You are on page 1of 48

PENGENTASAN KEMISKINAN

DALAM

MASYARAKAT RANAH MINANG

SEBUAH KACA BANDING


TINJAUAN ISLAM

oleh

H. Mas'oed Abidin
2 PENGENTASAN KEMISKINAN
Sumatera Barat, dengan akar budaya
Minangkabau, sangat intens (basitungkin) dalam
mengantisipasi berkembangnya kemiskinan.
Ada sinyalemen Prof. Emil Salim (pernah
menjabat Menteri KLH, Kabinet Pembangunan
V), tentang lahan Ranah Minang. Sebagai
dikatakannya, tanah di Minangkabau, tidak
(kurang) bersahabat. "Dari keseluruhan
wilayah Sumatera Barat, hanya sekitar 14
persen saja yang kondisi tanahnya subur
dan cocok untuk areal pertanian.".
Begitulah kira-kira, kesimpulan Prof. DR.
Emil Salim, (sebagai diungkapkan Singgalang,
Rabu, 7 Juli 1993, halaman pertama) dari
Musyawarah Pola Dasar Pembangunan
Sumbar.
Perlulah pula dimaklumi, sebahagian dari
luas lahan dimaksud, sudah didiami anak
kemenakan warga transmigrasi. Sejak dari
Pasaman, Sitiung, Lunang-Silaut, Solok Selatan.
Sebahagiannya pula diolah oleh perusahaan-
perusahaan perkebunan, yang menyebar dari
Pasaman hingga ke batas Mandailing (Tapsel).
Dari Sijunjung hingga ke batas Jambi dan Riau.
Begitu pula mendekat batas Bengkulu, di ujung
Pesisir Selatan.
Tanah yang tadinya berada dalam status
tanah ulayat Nagari, atau dalam sako pusako
tinggi, pelan-pelan berangsur tergeser.
Mengiring gerak roda pengembangan wilayah.
Secara keseluruhan tanah-tanah kosong
tadinya, kini mulai ditanami. Pelan-pelan tetapi
pasti, menjanjikan mutiara hijau di kepingan
wilayah Sumatera Barat.
PENGENTASAN KEMISKINAN 3
Mulai dari tanaman sawit, karet, cokelat,
lada/merica, kulit manis, hingga ketela pohon
(ubi kayu).
Masa doeloe seketika tanah-tanah itu
belum diolah, hanya dijadikan anak kemenakan
sebagai hutan tempat mencari kayu api. Paling
tinggi tempat simpanan kayu pembuat rumah
atau untuk mencari akar-rotan.
Persawahan atau perladangan anak nagari
semasa itu, merupakan hasil taruko ninik-
mamak. Sawah bajanjang bapamatang dan
ladang babiteh babentalak. Dari mamak turun
ke kemenakan. Begitulah seterusnya.
Letaknyapun di sekeliling Dusun Taratak.
Bahkan ada yang berada di keliling rumah
tempat diam.
Perkembangan dusun menjadi desa, dan
nagari masuk lurah, anak kemenakan ikut
bertambah. Rumah kecil tak mampu lagi
menampung jumlah cucu dan cicit. Bangunan
barupun ditegakkan, tanah persawahan menjadi
satu-satunya pilihan untuk batagak rumah baru.
Manaruko hutan menjadi sawah, tidak lagi
merupakan kebiasaan masa kini. Sebaliknya
yang terjadi, mengurangi areal persawahan
menjadi lokasi perumahan.
Di sinilah ditemui kritisnya masalah
peternakan jika dikaitkan dengan sumber
pendapatan pertanian.
Akan tetapi, masyarakat Minangkabau,
tidak dapat dikatakan miskin dan belum pula
bisa dikatakan berada. Yang jelas, mereka tetap
bisa hidup dan bertahan hidup, di areal yang
4 PENGENTASAN KEMISKINAN
makin terbatas itu.
Keadaan itu memungkinkan, karena
adanya peran budaya Minang yang sedari awal
intensif mengantisipasi gejala kemiskinan itu.
Antara lain, bunyi pantun.
Karatau madang di ulu,
ba buwah ba bungo balun,
marantau-lah buyuang dahulu,
di rumah paguno balun.
Adanya kebiasaan merantau menjadikan
pemuda-pemuda Minangkabau (Sumatera
Barat), mencari hidup di lahan orang lain.
Modalnya keyakinan, kemauan dan tulang
delapan karat.
Sementara itu, sang dara (gadis/remaja
putri) Minangkabau, tidak pula dibiarkan hidup
cengeng. Mereka diajar bertani, merenda,
menjahit, menyulam, dan berbagai kepandaian
puteri lainnya. Yang sungguhpun, dirasakan
bahwa kepandaian-kepandaian semacam itu,
kini mulai terasa langka.
Kalaulah kemiskinan yang ada, tidak
dirasakan sebagai bahaya, itu hanya disebabkan
karena pandainya batenggang.
Sesuai bunyi pantun;
Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo majopaik,
tuah basabab bakarano
pandai batenggang di nan rumik.
Selanjutnya, kepandaian batenggang itu
PENGENTASAN KEMISKINAN 5
digambarkan dalam pantun lainnya;
Latiak-latiak tabang ka pinang,
hinggok di pinang duo-duo,
satitiak aie dalam piriang,
di sinan ba main ikan rayo.
Falsafah budaya ini, bukannya
menelorkan masyarakat yang statis. Sama
sekali tidak. Bahkan melahirkan sikap jiwa yang
digjaya. Satu iklim jiwa (mentalclimate) yang
subur. Bila pandai menggunakannya dengan
tepat, akan banyak membantu dalam usaha
pembangunan sumber daya manusia di ranah
ini.
Sifat egoistis, memang kurang diminati
dalam budaya Minangkabau. Membiarkan
kemelaratan orang lain, dengan menyenangkan
diri sendiri, mungkin merupakan sikap yang tak
pernah diwariskan. Yang ada, hanyalah
tenggang manenggang dan raso jo pareso.
Menurut bahasa halusnya alur dan patut.
Mengatasi masalah kemiskinan ditengah
kelembagaan masyarakat Minangkabau, terlihat
dari usaha dan perhatian khusus terhadap
kemakmuran lahiriyah (material).
Ungkapan itu jelas tersimak dalam untaian
pepatah yang menyibakkan arti kemakmuran
itu.
Rumah Gadang gajah maharam
Lumbuang baririk di halaman
Rangkiang tujuah sa jaja
Sabuah si Bajau-bajau
6 PENGENTASAN KEMISKINAN
Panenggang anak dagang lalu
Sabuah si Tinjau Lauik
Panenggang anak korong kampuang
Birawari lumbuang nan banyak
Makanan anak kamanakan
Manjilih di tapi aie
Mardeso di paruik kanyang.

PENGENTASAN KEMISKINAN 7
Berencana Berhemat

Untuk mewujudkan terpeliharanya kondisi


dimaksud, diingatkan sungguh pentingnya
perencanaan dan penghematan. Perencanaan
yang jauh jangkauannya ke depan, dengan
pengkajian potensi yang tengah dimiliki.
Penghematan dengan tujuan bisa memahami
situasi, untuk mendukung berhasilnya sebuah
program yang tengah dikembangkan.
Perhatian yang dalam maknanya ini,
terungkap di dalam kalimat-kalimat;
Ingek sabalun kanai
Kulimek sabalun abih
Ingek-ingek nan ka pai
Agak-agak nan ka tingga.
Maka, melupakan dan mengabaikan nilai-
nilai luhur budaya ini, akan berarti satu
kerugian. Membangun kesejahteraan sebagai
upaya mengantisipasi kemiskinan, bertitik tolak
pada pembinaan unsur sumber daya
manusia.
Memulainya dengan cara sederhana.
Dengan apa yang ada. Yaitu potensi alam yang
terbatas, dan menggerakkan potensi yang
terpendam di dalam sumber daya manusianya.
Terutama di pedesaan-pedesaan.
Mengembalikan kepada benih-benih
kekuatan yang ada di dalam dirinya masing-
masing. Melalui usaha-usaha yang terpadu serta
berkesinambungan. Dengan mempertajam
daya observasi, dan meningkatkan daya
8 PENGENTASAN KEMISKINAN
pikir masyarakat pedesaan dimaksud.
Usaha itu berkelanjutan dengan
mendinamisir daya gerak serta
memperhalus daya rasa. Kemudian
meningkat pengembangan daya cipta, dan
menumbuh bangkitkan daya kemauan
mereka.
Supaya dapat dikembalikan kepercayaan
kepada diri sendiri. Dan ditumbuhkan kemauan
untuk melaksanakan sikap mandiri (self help).
Sesuai bimbingan Allah:
"Allah tidak akan memberikan perubahan
terhadap apa-apa dengan satu kaum,
sampai kaum itu berupaya melakukan
perubahan (perbaikan) terhadap sikap jiwa
(apa yang ada) dalam diri mereka sendiri.".
(Ar Ra'd, 13:11).
Kita rasanya tidak perlu segan
menyatakan bahwa wangsa Minangkabau
hampir seratus persen penganut Islam.
Sungguhpun, barangkali satu dua sudah ada
yang berpindah keyakinan mereka, karena
perpustakaan musim atau pergantian nilai-nilai
kebudayaan.
Begitu eratnya jalinan adat dan agama ini,
melahirkan pilinan adatnya bersendi syara',
syara' bersendikan Kitabullah.
Islam yang mengajarkan nilai-nilai
ukhuwah terjalinlah berkulindan dengan
kebiasaan luhur.
Senteng babilai/Kurang batukuak
Batuka ba anjak/Barubah basapo.

