You are on page 1of 24

A.

Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru

Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam
berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soeharto yang diharapkan
akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan
pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat.
Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat.
Namun sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita
menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan
dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah.
Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang
tentunya akan mengancam penerbitannya.
Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu
melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus
memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Pers seakan-akan dijadikan alat
pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang
sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
“Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan
bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya tidak ada kebebasan sama
sekali, bahkan yang ada malah pembredelan.
Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat izin
penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi
tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara. Pembredelan itu diumumkan
langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat itu. Meskipun pada saat itu pers
benar-benar diawasi secara ketat oleh pemerintah, namun ternyata banyak media massa yang
menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan perlawanan itu ternyata belum
berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para pendukungnya yang
antu rezim Soeharto.

B. Pembredelan Tempo serta perlawanannya terhadap pemerintah Orde Baru


Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologi politik Indonesia secara
menyeluruh. Tidak baru, tidak aneh dan tidak istimewa jika dipahami dalam ekosistemnya. (Aliansi
Jurnalis Independen, 1995 : 140)
Sebelum dibredel pada 21 Juni 2004, Tempo menjadi majalah berita mingguan yang paling penting
di Indonesia. Pemimpin Editornya adalah Gunawan Mohammad yang merupakan seorang panyair
dan intelektual yang cukup terkemuka di Indonesia. Pada 1982 majalah Tempo pernah ditutup
untuk sementara waktu, karena berani melaporkan situasi pemilu saat itu yang ricuh. Namun dua
minggu kemudian, Tempo diizinkan kembali untuk terbit. Pemerintah Orde Baru memang selalu
was-was terhadap Tempo, sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalah ini
memang popular dengan independensinya yang tinggi dan juga keberaniannya dalam mengungkap
fakta di lapangan. Selain itu kritikan- kritikan Tempo terhadap pemerintah di tuliskan dengan kata-
kata yang pedas dan bombastis. Goenawan pernah menulis di majalah Tempo, bahwa kritik adalah
bagian dari kerja jurnalisme. Motto Tempo yang terkenal adalah “ enak dibaca dan perlu”.
Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan. Apalagi
dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukan pemerintah, Tempo
telah mendapatkanberkali-kali maendapatkan peringatan. Hingga akhirnya Tempo harus rela
dibungkam dengan aksi pembredelan itu.
Namun perjuangan Tempo tidak berhenti sampai disana. Pembredelan bukanlah akhir dari riwayat
Tempo. Untuk tetap survive, ia harus menggunakan trik dan startegi.Salah satu trik dan strategi
yang digunakan Tempo adalah yang pertama adalah mengganti kalimat aktif menjadi pasif dan
yang kedua adalah stategi pinjam mulut. Semua strategi itu dilakukan Tempo untuk menjamin
kelangsungannya sebagai media yang independen dan terbuka. Tekanan yang dating bertubi-tubi
dari pemerintah tidak meluluhkan semangat Tempo untuk terus menyampaikan kebenaran kepada
masyarakat.
Setelah pembredelan 21 Juni 1994, wartawan Tempo aktif melakukan gerilya, seperti dengan
mendirikan Tempo Interaktif atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada tahun 1995.
Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo untuk menjunjung kebebasan pers yang terbelenggu
ada pada zaman Orde Baru. Kemudian Tempo terbit kembali pada tanggal 6 Oktober 1998, setelah
jatuhnya Orde Baru.
C. Fungsi Dewan Pers pada masa Orde Baru
Dewan pers adalah lembaga yang menaungi pers di Indonesia. Sesuai UU Pers Nomor 40 tahun
1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari upaya untuk
mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ada tujuh fungsi dewan pers yang diamanatkan UU, diantaranya : (www.JurnalNasional.com)
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan juga
masyarakat.
2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus
yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat adn pemerintah.
6. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan
kualitas profesi wartawan.
7. Mendata perusahaan pers.

Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Dewan pers hanyalah formalitras
semata. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya, malah menjadi anak buah dari
pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan
pers yang tidak menyetujui pembredelan. Termasuk juga Gunaman Muhammad yang selaku editor
Tempo juga termasuk dalam dewan pers saat itu. Namun ironisnya, pada saat itu dewan pers
diminta untuk mendukung pembredelan tersebut. Meskipun dewan pers menolak pembredelan,
tetap saja pembredelan dilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa
dewan pers hanya formalitas saja.
Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks “press freedom or law” dan
“power of the press”. Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu, tampaknya, pers
dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat secara massal. ( John C.
Merrill, 1991, dalam Asep Saeful, 1999 : 26)). Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat,
pers juga bisa mempengaruhi pemerintah. Karena pengertian secara missal itu adalah seluruh
lapisan masyarakat baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan pers
memang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanya terbelenggu oleh
kekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pers dalam masa orde baru seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas
berpendapat dan menyampaikan informasi. Meskipun orde baru telah menjanjikan keterbukaan dan
kebebasan di awal pemerintahannya, namun pada kenyataannya dunia pers malah terbelenggu dan
mendapat tekanan dari segala aspek. Pers pun tidak mau hanya diam dan terus mengikuti permainan
politik Orde baru. Sehingga banyak media massa yang memberontak melalui tulisan-tulisan yang
mengkritik pemerintah, bahkan banyak pula yang membeberkan keburukan pemerintah. Itulah
sebabnya pada tahun 1994 banyak media yang dibredel, seperti Tempo, deTIK, dan Monitor.
Namun majalah Tempo adalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru
melalui tulisan-tulisannya hingga sampai akhirnya bisa kembali terbit setelah jatuhnya Orde baru.
Pemerintah memang memegang kendali dalam semua aspek pada saat, terutama dalam dunia pers.
Lalu apa fungsi dari dewan pers pada saat itu? Ternyata dewan pers hanyalah dibuat pemerintah
untuk melindungi kepentingan pemerintah saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat.
Dewan Pers seakan kehilangan fungsinya dan hanya formalitas belaka.
UNIVERSITAS MERCU BUANA

2
FAKULTASI LMU KOMUNIKASI
PROGRAM KELAS KARYAWAN

M
O
D
POKOK BAHASAN

Perkembangan Penyiaran dan Hukum Penyiaran di Indonesia


Oleh: Afdal Makkuraga Putra

I. Radio

Sejarah radio siaran swasta,

Keberadaan radio siaran di Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah


perjuangan bangsa, baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi
kemerdekaan, maupun didalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan
kehidupan masyarakat yang demokratis, adil dan berkemakmuran.

