You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hibrida padi dikembangkan oleh peneliti pemulia tanaman, mengikuti sukses


teknologi hibrida pada tanaman jagung. Adalah China yang sejak tahun akhir
1980-an telah berhasil menanam padi hibrida seluas 15 juta ha. Indonesia
(Puslitbang Tanaman Pangan) mulai merintis program penelitian padi hibrida
sejak akhir tahun 1985-an, namun program pengembangan varietas unggul non
hibrida masih tetap berjalan terus. Hingga kini telah tersedia 17 varietas hibrida
padi yang telah dilepas di Indonesia, empat di antaranya hasil penelitian
Puslitbang Tanaman Pangan, dan tigabelas lainnya hasil dari penelitian
perusahaan benih swasta. Namun di tengah gencar-gencarnya upaya swasembada
beras nasional, ternyata respon petani terhadap padi hibrida masih agak pasif.
Efek heterosis yang ada pada padi hibrida memberikan keunggulan dalam
hal hasil dan sifat-sifat penting lainnya dibanding padi inbrida (Virmani et al.
1997). Perbedaan lain antara hibrida dan inbrida adalah dalam perbanyakan benih.
Petani harus selalu menanam benih F1 hibrida agar keunggulan yang ada dapat
muncul.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari padi hibrida

2. Mengetahui cara budidaya padi hibrida

3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan padi hibrida

4. Mengetahui syarat-syarat memproduksi padi hibrida

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hibrida

Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda
secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya
akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua
tersebut.

Dalam biologi, hibrida memiliki tiga arti.

1. Hibrida merupakan keturunan (zuriat, progeni) dari dua varietas,


subspesies, spesies, atau dua genus yang berbeda. Untuk dua yang
pertama, hibridanya disebut hibrida intraspesifik, untuk yang ketiga
disebut hibrida interspesifik, dan yang terakhir disebut hibrida
intergenerik.
2. Hibrida merupakan silangan antarpopulasi, antarkultivar, atau antargalur
dalam suatu spesies. Pengertian ini sering dipakai dalam pemuliaan
tanaman (lihat artikel varietas hibrida).
3. Hibrida memiliki arti berbeda di bidang biologi molekular, lihat hibridisasi
(biologi molekular).

Dalam pertanian, yang dimaksud dengan varietas hibrida adalah tipe


kultivar yang berupa keturunan langsung dari persilangan antara dua atau lebih
populasi pemuliaan. Populasi pemuliaan yang dipakai dapat berupa varietas
bersari bebas (baik sintetik maupun komposit) ataupun galur/lini.

Varietas hibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya


kombinasi yang baik dari tetua yang dipakai. Jagung hibrida dan padi hibrida
memiliki daya tumbuh yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi
hasilnya lebih tinggi. Ini terjadi karena munculnya gejala heterosis yang hanya
dapat terjadi pada persilangan. Pada kelapa hibrida, gejala heterosis tidak
dimanfaatkan, tetapi dua sifat baik dari kedua tetua yangtergabung pada

2
keturunannya dimanfaatkan. Kelapa sawit yang dibudidayakan juga merupakan
hibrida dengan alasan yang sama.

2.2. Padi Hibrida

Teknik produksi padi lokal dan hasil introduksi masih belum cukup untuk
mengatasi hal tersebut, oleh sebab itu dibutuhkan alternatif baru yaitu produksi
benih padi hibrida. Pada prinsip rangkian proses produksi benih padi hibrida sama
dengan produksi benih padi bersetifikat. Perbedaan terdapat pada tahapan
penyiapan galur induk jantan dan betina yang berasal dari jenis yang berbeda sifat
genetiknya. Sebagai contoh adalah jantan mempunyai sifat genetik produksinya
tinggi (diatas 5 ton per hektar) sedangkan induk betina mempunyai sifat genetik
enak rasanya. Pada umumnya persilangan kedua galur jantan dan betina ini sudah
diuji berulang kali melalui penelitian yang panjang. Teknologi produksi benih
hibrida sangat berbeda dari varietas non hibrida. Benih hibrida harus diproduksi
setiap musim tanam, dan dipertahankan kemurnian genetiknya hingga lebih dari
98% agar dicapai hasil yang memuaskan.
Sebagai contoh kasus produksi benih hibrida akan disampaikan
berdasarkan hasil penelitian IRRI (International Rice Research Institute) yang
berlokasi di Filipina yaitu varietas Magat (PSB Rc26H, lama penanaman 110 hari
dengan rata-rata produksi 5.6 ton/ha), Metsizo (PSB Rc72H dengan waktu
penanaman 123 hari dan rata-rata hasil 5.4 t/ha) dan Panay (PSB Rc76H dengan
waktu penanaman selama 106 hari dan hasil produksi rata-rata 4.8 t/ha).
Benih padi hibrida dihasilkan ketika sel telur dari induk betina buahi oleh
serbuksari dari anther varietas yang berbeda atau galur yang digunakan sebagai
induk jantan. Hasil persilangan kedua induk tersebut disebut sebagai First
Generation atau turunan generasi pertama atau first filial generation dan dikenal
dengan istilah (F1) yang merupakan hasil penyilangan antara dua varietas padi
yang berbeda secara genetik. Padi hibrida pada umumnya memberi peluang hasil
produksi yang lebih tinggi. Menurut IRRI (2006) Benih padi hibrida F1
menghasilkan keuntungannya sekitar 10-15% dibandingkan dengan varietas yang
dihasilkan melalui persilangan sendiri.

