You are on page 1of 28

PERAN REGULASI DAN STANDARDISASI

DALAM PEMBANGUNAN NEXT GENERATION NETWORK


DI INDONESIA

Oleh:
Cahyana Ahmadjayadi
DIREKTUR JENDERAL APLIKASI TELEMATIKA ,DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA

Sebagai Pembicara Pada :

THE INTERNATIONAL CONVERENCE ON TELECOMMUNICATIONS


(ICTel) 2007
Dengan Tema : “Towards To The All Ip Networks”
30 Oktober 2007, Hotel Preanger, Bandung.

PENDAHULUAN :

Next Generation Network (NGN) dirancang untuk memenuhi kebutuhan


infrastruktur infokom abad ke 21. NGN harus mampu mengelola dan membawa
berbagai macam trafik sesuai kebutuhan customer yang terus berkembang. NGN
disusun dalam blok-blok kerja yang terbuka, dan bersifat open system. Setiap
blok memiliki pengembangan yang terbuka lebar, namun harus selalu dapat
dikomunikasikan dengan pengembangan blok-blok lainnya. Layanan dan aplikasi
dikembangkan dengan standar seperti JAIN dan OSA/Parlay. Persinyalan untuk
multimedia dapat menggunakan suite H.323 yang distandarkan ITU, atau SIP
yang distandarkan IETF. Pengendalian umumnya menggunakan standar
bersama yang disebut H.248 oleh ITU atau MEGACO oleh IETF. Konsep NGN
yang lengkap meliputi juga teknologi yang tak mungkin diabaikan, yaitu teknologi
2

wireless, baik untuk perangkat diam, bergerak lambat, maupun bergerak cepat,
dengan berbagai rate data yang dibutuhkan.

Pada mulanya, Internet diciptakan sebagai jaringan data paket yang


tangguh menghadapi hambatan fisik. Skalabilitas Internet mengakibatkan
jaringan ini murah dan layak digelar baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Berbagai aplikasi pun digelar di atas Internet: transfer file, e-mail, web, instant
messaging, hingga aplikasi real time seperti telefon, video-on-demand, dan
konferensi video. Dengan Internet, aplikasi-aplikasi itu dapat diinstal lebih murah
daripada sebelumnya.

Telefoni Internet, atau diistilahkan dengan VoIP, adalah salah satu


aplikasi paling krusial di Internet, karena telefon adalah komunikasi non paket
dengan trafik terbesar yang bermigrasi ke Internet. Ada berbagai konfigurasi
VoIP yang dimungkinkan. Gambar berikut menggambarkan salah satu alternatif
implementasi VoIP.

Terminal VoIP dapat berupa komputer dengan kemampuan multimedia,


atau komputer yang dihubungkan dengan pesawat telepon, atau pesawat
telepon dengan kemampuan VoIP. Gatekeeper GK berfungsi sebagai
administrator yang mengatur hubungan telefoni dalam network. MCU (multipoint
control unit) digunakan untuk pengendalian konferensi tiga terminal atau lebih.
Gateway GW menyambungkan jaringan LAN dengan jaringan telefon, seperti
dengan PBX untuk berkomunikasi dengan telepon di luar jaringan IP. WAN dapat
menghubungkan LAN-LAN ini, membentuk jaringan VoIP dengan skala lebih
luas.

Protokol yang sering digunakan untuk VoIP adalah H.323, yang


didefinisikan oleh ITU-T. H.323 merupakan suite yang mengkoordinasikan
berbagai protokol, baik yang didefinisikan oleh ITU-T maupun oleh IETF. Sesuai
dengan sifatnya yang real-time tetapi tidak mengharuskan ketepatan data, suara
3

dan gambar yang dipaketkan dalam RTP cukup dikirimkan sebagai paket UDP
over IP. Bagian ini selanjutnya disebut sebagai bagian “Media”. Di lain pihak,
persinyalan H.245 dan Q.931 harus diperlakukan sebagai data yang tidak boleh
salah, tetapi boleh menerima delay, sehingga harus dikirimkan sebagai paket
TCP over IP. Bagian ini selanjutnya disebut sebagai bagian “Signaling”
(American English) atau “Signalling” (British English) atau “Persinyalan” (Bahasa
Indonesia). Konversi sinyal telefon dari PSTN/ISDN ke Internet, dengan bagian
Media yang terpisahkan dari bagian Signaling. Pemisahan ini bukan saja
mengefisienkan jaringan, karena memisahkan media dan sinyal sesuai
karakteristik jaringan yang dibutuhkannya, tetapi juga memungkinkan
pembentukan arsitektur network yang efektif. Walaupun keduanya dapat
disalurkan melalui jaringan IP yang sama (atau dapat juga melalui jaringan yang
berbeda, sesuai optimasi kita), tetapi pengendaliannya selalu terpisah.

Walaupun terpisah, tentu saja data media harus mengikuti arahan dari
sinyal yang berkaitan. Untuk itu diperlukan kaitan antara media dan sinyal. Data
media diatur pada gateway-gateway media (media gateways), dengan
pengaturan yang disebut Media Gateways Control.

II. TREND TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI :

NGN dirancang untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur infokom abad ke


21. Konsepnya lebih dari sekedar Internet yang digabungkan dengan PSTN (dan
ISDN). NGN harus mampu mengelola dan membawa berbagai macam trafik
sesuai kebutuhan customer yang terus berkembang. Jaringan tidak lagi
diharapkan bersifat TDM seperti PSTN sekarang, melainkan sudah dalam bentuk
paket-paket yang efisien, namun dengan keandalan dan kualitas (QoS) terjaga.
Jika PSTN meletakkan kecerdasan pada network, dan Internet
meletakkannya pada host, maka NGN menyebarkan kecerdasan pada
network dan host. Feature layanan lintas media menjadi dimungkinkan.
4

NGN disusun dalam blok-blok kerja yang terbuka, dan bersifat open
system. Management. Setiap blok memiliki pengembangan yang terbuka lebar,
namun harus selalu dapat dikomunikasikan dengan pengembangan blok-blok
lainnya untuk mendukung evolusi network secara bersama-sama.

