You are on page 1of 32

LAPORAN PRAKTIKUM MK EKOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PUPUK P TERHADAP PERTUMBUHAN dan


PRODUKSI KEDELAI BERBIJI BESAR pada
BUDIDAYA KERING dan JENUH AIR
KELOMPOK 04

Disusun oleh:
Loretta Nauli Simanjuntak A24070039
Galvan Yudistira A24070040
Indri Fariroh A24070043
Aditya Permana Samosir A24070044

Dosen pembimbing:
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas tanaman
pangan yang penting di Indonesia. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-
polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur. Kedelai
dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Berdasarkan segi
agroekologi kedelai akan tumbuh optimal dengan toleransi keasaman tanah (pH
tanah) 5,8 – 7,0. Namun pada pH 4,5 kedelai juga dapat tumbuh. Pada pH
kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan alumunium.
Selain itu, pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang
baik.
Tanaman kedelai tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal kedelai membutuhkan
curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Praktikum budidaya kedelai ini dilakukan
pada kondisi lahan jenuh air dan lahan kering. Pemberian dosis pupuk P yang
berbeda-beda dilakukan untuk mengetahui pengaruh P terhadap produksi kedelai
ditinjau dari jumlah bintil akar dan bobot brangkasan kedelai, jumlah polong
basah serta bobot polong basah. Dosis P yang diberikan bervariasi dari 0 hingga
200 kg P2O5 per hektar. Sedangkan lingkungan tumbuh yang berbeda antara lahan
kering dan jenuh air, digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan marginal
terhadap produktivitas kedelai. Selain itu, penggunaan varietas yang toleran
terhadap lahan marginal juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui
produktivitas kedelai.

1.2 Tujuan
Mencari dosis pupuk P yang tepat pada kedelai berbiji besar pada budidaya
kering dan jenuh air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai dengan Sistem Budidaya Jenuh Air
Kebutuhan pangan yang semakin meningkat dan semakin menyusutnya lahan-
lahan subur di pulau Jawa akibat konversi ke lahan non pertanian merupakan
contoh kompleksnya permasalahan pertanian di Indonesia. Lahan pasang surut
merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan pertanian. Luas lahan
pasang surut di Indonesia sekitar 20,1 juta hektar, dan sekitar 9,53 juta hektar
berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian. Lahan pasang surut yang mempunyai
potensi tinggi untuk ditanami kedelai seluas 2,08 juta ha, sedangkan yang
berpotensi sedang  seluas 1,33 juta ha.
Lahan pasang surut dibagi menjadi empat golongan menurut tipe luapan air
pasang,  yaitu tipe A, lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama
maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh). tipe
B, lahan terluapi hanya oleh pasang besar saja. tipe C, lahan tidak terluapi oleh air
pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup
dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. Tipe D, lahan tidak terluapi oleh air pasang
besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50
cm.
Permasalahan pengembangan kedelai di lahan pasang surut adalah tingginya
kadar pirit yang menyebabkan rendahnya pH tanah pada saat kondisi teroksidasi.
Kadar pirit yang tinggi menyebabkan produktivitas kedelai di lahan pasang surut
masih rendah hanya sekitar 800 kg/ ha. Rendahnya produktivitas tanaman di lahan
pasang surut disebabkan oleh tingginya kemasaman tanah, kelarutan unsur Fe, Al
dan Mn serta rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P dan K.  Oleh karena
itu perlu adanya usaha penurunan kadar pirit dan penambahan hara makro untuk
meningkatkan produktivitas kedelai di lahan pasang surut.
Adisarwanto (2000) berpendapat bahwa, genangan air sebenarnya merupakan
fenomena yang sering terjadi di lahan sawah, kelembaban tanah yang berlebihan
merupakan kendala dalam upaya meningkatkan produksi kedelai di lahan sawah.
Tanpa saluran drainase yang baik, kelembaban tanah menjadi tinggi dan
menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai menjadi tidak optimal, lingkungan
tanah jenuh air yang ekstrem akan mengakibatkan akar tanaman menjadi busuk
karena kekurangan oksigen sehingga penyerapan unsur hara terhambat dan
akhirnya tanaman tumbuh kerdil (Rodiah dan Sumarno,1993). Ada 2 (dua) istilah
yang dikenal sehubungan dengan masalah kelebihan air, yaitu tanah tergenang
(water logging) dan tanah jenuh air (saturated soil). Kondisi air yang menggenang
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : (1) bertambah lamanya periode
musim hujan, (2) kuantitas curah hujan yang cukup deras setelah tanam kedelai,
(3) sistem drainase yang belum optimal.
Jenuh air dalam beberapa waktu selama pertumbuhan kedelai dapat
menurunkan hasil sampai 15-20%, untuk menekan kondisi jenuh air berlarut-larut
maka perlu dilakukan suatu usaha penelitian untuk mengetahui tingkat toleransi
dan adaptasi kedelai. Budidaya Jenuh Air (BJA) sebagai alternatif telah dapat
memperbaiki pertumbuhan dan peningkatan produksi dibandingkan irigasi biasa
pada beberapa varietas kedelai (Hunter et.al., 1980; Nathanson et.al., 1984;
Troedson et.al., 1984; Sumarno, 1986). Dari hasil penelitian pengembangan
bertanam kedelai di tanah jenuh air dilaporkan bahwa dengan budidaya jenuh air
diperoleh peningkatan hasil biji kedelai mencapai 2,4 ton/ha (Sumarno,1986). Di
Australia hasil dari tiap petak percobaan mencapai hingga 5,0 – 8,0 ton/ha atau
rata-rata mengalami peningkatan sebesar 10–25% (Lawn et.al., 1984; Troedson
et.al., 1983). Sementara itu, di Thailand Tengah dengan sistem tumpang sari
kedelai jenuh air bersama padi, diperoleh produksi kedelai yang meningkat dari
2,0 ton/ha menjadi 4,0 ton/ha (Pookpadi, 1994).
Pengaruh negatif kondisi tanah jenuh air tersebut dapat dikurangi, salah satu
upaya adalah dengan membuat saluran drainase dan tinggi permukaan air di dalam
saluran drainase agar selalu tetap pada tingkatan tertentu. Hal ini terkait dengan
kapasitas tanaman kedelai untuk memperbaiki pertumbuhannya melalui proses
aklimatisasi.
Usaha penurunan kadar pirit di lahan pasang surut dapat dilakukan dengan cara
pengaturan tinggi muka air agar kondisi tanah lebih reduktif. Adanya “Teknologi
Budidaya Jenuh Air” memberikan peluang untuk menurunkan kadar pirit.
Penurunan kadar pirit juga dapat dilakukan melalui “Tanpa Olah Tanah” atau
“Pengolahan Tanah Ringan”, sehingga pirit tidak terangkat ke permukaan, serta
pemberian kapur dan pupuk kandang.

