You are on page 1of 42

Tambo Adat Alam Minangkabau

Sejarah Minangkabau
Sebelum kita kaji sejarah Minangkabau, perlu kita ketahui:
0 Sejarah lama sebelum datangnya penjajah Belanda. Pada masa
ini kita hanya mendapat keterangan dari mulut ke mulut. Kalau kita
baca sekarang tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan yang sulit
untuk dijawab, karena sejarah pada periode ini disampaikan secara
lisan (dari mulut ke mulut).
1 Semasa penjajahan (Belanda). Pada periode ini, kita akan lebih
sulit lagi sebab kita akan bertanya pada penjajah yang penuh dengan
taktik dan teknik politik kepenjajahannya. Salah tempuh kita bisa
mendapat berbahaya.
2 Sesudah penjajahan. Pada masa ini, sejarah Minangkabau
mendapat masalah lain lain. Ada akalanya bukti-bukti sejarah yang
tidak menguntungkan penjajah, sudah ‘diselamatkannya’ apalagi
barang-barang bukti baik benda atau pun berupa tulisan sudah
disingkirkan, atau disimpannya dengan “baik-baik”. Bahkan ada yang
telah dibawa ke negaranya. Sebagian yang mengakibatkan kerugian
bagi Belanda dimusnahkan dengan jalan membakarnya.

Nah, sekarang marilah kita mulai saja dari mana kita dapat
memulainya. Saruaso misalnya, sebelum penjajahan Belanda, pernah
menjadi kota pendidikan dan mempunyai Perguruan Tinggi yang
pernah dikunjungi Musafir Fa Hier dan Tsu Nam selama tiga tahun
mempelajari sastra Minangkabau. Dan kabarnya sampai
mengumpulkan beribu pepatah dan petitih, pantun dan bidal.
Bukti atau keterangan tentang keadaan zaman purba, dan madia
kala itu hanya dapat diambil dari prasasti inskripsi, monumen atau
tugu peringatan dan bekas-bekas zaman lampau itu. Dari buku-buku
dan surat-surat lama orang India, Cina, Arab, dan bangsa asing yang
lain. Keterangan-keterangan yang diperoleh dengan bahan-bahan
tersebut jarang yang jelas, sebab ada kalanya salah menyalin, salah
menerjemahkan. Kalau salah terjemah, tentu salah pula
pengertiannya, sehingga keterangan-keterangan itu bertentangan
sesamanya. Apalagi roh dan jiwa manusia waktu itu dipengaruhi
kepercayaan pada yang gaib-gaib dalam bentuk tahyul dan yang sakti-
sakti. Yang menjadi pedoman hidupnya hanyalah kemuliaan dan
kebesaran nenek moyang. Maka sangat sulit mencari data atau
keterangan yang pas selain dari tulisan, keterangan (kata-katanya)
kita harus mempunyai naluri atau ijitihat yang baik.

H.Mas’oed Abidin 1
Tambo Adat Alam Minangkabau

Asal-Usul Suku Minangkabau

Pisau sirauik bari bahulunyo


Diasah mako bamato
Lautan Sajo dahulunyo
Mangko banamo pulau paco

Lebih kurang 2000 tahun sebelum nabi Isa AS. Terjadilah


perpindahan penduduk dari India Belakang secara besar-besaran.
Karena di serbu oleh bangsa lain. Karena waktu itu, masih sia bagak
sia diateh, sia cadiak sia manjua. Rombongan ini terpencar-pencar di
seluruh Indonesia. Sebagian terpencar ke Pilipina, Jepang, dan
Malagasi (Malasia). Di mana tempat yang sesuai, mereka berdiam di
sana. Ada pula mencari tempat yang sesuai dengan tanah genggaman
yang dibawanya. Pokoknya sesuai dengan kepercayaan dan peradaban
mereka masing-masing. Sebagian kecil, dari rombongan ini ada yang
sampai ke pinggir-pinggir Minangkabau.
Kalau Indonesia telah lama di kenal dunia luar, terbukti antara
lain: dari syair gubahan pujangga Hindu Walubi dalam ramayana yang
berbunyi.

Yatnavanto Yavadvipam Saptarayjo pacobhitam


Suvarna rupyakadvipam Suvarnakaramanditam
Yavatvipam atikramiya ciciro nama parvatah
Divam sprcati devadanavasevitah

Terjemahannya:

Selidikilah benar-benar kepulauan Indonesia


Yang dihiasi oleh tujuh kerajaan.
Nusa emas dan perak dengan banyak bertambang emas
Di ujung kepulauan Indonesia itu terletak gunung pesisir
salju
Yang puncaknya disapu awan serta dikunjungi dewa
Danawa.

Kerajaan yang tujuh itu ialah: Kediri, Tulang Bawang, Melayu,


Tarumanegara, kaling, Kutai, dan Kataha (Kedah sekarang)

Tatkala maso dahulu rajo batigo naik nobat


Nan sorang maharajo Alif- ka Banaruhum
Maharajo Depang pai ka Banur Cino

H.Mas’oed Abidin 2
Tambo Adat Alam Minangkabau

Maharajo dirajo ka Pulau Ameh Nangko

Maharajodirajo adalah menurut tambo Zuriat Sultan Iskandar


Zulkarnain. Yang bertolak dari India Belakang. Memimpin satu
rombongan: yang terdiri dar: Suridirajo Indo Jati, Cati Bilang Pandai,
Harimau Campo, Kuciang Siam: Kambiang Hutan, Anjiang Mualim,
menyusur pulau Lakadewa, Seylon, Srilangka, selat Malaka dan
akhirnya mendarat di pulau Ameh Nangko. Lalu menepat ke gunung
merapi. Karena kepercayaan waktu itu memuja hewan, jadi
rombongan itu dinamai menurut nama hewan.
Bangsa Mesir waktu itu percaya pada Sphinx.
Bangsa India waktu itu percaya pada Lembu Nandi.
Bangsa Cina waktu itu percaya pada Barongsai.
Bangsa Indonesia waktu itu percaya pada Garuda.
Bangsa Minangkabau waktu itu percaya pada Kuda (Sembrani
Gumarang), Kerbau (Benuang); ayam jantan (Kinantan); demikianlah
kepercayaan waktu itu (belum ada agama).

Maharajo Dirajo (Sultan Iskandar Zulkarnain) seorang raja yang


berhasrat menya-tukan barat dan timur dan dia waktu itu sangat
masyhur. Dalam rombongannya:
Harimau Campo berarti rombongan dari daerah Campo.
Kucing Siam berarti rombangan dari daerah Kucing.
Kambing Hutan berarti rombongan dari Cambay sebelah utara
Malabar.
Anjiang Mualim berarti rombongan dari India Selatan dan Persia.
Seperti dikiaskan dalam Tambo:

Dari mano titiak palito


Di baliak telong nan batali
Dari mano asa niniak kito
Dari ateh gunuang marapi.

Sejak zaman sebelum abad pertama, Minangkabau telah


terkenal sampai ke Mesir sebagai suku bangsa ahli Syair yang bermutu
tinggi. Yang dimaksud dengan syair ialah: Petatah, petitih, mamang
dan petua sebagai alat pengobah sejarah serta perentang jalan adat.
Dahulunya Minangkabau berhubungan erat dengan pendidikan
Rejang di kaki Gunung Kaba dan pendidikan Pasemah dengan gunung
Dempo di jajar bukit barisan. Bahasa Pasemah adalah menurut dialeg
Minang. Terus ke arah selatan terletak daerah sumando juga telah erat
hubungan dengan Minangkabau. Hubungan ini dapat dilihat dari
bentuk alat-alat yang ada di darat dan di air sampai kepada tulisan
rencong ragam hias, tenun dan lain-lain termasuk juga tari dan nyanyi.
Kalau sejarah India menyebut SVARNADVIPA yang maksudnya
ialah pulau ameh, tempatnya maharajo dirajo dan rombongan

H.Mas’oed Abidin 3
Tambo Adat Alam Minangkabau

menepat dulu, yaitu tanah Minangkabau (Daerah Emas). Inilah yang


menarik bangsa-bangsa sekeliling Minangkabau menuju ke
Minangkabau.
Orang Hindu sampai akhir abad ke lima pernah menambang
emas di Logas. Oleh penduduk di sana disebut Logeh tambang tujuh.
Karena telah tujuh buah tambang yang di gali. Tambang ini terletak
antara Rokan dan Siak. Antara Kampar dengan Siak, antara Kampar
dengan Indragiri. Di pesisir Pangiraian, orang menambang emas di
Suliki terkenal dengan tambang emas Manggani menarik orang dari
Jerman. Emas dari daerah pasaman menarik perhatian orang Portugis,
jadi jelas dan terang yang menarik perhatian bangsa asing ke daerah
Minangkabau yaitu: Syair dan barang emasnya.
Orang Portugis yang mendarat di air Bangis, untuk mencari jalan
ke Pedalaman, disebut orang di Minang Sipatokah yang meninggalkan
nama Ophir di Pasaman. Barang emas juga terdapat di Salido, Talakih
dan Sungai Alai, Dua Puluh Koto Mandailing. Pada zaman itu orang
Minang mengalami zaman emas yang gemilang. Pantang bagi
keluarga Minang tidak menaruh emas di rumahnya sehingga
segalanya dulu itu dinilai dengan emas. Karena penduduk belum
mengenal; pitih garih, pitih sirah, kepeng dan duit, apalagi mengenal
real (uang), daraham dan Dinar. Emas tidak sedikit pengaruhnya
dalam budi manusia dan pergaulan hidup bermasyarakat. Seperti
terbukti dalam pantun lamo:

Pisang ameh bao balaia


Pisang lidih di ateh peti
Hutang ameh dapek dibai
Hutang budi dibao mati
Apo dirandang di kuali
Padi sipuluik tambun tulang
Apo dipandang pado kami
Ameh indak bangso pun kurang

Suatu peribahasa Minang mengatakan: Kok bilalang lai saikua:


Kok ameh lai samiang.
Pudiang ameh paga di lua
Pudiang perak paga di dalam
Langkok jo tabek parikanan
Sananlah puyu baradai ameh

Dulanglah sadulang lai


Pandulang ameh Malako
Ulanglah saulang lai
Pancapuik nan salah cako

H.Mas’oed Abidin 4
Tambo Adat Alam Minangkabau

Akibat banyaknya emas waktu itu maka, segalanya telah


dipengaruhinya, termasuk pada gelar: Dt. Rajo Ameh, Dt. Batuduang
Ameh, Angku Gunuang Ameh, Malin Tanameh, St. Rajo Ameh. Dek
ameh sagalo kameh Dek padi sagalo manjadi.
Sesuai dengan kepercayaan yang dianut sejak dari tanah Basa.
Tempat yang mula-mula dicetak ialah Labuan di Tambago. Kemudian
turun ka Guguak Ampang. Seperti diterangkan dalam Tambo:

Di bukik nan indak barangin


Di lurah nan indak baraia
Disinan mulo rantiang dipatah
Disinan mulo sumua dikali
Disinan sawah satampang banyiah.

Artinya, di sanalah Maharajo di Rajo membuat tempat tinggal


dan merajakan dirinya dengan gelar: Seri. Di sanalah diadakan tata
hidup baru dan di sanalah dasar adat disusun oleh Suri Dirajo, seorang
anggota rombongan dan penasehat Seri Maharajo Dirajo. Beliau inilah
yang bergelar Paduko Barhalo yang tinggal dalam guo batu tempat
Sirangkak nan badangkiang, tempat buayo hitam kuku (ada juga yang
menyebut buayo putiah daguak, maksudnyo sirangkak dan buayo
adolah urang yang parangainyo sia bagak sia diateh sia cadiak sia
manjua, mambanggakan kabaranian dan cadiak buruaknyo).
Barulah mamulai mancancang malateh dan mambuek tampaik
tingga. Mamulai hidup badampingan mambuat dusun dan kampuang,
mambuek kampulan (himpunan). Baru dirancang paraturan dan
larangan akhirnya di Bukik Siguntang Panyaringan dibuek adat: Adat
Basandi Alua, Alua basandi Patuik .
Nagari yang sekarang bernama pariangan dulunya bernama
Parahiyangan, di dalam tambo babunyi: Kabukik baguliang aia, kalurah
baanak sungai. Untuak batas sawah ladang dan rimbo ado kata-kata
khusus: Sawah bapamatang; ladang babintalak; rimbo baanjiluang
(sejenis belukar, daunnya berwarna); babintalak (batas ladang,
mulanya batu kemudian diganti dengan kayu yang disebut: Lantak
Sapadan.
Pariangan terletak sebelah selatan gunung merapi menghadap
ke arah matahari terbit. Tempatnya sanghiyang bersemayam, sesuai
dengan agama waktu itu.
Rumah menghadap matahari terbit, menyatakan niniak yang
mulo-mulo mencacak tuggak sudah lama juga bahwa manusia perlu
akan cahaya matahari dan warna. Sebab itu rumah di Minangkabau
lazim menghadap ke matahari hidup. Sebagaimana tubuh kita
berkehendak makan dan minum, demikian juga dia berkehendak akan
cahaya dan warna. Andaikata satu diantaranya tidak ada maka hidup
tidak mungkin dihidupi sebab hidup itu berhubungan dengan alam.

