You are on page 1of 51

Labschool Jakarta

• Halaman Depan
• Wijaya Kusumah

← SERTIFIKASI GURU, MERUGIKAN ATAU MENGUNTUNGKAN? Materi


Workshop Power Point →

Model-Model Pembelajaran
April 22, 2008 · & Komentar

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting
untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun
menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap
kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang
mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan
perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang
menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang
meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat
dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran
kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa
saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling
tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang
dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan
peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut
mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder),
pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau
fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing


Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau
benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk
memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.


2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam
situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada
waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah
baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk
dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.


2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal
terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan
mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep
tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode
pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang
bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar


diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekurangan:

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan
secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.


2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat
ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:

• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.


• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu


• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi
hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture


Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan
materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.

Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together


Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi
nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil
nomor dari siswa.
Langkah-langkah:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.

Kelebihan:

• Setiap siswa menjadi siap semua.


• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.


• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling
kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.
Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para
siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan
metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah
dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi
kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang
biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task
oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan
tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih
dari langkah a) di atas.

c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b).
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi
yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik
yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis


Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada
langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang
menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir


Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir
oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap
pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa
secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam
kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap
anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a)


belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana
mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu
siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada
temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok
harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)


Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus
ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan
tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang
dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan
dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa
bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game
akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen
dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok
adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus
untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal
pada saat game.

3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa
memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini
yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga
siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada
meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)


Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang
ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih,
“Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-
ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)


Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan
anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran


menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai
semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.

Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh.
Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.


2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar
tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.

Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study


Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa
Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto
Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-
guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar
menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

a. Perencanaan.

b. Praktek mengajar.

c. Observasi.

d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.


2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu
membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar
teori yang menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di
kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil


mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi
terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian
bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang
telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga
didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran


berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).

Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:

- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan
olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.

- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/

Model Pembelajaran ARIAS


Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang
dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance, relevance,
interest, assessment, dan satisfaction yang dikembangkan berdasarkan teori-teori
belajar.

Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di
Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa
model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa.

Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran

1. Pendahuluan

Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar
siswa. Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi
menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa
SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan 1997/1998)
menunjukkan hasil belajar yang kurang menggembirakan (Depdikbud, 1998).

Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk
faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi
berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal
adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model
pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor utama yang
mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan
kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan.

Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan
baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu
terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu
sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah
mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik,
bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan
memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model
pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan
hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran
ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai
suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar
siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh model
pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar.

2. Kajian Teori dan Pembahasan

2.1 Model Pembelajaran ARIAS

Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS
(Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp
(1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang
dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini
dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang
mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan
harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen
tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen
model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction
dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).

Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar
dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada
model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi
perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang
diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses
pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (1980:
72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka
model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada
model pembelajaran tersebut.

Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima


komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence
(percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi).
Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance,
dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi
assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris,
1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa
akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa
percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga
penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah
terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya
sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap
memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun
dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction.
Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk
menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada
relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara
minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga
pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil
huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai
akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut
model pembelajaran ARIAS.

2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS

Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima
komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang
disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu
kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-
masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan
dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri),


yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang
berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura
seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap
percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia
miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai
sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan
tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan
dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau
harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu
keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki
penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara
terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu
ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan
maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh
percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa
terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat
mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri
adalah:

- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada
siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang
terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau
potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah
satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa.
Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang
berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas
dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap
percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah
dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.

- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai


keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab
pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).

- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan
kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah
berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai
dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip
Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha
menanamkan rasa percaya diri pada siswa.

- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan
melatih suatu keterampilan.

Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan


kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun
yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller,
1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai,
bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari
sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka,
dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang
jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu
untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui
kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka
juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan
kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).

Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam
pembelajaran adalah:

- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan
memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk
mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.

- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang
dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.

- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya


dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas
yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang
langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain
memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan
mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental,
emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup
permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan
berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian
tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi
dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.

Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan


dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966:
23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller
seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus
dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam
kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya
minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa
melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik
sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara
minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang
diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.

Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi


hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan
menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:

- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang


lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam


pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan
dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu
dipecahkan.

- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti


dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke
lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.

- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti


demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat
dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang
berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian
pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid
(Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982:
336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah
dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun
sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu
siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan
dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan
motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa
dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka
capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam
tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan
oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self
assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri
mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa
untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal.
Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui
oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang
mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan
keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin
dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas
sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan
demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin
mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth
seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi
perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:

• Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.


• Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan
hasil evaluasi kepada siswa.
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri
sendiri.
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.

Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang


berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar
satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil
mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan
tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut
untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70).
Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada
siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower,
1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul
dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu
merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat
sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar
individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik
(Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang
dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun
nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward)
menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: <!--[if gte vml 1]>
<![endif]--><!--[if !vml]--> <!--[endif]-->merupakan suatu penguatan
(reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan
penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu, rasa
bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain :

- Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal


maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan
guru : “Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!”. Menganggukkan
kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu
pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil
melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang
simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk
melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan


yang baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.

- Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa


dikenal dan dihargai oleh para guru.

- Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang


mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.

2.3 Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS

Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak
guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan
pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan
satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai
pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut
sudah mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu
sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa
percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan
minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga
pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang
akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media
pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan
bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan
kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa.
Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa.
Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang
dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi
bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat
menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas
dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan
mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar
yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan
berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah
memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.

Siswa dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat


membayangkan dirinya sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi
disusun sesuai urutan dan tahap kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat
mengadakan evaluasi sendiri.

3. Hasil Percobaan di Lapangan

Model pembelajaran ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumlah siswa kelas V dari sebuah
sekolah dasar (SD) Negeri di Kota Palembang selama satu caturwulan yaitu catur
wulan III tahun ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil sebagai sampel secara acak
sederhana dari sejumlah SD negeri setara di Kota Palembang yang memiliki kelas V
paralel. Dari keseluruhan siswa SD ini diambil 60 orang siswa kelas V sebagai sampel
yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok, di mana masing-masing kelompok
berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa ini juga diambil secara acak sederhana.
Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2.
Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan instrumen tes hasil belajar dan
kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh dianalisis
dengan ANAVA&mdash;2 jalur dengan uji F pada taraf signifikansi a = 0,05.

