You are on page 1of 125

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan

untuk saling berkomunikasi dengan manusia lain. Perkembangan teknologi telah

menyebabkan terjadinya perubahan alat dan cara bagi manusia untuk saling

berkomunikasi. Semenjak suksesnya uji coba telepon pertama tahun 1876 di

Amerika Serikat, jarak tidak lagi menjadi penghalang bagi manusia untuk dapat

saling berhubungan dengan manusia lain.

Selanjutnya, peningkatan mobilitas manusia telah membawa pada kebutuhan

baru, yakni alat atau media komunikasi yang bersifat mobile seperti telepon

seluler (ponsel). Berbeda dengan Jaringan Telepon tetap (wireline), telepon seluler

menggunakan teknologi nirkabel (wireless) dengan sistem transmisinya

menggunakan frekuensi..

Ada tiga basis dalam penggunaan telepon selular yang didasarkan pada

perbedaan frekuensinya. Ketiga basis tersebut meliputi Global System for Mobile

(GSM), CDMA (code division multiple access) dan generasi ketiga (3 G).1

Sampai saat ini, telepon selular berbasis GSM masih memainkan peranan paling

dominan dalam industri jasa layanan telepon selular di Indonesia.

1
Generasi ketiga (3G) teknologi wireless merupakan generasi yang mempersatukan teknologi
GSM dan CDMA. Pada sistem 3G, baik GSM maupun CDMA menggunakan akses yang sama
yaitu akses pita lebar (broadband access). Lihat Herwaman Kertajaya, dkk. On Becoming A
Customer-Centric Company. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. Hal. 19
GSM masuk ke Indonesia pada tahun 1995 melalui tiga operator selular,

dimana salah satunya adalah Telkomsel yang merupakan anak perusahaan PT

TELKOM. Dalam perkembangannya, PT Telkomsel mampu menjadi market

leader untuk kategori operator jasa layanan telepon selular dengan pembagian

pangsa pasar sebagai berikut: PT Telkomsel dengan sekitar 10 juta pelanggan;

kelompok Indosat (Satelindo dan IM3) dengan 6,3 juta pelanggan, dan

Excelcomindo Pratama (ProXL) dengan 2,9 juta pelanggan2.

PT Telkomsel mengeluarkan tiga jenis kartu telepon selular (subscriber

identity module atau SIM card) berbasis teknologi GSM, yakni Kartu Halo untuk

pelanggan paskabayar, dan kartu simPATI dan Kartu As untuk pelanggan

Prabayar. Sampai Juli 2004, proporsi pelanggan PT Telkomsel terdiri pelanggan

kartu Halo 1,2 juta; kartu simPATI 10,750 juta, dan kartu As 650 ribu seperti yang

diperlihatkan tabel dibawah ini:

Gambar 1.1
Proporsi Pelanggan PT Telkomsel

simPATI
85%

Halo As
10% 5%

Sumber: Diolah dari Kompas, 28-08-2004 hal. 32

Posisi PT Telkomsel sebagai market leader dalam industri jasa layanan

selular di Indonesia sangat rentan untuk direbut oleh pesaingnya. Hal ini sangat

2
Lihat http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0402/05/telkom/839290.htm. diakses: 20 Februari
2005

2
mungkin terjadi oleh karena pertumbuhan industri jasa layanan telepon selular di

Indonesia masih terbuka lebar, jika di Malaysia kepadatan telepon selular telah

mencapai 63 % (persen), di Indonesia, kepadatan telepon selular baru mencapai

12 % (persen)3. Potensi pasar yang masih sangat besar dan tingkat pertumbuhan

industri yang tinggi, di mana dari tahun 2000 sampai 2005 mencapai 60 % per

tahun4, tentunya pertumbuhan pangsa pasar yang demikian besar tersebut akan

saling diperebutkan oleh para operator jasa layanan selular.

Persaingan antar operator jasa layanan selular dalam memperebutkan para

pelanggannya telah memasuki tingkat persaingan yang tinggi. Para Operator

saling berlomba untuk memberikan berbagai fitur layanannya yang terkadang

terkesan dipaksakan yang berakibat pada terjadinya tekanan pada pendapatan

operator.5 Di samping persaingan dalam bentuk memberikan berbagai jenis

layanan, persaingan tarif juga sudah mulai terjadi. Persaingan ini terjadi akibat

adanya tekanan dari kehadiran CDMA fixed wireless yang menawarkan tarif yang

murah sehingga para operator GSM mulai melakukan penurunan tarif dan

perluasan area zona lokal-nya6.

Keadaan ini berpotensi menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar

operator selular yang akan membawa dampak terhadap pelayanan pelanggan dan

perginya investor.7 Untuk dapat terhindar dari pola persaingan yang tidak sehat

perusahaan jasa layanan selular dituntut untuk berfokus kepada pelanggan, Upaya

3
“Investor asing ubah PT Industri Seluler” Kompas, 03-02-2005 Hal. 37
4
Moch S Hendrowijono “Pertumbuhan Telekomunikasi 2006: Walau lambat masih jadi yang
tercepat”. Kompas, 12-12-2005 hal. 40
5
M Kuncoro “Adu Strategi Gaet Konsumen Selular di tahun 2004”, Kompas, 11-02-2004
Halaman 28
6
“Operator GSM bergegas Perhatikan Pelanggan”. Kompas, 26-03-2003. Halaman 35
7
M Kuncoro,. Loc.cit.

3
ini dilakukan dengan cara terus menerus memantau kebutuhan dan keinginan

pelanggan terhadap kualitas produk atau jasa perusahaan.

Usaha untuk lebih berfokus kepada pelanggan bagi pengguna jasa layanan

selular, terutama pelanggan kartu prabayar sangat mendesak. Pelanggan prabayar

akan sangat mudah untuk beralih kepada pesaing, hal ini disebabkan karena

kecilnya biaya untuk mengganti kartu dan tidak terdapatnya perbedaan yang

signifikan dalam jenis layanan jasa yang ditawarkan oleh masing-masing operator,

apalagi pelanggan jasa prabayar bukan merupakan consumer base bagi operator

jasa layanan telepon selular.

Menghadapi keadaan seperti ini, perusahaan dituntut memaksimalkan

kepuasan dan memelihara kesetiaan pelanggannya. Usaha ini diwujudkan dengan

memberikan dukungan layanan dalam bentuk layanan pelanggan (customer

service). Dukungan layanan pelanggan pada PT Telkomsel terdiri dari tiga

saluran, yakni: Call Center, dimana pelanggan dapat menghubungi perusahaan

melalui telepon; Face-to-face encounter, dimana para pelanggan dapat melakukan

kontak tatap muka dengan petugas perusahaan (Grapari, Gerai Halo, Corporate

Account Management), dan Multimedia, dimana pelanggan dapat menghubungi

perusahaan melalui saluran multimedia (Web atau SMS).

Sebagai akibat dari karakteristik dari pengguna telepon selular yang mobile,

maka call center menjadi pilihan utama bagi pelanggan untuk berhubungan

dengan layanan pelanggan PT Telkomsel. Menurut data yang diungkapkan oleh

VP Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, sekitar 94,4 persen

pelanggan menyampaikan keluhan atau meminta informasi melalui Call Center.

4
Selain melalui Call Center, pelanggan menyampaikan permintaan atau keluhan

melalui GraPARI sebesar 0,2 persen, GeraiHALO sebesar 0,2 persen, serta

melalui situs perusahaan dan SMS sebesar 0,1 persen8.

Dalam rangka terus memberikan pelayanan yang terbaik kepada para

pelanggannya PT Telkomsel terus menerus meningkatkan kapasitasnya, gambar

1.2 dibawah ini menunjukan peningkatan jumlah petugas Call Center PT

Telkomsel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.

Gambar 1.2
Jumlah Petugas Call Center PT Telkomsel
4000

4000

3000 2000

1100
2000
350
1000

0
2004 2005 2006 2007

Sumber: Kompas Cyber Media, 14 April 2007, dan


www.telkomsel.com/web/corporate/pressRoom.php?id=131

Peningkatan Kapasitas Call Center Telkomsel yang sangat besar tersebut

adalah untuk melayani pelanggan yang sangat besar dengan pertumbuhan yang

sangat tinggi. Meningkatnya jumlah pelanggan PT Telkomsel menyebabkan

meningkatnya jumlah panggilan ke Call Center, peningkatan jumlah panggilan

tersebut dapat dilihat dari gambar di bawah ini:

8
A. Mohammad BS, “Telkomsel Tambah 2 Ribu Petugas CS”
http://www.swa.co.id/primer/manajemen/sdm/details.php?cid=1&id=4095 diakses tanggal: 25
April 2007

5
Gambar 1.3
Jumlah Panggilan Call Center PT Telkomsel (/hari)
1.100.000
1200000
1000000
800000
500.000
600000 370.000
400000
200000
0
2005 2006 2007

Sumber: www.detiknet.com tanggal 18 Februari 2005, Kompas Cyber Media 14 April 2007
dan http://www.telkomsel.com/web/corporate/pressRoom.php?id=131.

Di samping mengalami peningkatan jumlah panggilan, tingkat SCR

(Succesful Call Rate) sebagai indikator yang menunjukan jumlah panggilan yang

berhasil masuk ke call center PT Telkomsel, juga mengalami peningkatan. Jika

pada tahun 2005 mencapai 75 persen maka pada tahun 2006 menurut VP

Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, SCR mencapai 85% atau

bahkan 90%9. Dengan semakin meningkatnya SCR maka jumlah panggilan yang

tidak tersambung akan semakin berkurang dan pelanggan akan semakin mudah

untuk melakukan kontak dengan perusahaan. Hal inilah yang menjadikan fungsi

Call Center sebagai media bagi pelanggan untuk melakukan kontak dengan

provider jasa layanan selular di masa yang akan datang akan semakin meningkat.

Adapun alasan pelanggan menghubungi call center PT Telkomsel, yakni:

Pelanggan membutuhkan informasi, pelanggan menyampaikan keluhan, dan

9
A. Mohammad BS. Loc.cit

6
permintaan panduan untuk aktivasi atau pemblokiran layanan10. Proporsi alasan

pelanggan menghubungi call center PT Telkomsel ditunjukkan oleh gambar 1.4 di

bawah ini:

Gambar 1.4
Alasan Pelanggan menghubungi Call Center
PT Telkomsel

Permintaan
informasi
70%

Permintaan
Panduan
Keluhan 14%
16%

Sumber: www.detiknet.com tanggal 18 Februari 2005

Kemampuan bagian layanan pelanggan pada call center dalam memberikan

informasi, menyelesaikan masalah atau menangani keluhan dan memberikan

berbagai panduan kepada pelanggan akan sangat menentukan penilaian pelanggan

terhadap kualitas jasa keseluruhan yang diberikan oleh PT Telkomsel.

Semakin vitalnya peran call center bagi penerapan Customer Relationship

Management (CRM), telah menempatkan petugas call center atau call center

representatif (CCR) dalam posisi yang sangat penting sebagai “link” antara

perusahaan dengan pelanggannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Bitner bahwa

10
Ni Ketut Susrini, “16 Panggilan ke Call Center berisi Keluhan” www.detiknet.com diakses
tanggal: 28 November 2006

7
pelanggan seringkali melihat kualitas layanan dari sebuah organisasi secara

keseluruhan berdasarkan pada interaksi mereka dengan Customer Contact

Representatif (CCR), pelanggan mengevaluasi layanan seringkali berdasarkan

pada evaluasi mereka terhadap service encounter atau saat dimana pelanggan

berinteraksi dengan perusahaan11.

Pentingnya peran bagian layanan pelanggan dalam menentukan nilai sebuah

merek dinyatakan oleh Paul Temporal dan Martin Trott bahwa layanan konsumen

selalu merupakan bagian penting pembangunan merek bagi setiap perusahaan,

khususnya perusahaan jasa. layanan konsumen yang buruk dengan cepat akan

mematikan nilai merek.12 John Tschohl, dalam Achieving Excellence through

Customer Service menekankan pentingnya layanan pelanggan dengan

menyatakan bahwa meski tanpa iklan dan usaha pemasaran lain jika bisnis

menerapkan suatu strategi layanan profesional secara sukses, penjualan,

keuntungan dan laba atas modal (ROI) biasanya meningkat secara geometris –

tidak hanya secara proporsional. Kepuasan dan kesetiaan pelanggan juga

meningkat secara dramatis dan jumlah keluhan pelanggan akan menurun.13

Pilihan untuk meneliti pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan

petugas call center dan kaitannya dengan pembentukan loyalitas merek, karena

dirasakan bahwa di Indonesia masih sangat jarang diadakan penelitian untuk

menilai hubungan interaksi pelanggan berhubungan dengan perusahaan (service

11
M.J Bitner., “Evaluation service encounter: the effects of physical surroundings and employee
responses”, Journal of Marketing, Vol. 54, April 1990, pp. 69-82
12
Paul Temporal dan Martin Troot, “Romancing the Customer”. Diterjemahkan oleh Kusnandar
Jakarta: Salemba Empat, 2002. hal. 17
13
John Tschohl dan Steve Fransmeier, “Achieving Excellence Through Customer Service.
Diterjemahkan oleh Tjita Singo, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. hal 24

8
encounter) yang dilakukan melalui telepon atau call center serta hubungannya

dalam pembentukan loyalitas merek.

B. Pokok Permasalahan

Proses pembentukan ekuitas merek terjadi melalui serangkaian proses yang

sangat panjang. Hal ini sesuai dengan konsep Gestalt, Menurut konsep ini

manusia mengintepretasikan pengalaman-pengalamannya secara holistik. Sebuah

merek akan mendapatkan kesan yang kuat dan mendapatkan posisi khusus di

benak konsumen, apabila merek tersebut menawarkan pesan-pesan yang dapat

dipercaya, rasional, atraktif dan konsisten sepanjang waktu.

Pembangunan sebuah merek yang memiliki ekuitas tinggi membutuhkan

penerapan konsistensi strategis, di mana seluruh aspek dalam organisasi secara

konsisten terlibat dalam pembangunan ekuitas merek. Penerapan konsistensi

strategis pada seluruh lini dalam organisasi dalam pemasaran jasa menjadi penting

karena fokus utama merek (locus of Brand impact) pada perusahaan jasa adalah

perusahaan penyedia jasa itu sendiri14. Persepsi konsumen terhadap sebuah aspek

organisasi perusahaan, dalam penelitian ini, petugas call center, akan sangat

menentukan asosiasi konsumen berkaitan dengan sebuah merek.

Dalam penelitian ini, ditekankan pentingnya aspek pengalaman pelanggan

berhubungan dengan petugas call center dalam pembentukan loyalitas merek.

Pentingnya aspek pengalaman dalam membentuk ekuitas sebuah merek

merupakan adaptasi dari model Service Branding yang diperkenalkan oleh

14
Fandy Tjiptono. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia, 2005. hal. 108

9
Leonarld L. Berry. Dalam model tersebut, ekuitas merek merupakan efek

deferensial dari kombinasi antara brand awareness dan brand meaning. Brand

meaning yang dibentuk oleh pengalaman aktual pelanggan dalam menggunakan

jasa layanan perusahaan akan berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan

ekuitas merek.

Dalam Penelitian ini, pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan

merek atau perusahaan akan dibatasi dengan pengalaman pelanggan dalam

berhubungan dengan petugas bagian layanan pelanggan pada call center.

Pengalaman pelanggan tersebut, kemudian akan menimbulkan berbagai persepsi

di benak pelanggan terhadap perusahaan yang pada gilirannya sebuah merek.

Baik buruknya pengalaman pelanggan dalam interaksi yang terjadi dengan bagian

call center (Phone encounter) akan mempengaruhi pembentukan loyalitas merek.

Aspek-aspek layanan pelanggan yang akan diteliti meliputi harapan

pelanggan terhadap petugas call center yang dikelompok ke dalam empat skala,

yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan ,authority15. Aspek Pengalaman

pelanggan akan dinilai positif jika mampu memenuhi harapan para pelanggan.

Selanjutnya, akan diteliti keterkaitan antara pengalaman pelanggan dengan

persepsi kualitas jasa keseluruhan (overall service quality) dan selanjutnya dengan

pembentukan loyalitas merek kartu prabayar simPATI.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti mengangkat pokok

permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

15
Arjal Burgers et al., “Customer expectation dimensions of voice-to-voice service encounter: a
scale-development study”, international journal of service Industry Management. Bradford, 2000

10
1. Bagaimana penilaian pelanggan terhadap pengalaman layanan pelanggan

yang diberikan oleh petugas call center PT Telkomsel dalam kontak

layanan melalui telepon (Call Center)?

2. Bagaimana persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan (overall

Service Quality) yang diberikan oleh PT Telkomsel?

3. Bagaimana hubungan antara pengalaman pelanggan berhubungan dengan

petugas call center terhadap persepsi kualitas jasa PT Telkomsel?

4. Bagaimana hubungan antara persepsi kualitas jasa PT Telkomsel terhadap

loyalitas merek kartu prabayar simPATI?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka

penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai

pengalaman interaksi pelanggan kartu simPATI dalam berhubungan dengan

petugas Call center dan kaitannya terhadap persepsi kualitas dan selanjutnya

loyalitas merek (brand loyalty) kartu prabayar simPATI Telkomsel.

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan khusus, yaitu:

1. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap petugas call center PT

Telkomsel dalam memberikan pelayanan.

2. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan PT

Telkomsel

3. Mengetahui penilaian pelanggan terhadap petugas call center PT

Telkomsel dalam memberikan pelayanan dan implikasinya terhadap

11
pembentukan persepsi kualitas jasa keseluruhan yang diberikan PT

Telkomsel

4. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa keseluruhan dan

implikasinya terhadap pembangunan loyalitas merek (Brand loyalty) kartu

simPATI

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis

maupun secara praktis dalam bidang pemasaran jasa.

1. Dari segi akademis, memberikan tambahan pemahaman mengenai konsep

merek dan bagaimana aspek-aspek merek khususnya loyalitas merek

dapat ditingkatkan dengan cara mengelola pengalaman interaksi antara

perusahaan dengan pelanggan melalui media telepon.

2. Dari segi praktis, memberikan masukan kepada perusahaan tentang

bagaimana pelanggan menilai pengalaman interaksi yang terjadi dengan

petugas call center dan bagaimana pengaruhnya terhadap loyalitas merek

sehingga perusahaan dapat memperbaiki dan mengembangkan kualitas

dari interaksi yang terjadi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Mengacu pada tujuan dan manfaat dari penelitian ini, maka ruang lingkup

penelitian difokuskan hanya pada mengevaluasi pengalaman interaksi pelanggan

12
dengan petugas call center terhadap loyalitas merek, yang difokuskan pada

pelanggan kartu simPATI PT Telkomsel.

Peneliti memilih pengguna kartu simPATI PT Telkomsel sebagai obyek

penelitian didasarkan oleh pertimbangan: Pertama, jumlah pengguna prabayar

adalah populasi terbesar dari pengguna telepon selular berbasis GSM. Sementara

itu, pengguna kartu Prabayar simPATI merupakan pengguna terbesar dari

pelanggan selular yang menggunakan GSM di Indonesia, sebagai market leader

pelanggan simPATI akan menjadi sasaran tarikan pesaing. Kedua, tarif prabayar

lebih mahal dari tarif paska bayar sementara persaingan selular sudah memasuki

pada persaingan tarif. Ketiga, pelanggan prabayar bukan merupakan basis

pelanggan oleh karenanya akan mudah beralih dan berganti nomor.16

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman skripsi ini, penulis membaginya kedalam

Bab-bab sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Dalam bab ini, penulis menguraikan Latar Belakang Permasalahan,

Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian,

Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

16
Kuncoro, Loc.Cit.

13
Bab II: Kerangka teori dan metode penelitian

Dalam Bab ini, penulis menguraikan tinjauan pustaka, konstruksi

model teoritis, Model Analisis, Hipotesis, operasionalisasi konsep,

dan metode penelitian.

Bab III: Gambaran Umum Obyek Penelitian

Dalam bab ini, penulis menguraikan sejarah perusahaan; slogan,

visi dan misi perusahaan; struktur organisasi perusahaan; produk

dan jasa layanan, dan Call Center PT Telkomsel

BAB IV: Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hasil

pengumpulan data, Analisis deskriptif konstruk variabel penelitian,

analisa univariat, dan analisis model penelitian.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini, penulis menguraikan kesimpulan hasil analisis

penelitian dan saran-saran yang bersifat praktis maupun teoritis

berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

14
BAB II

KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN

A. Tinjauan Pustaka

Untuk membahas pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center

terhadap pembentukan loyalitas merek, maka dalam tinjauan pustaka ini dibahas

teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Teori-teori yang akan

dibahas meliputi: Merek dalam pemasaran jasa, perilaku konsumen, perilaku

konsumen telekomunikasi, kepuasan, service quality, arti penting hubungan

pelanggan, loyalitas merek, service encounter, dan voice-to-voice encounter

A.1. Merek dalam Pemasaran Jasa

Dalam pemasaran jasa, merek yang kuat mampu meningkatkan kepercayaan

pelanggan (customers’ trust) dalam pembelian jasa yang bersifat intangiable,

inseparable, variabel, dan perishable. Merek yang kuat mampu membantu

pelanggan dalam memvisualisasikan dan memahami produk yang intangiable

sehingga dapat mengurangi resiko pelanggan dalam proses pembelian jasa,

terutama bagi kategori jasa yang sulit dievaluasi sebelum pembelian dilakukan.