Di zaman Penjajahan Belanda, radio siaran swasta yang dikelola warga asing
menyiarkan program untuk kepentingan dagang, sedangkan radio siaran swasta
yang dikelola pribumi menyiarkan program untuk memajukan kesenian, kebudayaan,
disamping kepentingan pergerakan semangat kebangsaan. Ketika pendudukan
Jepang tahun 1942, semua stasiun radio siaran dikuasai oleh kolonial Jepang,
programnya diarahkan pada propaganda perang Asia Timur Raya. Tapi setelah
Jepang menyerah kepada Sekutu 14 Agustus 1945 para angkasawan pejuang
menguasai Radio Siaran sehingga dapat mengumandangkan Teks Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia. Selanjutnya sejak proklamasi
kemerdekaan RI sampai akhir masa pemerintahan Orde Lama tahun 1965, Radio
Siaran hanya diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Radio Republik
Indonesia atau RRI.

Secara defacto Radio siaran swasta nasional Indonesia tumbuh sebagai


perkembangan profesionalisme “radio amatir” yang dimotori kaum muda diawal Orde
baru tahun 1966; secara yuridis keberadaan radio siaran swasta diakui, dengan
prasyarat, penyelenggaranya ber-Badan Hukum dan dapat menyesuaikan dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 1970 tentang Radio Siaran Non
Pemerintah, yang mengatur fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab radio siaran,
syarat-syarat penyelenggaraan, perizinan serta pengawasannya.

Dalam peraturan itu ditentukan, bahwa radio siaran non pemerintah harus berfungsi
sosial yaitu alat pendidik, penerangan dan hiburan; bukan alat untuk kegiatan politik.
Meskipun bidang radio siaran memiliki fungsi pendidikan, penerangan dan hiburan,
namun dalam operasinya tidak menutup kemungkinan siarannya bersifat komersial
(iklan) yang pelaksanannya mengukuti peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.

Hingga akhir tahun l974, radio swasta niaga tercatat 330 di seluruh Indonesia,
masing-masing 42 di DKI, l4 di NTB, 55 di Jawa Tengah, l5 di Jawa Timur, l5 di
Sumatera Utara, l di Riau, ll Sumatera Barat, l3 Sumatera Selatan, 8 Lampung. 2di
Kalimantan Barat, 8 di Selawesi Utara dan l6 di Sulawesi Selatan.

Tahun l980 jumlah stasiun radio non pemerintah mencapai 948 buah yang terderdiri
dari 379 stsiun komersial, 26 stasiun non komersial dan l38 stasiun radio pemerintah
daerah. Sampai dengan tahun 2000 jumlah stasiun radio termasuk RRI mencapai
ll00 stasiun.

Program-program radio pun semakin beragam. Di masa orde baru radio swasta
niaga dilarang membuat berita sendiri. Berita yang siarkan adalah memancar
teruskan (relay) berita dari RRI. Kini setelah lahirnya era kebebasan pers yang
ditandai dengan lahirnya UU Pers No. 40/1990 stasiun radio swasta niaga
diperbolehkan membuat program berita sendiri.

Tidak itu saja, kini radio telah menjadi lahan bisnis yang potensial. Hal ini terbukti
dari munculnya konglomerasi radio, seperti kelompok Ramako, NRA, Masima, dll
yang memiliki jaringan beberapa radio.

II Televisi

A. TVRI

Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukan proyek


media massa televisi kedalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah
koordinasi urusan proyek Asean Games IV. Tanggal 25 Juli 1961, Menteri
Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan
Panitia Persiapan Televisi (P2T).

Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina


mengirimkan teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi
(saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai berikut :

1.Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).


2.Membangun dua pemancar : 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
3.Mempersiapkan software (program dan tenaga).

Tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara
HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta,
dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt.

Tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara
siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora
Bung Karno. Tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang
pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.

Pembangunan Stasiun-stasiun TVRI Daerah

Pada tahun 1963 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Daerah dimulai dengan
Stasiun Yogyakarta, yang mulai siaran pada akhir tahun 1964 dan berturut-turut
Stasiun Medan, Surabaya Makassar, Manado, Denpasar dll, yang berfungsi sebagai
Stasiun Penyiaran.

Mulai tahun 1977, secara bertahap dibeberapa Ibukota Propinsi dibentuklah Stasiun-
stasiun Produksi Keliling atau SPK, yang berfungsi sebagai perwakilan di daerah,
bertugas memproduksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui
TVRI Stasiun Pusat Jakarta.

Status TVRI di Era Orde Baru

Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja
Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung-jawab
pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film Departemen Penerangan Republik
Indonesia.
Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah untuk menyampaikan policy
Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way
traffic dari rakyat untuk pemerintah selama tidak men-diskreditkan usaha-usaha
Pemerintah.

Pada garis besarnya tujuan policy Pemerintah dan program-programnya adalah


untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat
yang aman, adil, tertib dan sejahtera, dimana tiap warga Indonesia mengenyam
kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual.

Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus dapat diterjemahkan


melalui siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di Ibukota maupun daerah
dengan cepat, tepat dan baik .

Semua pelaksanaan TVRI baik di Ibukota maupun di Daerah harus meletakan


tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass
media Pemerintah.

Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI


memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai
Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen
perkantoran / birokrasi.

TVRI di Era Reformasi

Pada tanggal 20 Mei 1999, merupakan titik awal sejarah baru TVRI, ketika Presiden
Abdurrahman Wahid melikuidasi Departemen Penerangan, yang mengakibatkan
status TVRI menjadi tidak jelas, bagaikan anak ayam kehilangan induk.

Dan pada bulan Juni 2000, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 36
tahun 2000 tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan),
yang secara kelembagaan berada di bawah pembinaan dan bertanggung jawab
kepada Departemen Keuangan RI.

Ketika TVRI belum tuntas dalam melakukan penataan internal sebagai Perusahaan
Jawatan, muncul wacana untuk merubah bentuk TVRI menjadi Persero, yang disusul
dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2002, tanggal 17 April 2002
yang merubah bentuk TVRI dari Perusahaan Jawatan menjadi Perseroan terbatas
(PT) di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan Kantor Menteri Negara
BUMN .
Namun pada tanggal 28 Desember 2002, Rancangan Undang-undang tentang
Penyiaran disahkan oleh DPR-RI, sebagai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, dimana menurut Pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa TVRI
merupakan Lembaga Penyiaran Publik atau TV Publik .