Percobaan kedua juga menggunakan metode eksperimen dengan rancangan 2 x 2


dilaksanakan di SD yang berbeda, yaitu sebuah SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin. Lama percobaan selama satu caturwulan yaitu catur wulan II tahun
ajaran 1996/1997. Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa yang dikelompokkan ke
dalam empat kelompok di mana masing-masing kelompok berjumlah 20 orang siswa.
Baik sampel SD maupun sampel siswa diambil secara acak sederhana. Untuk
memperoleh data yang diperlukan digunakan tes motivasi berprestasi. Data yang
diperoleh juga dianalisis dengan ANAVA&mdash;2 jalur pada taraf signifikansi a =
0,05. Seperti halnya pada percobaan pertama, pada percobaan kedua ini juga
dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji Lilliefors untuk normalitas dan uji Bartlett
untuk homogenitas data.

Apakah motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model
pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model
pembelajaran non-ARIAS. Untuk itu baik pada percobaan pertama maupun pada
percobaan kedua, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen.
Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen dilaksanakan berdasarkan model
pembelajaran ARIAS. Satuan pelajaran yang disusun berdasarkan model
pembelajaran ARIAS disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada kelompok kontrol
kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran non-ARIAS,
dengan satuan pelajaran disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua
percobaan ini dilakukan pengontrolan validitas internal dan eksternal. Pengontrolan
validitas internal adalah:

(1) Menyetarakan setiap kelompok pada awal percobaan dengan menganalisis skor
tes awal setiap kelompok untuk menghindari efek pemilihan subjek yang berbeda;

(2) Menggunakan instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes awal guna
menghindari efek perbedaan instrumen pengukur;
(3) Mengusahakan agar tidak ada subjek yang mengundurkan diri selama penelitian
berlangsung untuk menghindari efek kehilangan subjek dalam percobaan;

(4) Memberikan perlakuan yang relatif singkat, untuk menghindari efek pematangan
dan efek tes awal. Pengontrolan validitas eksternal adalah:

1. Penentuan kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan pemilihan guru yang


memiliki kualifikasi setara ditetapkan secara acak;

2. Suasana belajar, situasi kelas, dan kondisi setiap kelompok semua sama seperti
hari-hari belajar biasa, kecuali penggunaan model pembelajaran ARIAS pada
kelompok eksperimen, untuk menghindari efek lingkungan yang dapat menyebabkan
reaksi yang berlebihan dari siswa;

3. Selama percobaan siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada penelitian untuk
menghindari efek Howthorne dan John Henry.

Hasil ANAVA menunjukkan bahwa pada percobaan pertama Fo=10,74 jauh lebih
besar dari Ft=4,02 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara
kedua kelompok XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah, 1999: 120 – 121). Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS
lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Pada
percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari Ft=3,96 pada taraf signifikansi a = 0,05,
dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok adalah XA=18,55 > Xn-A=15,98
(Sopah,1998: 99-100). Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa yang
mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti
model pembelajaran non-ARIAS.

Hasil kedua percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran


ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada
mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.

4. Penutup

Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha
meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan
ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa
keterbatasan, yaitu:

Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha
meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan
ini menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa
keterbatasan, yaitu:

- Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SD negeri di Kota
Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin (percobaan kedua). Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun
jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan
ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian sejenis lainnya dengan sebaran
dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan dukungan hasil penelitian sejenis ini
maka diharapkan dapat merupakan bahan pertimbangan penggunaan model
pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.

- Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya
berlangsung selama satu catur wulan. Karena waktunya terbatas, maka bahan atau
materi yang diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam
percobaan ini telah dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena
terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh
variabel lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian
lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih banyak,
sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak.

- Bidang studi yang digunakan terbatas pada satu bidang studi bahkan satu
subbidang studi. Hasil baik yang diperoleh dalam subbidang studi ini belum tentu
memberikan hasil yang sama pada bidang studi lain. Karena itu juga perlu adanya
penelitian sejenis lainnya pada berbagai bidang studi, sehingga dapat mencerminkan
besarnya pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap hasil belajar siswa.

- Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut model pembelajaran
ARIAS, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi murid disusun
oleh penulis. Satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS ini dicobakan dan
ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh penelitian sejenis
lainnya di mana satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS disusun oleh
guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah memang satuan pelajaran
menurut model pembelajaran ARIAS yang disusun oleh guru dengan berbagai macam
keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik.

Pustaka Acuan :

Beard, Ruth M. dan Senior, Isabel J. 1980. Motivating students. London: Routledge
and Kegan Paul Ltd.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American
and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott,
Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational
psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang:
Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn
and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New
York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction.
Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation
in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and
evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.),
Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of
Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of
motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action,
289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing
Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo
Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language.
Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and
research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal
models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206.
Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan
Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang
abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi
peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta,
30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa,
Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi
terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program
bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.

RIWAYAT HIDUP

Djamaah Sopah, lahir di Penggage, 14 April 1944. Menyelesaikan Sarjana Muda


Pendidikan dari IKIP Bandung Cabang Palembang tahun 1967 dan Sarjana Pendidikan
jurusan Pendidikan Umum di FKIP Unversitas Sriwijaya tahun 1974. Pada tahun 1982
mengikuti pendidikan Pascasarjana di University of Kentucky, USA, dan memperoleh
gelar Master of Science in Education dalam bidang Curriculum & Instruction tahun
1984. Pada tahun 1985 mendapat ijazah Akta Mengajar V dari Universitas Terbuka.
Tahun 1999 memperoleh gelar Doktor dalam bidang Teknologi Pendidikan dari IKIP
Jakarta.

Dari tahun 1962 sampai tahun 1974 pernah menjadi guru dan Kepala SD, guru SMP,
guru SPSA, serta guru dan Kepala SPG. Sejak tahun 1974 sampai sekarang menjadi
dosen pada FIP/FKIP Universitas Sriwijaya. Di samping itu pernah menjadi Koordinator
Instructional Improvement Network-WUAE, BKS/B-USAID 1985-1990. Instruktur pada
penataran Pengembangan Pembelajaran di berbagai Perguruan Tinggi Negeri di
Wilayah Indonesia Bagian Barat dan berbagai PTS di KOPERTIS Wilayah II (1984-
1990). Pada tahun 1987 diundang sebagai instruktur pada “the WUAE-BKS/B Training
Institute” University of Kentucky, USA.
Artikel ilmiah yang pernah ditulis antara lain: “Komunikasi antara Orangtua dan
Anak” disajikan pada Diskusi Panel ISWI Palembang, 1990. “Transparansi OHP
sebagai Media Instruksional” (Suara Guru No. 5 Th. XLVI/1997). “Motivasi Berprestasi,
Perhatian Orangtua dan Hasil Belajar” (Forum Kependidikan No. 2 Th. XIII/1996).
Sedangkan seminar/workshop internasional yang pernah diikuti antara lain “Mid-
Winter Community Seminar (Tuskeege, USA, 1982).

“The International Development Training Workshop” (Lexington, USA, 1983).

