Professional Documents
Culture Documents
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas dilakukan suatu upaya reformasi di bidang
pertanahan (Landreform) yang pada waktu itu dikenal dengan Panca Program Agrarian
Reform Indonesia, meliputi :
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya serta penggunaannya secara terencana, sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.
Dengan adanya Panca Program Agraria Reform Indonesia yang merupakan suatu
perwujudan kebijakan pemerintahan Orde Lama sebagaimana dituangkan di dalam
UUPA tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan mengenai
agraria maupun pertanahan. Akan tetapi dalam perkembangannya muncul berbagai
permasalahan baru yang kurang begitu diakomodir di dalam UUPA itu sendiri.
Pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan merupakan permasalahan penting
yang mengketerkaitkan hubungan antara pemerintah sebagai penguasa, pemilik modal
(investor) dan rakyat. Karena di dalam pembangunan tersebut tidak tertutup
kemungkinan adanya suatu pola hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme) antara penguasa dengan pemilik modal (investor) yang tidak memperhatikan
kepentingan rakyat dan bahkan dapat merugikan kepentingan rakyat.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 dianggap oleh sejumlah
pengamat sebagai suatu produk hukum yang paling populis (lebih bernuansa pro kepada
rakyat kecil atau petani) di bandingkan dengan produk-produk hukum lainnya yang
dibuat di masa Orde Lama, Orde Baru maupun sampai sekarang ini. Di dalam
perkembangannya, UUPA dianggap sebagai undang-undang payung (umbrella act) dari
peraturan-peraturan lain yang mengatur mengenai agraria dan pertanahan. Lahirnya
undang-undang baru yang berkaitan dengan agraria dan pertanahan diharapkan dapat
meneruskan semangat UUPA yang lebih populis (berpihak pada rakyat kecil terutama
para petani). Akan tetapi dalam kenyataannya telah terjadi ketidaksinkronan antara
UUPA yang dianggap sebagai undang-undang payung (umbrella act) dengan undang-
undang sektoral yang berkaitan pula dengan agraria dan pertanahan. Banyak ketentuan-
ketentuan dari berberapa Undang-Undang sektoral tersebut yang tidak sesuai dengan apa
yang telah digariskan di dalam UUPA.
1. UUPA belum memuat aspek perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi
masyarakat, khususnya petani dan pemilik tanah serta masyarakat adat;
3. UUPA belum menjelaskan secara tegas institusi mana yang harus mengkoordinir
pengelolaan dan pengurusan tanah, dan lain sebagainya
Sebenarnya apa yang telah dipaparkan di atas hanya merupakan sebagian kecil masalah
yang dihadapi dalam upaya penegakan UUPA, masih banyak permasalahan-
permasalahan lain yang timbul di dalam bidang agraria khususnya bidang pertanahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
1. Munculnya berbagai Undang-undang sektoral yang tidak taat / tidak sesuai dengan
asas-asas yang termuat di dalam UUPA.
4. Timbulnya konflik kewenangan dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah setelah munculnya Undang-
Undang Otonomi Daerah. Selain itu juga terjadi konflik antar
departemen/instansi, karena muncul berbagai macam peraturan-peraturan sektoral
yang saling bertentangan dan lebih cenderung mengutamakan kepentingan
masing-masing departemen/instansinya. Sehingga hal tersebut sangat potensial
mendatangkan ¿ego-sektoral¿ dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA);
dan lain sebagainya.
Dari beberapa uraian permasalahan diatas, maka perlu dilakukan suatu penataan kembali
kebijakan-kebijakan untuk mengatasi segala permasalahan mengenai agraria maupun
pertanahan dalam upaya untuk meneruskan cita-cita Reformasi Agraria (Agrarian
Reform) maupun Reformasi dalam bidang pertanahan (Land Reform). Beberapa alternatif
penyelesaian permasalahan tersebut diantaranya penyempurnaan aturan-aturan mengenai
agraria maupun pertanahan sehingga terjadi keselarasan antara UUPA dengan beberapa
Undang-Undang sektoral, perbaikan kinerja departemen / instansi yang bergerak di
bidang agraria khususnya di bidang pertanahan, Salah satu upaya penting guna
mewujudkan hal tersebut adalah dilakukannya penyempurnaan (perubahan maupun
amandemen) UUPA.
Pada dasarnya upaya untuk melakukan penyempurnaan, baik berupa perubahan maupun
amandemen terhadap ketentuan-ketentuan UUPA sudah menjadi pembahasan sejak dulu.
Amandemen maupun perubahan terhadap UUPA telah diamanatkan dalam TAP MPR
No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
serta dalam Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di
Bidang Pertanahan. Dalam upaya untuk menyempurnakan UUPA hendaknya perlu
diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
2. Penguatan dan penghormatan Hak Ulayat, untuk kedepannya harus ada suatu
penguatan terhadap hak ulayat sebagaimana yang telah diatur di dalam UUPA.
karena hal tersebut merupakan suatu upaya untuk mengakui eksistensi keberadaan
masyarakat adat / penduduk asli setempat (indigenous people).
Ialah keseluruhan dari ketentuan hukum, yang mengatur hubungan antara orang
yang satu dengan orang yang lain, termasuk Badan Hukum dengan Bumi, Air,
dan Ruang Angkasa dalam seluruh wilayah dan mengatur pula wewenang yang
bersumber pada hubungan tersebut.Hukum agraria secara umum diatur dalam
UU No. 24 tahun 1960 tentang UU Pokok-pokok Agraria. Hukum agraria terdiri
atas :
b.Hukum pengairan Ialah yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak atas air