Teknologi komputer dan telekomunikasi berkembang terus dengan


penemuan dan inovasi baru. Kecepatan prosesor komputer makin naik dan
bandwidth jaringan makin tinggi. Di sisi lain, aplikasi semakin membutuhkan
komputasi dan bandwidth yang semakin tinggi juga. Masih teringat oleh kita
ketika akses Internet hanya dapat dilakukan dengan menggunakan modem 1200
bps. Aplikasi yang dapat dijalankan di atasnya pun terbatas, yaitu paling-paling
aplikasi yang berbasis teks. Setelah modem mencapai 9600 bps dan makin terus
meningkat, maka aplikasi yang menggunakan jaringan ini mulai dapat
menampilkan gambar statik. Saat ini tidak aneh jika sebuah situs web
menampilkan animasi dengan menggunakan Flash yang membutuhkan
bandwidth yang besar.

High-bandwidth applications
Aplikasi yang membutuhkan pita yang lebar (high-bandwidth applications)
biasanya terkait dengan data dalam bentuk suara (audio) dan gambar bergerak
(video). Aplikasi yang membutuhkan data seperti ini misalnya adalah video
conferencing dan distance learning. Untuk di Indonesia, sayangnya, aplikasi
yang akan menarik pengguna adalah aplikasi yang berhubungan dengan hiburan
(entertainment). Download lagu MP3 secara resmi merupakan aplikasi yang
langsung bisa diluncurkan di atas jaringan dengan kapasitas tinggi ini.
Bagaimana mengubah layanan entertainment menjadi edutainment?
Diharapkan lebih banyak aplikasi yang bersifat pendidikan. Berbagai kuliah di
luar negeri telah tersedia dalam bentuk video yang dapat dilihat secara on-line
(streaming). Sebagai contoh, kita dapat mengikuti kuliah “Computer Systems
Colloqium” dari Stanford University di Amerika yang berisi presentasi berbagai
pakar di bidang komputer dari situs kuliahnya di
http://www.stanford.edu/class/ee380/. Bayangkan, kita tidak perlu terbang ke
5

Amerika untuk mengikuti kuliah. Kuliah ditampilkan dalam bentuk koleksi video.
Sayangnya kita tidak dapat mengikuti pelajaran ini jika akses ke Internet kita
termasuk kategori lambat. Di kemudian hari semoga semakin banyak materi
pelajaran yang tersedia di Internet sehingga banyak mahasiswa Indonesia yang
di daerah dapat mengikuti kuliah tanpa perlu harus pergi jauh dari rumahnya.

Harga Bandwidth yang masih mahal


Sayangnya harga bandwidth di Indonesia masih termasuk mahal. Sebagai
perbandingan, untuk uang yang dapat dipakai membeli bandwidth 45 MBs di
Indonesia akan dapat membeli bandwidth sebesar 150 MBs di Vietnam dan
bahkan 1 GBs di Cina! Ini sebuah pukulan telak kepada Indonesia. Mudah-
mudahan dengan semakin banyak penyedia layanan NAP maupun pengelola
NGN di Indonesia, semakin murah pula harga bandwidth di Indonesia sehingga
makin banyak inovasi aplikasi dan bisnis.

Inovasi Layanan NAP (Network Application Protocol)


Kerjasama antara penyedia layanan NAP dan penyedia isi (content) yang
bersifat multimedia mungkin merupakan salah satu inovasi yang harus dicoba.
Keberadaan “jalan raya” akan terasa manfaatnya jika terdapat layanan “seputar
jalan raya” tersebut, seperti mall, toko, pasar, SPBU, restoran, dan layanan
lainnya. Dengan menggunakan analogi yang sama, keberadaan bandwidth yang
lebar (melalui layanan NAP) tidak akan terasa manfaatnya tanpa ada aplikasi
yang menggunakannya. Untuk itu perlu dicari “killer application” yang
membutuhkan bandwidth lebar ini.

Saat ini content lokal Indonesia masih sangat sedikit. Belum ada situs web
yang menyediakan isi untuk anak-anak SMA, SMP, dan SD. Seperti dicontohkan
sebelumnya, belum ada kuliah di Indonesia yang menyediakan content-nya
dalam bentuk video yang dapat diakses oleh orang banyak. Ketiadaan ini
tentunya bisa menjadi peluang.

II. MAKNA REGULASI :


6

Sejak diundangkannya Undang-undang No. 3 Tahun 1989 tentang


Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah
menunjukkan peningkatan peran panting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan
nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan
antarbangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya
perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan
perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk
hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran, sehingga
dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional. Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di
tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya
kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekompnikasi, penguasaan
teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat
internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah
satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah
mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang
aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional,
keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan
berbagai konsekuensi yang harus dihadapi den diikuti. Sejak penandatanganan
General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko,
pada tgl. 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang No. 7
Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global. Sesuai dengan prinsip
perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan
tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan
7

penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan memperhatikan hal tsb di atas, maka


peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan
kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dengan
mengikutsertakan peran masyarakat.

Peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi


tidak mengurangi prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang Undang Dasar 1945, yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, hal yang menyangkut
pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang merupakan sumber
daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara. Dengan tetap berpijak pada
arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan memperhatikan
perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun internasional,
terutama di bidang teknologi telekomunikasi. Disinilah diperlukan adanya
regulasi yang memadai yang dapat m,engantisipasi perkembangan teknologi dan
konvergensi terknologi. Karena pada umumnya regulasi maupun aturan hukum
dibidang teknologi cenderung tertinggal oleh cepatnya laju perkembangan
teknologi itu sendiri.

PERAN REGULASI :

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah


menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
hukum baru. Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya
pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban
atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional.
Kegiatan pemanfaatan teknologi informasi perlu terus dikembangkan tanpa
mengesampingkan persatuan dan kesatuan nasional dan penegakan hukum
8

secara adil, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan


pemanfaatan teknologi informasi dapat dihindari melalui penerapan
keseragaman asas dan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan teknologi
informasi mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka menghadapi globalisasi sehingga perlu
dilakukan langkah-langkah konkret untuk mengarahkan pemanfaatan teknologi
informasi agar benar-benar mendukung pertumbuhan perekonomian nasional
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pemerintah perlu memberikan
dukungan terhadap pengembangan teknologi informasi beserta infrastruktur
hukum dan pengaturannya sehingga kegiatan pemanfaatan teknologi informasi
dapat dilakukan secara aman dengan menekan akibat-akibat negatifnya
serendah mungkin.