Sumber: Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang – Depdiknas

http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/22/model-pembelajaran-arias/

Model-model evaluasi hasil belajar PIPS (membahas pengertian validitas kurikulum


(curriculum validity) serta perannya terhadap evaluasi hasil belajar; pendekatan dan alat
dalam evaluasi hasil belajar PIPS)
TIU:Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa S-1 Pendidikan Sejarah memiliki
pengetahuan, wawasan, pengalaman dan ketrampilan dalam:
a. pengertian IPS, Ilmu Sosial, social studies
b. landasan filosofis, akademik dan edukatif PIPS
c. tradisi social studies dan PIPS
d. teori dan pengembangan tujuan PIPS
e. teori, prosedur, dan model pengembangan materi kurikulum PIPS
f. teori, pendekatan, dan model pengembangan proses belajar PIPS
g. teori tentang hasil belajar PIPS
h. model-model evaluasi PIPS
TIK:- Alokasi:16 kali pertemuan Sumber:Andersen,C., P.G. Avery, P.V. Pederson, E.S.
Smith, J.L. Sullivan (1997). Divergent perspectives on citizenship education: A Q-
method study and survey of social studies teachers. American Educational Research
Journal, 34, 2.

Brophy,J. dan J. Alleman (1996). Powerful social studies for elementary students. Forth
Worth: Harcourt Brace College Publisher

Gregg,S.M. dan G. Leinhardt,. (1994). Mapping out geography: an example of


epistemology and education. Review of Educational Research, 62, 2.

Hasan,S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Hess, F.M. (1999). Bringing the Social Sciences Alive: 10 Simulations for History,
Economics, Government, and Geography. Boston: Allyn and Bacon.

Hursh,D.W. dan E.W. Ross (2000). Democratic Social Education: Social Studies for
Social Change. New York: Palmer Press.

Lindquist,T. (1995). Seeing the whole through social studies. London: Heinemann
NCSS (1994). Curriculum standards for social studies: expectations of excellence.
Washington,D.C.: NCSS

Nebraska, Stateboard of Education (1998). Nebraska Social Studies/History Standards:


Grades K-12. [Online]. Tersedia: http://www.nde.state.ne.us/SS/SocSStnd.html. (25 Mei
2001).

National Center for History in the Schools (1996). National standards for history. Los
Angeles, CA: National Center for History in the Schools

Savage,T.V. dan D.G. Armstrong (1996). Effective teaching in elementary social studies.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Shaver, J.P. (1991). Handbook of research on social studies teaching and learning. A
project of the National Council for the Social Studies. New York: Macmillan Publishing
Company.

Semb,G.B. dan J.A. Ellis (1994). Knowledge taught in school: what is remembered?
Review of Educational Research, 64, 2.

Stahl,R.J. (ed)(1994). Cooperative learning in social studies: a handbook for teachers.


Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company.

Thornton,S.J. (1994). The social studies near century’s end: reconsidering patterns of
curriculum and instruction, dalam Review of Research in Education, 20.

Wilson,S.M. dan Wineburg,S.S. (1993). Wrinkles in time and place: using performance
assessments to understand the knowledge of history teachers. American Educational
Research Journal, 30, 4.

Jurnal

Social Studies
Review of Educational Research
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historia

Internet

http://dir.yahoo.com/Education

http://www.stemnet.nf.ca/Curriculum/Validate

http://www.ed.uiuc.edu/circe

SPIRAL MODEL
Proses model yang lain, yang cukup populer adalah Spiral Model. Model ini juga cukup
baru ditemukan, yaitu pada sekitar tahun 1988 oleh Barry Boehm pada artikel A Spiral
Model of Software Development and Enhancement. Spiral model adalah salah satu bentuk
evolusi yang menggunakan metode iterasi natural yang dimiliki oleh model prototyping
dan digabungkan dengan aspek sistimatis yang dikembangkan dengan model waterfall.
Tahap desain umumnya digunakan pada model Waterfall, sedangkan tahap prototyping
adalah suatu model dimana software dibuat prototype (incomplete model), “blue-print”-
nya, atau contohnya dan ditunjukkan ke user / customer untuk mendapatkan feedback-
nya. Jika prototype-nya sudah sesuai dengan keinginan user / customer, maka proses SE
dilanjutkan dengan membuat produk sesungguhnya dengan menambah dan memperbaiki
kekurangan dari prototype tadi.

Model ini juga mengkombinasikan top-down design dengan bottom-up design, dimana
top-down design menetapkan sistem global terlebih dahulu, baru diteruskan dengan detail
sistemnya, sedangkan bottom-up design berlaku sebaliknya. Top-down design biasanya
diaplikasikan pada model waterfall dengan sequential-nya, sedangkan bottom-up design
biasanya diaplikasikan pada model prototyping dengan feedback yang diperoleh. Dari 2
kombinasi tersebut, yaitu kombinasi antara desain dan prototyping, serta top-down dan
bottom-up, yang juga diaplikasikan pada model waterfall dan prototype, maka spiral
model ini dapat dikatakan sebagai model proses hasil kombinasi dari kedua model
tersebut. Oleh karena itu, model ini biasanya dipakai untuk pembuatan software dengan
skala besar dan kompleks.

Spiral model dibagi menjadi beberapa framework aktivitas, yang disebut dengan task
regions. Kebanyakan aktivitas2 tersebut dibagi antara 3 sampai 6 aktivitas. Berikut
adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam spiral model:

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Customer communication. Aktivitas yang


dibutuhkan untuk membangun komunikasi yang efektif antara developer dengan
user / customer terutama mengenai kebutuhan dari customer.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Planning. Aktivitas perencanaan ini


dibutuhkan untuk menentukan sumberdaya, perkiraan waktu pengerjaan, dan
informasi lainnya yang dibutuhkan untuk pengembangan software.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Analysis risk. Aktivitas analisis resiko ini


dijalankan untuk menganalisis baik resiko secara teknikal maupun secara
manajerial. Tahap inilah yang mungkin tidak ada pada model proses yang juga
menggunakan metode iterasi, tetapi hanya dilakukan pada spiral model.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Engineering. Aktivitas yang dibutuhkan


untuk membangun 1 atau lebih representasi dari aplikasi secara teknikal.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Construction & Release. Aktivitas yang


dibutuhkan untuk develop software, testing, instalasi dan penyediaan user /
costumer support seperti training penggunaan software serta dokumentasi seperti
buku manual penggunaan software.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Customer evaluation. Aktivitas yang


dibutuhkan untuk mendapatkan feedback dari user / customer berdasarkan
evaluasi mereka selama representasi software pada tahap engineering maupun
pada implementasi selama instalasi software pada tahap construction and release.

