You are on page 1of 15

TUGAS INDIVIDU MKI

SUKU ABUNG-LAMPUNG

Dosen : Drs Budiaman MSi

KARTIKA ENDAH MULYANI


II-C
2125080089

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2009
Kata Pengantar

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Suku Abung , sebuah suku unik yang
terletak di provinsi Lampung, Sumatera, Indonesia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang
keberagaman suku di Indonesia berikut keunikan dan ciri khasnya masing-masing dan
sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
Masyrakat dan Kebudayaan Indonesia.
Dalam penbuatan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami
sampaikan :
• Drs Budiaman , selaku dosen mata kuliah Masyrakat dan Kebudayaan
Indonesia.
• Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.
• Berbagai sumber sebagai bahan referensi makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,

Bekasi, 20 November 2009


Penulis

Kartika Endah Mulyani


2125080089
BAB I
Pendahuluan

1.1 Suku Abung


Suku Abung tinggal di bagian timur laut Propinsi Lampung. Suku ini
terletak di bagian utara Propinsi Lampung di antara kota Mesuji dan sungai
Tulang Bawang di Kab. Lampung Utara. Wilayah di sebelah utara dialiri
sungai Tulang Bawang, sedang sebelah barat berbatasan dengan daerah
Lampung Utara dan Barat. Sebelah selatannya berbatasan dengan Selat
Sunda, dan sebelah timurnya Laut Jawa. Orang Abung dikenal sebagai
"Masyarakat Pegunungan" dan mempunyai sejarah tersendiri dalam hal
berburu. Bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasa Abung yang sedikit
berbeda dengan bahasa Melayu Riau.

Sebagian mendiami Kec. Kayuagung dan Mesuji, Kab. Ogan Komering


Ilir. Suku ini terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu Abung, Paminggir dan Pubian.
Orang Abung dikenal sebagai "Masyarakat Pegunungan" dan mempunyai
sejarah tersendiri dalam hal berburu. Di kalangan masyarakat berkembang
pula seni kerajinan tembikar selain bertani. Menurut Ketua Pemangku Adat
Ranau Ruslan Tamimi, kawasan Danau Ranau semula didiami suku Abung,
yang berkembang sekitar tahun 1.400. Mereka hidup menjadi penangkap
ikan, bertani, atau berkebun.
Suku Abung awalnya berasal dari daerah sekitar danau Ranau. Hal ini
dikemukakan menurut Ketua Pemangku Adat Ranau Ruslan Tamimi, saat
ditemui awal November lalu, kawasan Danau Ranau semula didiami suku
Abung, yang berkembang sekitar tahun 1.400. Mereka hidup menjadi
penangkap ikan, bertani, atau berkebun. Peninggalan dan situs di sekitar
danau Ranau merupakan sebagian peninggalan dari bansa Abung sebelum
didiami oleh suku Ranau.

1.2 Provinsi Lampung


Suku Abung merupakan salah satu dari sekian banyak suku yang
bermukim di provinsi Lampung. Etnis Lampung yang biasa disebut Ulun
Lampung [Orang Lampung] secara tradisional geografis adalah suku yang
menempati seluruh provinsi Lampung dan sebagian provinsi Sumatera
Selatan bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura,
Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir,
Merpas diselatan Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Asal-usul Ulun Lampung erat kaitannya dengan istilah Lampung
sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti
berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali
bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi.
Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah
kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang bagi
penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan oleh I
Tsing To-Langpohwang berarti orang atas dan seperti diketahui Pesagi dan
dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung.
Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah
Kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau
yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari
dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru
dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring, Way
Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Tulang
Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan
Palembang serta Pantai Banten.

Prof Hilman Hadikusuma didalam bukunya (Adat Istiadat


Lampung:1983) menyatakan bahwa generasi awal Ulun Lampung berasal
dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya
dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu
Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang
dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.

Buay Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang


pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang
ke sana. Mereka adalah Umpu Bejalan diWay, Umpu Nyerupa, Umpu
Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal
bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara
Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja Niti, nama puyang itu adalah
Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati.

1.2 Masyarakat Adat Pepadun Sebatin


Pada dasarnya jurai Ulun Lampung adalah berasal dari Sekala Brak,
namun dalam perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung
terbagi dua yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat
Lampung Pepadun. Suku Abung termasuk kelompok masyarakat Pepadun.
Perbedaan keduanya adalah masyarakat Adat Saibatin kental dengan nilai
aristokrasinya, sedangkan Masyarakat adat Pepadun yang baru berkembang
belakangan kemudian setelah seba yang dilakukan oleh orang abung ke
banten lebih berkembang dengan nilai nilai demokrasinya yang berbeda
dengan nilai nilai Aristokrasi yang masih dipegang teguh oleh Masyarakat
Adat Saibatin Masyarakat adat Lampung Saibatin.

