You are on page 1of 27

STEP I

TERMINOLOGI

1. Pericoronitis
• Infeksi yang terjadi pada ginggiva yang mengelilingi corona gigi
yang terjadi pada masa pertumbuhan gigi permanen, dimana
jaringan supra dental merupakan bagian yang banyak folikel gigi
dan jaringan mucoperiousteum sehingga mudah terjadi inflamasi
dan dapat berkembang menjadi abses
• Inflamasi akut dari jaringan pendukung gigi yang sedang erupsi
meliputi ginggiva, periodontal membrane, tulang alveolar, dan
folikel gigi
1. Farmakologi
• Ilmu yang mempelajari asal mula, sifat kimiawi, efek, dan
kegunaan obat-obatan
• Suatu ilmu yang sangat luas cangkupannya, meliputi
penggunaan obat untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit, penelitian obat-obatan baru, penelitian efek samping
obat tersebut, serta perjalanan obat di dalam tubuh, dan
perlakuan tubuh terhadap obat tersebut
1. Lincomycin
• Obat untuk infeksi senus yang disebabkan oleh kuman
staphylococcus, pneumococcus yang dapat bekerja sebagai
bakteriosid dan bakteriostatik tergantung dari konsentrasinya
• Suatu antibiotic terutama Gram (+) yang dihasilkan oleh varian
seperti streptomyces, lincolreces, yang bekerja menghambat
sintesis protein mikroba dengan berikatan dengan Ribosom 50 S
1. Metampiron
• Suatu derivate piraldolon yang mempunyai efek analgesic
(penghilang rasa sakit) dan antipeuretic (penurun panas)
1. Neurotropin
• Suatu obat yang isinya berupa vitamin, yaitu vitamin B1, B6, dan
B12
• Suatu obat penguat saraf steroid dan anti inflamasi (pain killer)

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa hubungan sakit gigi yang dialami Dinda dengan badannya yang
terasa demam?
2. Mengapa drg menyarankan untuk dilakukan rontgen jika Dinda sudah
sembuh?
3. Mengapa drg memberikan Dinda Lincomycin, Metampiron, dan
Neurotropik?
4. Apa syarat suatu obat dapat dikombinasikan dengan obat lain?
5. Apa saja yang perlu diperhatikan sebelum pemberian obat?
6. Apakah ada alternative lain yang bisa diberikan?
7. Bagaimana cara obat dapat menimbulkan efek yang optimal bagi
tubuh?
8. Apakah ada suatu efek pada tubuh apabila obat tidak bekerja secara
optimal?
9. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi respon tubuh seseorang
terhadap obat?
10.Adakah kegunaan obat selain terapi?
11.Mengapa minum obat harus berjadwal?

