Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
ALIFUDDIN WACHID
09650153
E
Sebelum mengulas tentang perkembangan budaya Jawa saat ini kita perlu
mengetahui pengertian dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan dengan budi dan akal.
Kebudayaan didefinisikan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak1.
Di masa sekarang perkembangan budaya daerah di Indonesia cenderung
stagnan atau malah bisa terpuruk dikarenakan serbuan budaya-budaya dari luar negeri
terutama kebudayaan barat yang terdukung oleh perkembangan teknologi yang
sekarang ini banyak dikuasai oleh orang-orang dari Eropa dan Amerika. Mereka
menampilkan beragam kebudayaan barat yang sebagian besar sesungguhnya
bertentangan dengan ajaran agama Islam yang banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia.
Budaya Jawa berkembang seiring dengan penyebaran penduduk suku Jawa ke
berbagai wilayah di dunia sejak masa penjajahan Belanda hingga masa sekarang.
Seperti yang sudah kita ketahui penduduk suku Jawa telah menyebar hingga ke benua
Amerika yaitu di negara Suriname ketika masa penjajahan Belanda untuk
dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan milik Belanda.
Kebudayaan Jawa terbentuk sejak jaman kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
berkuasa di pulau jawa sehingga sebagian besar hasil-hasil kebudayaan Jawa
dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu-Budha. Hal ini terbukti ketika diadakan suatu
acara yang terkadang menggunakan sesajen dari buah-buahan seperti yang dilakukan
umat Hindu di Bali. Hal-hal seperti ini bisa menimbulkan syirik yaitu menyekutukan
Allah sebagai satu-satunya Tuhan di alam semesta. Di beberapa daerah hal ini malah
dijadikan suatu kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun, misalkan setelah panen
raya mereka melakukan “sedekah bumi” dan melarung sebagian hasil bumi mereka ke
sungai atau ke laut dengan harapan musim panen yang akan datang mereka
mendapatkan hasil panen yang melimpah. Kegiatan ini juga dijadikan sebagai penarik
1
Herimanto;Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Cet. II; Jakarta Timur: Bumi Aksara, 2009),
h.25
wisatawan untuk sekedar melihat prosesi “sedekah bumi” seperti yang terlihat di
dalam foto di bawah ini.
4
http://jengjeng.matriphe.com/grebeg-maulud-puncak-acara-sekaten.html
mendapat bagian apa pun dari gunungan tersebut, dia akan mendapat berkah. Filosofi
berebut atau “ngrayah” ini menggambarkan bahwa untuk mencapai suatu tujuan,
manusia harus “ngrayah” atau berusaha untuk mengambilnya5.
Memang, tradisi ini tidak lepas dari masuknya pengaruh Islam di tanah Jawa.
Dan hanya di ritual Grebeg inilah rakyat bisa menyaksikan kesepuluh prajurit keraton
dari dekat, terutama saat mereka mengawal Gunungan. Memang hasil bumi dan
jajanan itu dapat dengan mudah ditemui di pasar-pasar, namun segala hal yang berbau
Keraton bagi rakyat Jogja yang masih teguh memegang tradisi adalah sesuatu yang
keramat dan membawa rejeki. Istilahya adalah “Ngalap Berkah”. Terlepas dari aspek
“Ngalap Berkah”, tradisi rutin ini adalah sebuah daya tarik pariwisata bagi kota
Jogjakarta. Tentu saja selain menggaet banyak wisatawan lokal maupun mancanegara,
5
http://jengjeng.matriphe.com/grebeg-maulud-puncak-acara-sekaten.html
tradisi budaya ini menunjukkan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta bagi rakyat
Jogjakarta tidak hanya sebagai pemerintah tetapi juga sebuah ikon pengabdian rakyat
kepada kepada pemimpinnya yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono X.6
Kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan
tersebut membawa berkah bagi dirinya telah menjurus ke arah syirik/menyekutukan
Allah swt. padahal tradisi ini didasari untuk memperingati hari-hari besar Islam.
Seharusnya sudah sejak dari dulu pihak kraton yang mengadakan acara ini telah
mewaspadai terjadinya penyelewengan maksud dari penyelenggaraan tradisi ini.
Sebaiknya tradisi ini dimulai dengan adanya ceramah keagamaan terlebih dahulu dan
mengingatkan bahwa yang maha memberi berkah adalah Allah swt. dan mempercayai
sesuatu selain Allah dapat memberikan keberkahan merupakan salah satu perbuatan
syirik/menyekutukan Allah yang merupakan salah satu dosa yang paling besar.