3
Menghadapi kondisi lahan budidaya padi yang semakin menyempit, maka
penggunaan varietas hibrida merupakan salah satu solusi yang tepat. Sebelum
melakukan serangkaian proses produksi benih padi hibrida, sebaiknya dianalis
terlebih dahulu standar benih padi hibrida yang telah ditetapkan. Penguasaan
informasi tentang standar kualitas benih dapat memudahkan pengelolaan proses
kegiatan di lapangan budidaya. Sebagai contoh untuk standar kemurnian benih
padi hibrida adalah 98%, artinya penangkar benih harus melakukan roguing
dengan sangat seksama jangan sampai ada varietas lain yang tumbuh selain 2
varietas induk jantan dan induk betina yang direncanakan untuk disilangkan agar
menghasilkan benih padi hibrida. Contoh kedua adalah tentang standar kadar air
maksimal 14%. Dengan adanya pengetahuan tentang informasi standar benih padi
tersebut, maka penangkar benih akan melakukan kegiatan pengeringan benih
sampai dengan kadar airnya ≤14%.

2.3. Budidaya Padi Hibrida

Selain itu, pemintaan terhadap beras dari tahun ke tahun cenderung naik
sejalan dengan laju peningkatan jumlah penduduk. Disisi lain varietas unggul
yang digunakan petani tidak dapat berproduksi lebih tinggi karena keterbatasan
kemampuan genetik tanaman.

Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan


kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka program
intensifikasi padi sudah selayaknya mendapat perbaikan dan penyempurnaan dari
berbagai aspek.

Padi hibrida berperan untuk meningkatkan produksi. Teknologi


pengembangan padi hibrida yang diterapkan secara intensif di daerah asalnya
China, India dan Vietnam mampu meningkatkan produktifitas sebesar 15 - 20 %.
Keberhasilan penanaman padi hibrida secara intensif menunjukkan bahwa varietas
padi hibrida merupakan teknologi yang praktis dalam peningkatan produksi padi.

4
1. Penyiapan Lahan

Pada Prinsipnya lahan untuk budidaya padi hibrida sama dengan penyiapan lahan
untuk budidaya padi biasa (inhibrida)

 Tanah diolah secara sempurna yaitu dibajak I dibiarkan selama 7 hari


dalam keadaan macak-macak, kemudian dibajak II digaru untuk
melumpurkan dan meratakan tanah.
 Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan yang telah diratakan disemprot
dengan herbisida pra tumbuh dan dibiarkan selama 7 - 10 hari atau sesuai
dengan anjuran. 

2. Persemaian

Pembuatan persemaian dilakukan sebagai berikut :

 Tanah diolah, dicangkul atau dibajak, dibiarkan dalam kondisi macak-


macak selama minimal 7 hari agar gabah yang ada dalam tanah tumbuh.
Kemudian olah tanah kedua sambil membersihkan lahan dari tanaman padi
yang tumbuh liar dan gulma.
 Buat bedengan dengan tinggi minimal 5 - 10 cm, lebar 110 cm dan
panjang disesuaikan dengan petak kebutuhan.

 Pupuk persemaian dengan Urea, SP36 dan KCL masing-masing sebanyak


5 gr/m persegi atau 1 kg benih per 20 meter persegi lahan.

 Kebutuhan benih untuk 1 hektar areal pertanaman adalah 10 - 20 kg. 

3. Penanamaan

 Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 10 - 15 hari.

 Jarak tanam 20 x 20 cm, satu tanaman per rumpun.

