Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Minangkabau
Sebelum kita kaji sejarah Minangkabau, perlu kita ketahui:
0 Sejarah lama sebelum datangnya penjajah Belanda. Pada masa
ini kita hanya mendapat keterangan dari mulut ke mulut. Kalau kita
baca sekarang tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan yang sulit
untuk dijawab, karena sejarah pada periode ini disampaikan secara
lisan (dari mulut ke mulut).
1 Semasa penjajahan (Belanda). Pada periode ini, kita akan lebih
sulit lagi sebab kita akan bertanya pada penjajah yang penuh dengan
taktik dan teknik politik kepenjajahannya. Salah tempuh kita bisa
mendapat berbahaya.
2 Sesudah penjajahan. Pada masa ini, sejarah Minangkabau
mendapat masalah lain lain. Ada akalanya bukti-bukti sejarah yang
tidak menguntungkan penjajah, sudah ‘diselamatkannya’ apalagi
barang-barang bukti baik benda atau pun berupa tulisan sudah
disingkirkan, atau disimpannya dengan “baik-baik”. Bahkan ada yang
telah dibawa ke negaranya. Sebagian yang mengakibatkan kerugian
bagi Belanda dimusnahkan dengan jalan membakarnya.
Nah, sekarang marilah kita mulai saja dari mana kita dapat
memulainya. Saruaso misalnya, sebelum penjajahan Belanda, pernah
menjadi kota pendidikan dan mempunyai Perguruan Tinggi yang
pernah dikunjungi Musafir Fa Hier dan Tsu Nam selama tiga tahun
mempelajari sastra Minangkabau. Dan kabarnya sampai
mengumpulkan beribu pepatah dan petitih, pantun dan bidal.
Bukti atau keterangan tentang keadaan zaman purba, dan madia
kala itu hanya dapat diambil dari prasasti inskripsi, monumen atau
tugu peringatan dan bekas-bekas zaman lampau itu. Dari buku-buku
dan surat-surat lama orang India, Cina, Arab, dan bangsa asing yang
lain. Keterangan-keterangan yang diperoleh dengan bahan-bahan
tersebut jarang yang jelas, sebab ada kalanya salah menyalin, salah
menerjemahkan. Kalau salah terjemah, tentu salah pula
pengertiannya, sehingga keterangan-keterangan itu bertentangan
sesamanya. Apalagi roh dan jiwa manusia waktu itu dipengaruhi
kepercayaan pada yang gaib-gaib dalam bentuk tahyul dan yang sakti-
sakti. Yang menjadi pedoman hidupnya hanyalah kemuliaan dan
kebesaran nenek moyang. Maka sangat sulit mencari data atau
keterangan yang pas selain dari tulisan, keterangan (kata-katanya)
kita harus mempunyai naluri atau ijitihat yang baik.
H.Mas’oed Abidin 1
Tambo Adat Alam Minangkabau
Terjemahannya:
H.Mas’oed Abidin 2
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 3
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 4
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 5
Tambo Adat Alam Minangkabau
Ada hidup ada kodrat, dan kodrat adalah telaga, kemauan pikiran dan
tenaga.
Oleh karena warna pun ada di dalam agama di dalam adat dan
seni maka dia dianggap sakti. Lambang hidup dan berani di Yunani
diambil dari sinar merah matahari, warna putih pada matahari adalah
warna suci dan luhur perbuatan dan nama baik. Kuda putih dipakai
sebagai penarik kereta pahlawan kemenangan. Gajah putih sebagai
kendaraan raja (di tanah Hindu) di India dan Siam.
Bundo Kanduang di Minangkabau menaruh si Kinantan, Ayam
Putih Kesaktian. Kain putih sekabung adalah syarat penuntut ilmu
semoga berkat suatu hadiah yang dihadiahkan disebut alamat putih
hati. Tasabuik dalam Tambo:
Dirandang-randang mamasak
Dikirai-kirai di banda
Tatanduak ikan Gulama
Bagarundang pulo di hulunyo
Dibilang-bilang diatok
Dicurai-curai dipapa
Dibukak sitambo lamo
H.Mas’oed Abidin 6
Tambo Adat Alam Minangkabau
Lumbuang:
Yaitu tempat menyimpan padi di lumbuang kelebihan untuk
sehari-hari. Kelebihan. Aluang Bunian, amban puruak dan lumbuang
dijaga dan dipelihara oleh datuak Bandaharo Kayo. Kampuang sawah
dan ladang (nagari) keamanan tanggungan anak nagari. Di wajibkan
bagi anak laki-laki menjaga kampuang dan nagari, untuk itu dibuek
rumah jago (rundo)
Kerajaan Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 7
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 8
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 9
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 10
Tambo Adat Alam Minangkabau
Yang diberi pangkat baru itu, dipilih dengan jalan mupakat di antara
mereka dalam paruik-paruik, penghulu dan diberi pula gelar datuak.