Penyelenggaraan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh2 asas


pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil dan
merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri serta
memperhatikan pula asas keamanan kemitraan, dan etika.
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya
penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai
komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lahir dan batin.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang
memenuhi syarat dan hasil2nya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan
merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi
khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum dan
9

memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara


telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan
secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan
teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan
mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi
persaingan global.
Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik,
dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaran telekomunikasi selalu
memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan
pengoperasiannya.
Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi
senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan
keterbukaan.
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi dalam ketentuan ini dapat
dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja
penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi,
mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat
dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak
kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Mengingat
telekomunikasi merupakan salah satu cabang produksi yang penting dan
strategis dalam kehidupan nasional, maka penguasaannya dilakukan oleh
negara, yang dalam penyelenggaraannya ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi
kepentingan dan kemakmuran rakyat.

Ada beberapa fungsi yang dijalankan oleh pemerintah dalam pengelolaan


telekomunikasidi Indonesia diantaranya fungsi penetapan kebijakan, antara lain,
perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar
teknis telekomunikasi nasional.
10

Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan atau


teknis operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan dan
persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi pengendalian
dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan terhadap penyelenggaraan
telekomunikasi. Fungsi pengawasan adalah pengawasan terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan,
pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit,
serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.

Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian


dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi
pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi
dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi. Dalam rangka efektivitas
pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait,
penyelenggara telekomunikasi dan mengikutsertakan peran masyarakat.

CODE OF CONDUCT:

Penyelenggaraan telekomunikasi harus memperhatikan dengan sungguh2


asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil
dan merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri
serta memperhatikan pula asas keamanan kemitraan, dan etika. Etika sebagai
code of conduct dapat diartikan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi
senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan
keterbukaan.

Code of conduct atau aturan etika dalam dunia telekomunikasi, paling


banyak dikeluhkan oleh masyarkat, karena akhir-akhir ini ada keluhan
masyarakat terhadap promosi operator seluler yang dinilai berlebihan di media
massa. Diharapkan agar para penyelenggara telekomunikasi untuk
11

memperhatian code of conduct (aturan etika) dalam promosi tarif. Selain tidak
menguntungkan bagi industri telekomunikasi dari aspek tujuan kompetisi yang
sehat, promosi bisa menimbulkan penyalah gunaan informasi, dapat
menimbulkan persoalan hukum tertentu satu sama lain dan juga dengan
konsumen. Untuk itu, operator seluler diharpkan untuk dapat mengungkapkan
secara rasional dan transparan terhadap munculnya suatu angka atau tarif
murah tertentu. Dengan demikian, sesuatu yang sekilas mudah menimbulkan pro
kontra dan seakan-akan `terlalu menjanjikan` dapat diterangkan secara jelas dan
obyektif.
Terkait belum adanya aturan dan etika promosi secara kolektif, maka Asosiasi
Telepon Seluler Indonesia (ATSI) diminta memprakarsai penyusunannya dengan
fasilitasi Ditjen Postel dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Terhadap konsumen atau pengguna jasa telekomunikasi seluler, seyogyanya
agar bersikap kritis, baik dari aspek besaran, durasi waktu promosi, kelengkapan
kata atau simbol atau kalimat yang menjadi icon atau eye-catching dalam
promosi dari suatu penyelenggara telekomunikasi seluler tertentu.
Seandainya menemu kenali adanya kejanggalan, pengguna jasa telekomunikasi
seluler dapat langsung menyampaikan keluhannya ke call centre atau sentra
layanan operator yang bersangkutan. Tetapi jika masih belum memuaskan dapat
mengadukan ke Ditjen Postel maupun BRTI. Hal ini terjadi akibat gejala
inkonsistensi antara tarif yang dipromosikan dan kondisi yang sesungguhnya.
Regulator juga diharapkjan dapat merespon persoalan tersebut secara bijaksana
demi kepentingan konsumen selaku pengguna jasa telekomunikasi seluler.

Dalam hal ini, Pemerintah dan BRTI sama sekali tidak bermaksud
mempersoalkan atau menyentuh esensi kreativitas, nilai seni, dan daya tarik
setiap promosi tarif yang dilakukan oleh para penyelenggara telekomunikasi
seluler. Hal ini dianggap menjadi kewenangan penuh para penyelenggara
telekomunikasi seluler.

Secara umum seluruh penyelenggara telekomunikasi seluler mengatakan,


bahwa; meskipun komponen tarif satu sama lain cukup berbeda, namun
12

konsistensi tersebut tetap dapat dipertanggungjawabkan. Perhitungan mengenai


hal ini dapat diterangkan kepada publik jika dibutuhkan. Para penyelenggara
telekomunikasi seluler menduga, munculnya persoalan ini di antaranya karena
persepsi sebagian konsumen terhadap suatu tarif murah tertentu yang kemudian
dianggap bersifat permanen. Padahal sebenarnya terdapat durasi waktu tertentu
yang mungkin tidak diketahuinya secara jelas oleh konsumen.
Para penyelenggara telekomunikasi seluler diminta untuk benar-benar konsisten
dalam promosinya dan tidak memberikan data yang tidak benar. Jika terjadi, hal
ini dapat dikategorikan sebagai kebohongan publik.

Para penyelenggara telekomunikasi seluler juga diminta untuk tidak mulai


menciptakan kondisi perang promosi tarif yang cenderung ekstrem dan saling
menjatuhkan. Hal ini selain tidak akan menguntungkan bagi industri
telekomunikasi dari aspek tujuan kompetisi yang sehat, juga mudah
menimbulkan penyalahgunaan informasi yang pada akhirnya justru menimbulkan
persoalan hukum tertentu.

