You are on page 1of 23

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG SEX BEBAS

Beberapa saat yang lalu, salah satu media lokal menurunkan


sebuah berita tentang hasil penelitian yang cukup mengagetkan, yaitu
penelitian tentang perilaku seks bebas di antara generasi muda. Penelitian
tersebut mengungkap perilaku seks bebas generasi yang menamakan
dirinya anak baru gede alias ABG. Data penelitian tersebut menunjukkan
bahwa ternyata di kalangan remaja bangsa Indonesia, bangsa yang ber-
Ketuhanan yang Maha Esa, 50 persen dari 474 remaja yang dijadikan
sample penelitian, ternyata mengaku telah melakukan hubungan seks
tanpa nikah.
Yang lebih mengagetkan lagi karena ternyata 40 persen di antara mereka
melakukan hubungan seks tersebut pertama kali justru dilakukan di rumah
sendiri. Banyak komentar dan pertanyaan muncul seiring dengan
terungkapnya fenomena sosial yang telah menjadi realitas sangat
memprihatinkan. Ya, itulah kenyataan hidup yang harus diterima.

Dari sekian banyak pertanyaan seputar masalah perilaku remaja


yang dinilai menyimpang tersebut, ada dua pertanyaan mendasar yang
perlu segera dijawab, yaitu apa penyebab perilaku seks bebas tersebut,
dan bagaimana cara mengatasinya? Dua hal yang tidak bisa dibiarkan
menggantung, melainkan harus didapatkan jawaban sekaligus solusi atas
fenomena yang tidak sepantasnya dibiarkan.

2.2 PENYEBAB PERILAKU SEKS BEBAS

Menurut beberapa penelitian, cukup banyak faktor penyebab


remaja melakukan perilaku seks bebas. Salah satu di antaranya adalah
akibat atau pengaruh mengonsumsi berbagai tontonan. Apa yang ABG

3
tonton, berkorelasi secara positif dan signifikan dalam membentuk
perilaku mereka, terutama tayangan film dan sinetron, baik film yang
ditonton di layar kaca maupun film yang ditonton di layar lebar.

Hal kedua yang menjadi penyebab seks bebas di kalangan remaja


adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah cukup tidaknya
pendidikan agama yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Cukup
tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari
keluarganya. Cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari
orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari
orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-
jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak akan
dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan jiwanya.
Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

Dalam lingkungan pergaulan remaja ABG, ada istilah yang


kesannya lebih mengarah kepada hal negatif ketimbang hal yang positif,
yaitu istilah “Anak Gaul”. Istilah ini menjadi sebuah ikon bagi dunia remaja
masa kini yang ditandai dengan nongkrong di kafe, mondar-mandir di mal,
memahami istilah bokul, gaya fun, berpakaian serba sempit dan ketat
kemudian memamerkan lekuk tubuh, dan mempertontonkan bagian
tubuhnya yang seksi.

Sebaliknya mereka yang tidak mengetahui dan tidak tertarik


dengan hal yang disebutkan tadi, akan dinilai sebagai remaja yang tidak
gaul dan kampungan. Akibatnya, remaja anak gaul inilah yang biasanya
menjadi korban dari pergaulan bebas, di antaranya terjebak dalam
perilaku seks bebas.

Melihat fenomena ini, apa yang harus kita lakukan dalam upaya
menyelamatkan generasi muda? Ada beberapa solusi, di antaranya,

4
pertama, membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak dari
tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang
memihak kepada pembinaan moral bangsa. Oleh karena itu Rancangan
Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) harus segera
disahkan.

Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap


kemuliaan perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga yang
harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga harus dibenahi
sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.

Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang diberikan Stanley


Coopersmith (peneliti pendidikan anak), kepada orangtua dalam mendidik
dan membina anak.

Pertama, kembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat


suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas; openness, empathy,
supportiveness, positivenes, dan equality.

Kedua, tunjukkanlah penghargaan secara terbuka. Hindari kritik.


Jika terpaksa, kritik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak
dan harus ditunjang dengan argumentasi yang masuk akal.

Ketiga, latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya.


Orangtua harus membiasakan diri bernegosiasi dengan anak-anaknya
tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak. Keempat, ketahuilah
bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan
harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan
intelektual. Proses belajar biasa efektif dalam lingkungan yang
mengembangkan harga diri. Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak
dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat
dikembangkan.