Berikut adalah gambar dari spiral model secara umum :

<!--[if gte vml 1]> <![endif]--><!--[if !vml]-->

<!--[endif]-->

Satu lingkaran dari bentuk spiral pada spiral model dibagi menjadi beberapa daerah yang
disebut dengan region. Region tersebut dibagi sesuai dengan jumlah aktivitas yang
dilakukan dalam spiral model. Tentunya lingkup tugas untuk project yang kecil dan besar
berbeda. Untuk project yang besar, setiap region berisi sejumlah tugas-tugas yang
tentunya lebih banyak dan kompleks daripada untuk project yang kecil. SE berjalan dari
inti spiral berjalan mengitari sirkuit per sirkuit. Sebagai contoh untuk sirkuit pertama
dilakukan untuk pembangunan dari spesifikasi dari software dengan mencari kebutuhan
dari customer. Untuk sirkuit pertama harus menjalani semua aktivitas yang didefinisikan.
Setelah 1 sirkuit terlewati lanjut ke tugas selanjutnya misalnya membangun prototype.
Tugas ini juga harus mengitari 1 sirkuit dan begitu terus selanjutnya sampai project
selesai.

Tidak seperti model-model konvesional dimana setelah SE selesai, maka model tersebut
juga dianggap selesai. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk spiral model, dimana model
ini dapat digunakan kembali sepanjang umur dari software tersebut. Pada umumnya,
spiral model digunakan untuk beberapa project seperti Concept Development Project
(proyek pengembangan konsep), New Product Development Project (proyek
pengembangan produk baru), Product Enhancement Project (proyek peningkatan
produk), dan Product Maintenance Project (proyek pemeliharaan proyek). Keempat
project tersebut berjalan berurutan mengitari sirkuit dari spiral. Sebagai contoh setelah
suatu konsep dikembangkan dengan melalui aktivitas2 dari spiral model, maka
dilanjutkan dengan proyek selanjutnya yaitu pengembangan produk baru, peningkatan
produk, sampai pemeliharaan proyek. Semuanya melalui sirkuit2 dari spiral model.

Mengapa spiral model begitu populer? Pendekatan dengan model ini sangat baik
digunakan untuk pengembangan sistem software dengan skala besar. Karena progres
perkembangan dari SE dapat dipantau oleh kedua belah pihak baik developer maupun
user / customer, sehingga mereka dapat mengerti dengan baik mengenai software ini
begitu juga dengan resiko yang mungkin didapat pada setiap aktivitas yang dilakukan.
Selain dari kombinasi 2 buah model yaitu waterfall dan prototyping, kelebihan dari
software ini ada pada analisis resiko yang dilakukan, sehingga resiko tersebut dapat
direduksi sebelum menjadi suatu masalah besar yang dapat menghambat SE. Model ini
membutuhkan konsiderasi langsung terhadap resiko teknis, sehingga diharapkan dapat
mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Sebenarnya dengan menggunakan
prototype juga bisa menghindari terjadinya resiko yang muncul, tetapi kelebihan dari
model ini yaitu dilakukannya proses prototyping untuk setiap tahap dari evolusi produk
secara kontinu. Model ini melakukan tahap2 yang sudah sangat baik didefinisikan pada
model waterfall dan ditambah dengan iterasi yang menyebabkan model ini lebih realistis
untuk merefleksikan dunia nyata. Hal-hal itulah yang menjadi kelebihan menggunakan
spiral model.

Meskipun banyak kelebihan tetapi tentu masih ada kekurangannya. Kekurangannya ada
pada masalah pemikiran user / customer dimana mereka pada umumnya tidak

November 11, 2007 Posted by nguk2 | Model Software Development | | No Comments

WATERFALL PROCESS MODEL


Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini sering disebut
dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model ini adalah model yang muncul
pertama kali yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan
model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE). Model ini
melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari level kebutuhan sistem lalu
menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing / verification, dan maintenance. Disebut
dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui harus menunggu selesainya tahap
sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh tahap desain harus menunggu
selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap requirement. Secara umum tahapan pada model
waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :
<!--[if gte vml 1]><![endif]--><!--[if !vml]--> <!--[endif]--><!--[if gte vml 1]> <!
[endif]--><!--[if !vml]-->

<!--[endif]-->

Gambar di atas adalah tahapan umum dari model proses ini. Akan tetapi Roger S.
Pressman memecah model ini menjadi 6 tahapan meskipun secara garis besar sama
dengan tahapan-tahapan model waterfall pada umumnya. Berikut adalah penjelasan dari
tahap-tahap yang dilakukan di dalam model ini menurut Pressman:

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->System / Information Engineering and


Modeling. Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan
sistem yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting,
mengingat software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain
seperti hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project
Definition.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Software Requirements Analysis. Proses


pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk
mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer
harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang
dibutuhkan, user interface, dsb. Dari 2 aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan
sistem dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Design. Proses ini digunakan untuk mengubah


kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint”
software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan
kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas
sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi
dari software.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin,


dalam hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi
bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman
melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang
secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat


haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi
software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Maintenance. Pemeliharaan suatu software


diperlukan, termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena software yang
dibuat tidak selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih
ada errors kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-
fitur yang belum ada pada software tersebut. Pengembangan diperlukan ketika
adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem
operasi, atau perangkat lainnya.

Mengapa model ini sangat populer??? Selain karena pengaplikasian menggunakan


model ini mudah, kelebihan dari model ini adalah ketika semua kebutuhan sistem dapat
didefinisikan secara utuh, eksplisit, dan benar di awal project, maka SE dapat berjalan
dengan baik dan tanpa masalah. Meskipun seringkali kebutuhan sistem tidak dapat
didefinisikan seeksplisit yang diinginkan, tetapi paling tidak, problem pada kebutuhan
sistem di awal project lebih ekonomis dalam hal uang (lebih murah), usaha, dan waktu
yang terbuang lebih sedikit jika dibandingkan problem yang muncul pada tahap-tahap
selanjutnya.

Meskipun demikian, karena model ini melakukan pendekatan secara urut / sequential,
maka ketika suatu tahap terhambat, tahap selanjutnya tidak dapat dikerjakan dengan baik
dan itu menjadi salah satu kekurangan dari model ini. Selain itu, ada beberapa
kekurangan pengaplikasian model ini, antara lain adalah sebagai berikut:

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Ketika problem muncul, maka proses berhenti,


karena tidak dapat menuju ke tahapan selanjutnya. Bahkan jika kemungkinan
problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan sebelumnya, maka proses
harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini tidak muncul. Hal-hal
seperti ini yang dapat membuang waktu pengerjaan SE.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Karena pendekatannya secara sequential,


maka setiap tahap harus menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Hal itu tentu
membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian lain tidak dapat mengerjakan
hal lain selain hanya menunggu hasil dari tahap sebelumnya. Oleh karena itu,
seringkali model ini berlangsung lama pengerjaannya.

<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Pada setiap tahap proses tentunya


dipekerjakan sesuai spesialisasinya masing-masing. Oleh karena itu, ketika tahap
tersebut sudah tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga tidak terpakai lagi.
Oleh karena itu, seringkali pada model proses ini dibutuhkan seseorang yang
“multi-skilled”, sehingga minimal dapat membantu pengerjaan untuk tahapan
berikutnya.