 Populasi bibit di persemaian lebih jarang daripada yang bisa dipraktekan


petani, sehingga pada umur 21 hari bibit telah mempunyai anakan.

5
Varietas yang digunakan

Dari hasil uji coba yang telah dilaksanakan telah didapat beberapat beberapa
varietas padi hibrida yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian maupun
introduksi dari negara China, Vietnam, Jepang dan lain-lain yaitu :

 Varitas rokan
 Varietas Maro

 Varietas Intani 1

 Varietas Intani 2

 Varietas Miki 1

 Varietas Miki 2

 Varietas Miki 3

4. Pemupukan

Anjuran pemupukan padi hibrida adalah :

Musim Kemarau

 Takaran pupuk 300 kg Urea, 100 kg SP 36 dan 150 kg KCL/ha.


 Waktu Pemberian : (1). Saat tanam : 60 kg Urea + 100 kg SP36 + 15 kg
KCL/ha. (2). 4 minggu setelah tanam : 90 kg Urea/ha. (3). 7 Minggu
setelah tanam : 75 kg Urea + 50 kg KCL/ha. (4). 5 % berbunga : 75
Urea/ha

Musim Hujan 

 Takaran pupuk 250 kg Urea, 100 kg SP36 dan 150 kg KCL/ha.

6
 Waktu pemberian : (1). Saat tanam : 50 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg
KCL/ha. (2). 4 Minggu setelah tanam : 75 kg Urea/ha. (3). 7 Minggu
setelah tanam : 75 kg Urea + 50 kg KCL/ha. (4). 5% berbunga : 50
Urea/ha 

5. Pemeliharaan Tanaman

 Penyiangan dilakukan secara intensif agar tanaman tidak terganggu gulma,


yang dilakukan paling sedikit 2 kali yaitu menjelang pemupukan ke 2 dan
ke 3.

 Padi hibrida yang ada pada saat ini peka terhadap penyakit tungro dan
hama wereng coklat. Maka padi hibrida yang dikembangkan di daerah
endemis hama dan penyakit perlu diterapkan PHT dengan monitoring
keberadaan tungro dan kepadatan populasi wereng secara intensif.
Perhatikan juga serangan tikus sejak dini dan monitoring penerbangan
ngengat penggerek batang.

 Penggunaan pestisida secara bijaksana. 

6. Panen dan Pasca Panen 

Pada prinsipnya secara panen dan pasca panen padi hibrida tidak beda dengan
padi biasa (inhibrida). Penentuan saat panen sangat berpengaruh terhadap kualitas
gabah. Tanaman padi yang dipanen muda juga digiling akan menghasilkan banyak
beras pecah. Ciri-ciri tanaman padi yang siap untuk dipanen adalah :

 95 % butir-butir padi dan daun bendera sudah menguning.


 Tangkai menunduk karena serat menanggung butir-butir padi yang
bertambah berat.

 Butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi. 

Peralatan panen dapat digunakan sabit bergerigi atau reaper dan dilaksanakan
secara beregu. Hasil panen dimasukan kedalam karung kemudian dirontokkan

7
dengan pedal thresher atau power thresher. Keterlambatan perontokan dan
pengeringan akan mengakibatkan butir kuning.

Selama perontokan agar menggunakan alas dari anyaman bambu, tikar plastik,
sehingga gabah hasil perontokan mudah dikumpul kembali. Gabah setelah
dirontok dibersihkan dari kotoran gabah hampa dan benda asing lainnya.
Pembersihan gabah akan mempertinggi efisiensi pengolahan hasil, mempertinggi
daya simpan dan harga jual per satuan berat.

Pengeringan agar menggunakan lantai jemur, bila tidak ada panas matahari dapat
menggunakan dryer. kematangan gabah dan alat penggilingan sangat menentukan
rendemen, tingkat kehilangan hasil dan mutu beras. Umur tanaman yang belum
optimal dan tidak seragam akan menurunkan mutu berat dan rendemennya.

2.4. Keunggulan Padi Hibrida

1. Hasil lebih tinggi dari hasil padi unggul biasa.

2. Vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma.

2.5. Kekurangan Padi Hibrida

Tentu saja, semua produk akan memiliki dua sisi bersebelahan. Di satu sisi, padi
hibrida memiliki keunggulan seperti hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi
unggul biasa (inbrida) dan vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap
gulma. Namun di sisi lain, padi hibrida juga punya kelemahan. Karena produk
hibrida memanfaatkan teknologi tinggi dan berbiaya mahal, maka konsekuensinya
harga benih juga relatif mahal.

