You are on page 1of 123

PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM


DI MINANGKABAU

1. Pendahuluan
Pendidikan menurut adat Minangkabau di Sumatera
Barat sudah berjalan jauh sebelum kedatangan agama
Budha masuk ke Minangkabau. Pendidikan itu
disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi dan
keberhasilan pendidikan itu dinilai dari penguasaan adat
dan keahlian menyelesaikan masalah kehidupan.
Untuk dapat menguasai pengetahuan dan pelaksanaan
adat yang luas dan rumit itu dipelajari melalui contoh dan
laku perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang
disampaikan dalam bentuk prosa lirik.
Minangkabau telah lama dikenal sebagai suatu suku
bangsa yang ahli dalam prosa lirik atau sastra lisan. Tiga
ratus tahun sebelum Masehi, negeri di bawah angin ini
telah dikenal sebagai bangsa ahli sastra yang tercantum
dalam buku Kutub Khanah di Mesir. Hubungan itu telah
terjalin juga dalam perdagangan kapur barus (kampher,
lat.) yang diperlukan untuk pengawetan mummi raja-raja
Mesir.
Pada masa kebudayaan Hindu berkembang di India, I-
tsing seorang musafir dari Cina, sengaja membawa dua

H.Mas’oed Abidin 1
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
orang teman pada abad ke-7 untuk menyalin 200 buah
pepatah-petitih di Malaya Giri (Gunung Malayu) yang
terletak di tepi Batang Hari.
Pada masa pemerintahan Adityawarman, didirikan
tiga pusat pendidikan agama Budha yang sacral yakni di
Biaro, Pariangan, di Baso dan di Petok, Pasaman dengan
memanfaatkan bangunan tradisional surau.
Adityawarman ikut memecahkan masalah sosial
mengenai remaja di Minangkabau yang tidak mempunyai
tempat tinggal di rumah gadang.
Setelah Islam berkembang di Minangkabau, Syekh
Burhanddin mendirikan surau sebagai lembaga
pendidikan agama Islam di Ulakan. Syekh Burhanuddin
berhasil mendapat kesepakatan dengan Basa Ampek Balai
dan Kerajaan Pagaruyung, bahwa adat dan Islam sama
terpakai di Alam Minangkabau. Kesepakatan ini lebih
mudah dilaksanakan dan disetujui kedua belah pihak,
karena Tarapang yang kemudian menjadi Tuan Kadi di
Padang Ganting adalah teman seperguruan dengan Syeh
Burhanuddin di Aceh. Kesepakatan yang disponsori oleh
dua orang seperguruan itu lebih dikenal dengan nama
Perjanjian Marapalam. Tamatan pendidikan dari surau
Ulakan kemudian mengembangkan surau-surau di
pedalaman Minangkabau.
Bukan secara kebetulan, Islam mendapat tanah yang
subur untuk berkembang di pedalaman tanah Melayu-
Minangkabau. Ajaran Islam melahirkan spesialisasi dalam
2 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
memperdalam ajaran agama di surau-surau meliputi
ibadah, mualamalah dan ilmu alat. Surau di Kamang
memperdalam ilmu alat, nahu dan sharaf, Tuanku nan
Kecil di Koto Gadang dalam ilmu mantik dan maani, surau
Tuanku Sumanik dlam ilmu hadits, tafsir dan ilmu faraidh,
surau Tuanku di Talang dalam ilmu sharaf, dan surau
Tuanku di Salayo dalam badi’, maani dan bayan.
Sedangkan surau Tuanku Nan Tuo dalam tabiyah, hadts,
tafsir, dan mantik maaani. Keragaman mempelajari ajaran
Islam demikian melahirkan kaum intelektual dengan
statigrafi pengetahuan yang tercermin dari gelar yang
disandang alumninya, seperti Kari, Pakih, Labai, dan
Tuanku. Gelar ini kemudian diterapkan sebagai aparat
alim ulama suku di Minangkabau.
Gerakan Kembali ke Syariat (1740 – 1803) di bawah
kepemimpinan Tuanku Nan Tuo sebagai pelindung
pedagang melahirkan pratagoni sehingga surau dapat
memajukan perdagangan yang mendatang kesejahteraan
penduduk Minangkabau dan menguasai pusat-pusat
perdagangan. Gerakan ini ditunjang oleh Tuanku-tuanku
generasi muda, seperti Tuanku Nan Renceh, Tuanku
Damansiang Nan Mudo, Tuanku Lintau. Semua tuanku itu
ikut memajukan kesejateran masyarakat lingkungannya,
sehingga surau-surau mereka menjadi pelopor kemajuan
perekonomian masyarakatnmya. Gerakan Kembali ke
Syariat menyumbangkan ajaran Islam ke dalam adat
Minangkabau. Di samping harta pusaka tinggi, difatwakan

H.Mas’oed Abidin 3
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
harta pencaharian, yang diperdapat dari perdagangan
yang diwariskan untuk anak dan isteri.
Semenjak itu terjadilah proses pembauran yang kental
antara syariat Islam dengan budaya Adat Minangkabau.
Menyebarnya syariat Islam di Minangkabau dengan
suasana damai merobah kebiasaan-kebiasaan adat yang
bertentangan dengan Islam. Semenjak itu pula proses itu
berlangsung sampai saat ini sehingga ulama dapat
melibatkan masyarakat Minangkabau di dalam syariat
Islam, sehingga melahirkan kepemimpinan adat dan
agama dalam setiap lembaga masyarakat. Dalam kaum
dan suku mempunyai penghulu (manti dan dubalang) dan
malin (imam, khatib, dan bila) dan di nagari terdapat
kepemimpinan Kerapatan Adat Nagari yang terdiri dari
Penghulu, Imam Khatib dan Cadiak Pandai.
Kepemimpinan ini dikenal dengan Tungku Tigo
Sajarangan dengan pegangan masing-masing hukum adat,
agama dan peraturan atau undang-undang, yang disebut
tali tigo sapilin.
Kehadiran Tuanku Haji Miskin ………………………….
Pelantikan Tuanku Imam menjadi pemimpin
pembaruan Islam di daerah pinggiran…………
Kehadiran Belanda di tanah Minanag ……………………..
Reaksi terhadap pendidikan sekuler
Akibat tanaman paksa kopi di Sumatera Barat

4 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

SYEKH BURHANUDDIN, ULAKAN (1646 - 1704 )

Syekh Burhanuddin telah banyak dikenal dan


diperbincangkan para ilmuwan, baik dalam literatur,
maupun dari laporan bangsa Eropah lainnya. Salah satu
sumber utama yang menjelaskan dari perkembangan
surau-surau dan lahirnya pembaruan Islam di
Minangkabau berasal dari sebuah naskah kuno tulisan
Arab Melayu. Naskah itu berjudul, Surat Keterangan Saya
Faqih Saghir Ulamiyah Tuanku Samiq Syekh Jalaluddin
Ahmad Koto Tuo, yang ditulis pada tahun 1823. Buku ini
menjelaskan peranan surau dalam menyebarkan agama
Islam di pedalaman Minangkabau yang dikembangkan
oleh murid-murid Syekh Burhanuddin Ulakan.
Di samping itu, riwayat ulama ini telah diterbitkan
dalam tulisan Arab Melayu oleh Syekh Harun At Tobohi al
Faryamani (1930) dengah judul Riwayat Syekh
Burhanuddin dan Imam Maulana Abdul Manaf al Amin
dalam Mubalighul Islam. Buku ini menerangkan dengan
jelas mengenai diri Pono, yang kemudian bergelar Syekh
Burhanuddin. Diceritakan dengan jelas kehidupan
keluarga, masa mengenal Islam dengan Tuanku Madinah
kemudian berlayar ke Aceh untuk menimba ilmu kepada
Syekh Abdurrauf al Singkli.

H.Mas’oed Abidin 5
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Burhanuddin adalah salah seorang dari murid
Syekh Abdur Rauf al Singkli yang dikenal juga dengan
panggilan Syekh Kuala. Sekembali dari Aceh, Syekh
Burhanuddin membawa ajaran Tharikat Syattariyah ke
Ulakan pada bagian kedua abad ke-17. Dari Ulakan ajaran
tarikat itu menyebar melalui jalur perdagangan di
Minangkabau sampai ke Kapeh-kapeh dan
Pamansiangan, kemudian ke Koto Laweh, Koto Tuo, dan
ke Ampek Angkek. Di sebelah barat Koto Tuo berdiri
surau-surau tarikat yang banyak menghasilkan ulama.
Daerah ini dikenal dengan nama Ampek Angkek, berasal
dari nama empat orang guru yang teruji kemasyhurannya.
Murid-Murid yang belajar di surau Syattariah terbuka
untuk mempelajari seluruh rangkaian pengetahuan Islam.
Salah satu buku yang dipelajari Syekh Burhanuddin dan
murid-muridnya adalah karya Abdurrauf yang
memperlihatkan penghargaan yang tertinggi terhadap
"syariat". Beberapa surau Syattariyah mempelajari cabang
ilmu agama, sehingga terjadi spesialisasi pengajaran
agama Islam di Minangkabau. Masing-masing surau itu
memperdalam salah satu cabang ilmu agama, seperti:
Surau Kamang dalam ilmu alat (nahu sharaf dan tata
bahasa Arab), Koto Gadang dalam mantik ma'ani, Koto
Tuo dalam ilmu tafsir Quran, tarbiyah dan hadith), Surau
Sumanik dalam ilmu faraidh (pewarisan) hadis; Surau di
Talang dalam badi', maani dan bayan (tata bahasa Arab ).

6 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dalam catatan lain terdapat sederetan para ahli dan
penulis yang menyelidiki riwayat dan peranan Syekh
Burhanuddin. Dari kisah perjalanan Thomas Diaz tahun
1684 yang diceriterakan de Haan, bahwa ulama ini telah
melibatkan rakyat dalam politik agama yang dikenal
dengan nama "perjanjian Marapalam" pada tahun 1686,
yang kemudian hari melahirkan konsepsi, Adat tidak
bertentangan dengan Syarak
Penulis bangsa Indonesia seperti Hamka dalam
bukunya, Sejarah Umat Islam (1961), Sidi Gazalba dalam
Mesjid, Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam (1962) dan
Prof. Muhmud Yunus dalam Sejarah Islam di Minangkabau
(1969) mengupas peranan ulama Syekh Burhanuddin
sebagai pengembang agama Islam yang berpusat di
Ulakan..
Semua para penulis tersebut sepakat bahwa Syekh
Burhanuddin adalah seorang ulama dan pengembang
agama Islam di Minangkabau dilahirkan di Guguk Sikaladi
Pariangan Padang Panjang dengan nama kecil Pono.
Sebagai seorang mubaligh yang mengembangkan agama
Islam setelah memperdalam syariat Islam selama 10
tahun di Aceh, sekembali dari Aceh mendirikan surau di
Tanjung Medan dan surau-surau lainnya di Ulakan.
Syekh Burhanuddin meninggal dunia pada hari Rabu
10 Syafar tahun 1116H atau 1704 M di Ulakan. Hari
kematiannya dirayakan pengikutnya setiap tahun yang
dikenal dengan nama "basapa". Jika 10 Syafar jatuhnya

H.Mas’oed Abidin 7
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
pada hari Rabu, akan diperingati sebagai "basapa gadang"
, bersapar besar-besaran.
Menurut perhitungan Prof. Mahmud Yunus, Pono
lahir pada tahun 1066 H atau tahun 1641 M di Sintuk,
Lubuk Alung, dan memperdalam agama pada Syekh
Abdur Rauf selama 10 tahun, dan meninggal pada tahun
1116 H dalam usia 53 tahun.
Ilmu pengetahuan agama yang dalam serta
pengalaman kenegaraan yang diperdapat bersama
gurunya, Syek Abdur Rauf yang menjadi seorang mufti
pada Kerajaan Aceh, menciptakankan sistem pendidikan
surau. Murid-murid yang diasuhnya kemudian menyebar
di seluruh pelosok Minangkabau yang mendirikankan
surau-surau sebagai pusat studi yang melahirkan
cendekiawan ke pedalaman Minangkabau.
Bahkan Syekh Burhanuddin mencapai kesepakatan
dengan Yang Dipertuan Kerajaan Minangkabau yang
menyatakan bahwa hukum adat dan hukum agama sama-
sama dipakai sebagai pedoman hidup dalam masyarakat
di Minangkabau. Ketentuan adat dan hukum agama Islam
dalam masyarakat Minangkabau yang matrilineal sebagai
suatu proses integrasi lebih dikenal dengan adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah.
. Peninggalan Syekh Burhanuddin saat ini yang
terpelihara dengan baik, seperti bangunan Surau Tanjung
Medan dan Makam Ulakan yang dapat menjadi monumen
sejarah dalam membantu menelusuri jejak sejarah yang
8 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dikandung monumen itu. Peninggalan sejarah itu dapat
dijadikan salah satu sumber penulisan sejarah Syekh
Burhanuddin.
Surau Syekh Burhanuddin
Peninggalan utama Syekh Burhanuddin yang sampai
saat ini masih terpelihara dengan baik adalah bangunan
surau di Tanjung Medan dan komplek makam di Ulakan
yang menjadi tujuan ziarah bagi pengikutnya sebagai rasa
hormat kepada guru dan pengembang agama Islam di
Minangkabau.
Dari segi geografis, nagari Ulakan terletak di muara
sungai Ulakan di tepi pantai barat Sumatra. Suatu
kampung atau nagari yang terletak di tepi pantai paling
cepat menerima perkembangan dan pertumbuhan.
Secara alamiah Nagari Ulakan berbatas:
a. Sebelah utara dengan Nagari Sunur dan
Nagari Pauh Kambar
b. Sebelah selatan dengan Nagari Tapakis
c. Sebelah barat dengan Samudra Indonesia
d. Sebelah timur dengan Nagari Tapakis
Nagari Tapakis terdiri dari 19 jorong, yakni Padang
Toboh, Maransi, Sungai Gimbar Ganting, Lubuk Kandang,
Sikabu, Tiram, Kampung Ladang, Kampung Gelapung,
Kampung Koto, Bungo Padang, Pasar Ulakan, Tengah
Padang, Palak Gadang, Tanjung Medan, Binuang, Koto
H.Mas’oed Abidin 9
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Panjang, Manggopoh Dalam, Manggopoh Ujung, dan
Padang Pauh. Letak Jorong ini umumnya terletak
sepanjang pantai atau pesisir, penduduknya sebagian
besar terdiri dari nelayan. Di lingkungan seperti inilah
peninggalan Syekh Burhanuddin berupa makam di Ulakan
dan Surau di Tanjung Medan.
Setelah bandar Malaka diduduki oleh Portugis pada
tahun 1511, jalan dagang berpindah dari Aceh, pantai
barat Sumatra, Banten, Giri di Jawa Timur, Goa dan Tello
di Sulawesi, dan Ternate Tidore di Maluku.
Di pantai barat Sumatra tumbuh kota-kota
perdagangan seperti Meulaboh, Sibolga, Tiku Pariaman,
Indrapura. Ulakan, sebagai kota pelabuhan dagang,
mengalami kemajuan karena disinggahi oleh para
pedagang berbagai daerah dan dari luar negeri seperti
saudagar Gujarat, India, Arab dan Cina.Ulakan menjadi
suatu pelabuhan penting dan pintu gerbang bagi daerah
Minangkabau di masa itu, dan tempat bertemu saudagar-
saudagar yang beragama Islam.
Peninggalan Syekh Burhanuddin
Pada batu nisan Syekh Burhanuddin tercantum hari
wafatnya pada tanggal 10 Syafar 1116 H bertepatan
dengan hari Rabu atau 1704 H. Ia meninggal pada umur
yang masih muda, 45 tahun, karena ia dilahirkan pada
tahun 1646.

10 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Ketika berangkat ke Aceh ia berumur 15 tahun dan
masa belajar di Aceh selama 10 tahun, kegiatan dakwah
berlangsung selama 20 tahun.
Di kiri kanan makam Syekh Burhanuddin terdapat
makam penggantinya yang disebut khalipah bernama
Abdur Rahman dan khatib pertama nagari Ulakan, Idris
Majolelo. Ketiga makam ini terletak di bawah bangunan
empat persegi 2,5 x 2,5 m. Bangunan ini seolah-oleh
sebuah masjid kecil yang mempunyai sebuah kubah
berdinding teralis besi. Pada loteng tergantung tirai-tirai,
hadiah dari para peziarah Setiap datang rombongan baru
tirai itupun diganti.
Pengganti-pengganti Syekh Burhanuddin adalah
Tuanku-tuanku yang menjadi khalipah, mulai dari Abdur
Rahman, Mukhsin sampai khalipah ke-16, Tuanku Mudo.
Di halaman bangunan berkubah terdapat beberapa
makam para pengikutnya, khalipah-khalipah atau
pewarisnya. Kebanyakan telah rata dengan tanah.
Sebagai pertanda bahwa semuanya itu makam ialah
adanya batu nisan terbuat dari batu alam berbentuk
persegi panjang. Di bagian muka makam terdapat sepuluh
lokan besar 20 x 30 m tersusun di sebelah kiri kanan jalan
yang menghubungkan makam dengan bangunan 100 x 80
cm. Lokan-lokan ini dianggap para pengikutnya
mempunyai berkah yang dapat menyembuhan berbagai
penyakit. Dekat makam terdapat pula sebuah bangunan
yang berguna celengan bagi orang yang berwakaf.