Seperti yang dinyatakan oleh Berry:

Branding plays special role in service companies because strong


brands increase customers’ trust of the invisible purchase. Strong brand
enable customers to better visualize and understanding intangible
products. They reduce customers’ perceived monetary, social, or safety

15
risk in buying service, which are difficult to evaluate prior to
purchase...17

Di samping itu, menurut Berry fokus utama merek jasa berbeda dengan pada

produk. Jika pada produk yang menjadi merek primer (primary brand) merupakan

produk itu sendiri, sedangkan pada jasa, perusahaanlah yang menjadi primary

brand18. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan sumber dari penciptaan nilai

pelanggan (The source of customer value creation).

Pada produk jasa, sumber penciptaan nilai pelanggan terutama berkaitan

dengan pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Berry bahwa: “...the source of experience is

the locus of brand formation...”. Oleh karena itu, Perusahaan secara

keseluruhannya akan dilihat sebagai “provider of experience19”.

Selanjutnya, Berry memperkenalkan model service branding yang terdiri atas

enam komponen, yakni presented brand perusahaan, komunikasi merek eksternal,

brand awareness, brand meaning, pengalaman pelanggan dengan perusahaan, dan

ekuitas merek. Dalam gambar 2.1 dibawah, Relasi antar komponen ditunjukan

dengan garis tebal dan garis putus-putus. Garis tebal mencerminkan dampak

primer dan garis putus-putus menunjukan dampak sekunder.

17
Leonard L Berry: Cultivating Service Brand Equity. Journal Academy of Marketing Science Vol
28. Greenvale: 2002 hal 128
18
Ibid
19
Ibid

16
Gambar 2.1
Model Service Branding

Presented Brand Brand Awareness

External Brand equity


Communication

Customer Brand Meaning


experience

Sumber: Berry: Cultivating Service Brand Equity, 2002

Menurut model service branding yang dikemukan oleh Berry, Komunikasi

pemasaran baik yang dikendalikan oleh perusahaan (presented brand) maupun

yang berasal dari luar perusahaan (external communication) memang memiliki

pengaruh yang besar dalam menciptakan kesadaran merek, pengetahuan merek

dan preferensi merek. Akan tetapi, pengaruh itu terutama berakibat pada para

pelanggan baru yang memiliki sedikit atau belum pernah secara langsung

memiliki pengalaman dalam berhubungan dengan perusahaan penyedia jasa,

sedangkan bagi pelanggan yang pernah mengalami jasa total perusahaan, sumber

utama dari brand meaning adalah pengalaman pelanggan (experience). Pelanggan

akan lebih mempercayai informasi yang berasal dari pengalamannya sendiri

dalam berhubungan dengan perusahaan dibandingkan dengan sumber-sumber

informasi baik oleh perusahaan maupun sumber-sumber eksternal lain.

17
Menurut Berry yang dikutip dalam Lovelock dan Wirtz, pengalaman

pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan jasa menimbulkan adanya

persepsi nilai yang kemudian menciptakan preferensi pelanggan terhadap merek

jasa tersebut20.

Pengalaman pelanggan yang baik ketika berhubungan dengan perusahaan,

hanya dapat dicapai apabila perusahaan jasa tersebut memahami keinginan dan

persepsi target pasar yang dipilih dan bertindak sesuai dengan ekspektasi

pelanggan. Dengan adanya pemahaman yang baik mengenai konsumen,

perusahaan jasa dapat lebih baik mengkomunikasikan nilai-nilai yang dimiliki

perusahaan serta meyakinkan pelanggan untuk percaya pada produk jasa yang

direpresentasikan oleh merek perusahaan.

A.2. Perilaku Konsumen Jasa

Untuk dapat bertahan dalam sebuah lingkungan persaingan yang kompetitif,

sebuah perusahaan harus dapat memberikan target market-nya nilai (value) yang

lebih dari yang dapat diberikan oleh para pesaing. Upaya memberikan nilai

pelanggan yang superior tersebut hanya dapat terjadi jika perusahaan dapat

mengantisipasi kebutuhan konsumen secara lebih baik dibandingkan dengan

pesaingnya. Untuk itulah diperlukan pemahaman mengenai siapa yang membeli

produk, apa yang dibeli, mengapa mereka membeli, kapan membeli, di mana

membeli, bagaimana proses keputusan pembelian, berapa sering membeli

20
Christopher Lovelock dan Jochen Wirtz: Services Marketing, people, technology and strategy,
5th edition, Prentice Hall, 2005 hal.344

18
dan/atau menggunakan produk/jasa. Berbagai pertanyaan tersebut merupakan

bidang kajian dalam perilaku konsumen.

Studi perilaku konsumen sebagaimana dinyatakan oleh Hawkin, et al adalah

“... study of individuals, groups, or organization and the process they use to

select, secure, use, and dispose of products, services, experience, or ideas to

satisfy needs and the impacts of these processes have on consumer and society”21.

Perilaku konsumen dalam pengertian ini, bukan hanya melihat proses yang terjadi

saat berlangsungnya pembelian, tapi lebih jauh lagi melihat bagaimana konsumen

memilih, menentukan, mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan

pemakaian produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta

dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat.

Dalam berbagai literatur marketing berdasarkan perspektif pengambilan

keputusan, dikenal proses lima tahap dari keputusan pembelian konsumen, yakni:

Identifikasi kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian/konsumsi dan evaluasi purna beli. Proses keputusan konsumen bisa

diklasifikasikan ke dalam tiga tahap utama, yakni: Pra Pembelian, konsumsi dan

evaluasi purna pembelian seperti diperlihatkan dalam gambar di bawah ini22.

21
Hawkin, et al., “Consumer Behaviour: Building Marketing Strategy 8th ed”. New York:
McGraw-Hill, 2001. hal. 7
22
Tjiptono., op cit hal. 43

19
Gambar 2.2
Model Perilaku Konsumen Jasa

Identifikasi Pencarian Evaluasi Pembelian Evaluasi


Kebutuhan Informasi Alternatif dan Purna Beli
Konsumi

Tahap Tahap
Tahap Pra Pembelian Konsumsi Evaluasi
Purna Beli

Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005

Tahap pra pembelian meliputi bagaimana konsumen mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhannya, mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan dan mengevaluasi alternatif-alternatif dari berbagai pilihan

yang tersedia. Sedangkan dua tahap berikutnya adalah tahap pembelian dan

konsumsi serta tahap evaluasi purna beli.

Dalam tahap pembelian dan konsumsi jasa, dimana proses pembelian dan

konsumsi jasa tidak terpisah mengakibatkan interaksi antara perusahaan penyedia

jasa dengan konsumen dapat mempengaruhi nilai dari pengalaman konsumsi.

Berbagai faktor seperti emosi dan mood dari petugas perusahaan penyedia jasa

dan pelanggan juga turut menentukan kualitas keseluruhan penyampaian sebuah

jasa. Oleh karena itu, pada perusahaan jasa, interaksi antara perusahaan dengan

pelanggan yang sering disebut sebagai service encounter dikelola sedemikian rupa

agar tercipta pengalaman pelanggan yang positif.

Setelah jasa dikonsumsi maka konsumen akan melakukan evaluasi purnabeli.

Pada tahap ini, konsumen menilai ketepatan keputusan pembeliannya. Menurut

Kotler Kepuasan ataupun ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi

20
perilaku konsumen selanjutnya. Apabila konsumen puas maka ia akan

menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk kembali dan

akan menyampaikan berbagai hal yang positif tentang merek kepada orang lain.

Sebaliknya, apabila konsumen merasa kecewa dengan pembelian yang

dilakukannya karena produk atau jasa bersangkutan tidak memenuhi kebutuhan

yang dimaksud maka konsumen paling tidak akan melakukan empat kemungkinan

respon, yakni:

Pertama, tidak melakukan apa-apa. Konsumen dalam hal ini tidak

menyampaikan komplain kepada siapapun dan biasanya langsung beralih ke

pemasok atau penyedia jasa lain. Kedua, berhenti membeli produk atau jasa

perusahaan bersangkutan dan atau menyampaikan negative/bad word-of-mouth

kepada keluarga, rekan sejawat, maupun orang dekat lainnya. Ketiga,

menyampaikan komplain secara langsung dan meminta kompensasi kepada

perusahaan penyedia jasa. Keempat, mengadukan ke lewat media massa, lembaga

konsumen atau instansi pemerintah terkait, dan atau menuntut produsen/penyedia

jasa secara hukum23.

Sebagai akibat dari kompleknya proses evaluasi atribut produk jasa, perilaku

konsumen pada jasa akan bersifat spesifik pada masing-masing industri. Dalam

bagian berikut ini akan dijelaskan perilaku konsumen jasa telekomunikasi.

23
Ibid

21
A.3. Perilaku konsumen jasa telekomunikasi

Industri jasa telekomunikasi telah mengalami berbagai perubahan yang

radikal. Menurut Xevelonakis, perubahaan tersebut merupakan hasil dari

kombinasi pasar, bisnis dan teknologi24. Perubahan-perubahan tersebut telah

mengakibatkan terjadinya perubahan dalam perilaku konsumen jasa

telekomunikasi.

Jika dilihat dari sisi faktor teknologi, ditemukannya teknologi wireless atau

teknologi telepon selular dengan sistem transmisi menggunakan frekuensi telah

merubah kecenderungan orang dalam berkomunikasi, menurut data dari

International Communication Union (ITU), sejak tahun 2002 jumlah pelanggan

selular secara global telah melampaui jumlah pelanggan telepon tetap. Hal ini

disebabkan karena konsumen lebih menyukai sifat praktis dan mobilitas yang

tinggi yang merupakan sifat dari telekomunikasi selular.

Melalui telepon selular pelanggan dapat melakukan banyak hal, seperti:

Telepon, SMS, faksimili, mendengarkan lagu, mengirimkan pesan multimedia,

melakukan koneksi internet melalui WAP (wireless Access Protocol) ataupun

GPRS, e-mail, PDA, dan berbagai aplikasi lain. Berbagai benefit tersebut

dimungkinkan sebagai akibat dari konvergensi teknologi komunikasi dan

teknologi informasi pada teknologi seluler25.

Konvergensi teknologi tersebut juga telah membuka banyak kemungkinan

bagi operator jasa layanan telekomunikasi selular untuk menawarkan berbagai

24
Evangelos Xevelonakis. Developing Retention Strategies Based on Customer Profitability in
Telecomunication: An empirical Study., Journal of Database Marketing and Customer Strategy
Management., 2005. Hal. 226
25
Kertajaya., Op Cit. Hal 18

22
aplikasi teknologi baru. Diferensiasi produk dari sisi teknologi menyebabkan

operator berlomba menyediakan berbagai aplikasi teknologi baru.

Menurut Tjiptono untuk mendiferensiasikan produk jasa dalam konteks

persaingan, perusahaan harus berfokus pada atribut determinan, yaitu atribut yang

paling mungkin menentukan pilihan konsumen. Atribut determinan ini ditentukan

oleh dua dimensi yakni tingkat kepentingan dan tingkat keunikannya. Sebuah

atribut dinilai penting oleh pelanggan jika atribut tersebut memberikan manfaat

yang diharapkan oleh pelanggan. Akan tetapi, jika semua perusahan menawarkan

atribut bersangkutan maka atribut tersebut tidak akan menentukan pilihan

merek26.

Dalam industri jasa layanan telekomunikasi selular, diferensiasi teknologi

sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan, pertama: Atribut yang

didiferensiasikan belum tentu dinilai penting oleh konsumen. Kedua, dalam

industri jasa layanan selular ada kecenderungan dari masing-masing operator

berlomba menawarkan aplikasi teknologi yang sama.

Dari sisi pasar persaingan, semakin terbukanya sektor industri jasa layanan

telekomunikasi selular telah mengakibatkan terjadinya pergeseran bargaining

position dari produsen kepada konsumen. Konsumen memiliki banyak pilihan,

jika penyedia jasa layanan telekomunikasi tidak mampu memberikan pelayanan

yang terbaik maka dengan mudah konsumen akan beralih ke penyedia jasa

lainnya.

26
Tjiptono., Op Cit hal 64

23
Hasil riset yang dilakukan oleh lembaga riset pemasaran Pixel terhadap

konsumen jasa layanan selular di Indonesia menunjukan bahwa dimensi Tarif

(dilihat dari SMS tariff, voice call tariff, dan Starter-pack tariff) memberikan

pengaruh yang lebih besar terhadap index kepuasan secara total dibandingkan

dimensi Performance (No Service, Dropped call, Static, dan Circuit Full). Hasil

riset ini menunjukan telah terjadi persaingan tarif antara sesama operator selular

yang mengakibatkan ekspektasi konsumen terhadap tarif rendah meningkat.

Persaingan dalam hal tarif akan berakibat tidak menguntungkan bagi semua

pihak. Oleh sebab itu, sebagaimana dikatakan ketua Asosiasi Telepon Selular

Indonesia (ATSI), Jhonny Suwandi Sjam: "Perang tarif merupakan salah satu

strategi industri selular. Sebenarnya yang perlu dilakukan sebagai langkah ke

depan adalah kompetisi dalam hal pelayanan, yaitu bagaimana membuat jaringan

yang handal dan pelayanan yang baik kepada pelanggan27. Hasil riset lain yang

diadakan di Korea pada tahun 1999 menunjukan bahwa kualitas layanan yang

buruk merupakan dorongan terkuat untuk berhenti berlangganan28.

27
http://www.pixel-research.com/apa-yang-dicari-pengguna-seluler diakses 20 Juni 2007
28
Kertajaya., Op Cit. Hal. 89

24
A.4. Kepuasan Pelanggan

Kata ‘kepuasan’ atau satisfaction berasal dari bahasa Latin ‘satis’ (artinya

cukup baik, memadai) dan ‘facio’ (melakukan atau membuat). Secara sederhana

kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat

sesuatu memadai’. Namun, ditinjau dari perspektif konsumen, istilah kepuasan

pelanggan lantas menjadi suatu yang kompleks. Bahkan, hingga saat ini belum

dicapai kesepakatan atau konsensus mengenai konsep kepuasaan pelanggan, yakni

apakah kepuasaan merupakan respons emosional ataukah evaluasi kognitif29.

Menurut Howard & Sheth kepuasaan pelanggan didefinisikan sebagai situasi

kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara

hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan30.

Sedangkan Tse dan Wilson sebagaimana dikutip oleh Tjiptono mendefinisikan

ketidakpuasan atau kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap

evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) atau kesesuaian (confirmation) yang

dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian (atau norma kinerja

lainnya) dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau

konsumsi produk yang bersangkutan31

Dari uraian diatas dapat diartikan juga bahwa kepuasaan pelanggan sangat

berhubungan dengan ekspektasi pelanggan pada produk atau jasa yang

ditawarkan, apabila produk atau jasa tidak memenuhi ekspektasi, maka pelanggan

akan merasa tidak puas (dissatisfied); apabila produk atau jasa memenuhi

29
Ibid., hal 349
30
J.N. Sheth., “A Factor Analytic Model of Brand Loyalty”, Jornal of Marketing Research, Vol.
55, 1969
31
Tjiptono, Op Cit., hal. 349.

25
ekspektasi, pelanggan akan merasa puas (satisfied); Sedangkan apabila ternyata

produk atau jasa yang diberikan ternyata melebihi ekspektasi mereka, maka

pelanggan akan merasa sangat puas (highly satisfied).

Boulding dan Andreassen menyatakan bahwa ada dua konseptualisasi yang

berbeda dalam kepuasan pelanggan. Pertama, lebih memfokuskan pada kepuasan

setelah melakukan transaksi (transaction-specific perspective). Kedua, kepuasan

pelanggan yang bersifat kumulatif (cumulative customer satisfaction). Perspektif

kepuasan setelah melakukan transaksi lebih diartikan sebagai penilaian yang

dilakukan oleh pelanggan setelah membeli sebuah produk. Sedangkan perspektif

kumulatif merupakan hasil evaluasi berdasarkan pembelian keseluruhan dan

pengalaman pelanggan dengan produk atau jasa yang ditawarkan32. Perspektif

kepuasan pelanggan kumulatif inilah yang menjadi sebuah hal yang mendasar

dalam memprediksi performa perusahaan di masa yang akan datang, dan juga

dapat membentuk perilaku positif pelanggan terhadap perusahaan.

Menurut Oliver, kepuasan pelanggan merupakan sebuah hal yang sangat

penting dalam pembentukan loyalitas33. Bolton melakukan sebuah penelitian

kuantitatif mengenai hubungan antara durasi hubungan dengan kepuasan. Dalam

studinya dalam industri telepon seluler di Amerika, dia menemukan bahwa:

 Hubungan antara penyedia jasa dan konsumen akan lebih lama apabila

tingkat kepuasaan kumulatif konsumen lebih tinggi

32
Wang, Po Lo dan Yang, “An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value,
Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”, Kluwer Academic Publisher,
2004.
33
Oliver, R.L “Whence Consumer Loyalty?”, Journal of Marketing, 63, Special Issue, 1999

26
 Konsumen yang banyak berhubungan dengan penyedia jasa tidak akan

begitu sensitif pada kegagalan saat transaksi karena adanya tingkat

kepuasan yang tinggi.

 Efek positif dari berhasilnya sebuah transaksi akan berkurang apabila

konsumen pernah mengalami kekecewaan pada jasa yang diberikan.

 Hubungan antara efek dari kepuasan kumulatif dengan durasi hubungan

antara konsumen dan penyedia jasa akan lebih baik pada konsumen yang

sering berhubungan dengan penyedia jasa34.

A.5. Service Quality

Berbagai karakteristik dari jasa telah menyebabkan kualitas jasa jauh lebih

sukar dievaluasi bila dibandingkan dengan evaluasi kualitas barang. Bila ukuran

kualitas dan pengendalian kualitas untuk barang telah lama dikembangkan dan

diterapkan, untuk jasa berbagai ukuran tersebut justru sedang dikembangkan dan

diterapkan.

Jasa yang bersifat intangiable dan lebih merupakan proses yang dialami oleh

pelanggan secara subjektif, dimana aktivitas produksi dan konsumsi berlangsung

disaat yang bersamaan. Proses tersebut diikuti oleh serangkaian interaksi atau

moment of truth antara pelanggan dan penyedia jasa (service encounter). Interaksi

yang terjadi ini akan sangat berpengaruh terhadap jasa yang dipersepsikan oleh

34
R. Bolton, ”A Dynamic Model of the Duration of the Consumer’s Relationship with a Continous
Service Provider: The Role of Satisfaction”, Marketing Science, 1998

27
pelanggan35. Dalam tabel 2.1 di bawah ini diperlihatkan perbedaan antara

persepsi kualitas barang dengan jasa.

Tabel 2.1
Perbedaan antara kualitas barang dan kualitas jasa

No. Kualitas Barang Kualitas Jasa


1 Dapat secara objektif diukur dan ditentukan Diukur secara subjektif dan acapkali
oleh pemanufaktur ditentukan oleh konsumen
2 Kriteria pengukuran lebih mudah disusun Kriteria pengukuran lebih sulit disusun
dan dikendalikan dan seringkali sukar untuk dikendalikan
3 Standardisasi kualitas dapat diwujudkan Kualitas sulit untuk distandardisasikan
melalui investasi pada otomatisasi dan dan membutuhkan investasi besar pada
teknologi pelatihan sumber daya manusia
4 Lebih mudah mengkomunikasikan kualitas Lebih sulit mengkomunikasikan
kualitas
5 Dimungkinkan untuk mengadakan Pemulihan jasa yang jelek sulit untuk
perbaikan pada produk cacat guna dilakukan karena tidak bisa mengganti
menjamin kualitas. “jasa-jasa yang cacat”.
6 Produk itu sendiri memproyeksikan kualitas Bergantung pada komponen peripherals
untuk merealisasikan kualitas
7 Kualitas dimiliki dan dinikmati (enjoyed). Kualitas dialami (experienced).
Sumber: Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005

Menurut K.A. Venetis dan Ghauri yang dikutip oleh Serkan Aydin and

Gokhan Ozer. Secara umum, service quality dilihat sebagai faktor kritis dalam

menentukan tingkat keuntungan dan kemudian kesuksesan sebuah perusahaan.

Ada dua proses yang menjelaskan kontribusi dari service quality terhadap

profitabilitas, yakni: Pertama service quality dianggap sebagai salah satu media

untuk melakukan differensiasi dan penciptaan daya saing untuk menarik

konsumen baru yang berkontribusi terhadap perolehan pangsa pasar. Kedua,

service quality memperkuat keinginan konsumen untuk membeli lagi, membeli

lebih, membeli jasa lainnya, menjadi kurang sensitif terhadap harga dan

35
Tjiptono, op cit, hal. 259

28
menceritakan pada yang lain mengenai pengalaman-pengalaman menyenangkan

terhadap jasa tersebut36.

Meskipun service quality memegang peran yang sangat penting dalam

menentukan kesuksesan sebuah perusahaan. Akan tetapi, menurut Khatibi, et al.

belum ada konsensus tentang bagaimana mengkonseptualisasikan dan mengukur

service quality37.

