You are on page 1of 5

Defisiensi Tembaga

Defisiensi tembaga (copper) jarang terjadi, namun pada anak-anak terutama pada
mereka

dengan

kondisi

malnutrisi

berat,

malabsorpsi,

nutrisi

parenteral

kronis

unsuplemented, bayi dengan diet susu sapi ketat, dan asupan berlebihan antasida, seng, besi,
atau vitamin c, yang dapat mengganggu penyerapan. Celiac disease, kistik fibrosis, dan short
bowel syndrome menyebabkan malabsorpsi tembaga.
Tanda yang terlihat adalah hipopigmentasi pada rambut, kulit, dan abnormalitas
tulang (osteoporosis, fraktur, reaksi periosteal, dan flaring dari rusuk anterior)
Anemia mikrositik, neutropenia, hipocupremia, dan hipoceruloplasminemia bisa
diobservasi. Neutropenia merupakan tanda awal dan paling sering dari defisiensi tembaga,
serta paling sensitif untuk mengetahui keberhasilan dari tatalaksana yang diberikan.
Penatalaksanaanya adalah dengan suplementasi tembaga pada makanan.
Tembaga
Tembaga merupakan komponen utama dari metalloenzim, seperti tirosinase dan lisil
oksidase. Tirosinase berperan dalam biosintesis melanin dan lisil oksidase mendeaminasi
lisin dan hidroksilisin pada tahap pertama kolagen cross-linking. Enzim tembaga lainnya
berperan dalam produksi katekolamin, detoksifikasi radikal bebas, dan reaksi oksidasi
reduksi.
Tembaga terdapat pada ikan, tiram, biji-bijian, daging sapi dan hati babi, coklat, telur,
dan kismis.
Metabolisme tembaga
Dalam tubuh orang dewasa mengandung 80 mg elemental tembaga. Dalam
plasma, tembaga terdiri dalam 2 bentuk: sekitar 90% terikat kuat sebagai tembaga biru
protein coeruloplasmin, sisanya terikat renggang dengan protein plasma, terutama albumin.
Tembaga dengan albumin berikatan bersaing untuk berikatan dengan zinc, sehingga fluktuasi
konsentrasi dari satu zat ini saling berkaitan dengan zat lainnya. Coeruloplasmin berperan
dalam oksidasi dalam iron utilization. Coeruloplasmin tidak berperan dalam transport
tembaga ke jaringan, ini merupakan peran albumin yang merupakan transport protein sejati.

Tembaga merupakan bagian dari superoksida dismutase, mengkatalisasi superoksida anion


radikal ke hidrogen peroksida dan oksigen. (Rook)
Sindrom Menkes
Sinonim: Kinky Hair Syndrome
Epidemiology: 1:35.000 sampai 1:100.000
Etiologi dan Patogenesis:
Gejala Klinis:
Kulit: hipopigmentasi, rapuh, steel-woll like rambut. Rambut kepala rusak dan
pendek. Pili torti, trikorheksis nodosa, dan moniletriks yang merupakan kerusakan pada
struktur juga terjadi. Alis dan bulu mata dapat juga terkena. Kulit hipopigmentasi, karena
berkurangnya melanin, bengkak atau pucat karena defek elastin. Bibir atas seperti panah
cupid, dagu gemuk, namun kulitnya lemah.
Sistemik: Terlihat sangat sakit. Retardasi mental dengan kejang, hipotonia,
dan letargi sering terlihat. Gejala sistem saraf pusat yang progresif. Arteri yang berliku dapat
dilihat di retina atau bahkan kulit, karena kurangnya elastin. Perdarahan pada kulit, dan
kelainan pembuluh darah besar juga terlihat. Dari pemeriksaan radiologi dapat terlihat
pelebaran metaphyseal dari tulang panjang dan tulang wormian (tulang di sutura tengkorak).
Kelainan saluran kemih dan kelamin juga ada.
Lab: Tembaga serum dan seruloplasmin rendah.
Prognosis: Buruk, meninggal dalam 2-3 tahun.
DD: Bjornstad syndrome, terdapat kongenital pili torti dan tuli namun tidak terdapat
gangguan sistem saraf pusat. Kelainan defisit asam amino lainnya.
Terapi: tembaga-histidin (10 tahun survival rate)