H.Mas’oed Abidin 11
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Lokasi bangunan ini dipagar dengan tembok lebih
kurang 1 m. Luas areal yang terpagar adalah 8 x 7.5 m.
Di luar pagar terdapat pula makam-makam yang
banyak, yang dipagar dengan tembok tinggi 1,5 m dan
luasnya 8,5 x 12,5 m. Di luar pagar ini baru terdapat
halaman yang luas dikelilingi oleh kira-kira 200 buah
surau dan di tengahnya terletak sebuah masjid. Surau-
surau ini merupakan perwakilan dari daerah atau nagari
di Sumatra Barat yang juga berfungsi sebagai tempat
menginap para peziarah.
Makam Syekh Burhanuddin dan makam lainnya,
sangatlah sederhana, ditandai oleh dua buah nisan dari
batu andesit dengan pengerjaan sederhana tanpa variasi
yang penting sebagai monumen sejarah
Surau Syekh Burhanuddin terletak di desa Tanjung
Medan, 6 km dari makam Ulakan. Lokasi surau agak
masuk ke dalam dari jalan raya melalui jalan tanah yang
cukup baik. Surau terletak di atas tanah yang datar
dengan halaman yang luas.
Tanah lokasi surau Syekh Burhanuddin adalah tanah
yang dihadiahkan oleh Raja Ulakan bergelar Mangkuto
Alam kepada Idris Majolelo atas jasanya semasa Syekh
Burhanuddin belajar di Aceh. Surau, semacam pesantren,
ialah bangunan tempat mengaji dan belajar ilmu agama
Islam. Syekh Burhanuddin seorang ulama dan mubaligh,
maka Surau Syekh Burhanuddin terdiri dari dua
bangunan, yaitu:
12 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
1) Bangunan serambi berdenah segi empat panjang
sebagai bangunan tambahan yang dibuat kemudian.
Bangunan ini beratap gonjong dan berfungsi sebagai
entrance hall dan keseluruhan bangunan itu terbuka.
Lantainya beralaskan plesteran semen dan bukan
beralaskan papan sebagai halnya rumah gadang.
Bangunan berdenah segi empat bujur sangkar yang
terletak di belakang serambi. Pada prinsipnya bangunan
ini dengan struktur konstruksi joglo, sebagaimana masjid
kuno di Jawa, di antaranya masjid Demak. Namun sesuai
dengan keadaan dan kebiasaan orang Minangkabau,
bangunan ini dengan struktur berkolong (loteng dan
panggung). Dengan struktur bangunan joglo ini, dalam
surau terdapat empat tiang utama dikelilingi dua deretan
anak tiang. Pada deretan pertama berjumlah 12 tiang dan
pada deretan kedua 20 anak tiang. Dengan empat tiang
utama atau tiang panjang (soko guru, Jawa) di tengah
dengan dua deretan anak tiang disekelilingnya, maka
struktur bangunan ini dengan atap bersusun tiga, dinding
ruangan melekat pada deretan anak tiang kedua ( 20
tiang). Tiang sesamanya dihubungkan dengan kayu yang
disambung dengan rotan yang disimpai.
2) Atap surau Syekh Burhanuddin ada persamaannya
dengan beberapa surau lainnya di Minangkabau, di
antaranya surau Koto Nan Ampek di Payakumbuh dan
surau Lima Kaum di Tanah Datar. Masih terlihat
perkembangan arsiterktur konstruksi atap tumpang

H.Mas’oed Abidin 13
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dengan bentuk berpuncak dengan hiasan mahkota, sama
dengan masjid Demak yang dibangun dalam abad ke-16.
3) Arsitektur surau Syekh Burhanuddin masih
mempunyai persamaan dengan masjid di Kota Waringin
lama di Kalimantan yang dibangun sekitar abad ke-17.
Masyarakat setempat mengenalnya sebagai prototip
masjid Demak.
Dengan perbandingan tersebut, arsitektur surau
Syekh Burhanuddin pembangunannya dalam abad ke-17.
Hal ini diperkuat dengan mihrab tanpa atap tersendiri
sebagaimana masjid Demak. Berbeda dengan mihrab
masjid lainnya di Minangkabau yang selalu dengan atap
tersendiri.
4) Bahan bangunan Syekh Burhanuddin seluruhnya
dari kayu, baik tiang maupun konstruksi atap dan dinding.
Atapnya dulu terdiri dari ijuk yang kemudian diganti
dengan atap seng pada tahun 1920. Struktur bangunan
surau dikerjakan dengan kayu yang sederhana tanpa
pengerjaan yang sempurna menurut ukuran sekarang.
Masih terlihat bentuk asli kayu dengan lengkung-
lengannya. Hal ini menunjukkan, bagaimana pekerjaan
bangunan masa itu. Tiang utama terdiri dari kayu
seutuhnya dengan sedikit dikerja mengambil bentuk segi-
8, dan hubungan antara tiang dengan kayu lainnya diikat
dengan rotan tanpa paku. Artinya bangunan ini tidak
mempergunakan paku kayu.

14 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
5) Tiang-tiang terletak di atas sandi dari batu umpak
seutuhnya yang terletak di atas tanah yang ditinggikan.
Pada beberapa bagian ada perbaikan yang sifatnya
mencegah kerusakan, namun masih nampak keasliannya.
Bangunan surau Syekh Burhanuddin belum pernah
mengalami perubahan, selain penambahan serambi.
Masa Kecil Syekh Burhanuddin
Tidak banyak keterangan mengenai masa kecil dan
latar belakang kehidupan Syekh Burhanuddin yang
berkubur di Ulakan itu. Nama kecilnya adalah Pono. Lahir
di Pariangan Padang Panjang tahun 1066H (1646 M).
Ayahnya bernama Pampak Sakti gelar Karimun Merah,
suku Koto. Ibunya bernama Cukup Bilang Pandai, suku
Guci. Kehidupan kedua orang tuanya beternak sapi.
Keluarga Pampak Sati gelar Karimun Merah
meninggalkan kampung halamannya, Pariangan Padang
Panjang. Perjalanan dari Pariangan turun ke Malalo, terus
ke Bukit Punggung Jawi terus ke Asam Pulau, dekat Kayu
Tanam. Dengan menghilirkan batang Tapakis sampai
keluarga ini di Sintuk. Jalan ini merupakan jalan dagang
yang diawasi oleh Tuan Gadang dari Batipuh.
Di tempat inilah keluarga Pampak memulai kehidupan
baru. Usaha lama dikembangkannya karena daerah Sintuk
mempunyai padang rumput yang subur. Pono dengan
rajin dan patuh menggembalakan ternak ayahnya
sehingga berkembang biak yang membawa keluarga
Pampak termasuk keluarga terpandang di daerah baru ini.
H.Mas’oed Abidin 15
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pono berjalan menghiliri Batang Tapakis mencari
padang rumput baru. Di nagari Tapakis, bersebelahan
dengan nagari Ulakan, Pono mendapat teman baru,
seorang pemuda sebaya dengan dia. Teman itu ialah Idris
Majolelo, suku Koto, berasal dari Tanjung Medan. Beliau
mempunyai budi pekerti yang halus.
Di nagari Tapakis berdiam seorang ulama berasal dari
Aceh yang bernama Syekh Abdul Arif yang terkenal
dengan gelar Tuanku Madinah yang disebut juga Tuanku
Air Sirah. Air Sirah adalah nama jorong di nagari Tapakis,
tempat Syekh Abdul Arif bermukim dan mengajar.
Pembantu utamanya adalah Syahbuddin, Syamsuddin dan
Basyaruddin.Ulama ini seangkatan dengan Syekh Abdur
Rauf al Singkli dan sama-sama berguru kepada Syekh
Ahmad Kosasih dan Syekh Abdul Qadir al Jailani di
Madinah. Syekh Abdul Arif dengan sabar dan gigih
mengajar agama Islam kepada anak nagari. Hasilnya
belum menggembirakan. Anak nagari lebih teguh
memegang adat istiadat jahiliyah dan kepercayaan lama.
Dengan ajakan Idris Majolelo akhirnya Pono
berkenalan dengan agama Islam dan langsung
mengucapkan dua kalimat tauhid menjadi penganut
agama yang khalis di hadapan Tuanku Madinah Beliau
belajar dengan tekun dan rajin serta mengamalkan segala
fatwa gurunya. Pono termasuk murid yang terpandai
karena ketekunan dan kecerdasan otaknya.

16 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tidak berapa lama, tiba-tiba Tuanku Madinah
meninggal dunia. Pono sering bermenung dan terharu
atas kepergian Tuanku Madinah. Alangkah sedihnya Pono
karena secara tidak diduga sama sekali guru yang
dihormati dan disayanginya telah tiada. Harapan Pono
untuk mengeruk sebanyak mungkin ilmu gurunya itu
menjadi gagal.
Dengan perasaan hiba dan putus harap, Pono kembali
ke Sintuk. Beliau sering bermenung dan terharu atas
kepergian Tuanku Madinah. Beliau menyendiri dari
pergaulan ramai, mengingat kemungkaran yang sering
dilakukan anak nagari. Untuk mengobati hati yang luluh
beliau dengan tekun dan sepenuh hati mengamalkan
fatwa gurunya dan ajaran Islam yang diperoleh selama
belajar dengan almarhum Tuanku Madinah.
Dengan sembunyi-sembunyi, Pono sempat mengajar
serta meyakinkan teman-teman dekatnya akan hakekat
kebenaran ajaran Islam. Lambat laun agama Islam mulai
meresap di hati sebahagian kecil penduduk Sintuk.
Dakwah Pono demikian tidak berlangsung lama.
Tantangan demi tantangan datang dari anak nagari,
terutama para penghulu suku dan pimpinan nagari.
Mereka merasa wibawa mereka akan berkurang
karenanya. Akhirnya mereka menasehati Pono agar
segera meninggalkan kegiatan dakwahnya. Namun Pono
tetap melaksanakannnya. Akibatnya tantangan semakin
menjadi. Mula-mula mereka menganiaya ternak ayahnya

H.Mas’oed Abidin 17
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dan kemudian dengan ancaman pengusiran. Puncak
tantangan adalah ketika keputusan musyawarah nagari
untuk membunuh Pono apabila tidak segera
menghentikan dakwahnya. Pono tidak mendapat tempat
berpijak lagi di Sintuk.
Memperdalam Ilmu ke Aceh
Pada saat krisis ini menyadarkan Pono dari
kekhawatirannya. Kembali segar dalam ingatannya pesan
almarhum gurunya, Tuanku Madinah, agar memperdalam
ilmu agama kepada seorang ulama besar Abdur Rauf al
Singkli. Pesan guru ini disampaikan dengan khidmat
kepada kedua orang tuanya dan mereka merestuinya.
Secara diam-diam mereka berserah diri ke hadapan
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dalam usia muda, 15 tahun,
malam hari Pono meningalkan negari Sintuk menuju Aceh
guna memenuhi pesan gurunaya, Tuanku Madinah
Dengan berat hati kedua orang tuanya melepas
kepergian anak tercinta. Kemudian Pono sujud dan
mohon maaf. Air mata terus membasahi pipinya. Pada
saat itu Pono dan bangkit keluar rumah. Langkah pertama
menuju Aceh kelak mempunyai nilai tersendiri dalam
peristiwa perkembangan Islam di Minangkabau.
Dia berangkat secara diam-diam, khawatir diketahui
oleh mata-mata pemimpin nagari itu. Bekalnya adalah
semangat dan tekad yang bulat serta penyerahan diri
kepada Allah.

18 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tujuannya ke Singkil di Aceh Selatan berguru kepada
Syekh Abdur Rauf al Singkli, seorang ulama yang masyhur
waktu itu memenuhi amanat almarhum gurunya yang
pertama, Tuanku Madinah. Pono sudah berangkat. Nagari
Sintuk sudah jauh ditinggalkan. Tanpa kawan ia
menyusuri pesisir Samudra Indonesia. Secara kebetulan,
dalam perjalanan ia bertemu dengan empat orang
pemuda sebaya dengan dia. Mereka lalu berkenalan, dan
ternyata mereka mempunyai niat yang sama, hendak
pergi ke Aceh untuk menuntut ilmu agama kepada Syekh
Abdur Rauf. Mereka adalah Datuk Maruhum dari Padang
Ganting, Tarapang dari Kubuang Tigo Baleh, Muhammad
Nasir dari Koto Tangah, dan Buyung Mudo dari Bayang
Tarusan.
Terjadilah persahabatan di antara mereka. Setelah
melalui musyawarah didapat kata sepakat, Pono diangkat
menjadi kepala rombongan yang diterimanya dengan
penuh rasa tanggung jawab.
Melalui suka dan duka selama dalam perjalanan,
akhirnya dengan selamat mereka sampai di Singkil
langsung menghadap dan memperkenalkan diri kepada
Syekh Abdur Rauf. Niat yang dikandung semenjak dari
kampung halaman disampaikan dengan sopan.
Dengan segala senang hati Syekh Abdur Rauf
menerima dan mengabulkan permohonan calon
muridnya.

H.Mas’oed Abidin 19
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pengaruh Syekh Abdurrauf al Singkli (1620 -1693)
Syekh Abdurauf Singkel1 adalah seorang ulama
terkenal dalam abad ke-17. Ia dilahirkan pada tahun 1620
di Singkel, Kabupaten Aceh Selatan sekarang. Nama
lengkapnya ialah Abdurrauf al Ali al Jawi al Fansuri al
Singkel.2
Syekh Abdurauf Singkel dimuliakan oleh rakyat Aceh
sejak dahulu hingga sekarang. Banyak legenda mengenai
Syekh Abduurauf yang terus hidupdan dikenal turun
temurun. Archer dalam bukunya, Muhammadan Mysticism
in Sumatera mengatakan, "Syekh Abdurauf Singkel,
seorang cendekiawan muslim Aceh yang sekarang dikenal
dengan nama Tengku Dikuala. Nama tertancap dalam
lubuk hati rakyat sebagai ulama dan intelektual yang
jenius pada zamannya.3
Sesudah mendapat pendidikan di kampung
halamannya dan diibu kota Kerajaan Aceh, ia melanjutkan
studinya ke tanah Arab. Pada tahun 16423, ia berangkat
ke Mekah. Selama 19 tahun lamanya di tanah Arab, di
antaranya Mekkah, Madinah, Jeddah, Mokka, Zebid,
Batalfakih dan beberapa tempat lainnya. Syekh Abdurauf
menyelesaikan studinya pada seorang ulama Tharikat
Syattariah yang bernama Molla Ibrahim, pengikut Ahmad
Qusyasyi. Pada tahun 1661, ia kembali ke Aceh.
Sesampainya di Aceh, ia mendirikan rangkang
(pesantren) dekat muara sungai Aceh. Dari berbagai
penjuru Asia Tenggara orang datang ke tempatnya untuk
20 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
belajar.4 Atas usaha murid-muridnya, Tharikat Syattariah
yang kemudian tersebar ke seluruh Indonesia dan
Semenanjung Malaya. Di antara muridnya yang terkenal
ialah Syekh Burhanuddin di Ulakan seorang mubaligh
yang terkenal di Minangkabau yang menyiarkan agama
Islam secara intensif ke pedalaman Minangkabau.
Di samping sebagai mubaligh dan ulama, Syekh
Abdurauf terus menerus memperdalam ilmunya dalam
lapangan hukum. Sebuah karyanya dalam lapangan
hukum berjudul, " Hudayah Balighah ala Jum'at al
Mukhasaman" yaitu sebuah kupasan mengenai hukum
Islam tentang bukti, persaksian dan sumpah palsu.
Pendapat Syekh Abdurauf di lapangan hukum syariat
sangat dipatuhi rakyat Aceh dan buah pikirannya terus
hidup sampai sekarang dan lebur menjadi kaedah hukum
adat dalam masyarakat Aceh. Kesanggupan Syekh
Abdurauf merumuskan hukum-hukum Islam sangat
dikagumi sehingga syariat Islam dipatuhi dan
dilaksanakan oleh masyarakat Aceh saat ini. Syariat Islam
telah dijadikan Peraturan Daerah Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
Karyanya yang berjudul, Miratul Tullab fi tasyil
Makrifatul Ahkam Asysyar'iyah li Malikul Wahhab,
merupakan sebuah buku pengantar Ilmu Fikih menurut
Mazhab Syafi'i. Buku ini hampir sama dengan karya
Nuruddin Ar Raniri yang berjudul Sirathul Mustaqim.
Bedanya buku Nuruddin ar raniri hanya berisi soal-soal

H.Mas’oed Abidin 21
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
ibadah saja, tetapi buku Syekh Abdurauf berisi juga
tentang mu'amalah.
Kupasannya mengenai pokok-pokok ajaran tasauf
termuat dalam bukunya berjudul Kifayat al Muhtajin,
Daqaiq al Huruf, Bayan Tajalli, dan Umdat al Muhtadin.
Tafsir al Quran dalam bahasa Melayu telah diterbitkan di
Istambul pada tahun 1882.
Kegiatannya sebagai ulama dan mubaligh sebagian
besar dilakukan pada masa pemerintahan Sulthanah
Syafiatuddin, seorang sultan yang memerintah selama 34
tahun. Masa pemerintahan pemerintahannya adalah masa
yang penuh luka-luka karena kekalahan armada Aceh
ketika menyerang Malaka pada tahun 1629. Sementara
pertentangan faham agama tindakan kekerasan yang
dilakukan semasa pemerintahan Sulthanah Syafiatuddin
dalam membasmi ajaran Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al Sumatrani dalam ajaran Syattariah tentang
Wihdatul wujud.
Bentuk dan sifat pertentangan antara Syekh
Abdurrauf dan Ar Raniri dengan Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al Sumatrani berpangkal pada adanya dua
aliran dalam ilmu tasauf. Aliran Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al Sumatrani bernama wihdatulwujud atau
kesatuan ujud. 5
Wihdatusysyuhud ialah faham umum umat Islam
yang menyatakan bahwa alam yang baru iniadalah
sebagai kesaksian dari pada adanya Tuhan. Jadi,
22 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
bukkanlah alam itu sebagian dari Tuhan, melainkan
sebagai tanda adanya Tuhan.
Pertentangan ini telah ada pada masa Iskandar Muda,
namun atas kebijaksanaan Iskandar Muda tidak
menimbulkan kekacauan.6 Namun dalam bidang
kebudayaan, sinar kerajaan Aceh semakin bersinar. Aceh
masyhur sebagai pusat kebudayaan dan intektual Islam di
Asia Tenggara. Syekh Abdurauf adalah seorang ulama dan
mubaligh yang membenarkan seorang wanita menjadi
Sulthanah yang menunjukkan pikirannya yang maju
untuk masanya. Bahkan sampai sekarang masih ada
ulama yang tidak membenarkan wanita menjadi
pemimpin bangsa.
Pada hari Jum'at tanggal 4 Sya'ban 114 H atau 1698
M, Syekh Abdurauf berpulang ke rahmatullah. Pada batu
nisannya terlukis Al Waliyul Malki Syekh Abdurrauf bin
Ali. Namanya kemudian lebih dikenal dengan sebutan
Syiah Kuala. Sesudah ia meninggal dikenal dengan nama
Tengku di Kuala atau Syiah Kuala. Ia mengambil tempat
untuk mengajar di kuala (muara) Krueng (sungai) Aceh
dan di sana pula ia dikuburkan.
Syekh Abdur Rauf berhasil menyelesaikan studinya
dengan baik. Kemudian beliau kembali ke Aceh langsung
mendirikan rangkang (pesantren) dekat muara Krueng
Aceh. Kegiatan rangkang ini maju pesat. Kemampuan
Syekh Abdur Rauf merumuskan hukum-hukum Islam
dalam bentuk sederhana dan mudah dicernakan,