Model Servqual yang diperkenalkan oleh Parasuraman dan kawan-kawan

merupakan model yang paling banyak dirujuk untuk pengukuran dan manajemen

service quality38. Model ini mengatakan bahwa perbedaan antara harapan atau

ekspektasi konsumen terhadap kinerja penyedia jasa layanan secara umum dan

penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari perusahaan spesifik menghasilkan

persepsi kualitas. Untuk mengukur penilaian konsumen terhadap pengalaman

layanan mereka mengembangkan 22-item instrumen survey, seperti yang

disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.2.
Atribut dan dimensi Model Servqual39
No. Atribut Dimensi
1 Peralatan muktahir/terbaru Bukti Fisik
2 Fasilitas fisik yang berdaya tarik Bukti fisik
3 Karyawan yang berpenampilan rapi Bukti Fisik
4 Fasilitas fisik sesuai dengan jenis yang ditawarkan Bukti fisik
5 Bila menjanjikan akan melakukan sesuatu pada waktu yang telah Realibilitas
ditentukan pasti akan direalisasikan

36
Serkan Aydin and Gokhan Ozer, “The analysis of antecedents of customer lyalty in the Turkish
mobile telecomunication market”. European Journal of Marketing; vol. 39 No. 7/8, 2005.
37
J. M Carman, “Consumer perceptions of service quality: an assement of the SERVQUAL
dimensions”, Journal of retailing,1990. vol. 66, spring, hal. 33-55
38
Abod Ali Khatibi, Hishamuddin Ismail dan Venu Thyagarajan. “What Drive Customer Loyalty:
An analysis from the telecomunication industry”. Journal of Targeting, measurement and analysis
for marketing. September 2002.
39
Tjiptono., Op Cit, hal. 278

29
No. Atribut Dimensi
6 Bersikap simpatik dan sanggup menenangkan pelanggan setiap ada Realibilitas
masalah
7 Jasa disampaikan secara benar sejak pertama kali Realibilitas
8 Jasa disampaikan sesuai dengan waktu dijanjikan Realibilitas
9 Sistem pencatatan yang akurat dan bebas kesalahan Realibilitas
10 Kepastian waktu penyampaian jasa diinformasikan secara jelas kepada Daya Tanggap
pelanggan
11 Layanan yang segera/cepat dari karyawan perusahaan Daya Tanggap

12 Karyawan yang selalu bersedia membantu pelanggan Daya Tanggap

13 Karyawan yang tidak terlampau sibuk sehingga sanggup menganggapi Daya Tanggap
permintaan pelanggan dengan cepat
14 Karyawan yang terpercaya Jaminan
15 Perasaaan aman sewaktu melakukan transaksi dengan karyawan Jaminan
penyedia jasa.
16 Karyawan yang selalu bersikap sopan terhadap para pelanggan Jaminan

17 Karyawan yang berpengetahuan luas sehingga dapat menjawab Jaminan


pertanyaan karyawan
18 Perhatian individual dari perusahaan Empati
19 Waktu operasi yang cocok/nyaman bagi para pelanggan Empati
20 Karyawan yang memberikan perhatian personal Empati
21 Perusahaan yang sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan setiap Empati
pelanggan
22 Karyawan yang memahami kebutuhan spesifik para pelanggan Empati

Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005

Meskipun model diatas sangat banyak dirujuk dalam pengukuran service

quality, ada beberapa keberatan dari berbagai ahli terhadap model Servqual baik

yang bersifat teoritikal maupun operasional40. Studi yang dilakukan diberbagai

konteks jasa untuk menguji penggunaan model Servqual seperti: rumah sakit,

hotel, ritel, pakaian, jasa reparasi mobil, dokter gigi dan pendidikan tinggi,

menunjukan bahwa jumlah dimensi kualitas jasa bervariasi antara 3 sampai 9. Hal

40
F. Butler. “Servqual: Review, critique, research agenda”, European Journal of marketing, 1996.
Vol. 30, No. 1. pp. 8-32

30
ini menyebabkan klaim Parasuraman bahwa lima dimensi Servqual bersifat

generik untuk semua konteks jasa patut dipertanyakan41.

Untuk menghindari berbagai perdebatan terhadap keterbatasan pengukuran

Servqual tersebut, Instrumen pengukuran unidimensional dari persepsi kualitas

jasa yang berkaitan dengan evaluasi terhadap layanan dasarnya dapat digunakan

dengan alasan efisiensi pengumpulan data42, misalnya dalam industri telepon

selular berbasis GSM, layanan dasar terdiri dari: coverage of calling area, value

added service, customer support services, the supplier’ service of the operator,

dan service in campaigns43.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran persepsi kualitas jasa

dari sudut pandang konsumen. Menurut Dobholkar, persepsi kualitas jasa dari

sudut pandang pelanggan dapat diukur melalui 4 (empat) item overall service

quality yang merupakan penilaian konsumen terhadap “excelent overall service”,

“service of a very high quality”, “high standard of service” dan “superior service

in every way” yang diberikan oleh perusahaan jasa44.

41
Tjiptono, op cit, hal. 283
42
J. Bloemer, K. Ruyter, dan M. Wetzels., “On the relationship between perceived service
quality, service loyalt and switcing cost”, International journal of industries management, vol. 9
No. 5. pp. 436-453
43
Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op Cit
44
Po Lo Wang dan Yang, “An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value,
Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”, Kluwer Academic Publisher,
2004.

31
A.6. Arti penting hubungan dengan pelanggan

Cara perusahaan dalam memelihara hubungan dengan para pelanggannya

telah melahirkan beberapa bidang kajian baru dalam marketing, salah satunya

adalah Relationship Marketing (RM) atau pemasaran relasional. Pada hakikatnya,

RM mencerminkan perubahan paradigma pemasaran, yakni dari fokus terhadap

transaksi/akuisisi pelanggan menjadi relasi/retensi pelanggan.

Tujuan utama dari Relationship Marketing adalah untuk membangun dan

mempertahankan basis pelanggan yang memiliki relationship commitment yang

kuat dan profitable bagi perusahaan. Menurut Tjiptono, ada beberapa manfaat

relationship marketing bagi organisasi jasa yakni: Biaya yang lebih rendah,

volume pembelian yang lebih besar, harga premium, dan komunikasi getok tular

positif. Manfaat-manfaat langsung ini berkontribusi pada marjin yang lebih besar

dan pada gilirannya dapat meningkatkan profibilitas perusahaan.

Sementara manfaat tidak langsungnya bagi organisasi jasa adalah retensi

karyawan, retensi karyawan ini terjadi karena adanya iklim organisasi yang

kondusif dalam perusahaan di mana para pelanggannya puas45.

Selain meningkatkan profibilitas perusahaan, relationship marketing juga

terbukti dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan terbina dari

terciptanya hubungan jangka panjang antara pelanggan dengan perusahaan. Dalam

berbagai literatur marketing ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam

usaha menciptakan hubungan jangka panjang, yakni:

45
Tjiptono, Op Cit., hal. 420

32
1. Menciptakan Kepercayaan dan komitmen

Harus disadari bahwa setiap hubungan didasari oleh adanya rasa percaya

(trust) dan komitmen. Trust menurut Tjiptono yang mengutip Sheth dan Mittal,

diartikan sebagai kesediaan untuk mengandalkan kemampuan, integritas dan

motivasi pihak lain untuk bertindak dalam rangka memuaskan kebutuhan dan

kepentingan seseorang sebagaimana disepakati bersama secara implisit maupun

eksplisit. Rasa percaya pelanggan terhadap perusahaan jasa adalah sesuatu hal

yang baru didapat melalui berulangnya pengalaman pelanggan yang positif.

Sedangkan Komitmen merupakan hasrat dan keinginan kuat untuk melanjutkan

relasi yang dinilai penting dan bernilai jangka panjang46.

Rasa percaya merupakan sebuah prinsip yang sangat esensial. Apabila seorang

pelanggan merasa bahwa perusahaan memberikan perhatian yang cukup terhadap

kebutuhan dan keinginannya, maka pelanggan akan lebih mudah menjadi loyal

terhadap merek jasa yang ditawarkan. Sebaliknya, kurangnya perhatian

perusahaan terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan dapat membuat sebuah

perusahaan kehilangan pelanggan. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah

ini:

46
Ibid., Hal 414

33
Gambar 2.3
Penyebab Perusahaan Kehilangan Pelanggan (%)

80
Pergi atau meninggal
68
70
60 Pes aing
m em enangkan
50 pelanggan
Harga lebih rendah
40
30 Penanganan
Kom plain yang buruk
20 14
9 Kurangnya perhatian
10 4 5
0

Sumber: Temporal, Romancing the customer: Memaksimalkan nilai merek, 2002

Dari hasil penelitian TARP diatas kita dapat melihat bahwa penyebab utama

sebuah perusahaan kehilangan pelanggan disebabkan oleh kurangnya perhatian

perusahaan (68%) disusul oleh penanganan komplain yang buruk (14%).

2. Mengembangkan Customer Relationship Management

Menurut Plessis dan Boon, Customer Relationship Management adalah

proses membangun dan mengelola relasi dengan pelanggan pada level

organisasional dengan jalan memahami, mengantisipasi dan mengelola kebutuhan

pelanggan berdasarkan pengetahuan yang didapatkan mengenai pelanggan, dalam

rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi dan profitablitas organisasi47.

Buttle mengungkapkan bahwa konsep CRM dapat dipahami dalam tiga level,

yaitu strategis, operasional dan analitikal. Level strategis CRM berfokus pada

pengembangan budaya bisnis yang bersifat costumer-centric. Hal ini merupakan

upaya merebut dan mempertahankan pelanggan dengan cara menciptakan dan

menyampaikan nilai pelanggan secara lebih efektif dan efesien dibandingkan para

47
Ibid, hal. 425

34
pesaing. Level operasional CRM berfokus pada otomatisasi proses bisnis dalam

kaitannya dengan upaya melayani pelanggan, misanya manajemen komunikasi

pemasaran, manajemen kontak pelanggan, dan fungsi layanan pelanggan

(misalnya call center dan customer service). Sementara analytical CRM berfokus

pada pendayagunaan data pelanggan untuk meningkatkan consumer value dan

company value48.

3. Memaksimalkan peran petugas penyedia jasa

Menurut Parasuraman et al yang dikutip oleh Khatibi et al, petugas perusahaan

penyedia memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan dan memelihara

hubungan antara perusahaan dengan pelanggan49. Pentingnya peran petugas dapat

dilihat dari sudut pandang pelanggan dan perusahaan penyedia jasa. Dalam sudut

pandang pelanggan, encounter yang terjadi dengan petugas perusahaan

merupakan aspek yang sangat penting dari sebuah jasa. Dari sudut pandang

perusahaan, tingkat layanan dan bagaimana layanan tersebut disampaikan kepada

oleh petugas perusahaan merupakan sumber penting dari penciptaan diferensiasi

yang merupakan keunggulan kompetitif perusahaan50.

Ada beberapa hal yang menyebabkan petugas perusahaan terutama frontline

penting bagi perusahan, yakni:

48
Ibid, hal 425
49
Adoba Ali Khatibi et al, What Drive Customer Loyalty: An analysis from the telecomunication
industry, Journal of Targeting, measurement and analysis for marketing, September 2002. hal. 37
50
Lovelock., Op cit. Hal 310

35
1. Petugas merupakan bagian inti dari produk. Seringkali petugas menjadi

elemen yang paling visible dari jasa dan secara signifikan menentukan

kualitas jasa layanan.

2. Petugas merupakan perusahaan jasa itu sendiri. Dari sudut pandang

pelanggan, petugas perusahaan adalah perusahaan itu sendiri.

3. Petugas merupakan brand. Petugas perusahaan inilah yang menentukan

apakah janji merek dipenuhi51.

Kecenderungan yang ada sekarang adalah perubahan dari high-contact

delivery service yang banyak melibatkan unsur-unsur manusia menuju low-

contact channel melalui pemanfaatan self-service interface (ATM, IVR, dan

Website).

Perubahan besar ini menimbulkan berbagai pertanyaan apakah peran-peran

penting dari petugas di atas masih relevan? Lovelock menyebutkan meskipun

kualitas dari teknologi dan self-service interface dalam penyampaian jasa

meningkat, kualitas dari frontline employee tetap krusial. Pelanggan mungkin

sangat jarang berinteraksi dengan petugas penyedia jasa, namun saat pelanggan

menghubungi perusahaan dan berinteraksi dengan petugas biasanya interaksi yang

terjadi adalah untuk pemecahan masalah (problem solving) dan penyampaian

permintaan khusus (special request) bukan tentang transaksi rutin. Moment of

truth yang terjadi ini menentukan apakah konsumen akan berpikir bahwa

51
Ibid

36
perusahaan menyampaikan layanan pelanggan yang execellent atau sebaliknya52.

Melalui moment of truth inilah perusahaan mendiferensiasikan layanannya.

A.7. Loyalitas Merek

Loyalitas merek adalah konsep multi-dimensional yang kompleks karena

mempunyai beragam definisi dan operasionalisasi konsep. Meskipun demikian,

ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefisinikan konsep tersebut,

yaitu stochastic approach dan deterministic approach53.

Pendekatan stokastik memandang loyalitas merek sebagai sebuah perilaku,

artinya preferensi konsumen diperlihatkan dalam perilaku pembelian, seperti

misalnya pembelian berulang dan frekuensi pembelian. Berdasarkan perspektif

ini, setiap kali pelanggan membeli merek produk yang sama, maka ia dikatakan

pelanggan yang setia pada merek tersebut dalam kategori produk yang

bersangkutan. Ada tiga macam ukuran loyalitas merek behavioural yang banyak

digunakan yaitu proporsi pembelian, urutan atau rentetan pembelian serta

probabilitas pembelian54.

Perspektif ini dapat mengukur perilaku pembelian efektif, namun sayangnya

tidak mampu menjelaskan apakah pembelian ulang yang terjadi karena faktor

kebiasaan, alasan-alasan situasional atau alasan-alasan psikologis yang lebih

kompleks. Perspektif ini cenderung memperlakukan loyalitas sebagai skala

52
Ibid., hal 311
53
Y. Odin, N. Odin, dan P.V. Florence “Conceptual and operational aspects of brand loyalty an
empirical investigation”. Journal of Business Research, Vol. 53, 2001
54
Tjiptono, op cit, 391

37
dikotomi dan menggunakan penilaian yang sangat subjektif untuk

mengalokasikan konsumen ke dalam salah satu kategori.

Sedangkan deterministic approach lebih memandang loyalitas sebagai sikap

konsumen terhadap merek tersebut55. Artinya loyalitas konsumen tidak hanya

diukur dari perilaku pembelian namun juga bagaimana preferensi konsumen

terhadap merek tersebut, prioritisasi merek dan kesediaan untuk memberikan

rekomendasi dan adanya sebuah komitemen psikologis konsumen dalam

pembelian, tanpa perlu mempertimbangkan secara spesifik perilaku pembelian

efektif. Dengan demikian loyalitas tidak dipandang sebagai sebuah dikotomi

antara loyal dan tidak loyal, namun lebih sebagai kontinun (a degree of loyalty).

Oleh sebab itu, tujuan pengukuran berdasarkan perspektif sikap bukanlah untuk

mengetahui apakah seseorang loyal atau tidak loyal, namun adalah untuk

memahami intensitas loyalitasnya terhadap merek.

Namun demikian, pengukuran loyalitas berdasarkan perspektif sikap tidak

luput dari berbagai kritik. Kritik pertama adalah bahwa pengukuran semacam ini

hanya mengandalkan pada pernyataan konsumen, bukan perilaku yang diamati.

Bisa saja konsumen menyatakan menyukai merek A, tetapi tidak pernah

membelinya. Kritik kedua menyangkut aspek operasional loyalitas. Dalam

banyak kasus, peneliti menggunakan anteseden atau konsekuensi loyalitas untuk

mengukur loyalitas, dan bukannya loyalitas sendiri.

Jacoby and Kyner mencoba memadukan dua pendekatan tersebut dengan

memberikan definisi loyalitas merek sebagai berikut: “Brand Loyalty is the biased

55
S.Fournier, dan J.L. Yao, “Reviving brand loyalty: a conceptualization within the framework
of consumer-based relationship”. International Journal of Research in Marketing, Vol. 64, 2000

38
behavioural response, expressed over time by some decision making unit with

respect to one or more alternative brands and is a function of psychological

(decision making, evaluative) process”56

Sedangkan menurut Lee dan Lau, loyalitas merek dikonseptualisasikan

sebagai keinganan perilaku untuk membeli sebuah merek dari suatu produk dan

menganjurkan orang lain untuk membeli merek tersebut. Menurut Lau dan Lee

yang mengutip Bank, ditemukan hubungan yang kuat antara keinginan berprilaku

terhadap sebuah merek terhadap perilaku pembelian aktual sebuah merek57.

Dick dan Basu menyatakan bahwa loyalitas memiliki dua dimensi yakni

Sikap dan perilaku. Dengan demikian mereka mengintegrasikan perspektif sikap

dan behavioral ke dalam suatu model komprehensif. Dengan mengkombinasikan

komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, maka didapatkan empat situasi

kemungkinan loyalitas, yakni:

 No Loyalty

Bila sikap dan perilaku pembelian sama-sama lemah, maka loyalitas tidak

terbentuk.

 Spurious Loyalty

Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembeliaan berulang yang kuat,

maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty.

 Latent Loyalty

56
J. Jacoby dan D.B. Kyner “Brand Loyalty vs Repeat Purchasing Behaviour”. Journal of
Marketing Research, Vol. 10, 1973
57
Geok Theng Lau dan Sook Han Lee., Consumers’ Trust in a Brand and The Link to Brand
Loyalty., Journal of Market – Focused Managemen; Dec 1994. Hal 341

39
Situasi latent loyalty ditandai dengan pola pembelian ulang yang kuat

disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah.

 Loyalty

Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar,

dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa

bersangkutan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

Menurut Rundle-Thiele dan Bennet, loyalitas merek bisa diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok berdasarkan tipe pasar, yaitu: consumable goods markets,

durable good markets, dan service markets. Adapun karakteristik dan ukuran

loyalitas merek untuk masing-masing pasar digambarkan dalam tabel di bawah

ini:

40
Tabel 2.3.
Karakteristik dan ukuran loyalitas merek
Karakteristik Tipe Produk
Consumables Durables Jasa
Loyalitas Behavioural
Peralihan merek Ya Tidak Tidak
Frekuensi pembelian Tinggi Rendah Sedang hingga tinggi
Tipe Loyalitas Multi Merek Merek Tunggal Merek Tunggal atau
ganda
Share of category (%) Bervariasi antara 1 100 Biasanya 80 atau
sampai 60 lebih besar
Proporsi sole buyer Antara 10 dan 30 100 Sekitar 80
tergantung pada
jumlah merek
Loyalitas sikap
Komitmen Bervariasi Tidak diketahui Tinggi
Minat beli Bervariasi Tidak diketahui Tinggi
Pemicu Loyalitas
Perceived Risk Tidak Ya Ya
Inersia Tidak Tidak Ya
Kebiasaan Ya Tidak Ya
Keterlibatan Rendah Tinggi Tinggi
Kepuasan Bervariasi Tidak diketahui Tinggi
Relasi dengan penyedia Rendah Tidak diketahui Tinggi
Produk/jasa
Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005

Dalam pemasaran jasa, oleh karena intangiabilitas dan variabilitasnya

menyebabkan konsumen mempersepsikan resiko yang lebih besar sehingga

kemungkinan loyalitas pada suatu merek juga meningkat Pelanggan pada

perusahaan jasa biasanya adalah sole loyal dengan 100 % share of category

requirements untuk merek tertentu. Konsumen kemungkinan akan tetap setia

dengan penyedia jasa tertentu apabila telah terjalin relasi yang akrab.

Sulitnya mengevaluasi kualitas jasa menyebabkan loyalitas merek lebih

sering dijumpai dalam sektor jasa. Peranan faktor affect dalam loyalitas merek

jasa sangat penting. Disamping itu, loyalitas dalam perusahaan jasa juga

41
mencermin inersia yakni adanya pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku,

misalnya norma subjektif dan faktor situasional.

Dick dan Basu mengembangkan model integratif untuk memahami secara

lebih komprehensif anteseden kognitif, afektif, dan konsekuensi loyalitas

pelanggan. Model ini mengkonseptualisasikan loyalitas pelanggan sebagai relasi

antara sikap relatif terhadap suatu entitas (merek, jasa, layanan atau toko) dan

pembelian ulang. Seperti dijelaskan dalam gambar di bawah ini:

Gambar 2.4
Model Integratif Loyalitas Pelanggan
Anteseden Kognitif: Norma Sosial
 Accessibility
 Confidence
 Centrality
 Clarity

Konsekuensi
 Motivasi
Anteseden Afektif:
Pencarian
 Emosi
Sikap Pembelian  Resistance to
 Mood Ulang counter
 Primary Affect Relatif persuasion
 Kepuasan  Gethok Tular

Anteseden Konatif
 Switching Cost
 Sunk Cost
 Ekspektasi Pengaruh Situasional

Sumber: Tjiptono, Pemasaran Jasa, 2005

42
Antesenden kognitif, afektif dan konatif ini akan membentuk sikap relatif

konsumen. Sikap relatif konsumen dan pembelian ulang dimoderasi oleh norma-

norma subjektif dan faktof-faktor situasional.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa ukuran loyalitas yang

digunakan oleh Lau dan Lee, yakni: Sikap untuk terus menggunakan merek yang

sama, merekomendasikan merek kepada orang lain, membela merek tersebut

terhadap berbagai komentar negatif berkaitan dengan merek tersebut, dan

menceritakan tentang hal positif dari merek58. Peneliti juga menambahkan adanya

kesedian pelanggan untuk memberikan berbagai masukan bagi perbaikan kualitas.

Di samping itu, ditambahkan kesediaan untuk membayar harga premium yang

menurut Aaker merupakan basic indikator dari brand loyalty59.

A.8. Service Encounter

Pentingnya mengelola pengalaman pelanggan positif pelanggan dalam

menggunakan jasa yang diberikan perusahaan telah menimbulkan kesadaran dari

organisasi perusahaan jasa untuk memperhatikan setiap titik interaksi pertemuan

antara perusahaan dengan pelanggannya. Interaksi tersebut mendefinisikan

kualitas jasa layanan (service quality) di dalam benak konsumen. Oleh Richard

Normann pertemuan antara pelanggan dan penyedia jasa disebut sebagai

“momenth of truth’.

