You are on page 1of 20

MANAJEMEN MUTU BERBASIS PESANTREN

Moh. Mujib Zunun @l-Misri


I
PEMBUKAAN

Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting


dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,
serta besarnya jumlah santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak
diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan
dan moral.

Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren,


baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan
pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya.
Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang
leading.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena


keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan
jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C.
Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada
zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi.
Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.

Agar makalah yang berjudul “Manajemen Mutu Berbasis Pesantren” ini


terfokus, maka dibagi dalam kisi-kisi sebagai berikut :
o Dinamika Perkembangan Pesantren
o Peran Pesantren Dalam Proses Pembangunan Sosial
o Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Pondok Pesantren
o Manajemen Pembelajaran Pondok Pesantren

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 1


II
PEMBAHASAN

A. Dinamika Perkembangan Pesantren

Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang


jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya,
pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran
dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat,
bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu
komunitas, pesantren dapat berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang
jumlahnya cukup besar. Secara umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan
spiritual Islam di pondok pesantren pada dasarnya adalah lembaga tafaqquh fid
din yang mengemban untuk meneruskan risalah Nabi Muhammad saw sekaligus
melestarikan ajaran Islam.1

Sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-


niali keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Pesantren juga berusaha untuk
mendidik para santri yang belajar pada pesantren tersebut yang diharapkan dapat
menjadi orang-orang yang mendalam pengetahuan keislamannya. Kemudian,
mereka dapat mengajarkannya kepada masyarakat, di mana para santri kembali
setelah selesai menamatkan pelajarannya di pesantren.

Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan


karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya. Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam pertama dan khas pribumi yang ada di
Indonesia pada saat itu. Tapi, sejak kapan mulai munculnya pesantren, belum ada

1
M. Bahri Ghozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Prasasti, 2003), hal. 1

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 2


pendapat yang pasti dan kesepakatan tentang hal tersebut. Belum diketahui secara
persis pada tahun berapa pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat
pendidikan-agama di Indonesia. Pesantren yang paling lama di Indonesia
namanya Tegalsari di Jawa Timur. Tegalsari didirikan pada akhir abad ke-18,
walaupun sebetulnya pesantren di Indonesia mulai muncul banyak pada akhir
abad ke-19.

B. Peran Pesantren Dalam Proses Pembangunan Sosial

Jika melihat beberapa hasil studi yang dilakukan beberapa sarjana, seperti
Dhofier (1870), Martin (1740), dan ilmuwan lainnya, ada indikasi bahwa
munculnya pesantren tersebut diperkirakan sekitar abad ke-19. Akan tetapi,
terlepas dari persoalan tersebut yang jelas signifikansi pesantren sebagai sebuah
lembaga pendidikan Islam tidak dapat diabaikan dari kehidupan masyarakat
muslim pada masa itu.

Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh


masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan
dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembangan keilmuan Islam, juga
merupakan gerakan-gerakan protes terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Di mana gerakan protes tersebut selalu dimotori dari dan oleh para penghuni
pesantren. Setidaknya dapat disebutkanya misalnya; pemberontakan petani di
Cilegon-Banten 1888,2 Jihad Aceh 1873, gerakan yang dimotori oleh H. Ahmad
Ripangi Kalisalak 1786-1875) dan yang lainnya merupakan fakta yang tidak
dapat dibantah bahwa pesantren mempunyai peran yang cukup besar dalam
perjalanan sejarah Islam di Indonesia.3

2
Sartono Kartodirjo, Religious Movement of Java in The 19th and 20th Centuries, Yogyakarta,
1970, hal. 15
3
Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,
(Jakarta : LP3S, 1986), hal. 42

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 3


Apabila kita cermati, di Indonesia terdapat sekira 12.000 pesantren yang
tersebar di seluruh nusantara dengan berbeda bentuk dan modelnya. Bahkan,
dihuni tidak kurang dari tiga juta santri. Pendidikan Islam sekarang di Indonesia
kini begitu luas. Sehingga, beranekaragam dan bagaimanapun aliran Islam yang
dianut oleh seseorang, pasti ada pesantren atau sekolah Islam yang sesuai.