H.Mas’oed Abidin 5
Tambo Adat Alam Minangkabau

Ada hidup ada kodrat, dan kodrat adalah telaga, kemauan pikiran dan
tenaga.
Oleh karena warna pun ada di dalam agama di dalam adat dan
seni maka dia dianggap sakti. Lambang hidup dan berani di Yunani
diambil dari sinar merah matahari, warna putih pada matahari adalah
warna suci dan luhur perbuatan dan nama baik. Kuda putih dipakai
sebagai penarik kereta pahlawan kemenangan. Gajah putih sebagai
kendaraan raja (di tanah Hindu) di India dan Siam.
Bundo Kanduang di Minangkabau menaruh si Kinantan, Ayam
Putih Kesaktian. Kain putih sekabung adalah syarat penuntut ilmu
semoga berkat suatu hadiah yang dihadiahkan disebut alamat putih
hati. Tasabuik dalam Tambo:

Nak ilia ka Indrogiri singgah sabanta ka ladang panjang


Di mano mulo adat badiri di Pariangan Padang Panjang

Pariangan tersusun menurut bentuk:


1. Lapis yang di dalam sekali: Koto
2. Lapis yang ke dua: Parit
3. Lapis yang ke tiga: Palindung
4. Lapis yang ke empat: Pertahanan

Di sebelah Pariangan dibuek sebuah tempat yang baru bernama


Padang Panjang, didiami oleh para keluarga yang masing-masing
berasal dari satu keturunan. Tersebut dalam Tambo:
Taratak mulo dibuek
Sudah taratak manjadi dusun
Sudah dusun manjadi koto
Kudian bakampuang banagari.

Pariangan Padang Panjang adalah nagari yang pertama di


Minangkabau. Dipimpin olehn Dt. Bandaharo Kayo (dukun). Padang
Panjang dipimpin oleh Dt. Maharajo Basa. Kedua pemimpin ini
memegang kekuasaan masing-masing. Dt. Bandaharu Kayo bertindak
sebagai hakim dan sangketo, sadang Dt. Maharajo Basa manyuruah
babuek baik malarang babuek jahek. Alat untuk penyelenggarakan ini
adalah Undang-Undang hukum, bertelaga pada adat sesuai dengan
keadaan pada masa itu sebagai mana tersebut dalam Tambo:

Dirandang-randang mamasak
Dikirai-kirai di banda
Tatanduak ikan Gulama
Bagarundang pulo di hulunyo
Dibilang-bilang diatok
Dicurai-curai dipapa
Dibukak sitambo lamo

H.Mas’oed Abidin 6
Tambo Adat Alam Minangkabau

Tigo undang di dahulunyo


1. Simambang jatuah
2. Silamo-lamo
3. Sigamak-gamak

Simambang jatuah: maksudnya supayo segera diberi keputusan


Silamo-lamo: supayo diselidiki dan disiasati baiak-baiak.
Sigamak-gamak: seorang yang kilaf melakukan kesalahan, dihukum
dengan bersyarat
Aluang Bunia: peti besar tempat menyimpan emas perak yang tidak
dipakai sehari-hari.
Amban Puruak: yaitu peti besar tempat menyimpan pakaian yang
tidak dipakai sehari-hari.

Orang tua-tua dari dahulu telah juga pakai simpanan dan


mempunyai sisampiang: yaitu pakaian kerja lain, pakaian harian,
pakaian harian, pakaian kerja, dan pakaian tahunan (dipakai sekali-
sekali) pakaian simpanan.

Lumbuang:
Yaitu tempat menyimpan padi di lumbuang kelebihan untuk
sehari-hari. Kelebihan. Aluang Bunian, amban puruak dan lumbuang
dijaga dan dipelihara oleh datuak Bandaharo Kayo. Kampuang sawah
dan ladang (nagari) keamanan tanggungan anak nagari. Di wajibkan
bagi anak laki-laki menjaga kampuang dan nagari, untuk itu dibuek
rumah jago (rundo)

Tagak bakampuang mamaga kampuang


Tagak banagari mamaga nagari

Kerajaan Minangkabau

Pada abat ke-14 dan 15, kerajaan Minangkabau meliputi antara


kerajaan Palembang dan Sungai Siak. Terus ke pantai barat dan ke
pantai timur yakni kerajaan Indero Puro, Indero Giri dan Pucuak Jambi
Sembilan Lurah. Pucuak Kejayaan Kerajaan Minangkabau pada abad
ke-13; sampai ke Medan sekarang. Derajat Raja Minangkabau ( Datu
Maharajo) itu diselaraskan orang dengan Sultan Turki, dan Raja Cina.

Kedatangan seorang raja Melayu:

H.Mas’oed Abidin 7
Tambo Adat Alam Minangkabau

Datanglah ruso dari lauik


Salatuih badia babunyi
Mayemba ikan dalam lauik
Bakukuak ayam dalam dusun
Jawi malanguah di bajaknya
Kudo maringgih dibari kakang

Yang disebut ruso adalah raja Mauliwarmadewa, nama


lengkapnya ialah. Seri Tri Buana Raja. Beristri dua: 1) Mambang Talena
(Dewi kencana) mempunyai seorang putri. 2) Indo jati mempunyai
seorang putri pula. Puteri dua orang beradik ini melawat ke Jawa
Inilah yang disebut darah petak dan dara jingga.
Dara Petak kawin dengan raja Karta Rajasa (Raja Majapahit). Dara
Jingga pulang kembali dan mendirikan Balai-Balerong Sari di
Malayupura. Orang Portugis menyebut Minangkabau dengan nama
Monacoboos.
Minangkabau mendirikan kerajaan di kaki bukit Batu Patah dengan
nama Pagaruyung sebagai suatu kerajaan yang sakti. Semenjak tahun
1160 sesudah Isa AS. Orang Minangkabau telah memulai merantau ke
Tamasik (Singapura, Johor dan Malaka). Semenjak dulu itu orang
Minangkabau, sudah benci juga terhadap orang kulit putih (Portugis
dan Belanda). Tetapi kedatangan raja Hindu ke Minangkabau, tidak
mengadakan perubahan. Dan diterima penduduk dengan baik. Orang
Hindu ini berasal dari India juga. Jadi sudah sebangsa juga dan
penduduk Minangkabau hanya dulu dan kemudian datang
keminangkabau ini. Dengan dekatnya orang Hindu dengan orang
Minangkabau, kemudian adat dan agama Hindu pun tidak berbeda
jauh. Maka sangat mudahlah menggabungkan adat Minangkabau
dengan agama Hindu. Terjalinlah adat dan agama Hindu, yang
berbunyi:

Adat basandi sarak, sarak basandi adat

Mulailah berkembang agama Hindu di Minangkabau. Kebudayaan


Hindupun meresap masuk, tanpa ada halangan dan rintangan. Adat
bersemayam dan bertitah dalam kerapatan tinggi mengenai soal yang
pelik-pelik.
Tuan gadih Reno sumpu adalah keturunan raja ibadat dari pihak
ibunda raja adat. Dia sebagai raja dari rantau Singingi. Tuan raja gadih
mendapat bagian dari tambang-tambang mas di rantau Singingi yang
disebut: Ameh Manah. Tuan Gadih di hormati menurut kebiasaan adat
yang berlaku atas keturanan raja adat. Oleh karena beliau duduk di
Pagaruyung, beliau tiada boleh campur tangan tentang urusan dalam
rantau. Melainkan menyerahkan kepada ampek kulipah dalam tahun
1904 Tuan Gadih menerima bingkisan yang dipertuan Gunung Sahilan
sebagai persembahan menandakan tali tiada putus menurut adat.

H.Mas’oed Abidin 8
Tambo Adat Alam Minangkabau

Adapun terhadap hubungan daerah Kuantan dengan Pagaruyung


dilahirkan dengan pepatah adat: Tuangan dari Minangkabau, Bungka
dari Kuantan. Syahdan sesudah Mualiwarmadewa menyusul kunjungan
yang kedua, sebagaimana tersebut dalam Tambo.

Datanglah Anggang dari laut


Ditembak Datuak nan batigo
Badia sadatak tigo dantumnyo
Mambebek kambiang lari ka hutan
Manyalak anjiang lari ka kota
Bakotek ayam dalam talua
Jatuahlah talua anggang nantun
Ka rumah niniak Suri Dirajo
Di Pariangan Padang Panjang
Barisi kudo Samburani
Bapalano ameh kandirinyo

Adapun anggang tersebut adalah: Pan Dara yang datang ke


Minangkabau memakai gelar: Adityawarman. Artinya: Cahaya
matahari.
Ditembak Datuak nan Batigo, maksudnya bahwa Niniak Suri
Dirajo dengan kemenakannya yang berdua, yaitu Datuak
Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang, Musyawarah
perihal kedatangan Adityawarman.
Badia Sadatak Tigo Dantumnyo, mengartikan: sungguah pun
katigonyo tidak sepakat tentang cara memperlakukan jaman (tamu)
agung ditolakkah atau diterima sebagai raja ataukah hanya selaku
orang-orang besar saja, tetapi kebijaksanaan mamak dan kemenakan
tetap satu.
Mambebek kambiang lari kahutan, maksudnya: Bahwa
penduduk yang sebelum itu, tiada mengetahui ujung pangkalnya,
bahwa pendidikan yang sebelum itu, tiada mengetahui ujung pangkal,
menyingkir.
Manyalak anjiang lari Kakoto, ialah: barangsiapa yang berani
datang berhimpun ke tangah Koto, oleh karena telah berhadapan
dengan keadaan.
Bakotek ayam dalam talua, artinya: bahwa anak-anak yang
mendengar berita dari orang ke orang, bertanya-tanya sesama
mereka.
Jatuahlah talua anggang nantun, ka rumah niniak Suri
Dirajo, artinya: bahwa Adityawarman diambiak jadi sumando
dikawinkan dengan seorang kemenakan niniak Suridirajo.
Barisi Kudo Samburani, artinya: istri Adityawarma bersalin
seorang putra. Istrinya itu bernama Putri Jamilan (Putri Jamilah).
Dan Bapalano kan dirinyo, artinya: menunjukkan bahwa anak
raja itu merajakan dirinya sendirinya.

H.Mas’oed Abidin 9
Tambo Adat Alam Minangkabau

Adityawarman adalah anak dari Dara Jingga kemudian dia


dikawinkan dengan anak Niniak Suridirajo yang bernama Putri Jainan
kemudian diganti dengan Puti Jamilan.
Adityawarman telah menghadapi adat dan Undang-undang di
Minangkabau yaitu menurut aturan Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Dalam tahun 1347 Aditywarman yang telah kita kenal dari riwayat
Majapahit, kembali ke Tanah Airnya atau Melayu. Dalam Arca
Amoghapasha yang dikirim dari Singosari, Adityawarman memakai
nama Udayadityawarman
PRATAPAPAPARAKRA MANAYANDRA MAULI WARMA DEWA dan
memakai gelar maharajadiraja. Maksud nama ini, tiada raja diatas dia
dan dia lepas dari Majapahit. Ia memindahkan pusat kerajaan ke
Pagaruyung di Minangkabau yang dahulunya berkedudukan di sungai
Lansek. Sebab-sebab pindahnya kerajaan ke Pagaruyung:
0 Untuk memisahkan diri dari Majapahit dan dia menjadi rajanya.
1 Untuk menjauhi Majapahit dan pangkalan Majapahit.

Dalam abat ke-14 Adityawarman mengubah susunan masyarakat:


dari duduak samo randah tagak samo tinggi, dijadikan:
batinggi barandah batingkek-tingkek. Seperti peradaban
dalam kerajaan Majapahit yang berkasta dari Hindu yaitu:

1. Brahmana: orang yang berilmu (kasta tertinggi)


2. Ksatria: para raja dan para pahlawan
3. Waisya: golongan saudagar dan para tukang
4. Sudera: rakyat jelata, dianggap hina dan tidak mempunyai hak
kemanusiaan.