Sementara itu, berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 60, TVRI diberi waktu
selama paling lama 3 tahun, untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sebelum
siap sebagai TV Publik.

TVRI dewasa ini

Pada tanggal 15 April 2003, bersamaan dengan pelantikan Dewan Komisaris dan
Direksi PT TVRI (Persero), dilakukan penandatanganan Akte Notaris Pendirian PT
TVRI (Persero) oleh Menteri Negara BUMN.

Mengingat TVRI masih mengacu pada manajemen Perusahaan Jawatan, maka oleh
Direksi baru PT TVRI (Persero) dilakukan upaya-upaya restrukturisasi, antara lain
dibidang sumber daya manusia, keuangan dan struktur organisasi.

Restrukturisasi bukan berarti adanya pengurangan sumber daya manusia. Dengan


melalui restrukturisasi akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan,
berdasarkan kemampuan masing-masing individu karyawan untuk mengisi fungsi-
fungsi yang ada dalam struktur organisasi sesuai keahlian dan profesi masing-
masing, dengan kualifikasi yang jelas.

Melalui restrukturisasi tersebut juga akan diketahui apakah untuk mengisi fungsi
tersebut perlu dicari tenaga profesional dari luar atau dapat memanfaatkan sumber
daya TVRI yang tersedia .

Dalam bentuk PERSERO selama masa transisi ini, TVRI benar-benar diuji untuk
belajar mandiri dengan menggali dana dari berbagai sumber antara lain dalam
bentuk kerjasama dengan pihak luar baik swasta maupun sesama BUMN serta
meningkatkan profesionalisme karyawan.

Dengan adanya masa transisi selama 3 tahun ini, diharapkan TVRI akan dapat
memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh undang-undang penyiaran yaitu sebagai TV
publik dengan sasaran khalayak yang jelas.

B. TV Swasta
Setelah puluhan tahun memberi hak ke TVRI untuk “memonopoli” penyiaran TV di
Indonesia, pemerintah akhirnya mengeluarkan regulasi yang membuka “monopoli”
TVRI. Era ini ditandai dengan dikeluarkannya SK Menpen No.
190A/KEP/MENPEN/1987 tanggal 20 Oktober 1987. SK ini menegaskan Deppen RI
disamping memberikan hak kepada TVRI untuk menyelenggarakan siaran saluran
umum (SSU), juga memberikan hak tambahan menyelenggarakan siaran saluran
terbatas (SST) dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.

SSU adalah siaran TV yang dapat ditangkap langsung oleh umum melalui pesawat
penerima televisi biasa tanpa pelatan khusus, sedangkan SST adalah siaran yang
hanya ditangkap oleh pelanggan melalui pesawat penerima biasa dilengkapi dengan
peralatan khusus.

Dalam menyelenggarakan SST, sesuai dengan kemampuan yang ada, Yayasan


TVRI dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan dan jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tersendiri. Disamping itu, pengoperasian
SST tetap di bawah pengawaan dan pengendalian yayasan TVRI. Hasil usaha SST
dikelola oleh Yayasan TVRI guna menunjang kegiatan operasional yayasan TVRI.
Dalam acara SST tersebut dapat disisipkan siaran niaga/iklan.

Pihak swasta pertama yang dijinkan melakukan penyiaran TV adalah Rajawali Citra
Televisi Indonesia (RCTI) melalui pemberian izin Prinsip dari Departemen
Penerangan RI c.q Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Agustus
1987 nomor 557/DIR/TV/1987 untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan siaran
saluran terbatas dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya. Penunjukan sebagai
pelaksana SST Televisi Republik Indonesia diatur dengan surat perjanjian antara
Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI dengan Direktur PT RCTI Nomor
12/SP/DIR/IV/1988-RCTI.B.T.02/1988 tanggal 22 Februari 1988. Di samping itu juga
dilakukan perjanjian yang mewajibkan RCTI untuk memberikan 12.5% pendapatan
dari pelaksanaan siaran niaga/iklan kepada Yayasan TVRI

Tanggal 1 Maret 1989 RCTI mengudara pertama kali dengan memasang sekitar
70.000 buah dekoder dengan waktu tayang selama 18 jam / hari. Sampai tahun 1990
tercatat 135.000 buah dekorder yang disewa oleh pemirsa.

Kemudian tahun 1990 kerjasama SST RCTI dengan Yayasan TVRI berubah.
Perubahan ini didasari pada ijin prinsip Dirjen RTF nomor 1271D/RTF/K/VIII/ 1990
tanggal 1 Agustus 1990. Berdasarkan ijin tersebut RCTI diijinkan melakukan siaran
tanpa dekorder. Dengan status SST RCTI berubah menjadi Stasiun Penyiaran
Televisi Swasta Umum (SPTSU) dengan jam siaran tanpa batas (24 jam)

Menyusul RCTI yang sudah lebih dahulu berdiri, lewat ijin prinsip yang diterbitkan
oleh Depen cq. Dirjen RTF Nomor 1415/RTF/IX/1989 diberikan penyelenggaran
SST kepada PT Surya Citra Telivisi (SCTV) di Surabaya. Tanggal 1 Agustus 1990
diijinkan menyelenggarakan siaran tanpa dekorder berdasarkan isin prinsip Deppen
c.q Dirjen RTF nomor 121E/RTF/K/VIII/1990.

Secara operasional kegiatan SCTV baru dapat dilaksanakan berdasarkan perjanjian


penunjukkan pelaksanaan STSU SCTV nomor 150/SP/Dir/TV/1990-
02/SPS/SCTV/VIII/1990 tanggal 24 Agustus 1990. Pada tanggal yang sama telah
diberikan pula ijin prinsip bagi SCTV untuk mendirikan SPTSU Denpasar melalui
keputusan Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 1217B/RTF/K/VIII/1990.

Berdasarkan SK Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF nomor 206/RTF/K/I/1993


tanggal 30 januari 1993 tentang ijin Siaran Nasional, SCTV dan RCTI diperbolehkan
menyelenggarakan siaran nasional dengan ketentuan bahwa siaran nasional SCTV
berkedudukan di Jakarta merupakan gabungan SCTV surabaya dengan SCTV
Denpasar, demikian pula dengan RCTI gabungan antara RCTI Jakarta dengan RCTI
Bandung.