STEP III

ANALISA MASALAH

1. Hubungan sakit gigi yang dialami Dinda dengan badannya yang terasa
demam yaitu,
☑ Merupakan salah satu reaksi sistemik bagi tubuh
☑ Demam merupakan salah satu tanda terjadi infeksi, sehingga
pada daerah terjadinya infeksi terdapat kuman-kuman yang
dapat merangsang daerah panas pada otak atau hipotalamus
sehingga terjadi demam
☑ Adanya reaksi inflamasi
1. Dokter gigi menyarankan untuk dilakukan rontgen jika Dinda sudah
sembuh guna,
☑ Untuk mengetahui keberhasilan atau tidaknya terapi obat yang
diberikan
☑ Pada organ sakit akan menimbulkan efek-efek yang tidak
diinginkan
☑ Untuk mengatahui posisi gigi
1. Dokter gigi memberikan Dinda Lincomycin, Metampiron, dan
Neurotropik yang kegunaan dari masing-masing obat tersebut yaitu,
☑ Lincomycin
Sebagai antibiotic, yang berfungsi sebagai bakteriosid dan
bakteriostatik, namun akhir-akhir ini sudah jarang digunakan
karena daya anti bakteri yang lemah dan absorpsi yang kurang
baik
☑ Metampiron
Sebagai analgesic dan antipeuretik, dimana dapat digunakan
sebagai penghilang rasa sakit kepala, gigi, nyeri karena
peradangan, dan demam
☑ Neurotropik
Untuk meningkatkan kebugaran tubuh, karena isi dari obat ini
berupa vitamin
1. Syarat suatu obat dapat dikombinasikan dengan obat lain, yaitu :
☑ Obat tersebut tidak mempengaruhi efek obat yang lain
☑ Dapat meningkatkan efek terapi, bila dikombinasikan
☑ Komposisi dari obat tersebut bukan dari golongan yang sama
1. Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian obat, yaitu :
☑ Indikasi
☑ Ketepatan dosis
☑ Waktu paruh (pendek/ panjang)
☑ Melihat riwayat pasien terdahulu
☑ Mengenal tanda dan gejala pasien
☑ Kontra indikasi
☑ Efek samping
☑ Cara kerja obat
☑ Interaksi obat
☑ Mengetahui organ target dari obat tersebut
☑ Komposisi dari obat tersebut
☑ Mengetahui umur dan berat badan pasien
☑ Riwayat alergi dari pasien terhadap suatu obat
1. Alternative lain yang bisa diberikan yaitu,
☑ Ada, digantikan dengan derivatnya, agar efek dan absorpsinya
lebih baik. Contohnya pada Lincomycin, karena sudah jarang
digunakan, maka digantikan dengan clindamycin.
☑ Golongan Betalaktam yang memiliki spectrum yang luas
1. Cara obat dapat menimbulkan efek yang optimal bagi tubuh yaitu,
☑ Farmakokinetik  efek
☑ Farmakodinamik  interaksi obat
☑ Tergantung dari cara obat tersebut digunakan
Secara Oral, obat di absorbsi (di mukosa usus dan lambung),
kemudian larut ke dalam aliran darah, dan distribusikan ke organ
target, berefek pada reseptornya yang efektif (menimbulkan
efek biokimia dan fisiologis, dan zat aktif yang terkandung di
dalam obat harus cukup, tidak kurang atau lebih), kemudian
obat di metabolic di hepar, dan disekresikan melalui ginjal.
1. Apabila obat tidak bekerja secara optimal, akan menimbulkan efek :
☑ Contohnya, antibiotic bila dosisnya diturunkan, akan dapat
menyebabkan resistensi dan tidak menimbulkan efek.
Sedangkan jika dosisnya dinaikkan, maka akan menjadi toksik
bagi tubuh.
1. Factor yang dapat mempengaruhi respon tubuh seseorang terhadap
obat, antara lain :
☑ Umur
☑ Keadaan tertentu. Ex : pada ibu hamil
☑ Genetic
☑ Pathologic tubuh hospes
☑ Kondisi fisiologis
☑ Factor lingkungan
1. Kegunaan obat selain terapi, antara lain :
☑ Untuk pencegahan
☑ Untuk penetapan diagnosis
1. Minum obat harus berjadwal karena :
☑ Setiap obat memiliki waktu paruh yang berbeda-beda
☑ Untuk mencegah terjadinya akumulasi atau penumpukan obat

STEP IV

SISTEMATIKA MASALAH
Sakit
Lincomyci
Farmakokine
Neurotrop
Oba
Menerima
Dinda
Farmakolo
Farmakodina
Efek
drg
Alergi
Profil
Efek
Hal
Metampiron
gigi
(22th)
yang
regio
Resep
perlu
belakang kanan
bawah n
ik(Vitamin
(Histami
Farmakol
Samping
tdiperhatikan
gi
(Analgesik
tik
mik dalam
&
(Antibioti
Sakitn)
ogi
pemberian
)Antipeuretik)
saat membuka
obat mulut &
k)
menelan
Demam
STEP V

LEARNING OBJECTIVES

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan

1. Farmakokinetik dan Farmakodinamik


2. Mekanisme Kerja Antibiotik, Analgetik dan Antipeuretik, serta Vitamin
3. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat
4. Profil Farmakologi
5. Efek Samping
6. Fungsi Obat
7. Mekanisme Kerja Anti Histamin dan Kortikosteroid
8. Obat-obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Otonom

STEP VII

SHARING INFORMATION

1. Farmakokinetik dan Farmakodinamik


A. Farmakokinetik
⇒ Suatu aspek farmakologi yang mencakup apa yang dialami obat
di dalam tubuh.

Fase farmakokinetik terdiri dari fase invasi dan fase eliminasi.

