Professional Documents
Culture Documents
Minangkabau
1 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Majapahit, sejak tahun 1477 M itu, pantai timur ranah Minang di bawah
Pagarruyung, di Luhak Tanah Datar, yang terdiri dari Rajo Alam, Rajo
diperkuat oleh dewan menteri Basa Ampek Balai, yang terdiri dari
Pada masa itu telah terjadi penyesuaian antara Islam dengan adat
2 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Dakwah Persuasif
keramat.
Minang. Murid beliau mulai banyak dari darek atau dari Luhak nan Tigo.
dalam hal setuju dan yang menentang ulama zuama, ulama cerdik
damai tercipta antara para Penghulu, Tuanku dan Alim Ulama Minang,
mandaki adaik manurun4, adaik nan lazim syarak nan kawi 5, syarak
ba sisampieng9.
3 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Pemurnian
di ranah Minangkabau.
dari Haji Miskin di Pandai Sikek, Luhak Agam, Haji Abdur Rahman, di
Luhak nan Tuo, Tanah Datar, yang juga dikenal bergelar Tuanku Lintau,
4 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
sama panjang antara budaya adat, budaya agama, dan budaya barat
Ada satu benang merah yang jelas tampak dipunyai para ulama
5 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
fisik, baik pada bungkus adat istiadat yang berlaku, dimulai dengan
para ulama zuama atau para tuanku sangat dipengaruhi latar belakang
Tuanku nan Tuo, Tuanku nan Renceh, dan Tuanku Imam Bonjol, lebih
6 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
anak.
Kitabullah.
7 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
baik dari kalangan ulama zuama Tuanku Lintau dan kaum adat atas
inisiatif Datuk Bandaro yang kemudian mendatangi Datuk Samik, dan
kemudian di sampaikan kepada Datuk Surirajo Maharajo di Pariangan,
dan akhirnya antara kaum adat dan ulama zuama disepakati satu
piagam, Sumpah Satie Bukik Marapalam yaitu “adaik basandi syarak,
syarak basandi Kitabullah”.
Kesepakatan ini, tidak didapat tahun pasti terjadinya. Jika
pandangan ini yang menjadi rujukannya, maka peranan Tuanku Lintau
dan Datuk Bandaro (yang juga disebut pengikut gerakan Paderi), dapat
dianggap sebagai yang menggagas, mengatur pertemuan, dan
mengeluarga piagam sumpah satie “adaik basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah” ini. Semenjak piagam itu, ketegangan antara kaum
adat dan para ulama zuama mulai mereda, akan tetapi pertentangan
masih terasa antara para datuk dari Nagari Saruaso dan Batipuh.
Di samping itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Piagam
Sumpah Satie Bukik Marapalam masa Perang Paderi II, ketika Belanda
kembali memerangi kaum Paderi setelah Belanda dapat memadamkan
Perang Diponegoro.
Gerakan Paderi dilanjutkan oleh Tuanku nan Tuo, Tuanku nan
Renceh, Tuanku Kubu Sanang, Tuanku Koto Ambalau, Tuanku di Lubuk
Aur, Tuanku di Ladang Laweh dan Tuanku Imam Bonjol yang berujung
dengan perlawaanan terhadap penjajahan Belanda (1821-1837).
Dalam Perang Paderi II ini, pihak Belanda berhasil memecah
kekuatan bangsa di Minangkabau, dan sekitarnya dengan politik adu
domba, antara kaum adat dan agama, sehingga dapat merebut
benteng pertahanan Paderi di puncak Bukit Marapalam, di Lintau,
Agustus 1831, dan kemudian berturut-turut menguasai banteng Paderi
di Talawi, Bukit Kamang, dan kekuatan Tuanku Nan Renceh, serta
kalahnya kaum Paderi di Agam, pada akhir Juni 1832..
Perang Paderi II (1821-1837) ini, telah menyadarkan seluruh
masyarakat Minang dan sekitarnya, bahwa pihak Belanda berhasil
mengadu domba dengan menimbulkan konflik antara kalangan ulama
zuama, dengan kaum adat, yang berakibat hilangnya kepercayaan satu
sama lainnya dan melemahnya kekuatan masyarakat di Minangkabau.
Namun sebelum Bukik Marapalam jatuh ke tangan Belanda, antara
8 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
9 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
10 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Alim Ulama suluh bendang dalam nagari, air nan janih sayak nan
lancar tempat batanyo di Panghulu.
Dalam pelaksanaannya, Alim Ulama memfatwakan dan Panghulu
mamarintahkan.
Di sinan ditanamlah Rajo Adat di Buo dan Rajo ibadat di Sumpur
Kudus.
Dikarang sumpah jo satie, yaitu: “Siapa yang melanggar
kebulatan ini dimakan bisokewi di atas dunia , ke atas indak bapucuk,
ke bawah indak baurat, di tangah dilarik kumbang, di akhirat dimakan
kutuk kalam Allah.