5
Selain petunjuk yang diberikan Stanley di atas, keteladanan
orangtua juga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan moral
anak. Orangtua yang gagal memberikan teladan yang baik kepada
anaknya, umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral
dalam berperilaku.
Melihat fenomena ini, sepertinya misi menyelamatkan moral serta
memperbaiki perilaku generasi muda harus segera dilakukan dan misi ini
menjadi tanggung jawab bersama, tanggung jawab dari seluruh elemen
bangsa. Jika misi ini ditunda, maka semakin banyak generasi muda yang
menjadi korban dan tidak menutup kemungkinan kita akan kehilangan
generasi penerus bangsa.

2.3 CARA MENGATASI SEX BEBAS

Banyak sekali perbedaan persepsi mengenai pendidikan seks.


Perbedaan persepsi ini berimplikasi pada masalah perlu dan tidaknya
pendidikan seks diberikan kepada remaja. Sementara dinamika persoalan
seputar seksualitas disekeliling kita sudah sedemikian 'hebat', perlu dan
tidaknya remaja mendapat pendidikan seks masih menjadi bahan
perdebatan.

1. Apakah pendidikan seks itu ?

Pendidikan seks merupakan sebuah diskusi yang realistis, jujur,


dan terbuka; bukan merupakan dikte moral belaka. Dalam pendidikan
seks diberikan pengetahuan yang faktual, menempatkan seks pada
perspektif yang tepat, berhubungan dengan self-esteem (rasa
penghargaan terhadap diri), penanaman rasa percaya diri dan difokuskan
pada peningkatan kemampuan dalam mengambil keputusan.
Dalam pengambilan keputusan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
mengetahui informasi, mempertimbangkannya, mengambil keputusan,
dan ketrampilan mengkomunikasikan.

6
Ada 6 prinsip dasar yang harus termuat dalam pendidikan seks, antara
lain;

 Perkembangan manusia; anatomi, reproduksi dan fisiologi.


 Hubungan antar manusia; keluarga, teman, pacaran, dan
perkawinan.
 Kemampuan personal; nilai, pengambilan keputusan,
komunikasi, dan negosiasi.
 Perilaku seksual; abstinence (puasa seks) dan perilaku seks
lain.
 Kesehatan seksual, meliputi: kontrasepsi, pencegahan
Penyakit Menular Seksual (PMS), AIDS, aborsi, dan kekerasan
seksual.
 Budaya dan masyarakat; peran gender, seksualitas dan
agama.

Dengan adanya pendidikan seks bagi remaja, diharapkan


remaja dapat menempatkan seks pada perspektif yang tepat, dan
mencoba mengubah anggapan negatif tentang seks.

2. Apakah arti seks, seksual, seksualitas dan hubungan seks itu?

Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata seks mempunyai arti jenis


kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan ditunjuk. Jenis kelamin ini
memberi kita pengetahuan tentang suatu sifat atau ciri yang membedakan
laki-laki dan perempuan.
Sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya dengan seks atau
yang muncul dari seks, misalnya pelecehan seksual yaitu menunjuk
kepada jenis kelamin yang dilecehkan.

7
Istilah seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas.
Diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial, perilaku, dan
kultural. Dilihat dari dimensi biologis, seksualitas berkaitan dengan organ
reproduksi dan alat kelamin. Termasuk didalamnya adalah bagaimana
menjaga kesehatan, memfungsikan dengan optimal secara biologis;
sebagai alat reproduksi, alat rekreasi dan dorongan seksual.
Dari dimensi psikologis, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas peran jenis, dan
perasaan terhadap seksualitas sendiri.

Dimensi sosial menyorot kepada bagaimana seksualitas muncul


dalam relasi antar manusia, bagaimana lingkungan berpengaruh dalam
pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pada akhirnya
perilaku seks kita.
Dimensi perilaku menunjukkan bagaimana seksualitas itu diterjemahkan
menjadi perilaku seksual. Perilaku seksual merupakan segala bentuk
perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan seksual.

Dan istilah seks mempunyai arti hubungan kelamin sebagai salah


satu bentuk kegiatan penyaluran dorongan seksualnya.

3. Bagaimana jika pendidikan seks diberikan kepada remaja ?

Kebanyakan orang tua beranggapan bahwa pendidikan seks hanya


berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam
posisi dalam berhubungan seks. Hal ini tentunya membuat orang tua
merasa khawatir, apabila dengan pemberian informasi tersebut justru
remaja cenderung untuk mencobanya. Untuk itu perlu diluruskan kembali
pengertian tentang pendidikan seks. Pendidikan seks berusaha untuk
menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan
negatif tentang seks.