Sedang cara pelantikan diturut peraturan menurut adat yang berlaku,
yaitu berelat memotong hewan. Dengan demikian terjadilah tingkatan
pangkat:
0 Penghulu
1 Manti
2 Malin
3 Dubalang
H.Mas’oed Abidin 11
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 12
Tambo Adat Alam Minangkabau
naik lagi anak Sultan Muning Syah I yang bernama: Yang Di Patuan
Sakti Basusun Ampek. Minangkabau kehilangan pimpinan. Setelah
kematian yang Di Patuan Sultan Alam Bagagar Syah tanggal 21 Maret
1849 di Tanah Abang.
Dalam keadaan begini, datang Belanda, tak obahnya seperti
datangnya Adityawarman, tanpa ada apa-apa langsung memerintah.
Belanda juga begitu. Ditangkap Raja Yang Di Patuan Sultan Alam
Bagagar Syah, dia langsung memerintah. Terakhir Gadih Reno Sumpu
di persilahkan tinggal di Pagaruyung, sebagai tuan yang tidak
berdaulat. Dia dihormati hanya karena dia anak dari Rajo Ibadat, lahir
di Sumpu Kudus tahun 1816 dan meninggal 1912 di Pagaruyung.
Sepeninggal Tuan Gadih Reno Sumpu, Pagaruyung menjadi sepi.
Sejak awan lah gelap Pelita lah padam lahirlah pantun duka:
H.Mas’oed Abidin 13
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 14
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 15
Tambo Adat Alam Minangkabau
Suku nan indak buliah diasak, malu nan indak buliah diagiah.
Pepatah adat:
Suku: Terdiri satu atau lebih payung. Payung pun terdiri dari satu
atau lebih paruik. Kepala dari satu payung itu disebut Penghulu. Suku
yang mula-mula di Minangkabau ialah: Melayu atas kesepakatan: Dt.
Perpatiah Nan Sabatang jo Suri Dirajo jo Dt. Katumang-guangan jo Sari
Maharajo Nan Banego Nego. Suku Malayu tadi dipacah menjadi:
H.Mas’oed Abidin 16
Tambo Adat Alam Minangkabau
Jumlah suku nan empat ini menjadi syarat untuk berdirinya Nagari.
Seperti pepatah berikut ini:
Anggari bakarek kuku
Dikarek jo pisau sirauik
Kaparauik batuang tuo
Tuonyo elok kalantai
Nagari baka ampek suku
Suku nan babuah paruik
Kampuang nan batuo
Rumah nan batungganai
Setiap berdiri Nagari tidak boleh kurang dari empat suku, tetapi
boleh lebih. Asal yang masuk dalam satu satu suku itu orang yang
seasal atau seketurunan neneknya yang membuat nagari mula-mula
dulu.
Orang yang sama sama sebuah suku atau yang lazim disebut
sapasukuan, tidak boleh cerai tanggal, melainkan mesti tetap sasusun
bak siriah, sarumpun bak sarai, saharato sabando, sapadam
sapakuburan, sahino samalu, malu surang malu basamo.
Kebaikan bersuku ke ibu: berapa kali perkawinan suku Koto akan
teta Koto, kalau berketurunan kepada bapak, maka suku itu bisa
berubah-ubah. Kalau anaknya perempuan, kawin dengan suku Jambak,
anaknyo sudah pasti basuku Jambak. Anak yang perempuan kawin lagi
dengan Caniago, anaknya akan menjadi suku Caniago dsb.
Akan tetapi, bagi orang Minangkabau yang bersuku kepada ibu,
kampung dan suku selamanya tidak beralih namanya dan ditunggui
oleh kaum yang perempuan turun temurun sejak mulai menegakkan
sandi tidak berobah.