Budidaya Jenuh Air dan Penerapannya di Lahan Pasang Surut


Penelitian teknologi budidaya jenuh air telah dilakukan penulis sejak tahun
1990 dengan sumber dana dari Penelitian Dosen Muda, Penelitian Dasar, Hibah
Bersaing, Aplied Reseach Management Project (ARMP), dan pada tahun 2009
saat ini dapat dana dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk
diterapkan di lahan pasang surut di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan.
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus-
menerus dan membuat tinggi  muka air tetap. Air diberikan sejak tanaman
berumur 14 hari sampai polong berwarna coklat. Tinggi muka air tetap akan
menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman,
karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki
pertumbuhannya. Tinggi muka air yang tepat di lahan pasang surut 15 cm di
bawah permukaan tanah, dengan lebar saluran 30 cm dan dalam saluran 25 cm.
Saluran air dipersiapkan pada setiap lebar bedengan 2 m. Adanya air pasang di
lahan pasang surut dapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan budidaya jenuh air.
Pada saat pasang besar air akan semakin mudah masuk ke petakan melalui parit
(saluran) yang telah dipersiapkan, sedangkan jika pasang agak kecil dapat
didorong sedikit  dengan bantuan pompa air.
Penerapan Budidaya Jenuh Air (BJA) dapat dilakukan pada areal penanaman
dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik seperti
lahan pasang surut. Di beberapa tempat, budidaya jenuh air dapat memperbaiki
pertumbuhan dan meningkatkan produksi dibandingkan budidaya kering.
Pada saat penelitian dilakukan di lahan pasang surut, kedelai ditanam dengan
jarak tanam 25 cm x 20 cm, 2
biji/ lubang (400 000 tanaman/
ha) dengan dosis pemupukan 2
ton kapur/ ha, 2.5 ton pupuk
kandang/ ha, 200 kg SP 36/ ha,
dan 100 kg KCl/ ha, dan diberi inokulum Rhizobium sp sebanyak 5 g/ kg benih.
Hasil pengujian varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
menunjukkan bahwa varietas yang memberikan hasil tertinggi adalah Tanggamus,
kemudian Slamet, Anjasmoro, dan terendah adalah Wilis. Tanggamus dapat
mencapai hasil sebanyak 4,51 ton biji kering/ ha, karena mempunyai jumlah
polong isi terbanyak, meskipun mempunyai bobot 100 biji hanya 10 gram. Oleh
karena itu Tanggamus merupakan varietas terpilih yang akan dikembangkan
selanjutnya pada teknologi budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Pengelolaan Lahan Pasang Surut dengan Sistem
Budidaya Jenuh Air
Jika menggunakan Varietas Tanggamus yang
memberikan hasil 4,5 ton/ ha pada skala penelitian,
maka jika dikembangkan dengan skala usaha besar
biasanya mengalami transfer teknologi dengan
kehilangan hasil sekitar 40%, sehingga
produktivitas kedelai tercapai 2,7 ton/ ha. Untuk
memenuhi kebutuhan nasional sebesar 2,4 juta ton dengan kemampuan produksi
sebesar 0,7 juta ton, maka masih perlu menambah produksi sebesar 1,7 juta ton.
Oleh karena itu, jika ingin diusahakan di lahan pasang surut dengan produkivitas
2,7 ton/ ha perlu area seluas 630.000 ha dengan teknologi budidaya jenuh air.
Perlu dibentuk kawasan budidaya jenuh air agar dapat dikelola secara terpadu
dan tepat. Dalam pengelolaannya perlu diperhatikan beberapa hal. Tanam
serempak dalam bentuk kawasan budidaya jenuh air, agar hama dan penyakit
dapat ditekan terutama hama tikus. Penanaman dilakukan pada tipe luasan B dan
C yang airnya tersedia tetapi tidak terkena luapan banjir. Pola tanam perlu 
diperhatikan agar kedelai ditanam pada bulan Februari sampai Juli di lahan pasang
surut agar air tersedia tapi salinitas belum tinggi. Perlu perbaikan tata air makro
dan mikro. Perlu disediakan sarana poduksi  kapur, pupuk P, K, dan Inokulan
dengan harga yang terjangkau bagi petani di lapangan. Perlu diajarkan  cara
penyimpanan benih kedelai sederhana di lapangan agar petani mampu mandiri
dalam penyediaan benih. Perlu difasilitasi agar kedelai dapat dipasarkan, karena
yang terjadi di lapangan sudah terbentuk jaringan pemasaranan kedelai impor,
sehingga meskipun kedelai lokal mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan
impor masih dibeli oleh pengarajin dengan harga lebih murah karena pengrajin
sudah tergantung dengan pemasok kedelai impor melalui penyediaan dana
pinjaman sebelumnya.

2.2 Kedelai dengan Sistem Budidaya Lahan Kering


Rekomendasi budidaya
Syarat benih: daya tumbuh di atas 80%, bernas, bebas hama/penyakit, tidak
keriput, murni dari varietas lain. Varietas unggul yang adaptasi seperti kipas putih,
kipas merah, wilis, dsb. Kebutuhan benih kedelai umumnya adalah: 120 kg
polong kering/ha, 80 kg bentuk biji/ha. Untuk penyiapan lahan, tanah diolah
sempurna, dibuat bedengan lebar 2 m, tinggi minimal 20 cm, panjang sesuai
kondisi lahan. Untuk penanaman, tanah ditugal sedalam 5 cm, tanam 1 biji/lubang
tanam, jarak tanam 40 x 15 cm.
Pemupukan
Takaran: 50 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl, kapur 400 kg/ha. Waktu
pemberian pupuk dasar dengan dosis 25 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl,
adalah satu hari sebelum/saat tanam. Untuk pupuk susulan: 25 kg urea/ha,
diberikan 30 hari setelah tanam. Kapur diberikan 2 kali, 7 hari sebelum tanam dan
umur 20 hari setelah tanam dengan takaran masing-masing 200 kg/ha. Pemberian
kapur dengan takaran 400 kg/ha, sebagai pupuk yang mensuplai unsur Ca sangat
diperlukan untuk polong dan pengisian biji kacang tanah. Cara pemberian pupuk
dasar adalah diberikan di samping barisan tanaman dengan jarak 5 cm dari lubang
tanaman. Untuk pupuk susulan jaraknya diperlebar hingga 7-10 cm dari barisan
tanam. Pemberian kapur susulan dengan cara dilarik 10 cm di samping baris
tanam.
Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan 2 kali, umur sekitar 3 minggu dan 6 minggu setelah
tanam. Melakukan penyiangan saat berbunga sebaiknya jangan dilakukan karena
dapat menyebabkan bunga mudah rontok. Pengairan penting dilakukan terutama
saat berbunga, pembentukan polong dan pengisian biji. Bila curah hujan tidak
cukup dilakukan penyiraman secukupnya. Penggunaan insektisida dilakukan
apabila populasi hama sudah mencapai ambang kendali. Pengendalian hama
penting seperti ulat digunakan insektisida antara lain Decis, Dursban dan lain-lain.
Untuk pencegahan bakteri dapat diantisipasi dengan Agrept, sedangkan untuk
jamur digunakan Dithane atau Antracol. Penyemprotan fungisida apabila
intensitas penularan mencapai 35%. Fungisida yang digunakan disesuaikan
dengan gejala serangan.
Panen
Panen dilakukan dengan ditandai daun kuning dan kering, pohon kuning dan
coklat. Panen dilakukan dengan menggunakan sabit tajam, kemudian brangkasan
panen dikeringkan. Brangkasan kering dipecahkan dengan cara memukul dengan
kayu atau mesin perontok (thresser), kemudian biji dibersihkan. Biji yang sudah
bersih dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 12-14% untuk konsumsi, dan 9-
10% untuk calon benih. Biji yang sudah kering disimpan dalam wadah yang
bersih dan kering serta kedap udara.