58
Lau dan Lee., Op Cit hal. 366.
59
David A Aaker., Building Strong Brands. New York: The Free Press, 1996. hal. 319

43
Seringkali setiap encounter merupakan sebuah momen, saat di mana

pelanggan mengevaluasi jasa layanan dan membentuk opininya terhadap kualitas

dari jasa layanan tersebut. Menurut Lovelock, setiap moment of truth adalah

kesempatan untuk mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa

(service quality)60.

Ada beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai service encounter,

Misalnya Suprenant dan Solomon mendefinisikannya sebagai “ the dyadic

interaction between a customer and service provider”, dimana masing-masing

baik pelanggan maupun personel perusahaan memiliki peran yang harus

dimainkan yang akan berpengaruh terhadap kualitas encounter tersebut. Definisi

yang lebih luas mengenai service encounter, dikemukakan oleh Shostack dimana

service encounter adalah "a period of time during which a consumer directly

interacts with a service". Definisi yang dikemukakan oleh Shostack mencakup

semua aspek dari perusahaan jasa yang memungkinkan interaksi dengan

pelanggan, aspek-aspek itu meliputi: Personil perusahaan, fasilitas fisik, dan

elemen-elemen visible lainnya. Pengertian yang dikemukankan oleh Shostack

tidak hanya membatasi encounter hanya pada interaksi interpersonal akan tetapi

dapat terjadi tanpa adanya keterlibatan elemen manusia61.

Secara garis besar, service encounter bisa dikelompokkan menjadi tiga

macam, yakni remote encounter, phone encounter, dan face to face encounter62.

Dalam remote encounter, service encounter terjadi tanpa adanya kontak langsung

60
Cristhophet H. Lovelock., “Managing Services” Printice Hall, Englewood. Cliff. 1992. Hal.
203
61
Mary Jo Bitner, et al. The Service Encounter: Diagnosing Favorable and Unfavorable
Incidents. Journal of Marketing. Vol 54. Januari 1990. hal 72
62
Tjiptono., op cit, hal. 143

44
dengan karyawan, misalnya pelanggan berinteraksi dengan mesin ATM, melalui

situs internet atau memlalui automatic dial-in ordering. Dalam phone encounter,

service encounter berlangsung apabila terjadi interaksi antara konsumen dengan

petugas perusahaan penyedia jasa melalui telepon. Phone encounter banyak

digunakan oleh perusahaan untuk keperluan layanan pelanggan ataupun

pemesanan produk.. Sedangkan dalam face-to-face encounter, karyawan dan

pelanggan berinteraksi secara langsung.

Service encounter seringkali berpengaruh besar pada pembentukan kesan

awal atas organisasi jasa secara keseluruhan, apalagi apabila konsumen tidak

memiliki basis utama untuk menilai organisasi. Sebagaimana yang dinyatakan

oleh Gronroos yang membagi jasa ke dalam dua elemen, yakni aspek fungsional

dan bagaimana layanan tersebut diberikan, menurutnya:

Functional service quality is paramount and no satisfaction with the


encounter can compensate for a poor service output. On the other hand,
the customers' satisfaction with the encounter may affect their
perception of the overall service quality63

Berdasarkan beberapa penelitian terhadap service quality dan service

satisfaction juga menegaskan pentingnya kualitas dari interaksi antara personel

perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa

dan atau kepuasaan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)64.

Konsekuensinya, kontak telepon dan interaksi tatap muka dengan staf perusahaan

63
Jean-Louis Chandon Pierre-Yves Leo, dan Jean Philippe,. “Service encounter dimensions - a
dyadic perspective: Measuring the dimensions of service encounters as perceived by customers
and personnel”. Bradford: International Journal of Service Industry Management,.Vol.8, 1997,
hal. 65
64
Bitner, et al. Op.Cit

45
bisa sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa,

setiap service encounter berkontribusi pada pembentukan kepuasan keseluruhan

pelanggan dan kesediaan untuk melakukan bisnis kembali dengan perusahaan

yang sama. Ditilik dari sudut pandang organisasi, setiap service encounter

memberikan peluang untuk membuktikan potensi perusahaan sebagai penyedia

jasa berkualitas dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

A.9. Voice-to-voice service encounter melalui Call Center

Call center merupakan salah satu media bagi customer service, sementara

Customer service diartikan sebagai “the process of managing customers’

interactive experience with a brand”. Melalui customer service perusahaan

melakukan real-time feedback yang memberikan berbagai insight ke dalam hati

dan pikiran pelanggan. Setiap customer-contact yang positif akan menyebabkan

brand relationship menguat. Hal ini dimungkinkan karena customer service baik

dilakukan secara online maupun dengan cara tradisional, merupakan a powerful

brand message65.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh DDB Worldwide terhadap lima

faktor yang berpengaruh utama terhadap retensi menemukan bahwa metode

perusahaan dalam menangani masalah yang merupakan bagian customer service

menempati urutan kedua setelah kualitas/kinerja produk. Di samping sebagai

faktor yang berpengaruh besar dalam hubungannya terhadap retensi pelanggan.

65
Tom Duncan,. “ Advertising and IMC 2nd ed.”, McGraw-Hill 2005. Hal. 618

46
Menurut Tom Duncan, ada beberapa alasan yang menyebabkan perusahaan mulai

memberikan perhatian yang lebih kepada customer service, yakni:

1. Keunggulan kompetitif, customer service merupakan salah satu cara

untuk mendifferensiasikan sebuah merek.

2. Kebutuhan pelanggan, semakin banyak merek yang bersaing di pasar

konsumen menyebabkan pelanggan semakin menuntut layanan yang

lebih baik.

3. Harapan pelanggan, janji akan kualitas layanan yang semakin meningkat

dalam pesan-pesan merek perusahaan menyebabkan pelanggan akan

menuntut janji-janji tersebut pada semua merek.

4. Pemeliharaan hubungan pelanggan, ketika perusahaan menggunakan

layanan pelanggan dengan cara yang proaktif untuk menjaga kontak

dengan pelanggannya maka alasan pelanggan untuk beralih menjadi

sedikit.

5. Meningkatnya sophistifikasi teknologi produk, kondisi ini menyebabkan

pelanggan membutuhkan dukungan teknis dan petunjuk penggunaan

produk66.

Duncan mengemukakan beberapa strategi untuk menjadikan interaksi dengan

perusahaan menjadi sebuah pengalaman positif bagi konsumen. Strategi-strategi

66
Ibid. Hal 620

47
tersebut adalah kemudahan akses, product knowledge , sikap positif, responsif,

dan mengumpulkan feedback dari pelanggan67.

Call center merupakan upaya dari perusahaan untuk meningkatkan

kemudahan akses bagi pelanggan untuk mengadakan interaksi dengan perusahaan.

Menurut pendapat Bernard Marr dan Andy Neely, seiring dengan berkembang dan

diaplikasikannya konsep pemasaran hubungan pelanggan (CRM), Call Center

memegang peranan yang menjadi “the heart of successful customer relationship

management strategies” . Melalui call center perusahaan dapat membangun,

menjaga, dan mengelola hubungan pelanggan dengan memecahkan berbagai

permasalahan, menangani keluhan dengan cepat, memberikan informasi,

menjawab pertanyaan, dan serta selalu ada saat dibutuhkan68.

Jon Anton, dari Purdue University, mengemukakan ada empat alasan dasar

pelanggan menghubungi sebuah organisasi perusahaan yakni:

 Pelanggan memiliki pertanyaan dan membutuhkan jawaban

 Pelanggan menginginkan perusahaan melakukan sesuatu untuk mereka

 Pelanggan memiliki masalah berkaitan dengan produk dan membutuhkan

bantuan dan petunjuk untuk menyelesaikan permasalahannya

 Pelanggan secara emosional kecewa terhadap produk dan dan ingin

mengetahui apakah perusahaan akan menyelesaikan permasalahan

tersebut69

67
Ibid. Hal 623
68
Bernard Marr dan Andy Neely. “Managing and Measuring for Value: The Case of Call Center
Performance”. Cranfield School of Management and Fujitsu. Hal 5
69
Ibid.

48
Namun demikian, meski peran yang lebih pasar pada call center dalam

membangun hubungan pelanggan telah disadari, sayangnya sistem pengukuran

kinerja dari call center lebih berfokus pada pengukuran efisiensi operasional,

sementara sangat sedikit perhatian terhadap aspek-aspek kualitatif dari petugas

call center yang dapat menciptakan nilai (value) bagi organisasi dan

pelanggannya.70

Beberapa instrumen pengukuran efisiensi operasional dikemukakan oleh

Audrey Gilmore dan Lesley Morelland yakni: Jumlah dari panggilan yang

terjawab selama 10 menit; Call waiting yang akan dijawab; Jumlah dari agent

yang sedang menerima panggilan; Jumlah dari agent yang sedang menunggu

panggilan (free agent); Jumlah dari “agent yang tidak tersedia”, dan Jumlah dari

out going call agent atau panggilan kepada agen lainnya. Sementara Jon Anton,

dari Prudence University, menyatakan bahwa ukuran-ukuran operational untuk

mengukur kualitas dari call center service, adalah sebagai berikut:

 ASA (kecepatan rata-rata telepon dijawab)

 Queue time (waktu tunggu sebelum penelpon dijawab)

 Persentage of caller who have satisfactory resolution on the first call

 Abandonment rate (persentase dari penelepon yang hang-up atau

disconnect sebelum dijawab)

 Average talk time (total waktu penelepon berhubungan dengan petugas

penerima telepon)

 Adherence (agen berada pada posisinya sesuai jadwalnya)

70
Ibid.

49
 Average work time after call

 Percentage if calls blocked (persentase dari penelepon yang menerima

sinyal sibuk dan tidak masuk kedalam antrian telepon)

 Time before abandoning

 Inbound calls per TSR (shift 8 jam)

 TSR turnover dalam periode waktu tertentu

 Total Calls

 Service level (jumlah telepon terjawab dibagi dengan jumlah total

panggilan)71

Berbagai instrumen pengukuran yang disebutkan diatas sama sekali tidak

memasukkan unsur kepuasan pelanggan serta bagaimana pelanggan

mempersepsikan kualitas sebuah layanan pada call center, sebagaimana yang

dinyatakan oleh Miciak dan Desmarais:

in absence of listening to customer about how they perceived


service quality at the call centre, management make assumptions about
satisfaction using operational measures such as service levels,
abandon rates, call monitoring (which may not actually be a good
indicator of overall satisfaction with call centre service quality72

Sebagai akibat dari keterbatasan alat ukur yang digunakan untuk mengukur

kepuasaan dan persepsi konsumen tentang kualitas jasa layanan call center, pihak

manajemen seringkali membuat asumsi mengenai kepuasan berdasarkan alat ukur

yang bersifat operasional tersebut . Padahal, seiring dengan meningkatnya derajat

71
Ibid
72
Ibid

50
persaingan kebutuhan pelanggan terhadap perlakuan yang lebih baik, kemudahan

untuk mengakses layanan dengan respon yang tepat waktu melalui call center

meningkat.

Call Center diberbagai perusahaan telah menjadi sumber utama untuk

melakukan kontak dengan pelanggannya, Riset yang diadakan oleh Purdue

University, menyatakan bahwa 92% dari konsumen di Amerika Serikat

membangun image-nya terhadap perusahaan berdasarkan pengalamannya

menggunakan call center dari perusahaan tersebut. Selanjutnya, studi itu juga

melaporkan bahwa pengalaman negatif konsumen dalam berhubungan dengan

call center telah mengakibatkan 63% konsumen menghentikan penggunaan

produk dari perusahaan tersebut 73.

Hasil riset diatas memperlihatkan bahwa setiap encounter dalam call center

haruslah dikelola sebaik mungkin sesuai dengan harapan pelanggannya. Untuk

itulah diperlukan instrumen pengukuran yang dapat mengukur harapan pelanggan

terhadap sebuah call center. Arjen Burgers, dkk mengidentifikasikan 13 (tiga

belas) ekspektasi pelanggan terhadap petugas call center, yaitu: Self-efficacy,

adaptability, emphaty, time, communication style, reliability, Perception of

commitment to service quality and customer satisfaction, empowerment. Staff

attitude, explanation, competence, security, dan knowing the customer. Dalam

tabel 2.4 berikut ini dijelaskan mengenai ekspektasi pelanggan terhadap petugas

call center.

73
Ibid, hal. 7

51
Tabel 2.4
Pengukuran Ekspektasi pelanggan

No Item pengukuran Deskripsi


Ekspektasi pelanggan
1. Self-efficacy Petugas yakin bahwa ia kompeten dalam
melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan
pekerjaannya
2. Adaptability Kemampuan untuk menyesuaikan perilaku dan
menangani hubungan-hubungan interpersonal
3. Emphaty Kemampuan untuk memberikan perhatian dan
keterlibatan personal
4. Time Kecepatan menyelesaikan permintaan pelanggan
5. Communication style Merupakan kemampuan berkomunikasi petugas,
misalnya menyesuaikan nada suara terhadap berbagai
tipe pelanggan yang berbeda.
6. Reliability Kemampuan untuk menepati janji secara akurat dan
dapat terpercaya
7. Perception of Adanya komitmen dari petugas sebagaimana
commitment to service dipersepsi oleh konsumen untuk memberikan layanan
quality and customer yang maksimum
satisfaction
8. Empowerment Adanya keinginan, kemampuan, peralatan, dan otoritas
petugas layanan pelanggan dalam melaksanakan
tugasnya
9. Staff attitude Karakteristik bersahabat dan pengertian kepada
pelanggan
10. Explanation Adanya kejelasan, kebenaran dan kejujuran ketika
memberikan informasi dan penjelasan kepada
pelanggan
11. Competence Adanya kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk menyampaikan layanan
12. Security Adanya perasaan pelanggan bahwa informasinya dapat
dirahasiakan sehingga pelanggan terbebas dari bahaya,
resiko dan keraguan yang mungkin ditimbulkan
13. Knowing the customer Berusaha untuk memahami kebutuhan pelanggannya
Sumber: Burger, et al., 2000

Berdasarkan pengujian empiris terhadap ke-13 item ini, maka dihasilkan

empat sub skala yang lebih valid sebagai instrumen penelitian dalam voice-to-

voice, ke-empat sub skala ini adalah:

 Skala Pertama, adaptiveness, pelanggan berharap petugas dapat

menyesuaikan perilakunya terhadap pelanggan, mampu menangani situasi

interpersonal dan menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi. Selain itu,

petugas juga diharapkan kompeten, memiliki keahlian dan selanjutnya

52
dapat membantu pelanggan dalam menyelesaikan berbagai

permasalahannya.

 Skala Kedua, assurance, berfokus pada aspek-aspek yang berhubungan

dengan Keamanan dan Penjelasan. Petugas diharapkan memberikan

informasi yang jelas kepada pelanggan mengenai prosedur yang akan

menenangkan konsumen dan menghilangkan berbagai ketidakjelasan.

Kemudian konsumen berharap bahwa perusahaan tidak hanya akan

menangani informasinya secara berhati-hati. Akan tetapi, juga secara

rahasia.

 Skala ketiga, emphaty, petugas diharapkan memiliki kemampuan untuk

berempati terhadap emosi dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan

kepada konsumen bahwa permasalahan mereka tidak diperlakukan secara

penting bukan hanya sebagai “nomor” bagi perusahaan.

 Skala keempat, authority, pelanggan berharap bahwa petugas memiliki

otoritas berkaitan dengan berbagai permasalahan dan pertanyaan74.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa petugas memegang peranan

penting dalam penyediaan sebuah proses penyampaian servis yang baik, yang

pada akhirnya akan membentuk kepuasan pelanggan terhadap layanan yang

diberikan. Tingkat kepuasaan pelanggan akan sangat mempengaruhi respon

74
Burgers, et al. ibid. Hal. 150

53
perilaku konsumen seperti loyalitas pelanggan, word-of-mouth, atau switching

behaviour.75

B. Konstruksi Model Teoritis

Terdapat tiga variabel yang diteliti terdiri dari: Variabel independen, yaitu:

Pengalaman Pelanggan dengan Call Center, Variabel dependennya, yaitu:

Loyalitas merek, dan juga variabel intervening, yaitu: Overall Service Quality.

Berdasarkan kerangka teoritis mengenai Pengalaman Pelanggan dengan Call

Center, variabel ini kemudian diturunkan menjadi empat dimensi, yaitu

Adaptiveness, Assurance, Empathy dan Authority76.

Berdasarkan beberapa penelitian terhadap service quality dan service

satisfaction juga menegaskan pentingnya kualitas dari interaksi antara personel

perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa

dan atau kepuasan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)77.

Konsekuensinya, kontak telepon dan interaksi tatap muka dengan staf perusahaan

bisa sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa,

setiap service encounter berkontribusi pada pembentukan kepuasan keseluruhan

pelanggan dan kesediaan untuk melakukan bisnis kembali dengan perusahaan

yang sama.

Dalam studi-studi tentang overall service quality, terdapat empat indikator

dalam mengukur keseluruhan kualitas jasa, yaitu: perusahaan memberikan

75
Amy Wong., “The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters:Managing Service
Quality”, Bedford: 2004, Vol. 14, Iss. 5
76
Arjan Burgers, Op Cit.
77
Bitner, et al., Op.Cit

54
keseluruhan jasa yang sangat baik, perusahaan mempunyai jasa yang berkualitas

tinggi, perusahaan menyediakan standar jasa yang tinggi, dan perusahaan

menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk78.

Menurut Serkan Aydin and Gokhan Ozer dari hasil rangkumannya terdapat

berbagai pendapat, terdapat beberapa antecenden yang mempengaruh loyalitas

merek, yakni: Corporate image, Customer Switching Cost, dan Service Quality79.

Dalam Penelitian ini, peneliti memunculkan service quality sebagai variabel

intervening antara service encounter yang terjadi melalui telepon terhadap

loyalitas merek. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa service encounter yang

terjadi melalui telepon terlebih dahulu akan membentuk persepsi kualitas jasa

keseluruhan yang diberikan oleh perusahaan. Persepsi terhadap kualitas jasa

keseluruhan inilah yang kemudian akan menentukan loyal atau tidaknya seorang

pelanggan terhadap merek.

Untuk variabel loyalitas merek, yang akan digunakan sebagai indikator

pengukuran adalah sebagai berikut: melakukan pembelian berulang/ komitmen

untuk terus menggunakan merek tersebut di masa yang akan datang, memberikan

saran/kritik membangun, mereferensikan kepada orang lain, membela merek dari

berbagai komentar negatif, menceritakan keunggulan merek kepada orang lain,

dan kesediaan membeli dengan harga premium.

78
Dadholkar et al., dalam Amy Wong, The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters,
Bedford, 2004. Vol. 14, Iss. 5; hal 365
79
Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op. Cit

55
C. Model Analisis

Hubungan antar variabel dijelaskan dalam gambar model penelitian

dibawah ini:

Gambar 2.5
Model Penelitian

Pengalaman Pelanggan
Berhubungan dengan
call center:
Adaptiveness

Assurance Overall Service Loyalitas


Quality Merek
Emphaty

Authority

D. Hipotesis

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kekuatan

hubungan yang terjadi antara pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan

call center, keseluruhan kualitas jasa, dan loyalitas merek. Terdapat 3 (tiga)

hipotesis utama dalam penelitian ini, yaitu:

Hypothesis 1: Pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center, diukur

melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”,

“Emphaty” dan “Authority” akan memiliki pengaruh positif

yang signifikan terhadap tingkat overall service quality. Oleh

karena ada empat dimensi dari variabel pengaruh pengalaman

56
pelanggan berhubungan dengan call center maka hipotesis

penelitiannya dirumuskan kembali menjadi:

Hypothesis 1 a: Tingkat adaptiveness petugas call center akan memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat overall

service quality.

Hypothesis 1 b: Tingkat Assurance petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.

Hypothesis 1 c: Tingkat Emphaty petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.

Hypothesis 1 d: Tingkat Authority petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap tingkat overall service quality.

Hypothesis 2: Tingkat overall service quality akan memiliki pengaruh positif

yang signifikan terhadap loyalitas merek kartu simPATI.

Hypothesis 3: Pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center, diukur

melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”,

“Emphaty” dan “Authority” akan memiliki pengaruh positif

yang signifikan terhadap loyalitas merek kartu simPATI . Oleh

karena ada empat dimensi dari variabel pengaruh pengalaman

pelanggan berhubungan dengan call center maka hipotesis

penelitiannya dirumuskan kembali menjadi:

57
Hypothesis 3 a: Tingkat adaptiveness petugas call center akan memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.

Hypothesis 3 b: Tingkat Assurance petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.

Hypothesis 3 c: Tingkat Emphaty petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap tingkat Loyalitas merek.

Hypothesis 3 d: Tingkat Authority petugas call center akan memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap Loyalitas merek.