Penyelenggara telekomunikasi seluler diminta untuk dapat men-tracing


secara rasional dan transparan terhadap munculnya suatu angka atau tarif
murah tertentu, sehingga sesuatu yang sekilas mudah menimbulkan pro kontra
dan seakan-akan ”terlalu menjanjikan” dapat diterangkan secara jelas dan
obyektif.

Perhatian terhadap code of conduct (aturan etika) dalam promosi tarif


pun harus diperhatikan, apalagi segmentasi pengguna jasa telekomunikasi
seluler sangat beragam. Tak heran bila penyelenggara telekomunikasi seluler
diminta untuk selalu bersikap pro aktif dalam menjelaskan esensi promosi
tarifnya sesuai dengan segmentasinya.

III. ICT GOVERNANCE :


13

Dalam Visi Dewan TIK Nasional, disebutkan bahwa Indonesia menjadi


masyarakat berbasis pengetahuan pada tahun 2025, dengan menciptakan
Pembangunan Melalui TIK/ICT yang terdiri dari penguatan basis TIK (sebagai
instrumen pembangunan), pendidikan dan HKI. Adapun manfaat dari ICT
Governance di Indonesia adalah :

• Mendukung perbaikan keamanan dan mempercepat perkembangan


kesejahteraan sosial dan ekonomi
• Mengatasi berbagai kesenjangan antara pusat dan daerah dalam
mendukung suatu sistem yang lebih adil dan makmur
• Meningkatkan akses informasi dan pengetahuan
• Meningkatkan kemampuan SDM (human capacity building)
• Mendukung proses demokrasi dan transparansi birokrasi
• Membentuk masyarakat informasi (knowledge-society building)

Disamping itu ada beberapa hal yang dapat di dukung oleh ICT Governance
sebagai ICT Disciplines, seperti:

• Business Technology Optimization


• Enterprise architecture
• IT asset management
• IT portfolio management
• IT security assessment
• IT service management
• Project governance
• Project management and Program management in the enterprise IT
context (including software engineering where appropriate)

IV. PERLUNYA AUDIT IT :

Dalam rangka peningkatan daya saing nasional, melalui peningkatan kualitas


produk, dan salah satu upayanya adalah dengan Audit teknologi yang
14

merupakan proses menejemen strategis agar pencapaian visi maupun visi


organisasi dapat tercapai. Untuk itu perlu adanya wadah koordinasi
kelembagaan dalam penataan audit teknologi di Indonesia. Untuk menjaga dan
melindungi kepentingan domestik dan serbuan masuknya barang import, banyak
negara menggunakan instrumen non-tarif antara lain dengan pembentukan
standar dan penilaian kesesuaian. Untuk itu, peran standar dan penilaian
kesesuaian serta audit teknologi menjadi semakin besar dalam kegiatan
perdagangan internasional.

Mengapa Audit IT Diperlukan ?:


Besarnya risiko yang mungkin muncul akibat penerapan TI di suatu
perusahaan membuat audit TI sangat penting untuk dilakukan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa, saat ini, tingkat ketergantungan dunia usaha dan sektor usaha
lainnya, termasuk badan-badan pemerintahan, terhadap teknologi informasi (TI)
semakin lama semakin tinggi. Pemanfaatan TI di satu sisi dapat meningkatkan
keunggulan kompetitif suatu organisasi, akan tetapi di sisi lain juga
memungkinkan timbulnya risiko-risiko yang sebelumnya tidak pernah ada.
Beberapa alasan penting mengapa audit TI perlu dilakukan:
1. Kerugian akibat kehilangan data
2. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
3. Risiko kebocoran data
4. Penyalah gunaan komputer
5. Kerugian akibat kesalahan perhitungan
6. Tingginya nilai investasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer

1. Kerugian akibat kehilangan data :

Saat ini, data telah menjadi salah satu aset terpenting bagi suatu
perusahaan. Bayangkan, jika seorang pimpinan perusahaan yang sebagian
15

besar penjualan yang diraihnya dilakukan dengan cara kredit dimana para
pembeli akan membayar tagihannya di kemudian hari. Untuk mencatat
penjualan, dia menggunakan bantuan TI. Akibat terjadinya gangguan virus atau
terjadi kebakaran pada ruangan komputer yang dia miliki, misalnya, maka
seluruh data tagihan tersebut hilang. Kehilangan data tersebut mungkin saja
akan mengakibatkan perusahaan tidak dapat melakukan penagihan kepada
para pelanggan. Atau, kalaupun masih dapat dilakukan, waktu yang dibutuhkan
menjadi sangat lama karena harus melakukan verifikasi manual atas dokumen
penjualan yang dimilikinya

2. Kesalahan dalam pengambilan keputusan :


Banyak kalangan usaha yang saat ini telah menggunakan bantuan
Decision Support System (DSS) untuk mengambil keputusan-keputusan
penting. Dalam bidang kedokteran, misalnya, keputusan dokter untuk melakukan
tindakan operasi dapat saja ditentukan dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak tersebut. Dapat dibayangkan risiko yang mungkin dapat ditimbulkan
apabila sang dokter salah memasukkan data pasien ke sistem TI yang
digunakan. Taruhannya bukan lagi material, melainkan nyawa seseorang.

3. Risiko kebocoran data :

Data bagi sebagian besar sektor usaha merupakan sumber daya yang
tidak ternilai harganya. informasi mengenai pelanggan, misalnya, bisa jadi
merupakan kekuatan daya saing suatu perusahaan. Bayangkan, seorang
direktur suatu perusahaan telekomunikasi yang memiliki 5 juta pelanggan. Tanpa
dia sadari, satu persatu pelanggan perusahannya telah beralih ke perusahaan
pesaing.

Setelah melalui proses audit, akhirnya diketahui bahwa data pelanggan


perusahaan tersebut telah jatuh ke tangan perusahaan pesaing. Berdasarkan
data tersebut, perusahaan pesaing kemudian menawarkan jasa yang sama
16

dengan jasa yang ditawarkan ke pelanggan yang sama, tetapi dengan biaya
yang sedikit lebih rendah. Kebocoran data ini tidak saja berdampak terhadap
kehilangan sejumlah pelanggan, akan tetapi lebih jauh lagi bisa mengganggu
kelangsungan hidup perusahaan yang bersangkutan.

