You are on page 1of 5

Kasus Bank Century : Boediono Terancam

Dipidana (3)
2009 September 30
tags: bank century, boediono, kasus bank century
by nusantaraku
Pendahuluan : Akar Pidana

Boediono
Setahun yang lalu, yakni 30 Oktober 2008, pengadilan Tipikor menjatuhkan 5 tahun penjara
kepada mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah dan pada hari sama
menetapkan Aulia Pohan (besan Presiden SBY) sebagai tersangka. Setelah melalui proses hukum
(kasasi, pengadilan, dll), hingga Agustus 2009 silam, hampir semua pejabat tinggi BI tahun
2003 telah dipidana.
Mereka adalah
1. mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah (3 tahun penjara, setelah kasasi),
2. mantan Deputi Gubernur BI Aulia Tantawi Pohan (4.5 tahun penjara),
3. mantan Deputi Gubernur BI Maman H. Somantri (4.5 tahun penjara),
4. mantan Deputi Gubernur BI Bunbunan Hutapea (4 tahun penjara),
5. mantan Deputi Gubernur BI Aslim Tadjuddin (4 tahun penjara),
6. mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak (3.5 tahun penjara dari sebelumnya
4.5 tahun penjara),
7. mantan Deputi Direktur Direktorat Hukum BI Oey Hoy Tiong (3 tahun penjara).
Para petinggi BI ini akhirnya dipidana diawali dari laporan BPK yang ditandatangani oleh Ketua
BPK Anwar Nasution kepada KPK (dengan nomor 115/S/I-IV/11/2006) pada 14 November
2006 yang menyatakan bahwa telah aliran dana Bank Indonesia (tepatnya Yayasan
Pengembangan Perbankan Indonesia atau YPPI) Rp 100 miliar pada tahun 2003. Dalam laporan
itu disebutkan bahwa melalui rapat Dewan Gubernur BI pada 3 Juni 2003 diputuskan meminta
YPPI menyediakan dana sebesar Rp100 miliar untuk dua keperluan.
• Pertama, pencairan dana Rp68,5 miliar untuk membantu proses hukum kasus Bantuan
Lilkuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan 5 mantan dewan gubernur dan
mantan direksi BI yang terjerat hukum dalam kasus BLBI, kredit ekspor, dan kasus
lainnya sehubungan dengan penanganan krisis ekonomi 1997-1998. Lima mantan
gubernur dan direksi BI tersebut adalah Soedrajad Djiwandono (mantan Gubernur BI),
Iwan R Prawiranata (mantan Deputi Gubernur BI), Heru Soepratomo (mantan Deputi
Gubernur BI), Hendrobudiyanto (mantan direksi BI), dan Paul Sutopo (mantan direksi
BI).
• Kedua, Rp 31,5 miliar diserahkan kepada Komisi IX DPR periode 1999-2004 untuk
pembahasan dan diseminasi sejumlah UU tentang BI. Hasil audit menyebutkan dana
untuk Komisi IX DPR periode 1999-2004 dicairkan melalui tujuh cek. Aliran ke Senayan
baru menjerat mantan Anggota DPR Hamka Yandhu (3 tahun penjara) dan Antony
Zeidra (5 tahun penjara). Sementara 52 orang anggota DPR yang disebut dalam
persidangan masih menghirup udara bebas.
Jelas bahwa dana Rp 100 miliar tersebut sama sekali tidak mengalir pada petinggi BI di atas,
alias Burhanuddin CS tidak menikmati uang Rp 100 miliar tersebut. Yang menikmati uang
tersebut adalah para petinggi BI pada tahun 1997-1998 yang terkena kasus BLBI dan para
anggota DPR RI. Namun mengapa Burhanuddin CS tersebut dipidana?