Yang maksudnya: supaya mempercepat jalannya pemerintahan. Dia


kurang senang dengan sifat demokratis (duduak samo randah tegak
samo tinggi). Apalagi susunan masyarakat sejak dari kaum, suku,
nagari, laras dan luhak. Bapamatang bak sawah; babintalak bak
ladang, itu telah kuno menurut pahamnya, oleh karena itu harus
dilengkapkan.
Dara Petak kawin dengan raja Majapahit, sedang Dara Jingga istrinya
sendiri. Putra Dara Petak menjadi raja di Majapahit.
Dalam masa perubahan dari yang duduak samorandah, tagak samo
tinggi; menjadi kasta-kasta (Hindu). Maka pemimpin-pemimpin
Minangkabau; Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan
Sabatang, mencari jalan tengah pengimbangi perselisihan itu, yaitu
bukan rakyat yang dibagi berkasta-kata, melainkan pangkat adat
diberi bertingkat. Sehingga corak pemerintahan dalam suku,
kampuang dan nagari tetap kerakyatan, baiyo batido juo. Pangkat
penghulu diadakan:
0 Pengurus perkara-perkara dalam suku, kampung atau nagari
(Manti)

H.Mas’oed Abidin 10
Tambo Adat Alam Minangkabau

1 Malin, mengurus hal kesosialan dan kepercayaan


2 Dubalang, penjaga keamanan dalam suku, kampuang, nagari
yang diberi pangkat baru.

Yang diberi pangkat baru itu, dipilih dengan jalan mupakat di antara
mereka dalam paruik-paruik, penghulu dan diberi pula gelar datuak.
Sedang cara pelantikan diturut peraturan menurut adat yang berlaku,
yaitu berelat memotong hewan. Dengan demikian terjadilah tingkatan
pangkat:
0 Penghulu
1 Manti
2 Malin
3 Dubalang

Sekaligus dinamai Urang nan Ampek Jinih, jadi bukan kasta-kasta


menurut Adityawarman itu.
Peraturan baru itu mulai dijalan di Tanah Data, kemudian Limo
Puluah Koto. Sesudah itu di Kubung Tigo Baleh (Solok). Di Agam
peraturan itu tidak di jalankan. Sebabnya tidak diketahui kepastiannya,
mungkin karena mendapat perlawanan hebat, sesuai dengan sifat dan
pembawaan penduduknya. Buminyo angek, aianyo karuah, ikannyo
lia.
Setelah mufakat dengan urang tiga luhak, dapatlah Datuak
Katumanggungan, Datuak Perpatiah Nan Sabatang, mengatasi
kesulitan itu dengan mengambil jalan tengah yaitu:

1. Adityawarman diberi kekuasaan hanya di rantau, sekeliling


Minangkabau (rantau Pasisia Panjang, Rantau Kuantan, Rantau
Batang Hari, Rantau Kampar, Rantau Pasaman, Rantau Rokan,
di sana raja boleh mengatur pemerintahan bersama dan
memungut bersama ameh manah: “Ubua-ubua gantuang
kamudi, hak Daciang pengeluaran” yaitu bea cukai perahu-
perahu yang keluar masuk di pangkalan dan muara, dan
barang-barang yang masuk di Pangkalan dan Muara.

2. Di dalam Luhak Nan Tigo Adityawarman bertindak hanya


sebagai orang tengah (raja perdamaian) atau lambang
kesatuan saja. Di luar itu dia diberi kekuasaan untuk memberi
ampunan kepada orang yang dibuang atau dihukum oleh nagari
atau Luhak.

Jika seorang “Andam ka rumah” artinyo memohon ampun ka


rumah rajo dan orang yang diberi ampun itu, ditugaskan
sebagai pembantu raja dan bahkan sebagai keamanan.
Akhirnya orang Andam ini makin lama makin banyak, maka
terdirilah negeri baru sekeliling istana kerajaan itu.

H.Mas’oed Abidin 11
Tambo Adat Alam Minangkabau

3. Raja tidak boleh masuk orang bersuku atau memasukkan diri ke


dalam ikatan dalam suku. Karena sebagai urang tagak raja
berdiri di atas segala suku.
4. Raja tidak mempunyai hak ulayat atau tanah, sebab tanah
adalah hak mutlak oleh suku nagara atau kesatuan Nagari.

Pada tahun 1375 menurut sejarah Adityawarman wafat (1379


menurut M.Yamin). Anaknya: Ananggawarman menggantikannya.
Dalam Tambo berbunyi: bapalano anak kandirinyo (turun temurun).
Makam Adityawarman di Limo Kaum dekat Batu Sangkar dengan nisan
Batu Pamancungan.
Adapun kerajaan Pagaruyuang di kaki Bukit Patah itu pernah
dihubungkan dengan ibu Suri Dirajo perempuan, yang semasa
bertahta menegakkan “Balai Ruang Sari”, terkenal dengan julukan
“BUNDO KANDUANG” Raja alam Minangkabau. Kemudian digantikan
oleh anak kandungnya yang bernama; Sutan Rumanduang. Dengan
gelar yang Di Patuan Pandan Salasiah Banang Raiwani.
Dalam etos Cindua Mato disebut Dang Tuanku. Orang Tapanuli
menyebut Raja Uti Patuan Dibata Diatas. Dengan arti Raja Gaib
menjelma sebagai dewa dari langit. Di Aceh terkenal dengan gelar
“Tuanku Kuning Dianjung”. Di Jawa terkenal dengan gelar
Sang :Hyang Wenang Tungga Dewa”. Kemdian digantikan oleh raja
pilihan masyarakat, yaitu Bujang Cindua Mato dengan memakai gelar
Tuanku Rajo Mudo. Kemudian digantikan lagi oleh Putera Dang Tuanku
yang bernama Rajo Nan Sati.
Tuanku Rajo Mudo adik Bundo Kanduang menjadi raja di Ranah
Sikalawi. Mitos Cindua Mato serupa dengan Hikayat mitologi Yunani.
Sama juga dengan cerita Ramayana di India.
Adityawarman adalah Raja di Malayu Putra, kerajaan Hindu Jawa di
hulu Sungai Batang Hari. Orang Minangkabau menggelari
Adityawarman dengan gelar Sari Paduka Barhalo. Diambil jadi
Sumando di Minangkabau, dikawinkan dengan Tuan Puteri Reno Mandi
Candara Datuak Ketumanggungan dan Datuak Parpatih Nan Sabatang.
Datuak Nan Banego-nego, serta kemenakan pula oleh Niniak Suri
Dirajo.
Setelah Datuak Ketumanggungan meninggal, anaknya masih kecil.
Karena tidak ada yang akan naik tahta. Kerajaan di bagi tiga:

1) Bandaharo di Sungai Tarab,


2) Indomo di Saruaso,
3) Tuan Kadi di Padang Gantiang,

Sesudah ini bergantian pimpinan yaitu: Sultan Muning Syah I, Sultan


Muning Syah II, Sultan Muning Syah III. Setelah Sultan Muning Syah III,

H.Mas’oed Abidin 12
Tambo Adat Alam Minangkabau

naik lagi anak Sultan Muning Syah I yang bernama: Yang Di Patuan
Sakti Basusun Ampek. Minangkabau kehilangan pimpinan. Setelah
kematian yang Di Patuan Sultan Alam Bagagar Syah tanggal 21 Maret
1849 di Tanah Abang.
Dalam keadaan begini, datang Belanda, tak obahnya seperti
datangnya Adityawarman, tanpa ada apa-apa langsung memerintah.
Belanda juga begitu. Ditangkap Raja Yang Di Patuan Sultan Alam
Bagagar Syah, dia langsung memerintah. Terakhir Gadih Reno Sumpu
di persilahkan tinggal di Pagaruyung, sebagai tuan yang tidak
berdaulat. Dia dihormati hanya karena dia anak dari Rajo Ibadat, lahir
di Sumpu Kudus tahun 1816 dan meninggal 1912 di Pagaruyung.
Sepeninggal Tuan Gadih Reno Sumpu, Pagaruyung menjadi sepi.
Sejak awan lah gelap Pelita lah padam lahirlah pantun duka:

Dahulu rabab nan batangkai


Kini Langgundi nan baselo
Dahulu adat nan bapakai
Kini rodi nan paguno

Agak ka hilia-hilialah mamapeh


Kaumpan ambiak nasi dingin
Katali ambiak tali landie
Kagurun indak dapek paneh
Kabukik indak dapek angin
Kalurah indak dapek aie

Rang Padang pai manggaleh


Mambao barang sajunjuangan
Ikan gadang kok kanai papeh
Pantau jo bada bapantiangan

Pada tanggal 25 Nopember 1875 datang utusan Belanda ke


Pagaruyung (Minangkabau) untuk menghapuskan Pengadilan Adat
atas nama Pemerintah Hindia Belanda, dan menggantinya dengan
Laudrat dan Belanda sebagai Presidennya (Raja/1914). Pangkat Laras
pun dihapus dan diganti dengan Distric Tshoofd. Belanda hendak
melumpuhkan Adat dengan berbagai cara. Bukannya pemangku Adat
yang salah, tetapi adat itu sendiri tidak dibiarkan tumbuh dan dipaksa
tumbuh condong ke Barat dengan siasat penjajahan.
Dari masa ke masa politik penjajahan memaksakan siasatnya
sampai seluruh anggota kerajaan Minangkabau dibagi-bagi dengan
alasan kebijaksanaan pemerintahannya, seperti apa yang disebut
Administrative Indeling. Sungguh pun demikian jantung Minangkabau
tetap tinggal dan berdenyut pada tempatnya sedia kala sebagai teras.
Dasar Filsafat masyarakat.

H.Mas’oed Abidin 13
Tambo Adat Alam Minangkabau

Kesulitan mencari data sejarah Minangkabau, selain tidak


diselewengkan oleh penjajah, juga sulitnya karena tidak adanya abjat
(tulisan) Minangkabau asli. Sehingga mencari dan mendata hanya dari
tulisan yang telah diolah oleh tangan lain. Peninggalan sejarah yang
ditemui di tulisan dengan bahasa yang bercampur, ada yang dengan
tulisan Sansekerta ada yang dengan gambar, pengertian kiasan yang
sulit dipahami. Contoh: Pengertian Minangkabau:
0 Dari penulis sejarah Drs. Zuber Usman, asal mula-mula nama
Minangkabau itu adalah dari; Minang Mengadu Kerbau. Sedang patih
Gajah Mada dari Majapahit datang ke Minangkabau beberapa abad
sesudah Minangkabau Berdiri.
1 Menurut Prof. Dr. Purbacaraka (riwayat Indonesia I) Minangkabau
berasal dari kata: Minanga Kabawa (Minanga Tamwan). Artinya:
Pertemuan Dua Muara Sungai.
2 Dari Prof. Van der Tuuk asal Minangkabau dari Phinang Khabu
yang artinya Tanah Asal.
3 dari Sultan Muhamad Zain; Minangkabau berasal dari “Binanga
Kanvar” yang artinya Muara Kampar.
4 Dari Chan Ju Kua. Pada abad ke-13 pernah datang berkunjung ke
Muara Kampar, ia menerangkan bahwa, di sana didapatinya banda
yang satu-satunya paling ramai di pusat Sumatera.
5 dari Prof. Dr. N.J. Krom. Sebelum tahun 914 Masehi,
Minangkabau sudah dikuasai oleh orang-orang dari India dengan
Agama Hindu.
6 Pada Batu bersurat di Kedukan Bukit, tertera: Pada 7 paro terang
bulan Yestha 605 Caka Yadi tahun 683 sesudah Isa, yang dipertuan
Hijang Marlapas dari Minanga Tamwan datang bersuka cita membuat
Kota Cri Wijaya dengan perjalanan suci, menyebabkan kemakmuran.
7 dari Prof. Dr. Muhammad Hussein Nainar- Guru Besar pada
Universitas Madras, sebutan Minangkabau berasal dari : MENON
KHABU, yang artinya Tanah Pangkal, tanah mulia atau Tanah Permai.
Lama kelamaan berkembang: Alam Bakalebaran-Anak Buah
Bakambangan- sampai terbentuk daerah: Seedaran Gunung Merapi.
Salareh Batang Bangkaweh, disebut Minangkabau.

Keluhuran kebudayaan Minangkabau diakui oleh India, Mesir dan


China (dalam Tambo dikiaskan: Sapiah balahan ampek jurai, oleh
karena pada masa Sultan Iskandar Zulkanrnain telah ada hubungan
Internasional antara tanah-tanah Hindu, Ruhum (Turki dan China).
Dalam abad ke-5 sesudah Isa orang Hindu telah menambang emas di
Logeh.
Rombongan yang berasal dari Tanah Basa, India Daratan, menepat
sebahagian ke daerah Kampar Kanan dan Kampar Kiri iala di Muaro
Takuih yang disebut juga Talago Udang tempat Mahkamah Agung. Di
sini didirikan Stupa yaitu biara Budha Tantrajana abad ke VIII. Batu

H.Mas’oed Abidin 14
Tambo Adat Alam Minangkabau

Basurek didapati di III Koto. Kecamatan XIII Koto Kabupaten Kampar.