4. Penyalahgunaan Komputer :
• Alasan lain perlunya dilakukan audit TI adalah tingginya tingkat
penyalahgunaan komputer. Pihak-pihak yang dapat melakukan kejahatan
komputer sangat beraneka ragam. Kita mengenal adanya hackers dan
crackers.
• Hackers merupakan orang yang dengan sengaja memasuki suatu sistem
teknologi informasi secara tidak sah. Biasanya mereka melakukan
aktivitas hacking untuk kebanggaan diri sendiri atau kelompoknnya, tanpa
bermaksud merusak atau mengambil keuntungan atas tindakannya itu.
Sedang, Crackers di sisi lain melakukan aktivitasnya dengan tujuan
mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari tindakannya tersebut,
misalnya mengubah atau merusak atau, bahkan, menghancurkan sistem
komputer.
• Kejahatan komputer juga bisa dilakukan oleh karyawan yang merasa tidak
puas dengan kebijakan perusahaan, baik yang saat ini masih aktif bekerja
di perusahaan yang bersangkutan maupun yang telah keluar. Sayangnya,
tidak semua perusahaan siap mengantisipasi adanya risiko-risiko
tersebut.

5. Kerugian akibat kesalahan proses perhitungan :


Seringkali, TI digunakan untuk melakukan perhitungan yang rumit. Salah
satu alasan digunakannya TI adalah kemampuannya untuk mengolah data
secara cepat dan akurat (misalnya, penghitungan bunga bank). Penggunaan TI
untuk mendukung proses penghitungan bunga bukannya tanpa risiko kesalahan.
Risiko ini akan semakin besar, misalnya ketika bank tersebut baru saja berganti
sistem dari sistem yang sebelumnya mereka gunakan. Tanpa adanya
17

mekanisme pengembangan sistem yang memadai, mungkin saja terjadi


kesalahan penghitungan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh sistem baru ini akan
sulit terdeteksi tanpa adanya audit terhadap sistem tersebut.

6. Tingginya nilai investasi perangkat keras dan perangkat lunak


komputer :
• Investasi yang dikeluarkan untuk suatu proyek TI seringkali sangat besar.
Bahkan, dari penelitian yang pernah dilakukan (Willcocks, 1991), tercatat
bahwa 20% pengeluaran TI terbuang secara percuma, 30-40% proyek TI
tidak mendatangkan keuntungan. Selan itu, sulit mengukur manfaat yang
dapat diberikan TI.
• Untuk Indonesia , alokasi anggaran untuk investasi di bidang TI relatif
tidak lebih besar dibandingkan di luar negeri. Di Indonesia besarnya
alokasi anggaran berkisar 5-10%, sementara di luar negeri bisa mencapai
30% dari total anggaran belanja perusahaan. Namun, bila dilihat dari nilai
absolut besarnya Rupiah yang dikeluarkan, jumlahnya sangat besar.
Perusahaan-perusahaan besar nasional, seperti Garuda Indonesia,
Telkom, dan Pertamina semuanya, saat ini, sudah menerapkan sistem
ERP (Enterprise Resource Planning) dan bahkan berbagai aplikasi
lainnya yang melibatkan investasi yang signifikan

Seiring dengan makin banyaknya institusi, baik pemerintahan maupun


swasta, yang mengandalkan TI untuk mendukung jalannya operasional sehari-
hari, maka kesadaran akan perlunya dilakukan review atas pengembangan suatu
sistem informasi semakin meningkat. Best Practice menyarankan agar dalam
proses pengembangan suatu sistem informasi yang signifikan, perlu dilakukan
review, baik itu sebelum atau pada saat implementasi ( pre-implementation
system ), maupun setelah sistem “live” ( post-implementation system ).

AUDIT & IT GOVERNANCE:


18

Cakupan Audit TI cukup luas, karena tidak terbatas pada aspek teknologinya
saja, melainkan dapat mencakup aspek orang dan proses sistem informasi
berbasis komputer. Begitu juga manfaatnya, antara lain kepastian (assurance)
bagi manajemen bahwa suatu sistem (misalnya, Banking Applications, system
ERP, e-Government, Network Communication, dll) akan dapat memenuhi
harapan manajemen.
Pemahaman akan konsep IT Governance akan sangat membantu auditorTI
dalam memberikan penekanan pemeriksaan pada aspek-aspek sebagai berikut:

1. Perencanaan dan manajemen proyek-proyek TI dan kaitannya dengan


sasaran bisnis.
2. Manajemen risiko guna menghindari kesalahan fatal atas operasional TI.
3. Pemanfaatan sumber daya TI yang optimal dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, seorang auditor TI dapat menjadi
advisor yang "menyenangkan" bagi auditee (pihak yang diperiksa) karena
kemampuannya memberikan practical value-added recommendation yang
dapat membantu perusahaan mencapai tujuannya.

Peran Auditor Internal :

Audit Internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan
obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai
tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian,
dan proses governance.
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan
menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar
dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif, auditor internal perlu
memiliki dan memelihara standar perilaku yang tinggi. Banyak pihak dewasa ini
semakin mengandalkan peran auditor internal dalam mengembangkan dan
19