Di samping itu, ada satu sifat produk hibrida yang menyulitkan dalam upaya
pengadaan benih oleh petani, yakni sifat “sekali pakai”. Artinya, petani harus
membeli benih baru setiap kali akan tanam karena benih hasil panen sebelumnya

8
dari benih hibrida tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikut. Tidak semua
galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Dengan kata lain,
pengadaan benih padi hibrida menuntut penguasaan teknologi dan investasi usaha
yang besar.

Hingga saat ini, varietas padi hirbida yang sudah dilepas mencapai lebih dari 20
varietas. Meskipun pada awalnya terdapat banyak kekhawatiran, kini tersedia
hibrida dengan kualitas gabah yang baik dan ketahanan yang lebih baik terhadap
hama dan penyakit. Untuk memproduksi padi hibrida, selain perlu ada sistem
produksi dan distribusi beih nasional, program jaminan mutu nasional, juga perlu
ada kemampuan nasional untuk mengawasi produksi galur dan benih.

2.6. Syarat Memproduksi Benih Hibrida

Untuk memproduksi benih hibrida dperlukan persyaratan sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya galur mandul jantan (GMJ atau Galur A atau CMS line) –
varietas padi tanpa serbuk sari yang hidup dan dianggap berfungsi sebagai tetua
betina dan menerima serbuk sari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih
hibrida.

2. Diperlukan adanya galur pelestari (Galur B atau maintainer line) – varietas atau
galur yang berfungsi untuk memperbanyak atau melestarikan keberadaan GMJ.

3. Diperlukan adanya tetua jantan (restorer) – varietas padi dengan fungsi


reproduksi normal yang dianggap sebagai tetua jantan untuk menyediakan serbuk
sari bagi tetua betina di lahan produksi benih yang sama.

4. Benih padi hibrida dapat dihasilkan (diproduksi) dengan cara menyilangkan


antara GMJ dengan restorer yang terpilih secara alami di lapangan.

2.7. Varietas Padi Hibrida yang Telah Dilepas

Sampai saat ini sudah dilepas lebih dari 20 varietas padi hibrida,
diantaranya adalah Intani 1, Intani 2, Rokan, Maro, Miki 1, Miki 2, Miki 3,

9
Longping Pusaka 1, Longping Pusaka 2, Hibrindo R-1, Hibrindo R-2, Batang
Samo, Hipa 3, Hipa 4, PP1, Adirasa, Mapan 4, Manis 5, Bernas Super, dan Bernas
Prima.

2.8. Pengujian Padi Hibrida

Menurut menurut pengamatan Sumarno (2006), daya hasil padi hibrida


tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. hibrida padi tidak menunjukkan
heterosis yang tinggi, melebihi produktivitas varietas murni non hibrida, seperti
varietas Ciherang, IR-64, Membrano, dsbnya. Namun hal ini bukan berarti potensi
hasil hibrida padi lebih rendah dibandingkan varietas-varietas murni homozigot
tersebut.

Di sentra produksi padi Sumatera padi hibrida hanya menghasilkan 5-6,5


ton/ha berdasarkan konversi hasil plot, dan setelah dikoreksi 20%
produktivitasnya hanya 4-5 ton/ha gabah kering. Daya hasil hibrida tersebut hanya
setara dengan daya hasil varietas murni biasa.

Tabel 1. Daya hasil padi hibrida dari data percobaan tahun 2002 di beberapa
sentra produksi padi di Sumatera

Perikanan
Daya hasil
produktivitas
No Hibrida data plot Lokasi/Musim
skala luas
(t/ha) GKG*)
(t/ha)**)
1. Maro 6,44 5,15 Asahan, MK 2002
2. Maro 5,24 4,19 Simalungun, MK 2002
3. Rokan 6,27 5,02 Simalungun, MK 2002
4. Intani-1 5,61 4,49 Simalungun, MK 2002
5. Maro 5,60 4,48 Tanah Datar, MK 2002
6. Rokan 6,84 5,47 Lampung Selatan, MK 2002
7. Intani 5,58 4,46 Lampung Selatan, MK 2002
8. Maro 6,21 4,97 Musi Rawas, MK 2002
9. Rokan 6,76 5,41 Musi Rawas, MK 2002
Rata-rata 6,06 4,85
Sumber : Puslitbangtan, 2003
*) Daya hasil dari konversi plot 10 m2 menjadi ton/hektar.
**) Perkiraan produktivitas skala luas = hasil konversi plot –20%