Menurut saya, tahapan-tahapan model ini sudah cukup baik dalam artian minimal untuk
melakukan SE, maka harus ada tahapan-tahapan ini. Tahapan-tahapan ini jugalah yang
digunakan oleh model-model yang lain pada umumnya. Ada filosofi yang mengatakan
sesuatu yang sukses diciptakan pertama kali, maka akan terus dipakai di dalam
pengembangannya. Hal ini juga berlaku pada waterfall model ini. Mungkin dapat
dikatakan bahwa inilah standar untuk melakukan SE.

Akan tetapi, yang mungkin menjadi banyak pertimbangan mengenai penggunaan dari
model ini adalah metode sequential-nya. Mungkin untuk awal-awal software diciptakan,
hal ini tidak menjadi masalah, karena dengan berjalan secara berurutan, maka model ini
menjadi mudah dilakukan. Sesuatu yang mudah biasanya hasilnya bagus. Oleh karena itu
model ini sangat populer. Akan tetapi, seiring perkembangan software, model ini tentu
tidak bisa mengikutinya. Yang menjadi kelemahan adalah pada pengerjaan secara
berurutan tadi, seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya. Kelemahan-kelemahan
yang lain juga sudah saya utarakan di atas, atau bahkan masih ada yang lainnya.

Dari sini, nantinya akan dikembangkan model-model yang lain, bahkan ada tahap
evolusioner dari suatu model proses untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tadi.
Meskipun secara tahapan masih menggunakan standar tahapan waterfall model.
Kesimpulannya adalah ketika suatu project skalanya sedang mengarah kecil bisa
menggunakan model ini. Akan tetapi kalau sudah project besar, tampaknya kesulitan jika
menggunakan model ini.

Sumber :

• Buku Software Engineering by Roger S. Pressman


• http://en.wikipedia.org/wiki/Waterfall_model

November 11, 2007 Posted by nguk2 | Model Software Development | | No Comments

http://209.85.175.104/search?
q=cache:MUMc3OBPS6sJ:tonyjustinus.wordpress.com/category/model-software-
development/+artikel+tentang+model-
model+evaluasi&hl=id&ct=clnk&cd=13&gl=id&client=firefox-a

Kategori: Blogroll

78 tanggapan so far ↓


Robert Manurung // April 23, 2008 pada 11:18 am

wow…artikelnya panjang tenan. Tapi intinya setuju dengan yang dipaparkan


artikel ini.

Mengenai perdebatan, salah satu yang cukup bagus bisa lihat di artikel aktual ini :

http://ayomerdeka.wordpress.com/2008/04/23/negara-tidak-berhak-
membubarkan-ahmadiyah/

ahmad // April 29, 2008 pada 2:17 am

tulisan ini bagus sekali, seharusnya guru-guru sekarang pembelajarannya paling


tidak mengacu pada sedikitnya satu dari metode/ model pembelajran yang ditulis
disini. walaupun tidak menutup kemungkinan menggunakan menggunakan
metode/ model yang dulu sudah ada dan biasa silakukan oleh guru. tinglkatklan
terus kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia.

tunjung // Mei 6, 2008 pada 8:03 am

TERIMA KASIH TEMANKU TERBANTU KARENA AKU BUKA BLOD


INI,BUAT NYIAPIN SKRIPSI TAHUN INI

rabiyahtul adawiyah // Mei 10, 2008 pada 1:37 am

makacih….. tulisanx ini sangat membantu saya dalam mencari judul skripsi saya.
kalau boleh, saya sarankan agar lebih lengkap lagi tulisanx dan juga selain model
pembelajaran, sertakan juga dengan model-model evalusi terutama untuk
pelajaran matematika

isdi // Juni 2, 2008 pada 3:06 pm


bagus banget mas…..
kalo da yg baru mbok aku dikirimin ya

lia nurhayati // Juni 11, 2008 pada 3:25 am

terimaksih, karena tulisan ini sangat membantu saya dalam mencari model2
pembelajaran. saya sarankan agar lebih dilengkapi lagi, sertakan juga model
evaluasi khususnya untuk pelajaran bahasa Jerman. kalo ada aku dikirimin yach…
thanks.

wijayalabs // Juni 13, 2008 pada 9:26 pm

Terima kasih atas masukan teman-teman terhadap tulisan model-model


pembelajaran ini

arianti // Juli 6, 2008 pada 1:16 pm

terima kasih atas informasinya


saya merasa sangat terbantu

wijayalabs // November 1, 2008 pada 1:56 pm

Saya tidak menyangka kalau tulisan ini banyak yang melihatnya. Semoga saya
segera dapat melengkapinya.

fia // November 12, 2008 pada 4:02 am


canggih banget !!!! dapet dari mana aja mas ?
aku salut n kalo ada yang baru segera dikasih tahu lagi ya……thank’s

Drs. Miswan // November 21, 2008 pada 2:02 am

Mohon untuk dikirim pada surat/email saya, supaya saya lebih leluasa dalam
mempelajari dan memanfaatkannya. Karena model-model tersebut sangat kami
butuhkan dalam merubah perilaku dalam proses pembelajaran, terima kasih
sebelumnya.

owi // Desember 23, 2008 pada 12:21 pm

Luuarr biasa!!! Saya yakin tulisan ini bermanfaat khususnya bagi saya sendiri.
Terimakasih.

elma ismail // Desember 26, 2008 pada 2:30 am

Menurut anda apa beda model, metode, strategi model dan pendekatan?
Apa kelebihan masing2 hal tersebut di atas

wijaya kusumah // Desember 26, 2008 pada 2:43 am

model itu lebih kepada contoh aplikasi yang dilakukan dalam pembelajaran
sedangkan metode adalah caranya. Untuk strategi model belum ada istilah itu
yang ada strategi pembelajaran artinya dalam pembelajaran kita harus
mempaunyai cara yang paling efektif dan efisien sedangkan pendekatan tidak jauh
berbeda artinya dengan metode. Metode CTL atau pendekatan CTL adalah
contohnya.


085265402014 // Januari 16, 2009 pada 7:44 am

Terima kasih banyak telah memuat tulisan ini, dengan ini saya sangat terbantu
sekali;

nasihin // Januari 16, 2009 pada 7:52 am

panjang sekali materi model-model ini dan cukup baik, khusu untuk model
problem solving akan lebih baik lagi dibuat dengan matrix untuk pemecahannya
sehingga lebih jelas penyelesaiaannya, tks

085265402014 // Januari 16, 2009 pada 9:20 am

menarik sekali

Dede // Januari 25, 2009 pada 10:19 am

Thanks atas ditampilkannya model pembelajaran.


Salam Kenal

why mulia // Januari 27, 2009 pada 7:42 am

tulisannya bagus, OK

karebet09 // Februari 4, 2009 pada 3:29 am


wow……….bagus banget tulisanya,kalo ada yang baru segera tulis lagi ya,,,,
q tunggu tulisan beriktnya,thanks…….