menjaga efektivitas sistem pengendalian intern, pengelolaan risiko, dan


corporate governance. Telah banyak peraturan perundang-undangan, baik di
Indonesia maupun di tingkat internasional yang mencerminkan kepercayaan dan
kebutuhan masyarakat terhadap peran audit internal dan sistem pengendalian
intern dalam menjaga efektivitas organisasi, untuk menghindari krisis serta
kegagalan organisasi. Di Indonesia, pembentukan fungsi audit internal
merupakan keharusan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bank, dan
Lembaga Pemerintah. Perusahaan Publik (Tbk) wajib membentuk Komite Audit
agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif, komite audit juga memerlukan
fungsi audit internal dibidang teknologi. Sistem pengendalian intern semakin
menjadi tumpuan dalam mewujudkan organisasi yang sehat dan berhasil.
Kewajiban untuk mengembangkan, menjaga dan melaporkan sistem
pengendalian intern merupakan ketentuan bagi instansi pemerintah dan
BUMN/BUMD, Bank, Perusahaan Publik, maupun Lembaga yang mendapat
bantuan dari pemerintah. Auditor internal dapat memberikan sumbangan yang
besar bagi komisaris, dewan pengawas, direksi, komite audit, pimpinan
organisasi/lembaga, serta manajemen senior dalam mentaati kewajiban tersebut
dan memberi nilai tambah organisasi. Agar dapat mengemban kepercayaan
yang semakin besar dan menjalankan peran tersebut dengan baik, auditor
internal memerlukan suatu kode etik dan standar yang seragam dan konsisten,
yang menggambarkan praktik-praktik terbaik audit internal, serta merupakan
ukuran kualitas pelaksanaan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
Standar-standar yang ada dewasa ini pada umumnya hanya berlaku dalam
lingkungan terbatas. Sebagian dari standar tersebut perlu disesuaikan dengan
praktik-praktik audit internal yang berkembang saat ini.
Untuk itu, diperlukan adanya Forum Auditor teknologi dan terbentuknya
kelembagaan audit teknologi, serta terbentuknya Dewan Sertifikasi Auditor
Teknologi, disamping memberikan pemahaman dan kesamaan pandang tentang
audit teknologi dan kebijakan pemerintah tentang audit teknologi, serta
pemanfaatannya bagi perekonomian nasional. Dalam pada itu, diharapkan juga
saling berbagi pengalaman dan saling tukar menukar informasi tentang
20

pelaksanaan audit teknologi pada dunia usaha serta merangkul dunia usaha
untuk mau terlibat dalam pelaksanaan audit teknologi agar pemanfaatan
teknologi dapat dilaksanakan secara maksimal, serta dapat membangun
komunitas auditor teknologi nasional pada umumnya dan komunitas auditor
internal dibidang teknologi pada khususnya.

Audit Teknologi Sebagai Keharusan :

Audit sebuah sistem teknologi informasi untuk saat ini adalah sebuah
keharusan. Audit perlu di lakukan agar sebuah sistem mampu memenuhi syarat
IT governance. “Satu sistem yang dikembangkan dari awal sudah harus
dimasukkan sistem audit. Pada waktu mengembangkan sebuah sistem, unsur
audit harus dimasukkan. Audit TI memiliki perbedaan dengan audit bisa. Selain
mengaudit around the computer yang lebih utama adalah audit trough teh
computer. “Apakah seluruh fungsionalitas software dibuat sedemikian rupa
sehingga bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Kalau tidak, kita tidak ada
jaminan apakah betul-betul akan menghasilkan yang diharapkan”. Seiring
dengan meningkatnya pemanfaatan TI dalam mendukung proses bisnis
perusahaan, kebutuhan terhadap auditor TI semakin meningkat, terutama dalam
proses pengelolaan risiko terkait dengan teknologi (misalnya, permasalahan
security). Auditor TI sendiri dibutuhkan untuk memberikan rekomendasi
penyempurnaan sistem dan juga reasonable assurance bahwa pengendalian
internal terhadap suatu sistem TI efektif dalam mencapai sasaran dari sistem
tersebut. Auditors sangat perlu dibidang IT, biaya milyaran rupiah dikeluarkan
untuk penggunaan IT namun tidak diimbangi dengan sumber daya yang
memadai akan menyebabkan high cost yang tidak bermanfaat dan hal itu sangat
disayangkan sekali serta merugikan, walaupun sebenarnya dunia TI itu sangat
luar biasa sekali dan menghasilkan profit, namun kalau mengelolanya salah
bukan profit yang dihasilkan malah kerugian yang didapat. Contohnya, yang
terjadi pada KPU, dengan tidak adanya audit sistem sebelumnya mereka tidak
bisa membuktikan janji yang dikemukakan sebelumnya yang dikatakannya
21

dalam waktu 9 jam hasil pemilu putaran pertama akan selesai, namun
kenyataannya tidak sesuai dengan komitmen awal. Audit TI merupakan proses
pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti untuk menentukan apakah sistem
komputer yang digunakan telah dapat melindungi aset milik organisasi, mampu
menjaga integritas data, dapat membantu pencapaian tujuan organisasi secara
efektif, serta menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efisien (Weber,
2000). Audit TI sendiri merupakan gabungan dari berbagai macam ilmu, antara
lain: Traditional Audit Manajemen Sistem Informasi, Sistem Informasi Akuntansi,
Ilmu Komputer, dan Behavioral Science. Satu hal yang unik, bukti-bukti audit
yang diambil oleh auditor biasanya mencakup pula bukti elektronis (data dalam
bentuk file softcopy). Biasanya, auditor TI menerapkan teknik audit berbantuan
komputer, disebut juga dengan CAAT (Computer Aided Auditing Technique).
Teknik ini digunakan untuk menganalisa data, misalnya saja data transaksi
penjualan, pembelian, transaksi aktivitas persediaan, aktivitas nasabah, dan lain-
lain. Sesuai dengan standar auditing ISACA (Information Systems Audit
and Control Association), selain melakukan pekerjaan lapangan, auditor juga
harus menyusun laporan yang mencakup tujuan pemeriksaan, sifat dan
kedalaman pemeriksaan yang dilakukan. Laporan ini juga harus menyebutkan
organisasi yang diperiksa, pihak pengguna laporan yang dituju dan batasan-
batasan distribusi laporan. Laporan juga harus memasukkan temuan,
kesimpulan, rekomendasi sebagaimana layaknya laporan audit pada umumnya.

V. PERLUNYA STANDAR :

Perkembangan perdagangan internasional yang menuju ke arah


penghilangan batas antar negara (bordeless state) telah mendorong
terbentuknya blok-blok perdagangan dalam upaya melindungi dan
mempertahankan kepentingan perdagangannya. Phenomena ini memperkuat
saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan masalah secara
regional dan internasional, sehingga mendorong terbentuknya lembaga-lembaga
22

di bidang perdagangan/ perekonomian atau blok perdagangan internasional


maupun regional seperti WTO (World Trade Organizatoin), APEC (Asia Pacific
Economic Cooperation), AFTA (Asean Free Trade Area), EU (European Union),
NAFTA (North American Free Trade Area) dan sebagainya. Kecenderungan
liberalisasi perdagangan tersebut ditandai dengan adanya perubahan menuju
kesamaan “term of trade", kebijakan yang berupa hambatan perdagangan
seperti subsidi input, tarif impor, pajak ekspor, kuota dan lain-lainnya yang
secara bertahap akan dihapuskan.