H.Mas’oed Abidin 23
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
menyebabkan syariat Islam dapat diterima dan
dilaksanakan masyarakat Aceh. Atas dasar
pengetahuannya di bidang hukum agama, ia diangkat
menjadi mufti kerajaan Aceh.
Syekh Abdur Rauf adalah seorang sufi dari aliran
Syattariah dan bermazhab Syafe'i. Fahamnya dalam tasauf
tergolong dalam faham yang dinamakan
Wihdatusysyuhud, jadi tidak berbeda faham pendirian
Nuruddin Ar Raniri. Dalam polemik beliau menentang
ajaran-ajaran Hamzah Fanshuri dan Syamsuddin As
Sumatrani cukup tegas dan keras, tetapi tetap bijaksana
sehingga kekacauan dan peperangan agama tidak terjadi
dalam masyarakat .
Sejak masa Sulthan Iskandar Muda telah tinggi
perbincangan ulama-ulama dalam hal agama, yang
terpenting pertentangan antara faham wihdatul
ujud,"alam ini adalah ciptaan dari bahagian ketuhanan
sendiri, laksana buih pada puncak ombak. Maka dalam
alam zahir ini sebagai bahagian dari pada ketuhanan yang
besar. Menurut ahli tasauf dari aliran ini, duania adalah
hanya emanasi atau pancaran dari inti sari yang tidak
tercipta
Wihdatusyuhud ialah paham yang rata pada umat
Islam, bahwa alam yang baharu ini adalah sebagai
kesaksian dari pada adanya Tuhan. Jadi bukanlah alam ini
sebagaian dari Tuhan, melainkan sebagai tanda dari pada
adanya Tuhan.
24 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Karya-karya yang pernah beliau tulis, antara lain:
1. Hudayah Balighah 'ala Jum'at al muchasanah, suatu
pembahasan mengani hukum Islam tentang: bukti,
kesaksian dan sumpah palsu. Buah pikirannya ini menjadi
pedoman dan kaedah hukum adat dalam masyarakat Aceh
hingga dewasa ini.
2. Miratul Tullab fi Tasyl Ma'rifatul Asysyariah li
makhluk Wahhab kupasan mengenai pengantar Imu Fiqih
menurut mazahab Syafii.
3. Kifayat al Muhtajin, Daqaiq al Huruf, Bayan Tajalli,
suatu kupasan mengenai pokok-pokok ajaran tasauf dan
dasar-dasar pendiriannya dalam lapangan ini.
4. Syair makrifat, karangan dalam bentuk puisi.
5. Tafsir al Qur an, dalam bahasa Melayu.
Syekh Abdurrauf wafat tahun 1114 Hijriyah
dimakamkan dekat muara sungai Aceh. Pada makam
beliau dibuat orang hiasan tulisan yang berbunyi Al
Waliyul mulki Syekh Abdur Rauf bin Ali, menunjukkan
betapa besar peranannya dalam kerajaan Aceh pada
waktu itu Setelah meninggal dunia beliau lebih dikenal
dengan sebutan Tengku di Kuala atau Syekh Kuala.
Kepada ulama dan mubaligh inilah Pono menuntut
ilmu dan memperdalam ajaan Islam selama 10 tahun.
Lebih-lebih ketika Syekh Abdur Rauf al Singkli diangkat
Sulthanat Syafiatuddin sebagai mufti Aceh, Pono dapat

H.Mas’oed Abidin 25
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
belajar tentang kehidupan istana dalam hubungannya
dengan kegiatan masyarakat Aceh.
Syekh Abdur Rauf memberikan perhatian istimewa
pula kepada Pono. Hubungan antara murid dengan guru
terlihat sangat intim. Di samping belajar, Pono membantu
guru menggembalakan ternaknya. Membuat dan
memelihara kolam ikan sebagai bagian dari kegiatan
rangkang ini. Murid-murid di rangkang Syekh Abdur Rauf
harus berusaha sendiri dan mempunyai ketrampilan
untuk memenuhi keperluan hidup.
Pono diajak tinggal serumah dengan guru. Tugas Pono
bertambah dengan mengasuh anak-anak sang guru. Pono
sudah dianggap sebagai keluarga sendiri oleh Syekh
Abdur Rauf.
Minat serta perhatiannya sungguh luar biasa diikuti
dengan daya tangkap yang tinggi. Tidak mengherankan
Pono termasuk murid yang terpandai di antara pelajar di
sana. Karena itulah Syekh Abdur Rauf mencurahkan
sekalian ilmu yang pernah dimilikinya, dan kesempatan
ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Pono. Ilmu yang
dipelajarinya ialah ilmu syariat Islam dengan cabang-
cabangnya tauhid, tasauf, nahu, sharaf, hadits dan juga
ilmu taqwim (hisab).
Setelah melalui ujian-ujian berat dilengkapi dengan
berkhalwat selama 40 hari di gua hulu sungai Aceh, di
kaki Gunung Peusangan, sebelah selatan Beureun,
akhirnya Pono berhasil lulus dengan baik.
26 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Syekh Burhanuddin kembali ke Minangkabau
Setelah cukup menerima ilmu pengetahuan selama
beberapa than tibalah masanya Syekh Burhanuddin
meninggalkan Aceh. Masa pendidikan diakhiri dengan
perpisahan antara guru dan murid dengan penuh kasih
sayang.Terjadi percakapan antara Syekh Abdur Rauf
dengan Syekh Burhanuddin yang berbunyi sebagai
berikut:
"Malam ini berakhirlah ketabahan dan kesungguhan
hatimu menuntut ilmu tiada taranya. Suka duka belajar
telah engkau lalui dengan sepenuh hati. Berbahagialah
Engkau, dengan rahmat dan karunia Tuhan, telah selamat
menempuh masa khalwat 40 hari lamanya. Engkau
beruntung di dunia dan berbahagia di akhirat kelak.
Sekarang pulanglah engkau ke tanah tumpah darahmu
menemui ibu bapamu yang telah lama engkau tinggalkan.
Di samping itu tugas berat dan mulia menantimu untuk
mengembangkan Islam di sana."
"Syukur Alhamdulillah", kata Syekh Burhanuddin.
"Hatimu telah terbuka dan aku mendoa ke hadhirat
Allah subhanahu wata'ala, semoga cahaya hatimu
menyinari seluruh alam Minangkabau. Kini, engkau, aku
lepaskan. Namun dengar baik-baik! Guru di Madinah ada
empat orang, yakni Syekh Ahmad al Kusasi, Syekh Qadir al
Jailani, Syekh Laumawi. Ketika aku berangkat ke tanah
Jawi ini beliau memberi amanat yang harus kusampaikan
kepadamu.
H.Mas’oed Abidin 27
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Sesungguhnya nama Burhanuddin yang engkau pakai
adalah nama pemberian guruku itu dan ia mengirimkan
sepasang jubah dan kopiah. Terimalah ini dari padaku
supaya sempurna amanat yang kubawa dan suatu
kemuliaan bagi engkau dengan sepasang pakaian ini tanda
kebesaran ilmu yang penuh di dadamu!"
Hari ini adalah saat perpisahan antara guru dengan
murid dan meninggalkan mesjid Singkil untuk selama-
lamanya bagi Syekh Burhanuddin. Syekh Abdur Rauf
melepas Syekh Burhanuddin dengan sebuah taufah dan
menyediakan perahu disertai sembilan orang yang akan
mengawalnya selama dalam perjalanan. Rombongan ini
dipimpin oleh Tuanku Nan Basarung dengan pesan
supaya mengantarkan Syekh Burhanuddin sampai di
kampung halamannya.
Pada saat itu telah terjadi perubahan hubungan antara
Aceh dengan Minangkabau. Daerah yang selama ini
berada di bawah kekuasaan Aceh satu persatu ingin
melepaskan diri. Demikian juga halnya dengan
Minangkabau. Telah terjadi beberapa kali perkelahian dan
peperangan yang banyak memakan korban. Di antaranya
gugur seorang panglima bernama Sisangko, kemenakan
panglima Kacang Hitam, cucu Ami Said yang berkubur di
Pulau Angso.
Perahu Syekh Burhanuddin mendarat di Pulau Angso
di muka pantai Pariaman untuk beristirahat dan meninjau
keadaan di darat. Bersama dengan pengawalnya
28 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
kemudian mereka mendekati pantai Ulakan. Perahu
Syekh Burhanuddin adalah perahu Aceh, sehingga
penduduk di sekitar pantai telah siap berjaga-jaga
lengkap dengan senjata menunggu kemungkinan yang
akan terjadi. Melihat keadaan seperti itu Syekh
Burhanuddin berpendapat lebih baik kembali ke Pulau
Angso menunggu saat yang baik.
Namun, Tuanku Nan Basarung berpendapat lain.
Tugasnya adalah mengantarkan orang kampung mereka
sendiri yang telah merantau ke Aceh beberapa tahun.
Dengan keras hati ia mendayung sendiri ke pantai. Ia
disambut dengan perkelahian melawan orang banyak.
Walaupun ia memperlihatkan keberaniannya, namun
akhirnya ia gugur dalam melakukan tugas yang
diembannya. Syekh Burhanuddin tinggal sendirian di
Pulau Angso setelah pengawalnya yang delapan orang itu
disuruhnya kembali ke Aceh. Ia berpesan kepada Syekh
Abdur Rauf bahwa ia telah sampai di kampung
halamannya dan akan menyelamatkan jenazah Tuanku
Nan Basarung.
Melalui seorang nelayan, Syekh Burhanuddin
mengirimkan sepucuk surat kepada teman akrabnya, Idris
Majo Lelo yang menyatakan beliau sudah kembali dari
Aceh dan sekarang berada di Pulau Angso. Perahu yang
mendekati pantai Ulakan kemarin adalah perahu saya
yang sengaja dikirim oleh Syekh Abdur Rauf.

H.Mas’oed Abidin 29
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Setelah menerima surat tersebut, Idris Majo Lelo
menyampaikan isi dan maksud surat tersebut kepada
pemimpin dan rakyat Ulakan. Besoknya, Idris Majo Lelo
diiringi beberapa orang menjemput ulama ini ke pantai
Kenaur dekat Pariaman. Kedua teman ini berjabat tangan
setelah sekian lama berpisah.
Sesaat kemudian mereka berangkat ke Padang
Langgundi, Ulakan. Di sanalah mereka bermalam. Sebagai
tanda kenang-kenangan kembali dari menuntut ilmu,
Syekh Burhanuddin menanam ranting pinago biru yang
dibawa dari Aceh. Beliau berpesan kepada Idris Majo Lelo
bila ajal sampai kelak ia dikuburkan dekat pinago biru ini.
Menyebarkan Ajaran Islam
Di Tanjung Medan ada sebidang tanah milik Idris Majo
Lelo, pemberian dari Raja Ulakan. Ke sanalah Syekh
Burhanuddin dibawanya. Dimulainyalah tugas suci
mengajar dan menyebarkan ajaran Islam. Usaha pertama
dilakukannya di lingkungan keluarga Idris Majo Lelo.
Kemudian diikuti oleh tetangga terdekat.
Walaupun mendapat tantangan dari golongan ninik
mamak dan pemimpin mesyarakat lainnya yang khawatir
pengaruhnya akan berkurang, namun akhirnya sebagian
besar masyarakat Tanjung Medan sudah menganut agama
Islam yang taat.
Syekh Burhanuddin meresapkan agama Islam dengan
cara lunak dan berangsur-angsur.

30 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Jalan yang dilakukan adalah menerapkan salah satu
ayat al Quran yang berbunyi la iqraha fiddin, tidak ada
paksaan dalam menjalan agama.
Kegagalan sewaktu di Sintuk dulu diperbaikinya
sekarang setelah mendapat ilmu dakwah dari gurunya,
Syekh Abdur rauf.
Ternyata cara baru ini berhasil dilaksanakan dengan
baik. Beliau yakin bahwa kegagalan di Sintuk merupakan
keberhasilan yang tertunda, yang baru menampakkan
hasil setelah beliau melakukan dakwah islamiyah di
dalam dan di luar nagari Ulakan.
Dalam usaha meresapkan ajaran Islam terutama
diarahkan kepada anak-anak yang masih "bersih" dan
mudah dipengaruhi. Diusahakan oleh Syekh Burhanuddin
agar anak-anak bermain di halaman surau.
Syekh Burhanuddin ikut pula bermain bersama-sama
dengan anak-anak tersebut. Setiap memulai permainan
Syekh Burhanuddin selalu mengucapkan nama Tuhan,
bismillahir rahmanir rahim dan bacaan doa-doa lain.
Itulah sebabnya anak-anak tertarik ingin belajar dan
ingin mengetahui isi doa yang dibaca beliau. Setelah
murid-murid makin banyak mengaji, akhirnya setelah
dimusyawarahkan secara gotong royong dibangun sebuah
surau di Tanjung Medan yang sampai sekarang dapat kita
saksikan tempat mengaji bagi anak-anak dan santri.

H.Mas’oed Abidin 31
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Kesepakatan Bukit Marapalam
Berita kegiatan Syekh Burhanuddin di Ulakan ini
meluas sampai ke daerah lain, ke Gadur Pakandangan,
Sicincin, Kapalo Hilalang, Guguk Kayu Tanam terus ke
Pariangan Padang Panjang dan akhirnya sampai ke Basa
Ampek Balai dan raja Pagaruyung sendiri.
Alam Minangkabau waktu itu menjadi goncang dan
perhatian tertuju ke Ulakan sebagai pusat pendidikan dan
penyiaran Islam dengan mengintensifkan ke seluruh
pelosok Minangkabau. Cara yang dilakukan ialah, dengan
meminta restu kepada Raja Pagaruyung. Apabila Raja
telah yakin akan kebenaran agama Islam ini Alam
Minangkabau akan mudah dipengaruhi. Secara kebetulan,
salah seorang temannya belajar di Aceh, Datuk Maruhum
Basa, diangkat oleh Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung
sebagai Tuan Kadhi di Padang Ganting.
Dengan diiringkan oleh Idris Majo Lelo, Syekh
Burhanuddin menemui Raja Ulakan yang bergelar
Mangkuto Alam, kemenakan Datuk Maninjun Nan
Sabatang dan Ami Said, cucu Kacang Hitam dengan
maksud menyampaikan niatnya memperluas ruang
lingkup kegiatan dakwah. Dengan kepandaian berbicara
akhirnya Mangkuto Alam ditunjuk menghadap Daulat
Raja Pagaruyung. Ajakan ini diterima baik oleh Mangkuto
Alam setelah dimusyawarahkan dengan "Orang Nan
Sebelas di Ulakan."

32 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Berangkatlah Syekh Burhanuddin dan Idris Majo Lelo
bersama dengan Mangkuto Alam dan Orang Nan Sebelas
Ulakan dengan diiringkan hulubalang seperlunya
menghadap Daulat Yang DipetuanRaja pagaruyung.
Pertama yang ditemui Datuk Bandaharo di Sungai Tarab.
Atas inisiatif Datuk Bandaro diundanglah basa Ampek
balai untuk membicarakan maksud dan tujuan "orang
Ulakan" tersebut., minta izin menyebarluaskan ajaran
Islam di Minangkabau.
Tempat sidang diadakan di sebuah bukit yang dikenal
dengan nama "Bukit Marapalam" Keduanya merupakan
norma hukum dan saling isi mengisi yang akan jadi
pedoman hidup masyarakat Minangkabau. Inti sari
konsepsi Marapalam melahirkan ungkapan "adat basandi
syarak, sebagaimana disinggung oleh Scherieke dalam
bukunya "Pergolakan Agama di Sumatra Barat
(terjemahan) sejak tahun 1668 konsepsi Marapalam itu
dicetuskan sehingga alim ulama di Minangkabau telah
dapat melibatkan rakyat dalam suatu aksi politik agama.
Konsepsi Marapalam ini dengan kerendahan hati
disampaikan ke hadapan daulat Raja Pagaruyung. Kepada
pembesar kerajaan dimintakan pertimbangan yang
diterima dengan suara bulat.
Syekh Burhanuddin dan pengikutnya diberikan
kebebasan seluas-luasnya mengembang agama Islam di
seluruh Alam Minangkabau.

H.Mas’oed Abidin 33
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Dalam pepatah adat disebutkan batas-batasnya, " di
dalam lareh nan duo, luhak nan tigo, dari ikue darek
kapalo rantau sampai ke riak nan badabue" Syekh
Burhanuddin dengan gerakannya dilindungi oleh kerajaan
Pagaruyung.
Bagaimana usaha Syekh Burhanuddin berhasil
mencapai kesepakatan dalam waktu yang singkat dengan
Yang Dipertuan Raja Pagaruyung? Tak heran peranan
gurunya di Aceh dengan filsafah "adat bak po
teumeureuhum, huköm bak syiah kuala", (adat kembali
pada raja, Iskandar Muda, hukum agama pada Syiah
Kuala) teralir dalam pikiran muridnya Syekh
Burhanuddin di Ulakan.
Daerah pesisir sebagai bagian dari rantau Yang
Dipertuan Pagaruyung menentang kehadiran Persatuan
Dagang Belanda (VOC) yang mencoba menerapkan
penguasa tunggal dalam perdagangan dan memecah belah
rantau pesisir. Di antaranya dengan menciptakan
Perjanjian Painan tahun 1662.
Sedang di daerah pesisir mulai berkembang surau-
surau yang mengadakan perlawanan terhadap monopoli
dagang, seperti Muhammad Nasir dari Koto Tangah,
Tuanku Surau Gadang di Nanggalo.
Antara Syekh Burhanuddin dengan Yang Dipertuan
Raja Pagaruyung mempunyai kepentingan yang sama
yaitu keutuhan Alam Minangkabau.