4. Apakah remaja perlu pendidikan seks ?

8
Tentu saja, karena remaja yang sedang mengalami masa pubertas
mempunyai dorongan atau keinginan yang kuat tentang perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan mulai timbul rasa ketertarikan
pada lawan jenisnya. Mereka berusaha mencari tahu tentang hal itu.
Mereka bingung harus bertanya kepada siapa, apakah kepada teman atau
bahkan kepada orang tuanya sendiri. Di pihak lain, arus informasi
memberikan tawaran yang mengarah ke permasalahan seksual yang
vulgar. Pada kenyataannya, banyak media massa justru cenderung
menjerumuskan remaja. Maka dalam hal ini pendidikan seks diperlukan
untuk menjembatani antara rasa keingintahuan remaja tentang hal itu dan
berbagai tawaran informasi yang vulgar, dengan cara pemberian informasi
tentang seksualitas yang benar, jujur, lengkap, dan disesuaikan dengan
kematangan usianya.

5. Apakah pendidikan seks dapat mencegah remaja untuk tidak


melakukan perilaku seks tertentu, misalnya hubungan seks ?

Dengan adanya pengetahuan atau informasi aktual yang benar dan


utuh serta perilaku yang bertanggung jawab, misalnya risiko hamil, maka
remaja akan berpikir dua kali untuk melakukannya yang cenderung yang
bersikap coba-coba itu. Remaja akan terbantu dalam mengambil
keputusan yang bertanggung jawab.

6. Mengapa pendidikan seks sering dipandang tidak sesuai dengan


ajaran agama dan nilai-nilai ketimuran?

Sebenarnya pendidikan seksual bermaksud memberikan


pengetahuan dan pandangan yang seluas-luasnya dari berbagai sudut
pandang serta memberikan informasi yang benar dan faktual kepada
remaja mengenai seksualitas, sehingga remaja memiliki pengetahuan
tentang seksualitas secara lengkap.
Remaja diajak berdiskusi mengenai pilihan-pilihan perilakunya

9
berdasarkan pengetahuan yang didapat mengenai perilaku tersebut,
risikonya, nilai agama yang dianut, nilai keluarga, dll. Sehingga keputusan
yang diambil remaja lebih pada pemikiran yang mantap, matang dan
bukan karena keharusan ataupun tekanan.
Perlu adanya pengakuan terhadap adanya norma pribadi yang berbeda-
beda pada setiap orang terlepas dari nilai dan norma yang ada pada
agama dan masyarakat. Kita juga memberikan pendampingan pada
remaja untuk pengambilan keputusan dan tidak meninggalkan remaja
begitu saja setelah mereka mendapat pendidikan seks. Jadi kalau ada
pendapat bahwa pendidikan seks itu tidak sesuai dengan ajaran agama
dan nilai-nilai ketimuran, itu lebih disebabkan karena perbedaan persepsi
tentang pendidikan seks itu sendiri.

7. Mengapa masyarakat pada umumnya masih menganggap tabu


untuk membicarakan masalah seksualitas ?

Ada banyak faktor yang membuat masyarakat tabu membicarakan


hal-hal yang menyangkut seksualitas, antara lain :
faktor budaya yang melarang pembicaraan mengenai seksualitas di depan
umum, karena dianggap sebagai sesuatu yang porno dan sifatnya sangat
pribadi sehingga tidak boleh diungkapkan kepada orang lain.
pengertian seksualitas yang ada di masyarakat masih sangat sempit,
pembicaraan tentang seksualitas seolah-olah hanya diartikan kepada
hubungan seks. Padahal secara harafiah seks artinya jenis kelamin, sama
sekali tidak porno karena setiap orang tentu memiliki alat kelamin.
Seksualitas sendiri artinya segala hal yang berhubungan dengan jenis
kelamin, termasuk bagaimana cara kerjanya dan cara merawat
kesehatannya agar tetap dapat berfungsi dengan baik.

8. Apakah setiap orang butuh pendidikan seksualitas ?

10
Setiap mahluk hidup memiliki naluri seksualitas sendiri-sendiri,
begitu juga dengan manusia. Kita semua memiliki dimensi seksualitas,
hanya saja kadang-kadang kita tidak menyadarinya. Pendidikan seksual
akan memberikan bekal pengetahuan pada seseorang agar lebih
memahami dirinya sendiri, sehingga mampu menjaga kesehatannya
dengan lebih baik, dan mengambil keputusan yang terbaik untuk hal-hal
yang berkaitan dengan seksualitasnya.