Televisi pendidikan Indonesia (TPI) mendapat ijin prinsip dari Departemen


Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 1271B/RTF/K/VIII/l990. Penyelenggaraan siaran
TPI dilaksanakan atas perjanjian kerjasama antara Yayasan TVRI dengan PT. Cipta
Televisi Indonesia tentang pelaksanaan Siaran Pendidikan Nomor
l45/SP/DIR/TV/1990-23/TPI/PKS/SHR.23/VIII/90 tanggal l6 Agustus l990.
Pengoperasian siaran TPI diresmikan presdien Soeharto Rabu, 23 Januari l99l di
studio XII TVRI stasiun Pusat Jakarta.

Tanggal 30 Januari l993 lahir televisi swasta ANTEVE berdasarkan ijin prinsip
Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 207 /RTF/K/I/1993 tentang ijin
Siaran Nasional bagi PT. Cakrawala Andalas Televisi. Siaran nasional Anteve
berkedudukan di Jakarta merupakan siaran gabungan antara PT Cakrawal Andalas
Televisi Bandar Lampung melalui ijin prinsip Nomor 2071/RTF/K/IX/I99I tanggal 17
September 99 dengan PT Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi Palembang dengan ijin
prinsip Nomor 2900/RTF/K/XII/l99l tanggal 31 Desember l99l.
Tanggal 18 Juni 1994 lahir televisi Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) berdasarkan ijin
prinsip Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 208/RTF/K/I/1993 sebagai
penyusuaian terhadap ijin Prinsip Pendirian Nomor 1340 RTF/K/VI/1992 dari stasiun
swasta khusus menjadi SPTSU yang berkedudukan di Jakarta.

Pasca Orde Baru tidak menurunkan minat pengusaha untuk terjun dibisnis
pertelevisian. Sampai dengan tahun 2002 muncul 5 stasiun TV baru di Jakarta
(Metro TV, Trans TV, Lativi, TV7 dan Global), di Surabara muncul Jawa Pos TV
(JTV), di Riau hadir Riau TV dan di Bali ada Bali TV.

Regulasi TV Selama Tiga Rezim di Indonesia

No Orde Lama Orde Baru Reformasi


1 SK Menpen No. Keputusan Menteri UU. No. 40/1999
20/SK/M/1961 tentang Penerangan No. Tentang Pers
pembentukan Panitia 54/B/KEP/Menpen/1971
Persiapan Televisi (P2T). Tentang
Penyelenggaraan Siaran
Televisi di Indonesia
2 Keppres No. 215/1963 SK Menpen No. 55 Bahan UU. 32/2002 Tentang
tentang pembentukan siaran/KEP/Menpen/1975, Penyiaran
Yayasan TVRI dengan TVRI memiliki status
Pimpinan Umum Presiden ganda yaitu selain
RI sebagai Yayasan Televisi
RI juga sebagai Direktorat
Televisi
3 Keputusan Menteri PERATURAN
Penerangan No. PEMERINTAH
167/B/KEP/Menpen/1986 REPUBLIK
Tentang INDONESIA
Penyelenggaraan Siaran NOMOR 36 TAHUN
Televisi di Indonesia 2000
(pengganti No. TENTANG
54/B/KEP/Menpen/1971) PENDIRIAN
Upaya mengakhiri masa PERUSAHAAN
monopoli TVRI JAWATAN TELEVISI
REPUBLIK
INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA

4 Kepmenpen RI No.
190A/KEP/Menpen/1987
Siaran Siaran Saluran
Umum (SSU) &
memberikan wewenang
kepada TVRI untuk
menyelanggarakan SST.
Dalam menjalankan SST,
Yayasan TVRI dapat
menunjuk pihak lain
5 Kepmenpen No.
111/KEP/ Menpen/1990.
6 Kepmenpen No.
84A/KEP/ Menpen/1992.
7 Kepmenpen No.
04A/KEP/ Menpen/1993.
8 UU. No.24/1997 tentang
penyiaran