2.3 Pengaruh Pupuk P


Lahan marginal adalah lahan yang memiliki tingkat keasaman
tanah yang tinggi seperti tanah ultisol, hydrandepth, atau histosol (Brawijaya,
2004 dalam Sofia, 2007). Pada tanah masam ini, unsur hara yang dibutuhkan
tanaman berada dalam bentuk ikatan kimia yang tidak dapat diserap langsung oleh
tanaman sehingga dapat menyebabkan tanaman kekurangan fosfat (P).
Unsur fosfor (P) dapat ditambahkan ke dalam tanah dengan memberikan pupuk
fosfat (P). Unsur P dapat terikat dalam bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P.
Kekurangan P pada tanaman juga tidak dapat secara mudah dipenuhi dengan
pemberian pupuk P, karena pupuk P yang diberikan juga tidak dapat diserap
sepenuhnya oleh tanaman. Menurut Jones (1982) dari pupuk P yang diberikan
hanya 10-30%  yang dapat diserap tanaman, selebihnya 70-90% tetap berada atau
terakumulasi di dalam tanah (Elfiati, 2005).
Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah nitrogen
(N) yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar (Ginting et
al., 2006). Unsur P merupakan salah satu unsur penyusun cadangan energi dalam
tanaman yaitu penyusun ATP dalam tanaman. Selanjutnya ATP ini merupakan
sumber utama dalam penyusunan protein maupun pembentukan biji pada tanaman
(Hasanudin, 2002).
Disamping itu penambahan pupuk P sangat penting untuk menambah
unsur fosfor pada tanah. Unsur fosfor sangat berguna bagi tanaman kedelai karena
dapat membantu pertumbuhan buah, bunga dan biji (Yandianto, 2003). Selain
berperan dalam pembentukan buah, bunga dan biji pada fase generatif, unsur
fosfor juga berperan dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman. Kekurangan unsur ini dapat dilihat dari gejala pada tanamannya seperti
daun tua berubah warna menjadi tampak mengkilap merah keunguan kemudian
menjadi kuning keabuan dan rontok. Selain itu, batang menjadi kerdil dan tidak
menghasilkan bunga dan buah. Jika sudah terlanjur berbuah ukurannya kecil, jelek
dan lekas matang. Pupuk P didalamnya hanya terkandung hara P, dalam bentuk
P2O5. Jenis pupuk P yang terdapat di pasaran yaitu DS ( double superphosphate )
yang mengandung 36-38% P2O5, TSP ( triple superphospate ), yang mengandung
46% P2O5, dan SP-36 yang mengandung 36% P2O5 ( Redaksi Agromedia, 2007).
Menghadapi kendala-kendala dalam pemenuhan kebutuhan P pada tanaman
terutama pada kedelai yang membutuhkan banyak P untuk produksinya, maka
perlu suatu usaha yang dapat menguraikan unsur P yang terikat dalam tanah dan
mengefisienkan pemakaian pupuk P bagi tanaman. Salah satu
alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroba
pelarut P, yaitu mikroba yang dapat melarutkan P yang terikat dan pupuk
P yang terakumulasi dalam tanah sehingga dapat diserap oleh tanaman (Ginting et
al., 2006) menyatakan bahwa pemanfaatan mikroba pelarut P diharapkan dapat
mengatasi masalah P pada tanah masam (Ginting et al., 2006)
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Budidaya kedelai berbiji besar pada lahan kering dan jenuh air dilakukan di
kebun percobaan Cikarawang mulai hari Rabu, 14 Oktober 2009-Rabu, 16
Desember 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama budidaya kedelai berbiji besar adalah sebagai
berikut:
Benih kedelai varietas Tanggamus Kapur
(toleran lahan masam) Pupuk KCL
Pupuk Kandang Pupuk P2O5
Sedangkan alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
Cangkul Tali rafia
Timbangan digital Ember
Ajir Kamera
Tugal Alat tulis
Penggaris
3.3 Metode
Percobaan pada budidaya kering menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dengan tiga ulangan. Perlakuan dosis pupuk P terdiri atas: 0 (P0), 50 (P1),
100 (P2), 150 (P3), 200 (P4) kg P2O5/ha. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk
kandang sebanyak 4 ton/ha, 2 ton kapur/ha, 100 kg KCl/ha yang disebar dan
dicampur sedalam lapisan olah dengan rotari atau cangkul pada 2 minggu sebelum
tanam. Ukuran petak 4 m x 5 m. Pada saat tanam kedelai diberi 5 g inokulan/kg
benih, dan 15 g Marshal/kg benih. Kedelai ditanam dengan jarak tanam 10 x 50
cm. Varietas kedelai yang digunakan adalah Tanggamus.
Sebagai pembanding akan ditanam kedelai pada budidaya jenuh air. Setiap
petak akan dikelilingi saluran air dengan lebar 30 cm dan dalam 20 cm. Air irigasi
akan diberikan sejak tanam sampai panen dengan ketinggian 10 cm dari
permukaan tanah. Ukuran petak 2 m x 3 m.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel yang diamati dalam praktikum budidaya kedelai berbiji besar pada
lahan jenuh air dan lahan kering meliputi waktu 75% berbunga, tinggi tanaman,
jumlah daun trifoliate, jumlah cabang per tanaman, jumlah buku produktif per
tanaman, jumlah polong isi per tanaman, bobot biji, dan bobot basah brangkasan.
Waktu 75% berbunga terjadi pada saat tanaman berumur 6 MST untuk budidaya
kedelai di lahan kering dan 7 MST untuk budidaya kedelai di lahan jenuh air.
Untuk variabel pengamatan lainnya disajikan dalam tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Budidaya Kering

Tinggi Tanaman Rata-rata dari 10 Tanaman Contoh


Ulangan (cm)
Perlakuan Kel.
ke- 1 2 3 4
MST MST MST MST 5 MST 6 MST 7 MST
2 1 4,7 12,51 16,71 22,7 30,28 42,45 43,18
8 2 5,685 11,42 17,01 23,83 29,67 37,61 43,15
P0
15 3 6,92 13,45 20 27,6 38,1 44 51,6
Rata-rata 5,768 12,46 17,91 24,71 32,68 41,35 45,98
5 1 4,05 5,75 10,75 18,4 24,4 32,85 44,07
6 2 5,38 11,49 20,5 27,7 33,65 36,9 47,3
P1
13 3 6,7 12,08 17,5 24,53 38,31 45,61 -
Rata-rata 5,377 9,773 16,25 23,54 32,12 38,45 45,69
4 1 5,75 11,9 19,1 23,2 30,3 41,7 58,4
10 2 5,7 14,88 21,88 29,9 47,1 54,43 62,23
P2
12 3 7,25 14,78 17,9 23,53 33,34 36,85 -
Rata-rata 6,233 13,85 19,63 25,54 36,91 44,33 60,32
1 1 5,375 11,41 19,4 25,13 36,58 42,28 53,8
7 2 4,5 19,4 21,25 21,7 35,05 36,5 38,35
P3
14 3 5,68 9,35 14,95 20,8 26,9 30,4 32,85
Rata-rata 5,185 13,39 18,53 22,54 32,84 36,39 41,67
3 1 5,85 12,03 16,84 23,46 33,4 39,68 65,21
9 2 5,8 12,4 15,39 28,2 39,05 53,2 65,05
P4
11 3 6,73 12,65 19,73 24,11 35,05 45,75 57,56
Rata-rata 6,127 12,36 17,32 25,26 35,83 46,21 62,61