SYAM MAN 2 RANTAU // Maret 1, 2009 pada 2:08 pm

Senang bisa ngambil sebagian nanti buat ngajar. . .thanks.

kusumah wijaya // Maret 1, 2009 pada 2:43 pm

sama-sama pak, saya pun senang karena dapat berbagi

rizqi // Maret 11, 2009 pada 11:50 am

yang ku butuhkan dah kutemukan, mksih banyak mas, ku tunggu yang baru

rahma andriana // Maret 12, 2009 pada 2:38 am

saya mau tanya, kalo resource based learning itu termasuk dalam model ato apa?
kemudian boleh tau referensi untuk mendapatka info ttg resourch based learning
lebih mendalam. jazakaallah

fathiya // Maret 15, 2009 pada 4:06 am

wow sangat menarik penjabarannya, saya sebagai calon guru sangat terbantu
sekali tapi saya ingin bertanya kira2 dari kesemua model pembelajaran itu yang
paling cocok dalam pembelajran berbicara apa y?atau pemebelajaran berbahasa?

wijaya kusumah // Maret 15, 2009 pada 10:48 am

Taka ada model yang paling bagus. Semua bagus dan tergantung kondisi dalam
menerapkannya. salam

hermoyo // Maret 16, 2009 pada 2:51 am

bagus sekali dan menarik.


Mohon ijin Pak Wijaya untuk mengutipnya untuk PTK
Thanks.

khairul huda // Maret 21, 2009 pada 6:46 pm

saya lagi belajar bikin PTK. Tentu, tulisan-tulisan bapak sangat membantu. Saya
akan sangat berterimakasih sekali sekiranya bapak memiliki dan sudi
mengirimkan kopian buku via pos yang berisi tentang model-model pembelajaran,
yang kelak bisa saya kutip dan saya jadikan referensi dalam daftar pustaka. Lebih
dari segalanya, saya mohon bimbingan bapak….

nisha // Maret 22, 2009 pada 5:28 am

bagus sekali pak!!!


saya baru tahu ada berbagi model pembelajaran yang dapat kita gunakan dan hal
itu sangat membantu saya.
thanks

Irhamsyah // Maret 22, 2009 pada 3:28 pm


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Terima kasih.
Pak Wijaya Kusumah, setelah membuka Blog anda saya merasa sanyat terbantu
untuk mengetahui dan mempelajari tentang model-model pembelajaran yang anda
tuangkan di dalam Blog tersebut.
Semoga Blog anda semakin banyak dikunjungi oleh browser-browser lain.

Sukses.

asih // Maret 31, 2009 pada 4:46 am

pak wijaya. saya mahasiswa dalam tahap pembuatan skripsi. saya tertarik dengan
model pembelajaran arias. dosen saya setuju dengan judul skripsi tentang model
ARIAS. tetapi saya mendapat kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang
model arias. saya hanya bisa mendapatkannya dari internet.
apakah sudah ada buku tentang model ARIAS? kalo ada, buku karangan
siapa&dengan judu apa?
kalau belum ada referensi-referensi dengan judul apa saja dan dengan
pengarangnya siapa yang bisa saya gunakan sebagai pendukung?
mohon bantuannya bapak….bala ke email saya di
asihganisanti_tp04@yahoo.co.id
terima kasih….

asih // Maret 31, 2009 pada 4:48 am

pak wijaya. saya mahasiswa dalam tahap pembuatan skripsi. saya tertarik dengan
model pembelajaran arias. dosen saya setuju dengan judul skripsi tentang model
ARIAS. tetapi saya mendapat kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang
model arias. saya hanya bisa mendapatkannya dari internet.
apakah sudah ada buku tentang model ARIAS? kalo ada, buku karangan
siapa&dengan judu apa?
kalau belum ada referensi-referensi dengan judul apa saja dan dengan
pengarangnya siapa yang bisa saya gunakan sebagai pendukung?
mohon bantuannya bapak….bala ke email saya di
asihganisanti_tp04@yahoo.co.id
terima kasih…….

ica // April 5, 2009 pada 1:58 pm

trim’s…
bgt pak….
tulisan bapa saya jadikan sbg bahan untuk ujian tengah semester saya…
skli lagi hatur nuhun ^_^

kusumah wijaya // April 5, 2009 pada 2:15 pm

sama-sama ica yang baik, semoga sukses dalam utsnya

eko // April 5, 2009 pada 3:44 pm

luar biasa, pak wij betul-betul produktif dalam menulis, sukses buat anda

wawan h // April 9, 2009 pada 9:37 am

yth pak wijaya. saya memerlukanmodel pembelajaran berbasis budaya. mohon


kiranya bapak dapat menginformasikan model tersebut. terima kasih

kusumah wijaya // April 9, 2009 pada 10:41 am

Saya belum menemukan bukunya pak, tapi kalau nanti sudah ada saya akan
bertahu bapak tentang model pembelajaran berbasis budaya. salam


triqur // April 30, 2009 pada 4:59 am

makasih atas bantuannya, semoga tulisan ini selalu bermafaat buat para guru se-
indonesia

neng // Mei 5, 2009 pada 8:36 am

Alhamdulillah…
akhirnya dapat juga yg dicari-cari selama ini
Ini sangat membantu dalam proses pembuatan KI saya

ratna // Mei 16, 2009 pada 10:14 am

pak, saya nanya apa-apa saja dari kebaikan GI?

kusumah wijaya // Mei 16, 2009 pada 11:30 am

Kebaikan GI sebenarnya tergantung kepada guru yang bersangkutan sebagai


directornya. Guru harus pandai memotivasi siswa. salam

adi // Juni 7, 2009 pada 3:01 pm

terima kasih sekali

wijaya kusumah // Juni 7, 2009 pada 10:08 pm

sama-sama mas adi. Semoga bermanfaat


anida annisa // Juli 26, 2009 pada 1:12 pm

assalamu’alaikum. wr.wb.
pak,kira – kira model skrip kooperatif bisa gak digunakan untuk memahami ise
pokok pada wacana?

makasih jawabannya pak, saya tunggu ya…

kusumah wijaya // Juli 26, 2009 pada 1:49 pm

Wah, saya belum tahu persis, tapi sepengetahuan saya sih bisa asalkan benar
dalam aplikasinya. Salam
omjay

Sri Wasono Widodo // Agustus 26, 2009 pada 3:32 am

Terimakasih atas deskripsinya yang sangat jelas. Bila berkenan mohon disertakan
daftar pustakanya, sehingga kami bisa mengelaborasinya secara akademis.