Regulasi Radio Selama Tiga Rezim di Indonesia

No Orde Lama Orde Baru Reformasi


1 UU No. 5/1964 Tentang PP No. 5/1970 Radio UU No. 36/1999
Telekomunikasi Siaran Non Pemerintah Tentang
Telekomunikasi
2 UU No. 3/1989 Tentang UU. No. 40/1999
Telekomunikasi tentang Pers
3 UU No. 24/1997 Tentang UU. No. 32/2002
Penyiaran Tentang Penyiaran
PERATURAN
PEMERINTAH
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN
2000
TENTANG
PENDIRIAN
PERUSAHAAN
JAWATAN
RADIO REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN
PEMERINTAH
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN
2000
TENTANG
PENGGUNAAN
SFEKTRUM
FREKUENSI RADIO
DAN ORBIT SATELIT
2.Sejarah Singkat Surat Kabar
Di Indonesia
a. Zaman Belanda
Pada tahun 1828, di jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya
memuat berita-berita resmo pemerintahan. Di surabaya (1835) terbit
Soerabajasch Niew en Advertentiebland. Sedangkan di semarang terbit
Semarangsche Advertentiebland dan De Searangsche Courant.
a. Zaman Jepang
Ketika jepang datang, surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih
secara pelan-pelan. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah jepang
dapat memperketat pengawasan terhadap isi suratkabar.
a. Zaman Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia pun melakukan perlawanan
alam hal sabotase komunikasi. Surat Kabar Berita Indonesia yang
diprakarsai oleh Eddie Soeraedi ikut melakukan propaganda agar
rakyat berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada
Jakarta tanggal 19 September 1945.
a. Zaman Orde Lama
Setelah Presiden soekarno mengumumkan dekrit kembali ke UUD
1954 tanggal 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik, termasuk
pers. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh PKI yang pada saat itu
menaruh perhatian pada pers.
a. Jalam Orde Baru
Sejalan dengan tampilnya orde baru, surat kabar yang tadinya
dipaksakan untuk mempunyai gantolan, kembali mendapatkan
kepribadiannya.
a. Zaman Reformasi
Berakhirnya Orde Baru mengalihkan kebebasan berekspresi melalu
media atau kebebasan pers.
Fungsi Surat Kabar
Fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan
tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap
peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Karakteristik Surat Kabar
- Publisitas : adalah penyebaran pada publik atau khalayak
- Periodesitas : menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan, atau
dwi mingguan
- Universalitas : menunjuk pada kesemestaan isinya, yang beranieka ragam dan
dari seluruh dunia.
- Aktualitas : menunjuk pada keadaan yang ”kini” dan ”sebenarnya”
- Terdokumentasikan : dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam
bentuk berita atau artikel, dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh
pihak-pihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan dan dibuat kliping.
Kategorisasi Surat Kabar
Dilihat dari ruang lingkupnya, terdapat surat kabar lokal,regional, dan nasional.
Ditinjau dari bentuknya, terdapat surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan ditinjau
dari bahasanya, terdapat surat kabar berbahasa Indonesia, Inggris, dan daerah.
Majalah
Klasifikasi majalah dibagi ke dalam lima kategori utama :
1. General consumer magazine
Konsumen majalah ini siapa saja, mereka dapat membeli majalah tersebut di
sudut-sudut outlet, mall, supermall atau toko buku lokal.
1. Business Publication
Melayani secara khusus informasi bisnis, industri atau profesi
1. Literacy reviews and academic journal
Terdapat ribuan nama majalah kritik sastra dan majalah ilmiah, yang pada
umumnya memiliki sirkulasi dibawah 10 ribu, dan banyak diterbitkan oleh
organisasi nonprofit, universitas, yayasan atau organisasi profesional.
1. Newsletter
Media ini dipublikasikan dengan bentuk khusus, 4-8 halaman dengan
perwajahan khusus pula.
1. Public relations magazines
Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan, dan dirancang untuk sirkulasi
pada karyawan perusahaan, agen, pelanggan dan pemegang saham.
Sejarah Singkat Majalah
a. Di Inggris (London), majalah yang pertama kali terbit adalah Review yang
diterbitkan oleh Daniel Depoe pada tahun 1704.
b. Di Amerika, Benjamin Franklin telah memelopori penerbitan majalah di
Amerika tahun 1740, yakni General Magazine dan Historical Chronicle.
c. Di Indonesia, sejarah keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia
dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia
a. Awal Kemerdekaan : Soemanang, S.H. yang menerbitkan majalah
Revue Indonesia, dalam salah satu edisinya pernah mengemukakan
gagasan perlunya koordinasi penerbitan surat kabar yang jumlahnya
sudah mencapai ratusan.
b. Zaman Orde Lama : Seperti halnya nasib surat kabar pada masa orde
lama, nasib majalah pun tidak kalah tragisnya di saat peperti
mengeluarkan pedoman resmi untuk penerbit surat kabar dan majalah
di seluruh Indonesia.
c. Zaman Orde Baru : awal orde baru (1966) banyak majalah yang cukup
beragam jenisnya.
d. Zaman Reformasi : Tidak diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP) di zaman reformasi, membuat berbagai pihak
menerbitkan majalah baru yang sesuai dengan tuntutan pasar.
Kategori Majalah
Ditujukan untuk anak-anak, remaha, wanita dewasa, pria dewasa atau untuk pembaca
umum dari remaja sampai dewasa. Sasarannya juga bisa melalui profesi tertentu.
Fungsi Majalah
Mahalah berita berfungsi sebagai media informasi, fungsi berikutnya adalah hiburan.
Majalah wanita dewasa fungsinya untuk menghibur. Majalah pertanian berfungsi
untuk memberikan pendidikan, selanjutnya adalah informasi.
Karakteristik Majalah
a. Penyajian lebih dalam
b. Nilai aktualitas lebih lama
c. Gambar atau foto lebih banyak
d. Kover sebagai daya tarik
Radio Siaran
Keunggulan radio siaran adalah berada dimana saja. Radio mempunyai kemampuan
menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu.
Radio Siaran di Indonesia
a. Zaman belanda : Radio siaran yang pertama kali di Indonesia ialah Bataviase
Radio Vereniging di Batavia (Jakarta Tempo Dulu).
b. Zaman Jepang : Ketika belada menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942,
radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan
diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan
pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-
cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta,
Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang.
c. Zaman Kemerdekaan : Proklamasi kemerdekaan oleh bung karno dan bung
hatta tidak dapat disiarkan oleh radio karena masih dikuasai oleh jeppang.
d. Zaman Orde Baru : Sampai akhir tahun 1966 adalah satu-satunya radio siaran
di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah.
e. Zaman Reformasi : Bila pada zaman orde baru ada sebuah keharusan radio
swasta merelai warta berita dai RRI, di era reformasi tidak terjadi lagi.
Catatan penting untuk media elektronik saat ini, regulasi terhadap media tersebut
tidak bertumpu pada pemerintahan saja melainkan kepada masyarakat melalui
dibentuknya komite penyiaran Indonesia (KPI). Tugas KPI adalah :
1. Menata Infrastruktur penyiaran dengan mengeluarkan izin penyelenggaraan
penyiaran.
2. Melayani pengaduan asyarakat dalam bidang penyiaran dengan mengacu pada
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Lembaga-lembaga siaran yang dilayani oleh KPI adalah lembaga siaran
swasta, lembaga siaran publik, lembaga siaran berlangganan, dan lembaga
siaran komunitas.
Radio Siaran Sebagai
Radio dianggap kekuatan kelima. Faktor-faktor yang memengaruhi kekuatannya
adalah:
a. Daya Langsung : Radio siaran berkaitan dengan proses penyusunan dan
penyampaian pesan pada pendengarnya yang relatif cepat
b. Daya Tembus : Melalui benda kecil yang dnamanya radio siaran, kita dapat
mendengarkan siaran berita dari BBC di London, atau ABC di Australia.
c. Daya Tarik : Disebabkan sifatnya yang serba hidup berkat tiga unsur yang ada
padanya, yakni musik, kata-ata dan efek suara.
Karakteristik Radio Siaran
a. Auditori : untuk didengar
b. Radio is the Now : ditinjau dari nilai aktualitas berita, mestinya radio siaran
dibandingkan dengan media massa lainnya adalah yang paling aktual.
c. Imajinatif : Karena hanya indra pendengaran yang digunakan oleh khalayak,
dan pesannya pun selintas, maka radio siaran dapat mengajak kounikannya
untuk berimajinasi.
d. Akrab : Sifat radio siaran yang lainnya adalah akrab atau intim.
e. Gaya Percakapan : ”keep it simpe, short, adn conversational”
f. Menjaga Mobilitas : Kita jarang mendengarkan acara radio siaran dengan cara
duduk dan mendekatjan telinga pada pesawat radio.
Televisi
Dari semua edia komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada
kehidupan manusia. Kini sedikitnya terdapat lima metode penyampaian program
televisi yang telah dikembangkan.
1. Over-the-airreception of network and local station program
2. Cable
3. Digital Cable
4. Wireless Cable
5. Direct Broacast Satellite
Sejarah Singkat Televisi
Penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para
ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark
Maxwell dan Heinrich Hertz, serta peneuan Marconi pada tahun 1890.
Siaran Televisi di Indonesia
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24
Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-
Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula TVRI dipergunakan sebagai
pangilan stasion hingga sekarang.
Fungsi Televisi
Memberi Informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur
dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi.
Karakteristik Televisi
1. Audiovisual : Televisi memiliki kelebihan yang dapat didengar sekaligus
dilihat
2. Berpikir dalam gambar
3. Pengoprasian lebih kompleks : melibatkan banyak orang
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
1. Pemirsa
2. waktu
3. Durasi
4. Metode Penyajian
Trend Televisi
Sukses suatu program acara pada media televisi seringkali diikuti oleh stasiun TV
lainnya dengan hal-hal yang sejenis (Copycat).
Film
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di
belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, fim televisi
dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu
juta tiket terjual setiap tahunnya (Agee, et. al., 2001: 364).
Sejarah Film
Film atrau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip
fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik
Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan film The Great Train
Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903 (Hiebert, Ungrait, Bohn,
1975: 246).
Perfilman di Indonesia
Dari catatan sejarah perfiman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady
Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David.
Fungsi Film
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin
memperoleh hibutan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif
maupun edukatif, bahkan persuasif.
Karakteristik Film
a. Layar yang luas/lebar
b. Pengambilan Gambar pemandangan menyeluruh
c. Konsentrasi penuh
d. Identifikasi Psikologis
Jenis-jenis Film
a. Film Cerita : Jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim
dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang tenar film tenar dan
didistribusikan sebagai barang cadangan
b. Film Berita : Peristiwa fakta, yang benar-benar terjadi
c. Film Dokumenter : Karya ciptaan mengenai kenyataan.
d. Film Kartun : Dikonsumsi untuk anak-anak.
Komputer dan Internet
Lebih dari lima orang Amerika dewasa menggunakan internet di rumah, kantor atau
sekolah, dan 10% menggunakannya setiap hari. Bisnis perangkat keras komputer
terbagi menjadi empat bidang umum :
1. the computer (terdiri dari supercomputers, mainframes, minicomputers,
workstations, dan personal computers)
2. Storage devices (seperti disk drives)
3. Peripherals (seperti printer dan medem
4. komponen atau material komputer, misalnya untuk merakit komputer
Industri perangkat lunak komputer terbagi ke dalam tiga bidang utama :
1. perusahaan yang menjual prepackaged software
2. pabrik yang memproduksi prepackaged software yang menyediakan aplikasi
program-program
3. software industri.
Menurut laquey, internet merupalan jaringan longgar dari ribuan komputer yang
menjangkau jutaan orang di seluruh dunia. Penggunanya ini mencakup berbagai
kalangan, para pengelola media massa, penerbit buku, artis, dosen, guru, dll. Nilai
yang ditawarkan internet dapat dikiaskan sebagai perpustakaan yang sangat lengkap,
karena internet adalah sumber informasi bagi setiap umat manusia.
Asal mula internet adalah tercipta oleh suatu ledakan yang tak terduga pada tahun
1969, yaitu dengan lahirnya Arpanct, suatu proyek eksperimen Kementrian
Pertahanan Amerika Serikat bernama DARPA. Internet dihuni oleh jutaan orang
nonteknin yang menggunakannya setiap hari untuk berkomunikasi dan mencari
informasi.
Begitu pula dengan halnya komputer lepas yang memang bermanfaat. Sebagian besar
komputer dan jaringan yang tersambung ke internet masih berkaitan dengan
masyarakat pendidikan dan penelitian. Banyak kalangan bisnis kini menyadari bahwa
dengan menghubungkan jaringan perusahaan mereka ke internet, mereka memperoleh
akses seketika kepada para pelanggan.
Menurut LaQuey, yang membedakan interen dari teknologi komunikasi lainnya
adalah tingkat interaksi dankeceptan yang dapat dinikmati penggna untuk menyiarkan
pesannya. Internet adalah perkakas sempurna untuk menyiagakan dan mengumpulkan
sejumlah besar orang secara elektronis.