PENGENTASAN KEMISKINAN 9
Sebagai pengalaman amar ma'ruf, nahi munkar
dalam ajaran agama yang dianut.
Anggang jo kekek bari makan
Tabang ka pantai ka duo nyo
Panjang jo singkek pa ulehkan
Makonyo sampai nan dicito.
Adat hidup, tolong manolong. Adat mati,
janguak manjanguak. Adat lai, bari mambari.
Adat tidak, salang manyalang (basalang
tenggang).
Begitulah yang terjadi, sehingga dalam
kehidupan seharian, terlihat nyata dalam
perbuatan. Karajo baik ba imbauan, Karajo
buruak ba hambauan.
Kalau dalam perkembangan zaman,
kebiasaan-kebiasaan lama ini mengalami proses
pergeseran nilai-nilai budaya asing.
Akan tetapi tetap diyakini, bahwa nilai-
nilai budaya Minang itu, tidak hilang dan tidak
pula habis.
Ini jelas merupakan sebuah potensi yang
bisa digerakkan.
Dalam kaitannya dengan budaya
merantau, terbentuklah pula ikatan-ikatan
keluarga di perantauan. Sedari ikatan, dalam
hubungan saparuik hingga se taratak, dusun
nagari. Sampai kepada lingkungan wilayah yang
luas, dari Sikiliang air Bangih, dari ombak nan
badabua, sampai ka durian di takuak rajo.
Artinya meliputi wilayah adat dan nilai budaya
Minangkabau.
Tujuannya, pada mulanya sekedar ba suo
10 PENGENTASAN KEMISKINAN
suo. Mempererat hubungan kekeluargaan.
Meningkatkan, kepada memikirkan kampuang
halaman. Dan berakhir, kepada usaha
membangun kampung halaman.
Belum terdata dengan akurat, berapa
perbandingan jumlah orang Minang yang di
rantau itu. Apakah jumlah mereka sama dengan
jumlah yang tengah menetap di kampung. Atau
barangkali beberapa kali lipat dari penghuni
ranah sendiri.
Telah lama terjadi, bahwa orang kampung
ikut menikmati hasil orang rantau. Malah sering
tersua, sirkulasi hidup kampung ditentukan dari
rantau. Mulai dari pembinaan pribadi keluarga,
membangun rumah, menebus sawah, hingga
membangun sarana umum milik nagari.
Perencanaan pembangunan nagari, sering
tidak dapat dilaksanakan, tanpa diikut sertakan
dunsanak yang tinggal di rantau. Begitulah
kenyataan yang tersua.
Namun di dalamnya diakui merupakan
satu potensi yang bisa dikembangkan.

KEKAYAAN orang rantau, mungkin tidak


sebanding dengan modal yang tertanam di
kampung (nagari). Karena rantau adalah lahan
usaha. Umumnya bergerak dalam bidang usaha
perniagaan. Sedikit yang menggarap usaha
pertanian. Karena adanya ungkapan, kalau akan
bertani juga, mungkin lebih baik mengolah
lahan di kampung saja.
Lapangan usaha sebagai ambtenaar kata
orang saisuak, sangat diminati orang Minang.

PENGENTASAN KEMISKINAN 11
Mulai berpalingnya kepada managemen
perusahaan-perusahaan swasta. Bahkan dalam
usaha mandiri, belakangan ini paling banyak
digeluti.
Lapangan usaha itu, banyak menjanjikan
pendapatan yang lumayan. Daripada menanti
apa yang ditetapkan berbentuk gaji bulanan.
Apalagi lapangan di kantor-kantor pemerintah
makin hari makin sempit juga. Dan cepatnya
gerak pembangunan bangsa, telah membuka
lapangan kerja baru. Kejelian mengkaji
kesempatan menyebabkan arus mobilitas
horizontal menuju rantau, tak mudah di
hempang.
Kerasnya hidup di rantau, suatu tantangan
yang berat. Diperlukan sikap jiwa yang matang.
Di samping kemauan keras, dan tulang delapan
karat, dibawa juga falsafah budaya untuk
pedoman mengarungi lautan kehidupan
rantau.
Falsafah hidup itu, disimak dalam
kehidupan keseharian tanah rantau.
Panggiriak pisau si rauik,
Patunggkek batang lintabung,
Salodang ambiak ka nyiru.
Setitiak jadikan lauik,
Sakapa (sekepal) jadikan gunuang,
Alam takambang jadi guru.
Belajar kepada alam, mengambil pelajaran
dari perjalanan hidup yang tengah diarungi.
Tidak lain adalah seiring bidal pantun;
Biduak dikayuah manantang ombak
12 PENGENTASAN KEMISKINAN
Laia di kambang manantang angin.
Nangkodoh ingek kamudi
padoman nan usah dilupokan.
Pedoman dalam menempuh kehidupan
itu, dikiatkan;
Hendak kayo, badikik-dikik (hemat)
Hendak tuah, batanua urai (penyantun)
Hendak mulia, tapek i janji (amanah)
Hendak luruih, rantangkan tali (mematuhi
peraturan)
Hendak buliah, kuat mancari (etos kerja
yang tinggi)
Hendak namo, tinggakan jaso (berbudi
daya)
Hendak pandai, rajin belajar (rajin dan
berinovasi)
Dek sakato mangkonyo ada (kerukunandan
partisipatif)
Dek sakutu mangkonyo maju (memelihara
mitra usaha)
Dek ameh mangkonyo kameh
(perencanaan masa
depan)
Dek padi mangkonyo manjadi
(pemeliharaan
sumber ekonomi)
Tidak mengherankan, bila tantangan berat
di rantau mampu diatasi. Dan sesuatu yang
paling menarik, bahwa perantau sanggup
mengolah pekerjaan apa saja asal halal. Tidak
PENGENTASAN KEMISKINAN 13
memilih pekerjaan, dengan motivasi hidup yang
tinggi. Kondisi ini membuka peluang kepada
percepatan mobilitas vertical dalam bentuk
peningkatan pendapatan.

Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami


bambu.
Nan gurun buek ka parak, Nan bancah jadikan
sawah.
Nan padek ka parumahan, Nan munggu pandam
pakuburan.
Nan gaung katabek ikan, Nan padang
kapangimpauan.
Nan lambah kubagan kabau, Nan rawang
ranangan itiak.
Begitulah pemeliharaan dan pemanfaatan
sumber daya alam, secara optimal, untuk
kesejahteraan ummat manusia.
Kekayaan nilai-nilai seperti itu, merupakan
modal besar. Dan telah memberikan motivasi
yang kuat, dalam upaya mengentaskan
kemiskinan di ranah ini. Setidak-tidaknya
berperan aktif memintasi, agar kemiskinan itu
tidak meruyak. Sungguhpun kenyataan bahwa
pengentasannya tidak berubah drastis.