Candi Muaro Takuih, terbuat dari batu bata. Kotanya berparit batu
pula, sepanjang 6 jam perjalanan. Tingginya 3 Meter, tebalnya
setengah Meter. Batu batanya didatangkan dari Pungkan 6 KM dari
Muaro Takuih. Mendatangkan batu-batu itu dengan cara beranting 6
baris manusia, yang tinggal sekarang hanya stupa.
Dalam pengertian ber-Alam Minangkabau adalah daerah Kampar
salah satu di antara Rantau nan Tujuah Jurai. Pintu Rajo adalah
merupakan batas antara kerajaan Minangkabau dengan rantau
Kampar. Jurai yang lain yaitu Rantau Kuantan, bernama Rantau Nan
Kurang Aso 20 Kuantan adalah bahasa Sansekerta, nama sejenis dewa.
Suatu Bandar yang bernama “Kuantan” juga ada pula dikerajaan
Pahang Malaysia.
Rantau : XII Koto terletak pada Batang Sangir yaitu Muaro Labuah
antara Lubuak Gadang dengan Sungai Dareh. Sungai Lansek bernamo
Pusek Jalo pimpinan ikan tempat mengadakan segala kerapatan.
Rantau Yati nan Batigo: Rajo Siguntua adalah seorang diantara
Cati nan Batigo: Rajo Sitiung, Rajo Koto Basa, Rajo Siguntua sendiri.
Rantau Kuantan, Kerajaan Koto Basa (Jambi), rantau Tanjung Samalidu,
Ranah Sikalawi (Rengat Sekarang).
Rantau Tiku Pariaman: disebut dengan kata Adat Riak Nan
Badabu. Pusako harta turun kepada kemenakan, pusako gelar kepada
anak.
Negeri Sembilan: Syeh Ahmad adalah seorang perintis jalan bagi
anak Minangkabau ke rantau ini, Sumando-manyumando dan
bersawah ladang di sana dan membuka nagari baru. Berkorang
berkampung di sana, negeri yang dibangun itu ada 9 negeri, inilah asal
mula nama nagari Sembilan. Syeh Ahmad meninggal di sini di Desa
Sungai Udang tahun 1467. Negeri yang sembilan itu ialah 1) Sungai
Ujong, 2) Yelebu 3) Jchol, 4) Rembau, 5) Segamet, 6) Naning, 7)Kelang,
8) Pasir Besar, 9) Jelai.
Bila mana tiba saat menunaikan Adat Lamo Pusako Usang:

Ramo-ramo sikumbang Janti


Katik endah pulang bakudo
Patah tumbuah hilang baganti
Pusako alam baitu juo.

Adat masyarakat negeri sembilan ialah adat Perpatih sedang


pemerintah yang bergonjong naiak batang turun adalah menurut
Ketumanggungan.
Dasar Kekeluargaan: Limpapeh Rumah nan Gadang. Adalah lambang
keturunan anak basuku ka suku ibu. Suku adalah tali darah orang yang
“Saparuik”. Sebab itu orang sapasukuan, tidak boleh pulang
memulangi, artinya dilarang kawin sapasukuan.

H.Mas’oed Abidin 15
Tambo Adat Alam Minangkabau

Ibu sebagai “Ambau Puruak” menguasai harta laki yang disebut


tunganai memakai pusaka gelar. Perhubungan berkaum keluarga
antara adik dengan kakak, mamak dengan kemenakan yang saparuik,
yang sejurai sampai kepada yang bersuku, ialah orang yang semalu
sesopan, sehino semalu, diikek dengan peribahasa adat:

Suku nan indak buliah diasak, malu nan indak buliah diagiah.

Cancang latiah urang tuo-tuo dinamoi harato pusako (yakni pusako


tuo), pusako tinggi. Pusako Tinggi; tetap dalam tiap-tiap kaum menurut
aliran ibu. Laki-laki hanya mendapat (memakai) pusako tinggi yang
dipusakoi oleh istrinya. Di dalam persukuannya dia hanya sebagai
penjaga/petanggung jawab menjaga keselamatan, batas pasipadan
harta pencaharian bapa/ibu disebut harta pusaka rendah. Pembagian
sesuai dengan pembagian yang diatur oleh Qur’an dan hadist (Sistem
Parait):

Kaluak paku asam balimbiang


Tampuruang lenggang lenggangkan
Bao manurun ka saruaso
Tanam siriah jo ureknyo

Anak dipangku kamanakan dibimbiang


Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Tenggang sarato jo ubeknyo

Pepatah adat:

Kamanakan manyambah lahia


Mamak manyambah batin
Mamak badagiang taba
Kamanakan bapisau tajam
Tagang bajelo-jelo
Kandua badantiang-dantiang
Di lauik ikan kanai pukek
Di rimbo punai manangguangkan

Suku: Terdiri satu atau lebih payung. Payung pun terdiri dari satu
atau lebih paruik. Kepala dari satu payung itu disebut Penghulu. Suku
yang mula-mula di Minangkabau ialah: Melayu atas kesepakatan: Dt.
Perpatiah Nan Sabatang jo Suri Dirajo jo Dt. Katumang-guangan jo Sari
Maharajo Nan Banego Nego. Suku Malayu tadi dipacah menjadi:

0 Suku Koto dan Piliang dipimpin oleh Dt.


Katumangguangan

H.Mas’oed Abidin 16
Tambo Adat Alam Minangkabau

1 Bodi dan Caniago dipimpin oleh Dt. Perpatiah Nan


Sabatang.

Jumlah suku nan empat ini menjadi syarat untuk berdirinya Nagari.
Seperti pepatah berikut ini:
Anggari bakarek kuku
Dikarek jo pisau sirauik
Kaparauik batuang tuo
Tuonyo elok kalantai
Nagari baka ampek suku
Suku nan babuah paruik
Kampuang nan batuo
Rumah nan batungganai

Setiap berdiri Nagari tidak boleh kurang dari empat suku, tetapi
boleh lebih. Asal yang masuk dalam satu satu suku itu orang yang
seasal atau seketurunan neneknya yang membuat nagari mula-mula
dulu.
Orang yang sama sama sebuah suku atau yang lazim disebut
sapasukuan, tidak boleh cerai tanggal, melainkan mesti tetap sasusun
bak siriah, sarumpun bak sarai, saharato sabando, sapadam
sapakuburan, sahino samalu, malu surang malu basamo.
Kebaikan bersuku ke ibu: berapa kali perkawinan suku Koto akan
teta Koto, kalau berketurunan kepada bapak, maka suku itu bisa
berubah-ubah. Kalau anaknya perempuan, kawin dengan suku Jambak,
anaknyo sudah pasti basuku Jambak. Anak yang perempuan kawin lagi
dengan Caniago, anaknya akan menjadi suku Caniago dsb.
Akan tetapi, bagi orang Minangkabau yang bersuku kepada ibu,
kampung dan suku selamanya tidak beralih namanya dan ditunggui
oleh kaum yang perempuan turun temurun sejak mulai menegakkan
sandi tidak berobah.

Harta Serikat (Pusako Tinggi)

Ialah harta pusaka turun-temurun dari nenek moyang hasilnya boleh


dipergunakan menurut semestinya, tetapi harta pusaka itu tidak boleh
dipindah tangankan. Misalnya: Dijual tidak dimakan beli, digadai tidak
dimakan sando, apalagi diibahkan, tidak hak milik kita kok nak
memberikan.

H.Mas’oed Abidin 17
Tambo Adat Alam Minangkabau

Siapa yang salah pakai mengenai pusaka tinggi ini hidupnya akan
tambah melarat. Kesesangsaraannya akan bertambah-tambah dari
sebelum dia menjual, menggadai, ataupun mengibah. Memang ada di
dalam buku tambo adat. Kalau terdapat:
1. Gadih gadang indak basuami, ada orang yang berpaham
boleh menjual atau menggadai. Saat sekarang tidak mungkin
lagi. Kalaulah ada seorang perempuan menjual atau menggadai
sawah karena akan bersuami, agaknya pasti malu besar, tidak
bertanggung jawab beranak, ataupun anak laki-laki yang akan
menikahinya pasti lari.
2. Maik tabujua di tangah rumah, kalau adalah mayat masa
sekarang tidak dikuburkan/dikebumikan karena tidak ada kain
kapan atau seperangkatnya. Berarti dia tidak ada ayah (bako).
Mungkin juga dia meninggal tidak dalam lingkungan Islam.
Mungkin juga selama ia hidup tidak pandai berkorong kampung
atau bertetangga.
3. Rumah gadang ketirisan, sekarang tidak ada lagi yang
bernama Rumah Gadang. Yang dimaksudkan rumah gadang,
diam di sana sepayung. Dulu ada rumah yang 12 ruang. Tinggal
di sana, dari awalnya saparuik-sampai sapayuang. Kalau rumah
yang seperti ini yang rusak, tidak ada yang dapat membantu
dalam sepayung itu. Sawah belum lagi dibagi atau
diumpuakkan. Tidak ada tempat berlenggang tidak diperbaiki
terganggu sepayung. Kalau sudah begini apaboleh buat.
4. Batagak Pangulu. Kalau hanya untuk menjual dan
menggadai pusaka tinggi tak usah taruahkan pangulu dahulu.
Sebenarnya untuk mendirikan sebuah pengulu, harus ada
anggota (anak buah)-“Paruik” dan “payuang” yang kokoh dan
kuat. Mau berbuat dan mau bertanggung jawab. Berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing. tanggung
mempertanggungjawabkan/mempertahankan berdirinya adat
Minang-kabau. Beriur mau mengisi, berjalan mau mengiring.

Harta Pusaka

Setelah sekalian anggota kaum yang mula-mula sekali membuat


kumpulan harta serikat itu meninggal dunia. Sekalian harta itu turun
kepada para anggota kaum yang tinggal dan sejak itu bernamalah
harta itu Harta Pusaka oleh sekalian ahli waris yang menjawatnya
menurut aliran tali darah suku ibunya sampai ke bawah. Itulah asal
mulanya bernama Harta Pusaka menurut adat Minangkabau.
Karena pusaka ini hanya didapat dengan cara turun temurun, maka
tak seorang pun yang boleh mengatakan hak milik saya. Karena bukan

H.Mas’oed Abidin 18
Tambo Adat Alam Minangkabau

hak milik, itu pulalah sebabnya harta ini tak boleh dijual, digadai,
ataupun diibahkan. Tugas kita selaku anggota adat: memelihara dan
meneruskan Humanah tersebut. Yang boleh diambil oleh seorang
penerima Humanah itu ialah hasilnya bila berupa yang berhasil
(sawah, ladang). Bila tidak merupakan yang memberikan hasil, kita
hanya bertugas memelihara dan meneruskan turunannya (keris,
pakaian adat, dan sejenisnya).
Gunanya: Harta Pusaka amat besar oaedahnya bagi keselamatan
nagari dan isi nagari: yaitu menyelamatkan kaum lemah (perempuan,
anak). Harta ini adalah harta tambahan bagi kaum, selain ini ada lagi
harta pencarian ibu/bapa/anak dalam keluarga yang disebut pusaka
rendah. Jadi, orang Minangkabau mempunyai dua harta: 1) Pusaka
Tinggi, 2) Pusaka Rendah.
Karena adanya Harta Pusaka tinggi ini, pertalian anggota kaum adat
menjadi kuat dan bertahan lama sampai kepada anak cucu dan piuik.
Kalau dibilang lamanya bisa seratus atau beribu tahun. Harta Pusaka
Tinggi ini adalah jaminan bagi peri penghidupan tiap-tiap kaum seluruh
Minangkabau.

Pergaulan Hidup

Prinsip pergaulan hidup adalah Budi. Budi mengandung tinga sifat:


Rasa, Karsa, Cipta.
0 Rasa: yaitu hasrat dari dalam yang menimbulkan keindahan.
1 Karsa: yaitu hasrat dari dalam yang menimbulkan
keingintahuan.
2 Cipta: yaitu hasrat dari dalam yang menimbulkan keselamatan
(susila).

Mamang urang tuo:

Nan kuriak kundi


Nan merah sago
Nan baiak budi
Nan indah baso

Pulau pandan jauah di tangah


Di baliak pulau angsi duo
Hancua badan dikanduang tanah
Budi baiak dikana juo

H.Mas’oed Abidin 19
Tambo Adat Alam Minangkabau

Urang tuo (adat) memberikan pendidikan kepada manusia alam


Minangkabau. Secara tidak langsung, karena orang Minangkabau
dibesarkan dengan kias.

Tahu dibayang kato sampai, alun bakilek lah bakalam, tahu di angin
nan basaru, tahu diombak nan badabua, tahu di karang nan
balungguak.

Rumah gadang indak basandi


Dengan tanah tunggak basatu
Lah lapuak barulah tahu
Jikok awak indak babudi
Ibarat bungo kambang sipatu
Rono merah indah babau

Talangkang carano kaco


Badarai carano kendi
Padi nan samo rang gantangkan
Bagagang karano baso
Bacarai karano budi
Itulah nan samo rang pantangkan

Tuan buai urang Yahudi


Jadi utusan tanah Makah
Jikok pandai bamain budi
Dalam aia badan tak basah

Siasat Balayang-layang
Kalau layang-layang putus hendaklah pandai menyambungkannya;
memabuhua jan membuka, mauleh jan mangasan. Dalam pergaulan
sehari-hari, jangan kedapatan budi, sebab:

Ambiak aua ka atok tungku


Ureknyo sarang sipasan
Cang gundi di sauah talang
Sariak indak babungo lai
Mambuhua jikok membuka
Mauleh jiko mangasan
Budi jikok dapek diurang
Cadiak indak paguno lai

H.Mas’oed Abidin 20
Tambo Adat Alam Minangkabau

Dasar hidup orang Minangkabau ialah: Kekeluargaan. Dimulai dari


rumah tangga, bersuku ke suku, bermamak ke tungganai.
Pendirian orang Minangkabau ialah:

Duduak di lapiak salai


Tagak ditanah nan sabingkah

Pedoman hidup orang Minangkabau ialah: Balai nan saruang

Nagari

Taratak mulo dibuek


Sudah taratak manjadi dusun
Sudah dusun manjadi koto
Sudah koto manjadi nagari

Orang Minangkabau waktu mudanya ia berkehendak akan bantuan


tenaga, karena kekuatan orang seorang tidak sanggup melakukan
sesuatu pekerjaan yang berat, yang diluar kemampuannya. Dengan
demikian bertolong-tolongan adalah menjadi dasar pergaulan hidup
sesamanya.
Timbulah peribahasa: Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang.
Dengan mempersama-samakan sesuatu yang berat untuk keperluan
bersama yang berarti juga untuk kepentingan sendiri-sendiri orang
banyak berkumpul dan mulai menetap bersama-sama pada suatu
tempat, lalu membuat kampuang, manaruko sawah-ladang dan tabek
ikan. Terus membuat pandam pakuburan. Hidup bersama
berkampung.

