You are on page 1of 4

Regulasi tentang Batas Wilayah NKRI

PEMBENTUKAN dan perancangan undang-undang (UU) tentang Batas Wilayah


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi usul inisiatif DPR sebagai
salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sangat penting pada masa transisi ini.
Tentu saja RUU itu merupakan hal baru terutama dari segi substansi dan pelaksanaan
operasionalnya. Terbukti sampai sekarang Indonesia belum bisa menentukan dan
menetapkan batas wilayah negaranya serta belum mempunyai UU mengenai batas
wilayah negara.

RUU itu merupakan amanah dari konstitusi negara sebagaimana tercantum dalam
Amendemen Kedua UUD 1945 dalam Pasal 25 A, "Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-
batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Hal ini menyiratkan bahwa
mutlak diperlukan UU yang mengatur perbatasan sebagai dasar kebijakan dan strategi
untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan
keselamatan bangsa, memperkuat potensi, pemberdayaan dan pengembangan sumber
daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan UUD 1945.

Selain itu pula RUU Batas Wilayah ini menjadi salah satu Prioritas Program
Pembangunan Nasional (Propenas) Repeta 2003 yang diharapkan dapat diselesaikan pada
tahun 2004. Batas wilayah negara RI mengandung berbagai masalah, seperti garis batas
yang belum jelas, pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi yang
merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antarnegara, terutama
posisi Indonesia dii kawasan Asia Tenggara.

Selama ini pula penyelesaian penetapan garis batas wilayah darat dilakukan
dengan perjanjian perbatasan yang masih menimbulkan masalah dengan negara-negara
tetangga yang sampai sekarang belum tuntas sepenuhnya. Misalnya kesepakatan bersama
dengan Timor Leste tentang Garis Batas Laut belum dilakukan.

Begitu juga halnya dengan Republik Palau di daerah utara laut Halmahera belum
ada pertemuan bersama. Sedangkan garis batas darat masih ada permasalahan yang
belum terselesaikan, antara lain dengan Malaysia di Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur yang disepakati diselesaikan melalui General Border
Committee (GBC) antara kedua negara, dan dengan Papua Nugini di sepanjang Provinsi
Papua sebelah timur, sedangkan dengan Timor Lorosae di sepan- jang timur Nusa
Tenggara Timur.

Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti


penyelundupan, kegiatan terorisme, pengambilan sumber daya alam oleh warga negara
lain, dan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap oleh polisi negara lain karena
nelayan Indonesia melewati batas wilayah negara lain akibat tidak jelasnya batas wilayah
negara.

www.kotepoke.co.cc
Masalah lain adalah ketidakjelasan siapa yang berwenang dan melakukan
koordinasi terhadap masalah-masalah perbatasan antara Indonesia dan negara-negara
tetangga, mulai dari masalah konflik di wilayah perbatasan antara masyarakat perbatasan,
siapa yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sampai
kepada siapa yang berwenang mengadakan kerja sama dan perundingan dengan negara-
negara tetangga, misalnya tentang penentuan garis batas kedua negara.

Perbatasan

Perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas, belum tuntas disepakati oleh
kedua belah pihak. melalui Forum General Border Committee (GBC) dan Joint
Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), badan formal bilateral. Permasalahan
lain antarkedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan
penyelundupan.

Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan


Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. Ketidakjelasan batas maritim
tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan
Indonesia dengan pihak Malaysia.

Masalah dengan Singapura adalah mengenai penambangan pasir laut di perairan


sekitar Kepulauan Riau yang telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah
mengakibatkan dikeruknya jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan
ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang
semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut.
Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan
sejumlah mata pencaharian para nelayan.

Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena
dapat menenggelamkannya, misalnya Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil
tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada
kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan
Singapura di kemudian hari.

Salah satu isu perbatasan yang harus dicermati adalah belum adanya kesepakatan
tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan
Pulau Miangas yang dilakukan melalui Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee
(JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC).

Masalah perbatasan dengan Australia adalah penentuan batas yang baru RI-
Australia, di sekitar wilayah Celah Timor yang perlu dilakukan secara trilateral bersama
Timor Leste. Sedangkan perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian
batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian
RI- Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997.

www.kotepoke.co.cc
Dengan Papua Nugini, kendala kultur dapat menyebabkan timbulnya salah
pengertian antara kedua negara. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar-
penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari. Indonesia
dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim.

Dengan Vietnam, perbedaan pemahaman di kedua negara mengenai wilayah


perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam
yang berjarak tidak lebih dari 245 mil yang memiliki kontur landas kontinen tanpa batas
benua. Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau
dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul
perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan
kedua pihak.

Masalah di perbatasan kedua negara adalah sejumlah masyarakat Timor Leste


yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta
berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.

Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di


kedua sisi perbatasan. Hal ini dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,
dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Di samping itu, keberadaan
pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang
cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.

Pendefinisian Batas wilayah Negara dari sumber yang dapat dikutip adalah batas-
batas imajiner pada permukaan bumi yang memisahkan wilayah negara dengan negara
lain yang umumnya terdiri dari perbatasan darat, laut dan udara.

Di dalam hukum internasional, diakui secara politik dan secara hukum bahwa
minimal tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka
dan berdaulat yaitu:1) rakyat; 2) wilayah; 3) pemerintahan; 4) pengakuan dunia
internasional (ini tidak mutlak). Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara
itu tidak berdiri

Wilayah sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada batas yang bersifat
alami, ada batas-batas yang buatan manusia. Batas yang bersifat alami, misalnya sungai,
pohon, danau, sedangkan yang bersifat buatan manusia, bisa berupa tembok, tugu,
termasuk juga perjanjian-perjanjian internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan
sebagai pagar-pagar yuridis, pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional
Indonesia dan yurisdiksi nasional Indonesia.

Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam
hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti.
Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor
tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum.

www.kotepoke.co.cc
Begitu juga perubahan yang terjadi atas wilayah-wilayah, seperti berkurang,
bertambah, faktor-faktor yang menentukan adalah faktor politis dan faktor hukum, seperti
hilangnya Pulau Sipadan-Ligitan.

Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang penetapan batas


wilayah suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam bentuk perundang-
undangan nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sebagian
besar batas wilayahnya terditi atas perairan yang tunduk pada pengaturan ketentuan-
ketentuan Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan
negara-negara tetangganya.

Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan satu


daerah dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah perbatasan terletak
batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus dilakukan dengan
undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah NKRI yang diperlukan
dalam penye- lenggaraan pemerintahan negara.

Oleh karena itu pengaturan mengenai batas wilayah ini perlu mendapat perhatian
untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI
sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan.
Sebab itu UU ini sangat penting untuk dapat diselesaikan oleh DPR.

Undang-undang ini harus memuat apa konsep NKRI, batas kedaulatan nasional,
apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-
kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang
batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah, siapa yang dikenakan
kewajiban menjadi leading sector dalam implementasi undang-undang batas wilayah
NKRI ini.

www.kotepoke.co.cc

You might also like