Hipopigmentasi
Hipopigmentasi: Berkurang atau hilangnya sintesis melanin, post-inflamasi.
Malnutrisi Protein Kwashiorkor bisa menyebabkan dilusi pigmen, menyebabkan
rambut menjadi putih atau abu-abu.
Defisiensi Tirosin
Jalur Melanin
Melanin terbentuk dalam organel melanosom dari melanosit. Melanosit yang ditemukan di
kulit, folikel rambut, dan jaringan berpigmen mata. Jalur melanin terdiri dari serangkaian
reaksi yang mengubah tirosin menjadi 2 jenis melanin, sebagai berikut: hitam-coklat
eumelanin dan merah-pirang pheomelanin. Mutasi genetik yang mempengaruhi protein /
enzim di sepanjang jalur ini pasti mengakibatkan produksi melanin berkurang.
Tirosinase merupakan enzim utama (kode pada kromosom 11) yang terlibat dalam
rangkaian konversi untuk membentuk melanin dari tirosin. Hal ini bertanggung jawab untuk
mengkonversi tirosin ke DOPA dan kemudian ke dopaquinone. Melalui urutan langkahlangkah, dopaquinone selanjutnya akan dikonversi menjadi baik eumelanin atau
pheomelanin. Mutasi pada enzim tirosinase menghasilkan baik OCA 1 atau Aroa.
Selain itu, 2 enzim lain yang terlibat dalam pembentukan eumelanin yang tirosinase-related
protein 1 (TRP1, DHICA oksidase) dan tirosinase-related protein 2 (TRP2, tautomerase
dopachrome). Kedua enzim dikodekan pada kromosom 9. Mutasi pada gen TRP1
menyebabkan OCA 3. Mutasi pada gen TRP2 tidak menghasilkan albinisme.
Akhirnya, protein P adalah protein membran melanosomal yang diyakini terlibat dalam
transportasi tirosin sebelum sintesis melanin. Mutasi gen ini menghasilkan P OCA 2.

Melanin pathway
Melanin is formed in the melanosome organelle of the melanocyte. Melanocytes are found in
the skin, hair follicles, and pigmented tissues of the eye. The melanin pathway consists of a
series of reactions that converts tyrosine into 2 types of melanin, as follows: black-brown
eumelanin and red-blond pheomelanin. Genetic mutations affecting proteins/enzymes along
this pathway inevitably result in reduced melanin production.
Tyrosinase is the major enzyme (coded on chromosome 11) involved in the series of
conversions to form melanin from tyrosine. It is responsible for converting tyrosine to DOPA
and then to dopaquinone. Through a sequence of steps, dopaquinone subsequently is

converted to either eumelanin or pheomelanin. Mutation to the tyrosinase enzyme produces


either OCA 1 or AROA.
Additionally, 2 other enzymes involved in the formation of eumelanin are tyrosinase-related
protein 1 (TRP1; DHICA oxidase) and tyrosinase-related protein 2 (TRP2; dopachrome
tautomerase). Both of these enzymes are coded on chromosome 9. Mutation to the TRP1 gene
causes OCA 3. Mutation to the TRP2 gene does not produce albinism.
Finally, P protein is a melanosomal membrane protein that is believed to be involved in the
transport of tyrosine prior to melanin synthesis. Mutation to this P gene produces OCA 2.
Tirosin
Merupakan salah satu asam amino non esensial. Asam amino merupakan komponen
pembentuk protein. Meskipun tubuh mampu menghasilkan beberapa asam amino, asupan
asam amino dari makanan tetap diperlukan. Asam amino yang diproduksi oleh tubuh
(terutama di hati) disebut sebagai asam amino non-esensial. Sedangkan asam amino yang
dibutuhkan tubuh dan diperoleh dari makanan disebut sebagai asam amino esensial. Asam
amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar
pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh.
Tubuh yang sehat mampu menghasilkan asam amino non esensial dalam jumlah yang
cukup. Tetapi orang dengan kondisi kesehatan buruk atau yang menderita penyakit tertentu
mungkin akan mengalami masalah dalam memproduksi asam amino ini. Daftar makanan
yang mengandung tirosin adalah:
Telur

Ikan

Daging sapi

Ayam

Hati

Daging merah

Daging domba Kalkun


Peterseli

Kerang

Rumput laut Labu kuning

Kacang polong Bunga kol

Seledri

Bit

Kentang

Beras merah

Tomat

Kedelai

Pir

Persik

Mangga

Ara

Jamur

Susu

Yogurt

Keju

Pepaya

Aprikot

Pisang

Apel

Semangka

Alpukat

Kacang mete Hazelnut

Kenari

Almond

Kacang tanah

Wijen

Biji labu

Udang

Siput

Oats

Gandum

Kecambah

Lentil

Labu

You might also like