H.Mas’oed Abidin 17
Tambo Adat Alam Minangkabau
Siapa yang salah pakai mengenai pusaka tinggi ini hidupnya akan
tambah melarat. Kesesangsaraannya akan bertambah-tambah dari
sebelum dia menjual, menggadai, ataupun mengibah. Memang ada di
dalam buku tambo adat. Kalau terdapat:
1. Gadih gadang indak basuami, ada orang yang berpaham
boleh menjual atau menggadai. Saat sekarang tidak mungkin
lagi. Kalaulah ada seorang perempuan menjual atau menggadai
sawah karena akan bersuami, agaknya pasti malu besar, tidak
bertanggung jawab beranak, ataupun anak laki-laki yang akan
menikahinya pasti lari.
2. Maik tabujua di tangah rumah, kalau adalah mayat masa
sekarang tidak dikuburkan/dikebumikan karena tidak ada kain
kapan atau seperangkatnya. Berarti dia tidak ada ayah (bako).
Mungkin juga dia meninggal tidak dalam lingkungan Islam.
Mungkin juga selama ia hidup tidak pandai berkorong kampung
atau bertetangga.
3. Rumah gadang ketirisan, sekarang tidak ada lagi yang
bernama Rumah Gadang. Yang dimaksudkan rumah gadang,
diam di sana sepayung. Dulu ada rumah yang 12 ruang. Tinggal
di sana, dari awalnya saparuik-sampai sapayuang. Kalau rumah
yang seperti ini yang rusak, tidak ada yang dapat membantu
dalam sepayung itu. Sawah belum lagi dibagi atau
diumpuakkan. Tidak ada tempat berlenggang tidak diperbaiki
terganggu sepayung. Kalau sudah begini apaboleh buat.
4. Batagak Pangulu. Kalau hanya untuk menjual dan
menggadai pusaka tinggi tak usah taruahkan pangulu dahulu.
Sebenarnya untuk mendirikan sebuah pengulu, harus ada
anggota (anak buah)-“Paruik” dan “payuang” yang kokoh dan
kuat. Mau berbuat dan mau bertanggung jawab. Berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing. tanggung
mempertanggungjawabkan/mempertahankan berdirinya adat
Minang-kabau. Beriur mau mengisi, berjalan mau mengiring.
Harta Pusaka
H.Mas’oed Abidin 18
Tambo Adat Alam Minangkabau
hak milik, itu pulalah sebabnya harta ini tak boleh dijual, digadai,
ataupun diibahkan. Tugas kita selaku anggota adat: memelihara dan
meneruskan Humanah tersebut. Yang boleh diambil oleh seorang
penerima Humanah itu ialah hasilnya bila berupa yang berhasil
(sawah, ladang). Bila tidak merupakan yang memberikan hasil, kita
hanya bertugas memelihara dan meneruskan turunannya (keris,
pakaian adat, dan sejenisnya).
Gunanya: Harta Pusaka amat besar oaedahnya bagi keselamatan
nagari dan isi nagari: yaitu menyelamatkan kaum lemah (perempuan,
anak). Harta ini adalah harta tambahan bagi kaum, selain ini ada lagi
harta pencarian ibu/bapa/anak dalam keluarga yang disebut pusaka
rendah. Jadi, orang Minangkabau mempunyai dua harta: 1) Pusaka
Tinggi, 2) Pusaka Rendah.
Karena adanya Harta Pusaka tinggi ini, pertalian anggota kaum adat
menjadi kuat dan bertahan lama sampai kepada anak cucu dan piuik.
Kalau dibilang lamanya bisa seratus atau beribu tahun. Harta Pusaka
Tinggi ini adalah jaminan bagi peri penghidupan tiap-tiap kaum seluruh
Minangkabau.
Pergaulan Hidup
H.Mas’oed Abidin 19
Tambo Adat Alam Minangkabau
Tahu dibayang kato sampai, alun bakilek lah bakalam, tahu di angin
nan basaru, tahu diombak nan badabua, tahu di karang nan
balungguak.