9. Perlukah dibuat kurikulum pendidikan seksualitas untuk orang


tua dan remaja

Akan lebih baik jika pendidikan seksualitas diintegerasikan dalam


kurikulum. Sebab kenyataannya, tanpa disadari setiap orang perlu
memahami segi seksualitasnya. Bagi orang tua, pendidikan seksualitas
sangat perlu karena jika orang tua sendiri kurang memahami pengetahuan
mengenai seksualitas maka ia tidak dapat menjelaskan atau tidak tahu
bagaimana cara mengkomunikasikan kepada anak-anaknya. Sedangkan
remaja memerlukan informasi yang tepat tentang seksualitas karena
mereka memerlukan informasi yang tepat tentang seksualitas, agar
remaja mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan seksualitas.

10. Kapan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan


seksualitas bagi anak dan remaja ?

Bisa dimulai sejak dini dengan selalu menjaga kebersihan alat


kelaminnya, menanamkan kesadaran jenis kelaminnya dan perbedaan
dengan lawan jenisnya. Sejak usia dini diusahakan untuk memberikan
informasi yang benar mengenai seksualitas.

Pada usia 6 sampai 12 tahun dapat diberikan penjelasan tentang


terjadi- nya proses pembuahan ovum oleh sperma, membentuk
pandangan anak tentang seksualitas, menjelaskan perbedaan seksual
laki-laki dan perempuan dengan bahasa dan nama yang tepat dalam

11
menunjuk anggota tubuhnya, mengenal dan menghargai seluruh anggota
tubuh termasuk organ reproduksi, mengerti tentang keluarga, tujuan dan
kewajibannya supaya menjadi anggota keluarga yang baik dengan
mengikutsertakan rasa setia, kasih sayang, cinta, dan rasa saling
menghormati. Pendidikan seksualitas sebaiknya disesuaikan dengan
tahap perkembangan usia.
Saat remaja, pendidikan seksualitas lebih ditekankan pada perubahan
yang terjadi selama masa remaja sebagai akibat telah aktifnya hormon
seksual, perbedaan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan, perbedaan
percepatan perkembangan dan pertumbuhan satu dengan lainnya,
bagaimana mencapai kematangan seksual, dan pemilihan perilaku
seksual (Laycock, S. R., 1979).

11. Bagaimana cara memberikan pendidikan seksualitas yang


efektif, tepat sasaran, dan tidak terkesan porno ?

Seringkali saat kita berbicara tentang seksualitas akan terkesan


vulgar dan porno, hal itu dikarenakan kita tidak terbiasa
membicarakannya. Sejak lama orang menganggap tabu membicarakan
masalah seksual. Namun kita harus bisa menyadarkan bahwa
pembicaraan tentang seksualitas yang dikatakan “vulgar” itu adalah
sesuatu yang bersifat ilmiah dan perlu diketahui semua orang sebagai
ilmu pengetahuan. Jika pengertian tersebut sudah bisa dipahami maka
anggapan porno itu akan hilang dengan sendirinya. Kita sebaiknya tidak
membicarakan masalah seksualitas di sembarang tempat, tetapi harus
tahu waktu dan saat yang tepat, sehingga akan dihargai oleh orang yang
mendengar.Pendidikan seksualitas yang efektif dan tepat sasaran dapat
diberikan dengan cara sebagai berikut :

 Bersikap jujur, realistis, terbuka terhadap masalah


seksualitas.
 Memberikan informasi yang factual dan dapat dipercaya.

12
Informasi yang diberikan harus disesuaikan dengan usia dan
perkembangan anak. Mendukung penentuan nilai pribadi mereka tentang
seks dengan mempertimbangkan nilai dan norma di sekitarnya serta
berperilaku seks yang sehat termasuk untuk tidak melakukan hubungan
seksual sama sekali.

12. Hal-hal apa yang patut diberikan pada remaja dalam rangka
pendidikan seksualitasnya ?

Hal-hal yang dapat diberikan untuk pendidikan seksualitas bagi


remaja dapat disesuaikan dengan kebutuhan subyektif dan kebutuhan
obyektif.
Disesuaikan dengan kebutuhan subyektif, maksudnya tergantung kepada
kebutuhan remaja itu sendiri, sejauh mana yang ingin diketahuinya
tentang seksualitas. Kita hanya perlu menyesuaikan cara
penyampaiannya kepada remaja yang bersangkutan.

Disesuaikan dengan kebutuhan obyektif, maksudnya remaja itu


sendiri mungkin tidak membutuhkan, tetapi demi penguasaan
pengetahuan si remaja terhadap perkembangan tubuhnya. Hal ini juga
disesuaikan dengan tahap perkembangannya.