RADIO SIARAN
Zaman Belanda

Radio siaran yang pertaman di Indonesia adalahyang


berganti nama (BRV)yang berkedudukan di Batavia (Jakarta).
Resmi didirikan pada tanggal berstatus badan swasta. Selain
itu berdiri pula radio siaran lain yang terbesar dan terlengkapdi
Jakarta, bandung dan medan. Pada tanggal 1 april 1933,
didirikandi kota Solo olehdan

Zaman Jepang

Ketika Belanda menyerah pada Jepang, tanggal 8 maret


1942 sebagai konsekuensinya, radio siaran berstatus badan
swasta dinonaktifkan dan diatur oleh jawatan khusus bernama,
serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan di Bandung,
Purwakarta, Yogyakarta Surakarta, Semarang, Surabaya dan
Malang. Rakyat Indonesia hanya boleh mendengarkan siaran
dari saja, namun meskipun demikian dikalangan pemuda
terdapat beberapa orang dengan resiko kehilangan nyawanya
karena secara sembunyi-sembunyi mendengarkan radio siaran
luar negeri. Sehingga mereka mengetahui bahwa pada tanggal
14 agustus Jepang telah menyerah pada sekutu.

Zaman kemerdekaan

Pada waktu proklamasi kemerdekaan dibuat pemancar


gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan
“”. Dari sinilah, wakil presiden pertama M. hatta
menyampaikan pidato yang ditujukan kepada rakyat Indonesia.
Pada tanggal diperoleh kesepakatan dari hasil pertemuan para
pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah organisasi
radio siaran sekaligus disahkan menjadi hari ulang tahun
(RRI).

Zaman orde baru

Peran dan fungsi radio ditingkatkan, selain berfungsi


sebagai media informasi dan hiburan, melalui radio
disampaikan pendidikan dan persuasi. Acara pendidikan yang
berhasil mengudara adalah siaran pedesaan. Sejalan dengan
perkembangan budaya sosial budaya dan teknologi, maka
bermunculan radio siaran amatir yang diusahakan perorangan,
karena itu pemerintah mengeluarkanNo. 55 tahun 1970.
Dengan tujuan agar pemerintah dapat menertibkan radio siaran
yang semakin menjamur.