Singok nan bagisia


Halaman nan salalu
Basasok bajarami
Batunggua panabangan
Bapandam pakuburan

Hukum Barat : Pengetahuan hukum antara Kepastian hukum dengan


keadilan hukum.
Hukum Adat: Memilih keadilan hukum, sebagai pernyataan
kebudayaan Minangkabau asli, jiwa yang mengandung: patuik dan
raso.

H.Mas’oed Abidin 21
Tambo Adat Alam Minangkabau

Pemerintahan:

Jiko urang kaciak digadangkan


Katonyo lalu siak lapak
Indak menenggang hati urang
Lupolah inyo ditindaknyo
Jadi binasolah nagari ko

Jiko urang bingung digadangkan


Indak tahu dicupak gantang
Kurang adat jo limbago
Jadi binasolah nagariko

Jiko urang miskin digadangkan


Labiah mamandang ameh jo perak
Adaik limbago dijuanyo

Keselarasan: Koto piliang dengan Dt. Katumangguangan: autokratis


Keselarasan: Budi Caniago: Dt. Perpatiah Nan Sabatang: Demokratis
Batas Koto Piliang: Hinggo Gunuang Marapi hilia
Hinggo lauik nan sadidih
Hinggo Tanjuang Gadiang mudiak
Batas Budi Caniago: Hinggo Muaro mudiak
Hinggo Padang Tarok hilia

Kabesaran Koto Piliang


0 Langgam nan Tujuah
1 Basa Ampek Balai

Langgam Nan Tujuah:


0 Singkarak Sandiang Baka - Camin taruih Koto Piliang
1 Sulik Aia Tanjung Balik - Cumati Koto Piliang
2 Padang Gantiang - Suluah Bendang Koto Piliang
3 Saruaso Payuang - Panji Koto Piliang
4 Labuatan Sungai Jambu - Pasak Kungkuang Koto Piliang
5 Batipuah - Harimau Campo Koto Piliang
6 Sinawang - Bukik Kanduang Pardamaian Koto Piliang.
Tempat Balai Gadang, perdamaian Nan 7 Langgam

Basa Ampek Balai:


0 Bandaharo di Sungai Tarab – Pamuncak (KP) Menteri Besar

H.Mas’oed Abidin 22
Tambo Adat Alam Minangkabau

1 Indomo di Suruaso – Payuang Panji (KP) Menteri Kehakiman dan


dalam Nagari
2 Kali di Padang Gantiang Suluah Bendang (KP) Menteri Pengajaran
dan Agama
3 Makudum di Sumaniak Aluang Bunian (KP) Menteri Keuangan
dan Luar Negeri
Sebuah mamang menyebut

Ditatah sarat bungo sundai


Batikam bahulu gadiang
Carano batirai Sato
Basulam basuji maniak
Rendo ameh bari baturab

Kabasaran Basa Ampek Balai


Tuan Kali di Padang Gantiang
Tuan Indomo di Saruaso
Tuan Mangkudum di Sumaniak
Bandaharo di Sungai Tarab

Adopun Tuan Gadang di Batipuah adalah panglima Seluruh


Minangkabau. Dengan susunan seperti di atas maka Kelarasan Koto
Piliang disebut Lareh Nan Panjang.

Kebesaran Budi Caniago

Kesaran Bodi Caniago ialah:


0 Tanjuang Nan Ampek, yaitu
0 Tanjuang Alam
1 Tanjuang Sungayang
2 Tanjuang Barulak
3 Tanjuang Bingkuang
1 Lubuak Nan Tigo
0 Lubuak Sikarak (sebelah Solok)
1 Lubuak Simanang (sebelah Talawi)
2 Lubuak Sipunai (sebelah Koto Tujuah Sumpu Kuduih)

Susunan ini dinamakan Lareh nan Bunta


Budi Caniago barajo kamupakaik Tuah Sakato.

Mamang adat:

Babelok jalan kaparak


Taruihkan ka Kubang Putiah
Lalu sakali ka Pulau Akaik
Elok Adat di Tigo Luhak

H.Mas’oed Abidin 23
Tambo Adat Alam Minangkabau

Haluan Datuak Parpatiah


Urang barajo ka Mupakaik

Yang dimaksud dengan Tanjung ialah kehakiman yang memegang:


Katian Ganok, bungka nan piawai Taraju nan indak papaliangan.
Dikiaskan, bahwa dari Tanjung seseorang mudah melihat berkeliling
Maninjau yang lakuang atau manyigi yang lurah, melakukan sudi dan
siasat dalam memeriksa suatu perkara menurut adat.

Yang dimaksud dengan Lubuak ialah, tempat menerima segala


perkara, sejenis kejaksaan. Sebagaimana lubuak bundar bangunannya,
maka adat menurut paham Bodi Caniago adalah adat balingka, dengan
demikian disebut laras ini: Lareh Bunta.

Susunan Pangulu

Susunan Pangulu, pada Lareh nan Panjang: Bajanjang Naiak


batanggo turun. Artinyo bertingkat menurut martabat dan tugas
masing-masing. Sebab itu Pangulu dalam Pelarasan ini ada yang
disebut Pucuak Bulek ado yang urek tunggang. Susunan Pangulu
dalam Lareh nan Bunta adalah: Duduak samo randah, tagak samo
tinggi atau duduak saamparan, tagak sapamareh. Pucuak tagerai:
Samo martabatnyo dan samo haknyo serta tugas kewajibannya.

Pusat (tempat rapat) Lareh nan Panjang di Simauang.


Pusat (tempat rapat) Lareh nan Bunta di Limo Kaum (Ulak Tanjung
Bingkuang).
Tempat rapat gabungan dipusatkan di Pariangan Padang Panjang,
sebab itu disebut Tampuak Tangkai Alam. Tempat ini disebut juga:

Pisang sikalek kalek Lutan


Pisang tambatu nan bagatah
Koto Piliang inyo bukan
Budi Caniago inyo antah

Mengenai pemerintahan beraja dipertahankan sejak dari Sri


Maharaja Di Raja melalui keluarga Sri Tri Buana Raja Mauliwarman dari
Sri Cailandra, Adityawarman sampai kepada keturunan Daulat yang di
Patuan Muning Syah sebagai tersebut dalam Tambo: Rajo badiri
sendirinyo Nan Manjunjuang. Dang Mangkuto-Mawarisi kaca kesaktian
nan banamo Kamat Sakarek di Banuruhum, Sakarek di Bandar Cino,
Sakarek di Pulau Ameh Nangko. Jiko batamu kamudian bilangan dunia
sudah sampai.

H.Mas’oed Abidin 24
Tambo Adat Alam Minangkabau

Kemudian..... Sadanglah Rajo parampuan bukanlah rajo Dang


mambali bukanlah rajo dang Mamintak-Rajo badiri kandirinyo-samo
tajadi jo alamko. Manaruah karih Kesaktian nan banamo Si Mandam
Giri-Jajak ditikam mati juo-Nan manaruah kain sang seto-warnanya
Sipurin-purin digantiak urang baparuah-ditanun urang bainsang-tanun
bagarak kandirinyo.
Perbedaan sistem pemerintahan Bodi Caniago yang ditegakkan
sejak ujung abat ke-13 oleh Dt. Perpatiah Nan Sabatang dengan sistem
pemerintahan Koto Piliang yang dasarnya dipertahankan oleh Dt.
Katumangguangan menimbulkan dinamik dala pergaulan hidup.
Kita jumpai dinamik dalam toleransi, tolak angsur yang lahir
sebagai imbangan dari perbedaan kedua corak pemerintahan dan
dinamik itu tertera dalam Cupak Nan Duo, Kato Nan Ampek.
Di mano Dt. Katumangguangan telah membuat “Cupak Usali” di
sana Dt. Perpatiah Nan Sabatang mengadakan Cupak Buatan, di mano
Dt. Katumangguangan telah membuat “Kato Pusako” di sana Dt.
Perpatiah Nan Sabatang mengadakan “Kato Mupakaik”.
Ini berarti, bahwa yang mulanya telah bulat oleh Dt.
Katumangguangan, yang bersifat “Patricis-autocratis” (diktator)
limpahan katanya berarti undang-undang; menanam di batu tumbuah
(tiap-tiap perintah dari atas tidak boleh dibantah), akhirnya tembus
juga oleh Dt. Parpatiah Nan Sabatang. Inilah yang dilambangkan
dengan Tugu Batu Batikam yang seperti telah disebut lebih dahulu
sejak ujung abat ke-13 sampai sekarang terpelihara dengan baik di
Limo Kaum Duo Baleh Koto di dalam. Demikian kira-kira wajah sistem
itu. Untuk kedua sistem ini menurut filsafat adat Minangkabau “ nan
hampo tabang, nan boneh tingga” Kediktaroran pasti akan
tumbang.

Panakiak pisau sirauik


Ambiak galah batang lintabuang
Salodang ambiak ka nyiru
Satitiak jadikan lauik
Sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadi guru

Sebab itu selama alam takambang masyarakat adat akan tetap


ada dan selama masyarakat ini ada demokrasi rakyat pun akan tetap
ada. Inilah demokrasi Minangkabau yang wajahnya membayang dalam
susunan masyarakat, penjelmaan daripada adat dan hukumnya, yang
sejak semula jadi terpaku di Tiang Panjang, basauah kalauik nan
sadidih samo naiak dengan asap, samo turun dengan embun.
Adapun dasar demokrasi sosial dikiaskan dalam mamang:

Kaluak paku asam balimbiang


Tampuruang lenggang lenggangkan

H.Mas’oed Abidin 25
Tambo Adat Alam Minangkabau

Bao manurun ka saruaso


Tanam siriah jo ureknyo

Anak dipangku kamanakan dibimbiang


Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Tenggang sarato jo ubeknyo

Gadang jan malendo


Cadiak jan manianyo
Gapuak jan mambuang lamak
Cadiak jan mambuang kawan

Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap) bulan Nopember


1957 di Jakarta , Dr. Muhammad Hatta mensitir ucapan Brune Dietrich,
ahli geografi ekonomi yang mengatakan: “Alam hanya memberi
kesempatan untuk berekonomi, tetapi manusialah yang menimbulkan
ekonomi itu.”

Penghulu di Minangkabau memimpin harus sesuai perkataan


dengan perbuatannya. Bukan hanya pakaian yang diutamakan: Anak-
anak pun bisa dipakaiani dan gagah seperti Mamang:
Patanglah lindok matohari
Kaluang pulang bairiang-iriang
Hilang picayo anak nagari
Kato jo kaji indak sairiang

Alangkah indahnya rekaan orang tua dahulu yang


menggambarkan. Sawah ladang-banda buatan berjalinkan irama
Minang:

Nan bancah ditanam baniah


Nan kareh dibuek ladang
Kok sawah bapiriang-piriang
Ladang alah babidang-bidang
Kok banda baliku-liku
Sawah batumpak di nan data
Ladang babidang di nan lereng
Banda baliku turuik bukik
Cancang lateh niniak moyang
Tambilang bari urang tuo
Sawahlah sudah jo pamatang
Ladang lah sudah jo bintalak

Sawah ladang sebagai lambang kehidupan masyarakat, kalau


sawah ladang berhasil baik, tentu rakyat senang sentosa, pun

H.Mas’oed Abidin 26
Tambo Adat Alam Minangkabau

pembangunan akan berkembang biak pula. Sebagai gubahan yang


indah:

Kok indak dek hasil sawah jo ladang, kampuang jo apo ditunggui


Kok indak dek hasil sawah jo ladang, balai jo apo dipaliharo
Kok indak dek hasil sawah jo ladang, musajik jo apo diramikan
Kok indak dek hasil sawah jo ladang, limbago jo apo kadituang
Kok indak dek hasil sawah jo ladang, parik jo apo kadisisik

Sebagai didikan kepada anak cucu:

Bakato di bawah-bawah, manyauak di hilia-hilia


Tapi kok pamatang di aliah urang
Kok bintalak dianjak urang
Bosongkan dado ang buyuang
Jan takuik tanah tasirah
Aso hilang duo tabilang

Didikan yang diberikan, yaitu rendah hati tak boleh sombong.