Karena itu, menurut Tholkhah, pesantren seharusnya mampu


menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) pesantren sebagai lembaga
pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan
nilai-nilai Islam (Islamic vaues); 2) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang
melakukan kontrol sosial; dan 3) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang
melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan masyarakat
(community development).4 Semua itu, menurutnya hanya bisa dilakukan jika
pesantren mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan
sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga
mampu memainkan peranan sebagai agent of change.

C. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Pondok Pesantren

Ketika menginjak abad ke-20, yang sering disebut sebagai jaman


modernisme dan nasionalisme, peranan pesantren mulai mengalami pergeseran
secara signifikan. Sebagian pengamat mengatakan bahwa semakin mundurnya
peran pesantren di masyarakat disebabkan adanya dan begitu besarnya faktor
politik Hindia Belanda.5 Sehingga, fungsi dan peran pesantren menjadi bergeser
dari sebelumnya. Tapi, penjelasan di atas kiranya cukup untuk menyatakan bahwa
pra abad ke-20 atau sebelum datangnya modernisme dan nasionalisme, pesantren

4
Abdurrahman Mas’ud, Sejarah dan Budaya Pesantren, dalam Ismail Sm (ed), : Dinamika
Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarat : Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang bekerjasama
dengan Pustaka Pelajara, 2002), 3.
5
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta ; LP3ES, 1985), hal.

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 4


merupakan lembaga pendidikan yang tak tergantikan oleh lembaga pendidikan
manapun. Dan, hal itu sampai sekarang masih tetap dipertahankan.

Yang menarik di sini adalah bahwa pendidikan pesantren di Indonesia


pada saat itu sama sekali belum terstandarisasi secara kurikulum dan tidak
terorganisir sebagai satu jaringan pesantren Indonesia yang sistemik. Ini berarti
bahwa setiap pesantren mempunyai kemandirian sendiri untuk menerapkan
kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai dengan aliran agama Islam yang
mereka ikuti. Sehingga, ada pesantren yang menerapkan kurikulum Depdiknas
(Departemen Pendidikan Nasional) dengan menerapkan juga kurikulum agama.
Kemudian, ada pesantren yang hanya ingin memfokuskan pada kurikulum ilmu
agama Islam saja. Yang berarti bahwa tingkat keanekaragaman model pesantren
di Indonesia tidak terbatasi.

Setelah kemerdekaan negara Indonesia, terutama sejak transisi ke Orde


Baru dan ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul naik tajam, pendidikan
pesantren menjadi semakin terstruktur dan kurikulum pesantren menjadi lebih
tetap. Misalnya, selain kurikulum agama, sekarang ini kebanyakan pesantren juga
menawarkan mata pelajaran umum. Bahkan, banyak pesantren sekarang
melaksanakan kurikulum Depdiknas dengan menggunakan sebuah rasio yang
ditetapkannya, yaitu 70 persen mata pelajaran umum dan 30 persen mata
pelajaran agama. Sekolah-sekolah Islam yang melaksanakan kurikulum
Depdiknas ini kebanyakan di Madrasah. 6

Seiring dengan keinginan dan niatan yang luhur dalam membina dan
mengembangkan masyarakat, dengan kemandiriannya, pesantren secara terus-
menerus melakukan upaya pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat
berjalan secara lamban, kemandirian yang didukung keyakinan yang kuat,

6
Sulthon Masyhud dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka, 2003), hal.
73

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 5


ternyata pesantren mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi dirinya
secara berkelanjutan.

Mengutip Sayid Agil Siraj (2007), ada tiga hal yang belum dikuatkan
dalam pesantren. Pertama, tamaddun yaitu memajukan pesantren. Banyak
pesantren yang dikelola secara sederhana. Manajemen dan administrasinya masih
bersifat kekeluargaan dan semuanya ditangani oleh kiainya. Dalam hal ini,
pesantren perlu berbenah diri.