Benteng Tawazunitas

Perubahan tata kehidupan secara


ekonomis, di tengah perkembangan iptek
14 PENGENTASAN KEMISKINAN
memang satu keharusan. Perubahan itu tidak
bisa ditolak, dan dia akan bergerak terus.
Karena diyakini, dunia itu berisi perubahan-
perubahan.
Jika manusia menjadi statis di tengah
dinamika perkembangan, maka yang akan
ditemui adalah penderitaan.
Yang perlu dipertimbangkan di tengah
perubahan-perubahan itu, obyektifitas-nya.
Apakah manusia akan menjadi obyek dari
perubahan itu? Ataukah, manusia akan
berperan aktif memanfaatkan perubahan-
perubahan itu, untuk peningkatan mutu
kehidupannya. Baik dalam bidang material,
ataupun emosional (kejiwaan).
Jawaban ini, akan banyak tergantung dari
kesiapan watak, dari manusia yang menghadapi
perubahan-perubahan dimaksud.
Yang paling tepat barangkali, adalah
manusia memanfaatkan perubahan-perubahan,
untuk diri mereka. Dan kurang manusiawi, jika
manusia diperbudak oleh perubahan-perubahan
itu. Yang lebih maknawi, bahwa manusia akan
berusaha memilih dan memilah perubahan
(inovasi) yang datang. Terapannya adalah,
tepat guna dan bernilai guna.
Ukurannya, dalam manfaat nilai lebih,
tanpa mengorbankan nilai-nilai positif yang
hakiki, yang sebelumnya telah dipunyai. Dalam
kata lain bisa diungkapkan, bahwa perubahan-
perubahan (kemajuan) iptek yang mendunia
(globalisasi), tidak perlu mengorbankan nilai-
nilai adat maupun keyakinan (agama), dari
pengendali iptek (manusia) itu.
PENGENTASAN KEMISKINAN 15
Peningkatan tingkat kehidupan (ekonomi),
tidak perlu mengorbankan kegotong royongan,
umpamanya. Sikap jiwa saling memuliakan,
tidak perlu diganti dengan egoistis, (siapa lu,
siapa gua). Sebagaimana pernah menjangkiti
kehidupan masyarakat lainnya. Akhirnya bisa
berkembang kepada hilangnya kepedulian
sosial.
Kita memerlukan benteng-benteng
kejiwaan yang kuat. Di antaranya adalah
pemeliharaan nilai keseimbangan atau
disebut juga tawazunitas, menurut istilah
agama.
Nilai budaya Minang mengingatkan,
"sekali aie gadang sekali tapian barubah". Yang
berubah itu hanya tapian saja. Kebiasaan-
kebiasaan ketepian, tapi berlaku sebagaimana
biasa. Bukan berarti datangnya perubahan (aie
gadang), lantas tepian pun ditinggalkan.
Yang diajarkan adalah perubahan akan
selalu ada. Bahkan, dalam menghadapi setiap
invasi yang akan datang, selalu diingatkan.
Jangan bertemu hendaknya, "Jalan dialih urang
lalu. Tepian diasak urang mandi.".
Untuk ini diperlukan keteguhan sikap dan
pendirian.
Kita tidak dapat membayangkan, bentuk
masyarakat macam apa jadinya, kalau nilai-nilai
(norma-norma) sudah menipis. Perlu
dipertanyakan. Apakah generasi kini, atau yang
akan datang masih dipersiapkan memiliki nilai-
nilai budaya mereka? Masihkah nilai-nilai
(norma) hukum mereka pertahankan?
16 PENGENTASAN KEMISKINAN
Masihkah, norma-norma agama (nilai
agama) mereka minati? Masihkah, nilai-nilai
kebiasaan bermasyarakat menjadi
kegandrungan untuk dipelihara? Bagaimana,
hubungan riil yang terjadi?
Kecemasan ini beralasan sekali. Karena
berkembangnya kecenderungan kehidupan
serba boleh (permissive society). Yang
dipertahankan adalah hak. Dan melupakan
pentingnya terlebih dahulu melaksanakan
kewajiban. Nilai agama dan budaya, pada
dasarnya berisikan "Declaration of Human
Duties" itu. Berisikan piagam dasar kewajiban-
kewajiban azasi manusia (masyarakat).

SUNGGUHPUN ukuran kelayakan telah


mengalami perubahan, beriring dengan kadar
perkembangan. Akan tetapi, ukuran baik dan
buruk, boleh dan tidak, acuan kepantasan
(normatif, manusiawi, kemasyarakatan), harus
tetap dipertahankan. Diantara ukuran yang kita
miliki adalah alur dan patut.
Jiko mangaji dari alif, jiko babilang dari aso.
Jiko naik dari janjang, jiko turun dari tanggo.

Memulai dengan apa yang ada.

Kita wajib bersyukur kepada Allah


Subhanahu wa Ta 'ala, atas mulai meningkatnya
taraf kemakmuran masyarakat, dengan ukuran
materi. Tetapi kenaikan pendapatan masyarakat
PENGENTASAN KEMISKINAN 17
ini, menjadi tidak sebanding, dengan kebutuhan
yang meningkat deras. Akibatnya pendapatan
yang tadinya sebatas pemenuhan kebutuhan
primer (pangan, sandang, papan), terserap oleh
kebutuhan lainnya (sekunder, prestise).
Pemilihan mana yang pokok menjadi
kabur. Tersebab ukuran keseragaman
kehidupan, mulai menjalar di tengah kelompok
masyarakat (desa).
Sering bertemu, kesalahan arah dalam
menentukan pilihan. Kebutuhan mana yang
didahulukan. Sering pula dikaburkan oleh
dorongan bisa mendapatkan lebih mudah.
Melalui hutang (kredit) tanpa jaminan, yang
menjalar hingga ke pelosok-pelosok dusun.
Tanpa disadari, bahwa garis yang tadinya
dibuat, mau tak mau terlintas. HIngga bayang-
bayang tidak lagi sepanjang badan. Dan
kemiskinan yang ditakuti itu, kian hari kian
tinggi. Dan si miskin pun kian terperosok jauh ke
dalam. Jumlahnya pun makin bertambah.
Di antara lain, penyebabnya karena tidak
adanya sumber penghasilan yang ketat.
Kehidupan desa yang tadinya hanya
mengandalkan hasil pertanian, besarnya tetap
segitu gitu juga.
Pengentasan hanya dimungkinkan,
dengan terbukanya sumber pendapatan yang
bervariasi.
Misalnya perkebunan atau peternakan.
Bagi daerah-daerah tertentu, bisa
dikembangkan pertukangan, kerajinan rumah
tangga. Bahkan di pantai-pantai, dapat juga
berbentuk nelayan, atau perikanan.
18 PENGENTASAN KEMISKINAN
Di beberapa daerah (wilayah),
kesempatan membuka lahan usaha ini sudah
mulai tampak Pasaman sebagai contoh, kini
mulai bergerak ke arah perkebunan besar
kelapa sawit. Ribuan hektar banyaknya.
Perusahaan-perusahaan besar nasional telah
lama mulai menggarapnya. Diperbanyak
jumlahnya oleh perusahaan agribisnis yang ada
di daerah sendiri.
Tanahnya tadi adalah tanah ulayat.
Diserahkan sebagai konsesi melalui izin usaha.
Bahkan ada yang langsung dialihkan dengan
pemindahan hak melalui jual beli.
Begitu juga di Sitiung (Sijunjung) daerah
transmigrasi. Sekarang mulai dilirik Lunang-
Silaut (Pesisir Selatan).
Beberapa daerah lainnya, seperti Alahan
Panjang, Bidar Alam, Sungai Kunyit (daerah
Solok Selatan) yang berbatasan Jambi, telah
pula berkembang ke arah perkebunan Sawit,
Karet, Teh dan Cokelat.
Daerah Limapuluh Kota misalnya, selain
perkebunan teh Halaban, mulai pula ke Baruh
Gunung, dan Suliki Gunung Emas. Kebun karet
rakyat dan pengempaan gambir, mulai agak
bernafas dengan leluasa.
Di kaki Gunung Sago dan Gunung talang,
mulai bergerak perkebunan rakyat lainnya. Ada
yang berbentuk kulit manis, murbei, markisa.
Dan juga tanaman palawija, sedari lobak,
kentang, bawang merah dan putih.
Sebenarnya semua ini, adalah
penghasilan yang lumayan, bisa berguna dalam
mengentaskan kemiskinan masyarakat
PENGENTASAN KEMISKINAN 19
pedesaan.
Idealnya, masyarakat pedesaan itu harus
berani memulai. Memulai dengan apa yang ada.
Karena yang ada itu sudah cukup untuk
memulai. Potensi besar yang dimiliki, yang ada
itu, adalah telapak tangan dan potensi alam
anugerah Allah.

