlangsung dalam satu tahap fotosistem.

50
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Di daerah tropis beberapa cyanobakteri hidup di permukaan tanah yang


lembab dan di tanah sawah dengan itensitas cahaya tinggi. Populasi terbanyak
terdapat di lapisan tanah dekat permukaan tanah lembab. Cyanobakteri dianggap
penting karena dianggap sebagai produsen makanan melalui fotosintesis dan
beberapa spesies dapat memfiksasi nitrogen di udara.

Metode untuk menentukan kemampuan proliferasi bakteri hijau adalah


penghitungan tidak langsung untuk menduga populasi cyanobakteri adalah
metode Most Probable Number. Pada metode ini suspense tanah diencerkan dan
ditumbuhkan pada media cair yang selektif sehingga hanya alga yang bersifat
fotosintetik yang dapat tumbuh selama inkubasi di tempat yang mendapat cahaya.

Prosedur Kerja

Bahan dan Alat :

1. Contoh tanah sawah segar dari lapisan aerob (0-5 cm dari permukaan tanah)
2. Akuades
3. Pipet 1 mL dan 10 mL, 30 tabung reaksi 100 mL, gelas objek dan cover glass
4. Medium gerlof dengan N untuk menghitung cyanobakteri total

Cara Kerja :

1. Buat pengenceran tanah sampai 10ˉ6


2. Pindahkan dari pengenceran 10ˉ1, 10ˉ2, dan 10ˉ3 masing-masing 0,5 mL ke
dalam 5 buah tabung reaksi yang berisi 5 mL media cair gerlof
3. Susun ke 15 tabung di rak sesuai dengan pengencerannya
4. Buat dua seri kultur inkubasikan satu seri di tempat gelap dan lainnya di
tempat terang selama 2 minggu
5. Amati pertumbuhan cyanobakteri dengan mengidentifikasi warna hijau di
dalam larutan atau di dasar dan di permukaan larutan
6. Catat jumlah tabung pertumbuhan positif dari setiap derat pengenceran 10ˉ 1,
10ˉ2, dan 10ˉ3. Ambil beberapa tetes larutan dari tabung yang menunjukan
pertumbuhan, pindahkan ke gelas objek dan amati morfologi cyanobakteri

51
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Metode MPN :

1. Hitung dan catat jumlah tabung pada setiap pengenceran yang menunjukan
terjadinya pertumbuhan alga
2. Bandingkan dengan tabel probabilitas. Catat bahwa daftar kolom sebagai kode
yang terdiri atas 3 buah angka. Angka tersebut menunjukan jumlah nilai
positif (tabung yang menunjukan pertumbuhan cyanobakteri) pada setiap
pengenceran 3x berturut-turut. Misalnya terdapat 4 tabung positif pada
pengenceran 10ˉ1, 4 pada 10ˉ2, dan 1 tabung pada 10ˉ3, maka kodenya adalah
4-4-1
3. Kode berhubungan dengan nilai 40 pada tabel probabilatas. Nilai ini
merupakan nilai MPN untuk mikroba pada pengenceran kedua (dalam contoh
ini adalah 10ˉ2) yang ditentukan menurut teori probabilitas tertentu
4. Berdasarkan tabel tersebut maka MPN untuk alga dalam satu mL pengenceran
10ˉ2 adalah 40 sehingga MPN cyanobakteri/gram tanah asal adalah :
100 x 40 = 400 MPN/gram

Hasil dan Pengamatan :


 Bakteri yang ditempatkan di daerah terang setelah satu minggu

 bakteri yang ditempatkan ditempat gelap setelah satu minggu

52
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Setelah praktikum dilaksanakan dan ditunggu selama satu minggu terlihat


perbedaan yang cukup jelas antara tabung yang ditempatkan pada daerah terang
dan tabung yang ditempatkan didaerah gelap.
Dalam satu minggu tabung yang ditempatkan ditempatkan di daerah terang
terutama pada pengenceran 10-1 telah menunjukkan adanya pertumbuhan
cyanobakteri pada seluruh tabung, begitu pula pada pengenceran 10-2. Sedangkan
tabung pada pengenceran 10-3 belum menunjukkan perubahan warna. Seluruh
tabung yang ditempatkan di daerah gelap tidak menunjukkan adanya perubahan
baik pada pengenceran 10-1, 10-2, ataupun 10-3.
Setelah dua minggu, tabung yang ditempatkan di daerah terang seluruhnya telah
berubah warna menjadi kehijauan baik pada pengenceran 10 -1, 10-2, dan 10-3.
Sedangkan seluruh tabung yang ditempatkan di daerah gelap seluruhnya tidak
mengalami kehijauan.