Grafik 1. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Budidaya Kering


Pada perlakuan P2 yang menggunakan 100 kg P2O5/ha dalam budidaya
kedelai lahan kering, didapatkan tinggi rata-rata yang hampir sama dengan
perlakuan P4 yang menggunakan 200 kg P2O5/ha, yaitu sekitar 29 cm. Sedangkan,
pada perlakuan P3 yang menggunakan 150 kg P 2O5/ha terlihat bahwa, tinggi
tanaman kedelai lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk
perlakuan P0 dan P1 memiliki tinggi rata-rata di antara perlakuan P2 dan
perlakuan P4 serta perlakuan P3.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Budidaya Jenuh Air

Ulangan Tinggi Tanaman Rata-rata dari 10 Tanaman Contoh (cm)


Perlakuan Kel.
ke- 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
P0 13, 14, 15 1 5,7 9,4 15 20,8 26,9 30,4 32,9
P1 4, 5, 6 1 5,1 10,4 17,5 23,8 27,3 33 40,6
P2 10, 11,12 1 12,05 15,6 20,87 20,87 31,68 36,28 -
P3 7, 8, 9 1 5,51 10,33 16,11 21,47 31,5 38,6 65
P4 1 ,2, 3 1 6,4 11,89 16,99 22,58 29,18 38,15 38,93

Grafik 2. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Budidaya Jenuh Air


70
60
50 P0
40 P1
30 P2
20 P3
10 P4
0
1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

Catatan: Pada 7 MST, kelompok 10, 11, 12 tidak melakukan pengamatan


sehingga tidak diperoleh data tinggi tanaman.
Berdasarkan, grafik diatas terlihat bahwa perlakuan P3 mempunyai
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, yaitu
26,93 cm. Sedangkan, perlakuan P2 merupakan perlakuan yang kurang baik. Hal
ini terlihat dengan adanya rata-rata tinggi tanaman yang rendah, yaitu 19,6 cm.
Pada perlakuan P0 yang tidak menggunakan pupuk P2O5/ha, diperoleh rata-rata
tinggi tanaman sebesar 20,2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk P tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman.
Pada budidaya kedelai lahan kering, perlakuan yang paling baik adalah
perlakuan P2 yang menggunakan 100 kg P2O5/ha. Hal ini tercermin dengan rata-
rata tinggi tanaman sebesar 29,53 cm. Sedangkan, perlakuan P3 yang
menggunakan 150 kg P2O5/ha merupakan perlakuan yang paling baik pada
budidaya kedelai jenuh air. Dari kedua hal ini, terlihat bahwa dosis pupuk P tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan batang tanaman kedelai.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Kedelai


Budidaya Kering
Jumlah Daun Trifoliate Rata-rata dari 10 Tanaman
Ulangan Contoh
Perlakuan Kelompok
ke- 1 2 3 4 5 6 7
MST MST MST MST MST MST MST
2 1 0 2 3 5 6 7 8
8 2 0 1,75 2,8 4,6 7,65 8,05 8,55
P0
15 3 0 3,1 4,1 5,8 7,1 7,8 9
Rata-rata 0 2,283 3,3 5,133 6,917 7,617 8,517
5 1 0 1,6 2,7 3,8 4,5 7 9,2
6 2 0 2 4,7 7,6 11,4 8,1 9,7
P1
13 3 0 0 0 3,8 6,9 8  
Rata-rata 0 1,2 2,467 5,067 7,6 7,7 9,45
4 1 0 1 3 5 7 9 12
10 2 0 2 4,95 5,7 8,65 9,65 11,4
P2
12 3 0 2 2,55 4,35 6,6 7,389  
Rata-rata 0 1,667 3,5 5,017 7,417 8,68 11,7
1 1 0 2 3 6 8 9 12
7 2 0 3 5,8 5,6 6,5 9 9,4
P3
14 3 1 2,3 3,7 5,5 6,6 7,3 7,5
Rata-rata 0,333 2,433 4,167 5,7 7,033 8,433 9,633
3 1 1 2 3 4 6 8 9
9 2 0 1,4 2,7 5,8 9,4 10,5 11,8
P4
11 3 2,4 4,1 7,1 11,6 14,7 16,6 18,4
Rata-rata 1,133 2,5 4,267 7,133 10,03 11,7 13,07

Grafik 3. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Kedelai


Budidaya Kering
Pada perlakuan P4 budidaya lahan kering diatas, terlihat bahwa tanaman
kedelai mengalami pertumbuhan daun yang signifikan. Selain itu, dari kelima
perlakuan diatas, dapat diketahui pula bahwa rata-rata jumlah daun per tanaman
adalah sebanyak lima daun trifoliate.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Kedelai


Budidaya Jenuh Air

Jumlah Daun Trifoliate Rata-rata dari 10


Ulangan Tanaman Contoh
Perlakuan Kelompok
ke- 2 3 4 5 6 7
1 MST MST MST MST MST MST MST
P0 13, 14, 15 1 1 2,3 3,7 5,5 6,6 7,3 7,5
P1 4, 5, 6 1 0 2 3 5 7 9 11
P2 10, 11,12 1 0 1,8 2,55 3,7 6,4 9,05 -
P3 7, 8, 9 1 0 1,5 3,35 5,05 9,8 12,2 12,8
P4 1 ,2, 3 1 0 2 3 4 7 9 9

Grafik 4. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Kedelai


Budidaya Jenuh Air
Catatan : Pada 7 MST, kelompok 10, 11, 12 tidak melakukan pengamatan
sehingga tidak diperoleh data jumlah daun.
Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa perlakuan P2 merupakan perlakuan
yang memiliki jumlah daun trifoliate yang paling sedikit, yaitu sebanyak tiga
daun. Sedangkan, perlakuan P3 merupakan perlakuan yang paling baik. Hal ini
dikarenakan perlakuan P3 mempunyai jumlah daun trifoliate tertinggi, yaitu
sebanyak enam daun.
Sama halnya dengan tinggi tanaman, pupuk P juga tidak terlalu berpengaruh
nyata terhadap pembentukan daun trifoliate. Walaupun perlakuan P4 budidaya
lahan kering menggunakan dosis pupuk P yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan P3 budidaya jenuh air, tapi hal itu tidak menjamin bahwa perlakuan P4
mempunyai jumlah daun trifoliate yang lebih tinggi. Hal ini, terlihat bahwa
perlakuan P4 budidaya lahan kering mempunyai lima daun dan perlakuan P3
budidaya jenuh air memiliki jumlah daun trifoliate sebanyak enam daun.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering (Panen)