E. Operasionalisasi Konsep

Operasionalisasi konsep berhubungan dengan pemberian definisi operasional

pada variabel yang digunakan dalam penelitian. Operasionalisasi konsep

merupakan petunjuk pengukuran dari variabel-variabel yang ada di dalam

penelitian 80. Berikut ini adalah tabel operasionalisasi konsep dari penelitian ini:

80
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1989,
hal.46

58
Tabel 2.5

Operasionalisasi Konsep Penelitian

Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

Service Pengalaman Pelanggan Adaptiveness 1. Petugas dapat menyesuaikan Interval


Encounter dalam berhubungan perilakunya terhadap pelanggan
dengan Call Center 2. Petugas dapat menangani
(Phone Encounter) situasi interpersonal
3. Petugas dapat menyesuai diri
terhadap berbagai situasi
4. Petugas memiliki kompeten
5. Petugas Memiliki keahlian
6. Petugas dapat membantu
pelanggan dalam menye-
lesaikan berbagai permasalahan

Assurance 1. Petugas diharapkan Interval


memberikan informasi yang
jelas kepada pelanggan
mengenai prosedur
2. Petugas dapat menenangkan
konsumen
3. Petugas dapat menghilangkan
ketidakjelasan.
4. Petugas menangani
informasinya secara berhati-
hati.
5. Petugas akan menangani
informasi secara rahasia.
Emphaty 1. Petugas diharapkan memiliki Interval
kemampuan untuk berempati
terhadap emosi dan situasi
pelanggan.
2. Petugas memberikan perasaan
kepada konsumen bahwa
permasalahan mereka
diperlakukan secara penting
Authority 1. Petugas memiliki otoritas Interval
berkaitan dengan berbagai
permasalahan dan pertanyaan
2. Petugas memiliki otoritas
dalam menggunakan peralatan
dan sumberdaya yang
diperlukan dalam menangani
permasalahan

59
Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

Service Tingkat Overall 1. Perusahaan memberikan Interval


Quality Service Quality keseluruhan jasa yang sangat
baik,
2. Perusahaan mempunyai jasa
yang berkualitas tinggi,
3. perusahaan menyediakan
standar jasa yang tinggi,
4. Perusahaan menyampaikan jasa
yang superior dalam berbagai
bentuk
Loyalitas Tingkat Loyalitas Sikap 1. Komitmen untuk terus Interval
Merek pada Merek menggunakan merek tersebut di
masa yang akan datang
2. Memberikan saran/kritik
membangun
3. Mereferensikan kepada orang
lain
4. Membela merek dari komentar
negatif dan menceritakan
keunggulan merek
5. Bersedia membeli dengan harga
premium

F. Metode Penelitian

Dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukan,

maka diperlukan metode penelitian dengan teknik pengumpulan data yang tepat

dan akurat agar tujuan dari penelitian dapat dicapai. Metode ialah teknik atau alat

yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian81, Berikut ini

merupakan penjelasan metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini.

F.1. Pendekatan Penelitian

Dalam mengumpulkan dan menganalisa data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

81
Kenneth D. Bailey, “Methods of Social Research: Chosing The Research Problem”, 1994, hal.
34

60
Kuantitatif menggunakan cara berpikir deduktif, dimana adanya pernyataan-

pernyataan yang bersifat hipotesis yang disusun dari teori-teori mengenai merek

pada jasa, perilaku konsumen, kepuasan, service quality, arti penting hubungan

dengan pelanggan, loyalitas merek, service encounter, dan voice-to-voice

encounter pada call center untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui hubungan antara

pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan petugas call center terhadap

loyalitas merek, dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara penilaian

pelanggan terhadap pengalaman interaksi yang terjadi antara pelanggan dengan

petugas call center melalui hubungan telepon.

Pengujian antara hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dalam

penelitian ini, menyebabkan pendekatan penelitian yang sesuai adalah pendekatan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur sejauh mana

kepuasan pelanggan terhadap interaksi melalui telepon (voice-to-voice) dengan

mengambil sejumlah besar sampel dari para pelanggannya dan mengolahnya

menggunakan metode statistik.

F.2. Tipe/Jenis Penelitian

Tipe penelitian merupakan suatu model penelitian yang mampu memberikan

gambaran secara menyeluruh mengenai tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Berdasarkan tujuan, tipe penelitian yang akan digunakan adalah penelitian

deskriptif, metode penelitian ini terbentuk dari hubungan antara variabel-variabel

yang terdapat dalam suatu penelitian. Tujuan dari desain deskriptif ini untuk

61
mendeskripsikan permasalahan yang ditanyakan dalam penelitian. Pelaksanaan

metode deskriptif dilakukan dari proses penyusunan, analisa dan intepretasi data.

Sedangkan untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel

digunakan metode regresi sederhana dan regresi berganda. Metode ini bermaksud

untuk menghasilkan gambaran yang akurat dan menjelaskan serta menganalisa

suatu hubungan. Hubungan digambarkan melalui bagaimana variabel bebas, yaitu

pengalaman pelanggan dalam berhubungan dengan call center melalui empat

dimensinya yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority ,

mempengaruhi variabel terikat yaitu loyalitas merek. Namun dari literatur dan

teori-teori yang pernah ada sebelumnya, pengalaman pelanggan dalam

berhubungan dengan call center tidak langsung mempengaruhi loyalitas merek,

oleh karena itu diperlukan overall service quality sebagai variabel intervening..

Berdasarkan dimensi waktu, tipe riset deskriptif adalah cross-sectional yang

merupakan penelitian mengenai satuan analisis yang dilihat berdasarkan ciri-ciri

atau karateristik tertentu, dimana penelitian dilakukan dalam satu kurun waktu

saja.

F.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang relevan diperlukan dalam merumuskan

konklusi yang obyektif. Pengumpulan data ini harus disesuaikan dengan

kebutuhan penelitian dan tidak berlawanan dengan topik permasalahan yang

diajukan.

62
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua metode,

yaitu:

1. Studi Kepustakaan (Library Research): Data sekunder diperoleh

melalui berbagai sumber informasi yang tidak langsung, seperti

pengkajian literature (buku, majalah, website dan berbagai macam

jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini).

2. Studi Lapangan (Field Research): Data primer didapatkan lewat

penelitian survey yang dilaksanakan terhadap sejumlah responden

dengan cara menyebarkan kuisioner pada sampel dari populasi.

Penggunaan kuisioner untuk mendapatkan fakta tentang gejala

permasalahan akan mempermudah proses penelitian sebab akan

menghemat biaya dan tenaga karena tidak perlu meneliti keseluruhan

populasi pengguna telepon selular simPATI yang sangat besar.

F.4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sejumlah unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian

atau himpunan semua hal yang ingin diketahui. Target populasi merupakan

populasi yang telah ditentukan sesuai dengan permasalahan penelitian. Rumusan

populasi penelitian ini yakni seluruh pengguna telepon selular baik pria maupun

wanita yang pernah berhubungan dengan call center di setiap pelosok tanah air.

63
b. Sampel dan teknik penarikan sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi, sampel diperlukan dalam suatu

penelitian karena tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi karena adanya

berbagai keterbatasan didalam pelaksanaan penelitian, antara lain karena faktor

biaya, waktu dan tenaga peneliti82.

Sampel penelitian ini adalah pengguna kartu telepon selular Prabayar

simPATI telkomsel yang pernah, paling tidak satu kali melakukan interaksi

dengan petugas call center PT Telkomsel, baik pria maupun wanita dengan umur

antara 18 - 35 tahun dan telah menggunakan kartu simPATI minimal 3 (tiga)

bulan. Sampel yang diambil berada di kelurahan Pondok Cina dan di lingkungan

Kampus Universitas Indonesia pada bulan April sampai dengan Mei 2007.

Sebagian besar responden adalah mahasiswa dan kalangan pekerja yang

diasumsikan memiliki kematangan kognitif dan emosional untuk dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan dalam indikator penelitian secara relatif obyektif.

Teknik penarikan sampel adalah cara-cara untuk memperkecil kekeliruan dari

sampel ke populasi. Ada dua macam teknik penarikan sampel, yaitu teknik

penarikan sampel probabilita dan teknik penarikan sampel non-probabilita.

Dalam penelitian ini, yang akan digunakan adalah teknik penarikan sampel non-

probabilita, dimana tidak semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang

sama untuk terpilih menjadi sampel (responden) yang memungkinkan bagi

peneliti yang sama sekali tidak dapat menyusun kerangka sampel atau pada

masalah-masalah tertentu di mana kerangka sampel tidak mungkin dibuat.

82
ibid., hlm. 4.

64
Peneliti menggunakan teknik penarikan sampel non-probabilita dengan alasan

karena kerangka sampel tidak dimungkinkan dibuat dan generalisasi yang dapat

dilakukan peneliti terbatas, Teknik yang akan digunakan purposive/judgemental

karena peneliti ingin mendalami suatu kasus. Dalam hal ini, kasus yang ingin

diteliti merupakan penilaian pelanggan terhadap interaksi yang terjadi dengan

petugas call center PT Telkomsel yang melibatkan responden tertentu, yaitu

pengguna kartu simPATI di kalangan remaja di wilayah Depok, dan untuk

memperoleh pemahaman menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti, yakni

hubungannya dengan loyalitas merek.

F.5. Teknis Analisa Data

Sebelum memproses data yang diperoleh dengan program SPSS 13, terlebih

dahulu dilakukan editing dan coding pada kuisioner yang telah diisi. Editing

adalah proses memperbaiki kesalahan-kesalahan di dalam kuisioner. Menurut

Supranto, Koding adalah pemberian angka-angka tertentu terhadap kolom-kolom

tertentu yang menyangkut keterangan tertentu pula83. Sebelum data diproses

menggunakan simple regression dan multiple regression untuk menguji model

dan hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan pretest untuk melakukan

pengujian validitas dan realibilitas instrumen penelitian.

Di samping itu, menurut Sunardi, tujuan Pretest dilakukan adalah:

untuk uji kelayakan instrumen penelitian yang digunakan agar dapat


memastikan bahwa kuisioner yang akan dijadikan instrumen pengumpulan

83
Richard Benny, “Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Penerimaan Ekstensi Merek”,
(Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006)

65
data dapat dipahami dan dipersepsi oleh partisipan sesuai dengan maksud
penelitian. Dalam pretest ini, diuji pemahaman responden akan kata-kata
dalam instrumen. Di samping itu, dalam pretest ini juga diharapkan peneliti
dapat melihat perkiraan arah hasil penelitian secara dini84.

Pretest dilaksanakan pada bulan ke-4 Maret 2007 di Depok, Jumlah

responden dalam Pretest adalah 30 Responden Pengguna Kartu Prabayar Simpati

yang pernah berbicara dengan petugas Call Center PT Telkomsel, dan telah

menggunakan kartu simPATI minimal 3 bulan.

Dalam pretest dilakukan pengujian Validitas dan Reliabilitas. Pengujian

Validitas dilakukan dengan melakukan analisa faktor kepada hasil pretest, untuk

melihat nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of adequacy, Barlett’s Test of

Sphericity, Anti-image Matrices, Total Variance Explained dan factor loading of

component Matrix..

Validitas untuk menyeleksi indikator untuk setiap variabel dilakukan

berdasarkan nilai Anti-image diatas 0,5 dan Component Matrix di atas 0,7 Hasil

pengujian K-M-O dan Bartlett’s minimal 0,05 dan total variasi yang dapat

dijelaskan minimal sebesar 60%85.

Validitas dari setiap indicator penelitian dilakukan dengan uji Anti-image

Matrices dan pengukuran factor loading untuk setiap indicator. Nilai anti image

yang diharapkan adalah minimum .500; sedangkan nilai factor loading yang

diharapkan untuk Component Matrix adalah minimum .700.

84
Guido Benny Sunardi. “Analisis Peran Kualitas Relational Terhadap Loyalitas Pelanggan
Perguruan Tinggi”. (Tesis Magister Universitas Indonesia, Depok, 2003). Hal. 35
85
Meylizar Elvisyah, “Strategi Pemasaran Berbasis Pengalaman Nescafe Flavour Terhadap
Loyalitas Pelanggan”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2005). hal.70-71

66
Selain pengukuran Validitas, dilakukan juga pengujian reliabilitas. Adapun

Tujuan utama pengujian reliabilitas menurut Budi adalah:

untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu


instrument apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu
objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya
atau tidaknya suatu insturmen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan
ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang
didapat merupakan ukuran yang benar dari suatu yang diukur86.

Metode Alpha Cronbach’s digunakan untuk menentukan reliabilitas dengan

cara membandingkan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan

95% atau tingkat signifikansi 5%. Pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-

Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha. Menurut Budi yang

mengutip Santoso, apabila alpha hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung

bernilai positif maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel87. Tingkat

reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0

sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas

dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan

seperti tabel berikut:

Tabel 2.6
Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha

Alpha Tingkat Reliabilitas


0,00 - 0,20 Kurang reliabel
> 0,20 – 0,40 Agak Reliabel
> 0,40 – 0,60 Cukup Reliabel
> 0,60 – 0,80 Reliabel
> 0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber: Triton Prawira Budi, “SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik”, 2006

86
Triton Prawira Budi, “SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik”, Yogyakarta, Andi, edisi I,
2006 hal. 248
87
Ibid

67
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas dalam tahap pretest di simpulkan

dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.7
Pengukuran K-M-O Measure of Sampling Adequcy, Barlett’s Test of
Sphericity, dan Nilai Variasi yang dijelaskan Model Pengukuran

No Variabel Penelitian K-M-O Barlett’s Nilai


Measure of Test of Variasi
sampling Sphericity yang
Adequacy dijelaskan
1 Adaptiveness .730 .000 68.892
2 Assurance .525 .000 80.993
3 Emphaty, .775 .000 71,995
4 Authority .728 .000 83.228
5 Penilaian kualitas jasa .843 .000 81.053
keseluruhan (overall
service quality)
6 Loyalitas merek. .785 .000 73.453
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, April 2007

Sedangkan ukuran reliabilitas dari setiap variabel dalam instrumen penelitian

ini diperlihatkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.8
Reabilitas Variabel Penelitian

No Variabel Penelitian Alpha Cronbach Tingkat


Reliabilitas
1 Adaptiveness 0.854 Sangat Reliabel
2 Assurance 0.631 Reliabel
3 Emphaty, 0.898 Sangat Reliabel
4 Authority 0.899 Sangat Reliabel
5 Penilaian kualitas jasa 0.922 Sangat Reliabel
keseluruhan
6 Loyalitas merek. 0.838 Sangat Reliabel
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, April 2007

68
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert

dengan 7 tingkatan. Jawaban terendah adalah 1 (satu) dan jawaban tertinggi

adalah 7 (tujuh). Untuk melakukan intepretasi terhadap jawaban tersebut maka

digunakan rumus mencari rentang skala (RS)88:

RS = (m-n)/b

Dimana

m = Skor tertinggi yang mungkin

n = Skor terendah yang mungkin

b = Jumlah kelas

Dari Hasil perhitungan menggunakan rumus Rentang Skala di atas didapat

tabel tingkat intepretasi jawaban responden seperti di bawah ini:

Tabel 2.9
Tingkat Intepretasi jawaban responden

Kategori Batas Bawah Batas Atas


Sangat Rendah 1 1,857
Rendah 1,858 2,715
Cukup Rendah 2,716 3,573
Sedang 3,574 4,431
Cukup Tinggi 4,432 5,289
Tinggi 5,290 6,147
Sangat Tinggi 6,148 7

88
Husein Umar, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Jakarta, Ghalia Indonesia, Edisi I, 2003
hal. 201

69
F.6. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya meneliti pengaruh variabel pengalaman pelanggan

berhubungan dengan petugas call center terhadap persepsi kualitas jasa

keseluruhan (overall service quality) dan kemudian loyalitas merek. Sementara

untuk industri jasa layanan telekomunikasi seluler, ada banyak antesenden

loyalitas merek seperti: Corporate image, Customer Switching Cost, dan Service

Quality89.

Dalam penelitian ini, beberapa antecenden tersebut diabaikan dan peneliti

hanya memfokuskan pada pengaruh overall service quality terhadap loyalitas

merek.

89
Serkan Aydin and Gokhan Ozer., Op. Cit

70
BAB III

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Sejarah Perusahaan

PT TELKOMSEL atau “PT Telekomunikasi Selular” adalah sebuah

perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia jasa telekomunikasi bergerak

atau yang sering disebut dengan teknologi selular. Dengan tiga produk utamanya

yaitu “kartuHALO” untuk kartu pasca bayar “simPATI dan “Kartu As“ untuk

kartu pra bayar. Telkomsel merupakan pemimpin pasar operator selular dengan

jumlah 34 juta pelanggan yang merupakan 55% pelanggan selular di Indonesia90.

Sampai dengan akhir tahun 2006, PT Telkomsel telah melakukan kerjasama

dengan 268 mitra roaming international dengan di 152 negara91. Pada bulan

September 2006, PT Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia yang

meluncurkan layanan 3G yakni yakni era layanan baru kombinasi suara, teks,

gambar dan video yang didukung teknologi berkemampuan mengirim data sangat

besar dan cepat mencapai 2 Mbps (Megabyte per second).

Sejarah lahirnya PT Telkomsel bermula dari masuknya teknologi GSM ke

Indonesia pada tahun 1995 melalui tiga operator selular, dimana salah satunya

adalah Telkomsel yang merupakan anak perusahaan PT TELKOM. Nama

90
http://www.telkomsel.com/web/corporate4/main.php?page=whytelkomsel diakses 4 Juni 2007

91
http://www.telkomsel.com/web/company_profile di akses 5 Juni 2007

71
TELKOMSEL awalnya adalah nama layanan dari jasa Sistem Telekomunikasi

Bergerak Selular (STBS) yang dikelola oleh PT TELKOM.

Sejarahnya bermula pada bulan November 1993, pemerintah meminta PT

TELKOM untuk melakukan GSM pilot project di di Batam dan Bintan. Pada

tanggal 31 Desember 1993, proyek tersebut sudah dapat beroperasi. Keberhasilan

tersebut dilanjutkan ke Medan dan Pekanbaru.

Pada 26 Mei 1995 atas keputusan Menparpostel dan Menteri Keuangan

berdirilah TELKOMSEL sebagai operator GSM kedua di Indonesia dengan

komposisi kepemilikan sahan PT Telkom 51 % dan PT Indosat 49%.

Agar dapat tampil sebagai operator GSM bertaraf internasional dengan

produk yang berstandar internasional pula, dua strategis partner pun diajak

bekerjasama. yakni KPN Telecom Netherlands dan PT Setdco Megacell Asia.

KPN berinvestasi sebesar US$ 333 Juta untuk mendapatkan 17,28 persen

kepemilikan di Telkomsel, sementara itu perusahaan Lokal Setdco Megacell Asia

mendapatkan 5 persen kepemilikan. Sehingga struktur kepemilikan PT Telkomsel

setelah proses restrukturisasi tersebut adalah: PT Telkom 42,72 %, PT Indosat 35

%, KPN 17,28 dan Setdco 5%. Dengan masuknya dua mitra tersebut, pada 11

Maret 1996 status TELKOMSEL berubah dari Penanaman Modal Dalam Negri

(PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).

Pada akhir tahun 2001, Perusahaan telekomunikasi Singapura, Singapore

Telecom Mobile Pte Ltd atau Singtel Mobile membeli saham PT Telkom yang

sebelumnya dipegang oleh KPN Royal Dutch Telecom of The Netherlands

(17.28%) and Setdco Megacell Asia (5%). Pada pertengahan tahun 2002 Singtel

72
Mobile menambah kepemilikan sahamnya dengan membeli sebesar 12,72 % dari

PT Telkom Indonesia sehingga total kepemilikan Singtel Mobile menjadi 35%.

Berikut ini adalah gambar komposisi kepemilikan saham PT Telkomsel

Gambar 3.1
Komposisi Kepemilikan Saham pada PT Telkomsel

Sumber: http://www.telkomsel.com/web/shareholder diakses 4 Juni 2007

Lahir dari sebuah BUMN yang berorientasi sebagai pemberi pelayanan

publik, PT Telkomsel terus memperluas jaringannya di seluruh wilayah

Indonesia. Hanya dalam waktu dua tahun setelah kelahirannya, pada tanggal 26

Desember 1996, layanan PT Telkomsel telah mencakupi 27 propinsi yang tersebar

dari Sabang sampai Merauke. Pada tahun 1997 PT Telkomsel telah dapat

menghadirkan jaringan di seluruh ibukota propinsi di Indonesia. Selanjutnya, pada

tahun 2005 telah berhasil melayani seluruh ibu kota kabupaten. Pada tahun 2006

seluruh ibu kota kecamatan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera telah dapat

merasakan layanan jasa telepon selular PT Telkomsel. Dengan demikian PT

Telkomsel menjadi operator jasa layanan selular yang memiliki coverage area

terluas di Indonesia yakni 90% dari seluruh wilayah Indonesia.

73
Di samping luasnya cakupan area layanan. Sebagai sebuah entitas bisnis PT

Telkomsel menunjukan performa yang sangat baik. Pendapatan PT Telkomsel

tumbuh dari Rp. 34,89 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rupiah 34,89 Trilyun

pada tahun 2006. Demikian juga dengan jumlah pelanggan PT Telkomsel dari

hanya 1,7 juta pelanggan pada tahun 2000 meningkat menjadi 35,6 juta pelanggan

pada 31 Desember 2006. Berikut ini adalah gambar performa PT Telkomsel92.

Gambar 3.2

Sumber: http://www.telkomsel.com/web/company_profile diakses 4 Juni 2007

Kini dengan terus berkembangnya teknologi telekomunikasi, Telkomsel terus

melakukan inovasi-inovasi dalam memanjakan para pelanggannya. Tidak hanya

dalam semakin meluasnya wilayah cakupan dan kualitas suara, service yang

diberikan kepada para pelanggannya pun semakin bervariasi. Dan memasuki

92
http://www.telkomsel.com/web/company_profile diakses 4 Juni 2007

74
tahun 2004 ini, Telkomsel telah menerapkan teknologi EDGE (Enhanced Data

rate GSM Evolution) yang menandai mulai masuknya layanan 3G (generasi

ketiga) serta menjadi pelopor 3G di Indonesia.