Tetapi harus berani mempertahankan kebenaran. Walau nyawa
tantangannya. Hilang dalam mempertahankan kebenaran itulah
pemuda ksatria.
Selain hasil sawah ladang juga dianjurkan keterampilan tangan:

Datuak Parpatiah Nan Sabatang maolo malukih cupak jo


gantang
Gunjai diolah tanum dirantang kapanulak buatan urang
Bapantang kanyang dek bareh babali
Bapantang rancak dek baju basalang
Ditanamkan politik sauak aia mandikan diri
Padusi diaja batanam jo marendo
Laki-laki diaja manggaleh jo batukang
Anak kamanakan diaja dengan berbudi halus
Dengan ereng jo gendeng, balulua bakiasan
Kabau tahan palu manusia tahan kieh.

Lapeh nan dari sungai Tanang


Nak manjalang Tabek Sarojo
Kapeh kok indak jadi banang
Turak mananti lapuak sajo

Suatu pedoman yang dipegang teguh oleh masyarakat yaitu:


Runciang karih dek kilek tajak. Tajak yang selalu berkilat menandakan
selalu dipergunakan. Karenanya, kalau tajak tetap dipakai, berarti
masyarakat makmur, masyarakat makmur hukum jalan (keris tetap
runcing).

H.Mas’oed Abidin 27
Tambo Adat Alam Minangkabau

Anak anjiang lapeh bakungkuang


Anak rundo bajalan surang
Aia janiah ikannyo jinak
Gadang buayo mamujikan

Maksudnya, urang jaek dikungkuang dengan peraturan adat, anak


rundo tak usah ditemani. Karena keamanan terjamin, harta benda
tidak usah dijaga betul.
Untuk kesehatan, masyarakat dibutuhkan sehat. Cukup minum
makananya dan olah raga serta keseniannya diperlukan pula. Perlu
ada gelanggang tempat olah raga dan kesenian.

Rang cak tambak pukat akat


Urang manangguak ikan rayo
Lamak kacak badan lah sehat
Anak buah basuko rio

Pangulu
Pangulu itu ditinggikan sarantiang, di dahulukan salangkah. Tidak
duo rantiang, tidak pulo duo langkah, gunonyo supayo yang
memimpin, tidak jauh dari yang dipimpin. Panggulu harus tahu sakik
sanang kamanakan, karano pangululah tampek balinduang katiko
paneh. Tampek bataduah katiko hujan. Pai tampek batanyo pulang
tampek babarito. Pangulu mempunyai marwah wibawa, budi, rasa
tangguang jawab, dan tahu mengikat diri. Selain bijak sana Pangulu
harus arif:

Katupek bao balaia


Bao kasampan kalimonyo
Takilek ikan dalam aia
Lah tantu jantan batinyonyo

Pucuak sijawi-jawi luteh


Pucuak sijawi-jawi mudo
Di langik inyo malinteh
Kami di baliak itu pulo
Tugas dan sifat pangulu adalah: Nan tagak dipintu utang, tibo
dahulu pulang kamudian, janji arek buatan taguah, adat gunuang
timbunan kabuik, adaik bukik timbunan angin, adat taluak timbunan
kapa, adaik lurah timbunan aia.

Alah bauriah bak sipasin

H.Mas’oed Abidin 28
Tambo Adat Alam Minangkabau

Kok bakiak alah bajajak


Muluik pangulu naknya masin
Pandai bagaua jo nan banyak

Samun Saka tagak di bateh


Umbuak umbi budi marangkak
Kiri-kanan riak maampeh
Datanglah tangah pangulu tagak

Gantiang nan dari ampek angkek


Dibao nak urang Mandiangin
Di salang ado kagunonyo
Kok datang gunjiang jo upek
Sangko sitawa jo sindingin
Baitu pangulu sabananyo

Balai
Balai nan saruang, lapiak nan saalai. Manunjuakkan sipat
demokrasi dan pangulu duduak sahamparan.

Sidalu di lereng tabiang


Di bawah batang kalayua
Pangulu tagak bapaliang
Disiko nagari mangkonyo kacau.

Sako
Sako artinya yang sejak ia ada turun temurun dari aliran sebelah
ibu. Tiang Sako pada rumah adat adalah tiang yang terpenting
diantara segala tiang; dalam peraturan sehari-hari disebut orang
Minangkabau: “Tonggak Macu” atau tiang macu. Di Malaysia disebut
penduduk: Tiang Sari.
Sako adalah asal mula kejadian yang diasak layua dibubuik mati,
ia kekal pada tempat sedia kala, oleh karena suku pun tidak boleh
dianjak, maka kata-kata Suku Sako yang pada hakekatnya, berasal
dari tempat yang satu; disenyawakan dan termaktub sebagai kata
adat. Maka disebutlah orang Minangkabau basuku-basako, artinya
mempunyai suku dan juga mempunyai sako. Jika hanya bersuku dan
tidak bersako. Belumlah orang Minangkabau asli namanya

H.Mas’oed Abidin 29
Tambo Adat Alam Minangkabau

Pusako
Pusako artinya ialah hasil tulang yang delapan kerat dan kukuik
kakeh: Niniak yang mulo-mulo mancancang malateh, manambang
manaruko oleh karena pusako adalah harta asal yang diwarisi menjadi
harta kaum bagi yang berhak milik, maka tidak boleh dijual, malah
tidak boleh disandokan. Larangan menurut adat berbunyi: Tajua
indak dimakan bali, tasando indak dimakan gadai.
Pusako sebagai harta asli adalah lambang ikatan kaum yang
bertali darah dan supaya tali jangan putuih, kait-kait jangan sekah,
maka ia menjadi harta persumpahan, sehingga barang siapa yang
melanggarnya: Rambuiknyo ruruik, matonyo buto dan akan merana
sampai keturunannya.
Inilah yang disebut kata-kata sumpah: kaateh indak bapucuak,
kabawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang. Artinyo:
bahwa nenek moyang dari pada orang yang melanggar yang telah
lama mendahului, tidak akan selamat dalam kubur, bahwa
keturunannya yang akan datang tidak akan selamat lahirnya dan
bahwa ia dengan sekeluarganya yang hidup kinipun akan merana.
Hidup segan mati tak mau. Oleh karena hikmat: “Sako” demikian
dalamnya , maka pernah dihirmati dengan Prafik Honorefic: “Sang”
sehingga menjadilah ia nama yang disaktikan “ Sang Sako”.
Di Malaysia seperti di Nagari Sembilan disebut Pesaka. Misalnya
“Terbit Pesaka” kepada “Saka”. Wilkinson menertejemahkannya
dengan Inheritance comes through The Mother.

Pembagian Pusako

Adapun menurut adat terbagi atas:


0 Pusako kabasaran, umpamo: Gelar
1 Pusako Harato, yakni: mengenai hutan tanah yang bagi orang
Minangkabau adalah jaminan hidup.

HUTAN:
Yang dikatakan hutan ialah, sekalian tumbuh-tumbuhan sampai
kajirak nan sabatang, karumpuik nan sahalai.

TANAH:
Yang dikatakan tanah ialah sampai kabalu nan sabutia kakasiak
nan samiang. Hutan tanah dalam palarasan. Koto Piliang dikendalikan
atas nama nagari oleh Penghulu Pucuak dan dalam Budi Caniago
dibagi menurut suku yang sudah di “Kundano”, dikerjakan, menjadi

H.Mas’oed Abidin 30
Tambo Adat Alam Minangkabau

milik suku dipusakai turun temurun yang belum dikerjakan itulah tanah
cadangan untuk bersama Pangulu tidak mempunyai tanah ulayat,
hanya menguasai.

Pusako Harato terbagi:


0 Pusako tinggi atau hutan tinggi, yang sekarang disebut juga
ulayat.
1 Pusako tanah atau hutan tanah.

Ulayat:
Yang termasuk hutan tinggi atau ulayat ialah hutan dan padang,
gunung dan sungai. Sekalian ini dikuasai pada mulanya oleh Pangulu
yang tua-tua. Ketika “Mancacak Nagari” masa dahulu untuk mata
penghasilan. Kekuasaan ini menurut hakekat pusako, turun temurun
terus menerus. Politik ulayat tidak hanya persediaan untuk satu
keturunan dalam satu masa jasa, tetapi adalah tanah cadangan untuk
keturunan demi keturunan yang akan terus kembang sepanjang masa.
Sebab itu tiap-tiap nagari di Minangkabau mempunyai ulayat masing-
masing adat dengan peraturan basuku, basako, bapusako, basangsako
menjaga, supaya keturunan yang hidup bertani sebagai induk
pencarian jangan sampai kekurangan tanah dibelakang hari dan
alangkah akan terdesak hidup anak cucuk, andai kata mereka yang
telah kembang kelak pada suatu ketika tiada mempunyai tanah
tempat berpijak, adalah suatu cacat bagi orang Minangkabau,
manakala tidak bertanah serap agak sebingkah, beraur agak
serumpun.
Tandanya suatu nagari mempunyai hak ulayat ditentukan
dengan petua adat (penghulu) “Hak jauah diulangi hak dakek di
kundano. Diulangi artinyo kerap kali dilihat dijengong. Jangan sampai
tanda, atau orang berdekatan sampai lupa. Batas pasipadan jangan
hilang. Dikundano artinyo belukar yang dekat kampung sendiri dibuka
(dikerjakan) dan kalau boleh didiami.

Ulayat Pangulu:
Adapaun yang dikatakan ulayat Pangulu adalah Sajak dari rumpuik
nan sahalai, dijirak nan sabatang, sampai kapasiai nan sabutia, sampai
ka bumi takana bulan, sampai ka awan mambasuik jantan.

Ulayat Rajo:
Adapaun yang dikatakan ulayat Rajo adolah antaro limbuai pasang
mudiak dengan bukik nan bakabuik lalu kapadang nan barumpuik nan
bacapo bailalang basikaduduak barumpuik-rumpuik, sampai baluka
dengan hutan nan baaka nan bapilin rotan nan bajalinteh,
bakalumpang nan babanie.

H.Mas’oed Abidin 31
Tambo Adat Alam Minangkabau

Ameh Manah Tukub Bubuang

Samaso pemerintahan Sulatan Alamsyah siput Aladin sampai


kapado pemerintahan Sulatan Alif Rantau Singiagi kampar kiri.
Kuantan. Indragiri membayar ameh manah sakali tigo tahun. Menurut
undang-undang adat pajak itu besarnya “Sapucuak saulang aliang,
sakundi-sakundio, sakipeh langan baju, sapatiang tali bajak” Sacupak
saulang aliang adalah sacupak emas ditambah dengan isi ekor cupak.
Emas ini dipungut dari rakyat dari tiap-tiap dapur. Tiap-tiap dapur
keluarga atau kaum, membayar sakundi sakundio. Beratnya sebanyak
sebuah biji kundi ditambah dengan seberar hitam kundi. Seluruhnya
berjumlah satu cupak dan sebanyak isi ekor cupak. Ini dinamakan
secupak saulang-aliang. Kalau emas itu dibentangkan adalah sakipeh
langan baju. Panjangnya dan jikalau dikumpulkan adalah sepanjang
tali bajak. Ameh ini dinamakan oleh Penghulu dalam nagari “Ameh
Manah”. untuak perbendaharaan raja. Ameh Manah sebagai sendi
tiang bubuangan istanan raja maksudnya bahwa sakalian pajak
gunanya untuk perbelanjaan dan penguatkan pemerintahan.