Σ Buku Σ
Bob
Tingg Produktif Buk
Σ Σ ot Bobot Bob Bob
Per i Σ u
Ul. Binti Bata Bata Polon Polo Brang ot ot
lak Kel Tana Caba Prod
ke- l ng ng g ng kasan Taju Akar
uan man ng uktif
Akar Uta Caba Total Tota (g) k (g) (g)
(cm) Tota
ma ng l (g)
l
2 1 56,5 39 3 8 12 20 43 8,8 42,3 38,8 3,5
8 2 56,0 26,7 3 11,8 8,7 21 38,8 8,2 27,8 26,2 1,7
P0
15 3 56,1 31 3 8,7 10,7 19,3 35,8 7,7 31,2 28,7 2,5
Rata-rata 56,2 32,2 3 9,5 10,4 20,1 39,2 8,2 33,8 31,2 2,6
5 1 50,1 13,3 3,7 12,5 3,8 16 42,2 12,7 33,2 30,8 2,3
6 2 68,3 35,7 3,2 10,3 7,2 18 46,7 10 38,3 34 4,3
P1
13 3 30,8 29,2 4,7     19 52,8 12,2 54,5 48,2 6,3
Rata-rata 49,7 26,1 3,8 11,4 5,5 17,7 47,2 11,6 42 37,7 4,3
4 1 58,8 18 3 7 12 19 51 12,3 38,8 35 3,8
10 2 75,83 22,7 4,83 9 14,3 23 59,5 12,3 44,5 41,2 3,3
P2
12 3 61,7 29,4 0,67 8,2 5,7 14 38,5 8,2 52,7 47 5,7
Rata-rata 65,4 23,4 2,8 8,1 10,7 18,7 49,7 10,9 45,3 41,1 4,3
1 1 53,3 18 5 7 10 17 44,3 10,3 41,2 37 4,2
P3 7 2 67,8 18,7 3,5 6,8 13,2 20 44,5 23 44,8 40,3 4,5
14 3 55,8 17,7 5,7 12 9,2 21,2 36,3 6,3 34,5 31,7 2,8
Rata-rata 59,0 18,1 4,7 8,6 10,8 19,4 41,7 13,2 40,2 36,3 3,8
3 1 56,4 21 4 10 10 20 39 7,5 30,3 28,2 2,2
9 2 67,6 21,5 7,3 9,2 11,7 21 51,3 7,1 62,2 58 4,2
P4
11 3 66,8 29,8 4,2     10,7 32,2 6,5 31 27,7 3,3
Rata-rata 63,6 24,1 5,2 9,6 10,8 17,2 40,8 7,0 41,2 38,0 3,2

Grafik 5. Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering (Panen)


70,0
60,0
50,0
40,0
P0
30,0
P1
20,0
P2
10,0
P3
0,0
P4

Keterangan: BPBU : Buku Produktif Batang Utama


BPBC : Buku Produktif Batang Cabang
BPT : Bobot Polong Total
Berdasarkan grafik dan tabel di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan P2 saat
panen mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pada empat
perlakuan lainnya. Sedangkan untuk jumlah bintil akar, pada kedelai dengan
perlakuan P0 mempunyai jumlah bintil akar yang terbanyak diantara keempat
perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pemupukan tidak
mempengaruhi banyaknya bintil akar pada kedelai secara nyata. Pupuk P
berpengaruh terhadap perkembangan akar. Apabila tanaman mengalami defisiensi
P, maka akar tanaman akan memanjang untuk mendapatkan unsur P di sekitar
pertanaman. Sedangkan jumlah cabang yang paling banyak terdapat pada
perlakuan P4. Pada jumlah cabang, kelima perlakuan mempunyai cabang yang
sama, karena pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya cabang.
Pada buku produktif batang utama, perlakuan P1 memiliki jumlah buku yang
terbanyak sedangkan pada perlakuan P1, buku produktif batang cabang memiliki
jumlah yang paling sedikit. Pada jumlah buku produktif, pada perlakuan P0
menunjukkan hasil yang paling banyak. Pada jumlah polong total, perlakuan P2
menunjukkan jumlah terbanyak di antara keempat perlakuan lainnya. Pada bobot
polong total, perlakuan P3 mempunyai bobot polong terbanyak dibandingkan
perlakuan lainnya.
Menurut literatur, pupuk P berpengaruh terhadap buah, bunga, dan biji.
Semakin banyak dosis pupuk P, maka pengisian polong akan semakin banyak,
tetapi pada hasil yang diperoleh, berbeda dengan literatur. Hal ini bisa diakibatkan
oleh, penghitungan polong yang dilakukan saat panen basah kurang teliti, dan
banyak polong yang hampa ikut dihitung. Selain itu gulma, hama, dan penyakit
juga mempengaruhi pengisian polong, karena persaingan gulma dengan tanaman
dapat mempengaruhi pengambilan nutrisi untuk pengisian polong. Semakin besar
bobot polongnya, maka semakin kecil bobot akarnya, hal ini disebabkan karena
saat pengisian polong, pertumbuhan akar, daun, dan batang akan mencapai
maksimum karena semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan digunakan
untuk pertumbuhan generatif terutama untuk biji.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Jenuh Air (Panen)

Σ Buku
Ul Tingg Bobot
Produktif Σ Buku Bobot
Perl an i Σ Σ Σ Polon Bobot Bobot
Kelompo Batan Batan Produk Brang
akua ga Tana Bintil Cab Polong g Tajuk Akar
k g g tif kasan
n n man Akar ang Total Total (g) (g)
Utam Caba Total (g)
ke- (cm) (g)
a ng
P0 13, 14,15 1 33,7 29,2 4,7 7,8 13,7 21,5 52,8 12,2 54,5 48,2 6,3
P1 4, 5, 6 1 49,8 22 5 9 16 25 55 18,5 60,5 55,8 4,67
P2 10, 11,12 1 53,9 26 3 10 8 17 47 11,5 79 73 6
P3 7, 8, 9 1 64,5 12,7 2,7 4,8 7,5 12,3 49,2 10 38,2 35,8 2
P4 1 ,2, 3 1 54,5 26 2 9 10 18 43 11,5 36,5 32,3 4,17

Grafik 6. Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Jenuh Air (Panen)