13. Bagaimana sebaiknya peran remaja dalam pendidikan seks ?

Remaja dapat berperan aktif sebagai pendidik sebaya (peer


educator) yang membantu menyebarkan informasi tentang pengetahuan
seksualitas yang benar kepada teman-temannya atau berperan sebagai
partisipan yang mendukung pendidikan seksualitas dengan cara menjadi
sumber informasi tentang kebutuhan remaja, apa yang diinginkan,
bagaimana pandangan mereka tentang pendidikan seksualitas, aktif
dalam kegiatan dan lain-lain.

13
14. Apa yang diperjuangkan dalam memberikan pendidikan
seksualitas ?

Misinya adalah remaja yang bertanggung jawab terhadap


kesehatan reproduksinya (baik sehat fisik, psikis dan sosial).
Sehat secara fisik maksudnya tidak menimbulkan kehamilan yang tidak
diinginkan, tidak tertular penyakit menular seksual, tidak merusak
kesehatan fisik diri sendiri maupun orang lain.

Sehat secara psikis misalnya tidak merasa tertekan atau terpaksa,


tidak menghambat kepribadian. Sehat secara sosial artinya mampu
menyesuaikan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial di sekitar (agama,
budaya, lingkungan) yang berkaitan dengan masalah reproduksi.

Pendidikan seksualitas mengarahkan bagi yang belum aktif secara


seksual dengan maksud untuk menunda, memikirkan dan
mempertimbangkan kembali sebelum memutuskan untuk berperilakku
seksual aktif.Bagi yang sudah aktif secara seksual diarahkan agar
melakukan aktivitas seksual yang aman, yaitu:

 Setia dengan mitra tunggal


 Gunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual.
(Rahman, A., Hirmaningsih, 1997).

15. Apakah ceramah dapat membuat orang mengerti tentang


pendidikan seksualitas dan apa letak tuntunan moralnya?

Ceramah merupakan salah satu cara guna menyebarkan informasi


tentang pendidikan seksual dan hanya memberikan aspek pengetahuan
kepada masyarakat. Untuk menunjuk pada perubahan perilaku, kita harus
melakukan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung seperti : konseling,
siaran radio, rubrik di koran, forum diskusi, dan debat remaja dengan
mengundang pakar dalam bidang tertentu yang berkaitan, kampanye

14
melalui pengembangan media cetak, pelatihan seksualitas dan
pendampingan untuk remaja.

Tuntunan moral yang diberikan bisa berupa pertimbangan dari


berbagai sudut pandang, baik secara agama, nilai masyarakat, dan
pilihan-pilihan yang lain. Kita tidak memusatkan perhatian pada penilaian
benar dan salah, tetapi memberikan informasi yang dapat dijadikan
pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan sehingga ia dapat
mempertanggungjawabkan perilaku dan risikonya.

Pendidikan seksual yang diberikan berdasarkan pada


penghormatan terhadap hak asasi manusia dan tidak bersifat diskriminatif
(membeda-bedakan perlakuan).

16. Bagaimana cara mengatasi adanya dorongan-dorongan seks


yang kadang muncul secara tiba-tiba, padahal remaja belum
menikah ?

Dorongan seksual seseorang dipengaruhi oleh hormon-hormon


seksual yang telah berfungsi, yaitu hormon testosteron untuk laki-laki
sedangkan untuk perempuan adalah hormon progesteron dan estrogen.
Bentuk penyaluran dorongan seks dibedakan menjadi 2, yaitu :
tidak disalurkan sama sekali, dan disalurkan

Dorongan seks yang tidak disalurkan maksudnya dengan cara


mengalihkan pikiran, atau melakukan kegiatan-kegiatan lain di luar
aktivitas seksual.
Sedangkan dorongan seks yang disalurkan maksudnya adalah, bentuk
penyalurannya bias melalui masturbasi atau berhubungan seks dengan
pasangannya.

17. Mengapa pada usia remaja dorongan seks meningkat, dan


bagaimana cara mengurangi gairah seks yang meningkat ?

15
Seorang remaja yang mengalami masa pubertas berarti sedang
mengalami pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi seksual.
Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh hormon-hormon seksual yang
telah berfungsi yaitu testosteron pada laki-laki, dan progesteron serta
estrogen pada perempuan. Hormon-hormon ini jugalah yang berpengaruh
terhadap dorongan seksual.