1. Fase invasi  proses – proses yang berlangsung pada


pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme. Meliputi
proses absorbsi dan distribusi
2. Fase eliminasi  Proses – proses yang menyebabkan
penurunan kosentrasi obat dalam organisme. Meliputi proses
biotransformasi atau metabolisme dan eksresi.

a. Absorpsi
⇒ Suatu proses dimana terjadinya perpindahan atau penyerapan
obat ke dalam darah, meliputi transformasinya dari bentuk saat
diberikan menjadi bentuk yang dapat digunakan secara biologis.

Tempat absorpsi utama cara pemberian obat melalui obat yaitu


usus halus, karena memilik permukaan absorpsi yang sangat
luas.

Pada pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang


sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya
kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorbsi dengan sangat
cepat. Karena darah dari mulut langsung ke vena cava superior
dan tidak melalui vena porta, maka obat tersebut tidak
mengalami metabolism lintas pertama oleh hati.

Pada pemberian obat melalui rectal, hanya 50% darah dari


rectum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas utama
oleh hati juga 50%. Namun absorpsi obat melalui mukosa rectum
seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat yang
menyebabkan iritasi pada mukosa rectum.

Mekanisme absorpsi

 Difusi Pasif
Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
dengan cara difusi melalui membrane sel tanpa energy,
baik konsentrasi obat maupun kelarutannya dalam lemak.
Sebagai barier absorpsi adalah membrane sel epitel
saluran cerna.
 Transport Aktif
Perpindahan molekul terionisasi yang menggunakan
energy sel.
 Filtrasi
Perpindahan molekul karena adanya tekanan melalui pori-
pori sel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi antara lain :

☑ Luas permukaan
☑ Aliran darah
☑ Nyeri dan stress
☑ Bentuk Obat
• Rapid rate (detik – menit) : sublingual, inhalasi
• Intermediate rate (1 – 2 jam) : oral, intramuscular,
subkutan
• Slow rate (jam – hari) : rektal
☑ Interaksi obat
☑ Efek lintas pertama (beberapa obat mengalami metabolism
di hati/ vena portal sebelum masuk ke sistem sirkulasi)
☑ Kelarutan obat
☑ Bicavaibility
⇒ Persentasi dosis obat yang mencapai sistem sirkulasi
☑ Daur enterohepatik
a. Distribusi
⇒ Proses sehingga obat berada pada cairan tubuh dan jaringan
tubuh.
Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan
berbagai ikatan lemah. Obat yang terikat pada protein plasma
akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh.

Obat bebas akan keluar ke jaringan dengan cara yang sama


dengan cara masuknya, kemudian ke tempat kerja obat yaitu ke
jaringan tempat depotnya, ke hati dimana obat akan di
metabolism menjadi metabolit yang akan dikeluarkan melalui
empedu atau masuk kembali ke dalam darah, dan ke ginjal
dimana obat atau metabolitnya diekskresikan ke dalam urine.

Di dalam jaringan, obat yang larut di dalam air akan tetap


berada di luar sel (di cairan interstisial), sedangkan obat yang
larut dalam lemak akan berdifusi melintasi membrane sel dan
masuk ke dalam sel, tetapi karena pH di dalam sel (pH = 7) dan
diluar sel (pH = 7,4) berbeda, maka obat-obat asam akan lebih
banyak di dalam sel.

a. Metabolisme
⇒ Proses kimia yang mengubah bentuk aslinya menjadi bentuk
yang larut menjadi air (metabolit) sehingga dapat diekskresikan.

Metabolism obat terutama terjadi di hati, yaitu di membrane


Retikulum Endoplasma (mikrosom) dan di Sitosol. Tempat
metabolism yang lain (extrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal,
paru, darah, otak, dan kulit, dan juga pada lumen kolon (oleh
flora usus).

Tujuan metabolism obat adalah mengubah obat yang nonpolar


(larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan
melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif
umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi
toksik.

Reaksi Metabolisme ada dua reaksi fase :

Fase I : Oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat


menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif,
atau kurang aktif.