34 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dengan kedua kepentingan antara keutuhan daerah
rantau kesepakatan mudah dicapai antara Syekh
Burhanuddin dengan Yang Dipertuan Pagaruyung.
Kesepakatan inilah yang sering disebut dengan Perjanjian
Marapalam. Kemudian usaha Belanda ingin memasuki
pedalaman Minangkabau dirintis oleh Thomas Diaz yang
berangkat dari Patapahan menembus hutan rimba dan
tiba di Buo (1680) disambut Raja Malio. Pengalaman
Syekh Burhanuddin bersama gurunya, Syekh Abdur Rauf
sebagai mufti kerajaan Aceh, menambah wawasan Syekh
Burhanuddin dalam politik keagamaan di Minangkabau.
Peristiwa bersejarah di Bukit Marapalam dan Titah
Sungai Tarab menghadap kepada Yang Dipertuan
Kerajaan Pagaruyung telah tersiar di seluruh pelosok
Alam Minangkabau dan menerima agama Islam dengan
kesadaran. Islam diakui sebagai agama resmi. Adat dan
agama telah dijadikan pedoman hidup dan saling
melengkapi. Saat itu lahirlah ungkapan "adat menurun,
syarak mendaki. Artinya adat datang dari pedalaman
Minangkabau dan agama berkembang dari daerah pesisir.
Syariat Islam yang dibawa dan dikembangkan oleh
Syekh Burhanuddin telah menyinari Alam Minangkabau
banyaklah orang yang menuntut ilmu agama. Dari mana-
mana orang berdatangan ke Tanjung Medan. Nama
Tanjung Medan sebagai pusat pendidikan dan pengajaran
ilmu Islam sudah masyhur. Surau Tanjung Medan penuh
sesak dengan murid-murid beliau.

H.Mas’oed Abidin 35
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Untuk menampung mereka dibangun lagi surau-surau
disekeliling surau asal. Menurut catatan terdapat 101
buah surau baru di Tanjung Medan yang merupakan satu
kampus, permulaan sistem pesantren yang kita kenal
sekarang.
Perjanjian Marapalam kemudian berkembang menjadi
suatu proses penyesuaian terus menerus antara adat dan
agama Islam, saling menopang sebagai pedoman hidup
masyarakat Minangkabau.
Syekh Burhanuddin telah meninggalkan jasa yang
gilang gemilang. Namanya senantiasa akan hidup terus
dan tak terlupakan sepanjang masa. Sebelum meninggal
dunia, Syekh Burhanuddin tidak lupa mendidik kader
penerus dalam usaha menyebarluaskan ajaran Islam
yang dilakukan melalui latihan dan pendidikan.
Untuk meneruskan perjuangan beliau, Syekh
Burhanuddin melatih dan mendidik dua orang pemuda
Tanjung Medan, Abdul Rahman dan Jalaluddin yang akan
menggantikan kedudukan, "khalipah" kelak. Menurut
penilaiannya kedua anak muda ini memenuhi pesyaratan
dalam mengemban tugasnya, baik dari akhlak, kecerdaan
serta ketrampilan dakwah. Untuk itu ditetapkan Abdul
Rahman sebagai khalipah I.
Idris Majo Lelo, teman akrab Syekh Burhanuddin
sedari muda bekerja bahu membahu dalam menegakkan
agama Islam.

36 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Sebagai kehormatan atas jasanya, Idris Majo Lelo
diangkat menjadi Khatib nagari Tanjung Medan dan
jabatan itu berlangsung sampai sekarang.
Tharekat Ulakan
Ajaran yang dikembangkan Syekh Burhanuddin
sebagai penganut mazhab Sjafii adalah tharikat
Syattariyah, yang dinamakan juga tharikat Ulakan atau
"martabat yang tujuh".
Martabat yang tujuh adalah mengenai ketujuh tahap
pancaran dari "ada yang mutlak", bersumber dari ajaran
al Halaj, Ibnu Arabi. Menurut ajaran ini semua yang di
alam merupakan pancaran dari Allah. Pikiran ini
dikembangkan dari ajaran Wihdatul wujud, bersatu
dengan Tuhan. Penganjur faham wihdatul wujud di Aceh
adalah Syamsuddin Pasai al Sumatrani dan Hamzah
Fansuri. Menurut Syamsuddin al Sumatrani, bahwa Allah
itu roh, dan wujud kita ini roh dan wujud Tuhan.
Sedangkan Hamzah Fansuri mengatakan bahwa asal
roh itu qadin, yakni roh Muhammad s.a.w. karena ia
dijadikan Allah dari pada nur zatnya yang qadin. Man
'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu (siapa yang
mengenal dirinya, berarti mengenal Tuhannya), yang oleh
Hamzah Fansuri diartikan bahwa manusia bersatu dengan
Tuhan, bersatu sifat dengan zat.
Adapun ajaran tharikat Syattariyah mempunyai ciri-
ciri khusus, antara lain:

H.Mas’oed Abidin 37
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
a. tentang lafadz bahasa Arab dari pada imam dan
upacara-upacara berdasarkan bahasa Arab yang kuno
dan kurang murni.
b. Permulaan dan akhir puasa dilaksanakan semata-
mata atas rukyah, dalam arti dapat dilihat dengan
mata adanya bulan.
Pengaruh tharikat ini masih dapat disaksikan
sekarang lewat "basapa" ke makam Syekh Burhanuddin di
Ulakan. Dalam komplek makam tersebut, pengikutnya
melakukan ratib semalam suntuk. Dalam ajaran tharikat,
pendekatan dan penghormatan kepada guru diutamakan
sekali. Jalan pikiran manusia dalam ajaran tharikat turut
mempengaruhi akan peningkatan amalannya melalui
makrifat (ilmu) dan hakikat (kebenaran sejati = Tuhan).
Untuk memperoleh makrifat, perlu guru atau khalipah.
Tanpa guru, makrifat tidak akan berhasil mencapai
hakikat. Fungsi guru di sini adalah sebagai perantara
(rabuthah). Guru menjadi komponen utama dalam
menghubungkan seseorang dengan Tuhannya (hakikat),
karenanya doa guru perlu disebut. Menyebut nama guru
ialah memudahkan doa diperkenankan.
Proses pencapaian hakikat yang telah diajarkan guru
menuntut penghormatan kepada guru, sehingga setelah
meninggal jasa guru perlu diingat dalam bentuk ziarah ke
makamnya. Dalam pikiran si murid, ulama dan guru
tharikat dianggap mempunyai kelebihan yang luar biasa
hingga dianggap keramat.
38 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tanah dan tempat-tempat yang pernah dipakai oleh
ulama tersebut perlu dihormat dan dikunjungi.
Banyak di antara murid-murid Syekh Burhanuddin
yang mengembangkan ajaran tharikat ini di Minangkabau.
Salah seorang murid yang terkenal ialah Tuanku
Mansiang di Paninjauan.
Setelah Syekh Burhanuddin wafat, banyak pula orang
yang berguru kepada Tuanku Mansiang ini.
Perkembangan kemudian cepat berubah sesuai dengan
perkembangan pedalaman Minangkabau, Murid-murid
Tuanku Mansiang ini mendirikan surau-surau di
kampungnya dalam mengembangkan keahliannya
masing-masing.
Pada pertengahan kedua abad ke-18 terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan, politik dan lahirnya
cendekiawan sebagai salah satu unsur kepemimpinan tali
Tigo Sapilin.
Sejalan dengan itu lahir pula pembaharuan pemikiran
agama Gerakan "kembali ke syariat" yang lebih dikenal
dengan sebutan Gerakan Padri (1784 - 1821) untuk
mengatasi kemajuan kehidupan masyarakat pada
masanya.
Semuanya hasil pendidikan surau Syekh Burhanuddin
di Tanjung Medan, Ulakan.

H.Mas’oed Abidin 39
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
AJARAN TARIKAT MINANGKABAU

Pada awal perkembangan Islam lahir suatu


kelompok persaudaraan (tarikat) sebagai suatu cara
mendekatkan diri kepada Allah. Tarikat adalah cabang
ilmu agama yang disampaikan filosof Islam. Penganutnya
yang taat disebut sufi. Seorang sufi menuntut ilmu agama
bertahun-tahun yang diajarkan seorang guru.
Pada masa itu, tarikat dan surau dapat menyesuaikan
diri dengan lembaga yang ada di Minangkabau, tanpa
menimbulkan pertentangan. Pesantren (surau) lahir dan
diterima seluruh masyarakat sebagai tambahan lembaga
kehidupan di desa. Kelompok tarikat mahir menanggapi
situasi dan lebih menekan ajaran pada usaha ketentraman
batin sebagai hamba Allah. Latihan kejiwaan dan zikir
diselenggarakan untuk mengingat Allah sehingga
terpelihara kesinambungan kehidupan di desa.
Pada abad ke-18, di Minangkabau terdapat tiga
kelompok tarikat: Naqsyabandiyah, Syattariyah dan
Kadiriyah. Ciri ketiga kelompok itu sama, yaitu kepatuhan
sepenuhnya yang dituntut dari seorang murid kepada
gurunya. Di tempat belajar, mereka mengenal ajaran
Islam, disiplin dan latihan yang diterapkan masing-masing
guru.
Guru dan guru tuo (guru pembantu) mengajar
membaca Qur’an, tafsir dan kaedah agama serta praktek

40 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
lainnya untuk mencari keridhaan Allah dengan tertib.
Pada sore hari para santri berkumpul sambil
melaksanakan zikir dengan menyebut asma Allah.
Organisasi sekelompok surau, kadang-kadang terdiri
dari 20 bangunan yang ditempati santri dari berbagai
daerah. Setiap surau berada di bawah pengawasan
seorang guru tuo. Murid-murid harus ikut membantu
guru bekerja di kebun atau sawahnya. Pada masa sibuk
bertani, belajar sering terganggu. Di samping itu, murid
menanam pisang atau buah-buahan di sekitar surau
mereka. Kehidupan mereka tergantung dari hasil
pertanian yang dijual ke pasar setiap minggu. Surau-surau
besar, biasanya berdiri di desa-desa pusat perbelanjaan,
yang disebut pakan.
Seorang murid harus berpegang teguh pada kepatuhan
diri kepada guru. Kepatuhan ini merupakan dasar
sebelum melangkah mempelajari ajaran Islam.
Pengajaran dasar bagi seorang muslim ialah membaca
Al Qur’an yang lebih menekankan pada tajwid, bunyi
(fonem) yang benar menurut tata bahasa Arab. Sebelum
memperdalam kitab suci Al Qur’an, mereka harus pula
mempelajari nahu sharaf, tata bahasa Arab.
Bagi yang mendapat kesulitan mempelajarinya, dapat
beralih mempelajari hukum Islam, syariat. Kajian syariat
disebut fikih.

H.Mas’oed Abidin 41
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Buku fikih yang dipakai di semua surau tarikat
umumnya sama yaitu mengajarkan tiang Islam, arkanul
khamsah, yang digolongkan ke dalam ibadah sebagai
dasar kewajiban seorang muslim. Kemudian diikuti
dengan bimbingan berperilaku yang benar. Lanjutannya
ialah mempelajari hukum yang berkaitan dengan
pengendalian hubungan sesama manusia, seperti hukum
warisan, dan lain-lain.
Surau-surau yang memperdalam kajian pokok tentang
hukum tersebut umumnya menjadi surau yang
mempunyai nama baik di Minangkabau. Surau-surau
Naksyah-bandiyah umumnya terletak di desa-desa
persimpangan jalan perniagaan atau desa-desa pertanian
yang makmur.
Guru-guru tarikat bekerja sebagai petani untuk
nafkahnya sehari-hari. Sebagai guru, ia harus pula
menyiapkan suatu buku fikih dan doa-doa upacara dalam
bahasa Melayu berdasarkan sumber-sumber dari bahasa
arab.
Tarikat Syattariyah lebih banyak dikenal pada akhir
abad ke-18, yang diperkenalkan di Sumatera oleh Abdur
Rauf dari Singkil, Aceh (1605-1693). Salah seorang
muridnya bergelar Syekh Burhanuddin, membawanya ke
Ulakan pada bagian ke dua abad ke-17. Dari Ulakan,
tarikat itu bersebar melalui jalur perdagangan sampai ke
Paninjauan dan Pamansiangan, kemudian ke Koto Tuo, di
daerah Agam bagian selatan yang kaya dengan sawah.
42 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Di sebelah barat Koto Tuo berdiri surau-surau tarikat
yang banyak menghasilkan ulama. Daerah ini dikenal
dengan nama Ampek Angkek berasal dari nama empat
orang guru yang terpuji kemasyhurannya dalam tarikat
Syattariyah.7
Murid-murid di surau Syattariyah mempelajari
rangkaian pengetahuan Islam. Salah satu buku yang
pedoman dalam kajian Syattariyah adalah karya Abdul
Rauf.
Surau- surau lain di pedalaman Minangkabau
memperdalam suatu cabang ilmu agama tertentu,
sehingga terdapat spesialisasi pengajaran.
Tuanku di Kamang tempat memperdalam ilmu alat,
nahu shraf, tata bahasa Arab; Koto Gadang dan Rao
(Pasaman) dalam ilmu mantik maani, ilmu logika Islam;
Tuanku di Koto Tuo dalam ilmu tafsir Qur’an, tarbiyah,
pendidikan; Tuanku di Sumanik dalam ilmu hadith, tafsir
dan faraidh (ilmu warisan); Tuanku di Talang (Solok)
dalam ilmu sharaf, dan Tuanku Salayo dalam badi’, maani
dan bayan.
Seorang santri dapat pula memperdalam ilmu kepada
guru lainnya. Dengan demikian, terjadi mobilitasi sosial
yang tinggi di Minangkabau.
Pada tahun 1803, terjadi suatu peristiwa yang kelak
membawa akibat yang lebih jauh.

H.Mas’oed Abidin 43
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

HAJI MISKIN ( ± 1860 - 1830)

Haji Miskin berasal dari Batu Tebal, Ampek Angkek,


telah ikut serta bersama Tuanku nan Tuo memperbaiki
keamanan para pedagang. Ia berangkat menunaikan
ibadah haji pada tahun 1803 bersama Haji Sumanik dan
Haji Piobang. Pada saat berada di Mekah, ia berkenalan
dengan aliran Zahiriyah yang dipelopori Muhammad
Abdul Ibnu Wahab ( 1703-1792), sebagai lanjutan dari
pemikiran Ibnu Taimiyah (1263- 1308). Gerakan ini
dikenal dengan nama Gerakan Wahabi yang dapat
mempergunakan pengaruh keluarga Su'ud dari Nejd.
Ketiga haji itu menerangkan pengalaman mereka
masing-masing selama di Mekah kepada tuanku-tuanku
dan alim ulama di Luhak Agam, Tanah Datar dan Lima
Puluh. Pada setiap kesempatan, Haji Miskin menjelaskan
aliran Wahabi di Mekah dalam melaksanakan pembaruan
agama. Ia menganjurkan kembali ke syariat berdasakan al
Quran. Mereka menentang menafsirkan fikih untuk
kepentingan dunia. Menentang bid'ah dan khurafat yang
dimasukkan ke dalam Islam.
Kembali ke ajaran yang murni, menurut ajaran
Wahabi, ialah menentang fatwa-fatwa ulama yang
mendasarkannya pada Qur an dan Hadis.

44 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Di dalam fikih, kaum Wahabi menentang segala
macam qiyas. Di dalam kehidupan sehari-hari, mereka
menentang pemujaan orang keramat. Hukumnya
disamakan dengan menyembah berhala. Mereka
menentang minum khamar, memakai pakaian dari sutra
dan memakai perhiasan emas.
Sekembali dari Mekah, Haji Miskin melengkapi
gagasan-gagasan pembaruan untuk mesyarakat
Minangkabau dengan ajaran-ajaran Al Quran sebagai
sumber hukumnya. Ia pindah ke daerah IV Koto yang
berbatasan dengan Agam bagian selatan, suatu desa
makmur di lereng Gunung Singgalang. Ia menerapkan
tuntunan hidup berlandaskan kaidah agama dalam setiap
sikap hidup.
Haji Miskin meninggalkan Pandai Sikek dan pindah ke
Koto Laweh, suatu desa yang bersih, di lereng Gunung
Singgalang( 1805). Di desa ini tinggal Fakih Saghir.
Bersama Haji Miskin, Fakih Saghir menerapkan hukum
syariat pendamping adat Minangkabau.
Dari Koto Laweh, Haji Miskin datang ke Bukit Kamang.
Kemudian ia tinggal bersama Tuanku Nan Renceh di
Surau Bansa (1807).
Haji Miskin dan Tuanku Nan Renceh mulai mengatur
rencana pembaruan secara menyeluruh untuk
menerapkan hukum perdagangan Islam dalam
melengkapi hukum adat Minangkabau.

H.Mas’oed Abidin 45
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Para pedagang dapat menerimanya, baik yang tinggal
di Kamang atau maupun yang datang ke sana. Mereka
berjanji saling membantu dalam transaksi antar
pedagang.
Selama berada di Surau Bansa, Kamang, Datuk
Bandaro dan Malin Mudo dari Alahan Panjang mendengar
langsung ide pembaruan dari pencetusnya, Haji Miskin.
Tidak lama kemudian Malin Mudo kelak dilantik menjadi
Tuanku Imam Bonjol* (1807).
Daerah Tuanku Nan Salapan dibentuk bersama
Tuanku nan Renceh terdiri dari Kamang, Candung, Ampek
Angkek, Kubu Sanang, Banuhampu, Sungai Puar, dan
Padang Laweh. Di daerah ini memancarkan kesejahteraan
penduduknya. Kekerasan dan perkelahian yang terjadi
akibat pengembangan pembaruan untuk mengembalikan
desa-desa melaksanakan syariat Islam.
Kemudian Haji Miskin berunding dengan Tuanku Nan
Salapan. Mereka sepakat menunjuk Tuanku Nan Renceh
sebagai pemimpin Gerakan Pembaruan, dan mencari
seorang yang berpengaruh untuk melindungi usaha
pembaruan. Pilihan jatuh kepada guru mereka, Tuanku
Nan Tuo
Tuanku Nan Tuo menyetujui maksud mereka, tetapi
tidak menyetujui kekerasan yang dilakukan dalam
pelaksanaannya. Kalau pekerjaan mulia dilakukan dengan
kekerasan, akan menimbulkan kekacauan.