Di sinan ditetapkan pepatah adat nan berbunyi: “Adat bapaneh
syarak balindung”, artinya: “Adat adalah tubuh dan syarak adalah jiwa
di Alam Minangkabau. Dan pepatah adat nan berbunyi: “Syarak
mangato adat mamakai”.
Itulah sari pati sumpah satie (Piagam) Bukit Marapalam nan kita
terima turun temurun sampai kini. Dan hambo terima dahulunya dari
tiga orang tuo, yaitu:
1. Tuangku Lareh Kapau nan Tuo (sebelum Tuangku Lareh yang
terakhir).
2. Ninik dari mintuo hambo di Ampang Gadang.
3. Angku Candung nan Tuo.
Bukti-bukti yang bersua dalam pelaksanaan, yang bahasa
Penghulu memerintahkan menjalankan fatwa Ulama seperti berzakat,
11 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Barat
12 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
13 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
14 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
dari keluarga tuanku laras, dan latar belakang pejuang Paderi, dari
keluarga Pakih Saghir dan Tuanku nan Tuo. Sejak kecilnya Ahmad
Khatib mendapat pendidikan pada sekolah rendah yang didirikan
Belanda di kota kelahirannya. Ia meninggalkan kampung halamannya
pergi ke Mekah pada tahun 1871 dibawa oleh ayahnya. Sampai dia
menamatkan pendidikan, dan menikah pada 1879 dengan seorang
putri Mekah Siti Khadijah, anak dari Syekh Shaleh al-Kurdi, maka Syekh
Ahmad Khatib mulai mengajar dikediamannya di Mekah tidak pernah
kembali ke daerah asalnya. Syekh Ahmad Khatib, mencapai derajat
kedudukan yang tertinggi dalam mengajarkan agama sebagai imam
dari Mazhab Syafei di Masjidil Haram, di Mekah. Sebagai imam dari
Mazhab Syafe’i, ia tidak melarang murid-muridnya untuk mempelajari
tulisan Muhammad Abduh, seorang pembaru dalam pemikiran Islam di
Mesir.
Syekh Ahmad Khatib sangat terkenal dalam menolak dua macam
kebiasaan di Minangkabau, yakni peraturan-peraturan adat tentang
warisan dan tarekat Naqsyahbandiyah yang dipraktekkan pada masa
itu. Kedua masalah itu terus menerus dibahasnya, diluruskan dan yang
tidak sejalan dengan syari’at Islam ditentangnya.
Pemahaman dan pendalaman dari Syekh Ahmad Khatib el
Minangkabawy ini, kemudian dilanjutkan oleh gerakan pembaruan di
Minangkabau, melalui tabligh, diskusi, dan muzakarah ulama dan
zu’ama, penerbitan brosur dan surat-kabar pergerakan, pendirian
sekolah-sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera Thawalib, dan
Diniyah Puteri, sampai ke nagari-nagari di Minangkabau, sehingga
menjadi pelopor pergerakan merebut kemerdekaan Republik
Indonesia.
Dalam beberapa karya Ahmad Khatib menunjukkan bahwa barang
siapa masih mematuhi lembaga-lembaga “kafir”, adalah kafir dan akan
masuk neraka. Kemudian, semua harta benda yang diperoleh menurut
hukum waris kepada kemenakan, menurut pendapat Ahmad Khatib
harus dianggap sebagai harta rampasan.
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan Ahmad Khatib memicu
pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau. Di pihak lain perlawanan
yang berarti terhadap pemikiran Ahmad Khatib datang dari kalangan
15 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
16 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
dari Syekh Cangking, cucu dari Faqih Saghir yang bergelar Syekh
Beliau sangat ahli di bidang ilmu falak, dan tempat berguru Syekh
namanya.
17 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
didirikannya di Singapura bersama Raja Ali Haji bin Ahmad pada tahun
dan tahun 1927, namun ketika itu dia ditangkap dan ditahan oleh
18 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Perak, Malaya.
wajib.
empat puluh tahun sebelumnya juga telah digerakkan oleh para ulama
zuama dengan basis ilmu pengetahuan agama dan adat istiadat, serta
19 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
adalah satu dari tiga ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatra
20 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak dan Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu
Mekah. Oleh sebab itu, ketika masih berada di tanah suci, Syekh
21 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Renceh pada abad ke-19. Hingga kemudian dia mendirikan dua buah
meningkatkan iman.
kedudukan perempuan.
22 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
diungkapkan oleh para nabi, yang diutus kepada semua bangsa (QS.
atas wibawa guru semata, maka kepercayaan itu tidak ada harganya,
23 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
dibedakan atas dua jenis, yaitu bid’ah menurut hukum (syar’iyah) dan
salah satu tiang hukum (Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas). Di samping itu
nabi, seperti ‘carilah ilmu’. Islam pada masa kemajuan tidak harus
yang dilarang dan disuruh, dalam batas halal dan haram, serta amat
ma’ruf dan nahyun ‘anil munkar, sebagai sifat asli dari agama Islam.