Fase II : merupakan fase konyugasi dengan substrat endogen :


asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino,
dan hasilnya menjadi sangat polar, yang akan menjadi hampir
selau tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja,
atau reaksi fase I diikuti dengan reaksi fase II. Pada reaksi fase I,
obat dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil, gugus amino,
karboksil, sulfidril, untuk dapat bereaksi dengan substrat
endogen pada reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah
mempunyai gugus-gugus tersebut dapat langsung bereaksi
dengan substrat endogen (reaksi fase II). Hasil reaksi fase I dapat
juga sudah cukup polar untuk langsung diekskresi lewat ginjal
tanpa harus melalui reaksi fase II terlebih dahulu.

a. Ekskresi
⇒ Proses membuang metabolit obat dari tubuh.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk
metaboliknya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau dalam bentuk
aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal
Ekskresi melalui ginjal ada 3 proses, yaitu :
a. Filtrasi glomerolus
Menghasilkan ultrafiltrate, yaitu plasma minus protein, jadi
semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan
yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.
b. Sekresi aktif di Tubulus proksimal
Dari dalam darah lumen tubulus proksimal terjadi melalui
transporter membrane P-glikoprotein dan MRP (Multidrug
Resistance Protein) yang terdapat di membrane sel epitel
dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic
dan konyugat (misal : penisilin, probenesid, glukoronat, sulfat
dan konyugat glutation). P-glikoprotein untuk kation organic
dan zat netral (misa : kuinidin dan digoksin).
c. Reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus
Terjadi sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang
larut lemak. Karena derajat ionisasi bergantung pada pH
larutan, maka dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi
ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa.

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat


gangguan fungsi ginjal. Berbeda dengan pengurangan fungsi hati
yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat
dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin.

Ekskresi obat yang juga penting adalah melalui empedu ke


dalam usus dan keluar bersama feses. Transporter membrane P-
glikoprotein dan MRP terdapat di membrane kanalikulus sel hati
dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit ke dalam empedu
dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan
konyugat (glukuronat dan konyugat lainnya), dan P-glikoprotein
untuk kation organic, steroid, kolessterol, dan garam empedu. P-
glikoprotein dan MRP juga terdapat di membrane sel usus,
sehingga sekresi langsung obat dan metabolit dari darah ke
lumen usus juga terjadi. Obat dan metabolit yang larut lemak
dapat direabsorbsi kembali ke dalam tubuh melalui lumen usus.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik


umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara
kuantitaif tidak penting. Ekskresi tergantung pada difusi pasif
dari bentuk nonion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar,
dan pada pH. Ekskresi melalui ASI walaupun sedikit, namun
dapat mempengaruhi atau dapat menimbulkan efek samping
bagi bayi yang masih menyusu pada ibunya.

A. Farmakodinamik

Interaksi obat dan reseptor :

1. Agonis
 obat yang memiliki afinitas dan aktivitas intrinsik

 obat yang jika menduduki reseptornya mampu secara


intrinsik menimbulkan efek farmakologi.

Agonis terbagi 2 :

✔ Agonis parcial
Agonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai
aktivitas intrinsik atau efektivitas yang rendah sehingga
menmbulkan efek maksimal rendah

✔ Agonis sempurna
Agonis yang menimbulkan efek yang lebih besar daripada
agonis parcial

1. Antagonis
 senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali
efek agonis
Terdiri dari :

✔ Antagonis kompetitif
Senyawa ini memiliki afinitas terhadap receptor, akan
tetapi senyawa ini tidak mampu menimbulkan efek
( aktivitas intrinsik )

✔ Antagonis tak kompetitif


Mampu melemahkan kerja agonis dengan cara yang
berbeda. Contohnya statu obat tidak mencapai reseptor
yang sebenarnya, tapi bekerja pada tempat lain pada
protein receptor yaitu alosterik.

✔ Antagonis fungsional
Bekerja sebagai agonis yang menurunkan verja statu
agonis kedua yang bekerja pada sistem sel yang sama
tapi berikatan dengan receptor yang berbeda.