90
80
70
60
50
P0
40
30 P1
20 P2
10
P3
0
P4

Keterangan: BPBU : Buku Produktif Batang Utama


BPBC : Buku Produktif Batang Cabang
BPT : Bobot Polong Total
Berdasarkan grafik, dapat dilihat tinggi kedelai perlakuan P3 pada budidaya
jenuh air mempunyai pertumbuhan yang paling baik di antara perlakuan lainnya.
Pada budidaya lahan kering, perlakuan P2 yang mempunyai pertumbuhan paling
baik. Pada jumlah bintil akar, pada perlakuan P0 mempunyai jumlah bintil akar
yang terbanyak, sama seperti pada lahan kering. Perlakuan P1 mempunyai jumlah
polong total pada jenuh air yang lebih banyak diantara perlakuan lainnya. Pada
lahan kering, perlakuan pada P2 memiliki jumlah polong yang lebih banyak.
Jumlah polong total pada jenuh air lebih banyak yaitu pada perlakuan P0 sebesar
52 dibandingkan jumlah polong total pada perlakuan P2 lahan kering yaitu 49.
Budidaya Jenuh Air (BJA) sebagai alternatif telah dapat memperbaiki
pertumbuhan dan peningkatan produksi dibandingkan irigasi biasa pada beberapa
varietas kedelai (Hunter et.al., 1980; Nathanson et.al., 1984; Troedson et.al.,
1984; Sumarno, 1986). Dari hasil penelitian pengembangan bertanam kedelai di
tanah jenuh air dilaporkan bahwa dengan budidaya jenuh air diperoleh
peningkatan hasil biji kedelai mencapai 2,4 ton/ha (Sumarno,1986).
Pada bobot akar, perlakuan P3 memiliki bobot yang paling rendah di antara
perlakuan lainnya. Sedangkan pada budidaya lahan kering, perlakuan P4 memiliki
bobot akar yang paling sedikit. Semakin besar dosis pupuk yang diberikan,
berpengaruh pada jumlah bintil akarnya. Semakin banyak dosis pupuk P, bintil
akar akan semakin banyak dan bobot akar akan semakin kecil.
Budidaya jenuh air dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan
produksi dibandingkan budidaya kering. Budidaya jenuh air merupakan
penanaman dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat tinggi  muka
air tetap. Air diberikan sejak tanaman berumur 14 hari sampai polong berwarna
coklat. Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan
air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan
selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya.
Pengaruh lingkungan seperti curah hujan juga berpengaruh terhadap genangan
air pada lahan jenuh air. Tanpa saluran drainase yang baik, kelembaban tanah
menjadi tinggi dan menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai menjadi tidak
optimal, lingkungan tanah jenuh air yang ekstrem akan mengakibatkan akar
tanaman menjadi busuk karena kekurangan oksigen sehingga penyerapan unsur
hara terhambat dan akhirnya tanaman tumbuh kerdil (Rodiah dan Sumarno,1993).
Sedangkan pada lahan budidaya kering, curah hujan yang tinggi berpengaruh pada
hama dan penyakit yang menyerang pada lahan kedelai. Saat curah hujan tinggi,
kelembaban juga tinggi sehingga mendukung pertumbuhan penyakit. Pengaruh
negatif kondisi tanah jenuh air tersebut dapat dikurangi, salah satu upaya adalah
dengan membuat saluran drainase dan tinggi permukaan air di dalam saluran
drainase agar selalu tetap pada tingkatan tertentu. Hal ini terkait dengan kapasitas
tanaman kedelai untuk memperbaiki pertumbuhannya melalui proses aklimatisasi.
OPT yang menyerang tanaman kedelai pada lahan kering adalah sebagai
berikut: Gulma
Digitaria sanguinis Digitaria adscendes
Borreria alata Amaranthus dubius
Axonopus compressus Eleusine indica
Mimosa pudica Richardia brassiliensis
Phyllanthus urinaria
Mimosa invisa

Hama Walang sangit


Belalang Karat daun
Penyakit
OPT yang menyerang tanaman kedelai pada lahan jenuh air adalah sebagai
berikut: Gulma
Cleome rutidosperma Cyperus sp.
Phyllanthus urinaria Ludwigia octovalvis
Mimosa pudica
Mimosa invisa
Hama
Walang sangit
Belalang
Belalang pedang

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa metode perlakuan pada pupuk P yang diberikan pada


kedelai dengan varietas Tanggamus pada kondisi lahan kering dan jenuh air,
belum dapat ditemukan dosis pemupukan yang tepat untuk kedelai di lahan kering
maupun lahan jenuh air. Hal ini dapat diketahui dari hasil pengamatan yang tidak
sesuai dengan literatur yang diberikan. Pupuk P berpengaruh terhadap
pertumbuhan buah, bunga, dan biji. Selain itu, pupuk P juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan akar kedelai. Semakin banyak dosis pupuk P yang
diberikan, maka jumlah bintil akar akan semakin banyak dan bobot akar akan
berkurang. Selain itu, jumlah polong maupun bobot polong pada lahan jenuh air
lebih besar dibandingkan kedelai pada budidaya lahan kering. Hal ini juga sesuai
dengan literatur yang menunjukkan bahwa budidaya jenuh air dapat meningkatkan
produksi dan memperbaiki pertumbuhan pada beberapa varietas terutama pada
varietas Tanggamus.

SARAN

- Saat praktikum hendaknya tepat dengan jam praktikum agar praktikum tidak
menunggu lama dan jam kuliah untuk selanjutnya tidak tergesa-gesa.
- Kesesuaian penyampaian informasi tentang morfologi kedelai hendaknya
disamakan agar praktikan tidak bingung dalam memahami penyampaian
informasi yang akan disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2001. Bertanam Kedelai di Tanah Jenuh Air (Opsi Innovative
Pengelolaan Air untuk Kedelai di Lahan Sawah Irrigasi). Buletin Palawija.
Jurnal Tinjauan Ilmiah Penelitian Tanaman Palawija. 1 (2) : 2001. 16 hal
Adisarwanto, T. dan Suhartina. 2000. Toleransi Kedelai terhadap Kondisi
Tanah Jenuh Air pada Berbagai Fase Pertumbuhan. Laporan Teknis Tahun
1999/2000. 10 hal
Ghulamahdi, M., F, Rumawas, J, Wiroadmojo dan J, Koswara. 1991. Pengaruh
Pemupukan Fosfor dan Varietas terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Kedelai pada Budidaya Jenuh Air. Forum Pasca Sarjana. IPB
Bogor : 14 (1-2) : 25-34
http://bangkittani.com/.../kedelai-ditanam-dengan-sistem-budidaya-jenuh-air/ [19
Desember 2009]
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/biologi/pengaruh-bakteri-pelarut-fosfat
terhadap-produksi-tanaman-kedelai-glycine-max- [19 desember 2009]
www.pustaka-deptan.go.id [ 19 Desember 2009]

LAMPIRAN
1. Data Curah Hujan Harian Dramaga

Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor


Lintang : 06.33'12,9'' LS
Bujur : 106.44'59,4'' BT
Elevasi : 190 m
TGL JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
                         
1                   - 23 0,2
2     33,9 - 31
3     27 - 14
4     55,2 - -
5     0,4 - 48
6     35 - 2,4
7     - 39 TTU
8     1,3 TTU 19
9     TTU 4,3 TTU
10     - 1,5 -
11     12 2,8 30
12     5,3 20 TTU
13     3 TTU 24
14     1 9 7,6
15     12 78  
16     4,2 3,9  
17     - 1,9  
18     35,5 48  
19     4,6 TTU  
20     - 27  
21     - TTU  
22     0,5 8  
23     42,6 13  
24     26 -  
25     63 44  
26     - 13  
27     1,2 1,8  
28     4,1 -  
29     46,4 TTU  
30     TTU 70  
31                   1,6    
Jumlah                   416 407  
Keterangan : Satuan curah hujan dalam mm
(-) Tidak ada curah hujan
(0,0) Curah hujan tidak terukur (TTU)

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 1


(Ulangan 1)
Perlakuan P3

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh
ke- 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 5,45 11,45 18,3 27,25 30 35,25 44 0 2 3 5 7 9 12
2 5,35 11,65 17 25,75 39,25 43 75 0 2 3 6 7 8 11
3 5,6 11,25 21,3 25,25 39,75 45 43 0 2 3 6 8 9 11
4 5,45 11,15 20 25 39,5 41 46 0 2 3 6 7 9 10
5 5,55 11,19 20,4 24,25 35,25 46 57 0 2 2 5 7 9 11
6 5 10,7 18 24 30,25 33 37 0 2 3 6 8 9 11
7 5,15 12 20 24,27 35,25 44 64 0 2 3 6 8 9 12
8 5,85 11,75 22,2 25,5 39 42 59 0 2 3 5 7 8 14
9 5 11,5 17,5 22,5 35,5 47 54 0 2 4 6 8 10 13
10 5,35 11,45 19,3 27,5 42 46,5 59 0 2 3 5 8 9 12
Rata-
5,38 11,41 19,4 25,13 36,58 42,28 53,8 0 2 3 6 8 9 12
rata