Selain tradisi grebegan suku Jawa juga memiliki banyak hasil-hasil
kebudayaan yang lain, berikut akan saya ulas beberapa kebudayaan dari suku Jawa.
1. Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa
terutama di beberapa bagian Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota
Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara
terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan
kabupaten Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia7.
Bahasa Jawa menyebar seiring tersebarnya penduduk suku Jawa ke berbagai
daerah baik itu di Indonesia maupun ke mancanegara seperti di Malaysia, Suriname,
dan Belanda. Bahkan di Malaysia terdapat kawasan pemukiman Jawa yang dikenal
dengan nama kampung Jawa atau padang Jawa.
Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang
didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung
(61,9%), Sumatra Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%). Khusus
masyarakat Jawa di Sumatra Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak
yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah
Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa
6
http://wismabahasa.wordpress.com/2007/10/03/tradisi-grebeg-syawal/
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa
Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui
program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda8.
Di dalam Bahasa Jawa terdapat banyak perbedaan dalam pengucapan
bahasanya atau sering disebut perbedaan dialek. Perbedaan ini diklasifikasikan
menjadi dua yaitu :
1. Dialek menurut daerah
2. Dialek menurut status sosial
Karena bahasa ini terbentuk dari gradasi-gradasi yang sangat berbeda dengan
Bahasa Indonesia maupun Melayu, meskipun tergolong rumpun Austronesia.
Sedangkan dialek daerah ini didasarkan pada wilayah, karakter dan budaya setempat.
Perbedaan antara dialek satu dengan dialek lainnya bisa antara 0-70%. Untuk
klasifikasi berdasarkan dialek daerah, pengelompokannya mengacu kepada pendapat
E.M. Uhlenbeck, 1964, di dalam bukunya : "A Critical Survey of Studies on the
Languages of Java and Madura", The Hague: Martinus Nijhoff8.
1. Dialek Banten
2. Dialek Cirebon
3. Dialek Tegal
4. Dialek Banyumasan
5. Dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)
1. Dialek Pekalongan
2. Dialek Kedu
3. Dialek Bagelen
4. Dialek Semarang
5. Dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6. Dialek Blora
7. Dialek Surakarta
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa
8. Dialek Yogyakarta
Kedua dialek diatas yaitu Dialek Surakarta dan Dialek Yogyakarta dianggap
sebagai bahasa baku dari berbagai macam dialek bahasa Jawa.
9. Dialek Madiun
Kelompok kedua di atas sering disebut Bahasa Jawa Standar, khususnya dialek
Surakarta dan Yogyakarta.
1. Ngoko lugu
Dialek Ngoko lugu ini merupakan dialek yang paling sering digunakan karena
yang paling sering digunakan karena lebih mudah dipelajari dan digunakan daripada
dialek sosial lainnya. Dialek ini digunakan ketika berbicara dengan sesama teman,
kepada orang yang lebih muda umurnya, ataupun kepada seseorang yang lebih rendah
kedudukannya.
2. Ngoko andhap
3. Madhya
4. Madhyantara
5. Krama
6. Krama Inggil
Dialek ini biasanya digunakan ketika berbicara dengan orang tua, kepada
orang yang status sosialnya lebih tinggi, atau kepada seseorang yang kita hormati.
7. Bagongan
8. Kedhaton
Kedua dialek terakhir digunakan di kalangan keluarga Keraton dan sulit dipahami
oleh orang Jawa kebanyakan.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda, dalam sebuah kalimat yang secara
tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap
lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Namun harus diakui bahwa
tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya. Biasanya mereka hanya
mengenal ngoko dan sejenis madya9.
Perkembangan bahasa Jawa kini cenderung turun dikarenakan semakin
berkembangnya penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini bisa kita temukan di daerah
perkotaan yang biasanya banyak yang berasal dari suku Jawa kita jarang mendengar
pembicaraan yang menggunakan bahasa Jawa padahal daerah tersebut berada di pulau
Jawa. Namun jika kita berada di daerah pedesaan yang sebagian besar dihuni oleh
suku Jawa kita akan mudah menemukan orang yang menggunakan bahasa Jawa.
2. Aksara Jawa
Aksara Jawa adalah jenis tulisan yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa.