Dengan sedikit bimbingan pengetahuan,


dan manajemen perusahaan, semua potensi
yang potensial itu, niscaya kalau digerakkan
akan merupakan potensi yang riil.
Maka seharusnya dan semestinya-lah
perusahaan perkebunan besar di sentra-sentra
tadi, mulai membangunkan untuk rakyat
pedesaan warga setempat, perkebunan-
perkebunan mini.
Secara selektif, dipilihkan masyarakat
desa yang tidak berpunya. Hingga mereka
menjadi orang berpunya, (dalam hal ini minimal
sebidang perkebunan yang telah jadi).
Ada sebuah gejala yang mulai terlihat
mengenaskan. Yaitu, menurunnya tingkat
penghidupan penduduk desa, di sekeliling
daerah perkebunan atau daerah transmigrasi.
Penduduk desa yang tadinya memiliki
ulayat, sekarang bahkan ada yang tidak
mempunyai sekeping tanahpun, untuk diolah
mereka sebagai lahan usaha. Kalaupun ada,
modal pengolahan (materil dan pengetahuan)
sangat minim sekali.
Kehidupan masa depan mereka, jadinya
kabur dan mungkin saja hilang.
20 PENGENTASAN KEMISKINAN
PROSES kemiskinan bergerak tumbuh
lebih cepat dari tumbuhnya komoditas
perkebunan yang ditanam.
Maka, mengutamakan “peserta”
perkebunan, dengan mendahulukan penduduk
desa sekelilingnya menjadi lebih mendesak.
Hendaknya jangan timbul penduduk “desa
siluman”, yang memetik hasil dari lingkungan
desa, tetapi membiarkan penduduknya tetap
merana. Program PIR yang sudah ada,
hendaknya lebih selektif disasarkan kepada
penduduk yang beul-betul miskin.
Melalui program terpadu semacam ini,
pengentasan kemiskinan niscaya bisa di-
entaskan.
Hal yang sama, bisa dikembangkan pula
pada sentra lain-lain. Melalui periklanan,
nelayan, pertukangan, home industri, atau
usaha-usaha serupa.
Sepanjang ranah pesisir, mulai dari
Sikilang Air Bangis hingga mendekat Muko-
Muko, bisa diperbaiki kehidupan nelayan. Warga
nelayang yang miskin, secara berangsur-angsur
bisa memiliki perahu-perahu pemukat, mesin
tempel (motor boat), jaring-jaring pukat dan
peralatan lainnya yang layak dimiliki oleh
kehidupan para nelayan.
Peralatan permodalan, berupa mesin jahit,
pertukangan, untuk sentra “home industri”,
disasarkan juga kepada kelompok miskin.
Sungguhpun usaha ini telah dilakukan
pemerintah. Tetapi keikut sertaan seluruh unsur

PENGENTASAN KEMISKINAN 21
masyarakat desa dan rantau perlu lebih
dipadukan. Peranan informal leader amat
menentukan.
Yang penting adalah, membuat kiat
bagaimana kesejahteraan itu bermuara di desa.
Meningkatnya pendapat masyarakat desa,
merupakan sumber pendapatan baru bagi
masyarakt kota. Rumus ini tidak perlu diragukan
lagi.
Membentuk desa binaan merupakan
langkah awal yang perlu diwujudkan. Usaha ini
seiring sungguh dengan garisan Allah
Subhanahu wa Taala.
“Berikanlah kepada karib kerabat
(masyarakt keliling, sanak keluarga di kampung
halaman) haknya. Begitu pula terhadap orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan. Janganlah kamu menjadi orang
“mubadzdzir” (pemboros, dan melakukan
tindakan yang tidak bermanfaat, membuang-
buang kesempatan). Karena orang-orang
pemboros adalah teman dari Syaithan. Dan
syaithan itu sangat inkar kepada Tuhannya.”.
(QS. Al Isra’, 17:26-27).

Gerakkan Potensi Ummat

Selalu saja menjadi pertanyaan yang agak


sulit dijawab. Tentang darimana bisa diambilkan
dana bagi pengentasan kemiskinan itu.
Pertanyaan selanjutnya, siapa yang
22 PENGENTASAN KEMISKINAN
berkompeten melaksanakan usaha pengentasan
kemiskinan tersebut?
Bagaimana memulainya? Dan apakah
kira-kira usaha itu akan berhasil segera?
Barangkali, banyak lagi pertanyaan lainya yang
mungkin tumbuh sesudah itu.
Harus diakui secara sadar, bahwa
“pengentasan kemiskinan” itu, bukanlah
pekerjaan mudah. Tidak semudah
mengucapkannya. Dan hasilnya, juga tidak bisa
cepat, drastis dan sekali jalan.
Secara berangsur-angsur, adalah pasti.
Sesuai hukum alam, sebagai satu “sunnatullah”
yang telah digariskan. Yaitu, “thabaqan ‘an
thabaq”, atau “selangkah demi selangkah”.
Jika tidak seluruhnya bisa berhasil, bukan
berarti pula seluruhnya tidak dikerjakan.
Kerjakan juga mana yang mungkin. Inilah dasar
dari optimisme cita luhur itu.
Pandangan ajaran Islam lebih tegas lagi.
Setiap muslim, tidak dibebaskan membiarkan
saudaranya (tetangganya) kelaparan di
sampingnya. Sementara dia tidur kekenyangan.
Begitu jelasnya ajaran Rasulullah, Shallallahu
alaihi wa sallam.
Karena itu, tugas ini menjadi beban setiap
Muslim yang berada. Fii amwalihim naqqun ma
luum. Di dalam hartanya, ada hak orang lain.
Hak itu berupa infaq, shadaqah dan zakat.
Zakat sebagai sumber dana ummat
(Islam), pernah berperan membiayai perjuangan
kemerdekaan. Lihatlah, bagaimana gencarnya
pengumpulan zakat, untuk pembeli senjata,

PENGENTASAN KEMISKINAN 23
pemberli pesawat udara (Seulawah satu).
Dimasa kita berjuang mencapai kemerdekaan
dimasa penjajahan kolonial Belanda dahulu
(1945).
Jauh sebelumnya, bahkan hingga kini,
zakat merupakan satu sumber pembangunan
bidang pendidikan (agama). banyak Madrasah,
pesantren, yang telah dibangun dengan “dana
zakat” itu.
Masjid dan Mushalla, barangkali adalah
pembuatan toko, kebun, kapal atau pabrik
dengan uang zakat. Dan hasilnya diperuntukkan
bagi kepentingan si miskin.
Untuk melakukan studi banding, beberapa
negeri tetangga telah lebih dahulu
melakukannya.
Mesir, sudah lebih dari seribu tahun
mengelola uang zakat, untuk penguasaan tana-
tanah produktif (pertanian), dan sarana-sarana
ekonomi (perdagangan, dan pabrik-pabrik).
Hasilnya samapai hari ii, menyantuni lembaga
pendidikan tertua Al Azhar. Tidaklah berlebihan
bila disebutkan bahwa Institut Al Azhar Mesir ini,
merupakan institut terkaya, yang mengelola
harta waqaf dan zakat.
Bagaimana soalnya dengan kontraktor?
Masihkah zakat dikeluarkan sebagai halnya
petani? Sebahagiannya, ada yang
mempersoalkan bahwa mereka terikat beban
hutang dengan bank.
Bagaimana pula dengan bank-bank, yang
sekarang telah menjadi perusahaan (PT)?
Adakah mereka mengeluarkan zakat?

24 PENGENTASAN KEMISKINAN
Pertanyaan juga kepada para pegawai,
yang jika dihitung, ada yang mendapatkan gaji,
rendahnya Rp. 2,4 juta per tahung? Bahan ada
yang lebih, hingga 50 sampai 100 juta? Atau
yang yang menengah saja, sekitar Rp 12 juta
setahun? Masihkah dipersoalkan, bahwa kami
masih dihimpit hutang, karana pembelian mobil
dan lain-lainnya, sampai dua atau tiga buah?
Secara sederhana, bisa dimulai
menghitungnya. Berapa besar DIP yang
diberikan pemerintah pusat untuk daerah
Sumbar tahun ini. Semuanya jelas dikerjakan
oleh kontraktor (perusahaan). Kalaulah 2,5
persen dikeluarkan dalam bentuk zakat,
barangkali kita memiliki sumber dana sekian
milyar rupiah.
Kalaulah 2,5 persen pula dari keuangan
perusahaan besar seperti PT Semen Padang, PT
Bank-bank, dan PT-PT lainnya, maka akan
bertambah pula sekian ratus juta rupiah,
pertahunnya.
Menghitung, memang lebih mudah
daripada memungut atau mengeluarkannya.
Disinilah peluang kerja bagi BAZIS. Dan,
seharusnya BAZIS itu, menjadi perencana,
penghitung, pembagi, dan penggerak. Semacam
badan perencanaan pembangunan dan
pengentasan kemiskinan. Penyedia istimewa
(sumber pendapatan) bagi orang-orang yang
perlu diangkatkan.
Begitulah angan-angan yang gerangan
perlu dikembangkan.