Kedua, tsaqafah, yaitu bagaimana memberikan pencerahan kepada umat


Islam agar kreatif-produktif, dengan tidak melupakan orisinalitas ajaran Islam.
Salah satu contoh para santri masih setia dengan tradisi kepesantrenannya. Tetapi,
mereka juga harus akrab dengan komputer dan berbagai ilmu pengetahuan serta
sains modern lainnya.

Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya. Dalam hal ini, bagaimana


budaya kita dapat diwarnai oleh jiwa dan tradisi Islam. Di sini, pesantren diharap
mampu mengembangkan dan mempengaruhi tradisi yang bersemangat Islam di
tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi yang berupaya
menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi.7

Namun demikian, pesantren akan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan


Islam yang mempunyai visi mencetak manusia-manusia unggul.8 Prinsip
pesantren adalah al muhafadzah 'ala al qadim al shalih, wa al akhdzu bi al jadid
al ashlah, yaitu tetap memegang tradisi yang positif, dan mengimbangi dengan
mengambil hal-hal baru yang positif. Persoalan-persoalan yang berpautan dengan
civic values akan bisa dibenahi melalui prinsip-prinsip yang dipegang pesantren

7
Abdurrahman Mas’ud, Sejarah dan Budaya Pesantren……………., 18
8
Mujamil, Pesantren, (Jakarta : Erlangga, 2002), hal. 5

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 6


selama ini dan tentunya dengan perombakan yang efektif, berdaya guna, serta
mampu memberikan kesejajaran sebagai umat manusia (al musawah bain al nas).

Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan


sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus terus didorong. Karena
pengembangan pesantren tidak terlepas dari adanya kendala yang harus
dihadapinya. Apalagi belakangan ini, dunia secara dinamis telah menunjukkan
perkembangan dan perubahan secara cepat, yang tentunya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap dunia pesantren.

Terdapat beberapa hal yang tengah dihadapi pesantren dalam melakukan


pengembangannya, yaitu:

Pertama, image pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang


tradisional, tidak modern, informal, dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang
melahirkan terorisme, telah mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk
meninggalkan dunia pesantren. Hal tersebut merupakan sebuah tantangan yang
harus dijawab sesegera mungkin oleh dunia pesantren dewasa ini.

Kedua, sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang


memadai. Bukan saja dari segi infrastruktur bangunan yang harus segera di
benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan pondok
(asrama) sebagai tempat menetapnya santri. Selama ini, kehidupan pondok
pesantren yang penuh kesederhanaan dan kebersahajaannya tampak masih
memerlukan tingkat penyadaran dalam melaksanakan pola hidup yang bersih dan
sehat yang didorong oleh penataan dan penyediaan sarana dan prasarana yang
layak dan memadai.

Ketiga, sumber daya manusia. Sekalipun sumber daya manusia dalam


bidang keagamaan tidak dapat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 7


eksistensi dan peranan pondok pesantren dalam bidang kehidupan sosial
masyarakat, diperlukan perhatian yang serius. Penyediaan dan peningkatan
sumber daya manusia dalam bidang manajemen kelembagaan, serta bidang-
bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, mesti menjadi
pertimbangan pesantren.

Keempat, aksesibilitas dan networking. Peningkatan akses dan networking


merupakan salah satu kebutuhan untuk pengembangan pesantren. Penguasaan
akses dan networking dunia pesantren masih terlihat lemah, terutama sekali
pesantren-pesantren yang berada di daerah pelosok dan kecil. Ketimpangan antar
pesantren besar dan pesantren kecil begitu terlihat dengan jelas.

Kelima, manajemen kelembagaan. Manajemen merupakan unsur penting


dalam pengelolaan pesantren. Pada saat ini masih terlihat bahwa pondok
pesantren dikelola secara tradisional apalagi dalam penguasaan informasi dan
teknologi yang masih belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses
pendokumentasian (data base) santri dan alumni pondok pesantren yang masih
kurang terstruktur.