Alasan yang paling utama adalah mereka telah menyelewangkan dana YPPI. Dana yang
seharusnya digunakan untuk pengembangan perbakan Indonesia, alih-alih digunakan untuk
menyuap anggota DPR agar merevisi UU BI sesuai dengan kepentingan mereka serta digunakan
untuk bantuan pribadi untuk kasus hukum para mantan pejabat BI. Dana yang harusnya untuk
kepentingan lembaga digunakan untuk kepentingan/keuntungan individu tertentu. Hal ini
melanggar UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor pasal 3 yang berbunyi :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dari ketentuan ini, sangat jelas mengapa aliran Rp 100 miliar termasuk dalam ranah hukum
tepatnya UU anti korupsi. Meskipun Burhanuddin Abdullah tidak menerima uang sepersenpun,
namun karena dia selaku Gubernur Bank Indonesia membubuhkan tanda tangannya untuk
pengeluaran dana sebesar Rp. 100 milyar yang melanggar aturan, maka ia harus dipidana 3 tahun
penjara. Meskipun dalam persidangan ia mengaku “tidak tahu menahu” bahwa aliran Rp 100
miliar tersebut secara hukum adalah salah.
Catatan : Dewan Gubernur BI saat itu adalah Burhanuddin Abdullah sebagai Gubernur BI,
Anwar Nasution sebagai deputi gubernur senior, dan 5 orang Deputi Gubernur BI masing-
masing Aulia Pohan, R Maulana Ibrahim, Maman H Somantri, Bun Bunan EJ Hutapea, dan
Aslim Tadjuddin. Dari ketujuh Dewan Gubernur di atas, hanya Anwar Nasution (saat ini
menjabat sebagai Ketua BPK) dan R Maulana Ibrahim yang tidak dikenakan pidana. Padahal,
dalam persidangan nama Anwar Nasution disebut-disebut terlibat dalam aliran dana Rp 100
miliar. Hal ini diperkuat dengan kesaksian mantan Direktur Oey Hoey Tiong yang mengakui
dirinya diperintah Anwar untuk memusnahkan dokumen terkait aliran dana BI. “Kamu
musnahkan saja dokumen-dokumen itu Oey”, ungkap Oey meniru perintah Anwar Nasution.
Kasus Bank Century : Pejabat BI Diduga Menyalahgunakan Wewenang
Pada tanggal 29 September 2009, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi laporan
sementara hasil audit interim investigas BPK atas Bank Century. Dari laporan sementara ini,
Komisi XI DPR (Keuangan dan Perbankan) telah mengadakan rapat tertutup mempelajari
laporan tersebut. Karena masih jauh dari sempurna, Komisi XI DPR meminta agar BPK
menyelesaikan audit investigasi secara menyeluruh dalam waktu sesingkat-singkatnya, terutama
gar BPK melakukan pemeriksaan aliran dana dalam kasus Bank Century karena sama sekali
belum dilaporkan oleh BPK.
Meski masih dalam bentuk laporan sementara, Harry Azhar Aziz, anggota Komisi XI DPR
menyatakan bahwa terungkap ada indikasi Pejabat Bank Indonesia (BI) melakukan
penyalahgunaan wewenang (abuse of power) terkait kasus upaya penyelamatan Bank Century
dengan pengucuran dana Rp 6,7 triliun. Di tempat yang sama, Anggota Komisi XI Drajad
Wibowo menjelaskan ada manipulasi ketentuan pengucuran Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
(FPJP) untuk Bank umum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang keluar dari Bank
Indonesia (BI) pada saat penalangan dana Bank Century.
Manipulasi tersebut dapat dilihat dari perubahan kebijakan mengenai FPJP yakni batas rasio
kecukupan modal (Capital Adequate Ratio/CAR) yang semula dibatasi 2 persen berubah menjadi
hanya positif saja.”PBI yang lama CAR-nya dibatasi 2 persen, namun setelah tanggal 14
November 2008 PBI dirubah jika CAR positif bisa dapat FPJP,” Drajad menjelaskan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pembengkakan dana talangan yang dikucurkan ke Bank Century dari
sebelumnya Rp 632 miliar menjadi Rp 6,76 triliun.