Untuk menjaga dan melindungi kepentingan domestik dari serbuan


masuknya barang dalam hal ini produk aptel impor , kini banyak negara
menggunakan instrumen non-tarif, antara lain dengan pemberlakuan standar dan
penilaian kesesuaian. Oleh karenanya, peran standar dan penilaian kesesuaian
kini menjadi semakin besar dalam kegiatan perdagangan internasional. Hal ini
ditandai dengan meningkatnya kegiatan standar dan penilaian kesesuaian di
berbagai blok perdagangan regional maupun internasional, seperti ACCSQ
(Asean Consultative Committee for Standarts and Quality) APEC - SCSC
(Standards and Conformance Sub-Committee), dan ASEM-SCA (Asian
European Meeting-Standads and Conformity Assessment).
Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang terlibat dalam
kesepakatan-kesepakatan tersebut di atas. Keterlibatan ini, membuat Indonesia
mau tidak mau harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
kesepakatan secara konsekwen. Hal ini berarti kebijakan perdagangan Indonesia
yang mengandung unsur-unsur restriksi/proteksi harus secara berangsur
dihilangkan, diganti dengan kebijakan-kebijakan yang sifatnya teknis dan
didukung dengan kajian ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan. Keadaan ini
yang mendorong meningkatnya kebutuhan penerapan standardisasi aptel di
Indonesia.
Peranan standardisasi dalam perekonomian nasional juga mengalami
perkembangan yang signifikan. Sebagai contoh diberlakukannya Undang
Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang secara
23

spesifik mengamanatkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau


memperdagangkan barang/jasa yang tidak memenuhi standar yang
dipersyaratkan; terbitnya PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional
meningkatnya peran aktif Indonesia dalam kegiatan-kegiatan standardisasi
regional dan internasional seperti ISO, IEC, CAC, ILAC, APLAC, dan
sebagainya.

Tantangan bangsa Indonesia di masa yang akan datang adalah


globalisasi yang menuntut persaingan yang sangat ketat. Untuk itu, bangsa
Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonomi dari berfokus pada keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Dua faktor yang mendukung hal
tersebut adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas. Sebagai pendorong
peningkatan efisiensi dan produktivitas, diperlukan adanya suatu infrastruktur
standar dan penilaian kesesuaian pengukuran standar yang dapat
dikembangkan untuk mendukung pembangunan nasional dalam menghadapi era
globalisasi yang dicirikan dengan persaingan yang tajam.

Standardisasi sebagai suatu unsur penunjang pembangunan ICT,


mempunyai peranan penting dalam upaya mengoptimalkan pendayagunaan
sumberdaya dibidang ICT dan seluruh kegiatan pembangunan telematika.
Perangkat-perangkat standardisasi juga berperan untuk menunjang kemampuan
produksi dan produktivitas serta nilai tambah hasil aptel, khususnya dalam
perdagangan baik domestik maupun internasional, serta pengembangan industri
telematika serta perlindungan bagi konsumen. Oleh karena itu, peningkatan
program dan kegiatan standardisasi aptel selaras dengan kebijaksanan
pembangunan telematika yang berorientasi teknologi komputer sebagai bagian
yang terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional.

Tujuan akhir kegiatan Standardisasi Aptel adalah terwujudnya keteraturan


dan jaminan mutu hasil aptel. Dengan demikian, standardisasi aptel dapat
dipergunakan sebagai alat kebijaksanaan pemerintah dalam menata struktur
24

ekonomi secara lebih baik dan dalam memberikan perlindungan kepada


masyarakat. Pemerintah terutama DEPKOMINFO dan para pengguna hasil
teknologi telematika memerlukan standar-standar aptel dalam jumlah dan
kualitas yang semakin meningkat untuk menunjang tujuan-tujuan strategis,
antara lain peningkatan daya saing dan peningkatan efisiensi nasional serta
menunjang program keterkaitan bidang aptel dengan sektor lainnya dalam
sistem perekonomian.

Perkembangan organisasi dan sumberdaya standardisasi dalam


lingkungan di Depkominfo harus mampu menunjang program pengembangan
Standardisasi aptel. Kemampuan ini perlu dioptimalkan sehingga manfaatnya
dapat dirasakan secara maksimal oleh semua pihak, melalui penggalangan
partisipasi bersama secara serasi dan selaras. Pengarahan dan pengerahan
seluruh potensi standardisasi juga diperlukan demi terciptanya program-program
praktis untuk mencapai hasil-hasil yang nyata. Sejalan dengan itu, suatu
wawasan dalam kegiatan standardisasi aptel sangat diperlukan untuk
mengarahkan dan mengkoordinasikan program serta pengembangan
standardisasi aptel yang tanggap terhadap kebutuhan nasional. Oleh karena itu,
diperlukan adanya suatu Sistem Standardisasi aptel. Sistem Standardisasi Aptel
merupakan bagian dari Sistem Standardisasi Nasional, yang merupakan dasar
dan pedoman pelaksanaan standardisasi di lingkup Dirat SAAT yang harus diacu
oleh semua unit kerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun
2000, tentang Standar Nasional Indonesia.

