You are on page 1of 15

TUGAS FARMAKOLOGI

Tentang
HISTAMIN DAN ANTI HISTAMIN

Oleh

1. AHMAD ARIF
2. MURSYID
3. IKA PURWANTI
4. ANIK MASRUFAH
5. NURUDIN AHMAD
6. AGUS EKO
WIDODO

STIKES PEMKAB JOMBANG


PRODI S-1 ( ANJANG ) KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul ”Obat – obat anti histamin” ini sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Drg. Budi Nugroho, M.Kes selaku Ketua Stikes Pemkab Jombang
2. Sestu Retno D.A S.Kp, M.Kes selaku Ketua Program studi S1
Keperawatan Stikes Pemkab Jombang selaku dosen pengajar mata
kuliah KDM
3. Dosen mata kuliah farmakologi
4. Rekan-rekan mahasiswa Alih jenjang S1 Keperawatan Stikes Pemkab
Jombang atas dorongan semangat dan bantuan yang diberikan.
5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis telah berusaha untuk menyusun Tugas Akhir ini dengan sebaik-
baiknya. Namun demikian, sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, demi kesempurnaan,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Akhir kata, penulis meminta maaf bila dalam penyusunan makalah ini ada
hal-hal yang tidak berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya, dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya.
Jombang, Desember 2009
HISTAMIN DAN ANTI HISTAMIN

A. PENGERTIAN

Histamin atau beta-imidazoliletilamin atau 4(2-aminoetil)-imidazol adalah


senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal, selain itu
senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan
sebagai neurotransmitter. Pada awalnya histamin besrta asetilkolin memiliki
persamaan dalam sejarahnya, yaitu disintesis secara kimia sebelum
diketahui sifat biologiknya, keduanya disintesa dari ekstraksi ergot. Histamin
dibangun dari substansi kimia asam amino histidin oleh pengaruh enzim
histidin dekarboksilase.

Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh memproduksi


histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan
protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam
memerangi infeksi di jaringan tersebut.

Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan


erat dengan kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai
neurotransmitter. Aksi penghambatan reseptor histamin H1 (antihistamin
H1) menyebabkan mengantuk. Selain itu ditemukan pula bahwa histamin
juga dilepaskan oleh sel-sel mast di organ genital pada saat terjadi orgasme.

Pasien penderita schizophrenia ternyata memiliki kadar histamin yang


rendah dalam darahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping
dari obat antipsikotik yang berefek samping merugikan bagi histamin,
contohnya quetiapine. Ditemukan pula bahwa ketika kadar histamin kembali
normal, maka kesehatan pasien penderita schizophrenia
tersebut juga ikut membaik.

Gambar ikatan kimia histamin


B. ANATOMI FISIOLOGI

Histamin bereaksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan target,


resptor histamin umumnya disebut Histamin1 ( H1 ) dan Histamin2 ( H2).
Pengaruh histamin pada organ tergantung pada fungsi sel dan rasio H1: H2

Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor histamin di sel. Ada
4 jenis reseptor histamin yang telah diidentifikasi, yakni:

Reseptor Histamin H1
Reseptor ini ditemukan di jaringan otot, endotelium, dan sistem syaraf pusat.
Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan
vasodilasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini adalah
reseptor histamin yang paling bertanggungjawab terhadap gejala alergi.

Reseptor Histamin H2
Ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam
lambung.

Reseptor Histamin H3
Bila aktif, maka akan menyebabkan penurunan penglepasan
neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin.

Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di
kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar. Perannya sampai saat ini
belum banyak diketahui.
C. FARMAKODINAMIK
Pada sistem Kardiovaskular
- Terjadinya dilatasi kapiler sehingga terjadi kemerahan dan rasa panas
di wajah ( blushing area ), pengaruh H1 lebih kuat dan cepat dibading
H2
- Permeabilitas kapiler, histamin meningkatkan permeabilitas kapiler
yang menjadi efek sekunder terhadap pembuluh darah kecil,
akibatnya protein dan plasma keluar ke ruangan ekstrasel dan
menimbulkan udem, efek ini jelas terjadi pada reeseptor H1
- Triple response, bila disuntikan intra dermal akan timbul tiga tanda
khas yaitu : bercak merah setempat di sekeliling tempat suntikan,
Flare yaitu bercak menyebar 1-3cm dari bercak awal dengan warna
lebih terang, udem setempat pada lokasi penyuntikan
- Pembuluh darah besar, histamin cenderung menyebabkan konstriksi
pembuluh darah besar yang intensitasnya berbeda antara berbagai
spesies, kadang menutupi efek dilatasi kapiler sehingga justru terjadi
resistensi perifer
- Jantung, histamin mempengaruhi elektrisitas dan kontraktilitas
jantung. Histamin mempengaruhi depolarisasi diastole di nodus SA
sehingga frekwensi denyut meningkat, memperlambat konduksi AV
dan meningkatkan otomatisitas sehingga rawan terjadi aritmia pada
dosis besar. Umumnya reseptor yang bekerja adalah H1, kecuali
konduksi AV bekerja dengan H2
- Tekanan darah, efek vasodilatasi kapiler mengakibatkan penurunan
tekanan darah secara sistemik sehingga diwaspadai terjadinya syok
pada pemakaian histamin dosis besar