Jumlah tabung positif pada setiap pengenceran


Tabung positif pada pengenceran
Cahaya
10-1 10-2 10-3
Terang 5 5 5
Gelap 0 0 0

MPN pada minggu kedua :


 Kondisi Terang
5-5-5 = 1600

MPN cyanobakteri/gram tanah asal adalah :

100 x 1600 = 16 x 104 MPN/gram

53
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

 Kondisi Gelap

0-0-0= 1,8

MPN cyanobakteri/gram tanah asal adalah :

100 x 1,8 = 1,8 x 102 MPN/gram

Morfologi sianobakteri di tempat terang Morfologi sianobakteri di tempat gelap

Tidak tumbuh sianobakteri karena


Sianobakteri memiliki pigmen bakteri ini bersifat fotoautotrof
fotosintetik klorofil a, karotenoid, sehingga apabila tidak ada cahaya
dan fikobiliprotein dan dapat maka bakteri tidak akan tumbuh.
melakukan fotosintesis oksigenik.
Secara morfologi, sianobakter dapat
dikelompokkan ke dalam spesies-
spesies uniselular.

Pembahasan
Kloroplas dan cyanobakteri telah menggabungkan beberapa reaksi cahaya dari
bakteri fotosintesis berwarna ungu dan bakteri fotosintesis hijau, yang terjadi
secara berangkai, sehingga kedua reaksi cahaya itu menghasilkan energi bagi
suatu elektron tunggal yang memberi energi bagi sintetis ATP, dan mengubah
NADP+. Konsentrasi juga mempengaruhi perubahan warna yang terjadi.
Kemungkinan hal ini disebabkan perbedaan kuantitas bakteri (dalam hal ini
cyanobakteri) pada tiap tabung.
Perubahan warna yang terjadi pada cyanobakteri saat praktikum dilaksanakan
terjadi karena bakteri membutuhkan
energi sehingga menghasilkan suatu
zat berwarna hijau yang berfungsi

54
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

untuk fotosintesis. Zat tersebut dihasilkan oleh selaput-selaput fotosintetis.


Selaput-selaput fotosintetis pada sianobakteri sesungguhnya merupakan selaput
intraselular, yang membatasi sac (kantung), disebut tilakoid, yang memiliki pusat-
pusat reaksi maupun kompleks pemanen cahaya yang disebut phycobilisome.
Phycobilisome ini merupakan granula yang banyak, menutupi tilakoid dan
menempel di PS II. Phycobilisome ini terdiri dari protein-protein yang disebut
phycobiliprotein, yang menyerap cahaya pada kisaran 450-660 nm, bergantung
pada bukaan-rantai tetrapyrrole (phycobilin) yang secara bersamaan terikat pada
protein melalui jalinan thioether ke residu sistein di phyco-biliprotein.
Penelitian tentang fotosintesis yang dilakukan dengan alga (ganggang) oleh
Emerson, mengamati bahwa efisiensi fotosintesis yang diukur sebagai mol
oksigen yang dikembangkan per einstein yang diserap (yakni quantum yield/hasil
quantum) cukup tinggi, melebihi panjang gelombang yang diserap oleh klorofil
dan pigmen pemanen cahaya, namun jatuh secara drastis pada 685 nm; meskipun
pada faktanya, klorofil itu dapat terus menyerap cahaya antara 680-700 nm. Hal
ini kemudian diketahui sebagai efek dari “red-drop” karena cahaya 700 nm itu
adalah red (berwarna merah). Terdapat dua pusat reaksi, pertama yang
memperoleh energi dengan cahaya pada panjang gelombang sekitar 700 nm yang
disebut Pusat Reaksi I; dan kedua yang memperoleh energi dengan panjang
gelombang cahaya yang lebih pendek, disebut Pusat Reaksi II. Kedua hal itu juga
disebut fotosistem I dan II.