46 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Cara ini dianggap menyimpang dari roh Muhammad
yang bijaksana. Inilah ajaran yang tertera dalam 'Taufah
mursala ila ruhun nabi.' Sedangkan Tuanku Nan Renceh
ingin menerapkan gagasan-gagasan pembaruan yang
berbeda dengan cara yang dilakukannya dahulu bersama
Tuanku Nan Tuo.
Haji Miskin melanjutkan usaha pembaruan di Luhak
Lima Puluh. Pada tahun 1811, ia berangkat ke ranah ini
untuk menggugah ulama muda, Malin Putih di Air Tabik,
untuk melakukan pembaruan. Ia berhasil baik. AiaTabit,
suatu daerah subur di kaki Gunung Sago. Fakih Saghir
datang kedaerah ini membantu Malin Putih yang
kemudian bergelar Tuanku Nan Pahit. Mereka mendirikan
sebuah benteng Bukit Kawi. Haji. Miskin pindah ke Mesjid
Sungai Lundi di nagari Aia Tabik. khutbahnya berhasil
menjadi sebab lahirnya rencana perubahan.
Pembaruan yang dilancarkan Haji Miskin di Aia Tabik
bergema ke Halaban. Seorang ulama yang mengikuti
ajaran baru ini ialah Tuanku Luak di Halaban.
Haji Miskin penyebar cita-cita dan ide pembaruan
masyarakat Minangkabau yang terhunjam kuat dalam
hati setiap tuanku- tuanku atau ulama Muda di Tanah
Minangkabau.
Dalam suasana ribut Haji Miskin mati terbunuh dan
dikuburkan di atas Bukit Kawi. (1830).

H.Mas’oed Abidin 47
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

TUANKU

Dalam tradisi adat yang diadatkan di Minangkabau,


gelar Tuanku adalah, gelar pemimpin agama yang
diberikan kepada seorang ulama terkemuka, yang telah
menguasai ilmu agama (Islam) paripurna. Lazimnya
dibelakang gelar itu diikuti dengan surau tempat ia
mengajar. Gelar tuanku sebagai pemimpin surau
diresmikan dalam suatu upacara.
Sedangkan gelar Syekh* sebagai gelar tertinggi
seorang ulama di Minangkabau, merupakan “guru
gadang” yang masih langka pada awal Gerakan Kembali ke
Syariat. Gelar syekh diberikan oleh guru kepada muridnya
secara beranting sebagai kepercayaan telah diakui
mempunyai ilmu agama paripurna, seperti halnya Pono
diberi gelar Syekh Burhanuddin Ulakan oleh gurunya,
Abdurauf al Singkli. Penobatannya dilakukan dengan
memberikan pakaian (jubah) pemberian guru Abdurrauf
di Mekah. Dengan demikian secara berantai terjadi
hubungan guru-murid yang tidak putus-putusnya.
Setingkat di bawah Tuanku ialah gelar Peto dan
Labai*, bila seseorang yang telah menguasai fikih, tarikat
dan ilmu hakekat. Gelar ini berasal dari Turki. Seorang
labai atau peto hanya diberi hak memimpin jamaahnya,
dan belum berhak memimpin surau sendiri.

48 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tingkat ketiga, Malin, gelar seorang guru bantu (guru
tuo) yang dipercaya tuanku memberikan bimbingan
kepada murid-murid pada suatu surau. Seorang malin
(maulana atau mu’allim)* telah memiliki pengetahuan
agama yang lebih luas dari murid-murid lainnya.
Setelah bertahun-tahun belajar pada seorang ulama
(surau), seorang murid yang telah menguasai ilmu fikih
dan sanggup membaca do'a-doa, lalu diberi gelar Pakih.
Sedangkan yang sanggup membaca Al Qur’an, diberi gelar
Kari.

H.Mas’oed Abidin 49
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

TUANKU NAN TUO (1750 - l830)

Tuanku Nan Tuo adalah seorang ulama pembaru Islam


di pedalaman Minangkabau yang memimpin surau di
Koto Tuo*, Ampek Angkek pada pertengahan abad ke-18.
Murid-Murid yang belajar di surau Syattariah terbuka
untuk mempelajari seluruh rangkaian pengetahuan Islam.
Salah satu buku yang dipelajari adalah karya Abdurrauf
yang memperlihatkan penghargaan yang tertinggi
terhadap "syariat". Ajaran ini dibawa Syekh Burhanuddin
Ulakan sekembalinya belajar pada Syekh Abdurrauf al
Singkli di Aceh. Beberapa surau Syattariyah mempelajari
cabang ilmu agama, sehingga terjadi spesialisasi
pengajaran agama Islam di Minangkabau.
Masing-masing surau itu memperdalam salah satu
cabang ilmu agama, seperti: Surau Kamang dalam ilmu
alat (nahu sharaf dan tata bahasa Arab), Koto Gadang
dalam mantik ma'ani, Koto Tuo dalam ilmu tafsir Quran,
tarbiyah dan hadith), Surau Sumanik dalam ilmu faraidh
(pewarisan) hadis; Surau di Talang dalam badi', maani
dan bayan (tata bahasa Arab ), Tuanku di Sumanik dalam
ilmu hadis, tafsir dan faraidh, Tuanku di Talang dalam
ilmu sharaf, sedangkan Tuanku di Salayo dalam ilmu nahu

50 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
nan tiga (badi', maani dan bayan. Kedua ulama terakhir
mencapai derajat yang tinggi sebagai ulamiyah.
Dalam hal ini Tuanku Nan Tuo mempelajari ilmu-ilmu
itu dari tuanku-tuanku itu, akhirnya lebih dikenal sebagai
ulama yang kisyaf yang mempunyai pengetahuan yang
luas dalam mantik, maani, hadis, tafsir, tarbiyah, danu
agama lainnya.
Pada akhir abad ke-18, surau Koto Tuo
memperkenalkan pembaruan berdasarkan hukum Islam
kepada masyarakat luas. Murid surau Koto Tuo kira-kira
seribu orang berasal dari pelosok Minangkabau dan
daerah rantau.
Ajaran Syattariah yang diperkenalkan mengenai ilmu
hakekat, ilmu pengetahuan tentang tauhid dalam 'mencari
Tuhan'. Murid dan guru melibatkan diri dalam
perdagangan yang berasal dari langganan luar negeri,
seperti Amerika, Inggeris, Tamil dan Gujarat.
Tuanku Nan Tuo berfatwa tentang perlindungan
terhadap pedagang dan menguraikan syariat Islam yang
berhubungan dengan keamanan pedagang. Fatwa ini
dikenal dengan nama gerakan kembali ke syariat. Ia
mengajarkan murid-muridnya cara menggalang
persatuan bagi masyarakat Minangkabau menurut
perintah Tuhan. Inti ajarannya ialah ketaatan pada ajaran-
ajaran Al Quran dalam mengatur harta warisan,
penceraian dan jual beli barang. Semenjak itu Tuanku Nan
Tuo terkenal sebagai pelindung pedagang.
H.Mas’oed Abidin 51
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tuanku Nan Tuo bersama Haji Miskin, sebelum
menunaikan ibadah haji ke Mekah, mencari jawaban
tentang pembagian harta warisan menurut fikih.
Menurut Tuanku Nan Tuo harta dibagi atas harta
pusaka dan harta pencaharian. Harta pusaka diwariskan
menurut hukum adat Minangkabau. Harta pencaharian
jatuh ke tangan anak, dengan perbandingan antara anak
laki dengan anak perempuan 2: 1.
Tuanku Nan Tuo melihat banyak hal yang sesuai
antara adat dengan syariat menurut mazhab Syafei,
terutama yang berhubungan dengan harta pusaka.
Semenjak tahun 1784, hukum Islam menjadi kajian
yang penting dari surau Koto Tuo. Murid-murid Tuanku
Nan Tuo yang terbaik ditugaskan melaksanakan dakwah
ke luar Ampek Angkek, terutama desa yang menghalangi
usaha perdagangan. Semenjak itu Tuanku Nan Tuo
dikenal sebagai pelindung pedagang di Minangkabau.
Jalaluddin gelar Fakih Saghir yang kemudian
mendirikan surau di Koto Laweh, gerbang jalan ke
Pariaman melalui Mudik Padang; Tuanku Bandaro dari
Alahan Panjang meneruskan pembaruan di Bonjol
bersama Tuanku Imam Bonjol; Pakih Muhammad
bergelar Tuanku Rao di Rao Mandahiling, Saidi Muning
bergelar Tuanku Pasaman kemudian bergelar Tuanku
Lintau di Lintau.

52 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pendidikan lainnya di surau Tuanku Nan Tuo ialah
ilmu bela diri, silat dan pencak sehingga setiap murid
siaga serempak menjadi pemuda trampil dan mampu
menggunakan senjata di medan laga.
. Menjelang tahun 1790 daerah Ampek Angkek
mengalami kemajuan besar atas usaha Tuanku Nan Tuo.
Pedagang lebih senang membawa barang dagangannya
melalui Agam terus ke Koto Laweh, kemudian
meneruskan perjalanannya melalui bukit antara Gunung
Singgalang dan Gunung Tandikek menuju Mudik Padang
dan terus ke Pariaman. Mereka dapat bergerak dengan
leluasa, yang belum pernah dialami sebelumnya.
Pembaruan Islam dilaksanakan di surau-surau yang
memajukan pendidikan surau dan memajukan
perdagangan.
Pusat-pusat perdagangan di pedalaman Minangkabau
dikuasai oleh surau-surau, seperti Tuanku Damansiang di
Pandai Sikek, Jalaluddin di Koto Laweh, Tuanku Nan
Renceh di Kamang;Tuanku Nan Tuo di Ampek Angkek,
dan kemudian Tuanku Bandaro dan Tuanku Imam Bonjol
di lembah Alahan Panjang Panjang, Tuanku Rao di Rao,
Tuanku Barumun di Kota Pinang dan Barumun..
Telah terjadi pratagoni di daerah Islam berkembang
dengan pembaruan dan perbaikan moral masyarakatnya
yang memancarkan kemakmuran..

H.Mas’oed Abidin 53
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pemerasan yang sering terjadi terhadap pedagang dan
pemungutan pajak pengawasan pada jalan dagang
tradisional dari Jaho Tambangan ke Bukit Punggung Jawi
terus ke Kayu Tanam dan Lubuk Alung yang diawasi
dubalang Tuanku Gadang dari Batipuh.
Dengan adanya perubahan itu di pedalaman
Minangkabau berlaku pertanian pola rakyat,
menggantikan pola raja yang dikuasai kerajaan
Pagaruyung.
Belanda memasuki Minangkabau pada tahun 1821 dan
ingin menguasai pusat perdagangan di pedalaman
Minangkabau. Kemudian Belanda mendirikan benteng
Gedung Batu di Koto Tuo. Selama enam tahun hulubalang
Tuanku Mudo, pangka tuo (pemimpin ) hulubalang
Tuanku Imam Bonjol tinggal di daerah Ampek Angkek.
Peperangan tak terelakkan antara pro golongan
pembaruan dengan pengikut Tuanku Nan Tuo. Tuanku
Nan Tuo meninggal dunia pada tahun 1830 berlumuran
darah di surau yang dibangunnya dengan Qur an tetap
dipegangnya.

54 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

TUANKU LINTAU ( ± 1770 -1832 )

Tuanku Lintau seorang ulama di Tanah Datar. Ia anak


seorang penghulu bergelar Datuk Sinaro. Nama kecilnya
Saidi Muning dan belajar di surau Tuanku Nan Tuo di
Koto Tuo, melanjutkan pelajarannya di Natal dan
Pasaman. Kemudian memimpin suraunya yang terletak di
pantai di Pasaman. Semenjak itu ia dipanggil orang
Tuanku Pasaman.
Pada tahun 1813, Tuanku Pasaman kembali ke
kampung halamannya di Lintau, di lembah Sinamar. Ia
berpendapat, misinya harus diarahkan pada pembaruan
tingkah laku masyarakat di sekitar kerajaan Pagaruyung.
Ia sangat terkesan dengan pembaruan yang dilakukan
Tuanku Nan Renceh, di Kamang.
Muningsyah, Raja Pagaruyung, tidak menentang
gerakan pembaruan yang dilakukan Tuanku Nan Renceh
dan Tuanku Pasaman di Lintau untuk perbaikan moral
masyarakat Tanah Datar. Tetapi, kerajaan Pagaruyung
dan beberapa desa-desa sekitarnya, acuh tak acuh
terhadap kehidupan masyarakat. Mereka bahkan
menunjukkan permusuhan, sehingga timbul pertentangan
di tengah masyarakat.
Kerusuhan menjalar ke desa-desa sebelah timur
Tanah Datar.

H.Mas’oed Abidin 55
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tuanku Pasaman memutuskan mengakhiri sifat
otonomi desa yang berlaku selama ini. Raja Pagaruyung
tidak mempunyai niat untuk melakukan pembaruan.
Sesungguhnya Pagaruyung telah lumpuh. Tuanku
Pasaman berkesimpulan, prasyarat berhasilnya
pelaksanaan idenya, ialah dengan jalan melaksanakan
administrasi pemerintahan yang seragam di Tanah Datar.
Tindakan yang akan dilakukannya ialah menyingkirkan
keluarga kerajaan, dan menyerang desa-desa yang paling
erat dengan kerajaan Pagaruyung. Ia yakin bahwa sistem
kerajaan Pagaruyung menjadi penghalang cita-citanya.
Pada tahun 1815, ia mengajak Raja Alam beserta
keluarga kerajaan lainnya untuk bermusyawarah di Koto
Tangah, antara Barulak dengan Saruaso. Pada pertemuan
itu tiba-tiba Tuanku Pasaman menuduh Raja Alam kurop
dan tidak beragama. Ia memerintahkan menyerang raja.
Banyak anggota keluarga Pagaruyung mati terbunuh
dalam peristiwa itu, termasuk dua orang anak Raja Alam
Pagaruyung. Raja Muningsyah bersama cucunya dapat
meloloskan diri ke Lubuk Jambi. setelah terjadi Peristiwa
Koto Tangah itu.
Tuanku Pasaman menyerang Lubuk Jambi pada tahun
1823 untuk dapat menguasai kota dagang di pantai timur
melalui Sinamar. Tuanku Pasaman berusaha memperkuat
kedudukannya di mata penduduk pusat kerajaan. Ia
mengawini anak Raja Ibadat terakhir yang meninggal
pada tahun 1817.

56 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Kemudian ia memindahkan kedudukannya dari
Sumpur Kudus ke Lintau dan menyatakan dirinya sebagai
pemegang waris Raja Adat dan Raja Ibadat. Semenjak itu
pula ia lebih dikenal dengan gelar Tuanku Lintau.
Tuanku Lintau dapat meluaskan sistem administrasi Padri di
daerahnya dengan dukungan hulubalang yang berpakaian merah
untuk membedakannya dengan dubalang yang berwarna hitam. Di
daerah bukit sebelah timur Lintau, sistem Padri diterima dengan
baik. Penduduk Buo dan Kumanis menganut ajaran Padri. Di
sebelah utara Lintau, di lereng Gunung Sago, berada di bawah
hulubalang Tuanku Lintau yang bernama Tuanku Halaban.
Sehubungan dengan serangan itu, dasar-dasar ekonomi dan
politik Kerajaan Pagaruyung lumpuh. Keluarga kerajaan berusaha
menyelamatkan diri dari kehancuran dengan kembali kepada
sekutu lama, Belanda. Semua nagari yang terletak pada jalur Koto
Piliang ke pantai barat ikut menandatangani perjanjian dengan
Belanda pada tahun 1819. Nagari-nagari ini diwakili dua beradik
Sultan Saruaso dan Raja Alam Bagagarsyah dari Pagaruyung dan
Nagari Duo Puluh Koto dan Batipuh. Mulai saat itu
Gerakan Pembaruan Padri berhadapan dengan Belanda
yang kemudian berubah menjadi Perang Padri.
Kawasan Lintau dipisahkan dengan pusat Tanah Datar
oleh punggung bukit barisan dengan lembah-lembah yang
dalam. Bukit pemisah ini ialah Bukit Marapalam
dipergunakan sebagai benteng perlindungan yang sulit
ditembus dari arah Tanah Datar. Punggung bukit di
sekitar Lintau ditanam dengan kopi.

H.Mas’oed Abidin 57
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Kawasan ini merupakan pertemuan bukit yang
membentuk lereng-lereng yang mendaki. Di sela-sela
bukit ini mengalir mata air yang dapat dimanfaatkan
untuk mengairi sawah-sawah yang terletak di tengah
kebun kopi, dikelilingi oleh sawah yang subur, yang
mendatangkan kesejahteraan penduduknya.
Halaban dan Lintau semenjak lama mempunyai
hubungan dagang dengan pantai timur, di hulu Kampar
Kiri dan Kampar Kanan. Pada tahun 1813, ia membenahi
desanya, Lintau. Semenjak tahun 1820 melakukan upaya
mengawasi lalu lintas perdagangan jalur Indragiri. Sejak
itu pula ia terkenal sebagai Tuanku Lintau. Penduduk
Lintau melakukan penukaran kopi dengan barang-barang
katun dan garam. Terbukti bahwa terdapat hubungan
antara kemakmuran dengan diterimanya asas pembaruan
Islam (Protagoni).
Kedatangan serdadu Belanda ke Tanah Datar
dilaporkan kepada Tuanku Imam Bonjol oleh Tuanku
Kacik. Utusan itu menyatakan bahwa pasukan Belanda
dengan sekutunya akan menyerang Lintau.
Pasukan Belanda menyerang Bukit Marapalam,
bergerak dari Pagaruyung dengan kekuatan 8 pucuk
meriam. Pasukan ini dapat dipukul mundur sampai ke
desa Tanjung. Empat pucuk meriam dapat dirampas
hulubalang Lintau. Empat hari kemudian, Belanda
kembali mencoba menyerang Bukit Marapalam dari arah
desa Tanjung. Peristiwa ini terjadi pada 13 April 1823.
58 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pasukan hulubalang Bonjol di bawah pimpinan
Tuanku Mudo yang sedang berada di Ampek Angkek,
mendengar serangan Belanda ke Bukit Marapalam itu,
segera bergerak ke lembah Bukit Marapalam. Pasukan
Bonjol menyerang dari arah utara sehingga hulubalang
Lintau dapat menguasai medan pertempuran. Pasukan
Lintau dan hulubalang Bonjol dapat menguasai lapangan
pertempuran.
Kekalahan ketiga kalinya bagi pasukan Belanda terjadi
pada tanggal 16 April 1823 yang dikenal sebagai Hari
Keprajuritan Perlawanan Lintau. Peristiwa serangan
Belanda dan perlawanan hulubalang Lintau tercantum
pada relief Museum Perjuangan Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta. Pada serangan itu Belanda mendapat
kekalahan tiga orang perwira, 45 serdadu Belanda mati, 9
perwira luka dan 178 prajurit menderita luka. Empat
buah meriam Belanda dapat dirampas.
Pertahanan Tuanku Lintau (1813-1830) baru
ditembus pasukan Belanda melalui pengkhianatan yang
dilakukan dalam malam pekat ketika hujan turun dengan
deras.