GEBU MINANG, bisa juga berperan mulai


PENGENTASAN KEMISKINAN 25
dari rantau. Badan amal ini bisa bertindak
sebagai penggerak pula, untuk mewujudkan
Desa-desa Binaan. Mungkin dengan
mengeluarkan obligasi dan mengajak pihak-
pihak berpunya, untuk menanamkan modalnya
bagi kesejahteraan anak kemenakan di
kampung halaman.
Mungkin sekali, mengajak kerjasama
“Bank Muamalat Indonesia”, dalam bentuk
syarikat usaha. Berbagai hasil kelaknya, dengan
mengawali pada berbagai tugas dan kerjaan.
Masyarakat Minang terangnya adalah
masyarakat muslim, yang bagi mereka adat dan
agama Islam berjalin-berkelindan. Adatnya
bersendi syara’ , dan syara’ bersendi Kitabullah
(Al Quran).
Masjid dan Mushalla, serta Lembaga-
lembaga Agama Islam, yang selama ini telah
berperan sebagai ujung tombak “pengumpul
zakat”. Bisa lebih difungsikan, dengan
memberikan mutu dan kualitas ummat Islam
sendiri.
Akhirnya, “mass-media”, bisa dimintakan
partisipasinya pula. Terutama dalam
pengumuman dan pelaporan setiap kegiatan
pengumpulan dan pemanfaatan dana-dana
ummat. Tentu secara berkala dan bertanggung
jawab.
“Apa yang bisa dilakukan di sini” adalah
awal dari gagasan tulisan ini. Kalimat itu juga
mengakhirinya. Terpulanglah kepada kita,
darimana akan dimulai. Menggerakkan
potensi ummat dengan mengharap ridha
Allah, adalah tujuan utamanya.
26 PENGENTASAN KEMISKINAN
“Allahumma zidha ‘ilman”. Wahai Allah,
tambahlah ilmu kami. Ilmu yang bermanfaat
yang bisa dikembangkan, bisa diaplikasikan
menjadi kenyataan. Karena Engkau tela
berfirman,”Sesiapa yang telah Engkau berikan
hikmah (yakni ilmu yang bermanfaat, bisa
diterapkan untuk menciptakan kemaslahatan
ummat banya, atas dasar ridha Engkau). Berarti
mereka telah Engkau anugerahkan kebaikan
yang besar.” (Al Quran)

PENGENTASAN KEMISKINAN 27
PEMENTASAN,

PENGENTASAN KEMISKINAN

28 PENGENTASAN KEMISKINAN
PENGENTASAN kemiskinan, dengan
pengertian usaha bersama-sama mengurangi
tingkat kemiskinan perlu ditampilkan. Perlu
dipentaskan. Karena usaha mengatasi
kemisikinan di tengah kehidupan ummat,
sesungguhnya merupakan usaha yang mulia.
Agama Islam, dengan mempedomani Al
Quran dan Sunnah Rasulullah selalu
memberikan perhatian yang besar serta
berkesinambungan terhadap masalah sosial ini.
Ajaran Al Quran amat memperhatikan usaha-
usaha penanggulangan kemiskinan.
Tidak diragukan lagi, ayat-ayat pertama
dari Mashhaf Al Quran, memberikan ciri-ciri sifat
dan sikap seorang Muttaqin (orang yang
bertaqwa). Diantaranya, orang yang percaya
kepada Yang Ghaib (Allah), mendirikan shalat
serta membelanjakan sebahagian rezekinya
(hartanya) untuk kemaslahatan ummat banyak.
Artinya, memberikan perhatian penuh terhadap
kehidupan orang-orang miskin. Seperti tertera
dalam Wahyu Allah, Surat Al Baqarah, 2 : 3 (Al
Quran).
Karena itu, seorang Muslim seyogyanya
tidak perlu merasa sungkan dan segan, dalam
berusaha mementaskan setiap usaha ke arah
pengentasan kemiskinan.
Al Quran yang menjadi pedoman setiap
Muslim (jumlah kita diakui terbanyak di Dunia
ini), seyogyanya mengambilkan pelajaran
tentang cara-cara yang diajarkannya guna
mengentaskan kemiskinan ummat.
Karena sudah pasti, yang terbanyak di
antara ummat yang berada di bawah garis
PENGENTASAN KEMISKINAN 29
kemiskinan itu, tentulah Muslim pula.
Al Quran menceritakan, di kala seorang
kafir (yang menolak ajaran Allah), dimasukkan
ke dalam neraka, mereka ditanya, Apa
sebabnya mereka tercampak ke dalam kehinaan
(Neraka) ini. Jawabnya karena, pertama, Kami
bukanlah termasuk golongan orang-orang yang
shalat.
Kedua, Kami tidak hendak memberi
makan orang miskin.
Ketiga, Kami asyik membicarkan
kebathilan. Tanpa berusaha sedikitpun
menghapus kebathilan itu. Habis hari karena
berbincang. Tak ada waktu tersisa untuk
mengubah kepincangan-kepincangan.
Keempat, Kami mendustakan hari
pembalasan (hari akhirat). Keyakinan mereka
hanya terpaut kepada hal-hal duniawiyah
semata. Yang ada hanya pemikiran masa kini, di
sini. Tidak ada sama sekali berpikir dan berbuat
untuk hari esok. Hari yang pasti didatangi setiap
diri. Nanti, setelah mati.
Keterangan tersebut jelas diterangkan
Allah dalam Firman Nya, Al Quran Surah ke 74,
Al Muddatsir ayat 40 - 47.
Yang menjadi titik perbincangan adalah
memberi makan orang miskin.

Ruang lingkungan luas. Termasuk


memberi makan, juga adalah menyiapkan
sumber atau lahan usaha bagi si miskin. Hingga
setiap saat mempunyai harapan dari hasil
garapannya. Mereka tidak lagi disibukkan
30 PENGENTASAN KEMISKINAN
mengumpulkan sesuap nasi atau setekong
beras untuk makan gari ini. Tapi, sudah
mempunyai sumber usaha yang menghasilkan
makan setiap hari. Untuk dirinya sendiri dan
untuk keluarganya pula. Jadi, usaha melahirkan
kemandirian.
Secara konvensional, yang disebut miskin
itu peminta-minta. Dia tidak punya kerja, kecuali
hanya meminta-minta. Sungguhpun mereka
punya hak untuk meminta-minta kepada orang
yang berpunya (lihat Surat Adz Dzariyat, 51:19-
20). Tapi sama-sama tidak bermartabat,
membiarkan diri selalu menjadi peminta-minta.
Atau juga tidak mulia tindakan si kaya yang
memupuk terpeliharanya kebiasaan orang yang
selalu meminta-minta.
Dalam sebuah ajaran Rasululah
Shallallahu ‘alaihi wassalam ditegaskan,
“Mencari kayu api ke hutan, mengikatnya dan
kemudian menjualnya, (berusaha dengan
tangan sendiri, memeras keringat), kemudian
hasilnya kamu terima, dan kamu makan
berserta keluarga di rumah. Usaha demikian itu
lebih bermartabat, daripada kamu berkeliling
menengadahkan tangan meminta-minta, diberi
ataupun tidak diberi oleh orang lain. Allah lebih
senang kepada tangan yang di atas daripada
tangan yang di bawah (peminta-minta).

Menelurkan Harga Diri.