B. Slogan, Visi dan Misi Perusahaan

B.1. Slogan

“Begitu Dekat Begitu Nyata” atau “So Close So Real” merupakan slogan

Telkomsel yang selalu memberikan kualitas jasa terbaik yang selalu

memperhatikan kebutuhan pelanggannya sehingga pelanggan dapat merasakan

kedekatannya dengan kerabat, keluarga dan dengan Telkomsel sendiri. Telkomsel

merupakan penyedia jasa pilihan terbaik untuk jangka pendek merupakan jangka

panjang.

B.2. Visi

Visi Telkomsel yaitu :

“The Indonesian wireless telecommunication solution company” yang artinya

Telkomsel merupakan penyedia solusi nirkabel terkemuka di Indonesia.

B.3. Misi

Misi Telkomsel yaitu :

“First choice wireless telecommunications solutions provider in Indonesia

working in partnership with shareholders and other alliances to create value for

investors, employees and the nation.” Yang artinya Telkomsel merupakan pilihan

pertama sebagai penyedia solusi nirkabel di Indonesia yang bekerjasama dengan

para pemegang saham dan mitra usaha lainnya untuk menghasilkan nilai tambah

bagi investor, karyawan, dan Negara.

75
Untuk mencapai visi dan misinya Telkomsel menciptakan posisi baru dalam

pasar dan selalu melakukan pengembangan dalam pelayanannya, tidak hanya

dalam penyedia jasa telekomunikasi tapi juga sebagai penyedia jasa nirkabel di

Indonesia.

C. Struktur organisasi PT. Telkomsel :

Struktur organisasi PT Telkomsel dijelaskan dalam gambar 3.3 terdiri dari 4

direktorat, dan 3 sub direktorat. Ke-empat Sub Direktorat tersebut meliputi

Directorate of Commerce, Finance, Planning & Development, dan operation.

Sementara sub direktoratnya terdiri atas: human resources management, Internal

Audit management, dan Corporate secretary management.

76
Gambar 3.3
Struktur Organisasi PT Telkomsel

Directorate of Commerce bertanggung jawab menyelaraskan pemasaran PT

Telkomsel, inovasi, manajemen produk, penjualan dan pelayanan pelanggan

untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dan EBITDA margin yang

diinginkan93. Directorate of Commerce terdiri atas 7 (tujuh) divisi yakni:

Marketing, Produk Management, Corporate Account, Channel Management,

Customer service, Project CRM dan Reg.. Sales dan Customer Service. Sementara

Call Center PT Telkomsel merupakan salah satu departemen dalam divisi

Customer service.

93
Arlika Yustiarini. “Evaluasi Penerapan Strategi komunikasi Pemasaran Model Tom Duncan
dalam Membentuk Merek”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2003) hal. 35

77
D. Produk dan jasa layanan

Sampai saat ini Telkomsel hanya mengkhususkan dirinya untuk bergerak

dalam dunia bisnis telekomunikasi, yaitu sebagai operator STBS GSM. Adapun

produk-produk yang dikeluarkan oleh Telkomsel sebagai operator STBS GSM

adalah :

a. Kartu paska-bayar kartuHALO

KartuHALO adalah kartu paska-bayar (post paid) dari Telkomsel. Diperlukan

proses pendaftaran untuk berlangganan kartuHALO dengan melampirkan

persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan. Pembayaran dilakukan setiap bulan

berupa biaya abonemen dan biaya penggunaan/usage. KartuHALO memberikan

berbagai layanan yang bernilai tambah (value added service – VAS) dan berbagai

fasilitas bagi pelanggannya. Berbagai fasilitas yang menempel pada kartuHALO

antara lain: Short Message Service (SMS), Call Forwarding, Calling Line

Identification (CLir), FARIDA (fax response and interactive data), Call Waiting

& hold, Premium Rate Call Barring, Voice Mail, Fax dan data service, IDD/SLI,

national dan internasional roaming, dan lain lain. Sedangkan berbagai VAS yang

diberikan adalah:

 Anita (Layanan informasi billing baik (voice atau SMS ke 333 dan

www.telkomsel.com),

 payment gateway yakni sistem pembayaran tagihan secara online host to

host (real time) antara bank dengan telkomsel,

78
 HALOinfo yakni program kerjasama antara PT Telkomsel dengan PT

Infomedia Nusantara dalam menyediakan layanan informasi (seperti: Info

hiburan, jadwal kereta api, dsb),

 HALOkeluarga yang merupakan program loyalti kepada pelanggan agar

dapat memberikan kartu tambahan kepada keluarganya beserta keringan

biaya abonemen dan diskon tarif air time untuk panggilan antar keluarga

Sedangkan layanan tambahan yang diberikan kepada pengguna kartu HALO

meliputi: CAROLINE melalui nomor 111, TELKOMSEL@MAIL, Mobile

Banking, dsb.

Selain itu dalam kartuHALO juga mampu menampung 200 nomor telepon

beserta nama serta menyimpan 40 pesan singkat yang tidak ingin dihapus

pelanggan. Tampilan kartuHALO memiliki keunikan yang tidak terdapat pada

SIM card lainnya. Melalui pendekatan kultur dan ke-indonesiaan, kartuHalo

menampilkan gambar yang menonjolkan adat istiadat dari seluruh propinsi di

Indonesia. Melalui gambar tersebut Telkomsel ingin menyampaikan pesan melalui

kartuHALO ini bahwa Telkomsel adalah operator yang memiliki cakupan di

seluruh tanah air dan semangat jiwa nasionalisme.

b. Kartu pra bayar (pre paid) simPATI

Kartu simPATI adalah kartu pra-bayar isi ulang pertama di Indonesia, bahkan

di Asia. Melalui layanan prabayar yang dipelopori oleh Telkomsel ini, pengguna

kartu simPATI dapat mengontrol anggaran komunikasinya. Nama kartu simPATI

79
merupakan singkatan dari "Sistem Komunikasi yang Tepat dan Pasti" yaitu SIM

Card yang telah diisi dengan sejumlah unit pulsa tertentu dengan suatu batas

waktu pemakaian. Jika sudah melewati batas waktu yang ditentukan atau

sebelumnya akan tetapi unit pulsa telah habis maka SIM Card ini tidak bisa

dipakai lagi sebelum dilakukan pengisian ulang dengan membeli voucer yang

berisi sejumlah unit pulsa.

Berbeda dengan kartuHALO yang membutuhkan berbagai persyaratan

administratif, hampir tidak ada persyaratan administratif yang dibutuhkan untuk

menggunakan kartu simPATI. Pelanggan hanya perlu membeli voucher perdana,

melakukan registrasi pelanggan prabayar, setelah itu langsung dapat

menggunakan layanan yang disediakan oleh kartu simPATI. Berbagai fitur yang

diberikan oleh kartu simPATI antara lain:

1. CALiPSO (caller ID), fasilitas ini memunculkan nomor atau nama

penelepon sebelum Anda menjawab. Agar nama penelepon muncul,

masukkan nama beserta nomor ke dalam memori ponsel terlebih dulu.

2. VERONiCA (Voice Mail), fasilitas ini berfungsi seperti mesin penjawab,

Penelepon dapat meninggalkan pesan untuk Anda dengarkan. Untuk

mengaktifkan fasilitas tekan 222 lalu ikuti instruksi selanjutnya. Dan bila

pulsa habis selama Waktu Aktif, pesan selalu dapat didengarkan dari

pesawat biasa / ponsel lain.

3. SMiLE (Short Message Service), fasilitas ini memungkinkan Anda

mengirim dan menerima pesan tertulis ke ponsel dan provider lain.

80
Sebelum menggunakan fasilitas ini pastikan terlebih dulu Service Center

SMS Anda adalah Telkomsel, +6281100000.

4. MPC (Multi Party Calling), melalui fasilitas Multi Party Calling, Anda

dapat berkomunikasi pada saat bersamaan dengan beberapa orang

sekaligus (chat) dengan mengaktifkan fungsi Call Waiting dan Call

Holding ponsel Anda terlebih dulu

5. Call Waiting, fasilitas ini berfungsi agar Anda tetap mengetahui telepon-

telepon yang masuk meskipun Anda sedang on line.

6. Call Holding, fasilitas ini berfungsi agar Anda tetap bisa menjawab

panggilan telepon yang lain disaat Anda sedang on line, tanpa harus

memutuskan sambungan telepon pertama.

Sedangkan Layanan tambahan yang diberikan kepada pengguna kartu simPATI

meliputi: CAROLINE melalui nomor 116 atau fixed phone melalui nomor 021

52909811, TELKOMSEL@MAIL, Mobile Banking, dsb.

c. Kartu AS

Kartu As pra-bayar secara umum bermakna kartu yang mempunyai berbagai

kelebihan dan memiliki nilai tertinggi dibanding kartu sejenis lainnya. Kartu As

memiliki keunikan yakni nomor bisa didapat dengann harga cuma untuk kartu As

perdana, jadi pelanggan hanya membeli voucher kartu As saja. Tarif percakapan

sangat kompetitif karena mempunyai 2 tarif khusus yaitu:

81
a. Tarif "Super Murah" (Tarif flat Antar pengguna kartu As)

b. Tarif "Murah" (Tarif flat antar pelanggan kartu As ke pelanggan

kartuHALO dan simPATI).

E. Call Center PT Telkomsel

Telkomsel sangat memperhatikan kemudahan dan kenyamanan pelanggan

dalam memperoleh informasi atau konsultasi setiap saat dan di manapun. Untuk

itu, Telkomsel membangun akses pelayanan Call Center dinamakan Caroline

(Customer Care On-Line) - pelayanan pelanggan melalui telepon, sebagai wujud

dari pelayanan pelanggan 24 jam yang memberikan pelayanan tak henti kepada

pelanggan untuk segala kebutuhan dan permasalahan pelanggan. Call Center PT

Telkomsel dapat dihubungi melalui 111 dari kartuHALO dan 116 dari kartu

simPATI/As.

Fungsi-fungsi Pelayanan Pelanggan yang dapat ditangani oleh Caroline

meliputi :

 Informasi jaringan (wilayah liputan, kapasitas, ketersediaan).

 Informasi produk (jenis simPATI , jenis layanan, roaming).

 Informasi tagihan (tarif, penggunaan).

 Prapenjualan (harga, biaya, promosi).

 Edukasi pelanggan (cara penggunaan jasa dan perangkat).

 Pengaduan (mutu jaringan, kegagalan, kesulitan).

82
 Umum (informasi mengenai berbagai hal).

Call Center Telkomsel merupakan call center tersibuk di Indonesia dengan

jumlah call 1,1 juta per hari yang ditangani oleh sekitar 4000 petugas pelayanan

didukung sistem canggih IVR (interactive voice response). Bahkan kini

Telkomsel telah membuka akses layanan video call center 136 berbasis teknologi

3G, seperti yang banyak diaplikasikan perusahaan-perusahaan di negara maju94.

Sebagai akibat dari karakteristik dari pengguna telepon selular yang mobile,

maka Call center menjadi pilihan utama bagi pelanggan untuk berhubungan

dengan layanan pelanggan PT Telkomsel. Menurut data yang diungkapkan oleh

VP Customer Service (CS) Telkomsel , Gideon Purnomo, sekitar 94,4 persen

pelanggan menyampaikan keluhan atau meminta informasi melalui Call Center.

94
http://www.telkomsel.com/web/call_center diakses 4 Juni 2007

83
BAB IV

ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Hasil Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari 100 responden

menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria responden adalah

pengguna Kartu Simpati, laki-laki dan perempuan berusia 18 - 35 tahun yang

pernah menghubungi Call Center Simpati minimal satu kali dan telah

menggunakan kartu simPATI minimal 3 (tiga) bulan. Proses pengumpulan data

dilakukan dari bulan April – Mei 2007 yang kemudian diolah menggunakan

perangkat piranti lunak SPSS 13.

A.1. Karakteristik Responden

A.1.1. Jenis Kelamin Responden

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. 55 orang diantaranya

adalah laki-laki (55%) dan 45 orang berjenis kelamin perempuan (45%)

Tabel 4.1
Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin

Cumulative
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Percent
laki-laki 55 55.0 55.0 55.0
Perempuan 45 45.0 45.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

84
A.1.2. Usia Responden

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Pilihan usia responden

di dalam kuesioner yang disebar dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Berikut ini

adalah deskripsi dari usia para responden tersebut dari hasil output SPSS.

Tabel 4.2
Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Usia

Cumulative
Usia Frequency Percent Valid Percent Percent
18-20 tahun 3 3.0 3.0 3.0
20-25 tahun 53 53.0 53.0 56.0
25-30 tahun 34 34.0 34.0 90.0
30-35 tahun 10 10.0 10.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Dari hasil tersebut terlihat bahwa presentase terbesar usia responden berkisar

antara 21-25 tahun dengan besaran 53% Kemudian diikuti oleh kelompok usia 25-

30 tahun sebesar 30%. Dalam kelompok sampel, terdapat 3 (tiga) responden yang

berusia 18-20 dan 10 (sepuluh) responden yang berada dalam kisaran usia 30 – 35

tahun.

A.1.3. Tingkat Pendidikan Responden

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden. Pilihan tingkat

pendidikan di dalam kuesioner yang disebar, dikelompokkan menjadi 6

kelompok. Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah lulusan universitas

sebesar 50% diikuti dengan lulusan diploma sebesar 36%. Responden dengan

jenjang lulusan SMU adalah sebanyak 12.

85
Tabel. 4.3
Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidikan

Cumulative
Tingkat Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Percent
SD 1 1.0 1.0 1.0
SMP 1 1.0 1.0 2.0
SMU 12 12.0 12.0 14.0
Diploma 36 36.0 36.0 50.0
Universitas 50 50.0 50.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

A.1.4. Pemakaian Pulsa Telpon Seluler Responden Per bulan

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Pilihan jumlah

pemakaian pulsa perbulan dibagi menjadi 6 kelompok.

Tabel. 4.4.
Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Pemakaian Pulsa
Telepon Seluler Perbulan

Pemakaian Pulsa Cumulative


Seluler Perbulan (Rp) Frequency Percent Valid Percent Percent
20,000 – 50.000 10 10.0 10.0 10.0
50.000 - 100.000 26 26.0 26.0 36.0
100.000 - 200.000 33 33.0 33.0 69.0
200.000 - 500.000 23 23.0 23.0 92.0
> 500.000 8 8.0 8.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase terbesar pemakaian pulsa

telepon seluler perbulan adalah Rp 100.000 – Rp. 200.000 sebesar 33,3%. Diikuti

dengan Rp. 50.000 – Rp. 100.000 sebesar 26%, sebanyak 23 responden

86
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 200.000 – 500.000 untuk pemakaian pulsa,

sedangkan hanya 10% yang mengeluarkan biaya kurang dari Rp 20.000 perbulan.

A.1.5. Lama Pelanggan menggunakan kartu simPATI

Jumlah responden adalah 100 orang. Pilihan lama responden memakai

produk Simpati Card dalam kuesioner yang disebar dikelompokkan menjadi 4

kelompok.

Tabel. 4.5.
Distribusi Responden berdasarkan Lama Penggunaan Kartu simPATI

Cumulative
Lama Penggunaan Frequency Percent Valid Percent Percent
3 bulan – 6 bulan 7 7.0 7.0 7.0
6 bulan – 1 tahun 12 12.0 12.0 19.0
Lebih dari 1 tahun 81 81.0 81.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa mayoritas responden (sebesar 81%)

menggunakan kartu simPATI lebih dari 1 tahun. Hanya 7 (tujuh) responden saja

yang menggunakan kartu simPATI antara 3 – 6 bulan.

A.1.6. Pernah Berbicara dengan Petugas Call Center

Indikator pernah berbicara dengan petugas call center merupakan pertanyaan

screening dalam penelitian ini. Pernah berbicara dengan petugas call center,

setidaknya satu kali merupakan salah satu kriteria untuk mencari responden. Dari

hasil penelitian, 100 responden yang ada sudah pernah menghubungi call center.

87
A.1.7. Frekuensi Berbicara dengan Petugas Call Center

Pilihan frekuensi responden berbicara dengan petugas call center

dikelompokkan menjadi 4 kategori. Mayoritas responden (sebesar 53%) hanya

pernah berbicara dengan petugas call center kurang dari 3 kali dalam waktu 6

bulan terakhir, diikuti dengan 3 – 6 kali sebanyak 30 responden. Hanya 8

responden yang menghubungi petugas call center lebih dari 9 kali.

Tabel 4.6
Distribusi Responden berdasarkan Frekuensi Berbicara
dengan Petugas Call Center
Frekuensi Berbicara
dengan Petugas Call Cumulative
Center Frequency Percent Valid Percent Percent
Kurang dar 3 kali 53 53.0 53.0 53.0
3 kali – 6 kali 30 30.0 30.0 83.0
6 kali – 9 kali 9 9.0 9.0 92.0
Lebih dari 9 kali 8 8.0 8.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

B. Analisis Deskriptif Konstruk Pengalaman pelanggan berhubungan dengan

Call Center

Setiap encounter dalam call center haruslah dikelola sebaik mungkin sesuai

dengan harapan pelanggannya. Untuk itulah diperlukan instrumen pengukuran

yang dapat mengukur harapan pelanggan terhadap sebuah call center. Arjen

Burgers, dkk mengidentifikasikan 13 ekspektasi pelanggan terhadap petugas call

center, yaitu: Self-efficacy, adaptability, emphaty, time, communication style,

reliability, Perception of commitment to service quality and customer satisfaction,

empowerment. Staff attitude, explanation, competence, security, dan knowing the

customer.

88
Berdasarkan pengujian empiris yang dilakukan Arjen Burgers, dkk terhadap

ke-13 item ini, maka dihasilkan empat sub skala yang lebih valid sebagai

instrumen penelitian dalam voice-to-voice encounter, ke-empat sub skala ini

adalah: adaptiveness, assurance, emphaty, dan Authority95.

Ekspektasi pelanggan terhadap Call Center tersebur diukur melalui 22

indikator. Ke 22 indikator tersebut merupakan penjabaran dari 4 komponen utama

pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center, yaitu: adaptiveness,

assurance, emphaty, dan Authority.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa petugas memegang peranan

penting dalam penyediaan sebuah proses penyampaian servis yang baik, yang

pada akhirnya akan membentuk kepuasan pelanggan terhadap servis yang

diberikan. Tingkat kepuasaan pelanggan akan sangat mempengaruhi respon

perilaku konsumen seperti loyalitas pelanggan, word-of-mouth, atau switching

behaviour.96

B.1. Analisis Deskriptif Konstruk Adaptiveness

Adaptiveness merupakan salah satu komponen ekspektasi pelanggan terhadap

call center. Adaptiveness dapat diartikan sebagai harapan bahwa petugas dapat

menyesuaikan perilakunya terhadap pelanggan, mampu menangani situasi

interpersonal dan menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi. Selain itu, petugas

juga diharapkan kompeten, memiliki keahlian dan selanjutnya dapat membantu

pelanggan dalam menyelesaikan berbagai permasalahannya.


95
Arjan Burgers, et al. Op.Cit
96
Amy Wong., “The Role of Emotional Satisfaction in Service Encounters:Managing Service
Quality”, Bedford: 2004, Vol. 14, Iss. 5

89
Dalam penelitian, variabel adaptiveness diturunkan ke dalam 7 indikator.

Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan

dalam tabel berikut ini:

Tabel. 4.7.
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi Adaptiveness
No Indikator N Mean Modus Standar Kategori
Deviasi
1. Petugas memperlakukan pelanggan dengan 100 5.5900 6 1.15553 Tinggi
sopan saat berbicara
2. Petugas berusaha memahami pertanyaan 100 5.6700 6 1.03529 Tinggi
pelanggan
3 Pelanggan yakin petugas call center 100 5.2100 6 1.20851 Ti ggi
memahami pekerjaannya
Pelanggan percaya bahwa petugas call
4 center selalu dapat membantu dalam 100 5.0600 6 1.30128 Tinggi
menemukan solusi permasalahan
Seandainya petugas call center tidak dapat
Cukup
5 langsung merespon kebutuhan pelanggan, 6
100 4.9000 1.40346
pelanggan yakin petugas akan berusaha Tinggi
mencari informasi yang diperlukan
Pelanggan percaya bahwa petugas call Cukup
6 center selalu dapat membantu dalam 100 4.8300 6 1.30310
Tinggi
menemukan jawaban pertanyaan
Pelanggan percaya bahwa petugas call Cukup
7 center selalu dapat memenuhi berbagai 100 4.9200 6 1.33091
Tinggi
permintaan mereka.
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap

pernyataan dari indikator-indikator variabel adaptiveness berkisar antara 4.83

sampai dengan 5.67 dengan nilai modus 6. Dengan merujuk tabel tersebut dapat

disimpulkan bahwa dilihat dari pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat

adaptiveness petugas call center adalah cukup tinggi sampai dengan tinggi.

Artinya responden menilai petugas call center Simpati sudah memiliki

kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap pelanggan, mampu menangani

situasi interpersonal, mampu untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang dialami

90
oleh pelanggan serta dinilai kompeten dalam menangani berbagai masalah yang

dialami oleh pelanggan.

B.2. Analisis Deskriptif Konstruk Assurance

Assurance berfokus pada aspek-aspek yang berhubungan dengan keamanan

dan penjelasan. Petugas diharapkan memberikan informasi yang jelas kepada

pelanggan mengenai prosedur yang akan menenangkan konsumen dan

menghilangkan berbagai ketidakjelasan. Kemudian konsumen berharap bahwa

perusahaan tidak hanya akan menangani informasinya secara berhati-hati. Akan

tetapi, juga secara rahasia.

Dalam penelitian, terdapat 4 indikator untuk mengukur variabel assurance.

Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan

dalam tabel berikut ini

Tabel. 4.8.
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi Variabel Assurance
No Indikator N Mean Modus Standar Kategori
Deviasi
Petugas Call Center dapat menjelaskan
informasi berkaitan dengan prosedur
1. tertentu (mis: simcard terblokir atau hilang, 100 5.5600 6 1.21705 Tinggi
aktivasi layanan GPRS, setting MMS/SMS,
aktivasi nada sambung pribadi, dll) secara
jelas dan sistematis
Petugas dapat menenangkan pelanggan
dengan memberikan informasi yang benar
2. saat pelanggan menghadapi berbagai 100 5.2900 6 1.30496 Tinggi
ketidakjelasan berkaitan dengan layanan
telekomunikasi selular
Pelanggan yakin petugas call center akan Cukup
3 menangani informasi yang diberikan kepada 100 4.9000 6 1.23501
Tinggi
mereka secara hati-hati dan rahasia
Petugas call center tidak akan Cukup
4 menyalahgunakan informasi yang diberikan 100 4.6900 4 1.27679
Tinggi
pelanggan kepada mereka
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

91
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap

pernyataan dari indikator-indikator variabel Assurance berkisar antara 4,69

sampai dengan 5,56 dengan nilai modus adalah 4 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat assurance petugas call

center adalah cukup tinggi sampai dengan tinggi. Petugas Call Center Simpati

dinilai dapat secara sistematis menjelaskan prosedur tertentu yang harus

dilakukan, dapat memberikan ketenangan kepada pelanggan dengan

menghilangkan berbagai ketidakjelasan, dan dapat dipercaya dalam menangani

informasi yang bersifat rahasia.

B.3. Analisis Deskriptif Konstruk Empathy

Salah satu ekspektasi pelanggan terhadap call center adalah adanya emphaty,

dimana petugas diharapkan memiliki kemampuan untuk berempati terhadap emosi

dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan kepada konsumen bahwa

permasalahan mereka diperlakukan secara penting bukan hanya sebagai “nomor”

bagi perusahaan

Dalam penelitian ini, terdapat 8 indikator untuk mengukur variabel empathy.

Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan

dalam tabel berikut ini.

92
Tabel. 4.9
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari
Dimensi Variabel Empathy

No Indikator N Mean Modus Standar Kategori


Deviasi
Cukup
1. Petugas menanyakan nama pelanggan serta 100 5.1400 6.00 1.70572
memanggil pelanggan dengan nama tersebut Tinggi
Pelanggan merasa bahwa petugas call center Cukup
2. memperlakukan masalah mereka sebagai suatu 100 5.0600 6.00 1.34705
Tinggi
hal yang penting untuk diselesaikan
Petugas call center memperlakukan pelanggan Cukup
3. dengan personal sehingga pelanggan merasa 100 4.6700 6.00 1.44289
Tinggi
senang berhubungan dengan mereka.
Ketika pelanggan menyampaikan keluhan, Cukup
4 petugas akan memperhatikan keluhan 100 5.0100 6.00 1.29876
Tinggi
pelanggan dengan sungguh-sungguh.
Ketika pelanggan menanyakan sesuatu,
Cukup
5. petugas call center akan memberikan perhatian 5.0200 6.00 1.32558
100
terhadap pertanyaan pelanggan dengan Tinggi
sungguh-sungguh
Ketika pelanggan menyampaikan suatu
Cukup
6. permintaan, petugas call center akan sungguh- 4.9100 6.00 1.35658
100
sungguh memperhartikan permintaan Tinggi
pelanggan.
Pelanggan merasa bahwa petugas call center Cukup
7. membantu menyelesaikan masalah pelanggan 100 4.5300 5.00 1.33678
Tinggi
dengan tulus
Saat pelanggan menyampaikan masalah,
Cukup
8. pelanggan merasa bahwa petugas call center 4.6300 5.00 1.43305
100
peduli dengan masalah yang disampaikan Tinggi
mereka
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap pernyataan

dari indikator-indikator variabel Empathy berkisar antara 4.53 sampai dengan 5.14

dengan nilai modus adalah 5 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari

pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat emphaty petugas call center

adalah cukup tinggi. Petugas Call Center Simpati dinilai memiliki kemampuan

untuk berempati terhadap emosi dan situasi pelanggan dan memberikan perasaan

93
kepada konsumen bahwa permasalahan mereka diperlakukan secara penting

bukan hanya sebagai “nomor” bagi perusahaan.

B.4. Analisis Deskriptif Konstruk Authority

Salah satu ekspektasi pelanggan terhadap call center adalah authority,

pelanggan berharap bahwa petugas memiliki otoritas berkaitan dengan berbagai

permasalahan dan pertanyaan97.

Dalam penelitian ini, terdapat 3 indikator untuk mengukur variabel Authority.

Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator tersebut dijabarkan

dalam tabel berikut ini.

Tabel. 4.10.
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Dimensi Variabel
Authority
No Indikator N Mean Modus Standar Kategori
Deviasi
Cukup
1. Petugas memiliki kewenangan dalam 100 5.0900 6.00 1.30341
menyelesaikan permasalahan pelanggan Tinggi
Petugas memiliki kewenangan dalam Cukup
2. menggunakan sumber daya yang diperlukan 100 4.9300 6.00 1.37991
Tinggi
untuk menangani permasalahan pelanggan
Petugas call center mempunyai kewenangan Cukup
3. yang cukup untuk mengambil langkah-langkah 100 5.0300 6.00 1.29845
Tinggi
yang diperlukan dalam membantu pelanggan.
Catatan: Nilai mean, modus dan std. Deviasi menggunakan nilai dengan skala 7
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap

pernyataan dari indikator-indikator variabel Authority berkisar antara 4.93 sampai

dengan 5.09 dengan nilai modus adalah 6. Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari

97
Arjan Burgers, et al. Customer expectation dimensions of voice-to-voice service encounter: a
scale-development study. Hal. 150

94
pemenuhan ekspektasi pelanggan untuk tingkat authority petugas call center

adalah cukup tinggi. Petugas Call Center Simpati dinilai memiliki kewenangan

dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan, memiliki kewenangan dalam

menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk menangani permasalahan

pelanggan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk mengambil langkah-

langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan.

C. Analisis Deskriptif Konstruk Variabel Overall Service Quality

Persepsi kualitas jasa dari sudut pandang konsumen dapat diukur melalui

penilaian konsumen terhadap “excelent overall service”, “service of a very high

quality”, “high standard of service” dan “superior service in every way”98.

Dalam penelitian ini, terdapat 4 indikator untuk mengukur variabel Overall

Service Quality. Nilai mean, modus dan standar deviasi dari berbagai indikator

tersebut dijabarkan dalam tabel berikut ini.

Tabel. 4.11.
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Dimensi Variabel
Overall Service Quality
No Standar
Indikator N Mean Modus Kategori
Deviasi
1. Perusahaan memberikan
100 5.2100 6.00 1.33557 Cukup Tinggi
keseluruhan jasa yang sangat baik
2. Perusahaan mempunyai jasa yang 6.00 Cukup Tinggi
100 5.1800 1.30562
berkualitas tinggi
3 Perusahaan menyediakan standar 100 6.00 Cukup Tinggi
5.1100 1.33254
jasa yang tinggi
Perusahaan menyampaikan jasa Cukup Tinggi
4 yang superior dalam berbagai 100 4.6600 6.00 1.48542
bentuk
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

98
Dabholkar et al dikutip dari Wang, Po Lo dan Yang, “An Integrated Framework for Service
Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China Telecommunication Industry”,
Kluwer Academic Publisher, 2004.

95
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap

pernyataan dari indikator-indikator variabel overall service quality berkisar antara

4.66 sampai dengan 5.21 dengan nilai modus adalah 6. Dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari penilaian pelanggan untuk tingkat overall service quality adalah

cukup tinggi. Perusahaan Telkomsel dilihat oleh pengguna kartu simPATI:

Memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang berkualitas

tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa yang

superior dalam berbagai bentuk.

D. Analisis Deskriptif Konstruk Variabel Loyalitas Merek

Untuk variabel loyalitas merek, yang akan digunakan sebagai indikator

pengukuran adalah sebagai berikut: Komitmen untuk terus menggunakan merek

tersebut di masa yang akan datang, kesediaan memberikan masukan berkaitan

dengan kualitas pelayanan jika diminta, mereferensikan kepada orang lain,

membela merek dari komentar negatif, memberitahukan keunggulan merek pada

orang lain, dan kesediaan membeli dengan harga premium.

Nilai mean, modus dan median dalam indikator tersebut dijabarkan dalam

tabel dibawah ini:

Tabel. 4.12.
Nilai Mean, Modus dan Std. Deviasi dari Variabel
Loyalitas Merek
No Standar
Indikator N Mean Modus Kategori
Deviasi
Pelanggan akan terus menggunakan
1. kartu simPATI di masa yang akan 100 5.3900 6 1.29408 Tinggi
datang
Pelanggan bersedia memberikan
2. berbagai masukan berkaitan dengan 100 5.3800 6 1.33923 Tinggi
kualitas pelayanan jika diminta

96
Pelanggan bersedia memberikan
3. rekomendasi kepada orang lain untuk 100 4.5200 4 1.50742 Cukup Tinggi
menggunakan kartu simPATI
Pelanggan akan membela merek
4 simPATI apabila ada seseorang yang
100 4.2300 4 1.48973 Sedang
berkomentar negatif pada merek
tersebut
Pelanggan akan memberitahu orang
5. lain tentang keunggulan merek 100 4.5500 6 1.56589 Cukup Tinggi
simPATI
Pelanggan tidak akan keberatan untuk
6. terus menggunakan kartu simPATI
100 4.7000 4 1.70856 Cukup Tinggi
walaupun tarifnya lebih mahal
daripada operator GSM lainnya.
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa tingkat persetujuan terhadap

pernyataan dari indikator-indikator variabel loyalitas merek berkisar antara 4,23

sampai dengan 5,39 dengan nilai modus adalah 4 dan 6. Dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari penilaian pelanggan untuk tingkat loyalitas merek adalah cukup

tinggi. Pelanggan akan terus menggunakan kartu simPATI di masa yang akan

datang, bersedia memberikan masukan, bersedia memberikan rekomendasi kepada

orang lain untuk menggunakan kartu Simpati, akan memberitahu orang lain

tentang keunggulan merek simPATI (gethok tular), bahkan pelanggan tidak akan

keberatan untuk terus menggunakan kartu simPATI walaupun tarifnya lebih

mahal daripada operator GSM lainnya.

Namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggan masih ragu-

ragu dalam membela merek simPATI apabila ada seseorang yang berkomentar

negatif pada merek tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel dimana rata-

rata jawaban responden adalah senilai 4,23 atau dapat dikategorikan sedang.

97
E. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dengan statistik deskriptif untuk mengetahui

ringkasan data yang telah dikumpulkan. Sehingga dapat diketahui persebaran

variasi data. Berikut adalah hasil analisis yang telah dilakukan dengan SPSS 13

terhadap tiga variabel yang diteliti.

E.1. Variabel Pengalaman Pelanggan Berhubungan dengan Call Center

Hasil uji statistik deskriptif pada variabel ini persebaran variasi nilai dari

variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center adalah normal.

Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang merupakan hasil bagi antara nilai

skewness dan standard error of skewness sebesar 0,17. Karena rasio skewness

berada di antara -2 dan 2, maka dikatakan distribusi data adalah normal seperti

diperlihatkan tabel di bawah ini.

Tabel 4.13
Statistik Deskriptif
Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan Call Center

N Valid 100
Missing 0
Mean 110.6400
Median 114.0000
Mode 125.00
Std. Deviation 20.80429
Variance 432.819
Skewness -.410
Std. Error of Skewness .241
Kurtosis -.421
Std. Error of Kurtosis .478
Range 97.00
Minimum 57.00
Maximum 154.00

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

98
Standar deviasi adalah 20.80429 dan variance yang merupakan kelipatan dari

standar deviasi adalah 432.819. Penggunaan standard deviasi untuk menilai

disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 20.80429 dan

pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi :

Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 110.6400 ± (2 x 20.80429)

= 69,03 – 152,25

Artinya disperse rata-rata tingkat pengalaman pelanggan berhubungan dengan

call center pada sampel akan berkisar antara 69,03 – 152,25. Hal ini agak jauh

berbeda dengan range minimum (sebesar 57,00) dan range maksimum (sebesar

154) , artinya sebaran datanya masih tergolong kurang baik.

Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai

relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.

Gambar 4.1
Histogram Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center

Histogram

20

15
Frequency

10

Mean = 110.64
Std. Dev. = 20.80429
0 N = 100
40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00

Pengalaman_Pelanggan_berhubungan_dgn_callcenter

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

99
E.2. Variabel Overall Service Quality

Hasil uji statistik deskriptif dari variabel overall service quality adalah

sebagai berikut:

Tabel. 4.14
Statistik Deskriptif Tingkat Overallservqual

N Valid 100
Missing 0
Mean 20.1600
Median 20.0000
Mode 24.00
Std. Deviation 5.00246
Variance 25.025
Skewness -.439
Std. Error of Skewness .241
Kurtosis -.383
Std. Error of Kurtosis .478
Range 20.00
Minimum 8.00
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Dari tabel diatas dapat kita lihat persebaran variasi nilai dari variabel overall

service quality adalah normal. Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang

merupakan hasil bagi antara nilai skewness dan standard error of skewness

sebesar -1,82. Rasio skewness tersebut berada di antara -2 dan 2, oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa distribusi adalah normal.

Standar deviasi adalah 5.00246. Penggunaan standard deviasi adalah untuk

menilai disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 5.00246

dan pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi

:Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 20.1600 ± (2 x 5.00246) = 10,15 – 30,16

100
Artinya disperse rata-rata tingkat overall service pada sampel akan berkisar antara

10,15 – 30,16. Hal ini tidak jauh berbeda dengan nilai minimum (sebesar 8) dan

maksimum (sebesar 28), artinya sebaran data adalah baik.

Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai

relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.

Gambar 4.2
Histogram Overall service quality

Histogram

20

15
Frequency

10

Mean = 20.16
Std. Dev. = 5.00246
0 N = 100
5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

tingkat_overallservqual

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

E.3. Variabel Loyalitas Merek

Hasil uji statistik deskriptif dari variabel loyalitas merek adalah sebagai

berikut:

101
Tabel. 4.15
Statistik Deskriptif Loyalitas merek

N Valid 100
Missing 0
Mean 28.7700
Median 29.0000
Mode 28.00
Std. Deviation 6.70573
Variance 44.967
Skewness -.340
Std. Error of Skewness .241
Kurtosis -.222
Std. Error of Kurtosis .478
Range 33.00
Minimum 9.00
Maximum 42.00

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

Dari tabel diatas dapat kita lihat persebaran variasi nilai dari variabel loyalitas

merek adalah normal. Ini dapat dilihat juga dari rasio skewness yang merupakan

hasil bagi antara nilai skewness dan standard error of skewness sebesar -1,41.

Rasio skewness tersebut berada di antara -2 dan 2, oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa distribusi adalah normal.

Standar deviasi adalah 6.70573. Penggunaan standard deviasi adalah untuk

menilai disperse rata-rata dari sampel. Untuk itu, dengan standar deviasi 6.70573

pada tingkat kepercayaan 95%, maka disperse rata-rata dalam sampel menjadi :

Rata-rata ± 2.Standar deviasi = 28.7700± (2 x 6.70573) = 15,36 – 42,18

Artinya disperse rata-rata tingkat loyalitas merek pada sampel akan berkisar

antara 15,36 – 42,18. Hal ini agak jauh berbeda dengan nilai minimum (sebesar

9), artinya sebaran data dalam variabel loyalitas merek masih kurang baik.

102
Dari histogram di bawah ini juga dapat dilihat bahwa persebaran variasi nilai

relative normal, karena sebaran data tidak jauh dari garis normal.

Gambar 4.3
Histogram Loyalitas Merek

Histogram

20

15
Frequency

10

Mean = 28.77
Std. Dev. = 6.70573
0 N = 100
10.00 20.00 30.00 40.00

tingkat_loyalitas

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Mei 2007

F. Analisis Model Penelitian

Analisa data pertama yang dilakukan menggunakan analisis kolerasi, yaitu

hubungan (asosiasi) antara variabel-variabel yang diamati, dan terakhir dilakukan

analisis regresi sederhana dan regresi berganda yang bertujuan untuk mengetahui

kekuatan hubungan antara variabel independen dan dependen.

103
F.1. Pembahasan Model Pengukuran

F.1.1 Analisis Faktor

Analisa faktor dilakukan terhadap variabel pengalaman pelanggan

berhubungan dengan call center dengan dimensinya “Adaptiveness”,

“Assurance”, “Emphaty”, dan “Authority”; Variabel Overall service quality, dan

Variabel Loyalitas merek.

F.1.1.1 Validitas Variabel Pengukuran.

Pengujian Validitas dilakukan dengan melakukan analisa faktor untuk melihat

nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of adequacy, Barlett’s Test of Sphericity, Anti-

image Matrices, Total Variance Explained dan factor loading of component

Matrix.

Validitas untuk menyeleksi indicator untuk setiap variabel dilakukan

berdasarkan nilai Anti-image diatas 0,5; Component Matrix di atas 0,7; Hasil

pengujian KMO dan Bartlett’s minimal 0,05 dan variasi yang dapat dijelaskan

minimal sebesar 60%99.

Validitas dari setiap indicator penelitian dilakukan dengan uji Anti-image

Matrices dan pengukuran factor loading untuk setiap indikator. Nilai anti image

yang diharapkan adalah minimum .500; sedangkan nilai factor loading yang

diharapkan untuk Component Matrix adalah minimum .700. Berikut adalah tabel

ukuran validitas yang digunakan dalam Penelitian.

99
Meylizar Elvisyah, Op Cit. hal.70-71

104
Tabel 4.16
Pengukuran K-M-O Measure of Sampling Adequcy, Barlett’s Test of
Sphericity, dan Nilai Variasi yang dijelaskan Model Pengukuran

No Variabel Penelitian K-M-O Barlett’s Nilai


Measure of Test of Variasi
sampling Sphericity yang
Adequacy dijelaskan
1
Adaptiveness .838 .000 63.362
2
Assurance .690 .000 61.134
3
Emphaty, .775 .000 65,208
4
Authority .729 .000 81.882
5
Penilaian kualitas jasa keseluruhan .840 .000 83.988
(overall service quality)
6 Loyalitas merek. .746 .000 62. 049
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

F.1.1.2 Reliabilitas Variabel Pengukuran

Selain pengukuran Validitas, dilakukan juga pengujian reliabilitas. Adapun

Tujuan utama pengujian reliabilitas menurut adalah:

untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu


instrument apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu
objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya
atau tidaknya suatu insturmen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan
ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang
didapat merupakan ukuran yang benar dari suatu yang diukur100.

Metode Alpha Cronbach’s digunakan untuk menentukan reliabilitas dengan

cara membandingkan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan

95% atau tingkat signifikansi 5%.

Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach,

maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha. Menurut Budi yang mengutip
100
Triton Prawira Budi, SPSS 13 Terapan: Riset Statistik Parametrik, Yogyakarta, Andi, edisi I,
2006 hal. 248

105
Santoso, apabila alpha hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai

positif maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel101.

Tabel 4.17
Reabilitas Variabel Penelitian

No Variabel Cronbach Tingkat


Penelitian Alpha Reliabilitas
1 Adaptiveness 0.903 Sangat Reliabel
2 Assurance 0.813 Sangat Reliabel
3 Emphaty, 0.923 Sangat Reliabel
4 Authority 0.889 Sangat Reliabel
5 Penilaian kualitas 0.936 Sangat Reliabel
jasa keseluruhan
6 Loyalitas merek. 0.844 Sangat Reliabel
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

F.2. Model Struktural Penelitian

Untuk menguji hipotesa penelitian digunakan uji regresi berganda (multiple


regression) dan uji regresi sederhana (simple regression).

Gambar 4.4
Model Penelitian
Pengalaman Pelanggan
Berhubungan dengan
call center:
Adaptiveness

Assurance Overall Service Loyalitas


Quality Merek
Emphaty

Authority

101
ibid

106
F.2.1. Analisis Uji Regresi

Analisis regresi adalah salah satu jenis analisis parametrik yang dapat

memberikan dasar untuk memprediksi serta menganalisis varian. Analis uji

regresi ini akan diadakan 3 (tiga) tahap sesuai dengan hipotesis yang ada dalam

penelitian ini.

Tahap pertama adalah melakukan uji regresi berganda antara variabel

pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center dengan indikatornya

“Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty” dan “Authority, dengan variabel

overall service quality.

Tahap kedua adalah melakukan uji regresi sederhana antara variabel overall

service quality dengan variabel loyalitas merek.

Tahap ketiga melakukan uji regresi berganda lebih antara variabel

pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center dengan loyalitas merek.

F.2.1.1. Uji Regresi Pengalaman Pelanggan Berhubungan dengan Call Center

dengan Overall Service Quality

Untuk menguji pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call

center dengan dimensinya “Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty”, dan

“Authority” terhadap variabel overall service quality dilakukan uji regresi

berganda. Berikut ini adalah model konstruk penelitian pengalaman pelanggan

berhubungan dengan call center terhadap tingkat overall service quality.

107
Gambar 4.5
Model Pengaruh Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center
terhadap tingkat overall service quality

Pengalaman Pelanggan
Berhubungan dengan call
center:
Adaptiveness

Assurance Overall Service


Quality
Emphaty

Authority

Nilai factor score dari variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan

call center dengan 4 (empat) dimensinya sebagai variabel bebas diregresikan

dengan nilai faktor score variabel terikat yaitu tingkat overall service quality.