✔ Antagonis kimia
Senyawa yang bereaksi secara kimia dengan zat
berkhasiat dan menginaktivasinya, tidak bergantung pada
receptor.
1. Mekanisme kerja Antibiotik, Analgesik & Antipeuretik, serta Vitamin
a. Antibiotik
⇒ Perusak kehidupan yaitu suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan dalam larutan
encer untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme lainnya.
Cara kerjanya :
1. Antibiotik yang menghambat metabolism sel mikroba
Misalnya : sulfonamide, trimetropin, asam p-aminosalisilat
(PAS), dan sulfon. Akan menghasilkan efek bakteriostatik.
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya. Kuman pathogen harus mensintesis sendiri asam
folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan
hidupnya.
2. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Misalnya : penisilin, sefalosporin, basitrin, vankomisin, dan
sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan
yaitu suatu polimer mukopeptida (glikopeptida). Tekanan
osmotic dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel
maka kerusakan dinding sel kuman akan akan menyebabkan
terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada
kuman peka.
3. Antibiotik yang mengganggu keutuhan membrane sel
mikroba
Misalnya : polimiksin, golongan polien serta antimikroba
kemoterapeutik, misalnya antiseptic surface active agents.
Polimiksin sebagai sneyawa ammonium kuaterner dapat
merusak membran sel setelah beraksi dengan fosfat dan
fosfolipid membrane sel mikroba. Polimiksin tidak efektif
untuk bakteri gram positif karena mengandung sedikit fosfat.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Misalnya : aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tertrasiklin,
dan kloramfenikol. Untuk kelangsungan hidunya bakteri perlu
mensintesis berbagai protein, sintesis protein berlangsung di
ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri,
ribosom terdiri dari dua sub unit, yang berdasarkan konstanta
sedimentasi yaitu 30 S dan 50 S. untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70 S.
Misalnya kerja obat tetrasiklin, tetrasiklin akan berikatan
dengan ribosom 30 S dan menghalangi masuknya kompleks
tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel
mikroba.
Misalnya : rifampisin dan golongan quinolon. Rifamsin
berikatan dengan enzin polymerase RNA (pada sub unit)
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tsb.

Menurut golongannya :

✔ Golongan β – laktam
contoh : penicilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem

Mekanisme kerja : Menghambat D – alanin transpeptidase yang


mengakibatkan pita glikan dari dinding sel yang baru tidak
dapat menyatu sehingga dinding sel tidak mendapatkan
stabilitas yang diperlukan.

✔ Golongan kloramfenikol
Mekanisme kerja : menghambat peptidil transferase pada fase
pemanjangan sehingga mengganggu síntesis protein

✔ Golongan makrolida
contoh : eritromisin, spiramisin

Mekanisme kerja : menghambat síntesis protein pada fase


pemanjangan dengan mempengaruhi translokasi. Senyawa ini
terikat secara reversible pada unit 50 S dari ribosom

Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah


perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak
berkembang lagi tanpa merusak jaringan tuan rumah. Selain itu,
beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel dan membrane
sel.

a. Analgetik & Antipeuretik


1. Analgetik
⇒ obat penghalang nyeri (zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghalangi kesadaran).
Cara kerja :
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi terganggu dan reaksi inflamasi akan
tertekan.
Digunakan baik diperifer maupun di sentral, tetapi efek
perifernya lebih banyak. Efek analgesiknya berhubungan
dengan efek antiinflamsinya dan diakibatkan oleh inhibisi
sintesis prostaglandin dalam jaringan yang meradang.
Prostaglandin menghasilkan sedikit nyeri, tetapi
mempotensiasi nyeri yang disebabkan oleh mediator
inflamasi lain (misalnya histamine, bradikinin).

Analgetik terdiri dari :


✔ Analgetik kuat ( opiat )
Bekerja pada :

1. Pusat hipoanalgetika :
• menurunkan rasa nyeri dengan cara stimulasi reseptor
obat
• tidak mempengaruhi kualitas organ lain pada dosis
terapi
• mengurangi aktivitas kejiwaan
• meniadakan rasa takut dan rasa bermasalah
• menghambat pusat pernafasan dan pusat batuk
• menimbulkan miosis
• meningkatkan pembebasan ADH
• pada pemakaian berulang seringkali menyebabkan
torelansi dan ketergantungan
2. Kerja perifer
• memperlambat pengosongan lambung melalui
kontriksi pirolus
• mengurangi motilitas dan pengurangan tonus saluran
cerna
• mengkontraksi sfinkter dalam sal empedu
• meningkatkan tonos otot kandung kemih
• mengurangi tonos pembuluh darah
• menimbulkan pemerahan kulit, urticaria, rangsang
gatal
✔ Analgetik lemah sampai sedang
Dapat juga disebut analgetik perifer ( bekerja kecil ).
Disamping kerja analgetik, senyawa – senyawa ini memiliki
kerja antipiretik dengan mempengaruhi sintesis prostaglandin