Umar bin Khattab, memberikan arahan


lebih keras. Tatkala dilihatnya seorang pemuda,
duduk mendo’a menengadahkan tangan
PENGENTASAN KEMISKINAN 31
meminta rezeki. Tanpa berusaha meninggalkan
pojok dinding Ka’bah. Sedari pagi hingga
malam, hanya berseru dengan nada memelas.
“Wahai Tuhan, berilah aku rezeki harta”.
Begitulah yang didengar Umar bin Khattab,
keluhan remaja yang memiliki tubuh sehat dan
otot perkasa.
Dengan nada keras, sembari mengancam
dengan mata pedang, Umar mengingatkan,
“Wahai pemuda. Janganlah sekali-kali
kamu hanya pandai menengadahkan tangan,
meminta-minta diturunkan rezeki harta. Kamu
harus tahu, sejak langit berkembang, Allah tidak
pernah menurunkan hujan emas dan perak.
Gerakkan tanganmu! Allah akan beri kamu
rezeki.”.
Peringatan keras ini, memiliki ajaran dan
pandangan yang sungguh dalam.
Larangan meminta-minta. Tumbuhkan
sikap berusaha. Melahirkan etos kerja yang
tinggi. Sebagai pembuka jalan bagi pintu rezeki.
Di sinilah terdapat salah satu kunci.
Mengentaskan kemiskinan melalui “pemberian
pelajaran”, menunbuhkan “harga diri”.
Menumbuhkan “rasa malu” selalu menjadi
beban orang lain. Jadi, harus ada program jelas
untuk mengubah sikap kebiasaan.
Orang miskin adalah orang yang serba
kekurangan. Orang yang berkekurangan
lantaran tidak mempunyai apa-apa. Tidak
memiliki mata pencaharian. Tidak mempunyai
kepandaian dalam mencari nafkah. Mereka
perlu dibantu dan diangkatkan derajatnya.
32 PENGENTASAN KEMISKINAN
Dicarikan baginya lahan dan lapangan
pekerjaan. Dibuatkan untuk mereka sumber
pengidupan. Dididik mereka untuk bisa
berusaha untuk hidup. Ajarkan mereka arti dan
makna “madiri” dalam bentuk perbuatan dan
kenyataan.
Lebih halus ta’rif atau definisi yang
diberikan Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam,
sebagaimana diriwatkan Bukhari Muslim dalam
shahihnya.
“Orang miskin itu bukanlah mereka yang
berkeliling meminta-minta (sebagai pemulung),
agar diberikan kepadanya sesuap nasi atau
sebuah dua biji korma. Tapi orang miskin itu,
adalah mereka yang hidupnya tidak layak
berkecukupan. Kemudian mereka diberi
sedekah, dan sesudah itu mereka tidak pergi
lagi meminta-minta kepada orang lainnya.”.
(HR. Bukhari dan Muslim, Shahih Insya Allah).
Hadist lainnya menyebutkan;
“Orang miskin itu, hanyalah orang yang
menjaga kehormatannya.”.
Mereka perlu mendapatkan perhatian.
Terhadap nasib mereka perlu ditumbuhkan
kepedulian yang tinggi.

Perangi Kemiskinan.

Fakir dan miskin, adalah bayangan


kehidupan yang berbahaya. Bahayanya jelas
digambarkan oleh Rasulullah. Beliau berkata,
“Hampir-hampir kefaqiran yang membawa

PENGENTASAN KEMISKINAN 33
kekufuran”. Walaupun tidak selamanya orang
kufur itu terdiri dari orang fakir. Atau sebaliknya
tidak pula selamanya orang berpunya terjauh
dari kekufuran.
Namun, dapat disimak terminologi
sosialnya, bahwa kekufuran itu terbuka itu
terbuka pada salah satu pintunya kefakiran.
Maka mengatasi kefakiran dan
kemiskinan, bermakna menghambat peluang
kearah kekufuran. Disini terletak satu peran
utama setiap muslim yang mampu. Kewajiban
asasi, dalam kaitannya dengan “hablum minan
saasi” atau hubungan horizontal antara sesama
manusia (Muslim).
Dalam hubungan ini, Ali bin Abi thalib
mengandaikan. “Andaikata, kefakiran atau
kemiskinan mewujudkan dirinya dalam sosok
tubuh seperti manusia, niscaya aku akan cabut
pedangku. Aku tebas batang lehernya. Sehingga
kemiskinan (kefakiran) itu tidak sempat hidup
ditengah kehidupan manusia banyak.”.
Demiakian Ali bin Abi Thalib,
mengumumkan perang terhadap kemiskinan
(kefakiran).
Akan tetapi Umar bin Khattab, langsung
mementaskan di arena kekhalifahan beliau.
Bagaimana beliau sendiri berperan langsung
dalam mengentaskan kemiskinan di zamannya.
Diantaranya tersebut kisah, bahwa Umar
bin Khattab selalu melakukan perjalanan
incognito, ke pelosok-pelosok desa, ke gubuk-
gubuk reot. Melihat dan meneliti keadaan
kehidupan masyarakat kalangan bawah.

34 PENGENTASAN KEMISKINAN
Di suatu malam, Umar bin Khattab
mendengan suara tangisan anak-anak dari
sebuah gubuk. Terdengar pula dendangan ibu
menentramkan tangisan anak itu.
Setelah mendekat, Umar bin Khattab
meminta izin kepada sang Ibu agar
diperbolehkan masuk. Dalam dialog pendek,
dari sang ibu didapat penjelasan, bahwa dia
berusaha menenangkan tangisan anaknya yang
tengah kelaparan. Untuk menghubur dan
menenangkan anak menjelang tidur, ibu itu
sengaja merebus batu.
Umar bertanya kepadanya, “Wahai ibu,
kenapa ibu tidak datang saja kepada Amirul
Mukminin (Umar bin Khattab), untuk meminta
pangan? Sehingga tidak perlu berbohong
terhadap anakmu?”.
Sang Ibu menjawab, “Seharusnya Amirul
Mukminin tahu tentang nasib rakyatnya.”.
Umar segera bangkit dan pamit dengan
wajah duka. Di dalam hatinya berkecamuk rasa
iba dan tanggung jawab. Memang
kewajibannya, membela rakyatnya yang miskin.
Dia kumpulkan gandum yang ada
dirumahnya. Dimasukkannya ke dalam karung.
Dipikulnya sendiri dengan pundaknya.
Dibawanya juga di malam hari itu, ke rumah ibu
yang merebus baru untuk anaknya yang
kelaparan.
Dia masak sendiri gandum bawaannya
hingga matang. Siap dihidangkan sebagai
makanan yang layak. Dia berikan kepada anak
yang tengah kelaparan itu. Diapun bergurau
dengan anak itu sampai sang anak tertidur.
PENGENTASAN KEMISKINAN 35
Tidur bukan karena lapar. Tapi tidur dengan
perut berisi.
Demikian salah satu bentuk adegan,
bagaimana Umar bin Khattab “mementaskan”
usaha-usaha mengentaskan kemisikinan di
zamannya.
Yang dapat dipetik dari pementasan itu,
usaha-usaha pengentasan kemisikinan, perlu
dilakukan secara nyata. Tidak sebatas keinginan
dan teori belaka.
Umar bin Khattab menjadi orang yang
pertama dalam banyak hal. Pertama mendirikan
baitul-maal, (pembagian warisan). Juga pertama
kali mengirimkan bahan makanan melalui Laut
Merah dari Mesir ke Madinah. Menetapkan
pengenaan zakat atas ternak kuda.
Menyediakan gudang-gudang yang berisi
gandum (bahan pangan) bagi orang-orang yang
kehabisan bahan makanan (fakir miskin).

Zakat dan Prinsip

ZAKAT merupakan satu institusi yang


dapat dipakai sebagai alternatif bagi
pengentasan kemiskinan ummat. Minimal
terbatas bagi kalangan Muslim. Di tengah
kehidupan sesama muslim.
Atas dasar, “Saling bertolonganlah kamu
atas kebaikan dan ketaqwaan”. (QS. Al Maidah,
5:2).
Dengan demikian Al Quran, meletakkan
prinsip ta‘awunitas atau partisipatif (saling

36 PENGENTASAN KEMISKINAN
tolong bertolongan untuk kebaikan dan
ketaqwaan). Tidak ada prinsip ta’awunitas itu
untuk keburukan maupun kema’shiyatan.
Harus dibedakan, antara zakat dengan
infaq dan shadaqah, dalam kaitannya sebagai
perintah Allah. Walaupun diakui semuanya
merupakan sumber dana ummat.
ZAKAT merupakan dana yang wajib
dikeluarkan, wajib di-tagih, wajib di-pungut, dari
pemegang dana.
INFAK dan SHADAQAH lainnya (diluar
zakat), harus digalakkan untuk dikeluarkan,
sebagai alat untuk meningkatkan ukhuwwah
(solidaritas) dan jihad ff sabiilillah (peningkatan
amaliyah dalam meningkatkan dan
mempertahankan aqidah dan kaedah di jalan
Allah).
Zakat, sebagaiman halnya shalat,
merupakan satu arkaan min arkaanil-Islam.
Sendi-sendi dari Islam. Zakat merupakan rukun
(sendi) Islam yang ke-empat, setelah
syahadatain, shalat, dan shaum (puasa).
Dalam Kitab suci Al Quranul Karim, selalu
diseiringkan perintah shalat dan zakat ini.
Hingga dapat dikatakan, zakat inilah yang
membedakan apakah seseorang itu mukmin
atau kafir (munafik).
Orang mukmin yang benar, selain
mempercayai hari akhir, serta mengerjakan
shalat, dan tidak mempersekutukan Allah, juga
seorang pembayar zakat.
Karena Al Quran selalu menghubungkan
antara shalat dan zakat, maka para sahabat