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 2


(Ulangan 1)
Perlakuan P0

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 4,75 11,85 15,7 22 30,5 48 48,6 0 2 3 5 6 7 8
2 5 12,3 14,9 21,5 28,3 44 45 0 2 3 5 6 8 9
3 5,5 13,1 18,9 26,5 31 40 40,1 0 2 3 6 7 7 7
4 4,75 13,8 17,4 23 35,4 44,5 45 0 1 2 4 5 6 6
5 5 12,75 16,7 20,5 27,3 37 37,5 0 2 3 4 5 6 7
6 5 12,3 18 25 28,8 44 45 0 2 3 5 6 8 9
7 3,75 12,2 15,6 21 29 47 48 0 1 2 4 5 7 8
8 4,5 12,05 16,4 22 28 35 35,7 0 1 2 4 5 6 7
9 4,25 12,4 17,2 24 37 43,5 44,3 0 1 2 5 6 8 9
10 4,5 12,35 16,4 21,5 27,5 41,5 42,8 0 1 2 5 6 7 8
Rata-
rata 4,7 12,51 16,7 22,7 30,28 42,45 43,2 0 2 3 5 6 7 8

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 3


(Ulangan 1)
Perlakuan P4
Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate
Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MS
1 5,5 11,9 14,9 19 31,5 32 54,3 1 2 2 3 6
2 6,1 12,1 17 23,9 33,9 45 52,1 1 2 3 4 6
3 5,4 12,4 16,8 21,5 30 38 65,2 1 3 3 4 6
4 5,5 13,2 16,8 23,4 34,4 40,3 59,8 1 2 2 3 7
5 5,4 10,9 15,9 22,7 32,3 37,8 66,9 1 2 3 4 5
6 6,4 11,2 14,3 23,5 27,1 23,5 46,3 1 2 2 5 7
7 6 11,6 15,8 22,6 33,6 41,6 71,6 1 2 3 4 6
8 6,2 12,9 19,6 26 36,9 40,3 68,9 1 2 3 4 7 1
9 5,3 11,7 18,6 25 33,9 46 78,8 1 2 3 5 7
10 6,7 12,4 18,7 27 40,4 52,3 88,2 1 2 3 5 7 1
Rata-
rata 5,85 12,03 16,8 23,46 33,4 39,68 65,2 1 2 3 4 6

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 4


(Ulangan 1)
Perlakuan P2

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 6,3 12 17 21,5 27 39 55,8 0 1 3 5 7 9 11
2 6,6 12,5 20 22 32 47 53 0 1 4 6 7 8 11
3 6,3 13 22 24 28 37 51 0 1 3 5 6 8 10
4 5,5 11 19 23,5 29 39 58 0 1 3 6 6 7 9
5 5,8 12 18 23 34 41 63 0 1 3 5 7 9 11
6 4,8 11 19 24 35 42 62 0 1 2 5 6 9 11
7 5,8 12 20 23 28 46,5 64 0 1 3 5 7 9 12
8 5,8 11,5 17 17,5 25 42 60 0 1 3 5 7 13 15
9 5,3 11 20 29,5 34 45,5 58 0 1 3 5 8 11 14
10 5,3 13 18,5 24 31 38 59 0 1 3 4 8 10 12
Rata-
5,75 11,9 19,1 23,2 30,3 41,7 58,4 0 1 3 5 7 9 12
rata
Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 5
rata 4,05 5,75 10,8 18,4(Ulangan
24,4 1)32,85 44,1 0 1,6 2,7 3,8 4,5 7

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 5,5 11,8 19,5 28 35,5 39 51 0 2 5 7 12 9 11
2 4,5 10 18 26 34 37 50 0 2 7 8 12 8 10
3 5 11,4 20 29,5 36,5 41 51 0 2 4 8 12 9 10
4 6 11,7 14,5 17 19 27 35 0 2 5 8 12 9 6
5 5,5 12,5 25,5 30,5 36 40 47 0 2 6 8 9 9 9
6 5,5 11,5 20,5 29 35 37 47 0 2 3 7 12 8 11
7 5,3 11,2 20,5 27 29,5 33 43 0 2 3 6 12 7 9
8 5,5 11,5 25 30,5 36,5 36 52 0 2 4 7 10 8 14
9 5,5 12 22,5 32 39,5 41 55 0 2 5 11 13 7 8
10 5,5 11,3 19 27,5 35 38 42 0 2 5 6 10 7 9
Rata-
5,38 11,49 20,5 27,7 33,65 36,9 47,3 0 2 4,7 7,6 11,4 8,1 9,7
rata
Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate
Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 0,25 24 24 24,5 37,5 39 41,5 0 3 6 6 7 11 9
2 5,25 18,5 19 19,5 37 38 39,5 0 4 6 7 8 11 11
3 6,25 20,5 23,5 24 43,5 44 47 0 2 5 5 6 9 8
4 5,5 20 25 25,5 34 36 38,5 0 4 7 5 6 11 10
5 5,5 24,5 25,5 25,5 45,5 47 47 0 4 6 5 7 10 10
6 5 14 15,5 15,5 28,5 31 33,5 0 4 6 4 8 8 10
7 3,25 20 23,5 24,5 40 41,5 46 0 3 5 9 7 8 8
8 5,5 21,5 23 24 35 36,5 37 0 2 6 5 5 9 11
9 4,25 8 9,5 9,5 15 15,5 15,5 0 2 5 5 6 5 8
10 4,25 23 24 24,5 34,5 36,5 38 0 2 6 5 5 8 9
Rata-
rata 4,5 19,4 21,3 21,7 35,05 36,5 38,4 0 3 5,8 5,6 6,5 9 9,4

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 8


(Ulangan 2)
Perlakuan P0

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 5 11,6 15,9 20,2 21,3 28 39,3 0 2 1,5 2,5 2 4 4
2 4,8 6,6 18,1 19,85 24,5 31 35,3 0 1 3 3,5 6,5 6 5
3 4,75 10,6 20,8 23,7 30,75 40,5 48,5 0 2 3 5 8 9 10,5
4 5,9 13,75 18,2 26,15 30,25 39,1 51,3 0 2 3 5 9 7,5 9,5
5 4,85 10,45 11,3 24,65 31,75 40,65 57 0 2 3,5 5,5 9 8,5 13
6 5,6 12,35 16,1 24,9 31 40,4 44,5 0 1,5 3 4,5 8,5 7,5 11,5
7 5,7 11,7 17,5 24,3 28,5 39,6 29,2 0 1,5 3 5 8 8 9
8 5,2 12,4 18,2 24,55 30,65 39,75 20 0 1,5 3 4,5 7 8 6,5
9 5,15 12,8 17,5 22,9 30,75 36,8 54 0 2 3 5 10 13 8,5
10 9,9 11,9 16,6 27,1 37,25 40,25 52,5 0 2 2 5,5 8,5 9 8
Rata-
0
rata 5,69 11,42 17 23,83 29,67 37,61 43,1 1,75 2,8 4,6 7,65 8,05 8,55