Masyarakat beradat pepadun terdiri dari “Abung Siwo Mego” (Unyai,


Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa); “Mego
Pak Tulangbawang” (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang
Tegamoan); “Pubian Telu Suku” (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat,
Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau
Suku Bukujadi); serta “Sungkay-WayKanan Buay Lima” (Pemuka, Bahuga,
Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Masyarakat beradat sebatin terdiri dari “Peminggir Paksi Pak” (Ratu
Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, Ratu Bejalan di Way); serta
“Komering-Kayuagung”, yang sekarang termasuk Propinsi Sumatera Selatan.

Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih


Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan
Terbanggi. Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat:
Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga. Masyarakat Pubian mendiami
delapan wilayah adat: Tanjung Karang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih
Barat, Padang Ratu, Gedung Tataan, dan Pugung. Masyarakat Sungkay-
WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang,
Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu,
Bahuga, dan Kasui. Masyarakat Peminggir mendiami sebelas wilayah adat:
Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang
Padang (Gunung Alip), Kota Agung, Semangka, Belalau, Liwa, dan Ranau.
BAB II
Adat dan Kebudayaan Suku Abung

2.1 Corak hidup


Suku Abung dalam hal ini sebagai sub suku bangsa suku Lampung
memiliki prinsip dalam kehidupan bermasyarakatnya. Ada lima hal yang
menjadi prinsip dasar suku Abung yakni :

a) Pesenggiri
"Pi`il Pasenger" diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga
diri, perilaku dan sikap yang dapat menjaga dan menegakkan nama baik
dan martabat secara pribadi maupun secara berkelompok senantiasa
dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang (Lampung) dapat
mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya demi untuk
mempertahankan pi`ill pesenggiri tersebut.
b) Sakai Sambaian
"Sakai Sanbaian" meliputi beberapa pengertian yang luas termasuk di
dalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, dan saling
memberi terhadap sesuatu yagn diperlukan bagi pihak-pihak lain. Dalam
hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang bersifat materi saja, tetapi juga
dalam arti moril termasuk sumbangan pikiran dan lain sebagainya.
c) Nemui nyimah
"nemui Nyimah" diartikan sebagai bermurah hati dan ramah tamah
terhadap semua pihak, baik terhadap orang dalam satu klan maupun dari
luar klan dan juga terhadap siapa saja yang berhubungan dengannya.
d) Nengah Nyapur
"Nengah Nyapur" adalah tata pergaulan masyarakat Lampung dengan
kesempatan membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan
berpengetahuan luas, serta ikut berpartisipasi dalam segala hal yang
bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan sesuai dengan
perkembangan zaman.
e) Bejuluk Beadek
"Bejuluk Beadek" adalah didasarkan kepada "Titei Gemettei" yagn diwarisi
tutun temurun dari zaman dahulu, tata ketentuan pokok ayng selalul diikuti
(Titei Gemettei) termasuk antara lain menghendaki agar seseorang
disamping mempunyai nama juga diberi gelar sebagai panggilan
terhadapnya. Bagi orang yang belum berkeluarga diberi juluk (bejuluk) dan
setelah kawin

2.2 Pola hidup Masyarakat


Suku Abung umumnya menanam padi di ladang. Sesudah panen
padi, adang yang terbaik ditanami lada. Kebun lada ini tetap produktif selama
20-25 tahun. Selama berabad-abad penanaman lada ini telah
memberikan hasil yang baik di antara suku Abung. Mata pencaharian lain
yang penting adalah menangkap ikan, khususnya di daerah berawa-rawa di
Tulang Bawang, dimana penanaman ladang hampir tidak memungkinkan.
Kebutuhan orang Abung saat ini adalah peningkatan pengelolaan
perkebunan, khususnya lada guna meningkatkan kualitas ekspor dan dengan
demikian membantu memperbaiki taraf hidup masyarakat. Dibutuhkan juga
kehadiran investor untuk menggalakkan perindustriandi daerah tempat tinggal
suku Abung ini, karena selama ini perindustrian belum begitu berkembang.

2.3 Bahasa lampung

Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek


yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api, yang dipertuturkan oleh sebagian besar
Etnis Lampung yang masih memegang teguh Garis Adat dan Aturan Saibatin
dan Dialek Nyow, yang dipertuturkan oleh orang Abung dan Tulang Bawang
yang mengenal kenaikan Pangkat Adat dengan Kompensasi Tertentu yang
berkembang setelah Seba yang dilakukan oleh Orang Abung ke Banten.

a. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:


1. Bahasa Lampung Logat Belalau dengan tambahan spesifikasi Logat
Kembahang dan Logat Sukau, Dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang
berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu
Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong
dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda,
Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin,
Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan
Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong,
Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung
Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja
Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan
Anyer, Serang.
2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di
Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara,
Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis
Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan
Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung dan Kecamatan Way Jepara.
4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis
Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di
Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung
yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung
Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan
Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton,
Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang
Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay
Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring
dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua,
Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera
Selatan.
B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:

1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang


berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi,
Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di
Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman,
Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di
Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way
Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar
Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.

2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis


Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi
Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah,
Gunung Terang dan Gedung Aji.