H.Mas’oed Abidin 59
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

TUANKU NAN RENCEH ( ± 1780 - 1832)

Seorang ulama yang cerdas, murid Tuanku Nan


Tuo. Setelah menyelesaikan pendidikan di Koto Tuo, ia
kembali ke kampung halamannya, di Bansa, Kamang.
Tuanku Nan Renceh mengundangkan jihad dari Surau
Bansa, Kamang.8
Walau sebagai seorang petani, ia mampu memberikan
pelajaran dengan semangat perjuangan di suraunya. Ia
melakukan penyerangan terhadap nagari sekitarnya,
seperti Kamang, Tilatang, Padang Tarok, Ujung Guguk,
Candung, kemudian Matur dan Lima Puluh. Dengan
tubuhnya yang kurus tinggi dan pandangan mata yang
menyala ia memberi contoh bagaimana ajaran agama
ditegakkan tanpa ditawar-tawar.
Masyarakat ingin ditegakkan adalah masyarakat
muslim yang tidak mengenal menyabung ayam, minuman
keras, menghisap candu, makan sirih dan tidak meminta
doa ke kuburan dan melarang laki-laki memakai sutra dan
perhiasan emas. Siapa yang tidak taat dihukumnya.. Ia
ingin menegakkan agama di tengah masyarakat, dan
tampak pengaruh Wahabi dalam tindakannya.
Tuanku nan Renceh dapat menundukkan seluruh
daerah Kamang. Kemudian Magek, Salo, Koto Baru. Di
nagari yang mengakuinya disusun pemerintahan menurut
60 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Islam dikepalai oleh seorang imam dibantu oleh seorang
kadhi.
Berangsur-angsur Tuanku Nan Renceh menaklukkan
nagari yang keras menantangnya. Nagari itu dibakar dan
dibinasakan. Pembaruan yang dicanangkan itu akhirnya
disetujui surau-surau di Agam, antaranya tuanku nan
salapan.
Haji Miskin kemudian berunding dengan Tuanku Nan
Renceh dari Surau Bansa (1807). Tuanku Nan Renceh
bersama Haji Miskin mulai mengatur rencana pembaruan
secara menyeluruh. Mereka menghapuskan kebiasaan
buruk yang dilarang agama Islam.
Gagasan kedua orang pembaru ini untuk menerapkan
hukum perdagangan Islam melengkapi hukum adat
Minangkabau yang diterima baik oleh pedagang, baik
yang tinggal di kamang, maupun yang datang ke Kamang
Musyawarah dengan tuanku nan salapan, Tuanku
Kubu Sanang, Tuanku Kalung, Tuanku Ladang Laweh,
Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambalau, dan Tuanku
Lubuk Aur, menghasilkan kesepakatan menunjuk Tuanku
Nan Renceh sebagai pemimpin geralan pembaruan dan
mencari seorang yang berpengaruh untuk melindungi
usaha pembaruan yang akan dilakukan. Pilihan jatuh
kepada guru mereka, Tuanku Nan Tuo.
Perbedaan pendapat antara Tuanku nan Renceh
dengan Tuanku nan Tuo, tidak dapat dielakkan. Tindakan

H.Mas’oed Abidin 61
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Tuanku Nan Renceh tidak disetujui Tuanku nan Tuo
Tuanku Nan Tuo melarang Tuanku Nan Renceh dengan
beribu-ribu orang Kamang yang ingin menyerang Kurai.
Akhirnya Tuanku Nan Tuo memanggil Tuanku Nan
Renceh musyawarah menghentikan pembakaran dan
pembunuhan sesama orang Islam. Tuanku Nan Renceh
mengemukakan jihad berdasarkan fikih. Orang yang tidak
menjalankan perintah agama dapat dirampas harta dan
jiwanya.
Tuanku Nan Tuo mendasarkan pikirannya pada
tarikat, Tindakan kekerasan hanya boleh dilakukan terhadap
orang yang terang terangan menentang ajaran Islam. Akhirnya
perbedaan pendapat diselesaikan dengan sumpah disaksikan
Quran.
Di beberapa nagari, seorang ulama ditempatkan dalam
pemerintahan adat. Wadah lain hasil perjuangannya
jabatan Imam, yang pada mulanya pemimpin sembahyang
berjamaah, dan kemudian ikut memimpin pertahanan
nagari, dan Tuan Kadi, mengatur akad nikah, talak rujuk
dan pengawasan hukum dalam nagari.
Perjuangan para ulama dikoordinasi ke dalam Tuanku
nan Salapan yang terdiri dari :
1. Tuanku nan Renceh dari Kamang
2. Tuanku Kubu Sanang
3. Tuanku Ladang Laweh di Banuhampu

62 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
4. Tuanku Padang Luar
5. Tuanku Galung di Sungai Puar
6. Tuanku Koto Ambalau
7. Tuanku Lubuk Aur
8. Tuanku Pamansiangan nan Mudo di Mansiangan
Munculnya kelompok militan bukan ide pembaruan
yang dikembangkan. Tatkala kelompok ini ingin
melaksanakan aksinya, mereka menghadap orang arif di
Koto Tuo lebih dahulu. Pengaruhnya atas masyarakat luas
merupakan faktor penentu. Apalagi sebagian besar para
ulama itu pernah menjadi murid ulama besar ini. Pada
awal gerakan pembaruan ini dibina atas hubungan
pemimpin kharismatik dengan pengikutnya. Inilah yang
disebut hubungan guru murid.
Usulan Tuanku Nan Renceh beserta kelompoknya
untuk melaksanakan aksi gerakan dengan kekerasan
tidak dapat diterima Tuanku nan Tuo. Beliau sependapat
dengan gagasan untuk terus menegakkan prinsip-prinsip
ajaran Islam yang murni.
Dalam segala hal, Tuanku nan Tuo menyediakan diri
dan mencurahkan tenaganya guna pembaruan, seperti
telah dilaksanakannya jauh sebelumnya. Tetapi ia
berbeda pendapat mengenai cara mencapai tujuan.
Maka dinasehatkannya agar mereka menempuh jalan
yang lebih lunak untuk menghindarkan kerugian yang

H.Mas’oed Abidin 63
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
tidak diperlukan. Dalam pengambilan keputusan mereka
menemukan jalan bersimpang dua. Tuanku nan Tuo
beserta murid-muridnya yang setia, tetap melaksanakan
pembaruan dengan cara lunak.
Sedangkan Tuanku nan Renceh dengan kelompoknya
mengambil jalan kekerasan. Ternyata, Tuanku nan
Renceh pula yang memikul beban langkah pertama untuk
melaksanakan perubahan itu. Ia memulai gerakan di
kampung halamannya.
Pergolakan-pergolakan umum segera menyebar ke
nagari-nagari di seluruh Minangkabau. Tuanku nan
Renceh mengemukakan jihad berdasarkan fikih. Orang
yang tidak menjalankan perintah agama dapat dirampas
jiwa dan hartanya.
Tuanku nan Tuo mendasarkan fikirannya menurut
ajaran tarikat. Tindakan kekerasan hanya boleh dilakukan
terhadap orang yang terang terangan menentang ajaran
Islam. Akhirnya perbedaan pendapat diselesaikan dengan
sumpah disaksikan Quran. Namun demikian kelompok
Tuanku nan Renceh meminta Tuanku Pamansiangan nan
Mudo sebagai penasihat mereka.
Serangan Belanda, untuk menguasai perdagangan kopi
dan kulit manis dari Kamang, di Koto Baru dan Kapau
mendapat perlawanan yang gigih dari hulubalang Tuanku
nan Renceh.

64 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Banyak korban yang berjatuhan di pihak Belanda
sehingga dipaksa mundur ke Bukittinggi. Beberapa pucuk
meriam Belanda dapat direbut di Kapau. Serangan-
serangan Belanda merupakan pengalaman baru rakyat
Minangkabau berhadapan dengan penguasa bangsa asing.
Perlawanan semesta dengan menggunakan parit dan
rintangan alam seperti bukit, lembah dan gunung.
Sentot, seorang bekas pemimpin pasukan Diponegoro
yang dikirim Belanda ke Minangkabau bersama 300 orang
pasukannya.(1829). Pasukan Raden Noto Prawiro dan T.
Prawiro Sabiro menyerang kedudukan Tuanku Nan
Renceh. Dalam pertempuran itu, Tuanku nan Renceh
menghembuskan nafas penghabisan (Juni 1832).
Namun Raden Noto Prawiro dan Sabiro melihat
masyarakat Kamang yang Islami dan keberanian
hulubalang Tuanku nan Renceh di Kamang berjuang
seperti dilakukannya bersama Diponegoro dulunya.

H.Mas’oed Abidin 65
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI

Tuanku Imam Bonjol (1772 - 1854)

Seorang tokoh gerakan pembaru Islam, dan seorang


pemimpin Padri yang berhasil mengembangkan
perdagangan di pantai barat, pantai timur sampai ke
Tapanuli Selatan. Ia juga seorang ahli benteng yang
terkenal dengan nama Bonjol di Minangkabau. Nama
kecilnya Muhammad Syahab. Keluarganya berasal dari
batas Rimbang, Agam.
Sebagai pendatang di Tanjung Bungo, Alahan Panjang,
dua orang bersaudara, Syekh Usman dan Hamatun
diterima sebagai anak kemenakan dengan “mengisi adat”
pada salah seorang Rajo Ampek Selo Alahan Panjang,
Datuk Sati, di Ganggo Hilir.
Kaumnya diizinkan pula mengangkat Syekh Usman
sebagai penghulu kaum Koto, bergelar Datuk Sajatinyo.
Hamatun, adiknya dikawinkan dengan Khatib
Bayanuddin, seorang guru agama berasal dari Kampung
Batas Rimbang, Palupuh Kabupaten Agam. Mereka
menetap di Tanjung Bungo.
Dari perkawinannya, mereka dikaruniai tiga orang
putri, Sinik, Santun dan Halimatun dan seorang anak laki-
laki bernama Muhammad Sahab, yang kemudian terkenal
dengan nama Tuanku Imam Bonjol. Muhammad Sahab
dilahirkan di kampung Tanjung Bungo pada tahun 1772.
66 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada usia 7 tahun, ia belajar mengaji al Quran di
Kampung bakonya di Batas Rimbang, Luhak Agam. Pada
tahun 1792 -1800, belajar pengetahuan agama di Surau
Tuanku Bandaro di Padang Laweh. Tuanku Bandaro
adalah seorang murid Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo,
Ampek Angkek. Semenjak tahun 1802, Muhammad
Syahab menjadi guru tuo (pembantu) di surau gurunya
dengan bergelar Malin Basa.
Pada tahun 1805, selama tiga bulan, Tuanku Datuk
Bandaro bersama Malin Basa belajar ke Surau Bansa di
Kamang. Mereka mengenal langsung pembaruan agama
Islam yang dicetuskan oleh Tuanku Nan Renceh bersama
Tuanku Haji Miskin.
Dari Tuanku Nan Renceh, ia mendapat pengetahuan
memajukan kesejahteraan masyarakat dengan
melindungi pedagang dan mempergunakan bedil yang
diperdapatnya dari Tuanku Sumanik.
Dari Tuanku Haji Miskin, mereka mendapat dasar
pengetahuan fikih tentang hak warisan dan hukum
perdagangan.
Sebagai salah seorang murid Tuanku Nan Tuo, Datuk
Bandaro bersama Malin Basa memperkenalkan
pembaruan berdasarkan hukum Islam yang mengatur hak
masyarakat dalam perdagangan dan warisan. Datuk
Bandaro mempergunakan wibawanya mengumpulkan
seluruh rakyatnya untuk melaksanakan pembaruan itu.
Semenjak itu, Malin Basa bergelar Peto Syarif.
H.Mas’oed Abidin 67
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1807, Peto Syarif dan pengikutnya
pindah dan mendirikan Koto di bawah Bukik Tajadi yang
kemudian bernama Bonjol (1807). Ia diangkat oleh Nyiak
Angku menjadi Tuanku Imam. Bonjol dipimpin oleh
Tuanku nan Barampek yangdipimpin oleh Tuanku Imam
dan diresmikan oleh sebagai pemimpin pembaruan Islam
oleh rombongan dari Kamang (1808).
Tuanku Nan Gapuk dan Tuanku Nan Hitam
ditugaskan belajar silat ke Tuanku Andaleh di
Palembayan. Keduanya menjadi pelatih hulubalang
Bonjol. Tuanku Nan Hitam sebagai Tuanku Kadi
memimpin hukum Islam. Hulubalang dipimpin pangka
tuo, di bawah pimpinan Tuanku Mudo.
Tuanku Imam Bonjol berusaha mengamankan jalan
perdagangan di pantai barat dan pantai timur Sumatra
dengan bantuan hulubalang. Pembaruan sejalan dengan
perlindungan pedagang dari Kumpulan terus ke Sasak dan
Tiagan.
Peto Magek, mantu Yang Dipertuan Parik Batu,
seorang pedagang kaya, memasok keperluan Bonjol
dengan meriam Inggeris. Pembaruan Islam berlanjut ke
Suliki, Mahek, terus ke Kuok, Bangkinang dan Salo.
Di tiap-tiap nagari-nagari ditanam imam khatib dan
kadi. Tuanku Imam meresmikan Pakih Muhammad
menjadi Imam Besar bergelar *Tuanku Rao berkedudukan
di Padang Mattinggi, Rao.

68 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Bersama Tuanku Mudo, Tuanku Rao mengamankan
jalan dagang menuju Sosa dan Barumun di pantai timur,
dan mengangkat menantu Tuanku Rao sebagai Tuanku
Barumun. Tuanku Gadubang dari Huta Na Godang
menyebarkan pembaruan Islam di Tapanuli Selatan.
Bonjol menjadi pusat pembaruan Islam dan
perdagangan di Minangkabau. Banyak harta rampasan
dibawa ke Bonjol dan perilaku hulubalang banyak yang
tidak dsenangi masyarakat. Tuanku Imam Bonjol
berundang dengan Tuanku Rao, Tuanku Barumum dan
Tuanku Kadi untuk mencari hukum ke sumber asli, di
Mekah dan di Madinah. Mereka sepakat mengirim anak
kemenakan dipimpin oleh Tuanku Barumun.(1811).
Kembali dari Mekah, Tuanku Imam Bonjol mengakui
kesalahan dengan menyatakan bahwa kesalahan harus
diperbaiki. Penyelesaian adat dikembalikan kepada Basa
dan penghulu, dan urusan agama diselesaikan oleh alim
ulama. Semenjak itu berlaku adat basandi syarak (1813)
dan berlaku di Minangkabau, Agam, Tanah Datar dan
Negeri Danau. Segala harta rampasan (ghanimah)
dikembalikan kepada pemiliknya.
Selama 25 tahun, Imam Bonjol menjadi basis gerakan
pembaruan berdasarkan ajaran adat dan syarak. Selama
itu pula perdagangan Minangkabau berjalan dengan baik.
Amerika dan Inggeris menjadi langganan komoditi
pertanian Minangkabau, seperti kopi, lada, dan kulit
manis.

H.Mas’oed Abidin 69
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Pada tahun 1820, Tuanku Nan Renceh meninggal
dunia dan kepemimpinan pindah kepada Tuanku Imam
Bonjol.
Pengaruh kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol makin
terasa di seluruh Minangkabau sampai ke Tapanuli.
Ketika Belanda memasuki pedalaman Minangkabau
pada tahun 1821 berkali-kali hulubalang Bonjol dibantu
hulubalang Rao-Mandahiling menyerang kedudukan
Belanda di Agam dan Tanah Datar.
Pandai Sikek direbut kembali (1825) dan Tuanku
Pamansiangan kembali dari Bonjol. Kurai dibakar karena
Belanda mendirikan Fort de Kock.
Ampek Angkek diduduki karena Belanda mendirikan
benteng di Gedung Batu, di Koto Tuo Ampek. Serangan ke
Lintau dapat dipatahkan atas bantuan hulubalang Bonjol
di bawah pimpinan Tuanku Mudo (16 April 1823).
Tuanku Imam Bonjol mengungsi ke Lubuk Sikaping,
karena Rajo Ampek Selo, Datuk Bandaro dengan Datuk
Sati tidak sependapat atas permintaan Belanda untuk
menyerahkan Bonjol (1832).
Alangkah tercengangnya Tuanku Imam Bonjol, ketika
Tuanku Nan Cadiak dari Nareh menjadi juru bicara
perdamaian Belanda dengan Tuanku Imam Bonjol.
Kepemimpinan Bonjol diserahkannya kepada Tuanku
Mudo atas permintaan Elout.