Konteks Keperluan Standar nasional Indonesia :

• Melindungi kepentingan masyarakat (keselamatan, kesehatan,


keamanan) dan kelestarian fungsi lingkungan
• Menghilangkan segmentasi pasar, meghilangkan hambatan dan
meningkatkan efisiensi transaksi perdagangan, serta membentuk iklim
persaingan yang sehat dan transparan
25

• Meningkatkan kompatibalitas dan daya saing produk, serta memperlancar


pembentukan rantai produksi
• Meningkatkan kapasitas usaha bagi produsen dan melindungi
kepentingan konsumen

Tantangan umum yang dihadapi Indonesia khususnya penerapan


standardisasi:
• Kesadaran masyarakat dan pelaku usaha terhadap standar dan mutu
produk masih relatif rendah;
• Jumlah standar nasional yang dapat mendukung produk aptel masih
sangat minim dan dianggap belum mencukupi;
• Standar-standar yang ada dan dikonsensuskan belum dipahami dan
diterapkan secara konsisten;
• Peraturan yang mendorong terwujudnya penerapan standar yang efektif
juga masih belum memadai;

Tujuan umum dari standardisasi adalah untuk terciptanya : “Keteraturan,


Jaminan Mutu, dan Keamanan.” Untuk itu, selain diciptakan standar-
standar Internasional seperti ISO/IEC maupun standar-standar yang
dibuatoleh ITU, diperlukan pula Standar Nasional Indonesia di bidang Aplikasi
Telematika dan Telekomunmkasi, khususnya standar-standar dibidang IP
Networks.

VI Kesimpulan :

1. Next Generation Network (NGN) dirancang untuk memenuhi kebutuhan


infrastruktur infokom abad ke 21. NGN harus mampu mengelola dan
membawa berbagai macam trafik sesuai kebutuhan customer yang terus
berkembang. NGN disusun dalam blok-blok kerja yang terbuka, dan bersifat
open system. Seperti halnya internet yang merupakan jaringan global dunia
26

yang membutuhkan teknologi telekomunikasi dimana pada mulanya Internet


diciptakan sebagai jaringan data paket yang tangguh menghadapi
hambatan fisik. Skalabilitas Internet mengakibatkan jaringan ini murah dan
layak digelar baik dalam skala kecil maupun skala besar. Berbagai aplikasi
pun digelar di atas Internet: transfer file, e-mail, web, instant messaging,
hingga aplikasi real time seperti telefon, video-on-demand, dan konferensi
video. Dengan Internet, aplikasi-aplikasi itu dapat diinstal lebih murah
daripada sebelumnya.

2. Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan


perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
hukum baru. Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan
dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat
nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat
regional maupun internasional. Kegiatan pemanfaatan teknologi informasi
perlu terus dikembangkan tanpa mengesampingkan penegakan hukum
secara adil, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi informasi dapat dihindari melalui penerapan
keseragaman asas dan peraturan perundang-undangan.

3. Penyelenggaraan telekomunikasi harus memperhatikan dengan sungguh-


sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas
manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum, dan asas
kepercayaan pada diri sendiri serta memperhatikan pula asas keamanan
kemitraan, dan etika. Etika sebagai code of conduct dapat diartikan agar
dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh
semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
27

3. Dalam Visi Dewan TIK Nasional, disebutkan bahwa Indonesia menjadi


masyarakat berbasis pengetahuan pada tahun 2025, dengan menciptakan
Pembangunan Melalui TIK/ICT yang terdiri dari penguatan basis TIK
(sebagai instrumen pembangunan), pendidikan dan HKI sebagai manfaat
dari ICT Governance di Indonesia yang meliputi daya dukung perbaikan
keamanan dan mempercepat perkembangan kesejahteraan sosial dan
ekonomi, mengatasi berbagai kesenjangan antara pusat dan daerah dalam
mendukung suatu sistem yang lebih adil dan makmur, meningkatkan akses
informasi dan pengetahuan, meningkatkan kemampuan SDM (human
capacity building), mendukung proses demokrasi dan transparansi
birokrasi, membentuk masyarakat informasi (knowledge-society building).

4. Besarnya risiko yang mungkin muncul akibat penerapan TI di suatu


perusahaan membuat audit TI sangat penting untuk dilakukan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa, saat ini, tingkat ketergantungan dunia usaha dan sektor
usaha lainnya, termasuk badan-badan pemerintahan, terhadap teknologi
informasi (TI) semakin lama semakin tinggi. Pemanfaatan TI di satu sisi
dapat meningkatkan keunggulan kompetitif suatu organisasi, akan tetapi di
sisi lain juga memungkinkan timbulnya risiko-risiko yang sebelumnya tidak
pernah ada. Beberapa alasan penting mengapa audit TI perlu dilakukan:
1. Kerugian akibat kehilangan data
2. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
3. Risiko kebocoran data
4. Penyalah gunaan komputer
5. Kerugian akibat kesalahan perhitungan
6. Tingginya nilai investasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer

5. Untuk menjaga dan melindungi kepentingan domestik dari serbuan


masuknya barang dalam hal ini produk aptel impor , kini banyak negara
menggunakan instrumen non-tarif, antara lain dengan pemberlakuan
28

standar dan penilaian kesesuaian. Oleh karenanya, peran standar dan


penilaian kesesuaian kini menjadi semakin besar dalam kegiatan
perdagangan internasional. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan
standar dan penilaian kesesuaian di berbagai blok perdagangan regional
maupun internasional, seperti ACCSQ (Asean Consultative Committee for
Standarts and Quality) APEC - SCSC (Standards and Conformance Sub-
Committee), dan ASEM-SCA (Asian European Meeting-Standads and
Conformity Assessment). Indonesia merupakan salah satu negara yang
terlibat dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut di atas. Keterlibatan ini,
membuat Indonesia mau tidak mau harus mengikuti ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam kesepakatan secara konsekwen. Hal ini berarti
kebijakan perdagangan Indonesia yang mengandung unsur-unsur
restriksi/proteksi harus secara berangsur dihilangkan, diganti dengan
kebijakan-kebijakan yang sifatnya teknis dan didukung dengan kajian ilmiah
yang bisa dipertanggung jawabkan. Keadaan ini yang mendorong
meningkatnya kebutuhan penerapan standardisasi di Indonesia.

Demikian paparan ini disampaikan sehubungan dengan akan


diselenggarakannya acara The International Conference on
Telecommunication (ICTel)) 2007 dengan thema “Towards to the All IP
Network” di Grand Hotel Preanger Bandung yang ber-skala Internasional.

Terima Kasih.

Jakarta, Oktober 2007,

Cahyana Ahmadjayadi

You might also like