Professional Documents
Culture Documents
1
Tujuan pendidikan harus diarahkan pada terbentuknya pribadi
yang baik, yaitu seorang yang berfikir, merasa dan bekerja pada
berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa
yang ada pada al Qur’an dan as Sunnah. Pribadi yang baik menurutnya
adalah pribadi yang sempurnah kepribadiannya yaitu mereka yang lurus
jalan pikiran serta jiwanya, bersih keyakinannya, kuat jiwanya serta
sanggup menajalankan perintah Alloh SWT.
b) Tujuan Sosial
Bahwa pendidikan Islam harus diarahakan pada terciptanya
masyarakat yang baik dan sejalan dengan ketentuan alQur’an dan as
Sunnah dimana manusia bisa hidup bersama dengan orang lain, saling
membantu, saling menasehati serta membantu mengatasi masalah orang
lain dan lain sebagainya.
c) Tujuan Dakwah Islamiyah
Tujuan pendidikan harus bisa mengarahkan Ummat agar siap dan
mampu memikul tugas dakwah islamiyah keseluruh dunia. Hal ini
didasarkan bahwa Allah mengutus para Rasulnya untuk memberi kabar
gembira dan memberi peringatan, sehingga segenap manusia mau
menerima dan mengikuti ajarannya.
3) Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Taimiyah secara garis besar metode pengajaran dapat
dibagi dua hal yaitu Metode Ilmiyah dan Metode Iradiyah. Hal ini
didasarkan bahwa Al Qalb (hati) merupakan alat utama untuk belajar.
Hatilah yang mengendalikan semua angota badan dan mengarahkan
jalannya.
Hati sendiri menurut beliau memiliki dua daya yaitu Daya Ilmiyah
(daya berfikir) dan Daya Al-Iradiyah yaitu kecendrungan untuk
mengamalkan apa yang dipikirkan. Pemikiran tersebut dimulai dari hati dan
akan berakhir di hati, dan ketika Iradah (kehendaknya dalam melakukan
sesuatu) bermula di dalam hati menuju kesemua anggota badan dan pada
puncaknya penggunaan daya tersebut di dalam akal. Dengan demikian akal
merupakan sifat yang terdapat pada hati yaitu pemikiran dan kemauan.
4) Kurikulum
2
Secara umum menurut Ibnu Taimiyah, kurikulum seharusnya
mengarahkan peserta didik ke arah yang sesuai dengan tuntunan agama
Islam. Lebih jelasnya kurikulum seharusnya sejalan dengan tujuan yang
akan dicapai dalam pendidikan itu sendiri. Menurut beliau kurikulum secara
ringkas memuat beberapa hal sebagaimana berikut ini:
a) Kurukulum yang berhubungan dengan
mengesakan Tuhan
b) Kurikulum yang berhubungan dengan
mengetahui secara mendalam terhadap
ilmu-ilmu Allah.
c) Kurikulum yang berhubungan dengan
upaya yang mendorong manusia
mengetahui secara mendalam (ma’rifat)
terhadap kekuasaan Allah.
d) Kurikulum yang berhubungan dengan
upaya yang mendorong untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan Allah.
3
Pendidikan menurut Ibnu Khaldun intinya bukanlah suatu aktivitas
yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-
aspek pragmatis dalam kehidupan labih jelasnya pendidikan bukan harus
dibatasi dalam hal belajar mengajar melainkan suatu proses dimana manusia
secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa
alam sepanjang zaman.
2) Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun adalah meliputi
lima hal:
a) Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan.
b) Menyiapkan seseorang dari segi akhlak
c) Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan dan
sosial
d) Menyiapkan seseorang dari segi pekerjaan
e) Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran dan
kesenian supaya bisa berkreasi
Jadi tujuan pendidikan bukan hanya untuk mencapai ilmu
pengetahaun saja, namun lebih jauh dari pada itu semua yaitu seseorang
harus mengamalkannya dalam akhlak sehari-hari serta memiliki
kemampuan untuk bisa berkreasi dan bekerja demi kehidupannya.
3) Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang ditawarkan oleh Ibnu Khaldun melalui tiga
langkah pokok:
a) Didalam memberikan pengetahuan kepada anak
didik, pendidik hendaknya memberikan pengetahuan
dan problem secara umumnya saja secara
menyeluruh.
b) Anak didik ikut interaktif dalam pemecahan masalah
dan pengetahuan yang bersifat umum tadi dengan
bantuan pendidik.
c) Pendidik menyampaikan pengetahuan secara detaial
dan lebih terperinci serta menyeluruh agar anak didik
mendapat pengetahuan yang lebih sempurnah.
4
Maka dari keterangan itulah, Ibnu khaldun menawarkan metode
yang bersifat diskusi, dimana dalam penyampaian pembelajaran, pendidik
bukanlah satu-satunya orang yang berperan aktif namun anak didik juga
diikut sertakan dalam proses pembelajaran dan pemecahan masalahnya.