Kesimpulan
 Bakteri fotosintetik seperti cyanobakteri dapat tumbuh baik di lingkungan
terang daripada dilingkungan gelap.
 Konsentrasi mempengaruhi perubahan warna pada tiap tabung akibat
perbedaan kuantitas bakteri (dalam hal ini cyanobakteri).
 Cyanobakteri fotosintetik melakukan fotosintesis untuk menghasilkan energi.
Hal ini terlihat dengan adanya perubahan warna pada tabung percobaan
menjadi kehijauan.

55
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

PRAKTIKUM VII

PERBANYAKAN BAKTERI DAN JAMUR

Pendahuluan

Produk-produk berbasis mikroba seperti biofertilizer, biokontrol,


biopestisida, biodekomposer, ataupun produk biomassa mikroba memerlukan
fermentor untuk memproduksinya. Fermentor untuk memproduksi mikroba ini
tidak harus berteknologi tinggi. Fermentor dapat dibuat dengan peralatan

56
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

sederhana, namun fungsional. Bahkan bisa dibuat sendiri dengan biaya yang
terjangkau.

Sedangkan untuk perhitungan biasanya menggunakan plate count / viable


count yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam
suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media
pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang
tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah
mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal
dari satu sel mikroorganisme karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung
membentuk kelompok atau berantai. Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah
Coloni Forming Units (CFU’s) per ml. koloni yang tumbuh berasal dari suspensi
yang diperoleh menggunakan pengenceran bertingkat dari sebuah sampel yang
ingin diketahui jumlah bakterinya.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk memproduksi inokulan bakteri dan jamur.

Teori Umum

Untuk dapat digunakan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai bahan


penelitian, bakteri dan jamur harus dioerbanyak dalam volume yang relatif besar.
Penggunaan fermentor sudah lazim dilakukan untuk perbayakan sel bakteri dan
jamur dengan tujuan untuk produksi inokulan.

Pada prinsipnya perbanyakan bakteri dan jamur adalah menumbuhkan


mikroba tersebut di dalam media zat cair selektif. Untuk memperbanyak bakteri
heterotrof umumnya digunakan media nutrisi Azotobacter chrococcum digunakan
untuk media Ashby bebas N karena bakteri ini dapat memfiksasi N 2 dari udara.
Jumlah biakan murni yang ditambahkan, komposisi media, kondisi fisik, dan lama
inkubasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan akhirnya konsentrasi
bakteri/jamur di dalam inokulan cair.

Kualitas inokulan selain ditentukan oleh metabolit sekunder di dalamnya,


juga sangat ditentukan oleh populasi bakteri/jamurnya. Populasi bakteri diukur

57
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

berdasarkan jumlah Colony Forming Unit (CFU) per mL inokulan sedangkan


jamur diukur berdasarkan jumlah spora per mL inokulan.

7.1 Perbanyakan Bakteri

Tujuan

1. Meproduksi inokulamn bakteri pada fermentor


2. Menentukan populasi bakteri di dalam inokulan

Prosedur Kerja
Alat dan Bahan :
1. Biakan murni Sarcina lutea berumur 72 jam
2. Media cair Nutrisi steril sebanyak 500 mL
3. Alkohol 70%
4. Ose
5. Lampu spiritus
6. Tabung reaksi untuk pengenceran
7. Fermentor 2,5 L dilengkapi dengan pengaduk pada suhu kamar.

c. Cara kerja
1. Masing-masing sebanyak 10 Ml akuades steril ditambahkan ke dalam 2 agar
miring biakan murni bakteri. Keruk dengan ose permukaan koloni dan kocok
dengan vortex sehingga didapatkan suspensi jamur.
2. Sterilkan fermentor dengan alkohol 70%.
3. Masukkan 1L media nutrisi cair steril ke dalam tabung fermentor yang telah
disterilkan (sterilkan memakai alkohol), tambahkan suspensi bakteri sehingga
didapatkan konsentrasi inokulan sebesar 5% (mL). Pasang tutup fermentor
dengan pengaduk. Set kecepatan pengaduk (kecepatan pengaduk 120 Rpm
selama 10 menit).

