You are on page 1of 4

BAB I

KONSELING BEHAVIORAL

Pendekatan behavioral memandang konseling merupakan proses pendidikan. Pusat


konseling adalah membantu klien mempelajari tingkah laku baru untuk memecahkan masalahnya.
Prinsip-prinsip dan prosedur belajar yang efektif yang digunakan untuk membentuk dasar-dasar
pemberian bantuan kepada klien. Konseling behavioral memandang tingkah laku sebagai suatu
yang dipelajari atau tidak dipelajari oleh klien. Oleh karena itu, peran konselor pada konseling
behavioral adalah aktif, sebagai guru, ahli diagnosis dan sekaligus menjadi model. Dengan
demikian klien juga dituntut aktif dan mengalami sendiri.
Konseling behavioral mula-mula merupakan suatu metode “treatment” untuk neorosis yang
dikembangkan oleh Wolpe (1958). Bertitik tolak dari teori bahwa neorosis dapat dijelaskan dengan
mempelajari tingkah laku yang tidak adaptif melalui proses-proses belajar yang normal. Tingkah
laku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi eksternal maupun internal.
Dalam pendekatan behavioral, konseling dipandang sebagai penggunaan berbagai prosedur
yang sistematis oleh konselor dan klien untuk mencapai perubahan-perubahan yang relevan dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan yang didasarkan pada pencapaian pemecahan masalah yang
dihadapi klien.
Pendekatan behavioral dalam konseling menghasilkan asumsi dasar bahwa hampir semua
masalah merupakan masalah-masalah dalam belajar. Dalam hal ini konselor memandang bahwa
tugas mereka sebagai usaha untuk membantu orang-orang yang datang kepada mereka untuk
mempelajari tingkah laku baru yang lebih sesuai.

A. Pandangan tentang Manusia


Pendekatan behavioral modern didasarkan pada pandangan ilmiah tentang tingkah laku
manusia yang menekankan pentingnya pendekatan sistematis dan terstruktur pada konseling.
Namun pendekatan ini tidak mengesampingkan pentingnya hubungan klien untuk membuat pilihan-
pilihan. Dari dasar pendekatan tersebut di atas, dapat dikemukakan konsep tentang hakekat manusia
sebagai berikut :
1. Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar, dan proses terbentuknya kepribadian adalah
melalui proses kematangan dari belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan lingkungannya.
3. Setiap manusia lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar kebutuhan
dipelajari dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
4. Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan baik atau jahat, tetapi dalam kondisi netral, bagaimana
kepribadian seseorang dikembangkan, tergantung pada interaksinya dengan lingkungan.

B. Perkembangan Tingkah Laku


Sebagian besar kebutuhan individu diperoleh dari belajar. Tingkah laku selalu diarahkan
ketujuan tertentu, dan tujuan baru muncul sebagai hasil asosiasi dengan tujuan yang terdahulu.
Melalui proses ini, berkembang defrensiasi kebutuhan mulai yang spesifik sampai yang umum.
Proses ini dapat dilukiskan dengan mengamati interaksi antara ibu dengan anaknya. Awal
mula interaksi, anak bertemu dengan ibunya dan memperoleh pemuasan kebutuhan makan.
Kepuasan ini perlahan-lahan berkembang melalui generalisasi, sehingga anak merasa puas hanya
karena ibunya hadir didekatnya. Ini memberinya pelajaran untuk kemudian membutuhkan perhatian
ibunya. Jadilah perhatian sebagai kebutuhan (Need) baru yang samasekali berbeda dengan tujuan
atau kebutuhan yang pertama, menghilangkan rasa lapar.
Rother mengemukakan tiga sifat umum dari kebutuhan yang dipelajari, yaitu :
1. Need potentials
Need potential adalah kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh kebutuhan untuk menarik
tingkah laku kearahnya. Setiap saat individu akan dihadapkan dengan berbagai kebutuhan

1
2

sekaligus. Biasanya ada kebutuhan yang potensinya lebih kuat dari yang lain dan individu
merespon kearah kebutuhan itu. Kalau terjadi beberapa kebutuhan timbul dengan potensi yang
seimbang, individu dihadapkan pada konflik, yang penyelesaiannya harus melalui proses
pemilihan.
2. Freedom of movement
Freedom of movement adalah individu mempunyai keyakinann bahwa pola tingkah
lakunya tertentu, akan menghasilkan sesuatu yang diharapkannya. Walaupun respon selalu
tertuju kepada stimulasi tertentu, individu itu bukan robot, ia dapat mengontrol dirinya sendiri.
Khasanah respon individu untuk menjawab suatu kebutuhan cukup bervariasi dari yang segera
memperoleh, reinforcement, sampai yang reinforcementnya akan diperoleh pada masa yang
belum dapat ditentukan. Individu mempunyai kebebasan untuk memilih respon yang akan
dipakai nanti bahkan individu juga memiliki kebebasan untuk memilih stimulus yang akan
diresponnya.
3. Need value
Need Value adalah nilai yang berkembang dalam diri individu mengenai suatu kebutuhan.
Derajat kebutuhan dalam diri individu ini yang membuat individu lebih memilih suatu kepuasan
dibandingkan dengan yang lain, karena pada situasi tertentu kebutuhan atau tujuan itu dinilai
lebih berharga.
Dalam hubungannya dengan perkembangan reinforcement dan interaksinya dengan
lingkungan individu mengembangkan berbagai pola tingkah laku. Individu-individu saling
berbeda tingkah lakunya, karena mereka menanggapi situasi spesifik dengan cara yang berbeda.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan tingkah laku yang tepat adalah
tingkah laku yang diwujudkan dengan melalui belajar yang benar. Tingkah laku yang tepat
misalnya, masuk sekolah sesuai dengan ketentuan, mengerjakan tugas rumah, atau sekolah dengan
baik.