Hak Daciang Pangaluaran

Di Pasisia disebut “Hak Daciang Pangaluaran” (Bea Barang


Masuk/impor). Tiap-tiap barang masuk ditimbang. Jika lebih dari pada
satu pikul dikenakan satu dalam sepuluh (10%). “Pengeluaran” yaitu
bea hasil bumi yang keluar (ekspor) dikenakan cukai satu dalam
sepuluh (10%).
Ubui-ubui Gantuang Kamudi artinyo tiap-tiap parahu berlabuh
yang telah menjatuhkan Sauah dan tali sauah telah tergantung
dipingginr perahu mesti membayar cukai pelabuhan kepada raja

Hutan Randah

Hutan Randah adalah sawah ladang yang diperoleh karena:


0 Dipusakai, artinya diterima dari nenek moyang turun temurun
dari ibu
1 Tambilang ameh diperoleh karena beli atau dipagang. Beli
sebenarnya tidak ada dalam adat, yang ada hanya “Sando” Adat

H.Mas’oed Abidin 32
Tambo Adat Alam Minangkabau

melarang menjual harta, menjaga supaya anak kemenakan jangan


sampai terlantar dibelakang hari.
2 Tambilang besi diperoleh atas tenaga usaha sendiri, seperti
taruko.
3 Hibbah, artinya pemberian, Hibbah biasanya terjadi antara bapak
dengan anak. Petitih mengatakan: “Mati Bapak bakalang anak”

ISKANDAR ZULKARNAIN

Bagi orang Minangkabau nama Iskandar Zulkarnain tidak asing


dalam Tambo tersebut, bahwa Seri Maharajo Di Rajo dianggap
keturunan Sultan Iskandar zulkarnain. Anggapan ini didasarkan karena
dalam abad keempat sebelum Isa a.s., Sulta Akbar Iskandar Zulkarnain
yang disebut orang Barat: Alexander The Great dari Masedonia adalah
raja yang sangat masyhur, karena ia lah yang mula-mula sekali
berusaha hendak menyatukan Barat dengan Timur.
Iskandar Zulkarnain, menaklukkan Inda dan dia menikah dengan
puteri raja yang bernama Syahrul Barriah. Mendapat seorang putera
bernama: Aristunsyah. Sebagai mengingat jasa Iskandar dengan
gurunya Aristoteles. Keturunan Aristunsyah ini yang menjadi raja turun
temurun di India.
Nusirwan Adil adalah raja di Persi ± abad ke-7. Beliau juga dari
keturunan Raja Aristunsyah.
Di tanah Arab: Sultan Zulkarnain adalah raja bangsa Arab yang
memakai mahkota Emas Bertanduk Dua yang dinamai: DZULKARNAIN
AL KAAB IBNI RAIS. Zulkarnain itu ialah iskandar Makdunia yang amat
masyhur. Ia dikaruniai Allah ilmu pengetahuan, kecakapan, dan
kepintaran yang luar biasa, sehingga dapat menaklukkan dan
memerintah Timur dan Barat ( Yunani, Rumawi, Mesir, dan Persi,
India). Zulkarnain ini memerangi kaum kapir. Orang-orang yang
beriman dan berbakti dibalasnya dengan kebaikan.
Di Amerika dia bertemu dengan dua kaum yang selalu rusak dan
merusakkan yang bernama Yakjudi dan Makjudi, keduanya adalah
keturunan Yafis dan Nuh. Dibuatlah dinding besi antara kedua kaum ini
oleh Iskandarzulkarnain. Ia lahir dalam tahun 356 sebelum nabi Isa.
Iskandar dala negerinya adalah Alexandros. Parawakannya kecil,
tegap dan kuat. Kepalanya agak miring kekiri. Dahinya kecil. Warna
rambutnya coklat kehitam-hitaman, matanya biru keabu-abuan itu
agak besar dan selalu menatap. Alis matanya tebal, mulutnya harum.
Semenjak dia kecil Timur dan Barat selalu perang. Umur 20 tahun dia
menjadi raja mengantikan ayahnya. Cita-citanya hendak
menghentikan perang antara Brat dan Timur. Dengan jalan

H.Mas’oed Abidin 33
Tambo Adat Alam Minangkabau

mengalahkan dan menyatukan Barat dan Timur. Setiap akan


menghadapi perang dia selalu menadahkan tangannya seraya
memohon petunjuk kehadirat yang Maha Kuasa, dengan membaca
surat Al Isra ayat 17/80: Ya Tuhanku, tunjukkilah aku bagaimana
mengawali peperangan ini, dan tujukilah aku bagaimana
mengakhirinya. Dan adakanlah dari sisimu Kekuasaan yang
menolongku. Dan ayat 17/81: Datangkanlah kebenaran ya Allah
ancurkanlah kebatilan: Sesungguhnya yang batil itu mesti lenyap,
dengan demikian dia tetap menang dalam menghadapi perang. Dalam
surat Al Kahfi ayat 86, Allah menyuruh Zulkarnain memilih: Digempur
habis kekejaman atau diajar dan dididik mereka. Zulkarnain memilih
mengempur habis-habisan agar Timur dan Barat harus bersatu dan
damai, lenyaplah perang.
Semenjak menjadi Raja dia tak pernah tinggal di istana. Dia
habiskan masa mudanya dalam menyatukan Barat dan Timur ± 13
tahun. Mereka berusaha keras sampai tercapai cita-citanya: Pahlawan
Dunia yang berarti bertanduk dua: Masrik dan Magrib. Dalam usia 33
tahun dia meninggal dunia.
Di Minangkabau dia dikawinkan dengan kemenakan Suri Dirajo,
timbulah istilah: Mambebek kambiang lari kahutan/ Bahwa penduduk
yang sebelum itu tiada mengetahui ujung pangkalnya menyingkir.
Manyalak anjing lari kakoto/barang siapa yang berani datang
berhimpun ke tengah kota, oleh karena telah berhadapan dengan
kenyataan. Bakotek ayam dalam talua/ bahwa anak-anak yang
mendengar berita dari orang ke orang bertanya-tanya sesama mereka.
Yo jatuahlah talua anggang nantun, ka rumah niniak Suri
Dirajo/ialah Adityawarman diambil jadi sumando dikawin dengan
kemenakan ninik Suri Dirajo. Barisi Kudo Sambarani, yaitu istri
Adityawarman bersalin seorang anak putera. Bapalano
amehkandirinyo (merajakan dirinya sendiri). Kerajaan berkedudukan di
Sungai Lansat.

Piagam Bukik Marapalam

Piagam Bukik Marapalam berisikan: Adat basandi syarak, syarak


basandi kitabullah. Adalah hasil rapat perdamaian Adat dan Syarak
antara Syekh Burhanuddin beserta murid-muridnya dengan Rajo Tigo
Selo Basa Ampek Balai dan Rajo Ulakan yang bertempat di Bukit
Marapalam di Puncak PATO pada tahun 1644. Adapun Syekh
Burhanuddin yang disebut juga Tuanku Ulakan wafat pada tanggal 15
Syafar 1116 atau 19/20 Juni 1704 di desa Ulakan. Seperti umumnya
orang-orang terdahulu, tanggal kelahiran syekh ini juga tidak

H.Mas’oed Abidin 34
Tambo Adat Alam Minangkabau

diketahui. Selanjutnya Datuak Mangiang menjelaskan bahwa yang


hadir pada kerapatan di Bukit Marapalam itu adalah:
0 Syekh Burhanuddin beserta 4 orang muridnya dan sebelas orang
Raja di Rantau.
1 Rajo Tigo Selo (Rajo Alam di Pagaruyuang, Rajo Adat di Buo, Rajo
Ibadat di Sampur Kudus).
2 Basa Ampek Balai, yaitu Titah di Sungai Tarab, Kadi di Padang
Gantiang, Makudum di Sumaniak, Indomo di Saruaso.

Di jelaskan pula bahwa Piagam Bukik Marapalam yang


merupakan Buek Parbuatan, harus disampaikan kepada seluruh rakyat
di Alam Minangkabau, baik yang berada di rantau maupun yang
berada di LUHAK nan Tigo. Pemberitahuan untuk rantau oleh Raja
Pagaruyuang dikirim utusan sebanyak 8 orang (Sultan Nan 8) dan
untuk di Luhak Nan Tigo, pemuka-pemuka masyarakat diundang
datangnke Pagaruyuang. Sambil melepas keberangkatan utusan ke
rantau (sosialisasi).
Kajian Drs. H.B.L Letter menjelaskan pula Syekh Burhanuddin
sebelum mengikuti kerapatan Bukit Marapalam, telah melakukan
pembaharuan pula di daerah rantau, yaitu dengan mensenyawakan
Adat dengan Syarak dengan contoh: Di rantau telah terwujud
perpaduan itu dengan istilah, Anak babangso ka ayah (gelar Sidi,
Bagindo, Sulta dari Ayah) menurus garis Bapak yang Islami. Basuku ka
Ibu menurut Adat Matrilineal. Kompromi ini bahkan terlihat dengan
istilah Anak dipangku (Islam) Kemenakan dibimbiang (Adat). Dengan
menggunakan Tambo Adat Minangkabau yang ditulis oleh Tuanku
Ampalu Randah di Ampalu Sawah Lunto Sijunjung (Murid Syekh
Burhanuddin) kemudian disalin oleh kamaruddin Tuanku Kuning (murid
pesantren Ampalu Randah).

Leter Menuliskan dengan lengkap dari Piagam itu:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi


Penyayang. Atas Qodrat dan Iradat Allah SWT, telah
dipertemukan di tempat ini hamba-hamba Allah untuk
memperkatakan adat dan syarak yang akan menjadi
pegangan anak kemenakan, hidup yang akan dipakai, mati
yang akan ditompang, bahwa adat dan syarak akan
dikukuhkan di Alam Minangkabau, dengan ini sambil
menyerah kepada Allah, sambil mengikutio kata Nabi
Muhammad SAW, kami mengikrarkan bahwa:

0 Adaik Basandi kapado Syarak, Syarak Basandi kapado


Kitabullah, Syarak mangato adaik mamakaikan.

H.Mas’oed Abidin 35
Tambo Adat Alam Minangkabau

1 Segala Undang adat dan kelengkapan dalam Alam


(Minangkabau), Luhak dan rantau, kampung dan nagari
disesuaikan dengan tuntutan adat dan Syarak.
2 Ikrar dan kesepakatan ini disampaikan oleh segala
Ulama dan Pangulu kepada Rakyat di Alam Minangkabau.

Tertanda:
0 Atas nama Syarak: Syekh Burhanuddin.
1 Atas nama Undang/Adat Basa Ampek Balai Titah di
Sungai Tarab
2 Rajo Alam yang dipertuankan di Pagaruyuang.

Akhirnya setelah dikukuhkan Piagam Bukik Marapalam itu bergemalah


keseluruh Alam Minangkabau dari mulut ke mulut, dari anak
kekemenakan turun temurun.

Sebelum sampai kepada rumusan piagam di atas pada


kerapatan di bukik Marapalam itu telah dibahas dan telah disepakati
pula rumusan tentang 10 perkara sebagai pegangan pokok yang akan
diwariskan dipersembahkan kepada anak kemenakan yaitu 4 macam
jauh pada adat dan 6 macam jatuh pada Pusako.
Yang 4 macam Jatuh kepada Adat itu adalah:
0 Yang dinamakan Adat adalah: Sasek suruik talangkah kambali,
Gawa mayambah salah maisi, adat diisi limbago dituang.
1 Nan Diadatkan ialah, memakai baso jo basi, mamandang ereng
jo gendeng, maimbang mudarat jo mamfaat, mangisi barek jo ringan.
2 Istiadat adalah urang nan berhak meminta akan haknya seperti
Alam diperintah Raja, agama diperintah Malim, Nagari diperintah
Pengulu.
3 Sabana Adat ialah: Syarakh Kitabullah nan buliah ditunjukkan
babnya dan pasalnya, hadist dan dalilnya, qias dan maknanya, bahwa
sesungguhnya Nan Sabana Adat pada sisi Allah ialah Islam.

Adapun Yang 6 macam Jatuh kepada Adat itu adalah:


0 Kalo-kalo, ialah permupakatan ahli Nagari, samo ado mupakat
mambatuli syarak dibacakan doa dan Alfatihah, apobilo mupakat itu
akan dibuka, ialah dengan mufakat pula membukanya, itu dinamakan
kalo-kali, seperti kala kambing nan buliah diasak-asak.
1 Saribu Kalo, ialah Nan digalikan dalam , digantuang tinggi, nan
basabuikkan sumpah dan sapiah, nam babacokan Doa jo Fatihah
bahaso Alam dikabari barajo, agamo akan dibari ba Malim atau ba
Labai dibari ba Inggiran bakulak-kulak, dibari ba Sasok bajarami, dibari

H.Mas’oed Abidin 36
Tambo Adat Alam Minangkabau

bapandam pakuburan. Jauah nan buliah ditunjuakkan, hampia nan


buliah dikakokkan, jiko menghukum dengan adil.
2 Bajanjang naiak, ialah sagalo anak buah manyampaikan
bicaronyo nan manuruik adat jo pusako kapado Mamak Rumah,
Mamak Rumah mayampaikan bicaronyo kepada Tua Kampung, dan
Tua Kampung menyampaikan bicaro kapado Panghulu. Dan Panghulu
manyampaikan bicaronyo kapado Raja. Barang siapa tidak menurut
jalan Bajanjang Naiak disebut Mandago, Siapo Mandago kanai kutuak.
3 Batanggo Turun, ialah sagalo Rajo manyampaikan bicaronyo
menurut adat jo pusako kepada Penghulu, dan penghulu kapado Tua
Kampung, Tua Kampung kapado Mamak Rumah, Mamak Rumah,
manyampaikan kapado seluruh anak buah. Barang siapa tidak
memakai Batanggo Turun, mako urang itu Mandagi namonyo, barang
siapo mandagi, kanai kaparat.
4 Hukum Ijtihad, ialah ditilik kapado orang yang patut dihukum
atau tidak, seerti anak-anak atau orang gila, jika salah orang dengan
pusako, dihukum dengan, jiko salah dilingkungan adat, dihukum
dengan adatnya, artinya gadang kayu gadang bahannya, kaciak kayu
kaciak bahannya.
5 Undang-undang Pertanian Alam, yang terdiri dari: Undang-
undang Luhak; Undang-undang Nagari, Undang dalam Nagari, Undang-
undang nan Duo Puluah. Mengenai undang-undang nan duo puluah
dibagi atas: Nan Salapan: (jadi Larangan), yaitu: Maling, curi, tikam-
bunuh, sumbang, salah, dago, dan dagi. Nan Duo Baleh: Nan menjadi
talinyo cemo dan tuduah, yaitu Talalah, Takaja, Tacancang, Tarageh,
Tarikek, Takungkuang, Tatambang, ciak, rabuik, rampeh, tatando,
tabaiti, tatangkok dengan salahnyo.