Pada otot Polos non vaskular


Histamin merangsang atau menghambat kontraksi otot polos, kontraksi
terjadi karena aktivasi H1 sedangkan relaksasi terjadi akibat aktivasi H2, efek
yang jelas terjadinya bronkokonstriksi pada penderita asma
Pada Kelenjar eksokrin
Histamin dalam dosis rendah akan klebih berpengaruh pada asam lambung
daripada tekanan darah, blokade pada reseptor H2 tidak hanya menurunkan
produksi asanm lambung tetapi juga mengurangi efek gastrin atau aktivitas
vagal
Pada Ujung syaraf sensoris
Terjadinya nyeri dan gatal seperti efek flare sebagai akibat refleks akson, ini
merupakan cara kerja H1 dengan merangsang ujung saraf sensoris
Pada medula adrenal dan ganglia
Histamin dalam dosis besar juga merangsang sel kromafin medula adrenal
dan sel ganglion otonom

D. HISTAMIN ENDOGEN DAN EKSOGEN


1. HISTAMIN ENDOGEN
Histamin berperan penting dalam respon fisiologis dan patologis terutama
pada anafilaksis, alergi, trauma dan syok, histamin juga sebagai mediator
sekresi cairan lambung dan mungkin berperann dalam regulasi mikroserkular
Histamin endogen terdapat di hampir semua jaringan tubuh mamalia, semua
sel mamalia memprodoksi histamin, misalnya leukosit dapat membentuk
histamin dari histidin, enzim pembentuknya disebut L- histidin
dekarboksilase. Produksi dan aktivasi terjadi pada mast cell dan basofil.
Fungsi histamin endogen antara lain:
- reaksi anafilaksis dan alergi
- pelepasan histamin oleh zat kimia dan obat, beberapa zat bersifat
antigenik sehingga mengaktivasi mast cell dan basofil, zat
tersebut diantaranya enzim kimotripsin lipase, beberapa surface
actve agents seperti detergen, garam empedu , racun atau
endotoksin, polipeptida alkali, zat deng berat molekul tinggi, zat
bersifat basa seperti morfin, kodein , antibiotik dan media kontras
- pelepasan histamin oleh sebab lain, seperti radiasi, thermal, fisik
atau mekanik cukup dapat mengaktivasi nast cell untuk
melepoaskan histamin
- pertumbuhan dan perbaikan jaringan
- sekresi cairan lambung


2. HISTAMIN EKSOGEN
Histamin ini diperoleh dari daging dan bakteri dalam ususs yang membentuk
histidin dan histamin
Farmakokinetik histamin eksogen terjadi dalam dua jalur yaitu metilasi oleh
histamin –N-metil transferase menjadi N- metilhistamin, deaminasi oleh
histaminase atao diaminooksidase yang non spesifik menjadi asam imidazol
asetat
Intoksikasi jarang terjadi namun gejala yang umum adalah vasodilatasi,
tekanan darah turun sampai syok, gangguan penglihatan dan sakit kepala
( histamin cepalgia )
Sediaan berupa histamin fosfat injeksi 0,275 atau 0,55 mg/ml, dengann
indikasi sebagi berikut :
- Penetapan kemampuan asam lambung ( stress test pada lambung )
- Tes integritas serabut syaraf sensoris
- Tes reaktivitas bronkus
- Diagnosis feokrositoma

ANTI HISTAMIN
a.Anti histamin penghambat reseptor H1 ( AH1 )

Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang


disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan
penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

Farmakokinetik secara umum yaitu antagonisme Histamin H1 yang


mempengaruhi otot polos terutama bronkus, permeabilitas kapiler yaitu untuk
mengurangi udem, untuk reaksi anafilaksis dan alergi, pada kelenjar eksokrin
AH1 mempengaruhi sekresi saliva dan eksokrin lain akibat histamine, pada
susunan saraf pusat dapat merangsang atau menghambat SSP umumnya
terjadi kantuk atau sedasi pada pemakaian AH1, antikolinergik nemun tidak
memadai untuk dosis terapeutik, anestesi local yaitu beberapa jenis
antihistamin dapat bersifat anestetik seperti prometazin dan pirilamin