C. Pengubahan Tingkah Laku


1. Tujuan Konseling Behavioral
Tujuan umum konseling behavioral adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi belajar
dengan dasar pemikiran bahwa setiap tingkah laku dipelajari, termasuk tingkah laku yang tidak
tepat.
Teknik-teknik behavioral tidak mengancam atau menghapuskan kebebasan memilih.
Tujuan-tujuan disini termasuk pengembalian seorang individu kedalam masyarakat, membantu
upaya menolong diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial dan memperbaiki
tingkah laku yang menyimpang.
Tujuan konseling menurut Krumboltz hendaknya memperhatikan kriteria sebagai
berikut :
a. Memperbaiki tingkah laku yang salah.
b. Belajar tentang proses pembuatan keputusan.
c. Pencegahan timbulnya masalah.
2. Fungsi dan Peranan Konselor
Para konselor behavioral secara khas berfungsi sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah
laku yang tidak tepat dan mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Konselor behavioral
harus mengasumsikan adanya peranan aktif dalam treatment, karena mereka menerapkan
pengetahuan ilmiah pada penemuan solusi permasalahan yang dihadapi manusia.
Bandura 1969 menunjukkan bahwa sebagian besar belajar yang terjadi melalui
pengelaman langsung dapat juga diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain.
Dia menambahkan bahwa salah satu dari proses yang mendasar dimana klien mempelajari
tingkah laku baru melalui peniruan atau modeling sosial yang diberikan oleh konselor. Konselor
sebagai seorang individu menjadi rol model yang penting karena klien seringkali memandang
3

konselor sebagai worthy imulation, maka klien meniru sikap-sikap, nilai, kepercayaan dan
tingkah laku konselor. Dengan demikian konselor harus ada peran penting yang mereka mainkan
dalam proses pengidentifikasian. Bagi konselor peran dan fungsi yang paling berat adalah
menjadi model bagi klien.
3. Pengalaman Klien dalam Konseling
Salah satu dari sumbangan-sumbangan unik konseling behavioral adalah bahwa
konseling behavioral memberi suatu sistem prosedur yang tersusun dengan baik kepada konselor
untuk diterapkan dalam konteks peran yang tersusun dengan baik pula. Konseling ini juga
memberi peran kepada klien dengan menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi klien
dalam proses terapiotik.
Kien harus dilibatkan secara aktif dalam pemilihan dan penentuan tujuan harus memiliki
motivasi untuk berubah dan harus mau bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
telaah biotik baik didalam maupun diluar situasi konseling.

D. Mekanisme Pengubahan Tingkah Laku


1. Tahap-tahap konseling
a. Assesment
Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah yang dilakukan oleh kilen saat ini.
Aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan fikiran klien saat ini merupakan item-item yang ada
dalam assesment. Assesment menekankan pada kelebihan atau kekuatan klien daripada
kelemahannya, tahap ini diperlukan untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan
masalah yang dihadapi klien.
b. Goal Setting
Konselor bersama klien menyusun tujuan yang dapat diterima berdasarkan informasi
yang telah disusun dan dianalisis. Tujuan ini sangat penting dalam konseling behavioral sebab
tujuan akan menjadi penuntun aktivitas belajar.
c. Teknik Implemetasi
Setelah tujuan konseling yang dapat diterima dirumuskan, konselor dan klien harus
menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu klien mencapai perubahan tingkah
laku yang diinginkan.
d. Evaluasi terminasi
Evaluasi konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan. Evaluasi
dibuat atas dasar apa yang klien perbuat. Tingkah laku klien digunakan sebagai dasar untuk
mengevaluasi efektifitas konselor dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
Terminasi lebih dari sekedar stoping konseling, yang meliputi :
1. Menguji apa yang dilkaukan oleh klien terakhir.
2. Eksplorasi kemungkinan konseling tambahan.
3. Membantu klien dalam mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling tingkah laku
klien.
4. Memantau secara terus menerus tingkah laku klien.

2. Teknik Konseling
a. Memperkuat tingkah laku
 Shapping
Adalah metode mengajarkan tingkah laku dengan terus menerus melakuakan
aproksimasi dan membuat rantai hubungan. Shapping dilakukan melalui pendekatan
berangsur, dimana dalam proses itu ada tingkh laku yang direinforce dan ada yang tidak.
Melalui aproksimasi ini tingkah laku secara bertahap menjadi didekati sehingga akhirnya
dapat dibentuk tingkah laku yang diharapkan. Contoh : seorang laki-laki yang takut
berhubungan dengan wanita, tetapi menginginkan seorang pacar.
4

 Behavioral kontrak
Syarat mutlak untuk memantapkan kontrak behavioral adalah batasan yang cermat
mengenai problem klien, setiasu dimana hal itu diekspresikan dan kesediaan klien untuk
mencoba prosedur itu.
 Assertive Training
Assertive training dapat diterapakan pada situasi-situasi interpersonal, diaman
individu yang mempunyai kesulitan-kesulitan perasaan sesuai atau tepat untuk
menyatakannya. Assertive training dapat membantu orang yang tidak dapat menyatakan
kemarahan atau kejengkelannya, sopan yang b erlebihan dan membiarkan orang lain
mengambil keuntungan darinya, mereka orang yang mempunyai kesulitan mengatakan
tidak.
Assertive training dengan menggunakan prosesur-prosedur permainan peranan.
Misalnya klien mengeluh bahwa ia sering merasa tertekan oleh orang tuanya.

You might also like