Sri Wasono Widodo // Agustus 26, 2009 pada 3:37 am

Terimakasih atas deskripsinya yang sangat jelas. Bila berkenan mohon disertakan
daftar pustaka untuk setiap modelnya, sehingga kami bisa mengelaborasinya
secara akademis. Sangat dibutuhkan Guru-guru dalam menyusun PTK. Sekali
lagi, terima kasih.

kusumah wijaya // Agustus 26, 2009 pada 7:54 am


Oke, pak sri wasono, akan saya masukkan daftar pustakanya.

salam
omjay

fadli // Agustus 28, 2009 pada 6:24 am

terima kasih ats tulisannya moga-moga bermanfaat bagi kami.jangan hadiah


lebarannya.

rida // September 7, 2009 pada 7:16 am

Pak, saya mohon bantuan bpk…


pak, tolong kirimkan judul buku dan pengarang yang berisi tentang model
pembelajara cooperatif script. tolong ya pak…
kirim ke e-mail saya..

rida // September 7, 2009 pada 7:20 am

Pak, saya mohon bantuan bpk…


pak, tolong kirimkan judul buku dan pengarang yang berisi tentang model
pembelajara cooperatif script. tolong ya pak…
kirim ke e-mail saya..
rida_lubis@yahoo.co.id.
terima kasih pak, tolong ya pak…
saya sangat butuh sekali..

kristyanto buulolo // September 13, 2009 pada 12:51 pm

setuju banget
thank you buat yang udah nulis artikelx ya
kebetulan aku lagi nayri-nyari model pembelajaran
karrna aku mau PPL II
jadi mau memberikan sesuatu yang berbeda

wijaya kusumah // September 13, 2009 pada 3:14 pm

kristyanto, terima kasih juga yah.

salam
omjay

amin // Oktober 2, 2009 pada 11:14 pm

model2 itu bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran?terutama bahasa inggris?

wijaya kusumah // Oktober 3, 2009 pada 1:31 am

sangat mas Amin, tergantung kreativitas mas amin dalam mengaplikasikannya. Di


coba ya!

salam
omjay

umi sholihah // Oktober 15, 2009 pada 11:27 am

model pembelajaran ini bermanfaat sekali untuk kami gunakan di sekolah kami


kusumah wijaya // Oktober 15, 2009 pada 12:09 pm

semoga bermanfaat mbak umi sholihah.

salam
omjay

surtini // Oktober 21, 2009 pada 1:08 am

terima kasih sekali apa yang kuperlukan kudapati

adek // Oktober 25, 2009 pada 6:43 am

Teknik atau metode pembelajaran itu relatif banyak dan mudah dipahami, namun
yang sulit adalah mempraktekannya, baik dari sisi siswa maupun gurunya ya

wijaya kusumah // Oktober 25, 2009 pada 11:59 pm

Betul mas saya setuju sekali

salam
omjay

rida lubis // November 3, 2009 pada 5:10 am

pak, tolong la bantu saya…


kalo bapak punya judul buku yang berisi tentang model pembelajaran cooperative
script ini..
soalnya saya lg nyusun skripsi tentang model ini…
plis ya pak….

rida lubis // November 3, 2009 pada 5:13 am

pak model pembelajaran cooperatif skrip bisa diterapin dimatematika g’?


pak, buku apa yang menunjang model pembelajaran ini ya pak…?
terima kasih sebelumnya pak…
mohon dijawab ya pak…

Ir.L.Widarto // November 4, 2009 pada 11:17 am

Dahsyaat! Luar biasa….! saya siap bantu bapak….Terimakasih atas kunjungan


bapak di kantor saya Sudirman Plaza Semoga kita bisa berkolaborasi dan
bersimbiosemutualisme ha…ha…ha…!

Bakti Gunawan // November 18, 2009 pada 4:12 am

ok………………………….

leniyusefa // November 23, 2009 pada 8:06 pm

tolong dong tampilkan model pembelaran melalui pendekatan savi, ditunggu


secepatnya tuk bahan kuliah, and kalo bisa contoh proposalnya materi IPS SMP.
tank..

devi surindra // November 25, 2009 pada 2:47 pm

Pak mau tanya nich. Kira-kira metode Role Play itu bisa diterapkan untuk KD apa
saja. Apakah bisa dilakukan untuk semua KD? Soalnya bingung cara
merealisasikanya di kelas. Umpamanya saja jika kompetensi dasarnya tentang
mendengar berita, puisi atau menulsi ilmiah. Tq

bg nia // Desember 4, 2009 pada 12:08 pm

pak klo ada tlisannya tentang model pembelajaran savi, contoh kongkrit
penerapannya untuk ank SD kls 5 tolong dkirimin.. trims sbelumnya..

kusumah wijaya // Desember 5, 2009 pada 1:33 am

oke, nanti bila ketemu artikelnya saya kirimkan kepada anda.

Salam kenal

Omjay

vitri // Desember 10, 2009 pada 6:15 am

bagus ya paparan tulisannya..


tapi pak, saya melihat model konseptual tidak ada terpapar dalam tulisan ini..
jika bpk murah hati memaparkan model pembelajaran konseptual, saya sangat
berterima kasih…
salam,

kusumah wijaya // Desember 10, 2009 pada 10:28 am

oke, nanti saya akan postingkan tersendiri mengenai model pembelajaran


konseptual yang mbak vitri minta. Terima kasih telah memberikan tanggapan

salam
omjay

selmawati // Desember 14, 2009 pada 12:24 pm

omjay, saya minta tolong dikirimin nama buku n pengarangnya tentang model
examples non examples nya la omjay,penting banget buat nyusun skripsi.tolong
ya omjay.terima kasih

selmawati // Desember 14, 2009 pada 12:26 pm

omjay, saya minta tolong dikirimin nama buku n pengarangnya tentang model
examples non examples nya la omjay,penting banget buat nyusun skripsi.tolong
ya omjay.tolong dikirim ke email saya ya omjay… selma_kukers@yahoo.co.id
.terima kasih

kusumah wijaya // Desember 15, 2009 pada 12:10 am

oke, nanti kalau ketemu bukunya saya akan kirimkan ke email mbak sekmawati.
Soalnya saya masih ngontrak rumah sementera ini, karena rumah sdg direnovasi.

salam
omjay

Aa Hasan Gunara // Desember 22, 2009 pada 4:49 am

terima kasih pak model model pembelajaran diperlukan banyak guru, hanya saya
masih belum mengenal penerapan model ARIAS dalam matematika. saya guru
matematika. apakah model diatasberlaku untuk semua mapel ? terima kasih.