Saat masa pubertas ini, seseorang mulai merasakan peningkatan


dorongan seksualnya. Ada beberapa alternattif untuk mengurangi gairah
seks yang menggebu-gebu, yaitu menghindari bacaan atau gambar-
gambar porno atau erotis, mencari kegiatan positif untuk mengisi waktu
luang, mengembangkan diri serta menyalurkan energi psikis kepada hal-
hal yang positif dan produktif seperti olahraga atau menyalurkan bakat
seni.

18. Bagaimana jika ingin mendapatkan pengetahuan tentang seks


itu ?

Pertama-tama yang perlu kita pahami adalah, bahwa berbicara


tentang masalah seks bukanlah sesuatu yang kotor atau tidak pantas
dibicarakan. Hal ini disebabkan karena pengertian seks dikonotasikan
dengan hubungan kelamin, sehingga masih dianggap tabu dan dianggap
sebagai konsumsi orang dewasa saja, sedangkan remaja atau siapapun
yang belum menikah tidak boleh membicarakannya.

Kita bisa mencari informasi dan pengetahuan mengenai seks


melalui buku-buku; pengetahuan tentang seks yang lengkap dan benar;
rubrik konsultasi yang diasuh oleh lembaga-lembaga atau orang-orang
yang kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan; siaran-siaran radio;
pusat-pusat konsultasi remaja; guru; kakak atau orangtua yang dianggap
tahu.

19. Apakah yang dimaksud dengan free sex itu ?

16
Istilah free sex sebenarnya tidak ada. Yang ada ialah pergaulan
bebas.Banyak orang melakukan hubungan bebas karena dipengaruhi
berbagai hal, misalnya faktor dari dalam keluarga sendiri (seperti cari
sensasi, kecewa, atau frustrasi); juga karena pengaruh lingkungan, media
massa atau kebudayaan; atau hanya sekadar mode atau trend yang ada
di kalangan remaja itu sendiri.

20. Mengapa pada masa sekarang ini banyak remaja yang tidak
dapat mengontrol diri dari pengaruh lingkungan yang negatif ?

Pada masa remaja, seorang anak akan menjauh dari orangtuanya


dan lebih dekat dengan teman sebayanya, sehingga pengaruh teman
sebaya ini sangat kuat dalam menentukan perilaku yang dipilih oleh
remaja.
Masa remaja juga merupakan masa pencarian identitas diri dan membina
sosialisasi, sehingga jika teman-temannya “mejeng” di mal kemungkinan
besar perilaku ini akan diikuti oleh remaja lainnya agar dianggap mengikuti
mode yang berlaku, sebagai saran sosialisasi dengan teman-teman
sebaya dan memperluas pergaulan.

Tetapi selain hal-hal yang positif, “ngeceng” di mal juga dapat


menimbulkan hal yang negatif, seperti pola hidup konsumtif pada remaja.
Jika waktu yang diluangkan untuk pergi ke mal terlalu banyak, tentu akan
dapat mengganggu aktivitas lain mungkin lebih berguna.

Remaja cenderung lebih mengikuti kata-kata teman sebayanya


daripada kata-kata orangtua dan norma agama, sehingga kontrol dirinya
menjadi berkurang. Apa yang dikatakan oleh teman-temannya langsung
diikuti walaupun belum tentu benar.
Penyebab kurangnya kontrol diri pada remaja antara lain: kurang percaya
diri; kurangnya ketrampilan berkomunikasi (misalnya: kesulitan menolak
ajakan teman); tidak bisa bersikap tegas; keagamaan yang kurang

17
terinternalisasi; serta rendahnya kemampuan dalam mengambil
keputusan. Saat anak memasuki usia remaja, dukungan dan kedekatan
dengan keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan.

21. Bagaimana cara mengefektifkan kontrol sosial dalam perilaku


bebas seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini?

Ada beberapa hal dalam diri remaja yang mempengaruhi


kepribadiannya, yaitu kepercayaan diri, ketrampilan berkomunikasi, dan
kemampuan mengambil keputusan.
Hal-hal dalam diri remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pola
asuh dalam keluarga, norma yang ada di dalam masyarakat, dan
pendidikan yang mengajak remaja untuk berpikir.