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 9


(Ulangan 2)
Perlakuan P4

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 5,5 11,9 13,5 28 39,5 54 65 0 1 2 6 10 8 9
2 6 14 13,8 30,5 39,5 53 61 0 2 3 6 10 12 11
3 5,5 12 16,4 31,5 41 51 65,5 0 1 2 7 9 13 15
4 7 12,5 13,5 25,5 37 52 67 0 1 3 5 10 9 11
5 5,5 11,3 18 25,5 36,5 50 65 0 1 3 5 10 9 9
6 5,5 12 16 30 41,5 52 62 0 2 3 6 9 11 12
7 5,5 12,3 15,4 28 39,5 56 67,5 0 2 3 6 9 12 13
8 6,5 12,5 13 30 37 50 60,5 0 1 3 5 7 10 12
9 6 14 19 28 40,5 56 68 0 1 2 7 10 11 14
10 5 11,5 15,3 25 38,5 58 69 0 2 3 5 10 10 12
Rata-
rata 5,8 12,4 15,4 28,2 39,05 53,2 65,1 0 1,4 2,7 5,8 9,4 10,5 11,8

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 10


(Ulangan 2)
Perlakuan P2

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 6,5 15 20,8 27,25 42,5 52 64,5 0 2 4,5 5,5 8 10 10,5
2 6,5 15,5 23,3 30,75 55,5 66 82,8 0 2 5 6 10 11 12,5
3 6 16,5 23,5 21,5 40 47 56,5 0 2 5 5,5 8 9,5 11,5
4 6 15,25 13,5 28,5 44,5 55,5 60 0 2 5 6 8 9,5 12
5 6,5 15,5 24,3 29,25 50 57 61,5 0 2 4,5 5 7 8,5 10
6 5 14,5 23,5 25,75 48,5 53,75 59 0 2 5 6 9 10 11,5
7 5 14 23 28,25 48 56,25 64,5 0 2 5,5 5,5 8,5 9,5 11,5
8 5 16 22,5 28,75 47,5 53,5 62 0 2 5 6 9,5 10,5 12,5
9 5,5 13 21 26,5 43,5 47,75 50,5 0 2 5,5 6 10,5 9 10,5
10 5 13,5 23,5 52,5 51 55,5 61 0 2 4,5 5,5 8 9 11,5
Rata-
rata 5,7 14,88 21,9 29,9 47,1 54,43 62,2 0 2 4,95 5,7 8,65 9,65 11,4

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 11


(Ulangan 3)
Perlakuan P4

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 6,85 17,5 21 27,4 33 45,5 57,7 1 4 5 11 14 16 18
2 6,25 10 15,8 18,7 33,2 44,8 58,5 3 4 6 11 14 17 19
3 6,75 11 16 26,6 37 48,6 57 2 4 7 12 15 18 20
4 6,8 18 22 18,4 27 37,8 49,5 3 5 8 13 16 18 20
5 6,25 9 17,5 22 36 47,8 57,5 2 4 8 12 16 16 17
6 6,75 10 21,5 25,8 37,3 48,5 60,5 2 4 8 12 15 17 18
7 6,25 15 24 29,3 39 47 58,5 3 4 7 10 13 15 17
8 7,5 15 24 30 33,5 44,5 58,3 2 4 8 12 15 16 18
9 6,9 12 22,5 26,6 37,5 47 58,6 3 4 7 12 15 17 18
10 7 9 13 16,3 37 46 59,5 3 4 7 11 14 16 19
Rata-
rata 6,73 12,65 19,7 24,11 35,05 45,75 57,6 2,4 4,1 7,1 11,6 14,7 16,6 18,4

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 12


(Ulangan 3)
Perlakuan P2
Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate
Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST M
1 7,5 15,5 18 24,5 35,3 30   0 2 2,5 4 7 7
2 7,5 14,75 19,8 26,5 34,8 41,5   0 2 3 5 7 7
3 6,5 14,5 16,8 20,75 35,1 31,5   0 2 2,5 4 7 7
4 8 13,25 14 18,25 27,5 29,75   0 2 2 3 6
5 7,5 14,5 20 28,5 34,3 42,75   0 2 3 5 6 7
6 7,5 14,5 15,8 22,5 30,5 42   0 2 2 5 7 8
7 6,5 14,5 17,3 21 37 38   0 2 2 4 7
8 6,5 15,5 18,8 23,5 31 42   0 2 2,5 4 6 8
9 8 15,5 18 20,5 28,9 35,5   0 2 3 4 7 6
10 7 15,25 20,8 29,25 39 35,5   0 2 3 5,5 6 5
Rata-rata 7,25 14,78 17,9 23,53 33,34 36,85   0 2 2,55 4,35 6,6 7,

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 13


(Ulangan 3)
Perlakuan P1

Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate


Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 6 12,5 21 22,75 39,57 45,57   0 0 0 3 7 7  
2 6 11 20,3 30 44 51,25   0 0 0 5 8 9  
3 7 13,4 10,3 30,75 24,5 28,5   0 0 0 2 5 5  
4 6 11,3 16 23,75 41,75 51   0 0 0 5 8 9  
5 7 12,7 19,8 28 42 50,5   0 0 0 5 7 9  
6 6 11 16,5 23,25 36,5 43,5   0 0 0 3 6 7  
7 6,5 12 17,5 17,5 42,25 49,5   0 0 0 4 8 9  
8 6,5 10,6 17,8 30,25 40,5 48,25   0 0 0 4 7 9  
9 7,5 12,8 15 20 32,5 43,5   0 0 0 3 6 7  
10 8,5 13,5 21 19 39,5 44,5   0 0 0 4 7 9  
Rata-rata 6,7 12,08 17,5 24,53 38,31 45,61   0 0 0 3,8 6,9 8  
Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 14
(Ulangan 3)
Perlakuan P3
Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate
Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST M
1 5,8 11 13,5 18 32 34 35 1 3 3 5 7
2 6,5 11 18 25 27 30 32 1 2 4 6 5
3 5,5 9 15,5 24 25 28 30 1 3 3 6 7
4 6,2 10 14 17 22 29 31 1 2 4 5 8
5 5,5 8,7 13 23 30 34 36 1 2 3 5 6
6 8 8,3 16,5 18 23 25 27 1 2 4 6 6
7 5,5 8,5 18 25 29 33 35 1 2 4 5 5
8 5,8 8,7 12,5 21 29 32 35,5 1 2 4 5 7
9 4 8,3 15,5 15 25 29 33 1 2 4 6 8
10 4 10 13 22 27 30 34 1 3 4 6 7
Rata-rata 5,68 9,35 15 20,8 26,9 30,4 32,9 1 2,3 3,7 5,5 6,6

Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kedelai Budidaya Kering Kelompok 15


(Ulangan 3)
Perlakuan P0
Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Trifoliate
Contoh 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5
ke- MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
1 8 14,5 20 30 36 45 51 0 4 5 5 7
2 7 13,5 17,5 25,5 39 44 49 0 3 4 5 6
3 9 13,5 18,5 25 36 47 56 0 3 4 5 6
4 5 12 22 27,5 41 49 59 0 3 4 8 8
5 8 14 21,5 30 40 47 60 0 3 4 8 8
6 7,2 13 20,5 26,5 38 39 42 0 3 4 7 10
7 6 13,5 16 29,5 38 41 51 0 3 4 5 5
8 5 13,5 24 26 37 40 45 0 3 4 5 6
9 7,5 14 20 30 35 42 49 0 3 4 5 7
10 6,5 13 20 26 41 46 54 0 3 4 5 8
Rata-rata 6,92 13,45 20 27,6 38,1 44 51,6 0 3,1 4,1 5,8 7,1

You might also like