Siasat Balayang-layang
Kalau layang-layang putus hendaklah pandai menyambungkannya;
memabuhua jan membuka, mauleh jan mangasan. Dalam pergaulan
sehari-hari, jangan kedapatan budi, sebab:
H.Mas’oed Abidin 20
Tambo Adat Alam Minangkabau
Nagari
H.Mas’oed Abidin 21
Tambo Adat Alam Minangkabau
Pemerintahan:
H.Mas’oed Abidin 22
Tambo Adat Alam Minangkabau
Mamang adat:
H.Mas’oed Abidin 23
Tambo Adat Alam Minangkabau
Susunan Pangulu
H.Mas’oed Abidin 24
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 25
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 26
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 27
Tambo Adat Alam Minangkabau
Pangulu
Pangulu itu ditinggikan sarantiang, di dahulukan salangkah. Tidak
duo rantiang, tidak pulo duo langkah, gunonyo supayo yang
memimpin, tidak jauh dari yang dipimpin. Panggulu harus tahu sakik
sanang kamanakan, karano pangululah tampek balinduang katiko
paneh. Tampek bataduah katiko hujan. Pai tampek batanyo pulang
tampek babarito. Pangulu mempunyai marwah wibawa, budi, rasa
tangguang jawab, dan tahu mengikat diri. Selain bijak sana Pangulu
harus arif:
H.Mas’oed Abidin 28
Tambo Adat Alam Minangkabau
Balai
Balai nan saruang, lapiak nan saalai. Manunjuakkan sipat
demokrasi dan pangulu duduak sahamparan.
Sako
Sako artinya yang sejak ia ada turun temurun dari aliran sebelah
ibu. Tiang Sako pada rumah adat adalah tiang yang terpenting
diantara segala tiang; dalam peraturan sehari-hari disebut orang
Minangkabau: “Tonggak Macu” atau tiang macu. Di Malaysia disebut
penduduk: Tiang Sari.
Sako adalah asal mula kejadian yang diasak layua dibubuik mati,
ia kekal pada tempat sedia kala, oleh karena suku pun tidak boleh
dianjak, maka kata-kata Suku Sako yang pada hakekatnya, berasal
dari tempat yang satu; disenyawakan dan termaktub sebagai kata
adat. Maka disebutlah orang Minangkabau basuku-basako, artinya
mempunyai suku dan juga mempunyai sako. Jika hanya bersuku dan
tidak bersako. Belumlah orang Minangkabau asli namanya
H.Mas’oed Abidin 29
Tambo Adat Alam Minangkabau
Pusako
Pusako artinya ialah hasil tulang yang delapan kerat dan kukuik
kakeh: Niniak yang mulo-mulo mancancang malateh, manambang
manaruko oleh karena pusako adalah harta asal yang diwarisi menjadi
harta kaum bagi yang berhak milik, maka tidak boleh dijual, malah
tidak boleh disandokan. Larangan menurut adat berbunyi: Tajua
indak dimakan bali, tasando indak dimakan gadai.
Pusako sebagai harta asli adalah lambang ikatan kaum yang
bertali darah dan supaya tali jangan putuih, kait-kait jangan sekah,
maka ia menjadi harta persumpahan, sehingga barang siapa yang
melanggarnya: Rambuiknyo ruruik, matonyo buto dan akan merana
sampai keturunannya.
Inilah yang disebut kata-kata sumpah: kaateh indak bapucuak,
kabawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang. Artinyo:
bahwa nenek moyang dari pada orang yang melanggar yang telah
lama mendahului, tidak akan selamat dalam kubur, bahwa
keturunannya yang akan datang tidak akan selamat lahirnya dan
bahwa ia dengan sekeluarganya yang hidup kinipun akan merana.
Hidup segan mati tak mau. Oleh karena hikmat: “Sako” demikian
dalamnya , maka pernah dihirmati dengan Prafik Honorefic: “Sang”
sehingga menjadilah ia nama yang disaktikan “ Sang Sako”.
Di Malaysia seperti di Nagari Sembilan disebut Pesaka. Misalnya
“Terbit Pesaka” kepada “Saka”. Wilkinson menertejemahkannya
dengan Inheritance comes through The Mother.
Pembagian Pusako
HUTAN:
Yang dikatakan hutan ialah, sekalian tumbuh-tumbuhan sampai
kajirak nan sabatang, karumpuik nan sahalai.
TANAH:
Yang dikatakan tanah ialah sampai kabalu nan sabutia kakasiak
nan samiang. Hutan tanah dalam palarasan. Koto Piliang dikendalikan
atas nama nagari oleh Penghulu Pucuak dan dalam Budi Caniago
dibagi menurut suku yang sudah di “Kundano”, dikerjakan, menjadi
H.Mas’oed Abidin 30
Tambo Adat Alam Minangkabau
milik suku dipusakai turun temurun yang belum dikerjakan itulah tanah
cadangan untuk bersama Pangulu tidak mempunyai tanah ulayat,
hanya menguasai.