Untuk mengaktifkan kontrol sosial tentu saja dibutuhkan bantuan


dan dukungan dari berbagai pihak, seperti orangtua, guru, masyarakat
dan remaja itu sendiri. Semua pihak harus ikut berperan serta, karena
antara satu pihak dan lainnya saling berkait dalam pembentukan perilaku
remaja.
Sumber : Buku Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja.Disusun oleh :
Tim Sahabat Remaja Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia –
Daerah Istimewa Yogyakarta

2.4 AKIBAT PERGAULAN BEBAS

Tingginya Penderita HIV/AIDS Akibat Pergaulan Bebas


Kapanlagi.com - Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany
Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya
pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan
bebas.
Selain hilangnya kekebalan daya tubuh, pergaulan bebas juga dapat

18
menyebabkan terjadinya kehamilan di luar nikah, kata Kepala BKKBN
Propinsi Bali, I Gede Putu Abadi, MPA di Denpasar, Senin (24/10).

Dalam sambutan tertulis dibacakan Kepala Balai Latihan dan


Pengembangan, Ida Bagus Wirama, SH ketika membuka pelatihan
managemen pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja
bagi relawan dan pengelola, ia menyatakan, kondisi tersebut cukup
memprihatinkan.

Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar


menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah pernah
melakukan hubungan seksual.
Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas
(SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai
pengalaman hubungan seksual.
Mereka terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Data statistik nasional
mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar
75% terjangkit hilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja.
Demikian pula masalah remaja terhadap penyalahgunaan narkoba
semakin memprihatinkan, ujar Putu Abadi.

Berdasarkan data penderita HIV/AIDS di Bali hingga Pebruari 2005


tercatat 623 orang, sebagian besar menyerang usia produktif. Penderita
tersebut terdiri atas usia 5-14 tahun satu orang, usia 15-19 tahun 21
orang, usia 20-29 tahun 352 orang, usia 30-39 tahun 185 orang, usia 40-
49 tahun 52 orang dan 50 tahun ke atas satu orang.
Putu Abadi menambahkan, semakin memprihatinkan penderita HIV/AIDS
memberikan gambaran bahwa, cukup banyak permasalahan kesehatan
reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu mengembangan
model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja
melalui pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.

19
2.5 SEBAB-SEBAB TIMBULNYA FREE SEX

DAMPAK GLOBALISASI MEDIA TERHADAP MASYARAKAT DAN


BUDAYA INDONESIA
Media globalization do not know state boundarys. Indonesia is one
of induced state emerged of American and Europe magazine Indonesian
version and also inudating program display and record product without can
be barricaded. How applying of press constitutions and broadcast
constitutions referring to this problem? How government attitude? How its
impact to Indonesian culture and society? Is there any solution can you
offer?
PERAN MEDIA MASSA
Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam
masyarakat
modern tidak ada yang menyangkal, menurut McQuail dalam bukunya
Mass
Communication Theories (2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal
melihat peran
media.
Pertama, melihat media massa seabagai window on event and
experience.
Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan
khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau
media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai
peristiwa.
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society
and
the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai
peristiwa yang ada di
masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya.
Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah”

20
jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan
berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka
faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas
dari suka atau tidak suka.
Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang
menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak.
Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content
yang lain berdasar standar para pengelolanya.
Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk
jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan
arah atas berbagai
ketidakpastian, atau alternative yang beragam.
Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai
informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin
terjadinya tanggapan dan
umpan balik.
Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar
tempat
berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang
memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.
Pendeknya, semua itu ingin menunjukkkan, peran media dalam
kehidupan social bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan
atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan, mempunyai peran
yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan
konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di media massa
akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran
tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya
mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial.
Informasi yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran
yang salah pula terhadap objek sosial itu. Karenanya media massa

21
dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas
informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media
massa.

GLOBALISASI MEDIA
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi
pemikiran khalayaknya, tentulah perkembangan media massa di
Indonesia pada massa akan
datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa
yang tak terelakan lagi.
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature
terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya
hujan atau meteor.
Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah
diterka. Pada
titik-titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak
dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran besar terasakan benar
adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai-nilai luhur
dalam paham kebangsaan. Imbasnya adalah munculnya majalah-majalah
Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar, Cosmopolitan, Spice,
FHM (For Him Magazine), Good Housekeeping, Trax dan sebagainya.
Begitu pula membajirnya program-program tayangan dan produk rekaman
tanpa dapat dibendung. Lantas bagaimana bagi negara berkembang
seperti Indonesia menyikapi fenomena transformasi media terhadap
perilaku masyarakat dan budaya? Bukankah globalisasi media dengan
segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, Koran,
buku, film, vcd dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak
pada kehidupan masyarakat?
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalamai serbuan yang
hebat arti berbagai produk pornografi berupa tabloid, majalah, buku
bacaan di media cetak, televisi, radio dan terutama adalah peredaran