2.4 Arsitektur Rumah Tradisional


Karakteristik rumah tradisional Lampung adalah rumah panggung yang
memiliki pilar kayu. Kita dapat melihat karakteristik tersebut dio Jabung,
Kenlai, Mulang Maya, Labuhan Meringgai dan lain-lain. Sementara di kota-
kota besar, kita sudah tidak dapat lagi menyaksikan karakteristik seperti ini.
Dari semua karakteristik bangunan, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori berdasarkan fungsi bangunan tersebut, yaitu :

a) Nuwo Menyanak

Sebuah rumah untuk keluarga kecil,disebut Nuwo Menyanak,

b) Nuwo Balak

Rumah besar atau rumah serbaguna untuk keluarga besar, disebut


Balak/Nuwo Balak

c) Sessat
Sessat adalah bangunan tradisional, di mana pertemuan diadakan (balai
adat)

d) Rumah adat penyeimbang

dihormati oleh semua lapisan masyarakat adat dan secara fisik mempunyai
spesifikasi pada ornamen.

2.5 Makanan Khas


Makanan khas adalah seruit yaitu masakan ikan digoreng atau dibakar
dicampur sambel terasi, tempoyak (olahan durian) atau mangga. Jenis ikan
adalah besarnya ikan sungai seperti belide, baung, layis dll, ditambah lalapan.
Sedangkan minumannya adalah serbat, terbuat dari jus buah mangga kwini.
Di toko-toko makanan dan oleh-oleh, juga terdapat makanan khas yaitu
sambel Lampung, lempok (dodol), keripik pisang, kerupuk kemplang, manisan
dll.

2.6 Seni Kerajinan


Suatu makna tertentu sering kali dijumpai pada corak busana suku-
suku bangsa di indonesia.Corak dan motif pakaian di Sumatera bagian
Selatan (termasuk Lampung) biasanya terbuat dari bahan katun yang tidak
diwarnakan atau kadang-kadang berwarna terang dijalin dengan rajutan
timbul warna-warna merah, biru, dan krim membentuk gambar-gambar kapal,
rumah tradisional, kuda, manusia, bahkan kadang-kadang gajah. Akan tetapi
motif yang lama adalah bentuk-bentuk kapal. Bentuk motif kain yang disebut
Kain Kapal. Batik Lampung ( Kain Sebagi ) mulai dikembangkan sejak 6 s/d 7
tahun terakhir.
Kain Tapis biasanya dibuat oleh kaum wanita dipergunakan pada
upacara-upacara adat, menyambut tamu agung, pesta perkawinan secara
adat, dan upacara adat lainnya.

2.7 Sistem Perkawinan


Masyarakat Abung mengenal sisitem patrineal sebagai sistem
kekerabatan mereka. Dalam upacara perkawinan mereka mengenal adat
“Jujur” yakni persembahan dari pihak mempelai pria berupa uang dan Sesana
yakni brang seserahan yang biasanya berupa alat rumah tangga kepada
pihak wanita sebagai bawaan menuju hidup baru.
Sessana diserahkan pada saat upacra upacara perkawinan sekaligus
sebagai simbol penyerahan mempelai wanita kepada keluarga mempelai pria.
Keunikan dari sistem perkawinan ini adalah terputusnya sistem keketabatan
mempelai wanita dengan anggota keluarganya setelah menikah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam makalah suku Abung penulis menyimpulkan
beberapa bagian sebagai berikut :

a. Suku Abung merupakan sub suku bangsa dari Ulun Lampung yang
mendiami Kec. Kayuagung dan Mesuji, Kab. Ogan Komering Ilir. Suku ini
terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu Abung, Paminggir dan Pubian.

b. Sebelumnya Suku Abung diketahui menempati sekitar danau Ranau


sebelum bermukim di temptnya kini. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Ketua Pemangku Adat Ranau Ruslan Tamimi, kawasan Danau Ranau
semula didiami suku Abung, yang berkembang sekitar tahun 1.400. Mereka
hidup menjadi penangkap ikan, bertani, atau berkebun. Peninggalan dan situs
di sekitar danau Ranau merupakan sebagian peninggalan dari bangsa Abung
sebelum didiami oleh suku Ranau.

c. Suku Abung seperti halnya suku-suku lain di Indonesia memiliki adapt


dan budaya yang khas misalnya 5 Prinsip hidup yakni Piil-Pusanggiri (malu
melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri) Juluk-
Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah
menerima tamu) Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan
tidak individualistis) Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu
dengan anggota masyarakat lainnya).

d.Sistem kekerabatan yang dianut suku Abung adalah Patrineal. Adat


perkawinan mereka juga memilki cirri khas yakni dengan adanya “Jujjur’,dan “
Sessana”. Bangunan, pakaian dan makanan khas suku Abung hamper sama
dengan suku-suku lain uang mendiami provinsi lampung.
DAFTAR PUSTAKA

Hilman Hadikusuma dkk. 1983. Adat-istiadat Lampung. Bandar Lampung: Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Lampung.

202.146.5.33/ver1/Negeriku/0704/18/175601.htm

arkeologilampung.blogspot.com/

www. geocities.com

www.google.co.id/

www.visitlampung2009.com/

www. wikipedia.org

www.wakapela.110mb.com/adatbudaya/

You might also like