Dan melalui hasil laporan BPK atas audit investigasi penyelamatan PT Bank Century Tbk
tersebut, diketahui pula bahwa Bank Indonesia melakukan banyak kesalahan, salah satunya
adalah pengawasan BI yang terlalu lemah. Salah satu permasalahan yang diungkap dalam
laporan adalah soal kredit fiktif di Bank Century. Bank Indonesia dalam laporannya ke Komite
Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) tidak menjelaskan secara gambalng kedit fiktif itu.
Akibatnya terjadi penilaian salah, sehingga alih-alih Menkeu Sri Mulyani sebagai ketua KSSK
bersama Boediono dan ketua LPS menyelamatkan Bank Century. Dan parahnya lagi, terjadi
pembengkakan penyelamatan dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,67 triliun.
Dalam penilaian Komisi XI itu, Bank Indonesia juga dianggap salah dalam menentukan
penilaian dampak sistemik. Hal ini karena dilatarbelakangi informasi data yang kurang akurat
dijadikan sebagai bahan penilaian. Dengan kesalahan penilaian menyebabkan rekap
penyelamatan Bank Century menjadi bengkak. “Itu karena kesalahan penerapan PPAP
(Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif),” katanya. Tak hanya itu, audit Century juga
menemukan berbagai lubang yang ditimbulkan karena kelemahan ini, yakni berupa masalah LC,
kredit fiktif, dan lainnya.
Kasus Bank Century : Detik-Detik Penyalahgunaan Wewenang
Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyelamatkan Bank Century menjadi
kontroversi. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil pertemuan
yang digelar KSSK pada pukul 23.00 WIB tanggal 20 November 2008 hinggga pukul 06.00 WIB
pada 21 November 2008.
Menurut hasil audit BPK, keputusan itu sesungguhnya sudah melalui berbagai pembahasan
antara BI, Departemen Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rapat konsultasi
KSSK tanggal 14, 17, 18, 19 November 2008. Dengan memperhatikan surat Gubernur BI Nomor
10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008, KSSK melakukan rapat KSSK pada tanggal 20
– 21 November 2008. Rapat kosultasi tersebut dilalui dengan presentasi BI yang menguraikan
Bank Century sebagai Bank Gagal dan analisis dampak sistemik.
Dari rapat tersebut diketahui bahwa sejumlah peserta rapat lain pada umumnya
mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumen dan analisis BI yang menyatakan
Bank Century ditengarai berdampak sistemik. Menanggapi pertanyaan dari peserta rapat
lainnya, inilah jawaban BI:
BI menyatakan sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan resiko sistemik atau tidak
karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur
hanyalah perkiraan atau biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan.
Mengingat situasi yang tidak menentu maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian
dengan melakukan penyelamatan namun dengan meminimalisir cost keputusan harus diambil
segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore, 21 November 2008 seperti saran LPS, Bank
Century tidak mempunyai cukup dana untuk prefund kliring dan memenuhi kliring sepanjang
hari itu.
Meskipun sejumlah besar peserta rapat tidak setuju untuk menyelamatkan Bank Century, namun
atas ‘desakan’ BI (meskipun BI tidak bisa mengukur/menentukan dampak sistemik –>lihat
kalimat hijau yang digarisbawahi), pejabat BI (salah satunya adalah Boediono) mengatakan
penyelamatan Bank Century harus dilakukan (tidak bisa ditunda). Penyelamatan ini dalam satu
sisi memberi keuntungan besar bagi para nasabah kelas kakap, salah satunya adalah Boedi
Sampoerna. Jika Bank Century ditutup, maka Boedi Sampoerna hanya akan menerima Rp 2
miliar. Namun, jika Bank Century diselamatkan, maka Boediono Sampoerna akan mendapat US
200 juta dollar (atau Rp 2 triliun).