22
bebas VCD. Baik yang datang dari luar
negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pornografis
bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala
seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia
sebagai “surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapatkan
produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan
oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab, untuk
menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers
mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga Negara
dan tidak dikenakan penyensoran serta pembredelan. Padahal
dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 itu sendiri,
mencantumkan bahwa pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan
opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat (pasal 5 ayat 1).
Di sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh
melihat perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau
dan kalau perlu melarang berbagai sepak terjang masyarakt yang
berperilaku tidak semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang
Yudoyono, menyarankan agar televisi tidak menayangkan goyang erotis
dengan puser atau perut kelihatan. Ternyata dampaknya cukup terasa,
banyak televisi yang akhirnya tidak menayangkan para artis yang
berpakaian minim.

SOLUSI
Sekarang di Indonesia bermunculan lembaga-lembaga media
watch yang keras terhadap pers sebagai jawaban terhadap kian maraknya
penerbitan yang bisa disebut “pers kuning”, “Massen Preese” dan
“Geschaft Presse”.
Melalui media massa pun, kita dapat membangun opini publik,
karena media mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat.

23
Misalnya melalui pemberitaan tentang dampak negatif pornografi,
komentar para ahli dan tokok-tokoh masyarakat yang anti pornografi atau
anti media pornografi serta tulisan-tulisan, gambar dan surat pembaca
yang berisikan realitas yang dihadapi masyarakat dengan maraknya
pornografi, maka media dapat dengan cepat mengkonstrusikan
masyarakat secara luas
karena jangkauannya yang jauh.
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan, dikenal adanya
opinion leader atau pemuka pendapat. Mereka memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam cara-cara
tertentu. Menurut Rogers (1983), pemuka pendapat memainkan peranan
penting dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim,
para pemuka pendapat berperan menyampaikan pesanpesan, ide-ide dan
informasi-informasi baru kepada masyarakat. Melalui pemuka pendapat
seperti tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang
bahaya media pornografi dapat disampaikan. Tapi yang lebih penting lagi
adalah ketegasan pemerintah dalam menerapkan hukum baik Undang-
Undang Pers, Undang-undang Perfilman dan Undang-Undang Penyiaran
secara tegas dan konsiten di samping tentu saja partisipasi dari
masyarakat untuk bersam-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi
media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.

2.6 FENOMENA FREE SEX....!!!!

Free sexs atau seks bebas menjadi hal yang sangat biasa bagi
kalangan remaja saat ini. Tanpa merasa malu mereka meminta
pasangannya untuk melakukan hal itu, hal yang sebenarnya dianggap
tabu oleh masyarakat sekitar. Bukan hanya wanita dewasa (> 20 tahun)
saja yang melakukannya, namun sekarang kalangan remaja SMP-SMA
sudah melakukannya walaupun hanya satu kali.
Kita juga tidak tahu lagi berapa jumlah wanita dan pria yang masih
perawan dan masih perjaka, karena tidak sedikit masyarakat di Indonesia

24
telah melakukan seks bebas.Pergaulan adalah faktor yang paling banyak
yang dialami oleh remaja pada umumnya. Pergaulan mereka yang luas,
otomatis mereka juga memperoleh banyak masukan dari teman-
temannya. Contohnya, pasangan yang tidak pernah melakukan seks akan
dianggap tidak modern (norak/kuno) oleh teman-temanya (yang sudah
pernah melakukan sesk bebas).
Mereka yang terus didoktrin/dipengaruhi dan diperkenalkan bahwa
seks itu mengasyikan, mengenakkan dan harus dicoba.Merekapun tak
segan-segan memperkenalkan permainan seks yang aman, seperti
memakai alat pengaman (kondom) dan sebagainya. Mereka terus
mempengaruhi bahwa melakukan seks dengan aman akan terhindar dari
penyakit kelamin dan kehamilan. Akhirnya membuat mereka hilang
kepercayaan diri mereka sehingga perlahan-lahan mereka terjerumus
kedalam seks bebas.Mereka melakukan seks bebas biasanya hanya
didasari rasa ikut-ikutan saja, coba-coba, tidak enak dengan teman-
temannya dan tidak ingin dibilang kuno. Padahal seks diluar nikah itu
sangat merugikan, apalagi bagi pihak perempuan. Banyak wanita yang
merasa dirinya sudah tidak berharga lagi jika sudah tidak perawan.

25

You might also like