1. Antipeuretik
⇒ Zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh
Cara kerja :
Berhubungan dengan sistem biosintesis prostaglandin
sehingga indometasi menghambat terjadinya inflamasi (sama
dengan analgetik).
OAINS tidak mengurangi suhu tubuh normal atau suhu yang
meningkatkan pada heat stroke yang disebabkan oleh
malfungsi hipotalamus. Selama demam, pirogen endogen (IL
1) dilepaskan dari leukosit dan bekerja langsung pada pusat
termoregulator dalam hipotalamus untuk menaikkan suhu
tubuh. Efek ini berhubungan dengan peningkatan
prostaglandin otak (yang bersifat pirogenik). Aspirin
mencegah efek peningkatan suhu dan IL-1 dengan mencegah
peningkatan kadar prostaglandin otak.
a. Vitamin

Vitamin dapat dibagi menjadi dua golongan :


1. Vitamin larut lemak : vitamin A, D,E, dan K.
Vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah banyak,
sehingga untuk timbulnya gejala defisiensi dibutuhkan waktu
lebih lama dan kemungkinan terjadinya toksisitas jauh lebih
besar daripada vitamin larut air
2. Vitamin larut air : vitamin B kompleks dan vitamin C.
Vitamin larut air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah
terbatas dan sisanya dibuang, sehingga untuk mempertahan
saturasi jaringan vitamin larut air perlu sering dikonsumsi.
Vitamin larut air berperan sebagai kofaktor untuk enzim
tertentu.

1. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat


a. Periksa identitas pasien (dalam anamnesa, riwayat penyakit
pasien, alergi).
Factor patologik dari pasiennya, adakah gangguan pada ginjal
atau hati, karena akan mempengaruhi reaksi absorpsi dan
ekskresi dari obat.
b. Harus tahu nama dagang dan nama generic obat dimana
sebelum memberikan obat ke pasien, periksa label pada botol
tiga kali, diterangkan kegunaan obat itu apa.
c. Harus sesuai dengan dosis yang tepat.
d. Cara pemberian tepat, yang ditentukan dengan keadaan umum
pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik
obat, serta tempat kerja yang diinginkan.
e. Waktu makan obat harus digunakan dengan tepat.
f. Kondisi fisiologi
• Anak : Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau
kombinasi factor-faktor ini dapat digunakan untuk
menghitung dosis anak dari dosis dewasa.
Untuk perhitungan dosis, usia anak dibagi dalam beberapa
kelompok usia sebagai berikut : sampai 1 bulan (neonates),
sampai tahun (bayi), anak 1-5 tahun, dan 6-12 tahun.
Berat badan digunakan untuk menghitung dosis yang
dinyatakan dalam mg/kg. Akan tetapi, perhitungan dosis anak
dari dosis dewasa berdasarkan berat badan saja, seringkali
menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil karena anak
mempunyai laju metabolism yang lebih tinggi dan volume
distribusi yang relative lebih besar sehingga per kg berat
badannya seringkali membutuhkan dosis yang lebih tinggi
daripada orang dewasa (kecuali pada neonatus).
• Usia lanjut : dipengaruhi oleh penurunan fungsi ginjal (filtrasi
glomerulus dan sekresi tubuli) merupakan perubahan factor
farmakokinetik yang terpenting.
a. Kondisi pasien ( kritis atau tidak )
Jika kondisi pasien kritis diberikan obat secara parenteral ( intra
vena dan intra muskular ) agar kerja obat cepat sehingga cepat
menimbulkan efek. Jika tidak terlalu kritis bisa diberikan secara
oral saja.