10
Tabel 2. Daya hasil padi hibrida dari data percobaan tahun 2002/2003 di
beberapa sentra produksi padi di Jawa

No. Hibrida Daya hasil Perkiraan Lokasi/Musim


data plot produktivitas
(t/ha) GKG *) skala luas
(t/ha) **)
1 Maro 7,20 5,76 Subang, MK 2002
Rokan 7,90 6,32 -”-
Intani 6,03 4,82 -”-
2 Maro 7,55 6,04 Majalengka, MH 2002
3 Maro 7,83 6,26 Sragen, MK 2002
Rokan 9,57 7,66 -”-
4 Rokan 6,05 4,84 Cilacap, MK 2002
5 Rokan 7,52 6,02 Bojonegoro, MH 2002/2003
Maro 8,90 7,12 -”-
Intani 7,56 6,05 -”-
6 Maro 8,84 7,07 Blitar, MK 2002
Rokan 11,06 8,85 -”-
Maro 10,30 8,24 Blitar, MH 2002/2003
Rokan 9,40 7,52 -”-
Intani 8,80 7,04 -”-
Rata-rata 8,30 6,64
*) Daya hasil dari konversi plot 10 m2 menjadi ton/hektar.
**) Perkiraan produkstivitas skala luas = hasil konservasi plot –20%.

Uji daya hasil padi hibrida di sentra produksi padi di Jawa menunjukkan
produktivitas yang lebih tinggi, antara 6 hingga 11 ton/ha gabah kering
berdasarkan data plot 10 m2. Setelah dikoreksi 20% daya hasil padi hibrida
menjadi 4,8 hingga 8,9 ton/ha, atau rata-rata 6,6 ton/ha. Daya hasil padi hibrida di
Jawa itu pun tidak sangat spektakuler, karena padi varietas murni pun pada
kondisi optimal dapat menghasilkan 7-8 ton/ha.
Selain daya hasilnya yang tidak spektakuler sangat tinggi, padi hibrida
yang tersedia juga masih memiliki beberapa kelemahan, seperti rasa nasinya yang
kurang enak, peka terhadap hama wereng coklat dan penyakit hawar daun
(kresek). Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, padi hibrida harus
ditanam pada tanah yang subur, hara tanah cukup tersedia, dosis pupuk optimal,
pengairannya cukup, OPTnya dikendalikan, dan pengelolaan tanaman secara
keseluruhan dilakukan dengan baik.

11
BAB III

KESIMPULAN

1. Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara
genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya
akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua
tersebut.

 Teknik produksi padi lokal dan hasil introduksi masih belum cukup untuk
mengatasi hal tersebut, oleh sebab itu dibutuhkan alternatif baru yaitu
produksi benih padi hibrida.

 Padi hibrida berperan untuk meningkatkan produksi. Teknologi


pengembangan padi hibrida yang diterapkan secara intensif di daerah asalnya
China, India dan Vietnam mampu meningkatkan produktifitas sebesar 15 - 20
%. Keberhasilan penanaman padi hibrida secara intensif menunjukkan bahwa
varietas padi hibrida merupakan teknologi yang praktis dalam peningkatan
produksi padi.

 Keunggulan padi hibrida yaitu hasil lebih tinggi dari hasil padi unggul biasa
dan vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma.

 Padi hibrida juga mempunyai kelemahan yaitu harga benih yang sangat mahal
karena penggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Varietas Hibrida. Available at


http://id.wikipedia.org/wiki/Varietas_hibrida diakses pada 11 November 2009
pukul 16.32.

Anonim. 2009. Hibrida. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Hibrida diakses


pada 11 November 2009 pukul 16.38.

IRRI Rice Knowledge Bank dan Satoto. 2006. Padi Hibrida. Available at
http://www.pustaka-deptan.go.id/bppi/lengkap/bitp07009.pdf diakses pada 11
November 2009 pukul 16.30.

Nurwadani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih


Jilid 2 untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.

Sukirman, dkk. 2006. Teknik Produksi Benih Untuk Keperluan Uji Daya Hasil
Padi Hibrida. Available at http://www.pustaka-
deptan.go.id/bppi/lengkap/bt11206k.pdf diakses pada 12 November 2009 pukul
03.00.

13
Sumarno. 2006. Mengapa Hibrida Padi Tidak Sesukses Hibrida Jagung?.
Available at http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/120/pdf/Mengapa
%20Hibrida%20Padi%20Tidak%20Sesukses%20Hibrida%20Jagung?.pdf diakses
pada 11 November 2009 pukul 16.40.

14

You might also like