Media radio memiliki tempat cukup unik. Radio memiliki kekuatan jauh lebih besar
dibandingkan media lain, karena mampu membangkitkan daya imajinasi yang kuat.
Daya pesona radio, yang dikendalikan dari belakang mikropon oleh penyiar yang
bersuara merdu, dengan gaya retorikanya yang dahsyat, akan mampu mengajak
pendengarnya larut dalam suasana hati yang tidak terbendung, dan membangkitkan
daya imajinasi yang sangat personal. Daya imajinasi yang kuat dan personal itulah
yang menjadi salah satu ciri dan kelebihan radio dibandingkan media lainnya.
Ketika televisi belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, betapa masyarakat kita
dengan tekun menyimak siaran langsung pertandingan bulu tangkis All England
antara Rudy Hartono dan Punch Gunalan dari Malaysia. Kita mendengarkan betapa
sibuknya penyiar radio (RRI) melaporkan jalannya pertandingan yang sangat alot,
sehingga pendengar yang “menyaksikan” pertandingan tersebut lewat laporan
pandangan mata (dari penyiar yang menonton langsung pertandingan tersebut) diajak
seakan-akan ikut juga menyaksikan langsung pertandingan tersebut. Dalam waktu
singkat, dengan kecepatan dan ketepatan pengucapan, si penyiar dituntut untuk
menyampaikan isi laporan secara akurat dan menyeluruh. Tanpa itu, tentu para
pendengar tidak akan bisa dituntut tekun mengikuti siaran tersebut. Keadaan ini tentu
sangat berbeda jika dibandingkan siaran pandangan mata yang disampaikan televisi
seperti saat ini.
Walter J. Ong, peneliti AS, mengatakan: “Manusia abad ke-20 sesungguhnya
memasuki era kebudayaan yang samasekali baru dengan terciptanya media massa
elektronik, khususnya radio”, yang disebutnya dengan istilah “secondary orality”
(kelisanan kedua). Kita seakan-akan telah meninggalkan planet Guttenberg (penemu
mesin cetak), sebagaimana dikatakan ahli media massa terkenal, Marshall McLuhan.
Ia mengatakan, di samping bahan cetakan - yang berabad-abad menjadi sarana
terpenting untuk penyimpanan, penyebarluasan dan penemuan kembali informasi -,
pada masa modern ini muncul radio (juga televisi dan media elektronik lainnya), yang
sebagiannya telah mengambil alih fungsi itu. Sarana modern seperti radio ini,
memanfaatkan kembali suara sebagai alat utama atau penting untuk menyampaikan
informasi, dan telinga sebagai indria penting untuk menerimanya. Dari segi ini dapat
dikatakan kita kembali ke masa saat orality (kelisanan) memainkan peran penting
dalam komunikasi dan penyampaian informasi.
Peranan historis radio, khususya RRI, dalam sejarah perjuangan bangsa tentu tidak
perlu diragukan. Namun berbicara tentang radio dalam konteks kehidupan manusia,
masyarakat atau bangsa, kini dan pada masa depan, tentu tidak harus membawa kita
untuk selalu bernostalgia seperti itu. Keberadaan radio sebagai media komunikasi
massa kini makin kompleks. Dalam masa perkembangannya, radio mengalami
pasang-surut. Pada masa perjuangan radio merupakan bagian tak terpisahkan dari
media perjuangan. Dalam masa pembangunan, lebih-lebih pada masa Orde Baru,
radio (dan media lainnya) digunakan sebagai alat propaganda pemerintah yang
berkuasa saat itu. Radio swasta, pada awal pertumbuhannya lebih banyak digunakan
sebagai sarana untuk mengembangkan hobi dan hiburan. Namun dalam
perkembangannya, sudah lebih mengarah pada komersialisasi; seluruh potensi yang
dimilikinya digunakan secara maksimal untuk meraih keuntungan secara ekonomis.
Radio swasta (private) sekarang ini (sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2002
tentang Penyiaran), digolongkan sebagai radio komersial, yang profit oriented,
berbadan hukum perusahaan (PT), dan menggunakan kanal frekuensi tertentu. Dalam
kaitannya dengan aspek ekonomi ini, secara substansial kemudian dibedakan antara
radio publik yang lebih mengedepankan pelayanan kepada publik, radio swasta yang
sepenuhnya bersifat komersial, dan radio komunitas yang tidak boleh menyiarkan
iklan komersial kecuali iklan layanan masyarakat. Apa pun jenis jasa penyiaran radio
yang diselenggarakan, media penyiaran sebagai bentuk kegiatan komunikasi massa,
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol
serta perekat sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya, semua jenis jasa penyiaran radio siaran tersebut,
sebagaimana dikatakan Roger Fidler (2003), muncul dalam suatu masyarakat yang
sudah menyadari alasan-alasan sosial, politik dan ekonomi bagi pengembangan
sebuah media komunikasi dengan jangkauan yang luas. Dilihat dari aspek ini, media
penyiaran radio memiliki kedudukan sangat strategis karena memiliki pengaruh besar
dalam pembentukan sikap dan opini publik.
Ketika berbagai siaran televisi menyerbu ke tiap rumah, ke ruangan pribadi kita,
masuk dan menghiasi ruang tamu kita dengan berbagai acara yang disajikan dengan
teknologi audiovisualnya, radio samasekali tidak terdesak dan tidak pernah
kehilangan pamornya. Radio telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita
sehari-hari.
Dengan booming televisi, banyak pengamat komunikasi memperkirakan radio akan
kehilangan basis pendengar dan peran yang signifikan sebagai institusi media massa.
Televisi dipandang sebagai generasi penerus yang akan mengambil alih peran radio.
Ternyata perkiraan tersebut meleset. Memang jatah iklan radio berkurang drastis,
tetapi tidak demikian dengan peran sosialnya. Ancaman pada basis pendengar radio
datang dari fenomena pergeseran peran radio itu jua, yang masih belum
mencerminkan aspek substantif seperti yang diharapkan para pegiat demokratisasi.
Menurut peneliti media Australia, Krishna Sen, pasca-Orde Baru peluang radio untuk
menjadi sumber opini makin besar. Jika tidak dikelola dengan benar, peluang ini
dapat berbalik menjadi ancaman. Radio siaran diibaratkan binatang raksasa yang baru
bangun dari tidurnya yang panjang, sehingga membutuhkan pawang yang cerdas.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan


masyarakat yang makin besar kebutuhannya untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi. Informasi menjadi bagian yang penting
dalam masyarakat, bangsa dan bernegara. Pandangan, pikiran dan
perkembangan publik akan terbentuk dengan sendirinya melalui
informasi media yang mereka konsumsi. Perkembangan tersebutlah
membawa dampak keberadaan hukum, kebijakan dan etika di
dalam suatu media menjadi sesuatu yang mutlak.Ketiganya
menjadi alat kontrol publik yang sangat berpengaruh atas informasi
yang akan dikeluarkan oleh suatu media. Seberapabesar kah
pengaruh hukum, kebijakan dan etika dalam mengontrol media
tersebut?
Hukum adalah panduan yang berisikan aturan formal yang dibuat
oleh pemerintah (lembaga legislatif) mengenai penggunaan,
pengelolaan dan pemanfaatan media.Sedangkan Kebijakan adalah
pertimbangan publik dan pemerintah tentang struktur dan regulasi
pada media, sehingga media mampu melakukan tanggung
jawabnya terhadap kepentingan publik. Tetapi pada kenyataannya
di Indonesia hukum dan kebijakan ini sering kali tidak dapat
mengikuti perkembangan teknologi dari media itu sendiri. Misalnya
saja seperti UU Penyiaran No 32 tahun 2002 (yang masih
kontroversial terutama masalah TV berjaringan) belum mampu
memenuhi pengaturan terhadap media penyiaran itu sendiri, UU itu
hanya mengatur secara umum masalah mengenai isi dari televisi
tetapi tidak menggambarkan secara jelas bagaimana televisi
seharusnya beroperasi, alat-alat apa yang minimal harus dimiliki
atau berbagai hal teknis lainnyacontohnya saja dapat dilihat
perkembangan teknologi penyiaran sudah memasuki babak baru
meliputi televisi internet (IP) tetapi di dalam UU itu tidak terkandung
pengaturan mengenai televisi internet, sehingga apabila ada
penyimpangan yang menyangkut kepentingan publik di dalam
pengaplikasian TV internet maka pelaku tidak akan mendapatkan
sanksi hukum.

Selain hukum dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,


perusahaan media juga memiliki peraturan dan hukum sendiri ””.
ini merupakan aturan dan kebijakan yang mereka (para pekerja
media) bagi mereka sendiri yang diwujudkan pada pembuatan kode
dan praktek, guna sebagai panduan untuk mengatur diri mereka
sendiri (bagaimana seharusnya mereka mengambil tindakan dan
berperilaku)sekaligus melakukan kontrol dalam hal pemunculan
media di publik. Tidak jauh berbeda dengan hukum dan kebijakan,
etika sendiri merupakan bagian yang penting atas keberlangsungan
media saat ini hanya saja etika disini dibuat oleh para pekerja media
komunikasi sendiri yang biasanya dipersatukan di dalam sebuah
organisasi sedangkan hukum dibuat oleh pemerintah. Etika ini
sering kali tidak ada di dalam aturan yang ada di pedoman hukum
sehingga apabila terjadi pelanggaran maka si pelanggar tidak akan
terjerat sanksi formal (penjara ataupun pembayaran denda). Hanya
saja mereka yang melanggar akan mendapatkan sanksi rasa
bersalah dan tidak dipercayai oleh orang lain (baik pekerja media
komunikasi maupun publik ) karena etika sangat erat dengan
integritas keprofesionalan seseorang. Dalam keseharian etika ini
lazim kita sebut dengan kode etik, kode etik ini banyak sekali
misalnya saja di Indonesia terdapat beragam kode etik yang
meliputi ada kode etik jurnalistik, kode etik penyiaran, dan lain
sebagainya. Inti dari sebuah kode etik adalah kejujuran, netral,
akurat, adil, ide dan tanggung jawab dari para pekerja media
tehadap apa yang mereka lakukan.

Begitulah, pengaturan media melalui jalur hukum, kebijakan, dan


etika telah tersedia. Tapi perkembangan teknologi, keadaan
ekonomi- sosial membuat sering kali terjadi hal-hal diluar dari
pengaturan yang ada. Tindakan-tindakan pelanggaran hukum
maupun tidak sesuai dengan etika pasti masih tetap ada. Meskipun
demikian menurut saya baik hukum, kebijakan maupun etika sama
pentingnya untuk mengatasi semua masalah media yang ada
terutama memaksa perilaku seseorang dan menetapkan pesa.
Seperti apa yang diinginkan dan ke arah mana akan memanfaatkan
media adalah sebuah ukuran untuk melihat hukum, kebijakan, dan
etika itu terimplementasi.

Kecakapan penyiar radio :


1. berbicara (intonasi, artikulasi, speed, aksentuasi)
2. membaca (membaca seperti stori telling/bertutur)
3. menulis yaitu menulis naskah siar, sering kali penyiar
juga membuat naskah sendiri.
Penyiar adalah ujung tombak, front liner, penentu
keberhasilan sebuah program.
 Tehnik siaran meliputi : pra produksi dan pasca produksi
 Naskah siaran merupakan alat Bantu yg digunakan sebagai
pedoman menyangkut materi siaran supaya siaran tidak ‘out of
contaxt’
 Perlengkapan siaran [kamera, lighting, mikrofon, teleprromter,
dll)
 Make up dan wadrobe [untuk TV]
 Director adalah orang yg mendirect sebuah program
 Produser adalah penggagas suatu program, menguasai secara
konseptual program tersebut dan orang yg diamanatkan untuk
mengelola sehingga program dapat berkesinambungan.
a. Tantangan profesi bidang penyiaran
Selain membuka peluang bagi para ekspertis berbagai bidang
maka ekspertis bidang penyiaran dan komunikasi sendiri
mempunyai medan persaingan yg sangat ketat. Pertama karena
lulusan disiplin ilmu apapun dapat bekerja di stasiun televisi. Kedua,
menjamurnya stasiun TV berdampak pada minat bidang komunikasi
ini (sedang tren) sehingga membutuhkan SDM unggulan yg dengan
keahliannya dapat bersaing dan dapat dipertanggungjawabkan.

You might also like