Ulayat:
Yang termasuk hutan tinggi atau ulayat ialah hutan dan padang,
gunung dan sungai. Sekalian ini dikuasai pada mulanya oleh Pangulu
yang tua-tua. Ketika “Mancacak Nagari” masa dahulu untuk mata
penghasilan. Kekuasaan ini menurut hakekat pusako, turun temurun
terus menerus. Politik ulayat tidak hanya persediaan untuk satu
keturunan dalam satu masa jasa, tetapi adalah tanah cadangan untuk
keturunan demi keturunan yang akan terus kembang sepanjang masa.
Sebab itu tiap-tiap nagari di Minangkabau mempunyai ulayat masing-
masing adat dengan peraturan basuku, basako, bapusako, basangsako
menjaga, supaya keturunan yang hidup bertani sebagai induk
pencarian jangan sampai kekurangan tanah dibelakang hari dan
alangkah akan terdesak hidup anak cucuk, andai kata mereka yang
telah kembang kelak pada suatu ketika tiada mempunyai tanah
tempat berpijak, adalah suatu cacat bagi orang Minangkabau,
manakala tidak bertanah serap agak sebingkah, beraur agak
serumpun.
Tandanya suatu nagari mempunyai hak ulayat ditentukan
dengan petua adat (penghulu) “Hak jauah diulangi hak dakek di
kundano. Diulangi artinyo kerap kali dilihat dijengong. Jangan sampai
tanda, atau orang berdekatan sampai lupa. Batas pasipadan jangan
hilang. Dikundano artinyo belukar yang dekat kampung sendiri dibuka
(dikerjakan) dan kalau boleh didiami.
Ulayat Pangulu:
Adapaun yang dikatakan ulayat Pangulu adalah Sajak dari rumpuik
nan sahalai, dijirak nan sabatang, sampai kapasiai nan sabutia, sampai
ka bumi takana bulan, sampai ka awan mambasuik jantan.
Ulayat Rajo:
Adapaun yang dikatakan ulayat Rajo adolah antaro limbuai pasang
mudiak dengan bukik nan bakabuik lalu kapadang nan barumpuik nan
bacapo bailalang basikaduduak barumpuik-rumpuik, sampai baluka
dengan hutan nan baaka nan bapilin rotan nan bajalinteh,
bakalumpang nan babanie.
H.Mas’oed Abidin 31
Tambo Adat Alam Minangkabau
Hutan Randah
H.Mas’oed Abidin 32
Tambo Adat Alam Minangkabau
ISKANDAR ZULKARNAIN
H.Mas’oed Abidin 33
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 34
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 35
Tambo Adat Alam Minangkabau
Tertanda:
0 Atas nama Syarak: Syekh Burhanuddin.
1 Atas nama Undang/Adat Basa Ampek Balai Titah di
Sungai Tarab
2 Rajo Alam yang dipertuankan di Pagaruyuang.
H.Mas’oed Abidin 36
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 37
Tambo Adat Alam Minangkabau
Pada masa Sistem Tuanku lareh ada dua peristiwa yang dapat
dikemukakan:
0 Rapat di balerong panjang Sulit Air tanggal 29 September 1912,
yaitu rapat mufakat yang diikuti oleh Penghulu-penghulu, Datuak-
datuak, Orang Ampek Jinih, Orang Tua-tua serta Cadiak Pandai.
Timbang menimbang apa yang mendatangkan kebaikan dan yang
akan penolakan segala dengan menimbang hina dan mulia, laba dan
rubi, awal dan akhir berat dan ringan, mudarat dan mamfaat.
1 Musyawarah yang diadakan di Batu Mangaum Pariaman pada
tanggal 25 Oktober 1012, konon yang ikut dalam musyawarah itu
bukan penghulu-penghulu dari Nagari bersangkutan, dan masalah
yang dibahasnya berlawanan dengan adat yang berlaku pada masa
itu, yang hadir pada musyawarah itu tercatat orang Kayo Bandaharo,
P.L. Gasan Gadang Datuak Nan Khodoh, P.K. Lawang, Imam Bandaro
Kayo controle Mantari Kuranji.
H.Mas’oed Abidin 38
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 39
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 40
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 41
Tambo Adat Alam Minangkabau
H.Mas’oed Abidin 42