4) Kurikulum
Kurikulum pada menurut Ibnu Khaldun adalah mencakup 4 hal
diantaranya harus sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan,
bertumpu pada ilmu pengetahuan, makhlumat-maklumat (pembelajaran
melalui kitab-kitab tradisional) serta memberikan tambahan berupa
kegiatan-kegiatan penunjang. Yang terpenting menurut beliau adalah
kurikulum dasar yakni berupa kurikulum campuran yang harus dipegang
bagi anak-anak pada umumnya, yaitu pengkombinasian pembelajaran al
Qur’an dan bahasa Arab dengan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan
5
hati demi lancarnya proses belajar mengajar. Sehingga dalam hal ini
Hasyim Asy’ari juga menekankan bahwa dalam belajar hati harus ditata
untuk mencapai ridhonya Allah SWT.
2) Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan haruslah berorientasi pada pengamalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan tidak mengesampingkan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Lebih penting pula bahwa peserta didik
harus memiliki etika dalam proses belajar mengajar baik terhadap guru,
teman maupun kitab yang dipelajari. Jadi selain mengamalkannya, peserta
didik harus memiliki akhlak yang baik.
3) Metode Pengajaran
Ada dua gagasan besar yang dicetuskan oleh Hasyim Asy’ari dalam
segi metode pembelajaran di pesantren yang beliau didirkan, diantaranya:
a) Metode Musyawarah atau Diskusi.
Metode ini meskipun buhan hal baru nampaknya, namun bagi
beliau ini merupakan gagasan yang cukup fenomenal mengingat selama
ini metode pembelajaran pendidikan dilakukan melalui metode ceramah
saja, jadi metode mausyawarah dan diskusi yang ditawarkan beliau
merupakan metode baru yang praktis untuk menunjang kreatifitas dan
kritisitas peserta didik.
b) Sistem Madrasah.
Sistem madrasah dilakukan di dalam kelas, hal ini menafikan
sistem pendidikan sebelumnya yang menggunakan Musholla ataupun
Masjid sebagai lahan utama terbentuknya pembelajaran. Hal ini beliau
lakukan guna memformalkan pendidikan Islam yang akan diterima oleh
peserta didik.
4) Kurikulum
Meskipun tidak dengan jelas disebutkan bagaimana kurikulum yang
ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari, namun kurikulumnya nampak pada
praktek dilapangan selama ini. Kurikulum pendidikan Islam versi beliau
meliputi beberapa hal, diantaranya pelajaran yang bisa memberikan
perbaikan hati (batin) sehingga peserta didik dapat mudah menerima
pelajaran serta dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yang kedua,
6
yakni pembelajaran yang mengarahkan pada terbentuknya akhlakul
karimah, terutama dalam proses belajar mengajar.
7
3. Metode Pengajaran
Masalah metode pengajaran, sebenarnya banyak persamaan satu sama
lainya. Seperti halnya pemikiran Ibnu Khaldun dan Hasyim Asy’ari yang lebih
menekankan metode pembelajarannya pada sistem diskusi, dimana murid diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mendiskusikan permaslahan yang ada, dengan
demikian diharapkan peserta didik terlatih secara langsung baik pemikiran maupun
pengetahuannya.
Berbeda dengan Ibnu Taimiyah, beliau lebih menekankan pembentukan hati
yang bersih untuk mencapai pembelajaran yang baik dan benar, dengan cara
berfikir dan mengamalkannya. Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Ibnu
Taimiyah ini juga didukung oleh Hasyim Asy’ari, dimana hati adalah pusat
segalanya termasuk dalam proses belajar mengajar. Hati yang bersih akan lebih
mudah mendapatkan ilmu serta dapat memanfaatkannya dengan baik dari pada
mereka yang hatinya kotor karena maksiat kepada Allah SWT.
4. Kurikulum
Berkenaan dengan kurikulum, Ibnu Taimiyah maupun Hasyim Asy’ari
menekankan adanya kurikulum yang mampu mendekatkan diri kepada Allah, maka
jalan satu satunya jalan untuk memudahkan langkah tersebut adalah hati. Hati
merupakan senjata utama bagi peserta didik untuk mencapai ilmu yang bermanfaat
yang sebagaimana diinginkan didalam tujuan itu sendiri.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, selain menekankan kurikulum yang bisa
membawa peserta didik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, beliau juga
memasukkan kegiatan-kegitan non ilmu teoritik, dengan kata lain, beliau berusaha
menggabungkan teori dan praktek dalam kurikulumnya sehingga terjadi
keseimbangan antara teori pengetahuan dalam beragama dengan keilmuan praktek
untuk memeprsiapkan kehidupan di dunia.
Masalah praktek atau kegiatan-kegiatan non teoritik sebenarnya juga
menjadi bahasan oleh Ibnu Taimiyah dan Hasim asy’ari, namun hanya sebatas
ekstrakulikuler atau tambahan saja, bukan masuk pada kurikulum pokok.