70 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Serangan serentak atas kedudukan Belanda (11
Januari 1833) di Minangkaau terjadi karena Sikap Tuanku
Imam yang mencintai persatuan dan musyawarah,
meyakinkan pemimpin-pemimpin Minangkabau, seperti
Sultan Bagagarsyah, Sentot Prawirodirjo, Tuanku Nan
Cadiak dari Naras dan masyarakat Minangkabau.
Serangan balik Belanda dapat ditahan atas kepercayaan
Tuanku Imam, bahwa setiap nagari mempertahankan
nagarinya masing-masing.
Kepercaayaan itu masih tetap dipertahankan oleh
Tuanku Imam di saat perang mati-matian di lembah
Alahan Panjang (1835 -1837). Berbagai bantuan mengalir
dari seluruh Minangkabau, seperti mensiu, bahan kain,
dan tenaga perang. Dengan dorongan agar teruskan
melawan Belanda.
Di tengah perang itulah datang surat Residen Francis
agar Tuanku Imam menyerah. Surat itu dibicarakan
dengan seluruh penghulu di Alahan Panjang. Semua
penghulu menolak dan bertekad membantu Tuanku
Imam. Tuanku Imam bersama keluarganya diantarkan
penghuku ke pengungsiannya di Koto Marapak dan Bukit
Gadang. Atas musyawarah penghulu, Sultan Caniago dan
*Bagindo Tan Labih diutus sebagai wakil Tuanku Imam
berunding dengan Residen Belanda, Arbacht, ke Bukit
Tinggi. Setelah berjuang selama 15 tahun, Tuanku Imam
ditangkap 28 Oktober 1837,Tuanku Imam dengan alasan
diajak berunding.

H.Mas’oed Abidin 71
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Ia diasingkan semula ke Cianjur (20 Januari 1938)
bersama Bagindo Tan Labih, semenda dan dubalang,
Sutan Saidi anaknya dari Padang Laweh, dan si Gelek,
tukang meriam Sentot yang setia padanya. Ia dipindahkan
ke Manado, Koka, dan terakhir di Lota Pineleng, 9 km dari
Manado.
Imam Bonjol meninggalkan dunia pada 17 November
1854 di Lotak, dan baru disiarkan 10 tahun kemudian,
sehingga kematiannya tercatat pada tahun 1864. Sebelum
meninggal dunia, ia membeli sebidang tanah di Koka dari
seorang Bwlanda bernama Agisir.
Tanah itu diberikan untuk mahar perkawinan Bagindo
Tan Labih dengan Watok Pantaow. Sampai sekarang,
tanah kalekeran menjadi simbol pemersatu keluarga
Baginda di Sulawesi.
Tuanku Imam Bonjol diakui sebagai pahalawan dalam
perjuangan pembaruan masyarakat berdasarkan syariat
Islam dan menentang kolonialisme Belanda. Namanya
terkenal sebagai ahli pembangunan benteng dan strategi
perang rakyat semesta. Ia diangkat sebagai pahlawan
nasional dengan Surat keputusan Presiden No. 087/TK, 6
Novembember 1973.

72 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tuanku Rao ( ……- 1830)

Murid Tuanku Imam yang terkenal bergelar Fakih


Muhammad, seorang pemuda yang berasal dari Padang
Mattinggi, Rao (Naskah Tuanku Imam Bonjol, tulisan Naali
Sutan Caniago ). Ayahnya berasal dari Huta na Godang.
Dalam tradisi Batak, Tuanku Rao adalah kemenakan
dari Singamaraja X yang menguasai daerah Bangkara
Toba. Nama kecilnya Pongki na Ngolngolan Ia belajar di
Koto Tuo sampai mencapai gelar Fakih Muhammad.
Kemudian ia belajar di Bonjol dengan Tuanku Imam.
Setelah menyelesaikan pengajiannya di Bonjol, Fakih
Muhammad diiringkan oleh Tuanku Nan Barampek
berangkat ke Rao. Kedatangan rombongan mulanya
disambut dengan perang. Kemudian orang Rao dapat
dikejar sampai ke Langsek Kodok. Dalam peperangan ini
Rajo Dubalang Rao kena tembak, sehingga mereka
berdamai.
Yang Pituan Padang Unang berjanji akan menjalankan
hukum syarak di nagari Rao dan akan menanam imam
dan khatib. Tuanku nan Barampek dijemput Datuk
Manjunjung Alam dari Padang Mattinggi untuk
meresmikan Pakih Muhammad menjadi Imam Besar di
nagari Rao dan bergelar Tuanku Rao yang disetujui Yang
Dipertuan Padang Nunang dan penghulu Nan Lima Belas.

H.Mas’oed Abidin 73
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Semenjak itu Fakih Muhammad lebih dikenal sebagai
Tuanku Rao. Ia dibantu kemenakannya, Bagindo Suman,
sebagai kepala hulubalang.
Selama Perang Agama (1807 -1812) di Bonjol, Tuanku
Rao ikut membantu Tuanku Imam Bonjol bersama
Tuanku Mudo dan hulubalang meluaskan pembaruan ke
daerah sekitarnya Rao sampai ke Rambah Kapanuhan dan
ke Rokan, sehingga jalan dagang terbuka melalui
Barumum.
Gerakan pembaruan ke kawasan Mandahiling Julu dan
Mandahiling Godang semenjak tahun 1820 dapat diawasi
Tuanku Rao dibantu oleh Raja Alam Pakantan dan Tuanku
Natal. Daerah ini menghasilkan emas dan penduduknya
berdagang melalui pelabuhan Natal.
Gerakan pembaruan ke timur menuju Rokan
dilanjutkan sampai ke Barumun, Rambah Kapanuhan,
Kota Pinang dan Tanah Tumbuh. oleh Tuanku Tambusai,
menantu Tuanku Rao, sehingga kawasan Batang Barumun
dan Sosa, daerah penghasil emas dan jalur perdagang ke
Kota Pinang dan Pedir dapat diawasi oleh Tuanku
Tambusai.
Tuanku Rao bersama hulubalang Tuanku Imam
meluaskan pembaruan ke negeri Mahek, Kuok,
Bangkinang sampai Salo dan Air Tiris. Di tempat itu
disusun pemerintahan agama seperti menanam imam,
khatib dan kadhi.

74 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dua orang utusan Tuanku Natal, Tuanku Di Danau Air
dan Tuanku Diukur melaporkannya kepada Tuanku Imam
Bonjol. Untuk menghadapinya, Tuanku Imam menugaskan
Tuanku Rao dan Bagindo Suman membantu Tuanku Natal
menyerang kedudukan Belanda. Pertempuran ini mendapat
bantuan kapal-kapal Trumon dari Aceh.
Pelabuhan Natal dikepung 10.000 orang pasukan Rao
Mandahiling selama 12 hari. Pasukan Rao dipimpinan Bagindo
Suman menarik diri setelah perahu Saidi Marah kena tembakan
kapal Nakhoda Langkap, sekutu Belanda.
Ketika serangan ke Air Bangis, Tuanku Rao meninggal
dunia (1830).

TUANKU NAN CADIAK (…..-1851)

Semenjak dahulu, Naras merupakan jalan niaga dan


jalan agama tradisional dalam pengembangan surau di
Minangkabau.. Tuanku Nan Cadiak, Kampuang Dalam,
H.Mas’oed Abidin 75
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dikenal sebagai Bagindo Maganti. Tuanku Nan Cadiak
sangat disenangi karena selalu melindungi rakyat yang
membuat garam di daerah pantai.
Di Kampung Dalam, di daerah Naras ia dikenal
bergelar Bagindo Maganti. Setelah memimpin surau di
Kampung Dalam, ia dipanggil muridnya Tuanku Nan
Cadiak. Di kalangan rakyat Naras dan Tujuh Koto, ia
seorang ulama yang disegani, karena selalu menjadi
pelindung rakyat yang membuat garam di daerah pantai
di daerahnya.. Berkali-kali Belanda menyerang rakyat
Naras dan melarang membuat garam, selalu
dipertahankan Tuanku Nan Cadiak sebagai pelindung
pedagang di daerah pantai..
Pada tahun 1814, Raja Dihulu atau Rajo Nando, mamak
Tuanku Nan Cadiak, meninggal dunia. Rajo Nando tidak
mempunyai anak laki-laki yang akan menggantikannya.
Tuanku Dihilir di Pariaman, Amar Bangso Dirajo, lebih
senang apabila Bagindo Molek diangkat menjadi Raja
manggung, daerah yang berbatasan dengan Pariaman.
Rakyat Naras dan penduduk Agam yang membawa
barang melalui Malalak terus ke Agam dan Pandai Sikek
dan Koto Laweh. Ia juga menjadi pelindung fakih dan
malin yang belajar di derah pantai, seperti Ampalu Tinggi
dan Ulakan. Naras semenjak dahulu merupakan jalan
niaga dan jalan agama tradisional dalam pengembangan
surau di Minangkabau.. Tuanku Nan Cadiak adalah orang
yang cerdas dan berhasil mengembalikan daerah
76 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Manggung menjadi pusat perdagangan dan pembaruan
agama di daerah pantai, sekitar Pariaman..
Elout, Residen Belanda untuk Sumatra's Westkust,
mengirim surat kepada Tuanku Nan Cadiak, Tuanku Limo
Koto Kampung Dalam dan Tuanku Tujuh Koto,
menganjurkan mereka menyerah kepada Belanda,
dengan perantaraan In't Veld, seorang saudagar di
Pariaman. Dikatakannya, segala 'kesalahan'yang
dilakukan selama ini, akan dimaafkan.
Tuanku Nan Cadiak membalas surat Elout itu yang
bunyinya, dengan senang hati ia membaca surat itu dan
minta maaf ia tak bisa datang ke Pariaman, karena terlalu
sibuk mengerjakan benteng.
Tuanku Nan Cadiak mengundang In"t Velt dan akan
menerima Veld di Naras sambil melihat-lihat pertahanan
kampung yang telah diperkuat parit dan pertahanan
meriam. Surat yang sama yang dikirim kepada Tuanku
Limo Koto. Tuanku Limo Koto menjawab, bahwa ia akan
menyerah, bila Tuanku Nan Cadiak telah menyerah diri.
Jawaban yang keras datang dari Tuanku Tujuh Koto
menyatakan tidak akan datang kepada Anda, tetapi
apabila orang Eropah mau datang, akan kami nanti
karena kami merasa puas dengan pemerintah dan
pemimpin kami. Sawah kami subur dan hasilnya
mencukupi untuk keperluan kami.

H.Mas’oed Abidin 77
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Sejak semula Belanda ingin menguasai komoditi
perdagangan dari Minangkabau. Untuk itu, Belanda
berusaha menguasai pelabuhan-pelabuhan di pantai
barat, seperti Naras, Tiagan dan Air Bangis. Dengan
menguasai ketiga pelabuhan itu, Belanda beranggapan
akan dapat menguasai komoditi Sumatera Barat yang
sangat menguntungkannya. Usaha itu terlihat dari
beberapa kegiatan pasukan Belanda untuk menguasai
pelabuhan Naras, kunci jalan dagang dari Agam melalui
Malalak.
Tiagan dan Sasak di utara Tiku, suatu pelabuhan yang
dilindungi bukit-bukit sebagai saluran komoditi dari
daerah Kinali dan Bonjol. Demikian juga halnya dengan
Air Bangis, pintu perdagangan dari Rao dan sekitarnya
yang kaya dengan komoditi emas.
Pasukan Bonjol bergerak ke pantai untuk memutuskan
hubungan antara pedalaman dengan daerah pantai. Dua
buah meriam yang direbut di Air Bangis, diserahkan
kepada Tuanku Nan Cadiak. Bantuan itu menambah
semangat Tuanku Nan Cadiak menentang kekuasaan
Belanda.
Pertarungan hebat terjadi antara pasukan Belanda
yang menyerang kubu pertahanan Tuanku Nan Cadiak
yang terjadi selama bulan Desember 1830. Pasukan
Bonjol membantu Tuanku Nan Cadiak setelah
mengundurkan diri ke Manggopoh.

78 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pada tahun 1831, pasukan Belanda mencoba
menyerang Naras dan Tujuh Koto di bawah pimpinan
Jendral Michiels. Naras, sebuah kampung yang bagus
terbakar oleh serangan meriam Belanda. Tuanku Nan
Cadiak dan pengikutnya ingin mengungsi ke Bonjol
melalui Danau Maninjau. Pada waktu pasukan Belanda
mengejarnya rombongan Tuanku Nan Cadiak. Ibu, isteri
dan putri Tuanku Nan Cadiak mati terbunuh. Kepala
isterinya dipancung dan dipertontonkan kepada rakyat di
Pariaman. Belanda mengumumkan akan memberi hadiah
kepada orang yang dapat menangkap Tuanku Nan Cadiak.
Dua orang putri Tuanku Nan Cadiak disandra Elout
sehingga memaksanya menyerah kepada Belanda.
Setelah menyerah kepada Belanda, Tuanku Nan Cadiak
datang ke Bonjol sebagai juru bicara Belanda pada tahun
1832. Tuanku Imam sangat kecewa ketika Tuanku Nan
Cadiak datang sebagai juru bicara Belanda..
Beberapa bulan setelah Tuanku Imam Bonjol
menyerah pada akhir tahun 1832, Tuanku Imam Bonjol
berhasil mengadakan Kesepakatan Tandikek, hanya
beberapa ratus meter dari pasukan Belanda di Bonjol.
Pertemuan itu merundingan untuk melakukan
serangan serentak kepada setiap pos Belanda di seluruh
Minangkabau. Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku
Pamansiangan dan penghulu Lawang Tanah Duo Baleh
(Palembayan), negeri Danau (Maninjau), Lubuk Sikaping
dan Sipisang sepakat dengan orang Alahan Panjang

H.Mas’oed Abidin 79
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
melancarkan serangan serentak terhadap setiap pos
Belanda pada tanggal 11 Januari 1833.
Tuanku Imam dapat pula mempertemukan kedua
pemimpin, Bagarsyah, raja Pagaruyung dan Sentot Ali
Basyah. Tuanku Imam mengharapkan Sentot bersedia
menjadi Sultan di Minangkabau. Pada saat lebaran Sentot
bersama isterinya datang ke Pagaruyung. Sebagai seorang
Islam, dia ingin berlebaran dan membayarkan zakat
fitrahnya di Pagaruyung.
Di saat lewat pada penjagaan pos Belanda di benteng
Fot van der Cappelen. Sentot Prawirodirjo yang dipanggil
masyarakat Minangkabau dengan Sentot Alibasya
mwenegur mereka dengan sindiran, Bagagarsyah dan
semua penghulu di Pagaruyung berjanji di bawah sumpah
setia (bai'at) pada Sentot bahwa mereka akan
mempertahankan agama dan negeri dari serangan
Belanda.
Elout sebagai Residen Sumatra's West kust melapor
kepada atasannya Gubernur Jendral di Batavia, bahwa
Minangkabau telah aman dan siap untuk melakukan
tanaman paksa kopi.
Ternyata seluruh Minangkabau melakukan serangan
serentak, sehingga Elout, Residen Belanda, merasa
dikhianati oleh Sentot. Belanda menangkap para penghulu
dan pejuang di Guguk Sigandang. Kemudian Sentot Ali
Basyah dan membuangnya ke Benghulu, Bagagarsyah
Yang Dipertuan Kerajaan Pagaruyung dibuang ke Betawi
80 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dan meninggal dunia pada tahun 18… dan dikuburkan di
Mangga Dua.
Tuanku Nan Cadiak dari Naras dikirim ke Batavia
kemudian disekap dalam penjara di bawah tanah di
Taman Fatahilah. Kemudian dibuang ke Cerebon dan
meninggal dunia pada tahun 1851.

H.Mas’oed Abidin 81
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
SURAU INYIK DJAMBEK
WARISAN GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM
MATA RANTAI GERAKAN PADERI DI MINANGKABAU

Pada awal abad ke-20, di Sumatera Barat ditandai


dengan periode yang penuh pergolakan sosial dan
intelektual. Berpuluh-puluh buku polemik, baik dalam
bahasa Arab maupun bahasa Melayu mulai banyak
diterbitkan, dan berbagai majalah, surat kabar yang
mewartakan hal-hal yang berupa pergolakan pemikiran,
dan aliran-aliran dalam pemahaman mazhab dalam
syari’at Islam, mulai banyak bermunculan, dan
pengamalan dalam adat sesuI panduan syarak, agama
Islam sangat ramai dibicarakan.
Salah seorang pelopor gerakan pembaruan di
Minangkabau yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari
Mekah pada awal abad ke-20 adalah Syekh Ahmad
Khatib EL Minangkabawy (1855).1
Syekh Ahmad Khatib adalah turunan dari seorang
hakim golongan Padri yang “benar-benar” anti penjajahan
Belanda. Ia dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1855 oleh
ibu bernama Limbak Urai.

1
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta,
LP3ES, 1980, hal.38

82 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Limbak Urai adalah saudara dari Muhammad Shaleh
Datuk Bagindo, Laras, Kepala Nagari Ampek Angkek yang
berasal dari Koto Tuo Balaigurah, Kecamatan Ampek
Angkek Candung. Ayahnya adalah Abdullatief Khatib
Nagari, saudara dari Datuk Rangkayo Mangkuto, Laras,
Kepala Nagari Kotogadang, Kecamatan IV Koto, di
seberang ngarai Bukittinggi.
Baik dari pihak ibu ataupun pihak ayahnya, Ahmad
Khatib adalah anak terpandang, dari kalangan keluarga
yang mempunyai latar belakang agama dan adat yang
kuat, anak dan kemenakan dari dua orang tuanku Laras
dari Ampek Koto dan Ampek Angkek. Ditenggarai, bahwa
ayah dan ibu Ahmad Khatib dipertemukan dalam
pernikahan berbeda nagari ini, karena sama-sama
memiliki kedudukan yang tinggi dalam adat, dari keluarga
tuanku laras, dan latar belakang pejuang Paderi, dari
keluarga Pakih Saghir dan Tuanku nan Tuo.
Sejak kecilnya Ahmad Khatib mendapat pendidikan
pada sekolah rendah yang didirikan Belanda di kota
kelahirannya. Ia meninggalkan kampung halamannya
pergi ke Mekah pada tahun 1871 dibawa oleh ayahnya.
Sampai dia menamatkan pendidikan, dan menikah pada
1879 dengan seorang putri Mekah Siti Khadijah, anak dari
Syekh Shaleh al-Kurdi, maka Syekh Ahmad Khatib mulai
mengajar dikediamannya di Mekah tidak pernah kembali
ke daerah asalnya.