PENGENTASAN KEMISKINAN 37
Rasulullah (salafus-shalih), selalu berperdapat,
antara keduanya tidak boleh ada pemisahan.
Al Quranul Karim juga menyebutkan zakat
dengan kata-kata shadaqah. Bermakna
shadaqah yang wajib. Sebagai pembuktian atas
pembenaran perintah Allah, yang melekat pada
harta benda seorang mukminin.
Membayarkan zakat kewajiban muslim,
sama halnya dengan kewajiban shalat. Maka
memungut zakat dari seorang yang
berkewajiban zakat merupakan perintah Allah
pula. (At Taubah, 9:103). “Ambillah (pungutlah)
dari sebahagian harta mereka sadaqah (zakat).
Dalam pelaksanaan pemungutan zakat,
harus ada satu badan. Bagi negara-negara
Islam, perintah pemungutan datangnya dari
Kepala Negara (Amirul Mukminin). Tentu melalui
satu penegasan perundang-undangan, sesuai
dengan Kitabullah. Untuk daerah kita, bisa
dilakukan oleh Baitul Maal atau BAZIZ.
Karena itu, dalam pandangan Al Quran
(Islam), seorang belum dapat disetarakan
dengan orang-orang yang bertaqwa, sebelum
dia mengeluarkan sebahagian hartanya (berupa
zakat). Tanpa zakat, seseorang terjauh dari
rahmat Allah.

Kewajiban Azasi

Tatkala Rasulullah mengirimkan utusan ke


Yaman, bernama Mua’adz bin Jabal, Nabi
menginstruksikan beberapa patokan yang harus
dijalankannya. Antara lain, sebagaimana
38 PENGENTASAN KEMISKINAN
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam
shahihnya.
“Kau akan berada di tengah ummat Ahli
Kitab. Ajaklah mereka mengakui, tidak ada
Tuhan selain Allah dan Saya (Muhammad)
adalah Rasul-Nya.
“Bila mereka menerima (mengakui),
beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
wajib melaksanakan shalat lima kali dalam
sehari semalam.
“Bila mereka telah menjalankannya,
beritahukan pula, mereka diwajibkan
mengeluarkan zakat, yang dipungut dari orang-
orang kaya dan dikembalikan kepada orang-
orang miskin.
Dan bila mereka menjalankannya (shalat
dan zakat ), maka kau harus melindungi harta
kekayaan mereka itu. Selanjutnya rasulullah
menegaskan lagi .
“Dan takutlah kepada doa-doa orang yang
teraniaya (diantaranya orang-orang miskin).
Karena antara doa orang teraniaya dengan allah
tidak ada batas (penghalang)“ (HR.Bukhari
muslim, dari Anas Radhiallahu “anhu).
“Aku diperintahkan memerangi manusia,
kecuali bila meraka meng-ikrar0kan syahadat,
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad Rasul Allah (kemudian) mendirikan
Shalat dan membayarkan zakat”. (HR.Bukhari
Muslim).
Peringatan Rasullulah lainnya, berbunyi
“Bila shadaqah (zakat) bercampur dengan
kekayaan laian. Bila harta kekayaan tidak

PENGENTASAN KEMISKINAN 39
dikeluarkan zakatnya . Kekayaan itu akan
binasa “ (HR Bazar dan Baihaqi , liaht Nailul
Authar, jilid IV-126).
Jelaslah zakat itu bagi seseorang Mukmin
yang memiliki harta kekayaan, memiliki
beberapa fungsi ,
1. Perintah Allah (tanda pembenaran syahadat
da shalat)
2. Pembesih harta kekayaan
3. Pengentasn Kemiskinan ummat, karena
ditujukan kepada orang miskin.
4. Sumber dana ummat, penggunaanya
diarahkan kepada obyek tertentu (hasnaf
delapan)
5. Pembeda antara Mukmin & Munafik
Kehidupan sehari-hari menberiakan bukti
nyata “tidak ada orang yang melarat lantaran
mengeluarkan zakat“. Bahkan sebaliknya yang
sering bersua, orang kaya (Muslim), akhirnya
tidak pernah mengenyan ketentraman ,
lantaran selalu menahan hak zakat..
Zakat wajib dikelola dengan management
yang benar. Sumbernya menjadi jelas, sebagai
mana ditetapkan Al-qur’an. Setiap muslim yang
mempunyao harta, wajib berzakat. Kewajiban
demikian ditentukan berdasarkan batas (hisab)
dari segi jumlahnya . Batas juga dari waktu
(haul), dalam setahun. Dan batas besarnya
kewajiban yang wajib dikeluarkan . Sedari
tingkat 2,5 (dua setengah) persen, 5 persen, 10
persen, bahkan ada yang sampai 20 persen dari
besarnya kekayaan (hisab).

40 PENGENTASAN KEMISKINAN
Penerima zakat, juga dijelaskan dengan
tegas. Antaranya Al Quran Surat At Taubah (IX)
ayat 60. Ayat dari Firma Allah tersebut
menjelaskan penerima zakat tersebut adalah
“orang-orang”. Subjeknya kelompok
perorangan. Terdiri dari (1) .orang fakir (2) .
Orang Miskin (3). Orang (para) Amil (pengelola
zakat ). (4). Orang (para) Muallaf yang dibujuik
hatinya. (5). Mereka (orang) yang diperhamba
(membebaskan perbudakan ). (6). Merka yang
dililit hutang (mandi hutang). (7). Jihad dijalan
Allah . (8). Dan orang yan gterlantar dalam
perjalanan .
“Demikian diwajibkan Allah Maha Tahu
Maha Bijaksana (QS 9 : 60).
Lima kelompok dari delapan asnaf ini
adalah orang-orang yang amat memerlukan
perhatian khusus. Karena mereka tengah
berada ditepi jurang kemelaratan. Mereka
adalah fakir,miskin, budak yang diperhamba,
orang yang dililit hutang dan yang terlantar
dalam perjalanan.
Dua kelompok tengah berhadapan
dengan medan dakwah illallah . Ya’ni, Muallaf
dan fisabilillah. Kelompok yang dengan
kesadaran hati mereka menerima Islam,
Problema yang dihadapi mereka bukan sedikit.
Kadang-kadang berbentuk pengucilan dari
kelompok (agama) anutan lamanya.
Mereka cenderung tengah berproses
kearah kemiskinan, jika tidak segera
diantisipasi.
Sebagaimana juga halnya “fisabilillah “.
Merka tengah berjihad. Bisa sebagai pejuang di
PENGENTASAN KEMISKINAN 41
meda laga, karena mempertahankan aqidah
Islamiah. Bisa juga mereka yang tengah
berdakwah didaerah sulit.
Ruang lingkup fisabilillah ini cukup luas.
Bisa juga mereka yang tengah menuntut ilmu
pengetahuan, kemudian berkewajiban kembali
ke tengah ummatrnya, membina dan
mencerdaskan kel;ingkungannya.
Pada hakekatnya, mereka bukanlah
berjuang untuk diri sendiri, tetapi untuk
kepentingan orang banyak . Atas redha Allah
semata. Maka mereka perlu mendapatkan
perhatian yang mendalam.
Kesemua kelompok itu, mendapatkan
porsi dari sumber zakat menurut prioritas
secara kondisional dan situasional.
Pengelolaanya adalah “amil” zakat. Untuk itu,
mereka berhak mendapatkan bahagian.
Intisarinya agar amanah untuk pihak-pihak yang
diprioritaskan, tidak menyimpang kepada yang
lainnya . Terciptanya keadilan dan pemerataan
sesuai dengan program yang hendak
dikembangkan. Amil zakat tetap akan menerima
bahagian dari zakat itu, walau merka terdir dari
orang-orang berpunya juga. Terserah apakah
bahagian imerka akan mereka nikmati
berbentuk materi, atau akan mereka
kembalikan lagi dalam bentuk shadaqah.
Semuanya ini lebih banyak ditentukan oleh
kualitas pribadi para amail.
Bahkan ada kalanya orang-orang
“berduit” yang diberi amanah sebagai “amil”
zakat, bisa meniru aa yang dilakukan oleh Kaum
Anshar (Madinah) terhadap kaum Muhajirin,
dalm sejarah Hijrah Rasullullah Shallallahu
42 PENGENTASAN KEMISKINAN
a’alaihi Wa Salam..
Mulianya sikap merka seperti diceritakan
Allah di dalam Al Hasyr (QS.LIX) ayat -9 , antara
lain mereka tunjukkan kasih sayang kepada
orang berpindah ke kampung mereka, (Dewasa
ini sebagai program Transmigrasi .Pen).
Dan tidak meraka menaruh keinginan
dalam hati terhadap apa yang diberikan
kepada merka (yang berpindah itu). Bahkan
mereka utamakan kawannya lebih dari diri
mereka sendiri meskipun mereka dalam
kesusahan (pula)..
Begitu kira-kira bentuk-bentuk dari
kualitas ummat, yang terbina karena iman
mereka terhadap Allah. Hidup dalam kehidupan
redha Allah.