58
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

4. Inkubasikan selama 72 jam pada suhu kamar.


5. Ambil sampel dari pipa di dasar tabung fermentor.
6. Lakukan pengenceran (menggunakan aquadest 9 mL) sampai 10-8
7. Tuangkan 0.5 mL sampel dengan pengenceran 10-8 ke dalam cawan petri
steril dan tambahkan 15 mL media nutrisi agar (NA) pada suhu 45 0C.
Lakukan duplo (duplo). Inkubasikan kultur di inkubator pada suhu 30 0C
selama 1-2 hari sampai terbentuk koloni bakteri.
8. Hitung jumlah koloni di setiap plat agar.

7. 2 Perbanyakan Jamur

Tujuan

1. Memroduksi inokulan jamur pada fermentor


2. Menentukan populasi jamur di dalam inokulan

Prosedur Kerja

Alat dan Bahan :

1. Biakan murni Trichoderma sp. berumur 72 jam


2. Media cari PDA
3. Alkohol 70%
4. Ose
5. Lampu spiritus
6. Tabung reaksi untuk pengenceran
7. Fermentor 2,5 L dilengkapi dengan pengaduk (suhu kamar)

a. Cara kerja

59
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

1. Masing-masing sebanyak 10 mL aquades steril ditambahkan ke dalam agar


miring biakan murni jamur. Keruk dengan ose permukaan koloni dan kocok
dengan vortex sehingga didapatkan suspensi jamur.
2. Masukkan masing-masing 1L media Ashby cair ke dalam dua tabung
fermentor yang telah disterilkan dengan alkohol 70%.

60
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

3. Ke dalam fermentor tersebut ditambahkan 20 mL suspensi jamur sehingga


didapatkan konsentrasi inokulan sebesar 4%. Pasang tutup dengan pengaduk.
Atur kecepatan pengaduk (kecepatan pengaduk 120 Rpm selama 10 menit).
4. Inkubasikan selama 72 jam pada suhu kamar.
5. Ambil sampel dari pipa di dasar tabung fermentor.
6. Lakukan pengenceran dari 1 mL sampel sampai 10-6.
7. Hitung populasi jamur di dalam suspensi pengenceran 10-6 dengan metode
pengenceran plat pada media PDA.
8. Lakukan duplo (dua kali). Inkubasikan kultur di inkubator pada suhu 300C
selama 1-2 hari sampai terbentuk koloni jamur.
9. Hitung jumlah koloni di setiap plat agar.

7.3 Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Genus / Spesies Bakteri : Sarcina sp.

Jumlah koloni Populasi bakteri di dalam

Plat agar 1 Plat agar 2 inokulan

X0 : 136 X0 : Tak terhingga X0 : dikali 1.000

Xt : 84 Xt : 92 Xt : dikali 100.000.000

Genus / Spesies Jamur : Trichoderma sp.

Jumlah Koloni Populasi jamur di dalam

61
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

Plat agar 1 Plat agar 2 inokulan

Xo: Tak hingga Xo: Tak hingga Xo: Tak hingga

Xt: 2 Xt: 6 Xt: (2+6)/2=4

Trichoderma Sarchina lutea

Pembahasan
Pembiakan mikroba dalam laboraturium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme.
Setelah medium biakan disiapkan, harus disterilkan lebih dahulu sebelum
digunakan untuk membiakkan mikroba. Bila medium biakan yang disiapkan tidak
disterilkan, mikroba pencemar akan tumbuh menyebabkan kekeruhan medium.
Adanya mikroba pencemar menyebabkan kita tidak dapat mengetahui apakah
perubahan yang terjadi dalam medium disebabkan mikroba yang tumbuh ataukah
oleh mikroba pencemar. Perbedaan sifat – sifat mikroba terhadap induk
semangnya akan berpengaruh terhadap medium apa yang akan dipakai. Populasi
jamur diukur berdasarkan jumlah spora per ml inokulan.

Kesimpulan

62
Nama : Wulan Feitriani
NPM : 150110080191
Agroteknologi-E 2008

 Perbanyakan bakteri dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat


apabila di bandingkan dengan perbanyakan jamur
 Dalam perbanyakan mikroba medium mempengaruhi perkembangan
mikroba

63

You might also like