Professional Documents
Culture Documents
Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara
khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan
pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode
etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan
suatu masalah.
Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu
Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak
dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja
untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu
khusus untuk mencapai predikat pendidik.
Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para
guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak
sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2)
menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.
1
Profesi, Tanggung Jawab Profesi dan Hubungan dengan Profesi Lainnya.
Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan
berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan
pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik
bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidik
haruslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.
Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk
memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan
penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan
berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan
kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas
prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik
dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara
belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih
beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.
a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja
rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.
b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi
konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.
c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa
pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.
Dalam makalah ini disinggung juga masalah kode etik yang menyangkut kepentingan
pendidikan, diantaranya mengaitkan hubungan : (1) guru dengan murid, (2) guru
dengan pemerintah (3) guru dengan orang tua murid (4) guru dengan teman sejawat,
2
(5) guru dengan diri sendiri dan (6) dengan lingkungannya serta (7) guru dengan
profesinya.
a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan
praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas
profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang
yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan
masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan
rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.
3
c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional
yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di
kawasan regional maupun internasional.
1. Kompetensi Guru
Dalam kaca pandang demikian, guru dituntut mampu merelasikan segala hal dalam
kaitan pembelajaran dengan hal apa saja bagi kesuksesan pembelajaran. Intinya, guru
adalah orang kompeten. Siapa pun, apa pun jabatannya, manakalah kompetensi guru
kokoh, tidak selayaknya mengatur guru di wilayahnya. Sudahkah guru-guru kita
sedemikian?
Jawaban reflektifnya, bisa jadi sudah, bisa pula belum. Ingat, guru adalah tamatan
LPTK dimana telah memenuhi persyaratan hingga berhak memiliki ‘SIM’ pengajar
(pendidik). Proses pre servise training terjalan, dan hal tersebut seharusnya diperkuat
dengan in service training. Yang terakhir urusan Dinas Pendidikan, atau lembaga
semacam LPMP, atau kemitraan diantaranya. Ilmu berkembang, teori pendidikan
memaju, sarana dan prasarana bergerak ke arah lebih canggih, dan … guru tidak dapat
mengelak. Guru wajib difasilitasi. Sudahkah itu didapatkan oleh guru?
Semua itu tidak mungkin manakala yang mengurus tidak berfondasi pendidikan. Guru
bukan pampangan data statistik, proses belajar mengajar tidak sama dengan proses
pabrik. Mendidik adalah usaha memanusiakan manusia.
Saya sekadar mengingatkan. Guru kompeten adalah guru yang memiliki kompetensi.
10 (sepuluh) dasar kompetensi guru adalah: (1), penguasaan materi (2), pengelolaan
program belajar-mengajar (3), pengelolaan kelas (4), penggunaan media dan sumber
(5), menguasai landasan-landasan kependidikan (0), mengelola interaksi belajar-
4
mengajar (7), menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan mengajar (8),
mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyulusan (9), mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip-prinsip dan
penafsiran hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
(Darmodihardjo, 1980: 4).
Bisa pula diurai kepada ‘generatic essentials’ alias kemampuan dasar umum
(Depdikbud, 1985: 94):
3. Hubungan Antar Pribadi: (1) membantu mengembangkan sikap positif siswa, (2)
bersikap terbuka dan luwes pada siswa, (3) menampilkan kegairahan dan
kesungguhan dalam PBM, (4) mengelola interaksi pribadi dalam kelas.
Berbasik kompetensi, kita bersua ‘status’ terhormat guru sebagai profesi. Pada dataran
tersebut diapungkan guru profesional. Secara sederhana profesional: bersangkutan
dengan profesi; memerlukan kepandaian khusus untruk menjalankannya;
mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (KBBI, 1988: 702). Tampa
merujuk konsep profesioanl lebih tajam, kita dapat memahami guru sebagai profesi.
Guru berkompetensi adalah guru profesional.
Implikasinya, semakin kokoh, semakin tinggi kompetensi guru semakin tinggi tingkat
profesionalnya. Karena itu, pengembangan dan peningkatan profesionalitas guru
adalah suatu keharusan. Perkembangan ilmu, dan terlebih tuntutan masyarakat, dan
kebutuhan akan lulusan pendidikan berkualitas semakin tinggi. Pengembangan dan
peningkatan profesionalitas guru, disamping urtusan pribadi, terlebih menjadi
tanggung jawab Dinas Pendidikan. Wilayah ini adalah weilayah in service training.
Implikasinya, guru tidak hanya dituntun, tetapi difasilitasi guna meningkatkan dan
mengembangkan profesionalitasnya. Adalah kewajiban Dinas Pendidikan
menyekolahkan, menambah ilmu dan keterampilan guru.
5
Dengan demikian, harus dipahami, tugas Dinas Pendidikan adalah memfasilitasi guru,
bukan ‘mengatur’ guru; guru perofesional. Misal, ketika guru naik pangkat, secara
administartif wajib dilayani. Jangan dibalik, malahan diminta bayaran sekian untuk
ini-itu, seperti pernah menjadi isu di negara tetangga, di Republik BBM.
Sederhannya, sudah saatnya guru memulai usaha dan upaya peningkatan dan
pengembangan profesionalitas, baik melalui usaha pribadi, dari rajin membaca dan
mengasah keterampialan sampai mengambil pendidikan ke jenajng lebih tinggi.
Kedua, menuntut Dinas Pendidikan memfasilitasi peningkatan dan pengembangan
profesionalitas minimal pada ranah kompetensi dasar.
Jangan sampai, misalnya, ketika guru diharuskan melaksanakan KTSP tidak dibekali
dengan pengetahuan tentang KTSP dan keterampilan mengembanghkan KTSP. Guru
harus berani menuntut tuntunan ‘bagaimana’ sih pengisian dan pengorganisasian
fortofolio, jangan bingung sendiri. Apa pun aturan dan persyaratan tambahan yang
dikenakan kepada guru setelah menjadi guru, merupakan kewajiban Dinas Pendidikan
menfasilitasinya. Birokrat pendidikan adalah ‘pelayan guru”.
Karena itu, selayaknya birokrat pendidikan orang yang memahami pendidikan. Saya
pernah mendengar kisah lucu, calon Kepala Sekolah diuji oleh … maaf tidak tega
menulisnya. Sama kisahnya, ketika seorang teman bercerita, di suatu institusi
pendidikan dikirimlah seorang yang tidak berbasis pendidikan pada pertemuan
pendidikan, dan kemudian menyampaikan kepada orang-orang pendidikan;
mengelikan, yang maaf membuat kami terbahak-bahak.
Guru, pada tahapan tertentu, adalah the man behind the gun kualitas pendidikan.
Karena itu, gurulah yang utama dan pertama menimbang profesinalitasnya
berdasarkan kmpetensi sebelum ‘dinilai’ pihak lain.
Simpulan
6
digelutinya, oleh karena itu 4 kompetensi dasar yang diisaratkan dalam undang
undang mutlak harus menjadi milik setiap guru.