Harus dipungut

Tidak pantas, zakat dihitung oleh pemilik


harta kekayaan, menurut keinginan dan
kepentingannya semata.
Zakat harus dipungut. Karena itu institusi
“amil” perlu membagi dirinya menjadi
pemungut (collector) dan pembagi zakat
(distributor).
Demi memudahkan para pemungut
(kolektor,amil) dalam menjalankan tugasnya
maka kemajuan iptek sekarang ini,
memungkinkan sekali untuk menyusun lebih
dahulu kohir (formulir zakat) .
Selengkapnya dapat berisikan cara-cara
PENGENTASAN KEMISKINAN 43
yang tepat dan mudah bagi pemilik harta
kekayaan untuk menghidupkan semangat
berzakat. Juga memudahkan menghitung
berapa sesungguhnya besar zakat mereka yang
semestinya dikeluarkan.
Akan salah kiprah jadinya, kalau
ditemuinya juga pembayar zakat hanya
mengeluarkan berupa kain sarung tua, ampelop
uang di akhir tahun . Sebagaimana biasanya di
bulan-bulan Ramadhan . Kemudian membagikan
secara merata kepada siapa saja yang
menurutnya pantas . Karena mungkin
sasarannya kurang tetap. Dampaknya bisa
berakibat memperbanyak jumlah orang miskin.
Pendistribusian zakat perlu dipandu oleh Amil
Zakat. Hal ini akan mempermudah
terlaksananya “pementasan “ dan “pemintasan”
dari usaha-usaha ke arah “pengentasan
kemiskinan” ummat..
Zakat sesungguhnya bukanlah milik
pembayar zakat. Zakat adalah “harta milik
Allah”, yang diamanahkan untuk dibayarkan
kepda orang-orang tertentu “ yang ditentukan
oleh Allah. Mungkin saja terjadi,pemilik zakat
menyerahkan kepada badan (amil) tertentu .
Tersebab karena keragu-raguan hati semata.
Apakah zakatnya sampai kesasaran atau tidak.
Maka dalam hal demikian itu menjadi
tugas pokok dari amillah untuk mengumumkan
pertanggung jawaban secara terbuka kepada
ummat. Bisa sekali dengan memanfaatkan
media massa yang ada dan menjangkau seluruh
lapisan ummat.

44 PENGENTASAN KEMISKINAN
Pantas,pintas dan pentas

Zakat sebagai penghapus kemiskinan


telah dipentaskan sejak mas aRasullullah
Shallalahu ‘alaihi Wassalam. Dalam sebuah
hadist, sebagai mana diriwayatkan Bukhari
Muslim, Rasullullah mengingatkan, “Meminta-
minta tidak halal kecuali salah seorang dari tiga
beban “. Pertama ,”orang yang menanggung
beban berat (tidak mampu memikul
sendiri ),maka baginya halal meminta “,Ketiga
“orang yang dibalut kemiskinan maka baginya
pun halal meminta sampai dia kembali tegak
dan hidup secara wajar “.”Selain dari tersebut
diatas haram baginya makan hasil meminta-
minta.“. (HR.Bukhari Muslim, dari Qabishah al
Hilali).
Batasan dan larangan Rasulullah ini,
membuka peluang boleh meminta sampai
terangakat kemiskinan dan di dalamnya
terkandung makna berilah kepada seorang
miskin sessuatu yang menyebabkan
sesudahnya di a bisa hidup wajar (terangkat
kembali dari garis kemiskinan).
Hidup layak, sebagai ukuran
“kepantasan“, bervariasi sesuai kondisi
kehidupan ummat dikala itu. Makanya kalangan
miskin diangkat melalui pendidikan, pengajaran
bagaimana membina hidup yang layak.
Mengajarkan cara-cara mengolah kehidupan.
Siap untuk membentuk hidup yang layak. Bisa
melalui lapangan hidup pertanian, pertukangan,
(nelayan) perikanan, perkebunan. Bahkan juga
meniti usaha-usaha perniagaan.

PENGENTASAN KEMISKINAN 45
Untuk itu tentu perlu dikaji kesediaan
“simiskin” untuk mengubah sikap jiwa. Dari
menerima kemudian memakan .Menjadi
penerima,pengolah, pemelihara dan baru
memakan hasilnya, untuk dirinya dan
keluarganya.
Karena itu,tepat dan pantas jika kafir
miskin diberi zakat hingga ia berkecukupan .
Boleh dalam bentuk peralatan permodalan .
Besarnya bantuan itu boleh disesuaikan dengan
keperluan (untuk mengentaskan kemiskinan),
agar dari usahanya diperoleh keuntungan.
Meskipun jumlah permodalan itu besar (Imam
Nawawi, Syarah Minhaj -VI/159).
Bahkan Imam Syafei menegaskan,
”Bantuan zakat bisa dalam bentuk memberikan
sebuah pekerjaan. Malah kemudian bisa pula
ditambah untu usaha-usaha lainnya hingga
dapat memenuhi kebutuhan si-miskin” (Al
Umm). Yang kemudian pendapat ini disepakati
pula oleh Imam Ahmad,”orang miskin boleh
mengambil zakat untuk seluruh kebutuhan
hidup (berupa sumber usaha yang
berketerusan)” (Al Inshaf,III/238).
Selanjutnya Ma’alim as Sunnah (II/239)
menjelaskan pendapat Khattabi, ”Batas
pemberian zakat adalah kecukupan (bagi
simiskin yang diangkatkan derajatnya). Dengan
zakat diciptakan kehidupan seseorang menjadi
lebihj baik. Batas itu disesuaikan dengan kondisi
serta tingakat kehidupan umum yang
berlaku.Tentu akan berbeda pada tiap orang,
sesuai dengan keadaaan mereka (bangsa)”.
Pendapat-pendapat itu merujuk kepada
kebijaksanaan umum yang pernah dilakukan
46 PENGENTASAN KEMISKINAN
oleh Umar bin Khattab. ”Kalau memberikan
bantuan hendaknya mencukupi.”. Umar
mementaskan dalam masa pemerintahannya .
Umar pernah memberikan bantuan (zakat)
berupa tiga ekor unta kepada seorang laki-laki
yang memerlukan bantuan.
Kemudian Umar pernah mengatakan
niatnya yang teguh dalam “mengentaskan
kenmiskinan “ di tengah rakyatnya .Akan aku
ulangi pembagian zakat (sedekah) walaupun
diantara mereka baru akan cukup dengan
menyerahkan seratus ekor unta”.(Al
Anwaal,565-566).
Ternyatalah ,institusi zakat dapat
dipergunakan secara efektif. Dalam usaha
meningkatkan taraf hidup sesama muslimin
untuk menjadi keluarga yang mampu dan hidup
penuh dengan kelayakan, dalam ukuran
ekonomis. Entaskan kemiskinan.
Ini pula yang menjadi paham dai Imam Al
Ghazzali (Ihya,I/207, al Halabi), ”Hendaknya
zakat dapat dipakai untuk pembeli tanah (diolah
bagi keperluan orang miskin ) dan hasilnya
cukup untuk seumur hidup”.
Maka termasuk “pantas” mempergunakan
zakat untuk usaha yang berkesinambungan
mendatangkan hasil tetap.Pantas juga
membuka perkebunan dan lahan-lahan
pertanian . Sebagai jalan “pintas” untuk
mengentaskan kemiskinan itu.
Yang perlu dijaga tujuan utamnyahanya
untuk kepentingan peningakatan taraf hidup
orang melarat. Tidak untuk kepentingan yang
lain dari itu. Disinilah peran BAZIZ. 
PENGENTASAN KEMISKINAN 47
48 PENGENTASAN KEMISKINAN

You might also like