Dari uraian di atas terlihat ada benang merah antara Syekh


Burhanuddin, Piagam Bukik Marapalam, ABSSBK, pemahaman
mengenai adat, mengenai Pusako, mengenai Undang-undang Luhak,
Undang-undang Nagari, Undang-undang dalam Nagari dan Undang-
undang Nan Duo Puluah.
Tambo Tuanku Ampalu yang menjadi sumber dari kejadian Letter
di atas memang lebih deskriptif dari Tambo lain yang lazim beredar,
Tambo ini menyebutkan Aktor sejarahnya dan masa kejadiannya,
meskipun sangat dipahami bahwa Tambo adalah Historiografi
Tradisional, maksudnya penulis sejah menurut kepercayaan dan
anggapan masyarakat bersangkutan apapun makna yang diperoleh
dari uraian di atas setidaknya kita paham apa keinginan nenek
moyang Minangkabau dahulunya, dia mengatakan begitulah
Minangkabauitu seharusnya, dan kita yang hidup sekarang mendapat
amanah untuk melestarikan ABSSBK, di samping nilai ABSSBK itu
menjadi modal bagi generasi Minangkabau sekarang dalam memasuki
abad ke 21.

H.Mas’oed Abidin 37
Tambo Adat Alam Minangkabau

Kompeni Babenteng Basi,


Minang Babenteng Adat

Judul di atas diambil dari pepatah Adat yang mengambarkan


bahwa benteng Adat yang dimiliki pribumi Minangkabau (yang dalam
masa kolonial sering disebut sebagai Malay atau Melayu Kopi Daun,
tidak kalah kuat dan tangguhnya dengan benteng besi yang dimiliki
oleh tentara kolonial Belanda . Sikap percaya diri ini tumbuh
berdasarkan pengalaman bahwa meskipun pada masa kolonial sejak
Minangkabau resmi jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda
sesudah Plakat Panjang, anak nagari tidak merasa kehilangan
nagarinya. Intervensi pemerintah Hindia Belanda baik semasa sistem
Tuanku Lareh, maupun masa sesudah itu, masa Nagari Otonomi
dengan IGOSWK (Stbld 1918- No 67) tidak menurunkan upaya dan
kreativitas pemuka masyarakat Niniak Mamak, Alim, Ulama dan Cadiak
Pandai Minangkabau dalam mencarikan pemecahan atas masalah
kehidupan yang dihadapi anak nagari. Peristiwa-peristiwa dan
keputusan-keputusan Nagari pada periode IGOSWK dapat dipakai
sebagai rujukan bagamana anak Nagari Minangkabau membentengi
dirinya.

Pada masa Sistem Tuanku lareh ada dua peristiwa yang dapat
dikemukakan:
0 Rapat di balerong panjang Sulit Air tanggal 29 September 1912,
yaitu rapat mufakat yang diikuti oleh Penghulu-penghulu, Datuak-
datuak, Orang Ampek Jinih, Orang Tua-tua serta Cadiak Pandai.
Timbang menimbang apa yang mendatangkan kebaikan dan yang
akan penolakan segala dengan menimbang hina dan mulia, laba dan
rubi, awal dan akhir berat dan ringan, mudarat dan mamfaat.
1 Musyawarah yang diadakan di Batu Mangaum Pariaman pada
tanggal 25 Oktober 1012, konon yang ikut dalam musyawarah itu
bukan penghulu-penghulu dari Nagari bersangkutan, dan masalah
yang dibahasnya berlawanan dengan adat yang berlaku pada masa
itu, yang hadir pada musyawarah itu tercatat orang Kayo Bandaharo,
P.L. Gasan Gadang Datuak Nan Khodoh, P.K. Lawang, Imam Bandaro
Kayo controle Mantari Kuranji.

H.Mas’oed Abidin 38
Tambo Adat Alam Minangkabau

Mengenai Rapat di Balerong Panjang


Sulit Aia mengambil keputusan antara
lain:

0 Tidak boleh mendirikan penghulu oleh satu-satu paruik manakala


buah paruik itu tidak barumah Gadang, yaitu Rumah Gadang Gajah
Maharam Surambi Aceh, atau ada rumah gadang tapi ketirisan.
1 Tidaklah akan diberi izin kawin, baik laki-laki atau perempuan,
manakala kumuah, ladah, berleak-leak rumahnya, di rusuk dan di
belakang rumah ataupun di halaman, supaya majelis helat baik
pandangan dan enak makannya.
2 Tidak diberi izin kawin kemenakan dan anak buah sebelum dieri
pengajaran tentang, bagaimana jadi urang Sumando ke atas rumah
orang, apa kewajiban urang sumando di atas rumah orang, adalah
kewajiban urang Sumando memperbaiki dan memperindah kampung
halaman dan menghilangkan segala kumuh-kumuh, leak-leak, pada
rumah masing-masing (rumah bininya) begitu pula: wajib memperbaiki
rumah tempatnya Sumando sekedar rusak anak jenjang nan sabuah,
tiris atap menyisip manakala tiris.
3 Anak Kemenakan yang akan pergi merantau wajib minta izin
kepada Ninik Mamak dan Penghulu untuk diberi Pengajaran supaya
kelakukan dan perangainya di Negeri orang tidak memberi malu pada
Nagari Sulit Aia.
4 Kewajiban Ninik Mamak dan Penghulu memberi pengajaran
kepada yang akan kawin jadi urang Sumando yang akan merantau.
Juga tidak boleh penghulu meninggalkan Nagari manakala tiada
dengan izin pemerintah Suku dan Nagari (Kepala Suku).
5 Wajiba pada Kakak-kakak orang muda akan melarang dan
memberi nasehat sekalian anak muda, supaya berhenti bermain dan
berbuat kejahatan.
6 Tidak akan diterima jadi urang Sumando, barng siapa nan
pemain Judi atau yang pencahariannya memberi malu Nagari Sulit Aia.
Tapi manakala telah ditobatinya perangainya itu, barulah boleh
diterima jadi urang Sumando, boleh dilawan duduk dalam kerja baik
atau kerja buruk, boleh dibawa sehilir semudik.

Hasil Musyawarah di Batu Mangaum


Pariaman

H.Mas’oed Abidin 39
Tambo Adat Alam Minangkabau

1. Harta Pencaharian Bapak atau ayah harus diberikan kepada


anak, tidak kepada kemenakan seperti lazimnya berlaku pada
masa itu. Alasannya anak itu adalah turunan dari Bapak dan
harus dipelihara oleh Bapak dan menurut Syarak pencaharian
Bapak wajib untuk anak, tidak harus diberikan kepada
kemenakan.
2. Dianjurkan beristri seorang saja.
3. Menunda usia perkawinan sebaiknya pada umur antara 19 dan
20 tahun. Dikatakan seperti tanaman bila bibitnya muda tentu
tanaman akan jelek, demikian pula manusia.
4. Sebaiknya anak-anak itu sendiri yang akan menentukan siapa
jodoh dan seterusnya.

Kesepatakan Batu Mangaum yang tidak sesuai dengan adat yang


lazim pada masa itu mendapat reaksi keras dari masyarakat adat
terutama dari Dt. Sutan Maharajo Pemimpin redaksi surat kabar utusan
Melayu, terutama pada bagian tidak boleh memberikan harta
pencaharian kepada kemenakan dan hubungan Bapak anak dan Bapak
dengan Kemenakannya serta Bako dan Anak Pusako atau anak Pisang
mendapat tanggapan panjang lebar pada Surat Kabar.
Baik hasil rapat di Balairung Panjang Sulit Air atau kesepakatan
Batu Mangaum telah mengambarkan bagaimana pikiran-pikiran
masyarakat yang berkembang pada dewasa itu sebagai pengaruh
pendidikan kesadaran baru dan westernisasi yang tumbuh sejak akhir
abad ke-19. Bermunculan sekolah-sekolah yang didirikan Gubernemen
dan sekolah-sekolah agama swasta telah membawa masyarakat
Minangkabau lebih siap menghadapi peradaban abad ke-20 yang
ditandai dengan tampilnya putra-putri Minangkabau dalam forum
nasional, baik dalam bidang keagamaan, pendidikan kebudayaan,
politik. Dan kehadiran anak nagari Minangkabau di lingkungan
Nasional itu di samping mempromosikan nilai-nilai matrilinial juga
sekaligus menjadi penjaga dan benteng dari kelestarian nilai-nilai
matrilinial itu, Tagak bakampuang membela kampuang, tagak
banagari membela nagari, adalah bentuk kesetiaan anak ngari
Minangkabau kepada nagarinya.
Sesudah terjadi pemerintahan Hindia Belanda mulai awal abad
ke-20 kemudia dengan diperkenalkan Nagari Otonomi artinya nagari
mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk mengadakan peraturan
sendiri yang berlaku di Salingka Nagari, maka Nagari mempunyai
peluang untuk mensejahterakan, melindungi dan membentengi anak
nagari dari bermacam-macam kerusakan. Pada periode ini Banyak
sekali keputusan Kerapatan Nagari (yang merupakan pemerintah
Nagari/yang kemudian menjadi PeraturanNagari dan mempunyai
kekuatan hukum karena disyahkan oleh Tuan Residen Sumatera barat
di Padang. Peraturan-peraturan itu terutama mengenai bidang
kesejahteraan, perekonomian tentang memungut uang Nagari,

H.Mas’oed Abidin 40
Tambo Adat Alam Minangkabau

Waterleding, menjaga kualitas hasil hutan, mengambil kasiak dan pasir


di batang air, tentang pasar, tali banda dan irigasi, tentang uang adat
yang harus diisi kalau ada helat kawin dan keramaian dan tentang
pencegahan pembakaran rimbo dan Padang ilalang. Semua keputusan
kerapatan Nagari yang sudah dijadikan Peraturan Nagari dimuat dalam
lembaran Daerah Keresidenan di Padang dan dipublikasikan pada
majalah “Pemimpin Nagari” majalah Opsiil Minangkabau pada masa
itu.

Fatwa Ulama –ulama Minangkabau


tentang Harta Pusaka

Setelah agama Islam masuk ke negeri ini, baik sebelum perang


Padri atau di waktu perang atau sesudahnya, bahwa Islam masuk ke
Minangkabau tidakla mengganggu susunan Ada Minangkabau dengan
Pusaka tingginya, atau harta tuanya itu.
Begitu hebatnya peperangan Padri, hendak merobah daki-daki
adat jahiliah di Minangkabau, namun pahlawan-pahlawan Padri
sebagai Haji Miskin, atau Haji Abdurrahman Piobang, atau Tuanku
Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin merombah sususnan harta
puska tinggi itu. Bahkan Pahlawan Padri yang radikal, Tuanku nan
Renceh yang sampai membunuh uncunya (adik perempuan ibunya)
karena tidak mau mengerjakan sembahyang, tidaklah tersebut bahwa
beliau menyinggung-nyinggung susunan adat itu. Kuburan Tuanku Nan
Renceh di Kamang, yang pernah saya Ziarahi terdapat dalam tanah
pusako tinggi, suku sakonya, suku Tanjung di Surau Koto Samik
Kamang.
Tuanku nan Tuo di Cangking pun tidak hendak mengusik-usik
susunan harta pusaka tinggi. Di dalam tahun 1919 terkenalah
tantangan ayah saya, Dr. Syeh Abdullah karim Amarullah terhadap
Adat Minangkabau dengan bukunya “Pertimbangan Adat Lembaga
Alam Minangkabau” sebagai bantahan kepada buku “ Cinai Paparan
Adat Limbago Alam Minangkabau” karangan Datuk Sangguno Dirajo.
Yang ditentang dalam bukunitu hanyalah dongeng-dongeng dan
khayal yang tidak ilmiah ynang banyak bertemu dalam tambo-tambo
Minangkabau, namun beliau tidak juga mengusik harato pusako tinggi.
Dan dalam karangn beliau “Syamsul Hidayah” dan “Sendi Aman Tiang
Selamat” beliau cela keras menurunkan harta pencaharian kepada
kemenakan, tetapi harta pusaka tua itu tidak juga beliau ganggu
gugat, malahan beliau berbeda fatwa dengan gurunya sendiri Tuanku
Syek Ahmad Khatib yang spesial mengarang sebuah buku menjelaskan

H.Mas’oed Abidin 41
Tambo Adat Alam Minangkabau

bahwa Harta Pusaka Minangkabau itu adalah harta Shubuhat, haram


dimakan hasilnya.
Menurut Ahmad Khatib seluruh orang Minangkabau memakan
harta hram dan beluah konsekuen dengan pendapatnya sehingga
setelah beliau tinggalkan Minangkabau dan berdiam di Mekah sampai
wafatnya tahun 1916 (1334 H). Beliau tidak pernah pulang lagi ke
Minangkabau.
Tetapi Dr. Syeh Abdulkarim berfatwa: bahwa harta pusaka tinggi
adalah sebagai wakaf juga atau sebagai harta musabalah.

H.Mas’oed Abidin 42

You might also like