24 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
intelektual ini. Tidak saja masalah fikh, tetapi juga masalah tauhid
melepas dirinya dari tradisi yang ada, seperti Syekh Djamil Djambek,
Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad dan Ibrahim Musa Parabek, di masa
25 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
organisasi Islam.
26 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
aktivitas tablig dan ceramah, yang kemudian diikuti oleh para pembaru
mulai berubah. Syekh Muhammad Djambek kini tidak lagi tertarik pada
Dia, terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan dalam buku itu, yakni
negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang makin lama makin jauh
27 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
Selain itu, dia juga turut menghadiri kongres pertama Majelis Tinggi
Pada 30 Desember 1947 (18 Shafar 1366 H), Inyik Djambek wafat,
tahun.
Beberapa bulan setelah itu, 26 Januari 1948 (14 Rabi’ul awal 1366
H), teman akrab Inyik Djambek dalam berdakwah, yakni Inyik Syekh
Daud Rasyidy (terkenal dengan sebutan Inyik Daud, ayah Buya Datuk
Beberapa Rangkuman
28 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
29 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
30 H. Mas’oed Abidin
Gerakan Paderi dan Mata Rantai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di
Minangkabau
31 H. Mas’oed Abidin
1
Catatan Akhir
J.C. van Vanleur dalam bukunya Indonesian Trade & Socety (1955) menyatakan bahwa pada
permulaan tahun 674 AD Pantai Barat Sumatera telah dihuni koloni Arab, dan ketika itu
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang telah menyebarkan agama Hindu ke Nusantara
dari abad ke-7 hingga ke-13 M.
2
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau (1984)
3
L.C. Westenenk dalam Opstellen over Minangkabau
4
Syarak mendaki adat menurun, artinya agama datang dari pesisir dan adat turun dari darek
(luhak nan tigo) .
5
Adat yang lazim dipakai, dan syarak (agama) yang qawiy (= kawi) atau kuat karena seseuai
dengan weahyu Allah SWT, atau berlandaskan Kitabullah.
6
Syarak atau hukum agam berbuhul mati, sesuai kitabullah dan adat berbuhul sintak yakni
dapat ber ubah sesuai dengan keadaan dan perkembangan masa.
7
Syarak berlindung di bawah Kitabullah, dan adat berjalan menurut keadaannya, maka syarak
adalah batang tubuh dan adat adalah kulit.
8
Syarak mengata maka adat akan mengerjakan
9
Syarak bertelanjang, artinya menetapkan sesuai dengan yang telah diputuskan oleh wahyu
Allah, tetap berlaku hingga kiamat, sementara adat basisampiang dan ditentukan oleh
keadaannya.
10
Misalnya karya Hamka (terbit pada pertengahan 1946) “Islam dan Adat Minangkabau”; karya
Ratno Lukito (1998) tentang Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia; sejumlah
karya C. Snouck Hurgronje; Taufik Abdullah; penelitian dan seminar yang didanai oleh
Pemerintah Daerah (Pemda) Tingkat I Sumatera Barat bekerja sama dengan Fakultas Sastra
Universitas Andalas Padang tahun 1991.
11Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh
Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek
meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.
12
Untuk mengetahui biografi menarik lebih lanjut tentang tokoh-tokoh ini, lihat Tamar Djaja,
Pustaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air. Bulan Bintang Jakarta, 1966.
13
Hourani, Albert (1983); Arabic Thought in the Liberal Age 1798-1939. Cambridge University
Press.
14
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.38
15
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh
Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.
Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasuk
Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruan
pemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
16
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorang
ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot
Ali Basyah.
17 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860. Terdapat perbedaan
pencatatan dalam Syekh Ahmad Khatib, ditulis Drs.Akhira Nazwar, Pustaka Panjimas, Jakarta,
Cet.I, Juli 1983, hal.53 disebut tahun 1983. Tetapi dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan Dua
Puluh Ulama Besar Sumatera Barat, Padang, Islamic Center Suimatera Barat, 1981,hal.55,
dicatata tanggal dan tahun kelahiran Inyik Djambek 13 Sya’ban 1279 H./1862 M Sebenarnya
yang tepat adalah 4 Januari 1863 M, tulis DrsEdwar dkk. Mengutip Ensiklopedi Islam Indonesia
(EII), Jakarta Djambatan, 2002, Cet.2 ed. Revisi, hal.520-521,Syekh Djamil Djambek lahir 1860,
dan meninggal 30 Desember 1947/18 Sfafar 1366 H, di Bukittinggi, dalam usia 87 tahun.