Variabel bebas yang masuk adalah Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan

Authority dengan variabel terikatnya adalah tingkat overall service quality. Tidak

ada variabel yang dibuang.

Besarnya hubungan antara variabel pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center dengan overall service quality adalah: Adaptiveness (0, 640);

Assurance (0,613); Emphaty (0,674), dan Authority (0,658). Secara teoritis,

karena korelasi antara variabel emphaty terhadap overall service quality paling

besar, maka variabel emphaty lebih berpengaruh terhadap tingkat overall service

quality. Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel pengalaman

pelanggan berhubungan dengan call center dan tingkat overall service quality

adalah 0,00. Karena probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel

108
bebas, yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority dengan variabel

terikat tingkat overall service quality sangat nyata.

Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 30, 397 dengan p = 0,000

oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat overall service quality atau secara bersama-sama variabel bebas, yakni;

Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority berpengaruh terhadap overall

service quality pada taraf kepercayaan 95%.

Tabel 4.18
Uji Anova Overall service quality

Model Sum of df Mean F Sig. Signifikansi


Square Square Hubungan
Regression 55, 576 4 13,894 30,397 0,000 a Signifikan
Residual 43,424 95 0,457
Total 99 99
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

Untuk regresi dengan variabel bebas lebih dari dua, digunakan adjusted R

square. Nilai Adjusted R square = 0,543 menunjukkan bahwa 54,3% variasi

overall service quality dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center melalui empat dimensinya, yakni: Adaptiveness, Assurance,

Emphaty dan Authority, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.

109
Tabel 4.19
Koefisien Regresi Tingkat Overall Service Quality

Variabel Koefisien Standard Sig. t Signifikansi


Regresi Error Hubungan
Konstanta -3,1 E-017 0,068 1,000 0,000
Adaptiveness 0,180 0,111 0,107 1,626 Tidak
Signifikan
Assurance 0,180 0,098 0,068 1,844 Tidak
Signifikan
Emphaty 0,213 0,121 0,081 1,766 Tidak
Signifikan
Authority 0,292 0,098 0,004 2,977 Signifikan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan

adaptiveness, assurance, dan emphaty di atas 0,05, serta nilai t hitung < t tabel

(db= 95 taraf kepercayaan 95%; α/2 = 1,999) yang berarti bahwa adaptiveness,

assurance dan emphaty tidak dapat dijadikan sebagai variabel prediktor terhadap

tingkat overall service quality. Sedangkan Authority dengan p < 0,05 dan t hitung

(2,977) > t tabel (1,999) dapat menjadi prediktor tingkat overall service quality

Dengan demikian, terbukti ada pengaruh antara interaksi antara personel

perusahaan dengan konsumen dalam penilaian keseluruhan terhadap kualitas jasa

dan atau kepuasaan layanan (overall quality and/or satisfaction with services)102.

F.2.1.2. Uji Regresi Overall Service Quality dengan Loyalitas Merek

Untuk menguji variabel overall service quality terhadap variabel loyalitas

merek dilakukan uji regresi sederhana. Berikut ini adalah model konstruk

penelitian tingkat overall service quality terhadap loyalitas merek.

102
Bitner, et al. Op.Cit

110
Gambar 4.6
Model Pengaruh tingkat overall service quality terhadap loyalitas merek

Overall Service Loyalitas


Quality Merek

Nilai factor score dari variabel overall service quality sebagai variabel bebas

diregresikan dengan nilai factor score variabel terikat yaitu loyalitas merek.

Besarnya hubungan antara variabel overall service quality dengan loyalitas

merek adalah sebesar 0,628. Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel

tingkat overall service quality dengan loyalitas merek adalah 0,00. Karena

probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel bebas, yakni:

overall service quality dengan variabel terikat loyalitas merek sangat nyata.

Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 30, 397 dengan p = 0,000

oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi

loyalitas merek atau variabel bebas tingkat overall service quality berpengaruh

terhadap Loyalitas merek pada taraf kepercayaan 95%.

Tabel 4.20
Uji Anova Loyalitas merek

Model Sum of df Mean F Sig. Signifikansi


Square Square Hubungan
Regression 39,053 1 39,053 63,842 0,000 a Signifikan
Residual 59,947 98 0,612
Total 99 99
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

111
Untuk regresi sederhana, digunakan R square. Nilai R square = 0,394

menunjukkan bahwa 39,4% variasi loyalitas merek dipengaruhi oleh tingkat

overall service quality, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.

Tabel 4.21
Koefisien Regresi loyalitas merek

Variabel Koefisien Standard Sig. t Signifikansi


Regresi Error Hubungan
Konstanta 2,38 E-017 0,078
1,000 0
Overall Service 0,628 0,079
0,000 7,990 Signifikan
Quality
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan

variabel tingkat overall service quality dengan variabel loyalitas merek adalah 0

(nol) atau lebih kecil dari 0,05 dan t hitung (7,99) > t tabel (1,999). Sehingga

tingkat overall service quality dapat menjadi prediktor loyalitas merek. Dengan

demikian, terbukti ada pengaruh antara tingkat overall service quality dengan

loyalitas merek. Sebagaimana dinyatakan oleh K.A. Venetis dan Ghauri di mana

service quality memperkuat keinginan konsumen untuk membeli lagi, membeli

lebih, membeli jasa lainnya, menjadi kurang sensitif terhadap harga dan

menceritakan kepada orang lain mengenai pengalaman menyenangkan mengenai

jasa tersebut. 103

103
Serkan Aydin dan Gokhan Ozer., Op Cit

112
F.2.1.3. Uji Regresi Pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center

terhadap Loyalitas Merek

Untuk menguji pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call

center dengan dimensinya “Adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty”, dan

“Authority” terhadap variabel loyalitas merek dilakukan uji regresi berganda.

Berikut ini adalah model konstruk penelitian pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center terhadap loyalitas merek.

Gambar 4.7
Model Pengaruh Pengalaman Pelanggan berhubungan dengan call center
terhadap loyalitas merek

Pengalaman Pelanggan
Berhubungan dengan call
center:
Adaptiveness

Assurance Loyalitas merek

Emphaty

Authority

Nilai factor score dari variabel pengalaman pelanggan berhubungan dengan

call center dengan 4 (empat) dimensinya sebagai variabel bebas diregresikan

dengan nilai factor score variabel terikat yaitu tingkat loyalitas merek.

Variabel bebas yang masuk adalah Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan

Authority dengan dependen variabel terikatnya adalah tingkat Loyalitas merek.

Tidak ada variabel yang dibuang.

113
Besarnya hubungan antara variabel pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center dengan overall service quality adalah: Adaptiveness (0, 333);

Assurance (0,414); Emphaty (0,385), dan Authority (0,422). Secara teoritis,

karena korelasi antara variabel Authority terhadap Loyalitas merek paling besar,

maka variabel Authority lebih berpengaruh terhadap tingkat loyalitas merek.

Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari variabel pengalaman pelanggan

berhubungan dengan call center dan tingkat loyalitas merek adalah 0,00. Karena

probabilitas jauh di bawah 0,05 maka korelasi antara variabel bebas, yakni:

Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority dengan variabel terikat

Loyalitas merek sangat nyata.

Dari Uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung = 6,779 dengan p = 0,000

oleh karena p < 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat Loyalitas merek atau secara bersama-sama variabel bebas, yakni;

Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority berpengaruh terhadap Loyalitas

merek pada taraf kepercayaan 95%.

Tabel 4.22
Uji Anova Loyalitas merek

Model Sum of df Mean F Sig. Signifikansi


Square Square Hubungan
Regression 21,984 4 5,496 6,779 0,000 a Signifikan
Residual 77,016 95 0,811
Total 99 99
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

Untuk regresi dengan variabel bebas lebih dari dua, digunakan adjusted R

square. Nilai Adjusted R square = 0,189 menunjukkan bahwa 18,9% variasi

loyalitas merek dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan berhubungan dengan call

114
center melalui empat dimensinya, yakni: Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan

Authority, Sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.

Tabel 4.23
Koefisien Regresi Loyalitas merek

Variabel Koefisien Standard Sig. t Signifikansi


Regresi Error Hubungan
Konstanta -4,6 E-18 0,09 1,00 0,000
Adaptiveness - 0,039 0,148 0,793 - 0,263 Tidak
Signifikan
Assurance 0,237 0,130 0,071 1,825 Tidak
Signifikan
Emphaty 0,085 0,161 0,6 0,527 Tidak
Signifikan
Authority 0,274 0,131 0,062 1,889 Tidak
Signifikan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer Peneliti, Juli 2007

Untuk tabel koefisien regresi diperoleh data bahwa signifikansi hubungan

adaptiveness, assurance, emphaty dan authority di atas 0,05, serta nilai t hitung <

t tabel (db= 95 taraf kepercayaan 95%; α/2 = 1,999) yang berarti bahwa

adaptiveness, assurance, emphaty dan authority tidak dapat dijadikan sebagai

variabel prediktor terhadap Loyalitas merek.

Dengan demikian, terbukti tidak ada pengaruh antara pengalaman pelanggan

berhubungan dengan call center yang diukur dari dari empat dimensinya, yakni:

adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap loyalitas merek.

F.2.2. Uji Hipotesis Penelitian

Terdapat tiga hipotesis utama dalam penelitian ini. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan nilai statistik signifikasi p < 0,05 dan t hitung > t tabel yang

115
merupakan dasar penentuan variabel prediktor yang menyebabkan hipotesis

diterima.

F.2.2.1 . Analisis Hipotesis pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center terhadap tingkat overall service quality

Hipotesis ini menganalisa pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center dengan adaptiveness, assurance, emphaty dan authority

sebagai pembangunnya, terhadap tingkat overall service quality dengan indikator

perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang

berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa

yang superior dalam berbagai bentuk.

Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara

adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap overall service quality.

Dimensi Adaptiveness, Assurance dan Emphaty memiliki nilai statistik signifikasi

p > 0,05 dan t hitung < t tabel sehingga tidak dapat dijadikan sebagai prediktor

bagi tingkat Overall Service Quality. Akan tetapi, dimensi Authority yang diukur

dari indikatornya: Petugas call center memiliki kewenangan dalam menyelesaikan

permasalahan pelanggan, dapat menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk

menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk

mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan,

memiliki nilai statistik signifikasi p < 0,05 dan t hitung > t tabel atau terbukti

merupakan prediktor dari tingkat overall service quality sehingga Hipotesis 1d

tingkat authority petugas call center akan memiliki pengaruh positif yang

116
signifikan terhadap tingkat overall service quality dapat diterima. Sementara

Hipotesis 1a, Hipotesis 1b dan Hipotesis 1c tidak dapat diterima.

F.2.2.2 . Analisis Hipotesis tingkat overall service quality terhadap loyalitas

merek

Hipotesis ini menganalisa tingkat overall service quality terhadap terhadap

loyalitas merek dengan indikator: Pelanggan akan terus menggunakan kartu

simPATI di masa yang akan datang, bersedia memberikan rekomendasi kepada

orang lain untuk menggunakan kartu Simpati, membela merek dari komentar

negatif, akan memberitahu orang lain tentang keunggulan merek simPATI (gethok

tular), bahkan pelanggan tidak akan keberatan untuk terus menggunakan kartu

simPATI walaupun tarifnya lebih mahal daripada operator GSM lainnya.

Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara

overall service quality terhadap loyalitas merek sebesar 0,628 atau berkorelasi

kuat. Tingkat overall service quality , memiliki nilai statistik signifikasi p < 0,05

dan t hitung > t tabel sehingga tingkat overall service quality dengan indikatornya:

Perusahaan memberikan keseluruhan jasa yang sangat baik, mempunyai jasa yang

berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa

yang superior dalam berbagai bentuk dapat dijadikan sebagai prediktor bagi

Loyalitas merek. sehingga Hipotesis 2 (dua) penelitian yang menyatakan Tingkat

overall service quality akan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap

loyalitas merek kartu simPATI dapat diterima.

117
F.2.2.3 . Analisis Hipotesis pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center terhadap Loyalitas merek

Hipotesis ini menganalisa pengaruh pengalaman pelanggan berhubungan

dengan call center dengan adaptiveness, assurance, emphaty dan authority

sebagai pembangunnya, terhadap loyalitas merek dengan indikator Pelanggan

akan terus menggunakan kartu simPATI di masa yang akan datang, bersedia

memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk menggunakan kartu Simpati,

membela merek dari komentar negatif, akan memberitahu orang lain tentang

keunggulan merek simPATI (gethok tular), bahkan pelanggan tidak akan

keberatan untuk terus menggunakan kartu simPATI walaupun tarifnya lebih

mahal daripada operator GSM lainnya.

Melalui uji regresi yang dilakukan, ditemukan bahwa terdapat korelasi antara

adaptiveness, assurance, emphaty dan authority terhadap loyalitas merek.

Dimensi Adaptiveness, Assurance, Emphaty dan Authority memiliki nilai statistik

signifikasi p > 0,05 dan t hitung < t tabel sehingga tidak dapat dijadikan sebagai

prediktor bagi tingkat Loyalitas merek. sehingga Hipotesis 3 (tiga) penelitian

yang menyatakan bahwa pengalaman pelanggan berhubungan dengan call center,

diukur melalui empat dimensinya, “adaptiveness”, “Assurance”, “Emphaty” dan

“Authority” akan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas

merek di tolak.

118
G. Implikasi manajerial

Pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center Call Center

diberbagai perusahaan telah menjadi sumber utama untuk melakukan kontak

dengan pelanggannya, Riset yang diadakan oleh Purdue University, menyatakan

bahwa 92% dari konsumen di Amerika Serikat membangun image-nya terhadap

perusahaan berdasarkan pengalamannya menggunakan call center dari perusahaan

tersebut. Selanjutnya, studi itu juga melaporkan bahwa pengalaman negatif

konsumen dalam berhubungan dengan call center telah mengakibatkan 63%

konsumen menghentikan penggunaan produk dari perusahaan tersebut 104.

Meskipun peran call center dalam membangun hubungan pelanggan telah

disadari, sayangnya sistem pengukuran kinerja dari call center lebih berfokus

pada pengukuran efisiensi operasional, sementara sangat sedikit perhatian

terhadap aspek-aspek kualitatif dari petugas call center yang dapat menciptakan

nilai (value) bagi organisasi dan pelanggannya.105 Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan sebuah alat ukur yang bersifat kualitatif bagi pengukuran performa

sebuah call center yang didasarkan hasil penelitian Arjen Burgers, dkk.

Dalam penelitian ini, peneliti membuktikan bahwa pengalaman pelanggan

berhubungan dengan call center dalam voice-to-voice encounter melalui dimensi

authority berpengaruh terhadap tingkat overall service quality pada pengguna

kartu Simpati dari PT Telkomsel. Selanjutnya, tingkat overall service quality

berpengaruh terhadap loyalitas merek pengguna kartu simPATI.

104
Bernard Marr dan Andy Neely Op Cit hal. 7
105
Ibid.

119
Dengan tujuan agar manajemen dapat mengelola interaksi yang baik dengan

konsumen dalam Voice-to-voice service encounter melalui call center, maka ada

beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen:

1. Model empat skala pengukuran yang digunakan di dalam penelitian ini

dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengukuran performa internal dan

kualitas layanan yang diberikan oleh sebuah call center.

2. Dimensi adaptiveness, assurance, dan emphaty merupakan bagian dari

skill petugas call center yang dapat dipelajari. Pelatihan dan program

pendidikan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat memperbaiki

atribut-atribut tersebut.

3. Berdasarkan hasil penelitian, dimensi Authority dari pengalaman

pelanggan berhubungan dengan petugas call center merupakan prediktor

bagi tingkat overall service quality. Pelanggan lebih menyukai petugas

call center memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan

pelanggan, dalam menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk

menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang cukup untuk

mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan.

Oleh karena itu, perusahaan diharapkan untuk memberikan kekuasaan

yang lebih pada petugas call center untuk dapat mengambil keputusan-

keputusan yang diperlukan dalam melayani kebutuhan dan keinginan

pelanggan.

4. Penilaian pelanggan terhadap overall service quality yang dalam penelitian

ini terbukti dibentuk oleh pengalaman pelanggan berhubungan dengan

120
petugas call center terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap

loyalitas merek. Oleh karena itu, untuk meningkatkan loyalitas merek,

perusahaan seharusnya mengelola kualitas dari setitik titik interaksi

melalui telepon (voice-to-voice encounter) sebaik mungkin dengan

memperhatikan ekspektasi pelanggan terhadap petugas call center

terutama dimensi authority.

121
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang ingin mengetahui pengaruh

pengalaman pelanggan berhubungan dengan Call Center terhadap loyalitas merek

pada pengguna kartu simPATI yang menjadi sampel penelitian, peneliti berusaha

menyimpulkan beberapa hal dalam penelitian ini:

1. Pengguna kartu simPATI yang menjadi sampel penelitian ini menilai

bahwa petugas call center PT Telkomsel telah dapat memenuhi

ekspektasi terhadap petugas call center dilihat dari dimensi

adaptiveness, assurance, emphaty, dan authority. Pemenuhan ekspektasi

pelanggan untuk tingkat adaptiveness petugas call center adalah cukup

tinggi sampai dengan tinggi; assurance petugas call center cukup tinggi

sampai dengan tinggi; emphaty petugas call center cukup tinggi, dan

authority petugas call center cukup tinggi.

2. Penilaian pelanggan untuk tingkat overall service quality adalah cukup

tinggi. Perusahaan Telkomsel dilihat oleh pengguna kartu simPATI yang

menjadi responden penelitian, dapat memberikan: keseluruhan jasa yang

sangat baik, mempunyai jasa yang berkualitas tinggi, menyediakan

standar jasa yang tinggi dan menyampaikan jasa yang superior dalam

berbagai bentuk.

122
3. Pengalaman pelangan berhubungan dengan call center, diukur melalui

dimensi authority, berdampak signifikan dan positif terhadap penilaian

overall service quality. Tingkat overall service quality pada pengguna

kartu simPATI yang menjadi responden penelitian dipengaruhi oleh

kewenangan yang dimiliki petugas call center dalam menyelesaikan

permasalahan pelanggan, menggunakan sumber daya yang diperlukan

untuk menangani permasalahan, dan mempunyai kewenangan yang

cukup untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam

membantu pelanggan. Namun demikian dalam penelitian ini dibuktikan

bahwa dimensi Adaptiveness, Assurance, dan Emphaty dari pengalaman

pelanggan berhubungan dengan call center tidak terbukti berpengaruh

signifikan dan positif terhadap pembentukan tingkat overall service

quality.

4. Tingkat overall service quality berdampak signifikan dan positif

terhadap loyalitas merek. Penilaian pengguna kartu simPATI yang

menjadi obyek penelitian terhadap tingkat overall service quality yang

diukur melalui indikatornya: Keseluruhan jasa yang sangat baik,

mempunyai jasa yang berkualitas tinggi, menyediakan standar jasa yang

tinggi dan menyampaikan jasa yang superior dalam berbagai bentuk

berdampak signifikan dan positif terhadap loyalitas merek.

123
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti ingin memberikan beberapa saran

dalam kaitannya dengan penelitian dan praktek manajerial khususnya manajemen

voice-to-voice encounter yang terjadi pada call center PT Telkomsel.

B.1 Saran Penelitian

1. Faktor mood dan emosi dari petugas dan pelanggan yang terjadi

dalam interaksi voice-to-voice encounter akan sangat mempengaruhi

persepsi dari kualitas interaksi yang terjadi. Dalam penelitian

selanjutnya, sebaiknya pengaruh faktor ini dieksplorasi lebih jauh

lagi.

2. Studi yang dilakukan Bolton pada industri telepon selular di Amerika

Serikat mengenai durasi hubungan dan kepuasan konsumen

menemukan adanya pengaruh dari kepuasan kumulatif terhadap

durasi hubungan. Dalam Penelitian selanjutnya, kualitas dari

hubungan antara pelanggan dengan penyedia jasa sebaiknya dijadikan

pertimbangan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap

petugas call center.

3. Dilakukan penelitian yang lebih jauh dan mendalam untuk

mengetahui pengaruh dari berbagai faktor yang mempengaruhi

pembentukan loyalitas merek dalam Industri jasa layanan selular,

seperti: perceived switching cost, corporate image dan trust.

124
B.2. Saran praktis

1. Pelanggan lebih menyukai petugas call center memiliki kewenangan

dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan, dalam menggunakan

sumber daya yang diperlukan untuk menangani permasalahan, dan

mempunyai kewenangan yang cukup untuk mengambil langkah-

langkah yang diperlukan dalam membantu pelanggan. Oleh karena

itu, perusahaan diharapkan untuk memberikan kekuasaan yang lebih

pada petugas call center untuk dapat mengambil keputusan-keputusan

yang diperlukan dalam melayani kebutuhan dan keinginan pelanggan.

2. Untuk meningkatkan loyalitas merek, perusahaan seharusnya

mengelola kualitas dari setitik titik interaksi melalui telepon (voice-to-

voice encounter) sebaik mungkin dengan memperhatikan ekspektasi

pelanggan terhadap petugas call center terutama dimensi authority.

3. Dimensi adaptiveness, assurance, dan emphaty merupakan bagian

dari skill petugas call center yang dapat dipelajari. Pelatihan dan

program pendidikan harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat

memperbaiki atribut-atribut tersebut.

4. Dalam pengukuran kualitas dari sebuah call center, perusahaan

disarankan untuk menggunakan alat ukur yang dapat mengukur

kepuasan dan persepsi konsumen tentang kualitas layanan call center

seperti model empat skala dari Burger, et al yang digunakan dalam

penelitian ini bukan hanya menggunakan alat ukur yang bersifat

operasional saja.

125

You might also like