Kasus Bank Century : Boediono Terancam Dipidana
Berdasarkan analisis dari anggota Komisi XI DPR yang membidangi Keuangan dan Perbankan,
maka selaku pimpinan BI, Boediono secara tidak langsung melakukan penyalahgunaan
wewenang. Seperti diuraikan di atas, BI telah memberi keterangan abu-abu (alias belum pasti)
atas kondisi Bank Century. Justru dengan keterbatasan pengawasannya (kredit dan deposan
fiktif), BI alih-alih menyelamatkan Bank Century. Setelah diselamatkan, lagi-lagi terjadi aliran
secara besar-besaran berjumlah Rp 5.6 triliun selama kurun November – Desember 2008. Tidak
habis berpikir, mengapa petinggi BI begitu ngotot menyelamatkan Bank Century, padahal dalam
rapat tersebut banyak peserta yang menolak, terlebih alasan pejabat BI terlalu “memaksa”.
Dan bila alasan penyelamatan Bank Century ‘mengada-ada’ dan dalam kesempatan lain
melanggar undang-undang seperti djelaskan diatas adalah benar, maka bercermin dari kasus
aliran dana Rp 100 miliar dari YPPI, tentu tidak bisa dipungkiri para petinggi BI dan KSSK bisa
terseret pidana. Meskipun mereka tidak menerima dana sepersen pun, namun apabila karena
‘kecerobohan’ (alasan paling positif) mereka sendiri menjadi alat para bankir dan deposan yang
mengakibatkan kerugian keuangan lembaga negara, maka sudah sepantasnya mereka mendapat
proses hukum yang sama dengan kasus Burhanuddin Abdullah.
Dan Andai saja, rakyat Indonesia dan para penegak hukum menjunjung tinggi keadilan hukum
seperti diurai dalam Pasal 27 UUD 1945, maka bila memang pada akhirnya laporan BPK
memberi bukti resmi bahwa pejabat BI (termasuk pimpinannya yakni Boediono) melakukan
pelanggaran ketentuan dalam penyelamatan Bank Century, maka bukanlah hal mustahil
Boediono (Wakil Presiden Terpilih mendampingi SBY) akan dipidana oleh KPK (asal KPK
tetap independen dan berhasil keluar dari kemelutnya). Dan perlu dicatat, jika pada akhirnya
terbukti indikasi yang kuat bahwa Boediono bersalah, maka percayalah bahwa ia bukanlah satu-
satunya orang yang bersalah. Berdasarkan berbagai analisis yang berkembang, maka para pejabat
yang ikut terlibat dalam kasus Bank Century adalah deposan fiktif Bank Century, manajemen
Bank Century, KSSK, LPS dan semua ’siluman’.
Tentu, seperti biasanya.. Kita akan menunggu hasil audit investigasi BPK yang menyeluruh. Jika
memang akhirnya terbukti, maka hendaknya hukum ditegakkan. Semoga tidak ada yang
mengkriminalisasi KPK, agar tabir Bank Century dapat diusut dengan seadil-adilnya. Hanya
saja, apakah 60% pemilih akan mendukung penegakan hukum bagi cawapres yang terpilih?
Salam Nusantaraku,
ech-wan, 30 Sept 2009
Catatan:
Tulisan ini merupakan serial tulisan sebelumnya Kasus Bank Century : Jangan Gunakan
“Pisau” Menghukum Rakyat (1) dan Kasus Bank Century : Siapa yang Diuntungkan? (2). Yang
mana ketiga tulisan ini baru berbicara dua dari tiga bagian kasus bank Century, yakni tahap
sebelum dan tahap keputusan menyelamatkan Century.
Sumber Referensi : KoranIndonesia—SuaraMerdeka—Lira—BeritaSore—BI—Kompas(1)—
Kompas(2)—Vivanews—

You might also like