You are on page 1of 11

1.

PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang
tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup
manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan
dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan
sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang
diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan.
Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan
kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati
nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan
pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli
hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya
terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya
merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang
dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer
tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat
penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of
recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam
membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri –
cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat
untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal
ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social
karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan
masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

1
2. PERMASALAHAN

1. Apa pengertian kaidah sosial?


2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

2
3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial


Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah
sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang
besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam,
kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah
agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara
Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut.
Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau
masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat
mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu
dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam
berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat
merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan
bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban
dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat
diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat
lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di
dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama
serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.

3
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah
kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan
kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya


kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-
kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan
tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang
berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.


- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.


- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem
hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai
dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman
masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan
adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa

4
hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan
harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan
tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum
yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa1. Kaidah sosial yang tidak
menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai
sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar-
dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita
yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947
menegaskan sebagai berikut:

 Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan


menguasai masyarakat Indonesia.
 Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat-
sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat
pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan
KUHP pidana baru untuk negara kita.

 Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap
emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan
oleh undang- undang.2

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial
dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara
tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu
bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di
Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia
bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat
Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.
1
Surojo wignjodipuro, SH. Pengantar dan asas- asas hukum adat. Hal: 64.
2
Surojo wignjodipuro, SH. Pengantar dan asas- asas hukum adat. Hal: 65.

5
3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-


undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok
di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di
Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia
tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on
Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi
pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya
sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi
anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta
orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan
penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin
dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun,
katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006
sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan,"
katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh
buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan

6
angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan
pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok
karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok
mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri
utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga
Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan
sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau
karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang
dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan
lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak
terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan
merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.
Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih
banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang-
undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil.
Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik
jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang
yang merokok didalam bis
(http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html)
sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau
menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok
itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social
tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

7
B. Larangan meminta- minta
Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah
lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan
memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya
sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini
terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c
disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang
kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di
pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan
pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang
kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal
17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat
(2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3),
Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf
c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan
paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda
paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp.
20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan
dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang
melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama
akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum
nasional.

8
C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh


kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah
yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta
biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan.


Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling
singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat
tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua
Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan


baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan
bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka.


UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan
terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

9
4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan-
aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber
dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional
berasal dari kebiasaan masyarakat.
Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan
karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini
masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.
Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar
disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.
Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah
menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.
Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan,
beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta
dijalanan.
Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis
mengenai pengelolaan sampah.
Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang
menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran
akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di
Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

10
5. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta
1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

11

You might also like