Jenis obat dan golongannya adalah sebagai berikut


- ETANOLAMIN contohnya difenhidramin HCl: kapsul 25 dan 50mg
injeksi 10 mg/ml, Dimenhidrinat: tablet 50mg injeksi 50mg/ml,
karbinoksamin maleat : tablet 4 mg, elisir 5mg/ml
- ETILEN DIAMIN contohnya Tripelenamin HCl : tablet 25,50 mg atau
krem 2% salep 2%, Tripelenamin Sitrat , pirilenamin maleat
- ALKILAMIN contohnya bromfenramin maleat, klorpenramin maleat :
tablet 4 mg, sirup 2,5mg/ml, deksbromfenramin maleat
- PIPERAZIN contohnya klorsiklin Hcl, Silklisin Hcl, Siklisin laktat,
mekliosin Hcl, Hidroksizin HCl
- FENOTIAZIN contohnya prometazin HCl : tablet 12,5mg, 25mg, 50mg
injeksi 25-50mg/5ml supositoria 25mg,50mg ; metdilazin HCl tablet
4mg atau sirup 4mg/5ml
- PIPERIDIN ( ANTIHISTAMIN NON SEDATIF ) contoh terfenadin,
astemizol, loratadin
- Lain lain contohnya azatadin, siproheptadin, mebhidrolin napadisilat
Nasib Antihistamin H1 dalam Tubuh
- Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik
dan mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam.
Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian
besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal
mixed-function oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif
rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan
terjadi efek lintas pertama oleh hati.
- Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki
waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2
jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan
obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit
aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal
inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-
rata masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi
lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek
pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi
hati, danm pasien yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau
penghambat microsomal oxygenase lainnya.
Indikasi
- Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi
hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman
atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria.
Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain
disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai
antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness.
Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah
anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum,
dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion
sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
Table 1. Indikasi Generasi Pertama yang Diakui FDA
Kategori
Batas Usia
Drug Name Indikasi Kehamilan

Azatadine > 12 tahun PAR, SAR, CU B

Azelastine > 3 tahun PAR, SAR, VR, AC C


Brompheniramine > 6 tahun AR, HR Type 1 C

Chlorpheniramine > 2 tahun AR B

Clemastine > 6 tahun PAR, SAR, CU B

Cyproheptadine > 2 tahun PAR, SAR, CU B

Dexchlorpheniramine > 2 tahun PAR, SAR, CU B


Hydroxyzine Bisa diberikan Pruritus, sedasi, C
< 6 tahun analgesia, anti-emetik
Promethazine > 2 years old HR Type 1, Sedation, C
Motion sickness,
Analgesia
Tripelennamine > 1 bulan PAR, SAR, CU B

*PAR = perennial allergic rhinitis, SAR = seasonal allergic rhinitis, CU =


chronic urticaria, HR Type 1 = hypersensitivity reaction type 1, AR = allergic
rhinitis, VMR = vasomotor rhinitis, AC = allergic conjunctivitis
Table 2. Indikasi Antihistamin Generasi II & III yang diakui FDA
Nama Obat Batas Usia Indikasi Kategori Kehamilan
Cetirizine > 2 tahun PAR, SAR, CIU B

Fexofenadine > 6 tahun SAR, CIU C

Loratadine > 2 tahun SAR, CIU B

Desloratadine > 12 tahun PAR, SAR, CIU C

*PAR = perennial allergic rhinitis, SAR = seasonal allergic rhinitis, CIU =


chronic idiopathic urticaria

Kontraindikasi
- Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature,
ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer,
hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan
pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien
yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien
tua.
- Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
Efek Samping
- Antihistamin Generasi Pertama:
1. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. Kardiovaskular – hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia,
trombosis vena pada sisi injeksi (IV prometazin)
3. Sistem Saraf Pusat - drowsiness, sedasi, pusing, gangguan
koordinasi, fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi
pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal - epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
5. Genitourinari – urinary frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratori – dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal
burning (nasal spray)
- Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga):
1. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. SSP – mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
3. Respiratori** - mulut kering
4. Gastrointestinal** - nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine)
- *Efek samping SSPsebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali
cetirizine yang tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan mungkin
sama dengan generasi pertama. **Efek samping pada respiratori dan
gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama.
Interaksi Obat
Precipitant Drug Object Drug Effect
Antihistamin Alkohol, depresan Menambah efek depresan
SSP SSP dan efek lebih kecil
pada antihistamin generasi
kedua dan ketiga.