Model-model Pembelajaran « Azharmahmudi's Blog // Desember 31, 2009
pada 3:06 pm

[...] Desember 31, 2009 · & Komentar [...]

rafi // Januari 1, 2010 pada 2:15 am

syukron katsiron atas materinya.

widia // Januari 9, 2010 pada 4:00 am

Wasalam
P. Wijaya, saya mohon bantuan untuk dikirim sebuah ptk yang strukturnya sesuai
dengan lpmp pusat (jakarta) dalam rangka pengususlan naik pangkat

kusumah wijaya // Januari 10, 2010 pada 2:02 pm

boleh mbak, minta alamat emailnya dong mbak,nanti saya kirimkan.

salam
Omjay

Tinggalkan sebuah Komentar

Nama

E-mail

Situs web
Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

Kirim

Tentang Wijaya Kusumah


Motivator, Pembicara Seminar, Workshop PTK, dan Praktisi ICT. Sering
diundang di berbagai Seminar dan Workshop sebagai Pembicara. Bersedia
membantu para guru dalam KTI dan Karya Tulisnya selalu masuk final di tingkat
Nasional dan berbagai prestasi telah diraihnya. Untuk melihat foto kegiatannya
dapat dilihat di blog http://wijayalabs.multiply.com/photos Hub via SMS:0815
915 5515

Blog Statistik
o 209,289 hits
Tulisan Teratas
o Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah
o Model-Model Pembelajaran
o PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DI INDONESIA
o Soal-soal Excel
o Contoh Soal Excel Kelas 8
Halaman
o Wijaya Kusumah

April 2008
S S R K J S M
« Mar Mei »
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
April 2008
S S R K J S M
28 29 30
• Arsip
o Januari 2010
o Desember 2009
o November 2009
o Oktober 2009
o September 2009
o Agustus 2009
o Juli 2009
o Juni 2009
o Mei 2009
o April 2009
o Maret 2009
o Februari 2009
o Januari 2009
o Desember 2008
o November 2008
o Oktober 2008
o September 2008
o Agustus 2008
o Juli 2008
o Juni 2008
o Mei 2008
o April 2008
o Maret 2008
o Februari 2008
o Januari 2008
o Desember 2007
o November 2007
o Oktober 2007
o September 2007
o Agustus 2007
Blogroll
o Blog wijaya lainnya
o dedidwitagama
o Mario Teguh
o Omjay
o omjaylabs
o Wijaya Kusumah
file doc
o agus sampurno
o Budi Putra
o Download Soal UN
o Invircom
o kompasiana
o Labschool Jakarta
o Romisatriawahono
o viva news
Tulisan Terakhir
o Kiat Sukses Seorang Blogger
o Pembelajaran Aktif
o Daftar Kebaikan
o Pendidikan Kewirausahaan
o Jadwal Ujian Nasional
Komentarnya dong
o Giyanto Widodo pada Soal TRY OUT TIK SMP
o Widodo pada Pendidikan Kewirausahaan
o kusumah wijaya pada Soal TRY OUT TIK SMP
o djikid kholil pada Soal TRY OUT TIK SMP
o vickylastfriend pada Soal TRY OUT TIK SMP
o djikid kholil pada Soal TRY OUT TIK SMP
o djikid kholil pada Soal TRY OUT TIK SMP
o vickylastfriend pada Soal TRY OUT TIK SMP
o vickylastfriend pada Soal TRY OUT TIK SMP
o nuraini pada Contoh Soal Excel Kelas 8
o rhenha pada Soal TRY OUT TIK SMP
o gresiia pada Soal TRY OUT TIK SMP
o kusumah wijaya pada Kenapa Saya Malas Menabung di Bank Syariah?
o jum pada Kenapa Saya Malas Menabung di Bank Syariah?
o kusumah wijaya pada Sambutan Buku PTK dari Rektor UNJ
Klik tertinggi
o gurupkn.wordpress.com/200…

Meta
o Masuk log
o RSS Entri
o RSS Komentar
o WordPress.com
Budaya Menulis
Sudahkah anda menulis hari ini?
Wijaya Kusumah
o kusumah wijaya
 Kiat Sukses Seorang Blogger
 Pembelajaran Aktif
 Daftar Kebaikan
 Pendidikan Kewirausahaan
 Jadwal Ujian Nasional
 Menemukan Potensi Unik Siswa
 Pendidikan Berkarakter
 Benarkah Matematika Itu Sulit?
 Kenapa Saya Malas Menabung di Bank Syariah?
 UN, Haruskah Dipertahankan?
Facebook wijaya

Blog Welcome to Labschool Jakarta


o Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok.
Coba lagi nanti.
Tulisan wijaya

Kreativitas Menulis
Blog ini mengajak anda untuk dapat kreatif dalam menulis. Ciptakan tulisan-
tulisan anda yang bermutu dan kirimkan kepada kami untuk ditayangkan di blog
ini.

Flickr Photos
More Photos
• Bersama Menristek RI

Bersama Menristek RI, Bpk. Prof. DR. Kusmayanto Kardiman

Blog Khusus Pendidikan


Blog ini diperuntukkan khusus untuk bidang pendidikan. Kami berusaha untuk
memberikan informasi penting tentang seputar pendidikan. Selamat Membaca!

Labschool Jakarta
Add new tag belajar Belajar PTK blogger budaya sekolah buku penelitian Tindakan kelas buku ptk
guru guru ideal internet jakarta KARYA TULIS ILMIAH kebakaran kepemimpinan kompasiana
kreativitas labschool labschool jakarta laskar pelangi LKGDP-2008 membuat
blog menulis mudik omjay pascasarjana unj pelatihan camtasia pembelajaran pemenang buku

pengayaan Penelitian Tindakan Kelas proposal ptk PTK pusat


perbukuan pusat sumber belajar sang murobbi sby school culture seminar nasional PTK
sertifikasi guru smp labschool smp labschool jakarta sumber belajar Ujian
nasional unj wijaya wijaya kusumah
Kategori
o Blogroll
o Pendidikan
o Uncategorized
Para Blogger Yth:
Saya sangat senang bila anda mengambil berita atau informasi dari blog ini.
Namun sebagai bangsa yang berbudaya, alangkah baiknya nama penulis atau

alamat blog ini dicantumkan sebagai sumber.

Silahkan Link
Blog ini dibuat untuk saling berbagi. Bagi anda yang ingin membuat Link untuk
Blog ini, dengan senang hati saya persilahkan. Selamat Bergabung!

Foto Wijaya

wijaya kusumah

Internet Sehat

Mau Jadi Orang Kaya? Silahkan Klik!


TDW University - Tempat Anda merevolusi Hidup , Bisnis dan Keuangan Anda

KOmentar Buku PTK Wijaya/Dedi


Saya sangat setuju kegiatan tentang Penelitian Tindakan Kelas, saya berpendapat
PTK merupakan kegiatan profesional yang harus dilakukan oleh seorang guru.
Tulislah apa yang dia lakukan, yang dialami, yang dia rasakan, kemudian apa
hasilnya. Saya sangat terusik manakala sebagian besar guru kita tidak dapat atau
tidak tergugah untuk menulis, hal ini mengakibatkan sebagian guru kita pangkat
dan golongannya mandeg di golongan IV/a. karena gol IV dalam kenaikan
pangkatnya diwajibkan mempunyai kegiatan pengembangan profesi diantaranya
dengan karya tulis ilmiah. Padahal salah satu pasal dari kep Menpan No: 84/93,
menyatakan apabila seorang guru tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang
dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat berikutnya, selama 6 tahun, harus
dibebaskan dari jabatan fungsional gurunya?. Semoga para penulis tentang PTK
atau istilah lain dapat membantu dan menggugah para guru untuk membudayakan
menulis, tentunya SDM kita juga akan meningkat. Salam

Blog pada WordPress.com. Theme: Cutline by Chris Pearson.

You might also like