1. Profil Farmakologi
Farmakologi merupakan ilmu yang digunakan agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan penyakit.
Farmakologi mencakup pengetahuan tentang :
a. Sejarah Obat
Pada mulanya, penggunaan obat dilakukan secara empiric dari
tumbuhan, (1541 SM – 1037). (1620 – 1695) dilakukan verifikasi
efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan.
Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada
musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengawet ringan.
Pengembangan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari
berbagai sumber yaitu tanaman, jaringan hewan, kultur mikroba,
urin manusia, dan teknik bioteknologi yang menghasilkan insulin.
b. Sifat Fisika dan Kimia Obat
Dasar penting untuk menjelaskan aktifitas biologis obat, oleh
karena :
○ Memegang peranan penting dalam transport obat untuk
mencapai reseptor
○ (hipofilik, elektronik) berperan dalam proses absorpsi dan
distribusi obat, sehingga kadar obat pada waktu mencapai
reseptor cukup besar.
○ Mempunyai struktur dengan spesifitas tinggi saja yang dapat
berinteraksi dengan reseptor biologis (sterik, elektronik) yang
berperan dalam menunjang orientasi spesifik molekul pada
permukaan reseptor.
a. Kontra Indikasi
Kondisi dimana obat tersebut sebaiknya tidak digunakan karena
dapat berbahaya
b. Indikasi
Kegunaan dan peruntukan obat (fungsi obat tersebut)
c. Dosis
Ukuran takaran obat yang digunakan
d. Efek Samping
Obat yang memiliki efek utama ( efek farmakologi ) pasti
mempunyai efek samping yang tidak diinginkan. Jadi kita harus teliti
dalam menganamnesa sebelum pemberian obat.
e. Toksisitas
Tingkat bahaya racun suatu obat
f. Waktu Paruh
waktu yang diperlukan oleh suatu obat sampai kadarnya setengah
dari dosis yang diberikan. Berguna untuk menentukan periode
pemberian obat dalam sehari.
g. Komposisi
Berapa banyak bagian unsure tersebut dalam senyawa kimia yang
terdapat pada obat.
1. Efek Samping
⇒ Hasil interaksi yang kompleks oleh molekul obat dengan tempat
kerja spesifik dalam sistem biologic tubuh (setiap efek yang tidak
dikehendaki, yang merugikan atau membahayakan pasien dari
suatu pengobatan).

Pembagian efek samping obat :

a. Efek samping yang dapat diperkirakan


 Efek farmakologik yang berlebihan (efek toksik), dapat
disebabkan karena dosis relative yang terlalu besar bagi
pasien yang berlebihan, yang terjadi karena adanya
perbedaan respons kinetic atau dinamik pada kelenjar-
kelenjar tertentu.
 Gejala penghentian obat, munculnya kembali gejala
penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek
farmakologik obat karena pengehntian pengobatan
a. Efek samping yang tidak dapat di perkirakan
 Alergi
Terjadi akibat reaksi imunologik, dengan ciri-ciri :
○ Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek
farmakologiknya
○ Terdapat tenggang waktu antara kontak I terhadap obat
dengan timbulnya efek.
○ Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan
○ Reaksi hilang bila obat dihentikan
○ Keluhan atau gejala terjadi dapat ditandai sebagai reaksi
imunologik.
 Reaksi karena factor genetic
Mempunyai kelainan genetic dalam kemampuan metabolism
obat seseorang

Tidak semua efek samping menimbulkan efek yang buruk, ada yang
sifatnya menguntungkan.

1. Efek samping menguntungkan


contoh : pada penderita tekanan darah tinggi yang dirangsang
oleh psikis, efek samping reserpin yang sedatif dianggap
sebagai suatu keuntungan.

2. Efek yang merugikan


✔ Efek toksik karena perbedaan – perbedaan akibat
konstitusi atau genetik dalam absobsi, distribusi,
metabolisme dan eksresi.
Contoh : gangguan SSP, keluhan pada lambung dan usus,
kerusakan parenkim hati dan ginjal, dll

✔ Efek samping pada waktu perkembangan embrio


Jika terjadi pada fase :

• Blastogenesis : menyebabkan kematian janin


• Embriogenesis : Jika bahan yang merugikan mencapai
blastula yang sedang berada pada fase diferensiasi
maka terjadi kecacatan.
• Fetogenesis : tidak matangnya organ atau fungsinya
tidak sempurna
Faktor-faktor terjadinya efek samping obat, antara lain :

a. Factor obat
○ Instrinsik dari obat yaitu sifat dan potensi obat untuk
menimbulkan efek samping
○ Pemilihan obat
○ Cara penggunaan obat
○ Interaksi antar obat
a. Factor bukan obat
○ Instrinsik dari pasien yaitu umur, jenis kelamin, genetic,
kecenderungan alergi, penyakit, sikap, dan kebiasaan hidup.
○ Ekstrinsik di luar pasien yaitu dokter (pemberian obat) dan
lingkungan.
1. Fungsi Obat
Secara umum obat berfungsi untuk :
✔ Penetapan diagnosa
✔ Untuk pencegahan penyakit
✔ Menyembuhkan penyakit
✔ Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
✔ Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
✔ Peningkatan kesehatan
✔ Mengurangi rasa sakit
1. Mekanisme Kerja Anti Histamin dan Kortikosteroid
A. Anti Histamin