Antifungi Azole dan loratadine, Meningkatkan kadar plasma


Antibiotik Makrolida : desloratadine object drug
azithromycin,
clarithromycin,
erythromycin, fluconazole,
itraconazole,
ketoconazole, miconazole
Cimetadine loratadine Meningkatkan kadar plasma
object drug
Levodopa promethazine Menurunkan efek levodopa
MAOIs: Antihistamin Bisa memperlama dan
phenelzine, isocarboxazid, generasi pertama memperkuat efek
tranylcypromine antikolinergik dan sedative
antihistamin, sehingga bisa
terjadi hipotensi dan efek
samping ekstrapiramidal

Protease Inhibitors: Antihistamin Meningkatkan kadar plasma


ritonavir, indinavir, generasi pertama, object drug
saquinavir, nelfinavir loratadine
Serotonin Reuptatke Antihistamin Meningkatkan kadar plasma
Inhibitors (SSRIs): generasi pertama object drug
fluoxetine, fluvoxamine,
nefazodone, paroxetine,
sertraline
-

b.Antagonis Reseptor Histamin H2


Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor
H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus.
Golongan anti histamin H2
1. Simetidine dan ranintidin
Secara farmakodinamin golongan ini menghambat reseptor H2 secara
selektif dan reversibel, perangsangan H2 akan merangsang sekresi
cairan lambung, obat ini tidak berpengaruh pada reseptor H2 lainya
dan tidak efektif pada pengaruh muskarinik. Simetidin dan ranintidin
dapat mengurangi jumlah ion hidrogen pada asam lambung
Farmakonkinetik obat simetidin secara umum bioaviabilitasnya sekitar
70 % pada pemberian oral sama seperti IM dan IV, absorbsi simetidin
terjadi setelah 60-90 menit dengan waktu paruh 2 jam
Ranintidin memiliki bioaviabilitas sekitar 50% dengan waktu paruh
sekitar 1,7 -3 jam
Efek samping : nyeri kepala, malaise, mual, diare, konstipasi, ruam
kulit, prutritus, kehilangan libido dan impoten
Interaksi obat dengan antasida dan metoklopramid akan mengurangi
bioaviabiliotas sebayak 20-30%, hambatan penyerapan saat diberikan
dengan ketokonazol, beberapa obat dipengaruhi metabolismenya
antara lain golongan warfarin, karbamazepin, fenitoin, diazepam,
propanolol, metoprolol dan imipramin
Indikasi yang utama untuk tukak peptik, pemelihraan pada tukak
duodenum, pencegahan tukak lambung
Sediaan simetidin terdiri atas 200,300 dan 400mg tablet, sirup
300mg/5ml. Injeksi 300mg/2ml sedangkan ranintidin dalam bentuk
tablet 150mg dan injeksi 25mg/2ml
2. Famotidine
Farmakodinamik famotidin sama seperti AH2 lain yaitu menghambat
sekresi asam lambung dalam keadaan basal, malam dan stimulasi
pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih potensial simetidin dan 20 kali dari
ranintidin
Indikasi paling efektif untuk tukak duodenum dan tukan lambung
setelah 8 minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan
simetidin
Interaksi dengan obat lain belum ditemukan
Efek samping lebih jarang terjadi, kadang ditemukan pusing,
konstiopasi dan diare.
Farmakokinetik famotidin mencapai puncak plasma 2 jam setela
pemberian oral, dengan waktu paruh 3-8 jam dan bioaviabilitas 40-
50%
Dosis pemberian yaitu 40mg sekali per hari saat akan tidur untuk
terapi tukak duodenum, pada tukak peptik 20 mg saat akan tidur,
pada sindroma zolingger ellison dianjurkan per oral 20 mg setiap 6
jam

3. nizatidine
farmakodinamik obat ini kurang lebih sama potensiasinya denga
ranintidin, untuk indikasi gangguan asam lambung, penyembuhan
tukak duodenum, refluk esofagus dan sindrom zolingger elison,
kurang lebih sama denga ranintidin
Efek samping jarang terjadi, kadang terjadi gangguan saluran cerna
dan peningkatan kadar serum asam urat
Bioaviabilitas oral sebesart 90% dan tidak mempengaruhi respon
kolinergik, kadar puncak plasma tercapai dalam1 jam dengan waktu
paruh 1,5 jam dan masa kerja 10 jam
Dosis aktif untuk tukak duodenum adalah 300mg sekali sehari atau
150 mg dua kali perhari
Daftar Pustaka
S. ganiswara, FARMAKOLOGI DAN TERAPI, FK UI, Jakarta: 1998
Farmacia.com, artikel tentang efek anti alergi pada anti histamin, diterbitkan
pada 19 juni 2008, diakses tanggal 4 desember 2009

You might also like