Aksara Jawa merupakan pengembangan dari huruf Pallawa yang berasal dari
kebudayaan Hindu-Budha India. Masing-masing huruf ini mempunyai makna
tersendiri, berikut makna-makna dari masing-masing aksara Jawa :
Ha Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi - arah dan tujuan pada Yang Maha
Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih - rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana - hasrat diarahkan untuk kesajeteraan
alam
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa - mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam
memandang hidup
Sa Sifat ingsun handulu sifatullah - membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira - ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya
bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati - mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada disegala arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane - Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi - yakin atas titah/kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki - memahami kodrat kehidupan
Tha Tukul saka niat - sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
Pada aksara Jawa hanacaraka baku terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena),
yang biasa diurutkan menjadi suatu "cerita pendek". Berikut ini adalah aksara
nglegena:
Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (mirip dengan huruf kapital)
yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan :
Nama Gelar
Nama Diri
Nama Geografi
Nama Lembaga Pemerintah
Dan Nama Lembaga Berbadan Hukum.
Sandangan adalah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan
Jawa. Di dalam tulisan jawa, aksara yang tidak mendapat sandangan diucapkan
sebagai gabungan anatara konsonan dan vokal a. Vokal a di dalam bahasa Jawa
mempunya dua macam varian, yakni / / dan /a/.
• Vokal a dilafalkan seperti o pada kata bom, pokok, tolong, tokoh doi dalam
bahasa Indonesia
• Vokal a dilafalkan /a/, seperti a pada kata pas, ada, siapa, semua di dalam
bahasa Indonesia
Sandangan di dalam aksara jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni
sebagai berikut :
Dalam Aksara Jawa terdapat pula tanda-tanda baca yang digunakan dalam
penulisan kalimat, paragraf dan lainnya. Berikut tanda baca dalam aksara
Jawa:
Angka Jawa
Angka Jawa dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Angka
jawa adalah sebagai berikut :
Angka dipakai untuk menyatakan angka dipakai untuk menyatakan (i) Ukuran
panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Penulisan angka untuk kasus ini dilakukan dengan mengapitkan tanda pada
pangkat di awal dan di akhir penulisan angka.
Untuk menuliskan satuan dari suatu bilangan, maka satuan itu bisa dituliskan
dalam bentuk kata lengkapnya. sebagai contoh kilogram, meter, kilometer, dan
sebagainya.
Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan
Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif
perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-
laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik
pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega
Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi
kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun,
sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu.
Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini,
beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan
Surakarta.
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak
hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai
pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah.
Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga
mempopulerkan corak phoenix.
Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya
adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga
benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga
warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap
mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena
biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing10.
Kini batik berkembang dengan pesat, batik yang dulunya hanya digunakan
ketika menghadiri acara-acara resmi kini telah mulai digunakan sebagai pakaian
sehari-hari. Desain batik juga berkembang pesat dengan semakin bertambahnya
jumlah desainer/perancang baju yang menerjunkan diri untuk mengembangkan batik
dan memperkenalkannya ke negara-negara lain.
4. Wayang
Wayang ada yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang
dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka
yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa
wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang
biasanya berasal dari Mahabharata dan Ramayana.
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di
Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog
tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan
sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang
memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih,
sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong),
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan
wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton
harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di
layar.
5. Gamelan Jawa
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang,
guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut) ”Tombo
Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih
dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti wayang atau
acara-acara kraton.
11
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit
Kini gamelan semakin dikenal oleh masyarakat mancanegara dengan
diperkenalkannya ke negara-negara lain lewat promosi pariwisata yang sering
dilakukan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Bahkan banyak orang luar
yang ingin mempelajari cara bermain gamelan. Namun sayangnya, kita sebagai
bangsa pemilik budaya tersebut malah sering tidak mengerti tentang budaya milik
sendiri.
6. Keris
Keris adalah senjata tikam suku jawa yang menjadi salah satu ciri khas
Indonesia. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah
digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah digunakan
sebelum masa tersebut. Menteri Kebudyaan Indonesia, Jero Wacik telah membawa
keris ke UNESCO dan meminta jaminan bahwa ini adalah warisan budaya Indonesia.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Keris
DAFTAR PUSTAKA
http://jengjeng.matriphe.com/grebeg-maulud-puncak-acara-sekaten.html
http://wismabahasa.wordpress.com/2007/10/03/tradisi-grebeg-syawal/
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa
http://id.wikibooks.org/wiki/pengantar_aksara_jawa
http://id.wikipedia.org/wiki/hanacaraka
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit
http://id.wikipedia.org/wiki/Keris