Antihistamin terdiri dari :

1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1.
Selain memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki
efek spasmolitik dan anastetik lokal

2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat
dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil pembentukan
histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum
pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin,
indikasinya sama denfan AH 1
A. Kortikosteroid
Derivate dari hormone kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal yang berperan mengontrol respon inflamasi.
Terbagi dua :
✔ Mineralokortikoid
Efek terhadap metabolism elektrolit Na dan K
✔ Glukokortikoid
Terutama kortisol (hidrokortison) pada manusia,
mempengaruhi metabolism karbohidrat dan protein, tetapi
juga mempunyai aktivitas mineralkortikoid yang bermakna.
Hormone ini disintesis dalam sel-sel zona fasikulata dan zona
retikularis.
Glukokortikoid (seringkali prednisolon) digunakan untuk
menekan inflamasi, alergi, dan respon imun.
Mekanisme kerja glukokortikoid :
Kortisol (dan glukokortikoid sintetik) berdifusi kedalam sel
target dan terikat pada reseptor glukokortikoid sitoplasma
yang termasuk dalam superfamili yang terdiri dari reseptor
steroid, tiroid, ddan retinoid. Komplek reseptor glukokortikoid
yang teraktivasi memasuki nucleus dan terikat pada elemen
respons steroid pada molekul DNA target. Ikatan ini
menginduksi sintesis mRNA spesifik maupun merepresi gen
dengan menghambat factor transkripsi, misalnya NFкB.
Obat yang berpengaruh terhadap system saraf otonom (obat
adrenergic)
Obat golongan ini disebut obat adrenergic karena efek yang
ditimbulkannya mirip perangsangan saraf adrenergic, atau
mirip efek neurotransmitter noreprinefrin dan epinefrin (yang
disebut juga noradrenalin dan adrenalin). Golongan obat ini
disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik.
Kerja obat adrenergic dapat dkelompokkan dalam 7 jenis :
1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah
kulit dan mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus,
dan pembuluh darah otot rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut
jantung dan kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan,
peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan
pengurangan nafsu makan.
5. Egek metabolic, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati
dan otot, liposis, dan penglepasan asam lemak bebas dari
jaringan lemak.
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin,
rennin, dan hormone hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau
peningkatan penglepasan neurotransmiter NE atau Ach
Obat adrenergic kerja langsung
Sebagian besar obat adrenergic bekerja secara langsung
pada reseptor adrenergic di membrane sel efektor. Akan
tetapi, berbagai obat adrenergic tsb berbeda dalam
kapasitasnya untuk mengaktifkan berbagai jenis reseptor
adrenergic.
Epinefrin bekerja langsung pada reseptor α1,α2,β1,β2, dan β3
sedangkan norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, dan β1,
dan kurang pada reseptor β2.
Obat adrenergic kerja tidak langsung
Contoh : amfetamin tiramin.
Artinya menimbulkan efek adrenergic melalui pelepasan NE
yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergic. Karena itu,
efek obat-obat ini menyerupai efek NE, tetapi timbulnya lebih
lambat dan masa kerjanya lebih lama. Obat-obat ini
mengalami ambilan ke dalam ujung saraf adrenergic melalui
ambilan 1 (norepinefrin transporter=NET) dan kedalam
gelembung sinaps melalui vesicular monoamine transporter
(VMAT-2), dan menggnatikan NE dalam tempat
penyimpanannya.

1. Obat-obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Otonom

Obat – obat yang merangsang saraf otonom

1. Simpatomimetik
Obat yang kerjanya merangsang saraf simpatis sehingga
mengeluarkan adrenalin
2. Simpatolitik
Obat yang kerjanya menghambat kerja saraf simpatis
3. Parasimpatomimetik
Terdiri dari :

○ Parasimpatomimetik langsung
Zat penghantar rangsang fisiologik asetilkolin menstimulasi
reseptor parasimpatis. Contoh obat : karbakol, betanekol
○ Parasimpatomimetik tidak langsung
Menghambat kerja asetilkolin esterase ( zat yang menguraikan
asetilkolin sehingga tidak aktif ), sehingga asetilkolin dapat
menimbulkan efek pada saraf parasimpatis.

1. Parasimpatolitik
Bekerja pada ganglion saraf.

You might also like