Keenam, kemandirian ekonomi kelembagaan. Kebutuhan keuangan selalu


menjadi kendala dalam melakukan aktivitas pesantren, baik yang berkaitan
dengan kebutuhan pengembangan pesantren maupun dalam proses aktivitas
keseharian pesantren. Tidak sedikit proses pembangunan pesantren berjalan
dalam waktu lama yang hanya menunggu sumbangan atau donasi dari pihak luar,
bahkan harus melakukan penggalangan dana di pinggir jalan.

Ketujuh, kurikulum yang berorientasi life skills santri dan masyarakat.


Pesantren masih berkonsentrasi pada peningkatan wawasan dan pengalaman
keagamaan santri dan masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang
semakin berat, peningkatan kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 8


dalam bidang keagamaan semata, tetapi harus ditunjang oleh kemampuan yang
bersifat keahlian.9

D. Manajemen Pembelajaran Pada Pondok Pesantren : Kombinasi Idealisme-


Profesionalisme.
1. Format Pesantren Masa Depan

Berangkat dari kenyataan, jelas pesantren di masa yang akan datang


dituntut berbenah, menata diri dalam mengahadapi persaingan bisnis pendidikan
seperti yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah dan lainnya. Tapi perubahan
dan pembenahan yang dimaksud hanya sebatas menejemen dan bukan coraknya
apalagi berganti baju dari salafiyah ke mu'asyir (moderen), karena hal itu hanya
akan menghancurkan nilai-nilai positif Pesantren seperti yang terjadi sekarang ini,
lulusannya ora iso ngaji.

Maka, idealnya pesantren ke depan harus bisa mengimbangi tuntutan


zaman dengan mempertahankan tradisi dan nilai-nilai kesalafannya. Pertahankan
pendidikan formal Pesantren khususnya kitab kuning dari Ibtidaiyah sampai
Aliyah sebagai KBM wajib santri dan mengimbanginya dengan pengajian
tambahan, kegiatan extra seperti kursus computer, bahasa inggris, skill lainnya
dan program paket A, B dan C untuk mendapatkan Ijazah formalnya. Atau
dengan menjalin kerjasama dengan sekolah lain untuk mengikuti persamaan. Jika
hal ini terjadi, akan lahirlah ustad-ustad, ulama dan fuqoha yang mumpuni.

Sekarang ini, ada dua fenomena menarik dalam dunia pendidikan di


Indonesia yakni munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga
menengah); dan penyelenggaraan sekolah bermutu yang sering disebut dengan
boarding school. Nama lain dari istilah boarding school adalah sekolah
berasrama. Para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di
9
Abdurrahman Mas’ud, Sejarah dan Budaya Pesantren……………., 28.

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 9


sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-
nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah didikan
dan pengawasan para guru pembimbing.

Di lingkungan sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu dan


teknologi secara intensif. Selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk
menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus tadi, tak lupa mengekspresikan
rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur. Hari-hari mereka adalah hari-hari
berinteraksi dengan teman sebaya dan para guru. Rutinitas kegiatan dari pagi hari
hingga malam sampai ketemu pagi lagi, mereka menghadapi makhluk hidup yang
sama, orang yang sama, lingkungan yang sama, dinamika dan romantika yang
seperti itu pula. Dalam khazanah pendidikan kita, sekolah berasrama adalah
model pendidikan yang cukup tua.

Secara tradisional jejaknya dapat kita selami dalam dinamika kehidupan


pesantren, pendidikan gereja, bahkan di bangsal-bangsal tentara. Pendidikan
berasrama telah banyak melahirkan tokoh besar dan mengukir sejarah kehidupan
umat manusia. Kehadiran boarding school adalah suatu keniscayaan zaman kini.
Keberadaannya adalah suatu konsekwensi logis dari perubahan lingkungan sosial
dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Pertama,
lingkungan sosial kita kini telah banyak berubah terutama di kota-kota besar.
Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang
homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau
marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan
plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena
berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula.

Oleh karena itu sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik
menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 10


pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan moralitas anak. Kedua, keadaan
ekonomi masyarakat yang semakin membaik mendorong pemenuhan kebutuhan
di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan
mengengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup
tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan
berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka.

Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang
terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima orang tuanya.
Ketiga, cara pandang religiusitas. Masyarakat telah, sedang, dan akan terus
berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak kearah
yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya
kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif
dengan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk
itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka.
Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau
memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem
pendidikan alternatif.

Dari ketiga faktor di atas, sistem pendidikan boarding school seolah


menemukan pasarnya. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak
didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan
sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen
yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni
menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.

Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna


sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan
benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas. Terakhir

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 11


dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang
seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual.
Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu
dan teknologi, serta siap secara iman dan amal soleh.

Nampaknya, konsep boarding school menjadi alternatif pilihan sebagai


model pengembangan pesantren yang akan datang. Pemerintah diharapkan
semakin serius dalam mendukung dan mengembangkan konsep pendidikan
seperti ini. Sehingga, pesantren menjadi lembaga pendidikan yang maju dan
bersaing dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berbasis pada nilai-nilai spiritual yang handal.

2. Kebijakan Pemerintah Tentang Pesantren

Sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata


dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, pesantren
memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan
masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri
dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.10

Pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah


atau masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen,
termasuk dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam
membina dan mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan
dikembangkan. Proses pembangunan manusia yang dilakukan pesantren tidak
bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia yang tengah diupayakan
pemerintah.

10
Marwan Sarijo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta : CV Amissco, 1996

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 12


Proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung
jawab internal pesantren, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari
proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta
pesantren dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam
membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi
yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral. Pesantren sebagai lembaga
pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, harus
menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga,
pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.

Pesantren pada umumnya bersifat mandiri, tidak tergantung kepada


pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantren bisa
memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Karena itu,
pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam.

Pendidikan pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem


Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur utama yaitu: 1) Kyai sebagai pendidik
sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan
3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok,
serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel kerja keterampilan.11 Kegiatannya
terangkum dalam "Tri Dharma Pondok pesantren" yaitu: 1) Keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat;
dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki
tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas

11
Rofiq dkk., Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005), hal. 5

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 13


masyarakat muslim. Karena kelahiran Undang-undang ini masih amat belia dan
belum sebanding dengan usia perkembangan pesantren di Indonesia.
Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari
ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-udang Sisdiknas sebagai
berikut:

Dalam Pasal 3 UU RI Nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas dijelaskan bahwa


Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.12 Ketentuan ini tentu saja sudah
berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi
lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan
kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT serta akhlak mulia.

Ketentuan dalam BAB III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan,


pada Pasal 4 dijelaskan bahwa: (1) Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (2)
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna. (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran. (5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya

12
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 6

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 14


membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. (6)
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.13 Semua prinsip penyelenggaraan pendidikan tersebut sampai
saat ini masih berlaku dan dijalankan di pesantren. Karena itu, pesantren
sebetulnya telah mengimplementasikan ketentuan dalam penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan Sistem pendidikan nasional.

Tidak hanya itu, keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang


didirikan atas peran serta masyarakat, telah mendapatkan legitimasi dalam
Undang-undang Sisdiknas. Ketentuan mengenai Hak dan Kewajiban Masyarakat
pada Pasal 8 menegaskan bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.14
Sedangkan dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.15
Ketentuan ini berarti menjamin eksistensi dan keberadaan pesantren sebagai
lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan diakomodir dalam
sistem pendidikan nasional. Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 15 tentang jenis
pendidikan yang menyatakan bahwa Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.16 Pesantren
adalah salah satu jenis pendidikan yang concern di bidang keagamaan.

Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan


dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan

13
Surayin, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, (Bandung : Yrama Widya, 2004), 26-27
14
Ibid, 31
15
Ibid, 31
16
Ibid, 37

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 15


keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi
ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.17

Labih jauh lagi, saat ini pesantren tidak hanya berfungsi sebagai sarana
pendidikan keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak
juga pesantren yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para
santrinya dibimbing dan dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau
kecakapan hidup sesuai dengan bakat para santrinya. Ketentuan mengenai
lembaga pendidikan nonformal ini termuat dalam Pasal 26 yang menegaskan: (1)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat. (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. (3) Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik. (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis
taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5) Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
17
Ibid, 58-59

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 16


pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (6) Hasil pendidikan nonformal dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.18

Keberadaan pesantren sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam


pendidikan juga mendapat penguatan dari UU Sisdiknas. Pasal 54 menjelaskan:
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan. 19

Bahkan, pesantren yang merupakan Pendidikan Berbasis Masyarakat


diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun
pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan: (1) Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat. (2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. (3)
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4)
Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,

18
Ibid, 51-52
19
Ibid, 95

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 17


subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.20

Demikianlah, ternyata posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional


memilki tempat dan posisi yang istimewa. Karena itu, sudah sepantasnya jika
kalangan pesantren terus berupaya melakukan berbagai perbaikan dan
meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan di pesantren. Pemerintah telah
menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 - 2009 dengan tiga sasaran
pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu: 1) meningkatnya
perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan relevansi
pendidikan; dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance),
akuntabilitas, dan pencitraan publik. Maka, dunia pesantren harus bisa merespon
dan berpartisipasi aktif dalam mencapai kebijakan di bidang pendidikan tersebut.
Pesantren tidak perlu merasa minder, kerdil, kolot atau terbelakang. Karena
posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama
dengan lembaga pendidikan formal lainnya dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.

III
KESIMPULAN

Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang


jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya,
pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran
dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat,
bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu
komunitas, pesantren dapat berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan

20
Ibid, 96-97

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 18


kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang
jumlahnya cukup besar
Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh
masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan
dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembangan keilmuan Islam

Ada tiga hal yang dikuatkan dalam pesantren. Pertama, tamaddun yaitu
memajukan pesantren. Kedua, tsaqafah, yaitu bagaimana memberikan pencerahan
kepada umat Islam agar kreatif-produktif, dengan tidak melupakan orisinalitas
ajaran Islam. Misalnya akrab dengan komputer dan berbagai ilmu pengetahuan
serta sains modern lainnya. Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya.,
bagaimana budaya kita dapat diwarnai oleh jiwa dan tradisi Islam, pesantren
diharap mampu mengembangkan dan mempengaruhi tradisi yang bersemangat
Islam di tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi yang berupaya
menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknolog

Ada beberapa hal dalam melakukan pengembangan pesantren, yaitu:


Pertama, image pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tradisional,
tidak modern, informal, dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang melahirkan
terorisme, telah mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk meninggalkan dunia
pesantren. Kedua, sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang
memadai. Bukan saja dari segi infrastruktur bangunan yang harus segera di
benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan pondok
(asrama) sebagai tempat menetapnya santri. Ketiga, sumber daya manusia.
Keempat, aksesibilitas dan networking. Kelima, manajemen kelembagaan yang
merupakan unsur penting dalam pengelolaan pesantren. Keenam, kemandirian
ekonomi kelembagaan. Ketujuh, kurikulum yang berorientasi life skills santri dan
masyarakat.

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 19


BIBLIOGRAPY

Bahri Ghozali, M., Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Prasasti, 2003)


Dhofier, Zamakhsyari, Trandisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta : LP3ES, 1985
Halim, dkk, Manajemen Pesantren, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005
Kartodirjo, Sartono, Religious Movement of Java in The 19th and 20th Centuries,
Yogyakarta, 1970
Mas’ud, Abdurrahman, Sejarah dan Budaya Pesantren, dalam Ismail SM : Dinamika
Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo,
Semarang, Pustaka Pelajar, 2002.
Masyhud, Sulthon, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003
Mujamil, Pesantren, Jakarta : Erlangga, 2002
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004
Rofiq dkk., Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005
Sarijo, Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta : CV. Amissco,
1996
Stenbrink, Karel A., Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern, (Jakarta : LP3S, 1986)
Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta ; LP3ES, 1985
Surayin, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bandung : Yrama Widya, 2004

Manajemen Mutu Berbasis Pesantren, Oleh Moh. Mujib Zunun @l-Misri@2008 20

You might also like