H.Mas’oed Abidin 83
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Ahmad Khatib, mencapai derajat kedudukan
yang tertinggi dalam mengajarkan agama sebagai imam
dari Mazhab Syafei di Masjidil Haram, di Mekah. Sebagai
imam dari Mazhab Syafe’i, ia tidak melarang murid-
muridnya untuk mempelajari tulisan Muhammad Abduh,
seorang pembaru dalam pemikiran Islam di Mesir.
Syekh Ahmad Khatib sangat terkenal dalam menolak
dua macam kebiasaan di Minangkabau, yakni peraturan-
peraturan adat tentang warisan dan tarekat
Naqsyahbandiyah yang dipraktekkan pada masa itu.
Kedua masalah itu terus menerus dibahasnya, diluruskan
dan yang tidak sejalan dengan syari’at Islam ditentangnya.
Pemahaman dan pendalaman dari Syekh Ahmad
Khatib el Minangkabawy ini, kemudian dilanjutkan oleh
gerakan pembaruan di Minangkabau, melalui tabligh,
diskusi, dan muzakarah ulama dan zu’ama, penerbitan
brosur dan surat-kabar pergerakan, pendirian sekolah-
sekolah seperti madrasah-madrasah Sumatera Thawalib,
dan Diniyah Puteri, sampai ke nagari-nagari di
Minangkabau, sehingga menjadi pelopor pergerakan
merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam beberapa karya Ahmad Khatib menunjukkan
bahwa barang siapa masih mematuhi lembaga-lembaga
“kafir”, adalah kafir dan akan masuk neraka. Kemudian,
semua harta benda yang diperoleh menurut hukum waris
kepada kemenakan, menurut pendapat Ahmad Khatib
harus dianggap sebagai harta rampasan.
84 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan Ahmad
Khatib memicu pembaruan pemikiran Islam di
Minangkabau. Di pihak lain perlawanan yang berarti
terhadap pemikiran Ahmad Khatib datang dari kalangan
Islam tradisi yang adakalanya disebut kaum tua.
Kecamannya mengenai tarekat, telah dijawab oleh
Syekh Muhamamad Saat bin Tanta’ dari Mungkar dan
Syekh Khatib Ali di Padang jang menerbitkan beberapa
tulisan tentang itu.
Kecamannya dalam harta warisan, menumbuhkan
kesadaran banyak orang Minangkabau memahami, bahwa
tidak dapat disesuaikan hukum waris matrilineal dengan
hukum agama.
Di antara guru agama banyak juga yang tidak dapat
menyetujui pendirian Ahmad Khatib, yang dianggap tidak
kenal damai. Walaupun pikiran-pikiran itu mendapat
tantangan dari kaum adat, maupun muridnya yang tidak
menyetujui pemikiran demikian, namun perbedaan
pendapat ini telah melahirkan hasrat untuk lebih
berkembang, menghidupkan kembali kesadaran untuk
pengenalan kembali diri sendiri, yaitu kesadaran untuk
meninggalkan keterbelakangan.
Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawy menyebarkan
pikiran-pikirannya dari Mekah melalui tulisan-tulisannya
di majalah atau buku-buku agama Islam, dan melalui
murid-murid yang belajar kepadanya.

H.Mas’oed Abidin 85
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Dengan cara itu, beliau memelihara hubungan dengan
daerah asalnya Minangkabau, melalui murid-muridnya
yang menunaikan ibadah haji ke Mekah, dan yang belajar
padanya. Mereka inilah kemudian menjadi guru di daerah
asalnya masing-masing.
Ulama zuama bekas murid Ahmad Khatib, mulai
mengetengahkan pemikiran, manakala Islam bermaksud
tetap memuaskan pengikutnya, maka harus terjadi suatu
pembaruan. Setiap periode dalam sejarah peradaban
manusia, melahirkan pembaruan pemikiran agama yang
bertujuan memperbaiki pola penghidupan umatnya. Cita-
cita itu ditemukan kembali dalam agama.
Cara berpikir seorang beragama Islam bertolak dari
anggapan keyakinan, bahwa Islam itu tidak mungkin
memusuhi kebudayaan. Dengan kemajuan cara berpikir
orang berusaha menemukan kembali cita-citanya dalam
Islam. Timbul pertanyaan, apakah di dalam Islam ada
unsur yang menyangkut kepada cita-cita persamaan,
kebangsaan, hasrat untuk maju dan rasionalisme.

86 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Keunggulan dari Syekh Ahmad Khatib dalam
memberikan pelajaran kepada muridnya, selalu
menghindari sikap taqlid. Salah seorang dari muridnya,
yakni H.Abdullah Ahmad, yang kemudian menjadi salah
seorang di antara para ulama dan zuama, pemimpin kaum
pembaru di Minangkabau, pendiri Sumatera Thawalib,
yang berawal dari pengajian di Masjid Zuama, Jembatan
Besi, Padangpanjang, dan kemudian mendirikan pula
Persatuan Guru Agama Islam (PGAI), di Jati, Padang, telah
mengembangkan ajaran gurunya melalui pendidikan dan
pencerahan tradisi ilmu dan mendorong pula para
muridnya untuk mempergunakan akal yang
sesungguhnya adalah kurnia Allah.
Jika kepercayaan hanya tumbuh semata-mata karena
penerimaan atas wibawa guru semata, maka kepercayaan
itu tidak ada harganya, dan itulah yang membuka pintu
taqlid. Peperangan melawan penjajahan asing tidak
semata-mata dengan menggunakan senjata, bedil dan
kelewang, tetapi pencerdasan anak kemenakan dengan
memberikan senjata tradisi ilmu.

H.Mas’oed Abidin 87
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Murid-muridnya kemudian menjadi penggerak
pembaruan pemikiran Islam di Minangkabau, seperti
Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860 – 1947)2,
Haji Abdul Karim Amarullah (1879-1945) 3, dan Haji
Abdullah Ahmad (1878 – 1933)4.

Syekh Taher Djalaluddin (1869-1956)

Seorang pembaru lainnya adalah Syekh Taher

Djalaluddin (1869-1956), pada masa mudanya dipanggil

2 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 ,


anak dari Muhammad Saleh Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai.
Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek meninggal tahun
1947 di Bukittinggi.

3
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak
seorang ulama Syekh Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada
1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun. Sekembali dari Mekah,
diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara
murid-muridnya termasuk Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi
seorang pendukung terpenting dari pembaruan pemikiran Islam di
Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
4
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak
dari Haji Ahmad, seorang ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari
Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot Ali Basyah.
88 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Muhammad Taher bin Syekh Muhamad, lahir di Ampek

Angkek, Bukittinggi, tahun 1869, anak dari Syekh

Cangking, cucu dari Faqih Saghir yang bergelar Syekh

Djalaluddin Ahmad Tuanku Sami’, pelopor kembali ke

ajaran syariat bersama Tuanku Nan Tuo.

Syekh Taher Djalaluddin adalah saudara sepupu dari

Ahmad Khatib Al Minangkabawy, karena ibunya adik

beradik. Syekh Taher Djalaluddin, berangkat ke Mekah

1880, dan menuntut ilmu selama 15 tahun, kemudian

meneruskan ke Al Azhar, di Mesir (1895-1898), dan

kembali ke Mekah mengajar sampai tahun 1900.

Beliau sangat ahli di bidang ilmu falak, dan tempat

berguru Syekh Muhammad Djamil Djambek. Mulai tahun

1900 itu, Syekh Taher Djalaluddin menetap di Malaya,

pernah diangkat menjadi Mufti Kerajaan Perak. Eratnya

hubungan Syekh Taher Djalaluddin dengan perguruan

tinggi Al-Azhar di Kairo, dia tambahkan al-Azhari di

belakang namanya.

H.Mas’oed Abidin 89
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Syekh Taher Djalaluddin merupakan seorang tertua

sebagai pelopor dari ajaran Ahmad Khatib di

Minangkabau dan tanah Melayu. Bahkan ia juga dianggap

sebagai guru oleh kalangan pembaru di Minangkabau.

Pengaruh Syekh Taher Djalaluddin tersebar pada murid-

muridnya melalui majalah Al-Imam dan melalui sekolah

yang didirikannya di Singapura bersama Raja Ali Haji bin

Ahmad pada tahun 1908. Sekolah ini bernama Al-Iqbal

al-Islamiyah, yang menjadi model Sekolah Adabiyah

yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad di Padang pada

tahun 1908.

Majalah Bulanan Al-Imam memuat artikel tentang

pengetahuan popular, komentar kejadian penting di

dunia, terutama dunia Islam, dan masalah-masalah

agama, bahkan mendorong umat Islam betapa pentingnya

memiliki sebuah Negara yang merdeka dan tidak dijajah.

Majalah ini mendorong agar umat Islam mencapai

kemajuan dan berkompetisi dengan dunia barat. Al-Iman

sering mengutip pendapat dari Mohammad Abduh yang

90 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
dikemukakan majalah Al-Mannar di Mesir. Majalah ini

memakai bahasa Melayu dengan tulisan Arab Melayu atau

tulisan Jawi, dan disebarkan di Indonesia meliputi tanah

Jawa (Betawi, Jakarta, Cianjur, Semarang, dan Surabaya),

Kalimantan (di Pontianak dan Sambas), Sulawesi (di

Makassar).

Di Padang, Haji Abdullah Ahmad mencontoh bentuk

dan moto Al-Iman pada majalah yang diterbitkannya di

Padang bernama Al-Munir. Banyak masalah yang

dibicarakan pada Al-Iman mendapat tempat pada Al-

Munir.

Syekh Taher baru dapat pulang ke Minangkabau pada

tahun 1923 dan tahun 1927, namun ketika itu dia

ditangkap dan ditahan oleh Pemerintah Belanda selama

enam bulan, dituduh memfitnah dan menentang

penjajahan melalui artikel-artikelnya di dalam majalah Al

Iman itu. Setelah bebas Syekh Taher meninggalkan

kampung halamannya dan tidak pernah kembali lagi ke

H.Mas’oed Abidin 91
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
daerah asalnya. Syekh Taher Djalaluddin meninggal dunia

pada tahun 1956 di Kuala Kangsar, Perak, Malaya.

Gerakan pembaruaan di awal abad ini dapat disebut

sebagai gerakan pembaruan para ulama zuama, yang

sesungguhnya telah diwarisi sambung bersambung dalam

rantai sejarah yang berkelanjutan semenjak dari dua

gerakan Paderi sebelumnya. Dapat pula dinyatakan

bahwa gerakan pembaruan ulama zuama di awal abad 20

di Minangkabau menjadi mata rantai dari gerakan Paderi

periode ketiga.

Gerakan Paderi periode pertama, di awal abad

kedelapan belas, dimulai pulangnya tiga serangkai ulama

Minang (1802), terdiri dari Haji Miskin di Pandai Sikek,

Luhak Agam, Haji Abdur Rahman, di Piobang, Luhak

Limopuluah, dan Haji Muhammad Arief, di Sumanik,

Luhak nan Tuo, Tanah Datar, yang juga dikenal bergelar

Tuanku Lintau, berawal dengan penyadaran semangat

beragama Islam di dalam kehidupan beradat di

Minangkabau.

92 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Gerakan Paderi perode kedua dilanjutkan oleh Tuanku

nan Tuo, Tuanku nan Renceh, Tuanku Kubu Sanang,

Tuanku Koto Ambalau, Tuanku di Lubuk Aur, Tuanku di

Ladang Laweh dan Tuanku Imam Bonjol yang berujung

dengan perlawaanan terhadap penjajahan Belanda (1821-

1837), dan lahirnya piagam Marapalam yang menyepakati

adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah di

ranah Minangkabau.

Gerakan Kembali ke Syariat yang dilaksanakan di

bawah bimbingan Tuanku Nan Tuo, yang kemudian

berlanjut kepada Gerakan Padri di bawah pimpinan

Tuanku Nan Renceh, yang kemudian sambung

bersambung di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol,

sesungguhnya tidak menentang hukum waris

berdasarkan garis ibu.

Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan sejak

Tuanku nan Tuo, Tuanku nan Renceh, dan Tuanku Imam

Bonjol, lebih menguatkan harta pusaka, yang dimaksud

adalah pusaka tinggi itu, dimanfaatkan untuk

H.Mas’oed Abidin 93
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
kesejahteraan kaum, dan oleh karena itu, harta pusaka

dimaksud diturunkan kepada kemenakan, dan

ditempatkan pada pengawasan garis perempuan. Namun

mengenai harta pencaharian, kedua gerakan itu

sependapat harus diwariskan kepada anak.

Tuanku Imam Bonjol, sadar bahwa setelah utusan

anak kemenakannya mempelajari hukum Islam ke tanah

Mekah, menyatakan pembagian tugas yang nyata antara

adat dan syarak atau agama. Bahwa masalah adat

dikembalikan kepada Basa dan Penghulu, sedangkan

masalah agama diserahkan kepada Tuanku atau malin.

Inilah doktrin ajaran adat basandi syarak, syarak

basandi Kitabullah. Gerakan pembaruan ulama zuama di

awal abad ke 20 di ranah Minangkabau ini, berawal

dengan kepulangan para penuntut ilmu dari Makkah el

Mukarramah, yang umumnya adalah murid dari Syekh

Ahmad Khatib Al Minangkabawiy, telah ikut memberikan

sumbangan bagi pencerahan pemahaman dan

pengamalan syari’at Islam, dan mendorong bagi

94 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
munculnya perdebatan-perdebatan umum yang diikuti

para ulama, kaum terpelajar, dan ahli-ahli adat, dan ikut

pula membukakan kesempatan bagi lahirnya berbagai

jenis perkumpulan yang bertujuan memperdalam ilmu

agama dan adat istiadat, serta mendorong tumbuhnya

pendidikan Islam, madrasah-madrasah samapai ke

nagari-nagari, dan berdiri pula berjenis organisasi

pergerakan, seperti Tarbiyah Islamiyah, Adabiyyah,

Muhammadiyah, dan meluas sampai ke semenanjung

Malaya, dibawa oleh Syekh Taher Jalaluddin yang lebih

banyak melaksanakan dakwahnya di tanah semenjanjung

itu.

Tak kurang penting timbulnya pergolakan-pergolakan

kecil di beberapa tempat, biasanya membayangkan

dinamika masyarakat adat dan agama di dalam

membangun masyarakat di Minangkabau yang sedang

mengalami perubahan, menumbuhkan keinginan baru

untuk melakukan proses pemeriksaan kembali terhadap

nilai-nilai kultur yang dipunyai. Ketika arah pembangunan

H.Mas’oed Abidin 95
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
dan perobahan sosial sedang terjadi, menuju suasana

merebut kemerdekaan dan menjelang proklamasi

kemerdekaan Republik Indonesia, setelah berakhirnya

penindasan panjang 350 tahun dijajah Belanda, dan

beralihnya kekuasaan kepada Dai Nippon, maka merebut

kemerdekaan menjadi wajib.

Fatwa para ulama dan zuama ikut membentuk

dinamika sejarah dan pemikiran Islam di ranah

Minangkabau bergerak cepat, sejak empat puluh tahun

sebelumnya juga telah digerakkan oleh para ulama zuama

dengan basis ilmu pengetahuan agama dan adat istiadat,

serta bahasan-bahasan perkembangan politik di Mesir

dan Turki masa itu, ikut mendorong kepada pencarian

model yang sesuai dengan yang haq, dan menuntut sikap

beragama yang rasional, serta menumbuh kembangkan

semangat kemerdekaan dalam berbangsa dan bernegara.

Pembaruan Islam di Minangkabau bukan semata

terbatas pada kegiatan serta pemikiran saja, tetapi

96 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
menemukan kembali ajaran atau prinsip dasar Islam yang

berlaku abadi yang dapat mengatasi ruang dan waktu.

Sementara itu usaha-usaha pembaruan yang praktis,

baik dalam bentuk sekolah dan madrasah-madrasah atau

pun kerajinan desa, mulai bermunculan. Kaum pembaru

pemikiran Islam berusaha mengembalikan ajaran dasar

agama Islam dengan menghilangkan segala macam

tambahan yang datang kemudian dalam din, agama, dan

dengan melepaskan penganut Islam dari jumud,

kebekuan dalam masalah dunia.

Mereka berusaha memecahkan tembok tambahan dan

jumud itu, agar dapat menemu kembali isi dan inti ajaran

Islam yang sesungguhnya, yang menurut keyakinannya

menjadi cahaya yang dapat menyinari alam ini.

Kaum pembaru berkeyakinan bahwa bab al-ijtihad,

masih tetap terbuka; mereka menolak taqlid. Ijtihad

membawa kaum pembaru untuk lebih memperhatikan

pendapat. Keinginan untuk keluar dari situasi yang

dianggap tidak sesuai dengan gagasan-gagasan yang ideal

H.Mas’oed Abidin 97
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
menghadapkan Minangkabau pada pilihan-pilihan yang

kadang-kadang saling bertentangan.

Model barat mungkin baik, tetapi dapat berarti

ancaman pada dasar-dasar agama dan adat. Perubahan

yang sesuai dengan ajaran Islam yang ortodoks, memang

merupakan pemecahan.

Tetapi bagaimana pula dengan lembaga adat yang

telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat

Minangkabau? Dan, apa pula contoh yang bisa diikuti?

Tetapi parameter adat sangat terbatas dan bias menutup

jalan ke dunia maju dan mungkin pula menghadapkan diri

pada masalah dosa dan tidak berdosa, soal batil dan haq.

Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860 – 1947)

98 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU

Syekh Muhammad Djamil Djambek

Syekh Muhammad Djamil Djambek adalah ulama


pelopor pembaruan Islam dari Sumatra Barat awal abad
ke-20, dilahirkan pada tahun 1860 di Bukittinggi,
terkenal sebagai ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh
Muhammad Djamil Djambek lebih dikenal dengan sebutan
Inyik Syekh Muhammad Djamil Djambek atau Inyik
Djambek, dilahirkan dari keluarga bangsawan. Dia juga
merupakan keturunan penghulu. Ayahnya bernama Saleh
Datuk Maleka, seorang kepala nagari Kurai, sedangkan
ibunya berasal dari Sunda.
Masa kecilnya tidak banyak sumber yang
menceritakan. Namun, yang jelas Muhammad Djamil
mendapatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rendah
H.Mas’oed Abidin 99
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
yang khusus mempersiapkan pelajar untuk masuk ke
sekolah guru (Kweekschool).
Sampai umur 22 tahun ia berada dalam kehidupan
parewa, satu golongan orang muda-muda yang tidak mau
mengganggu kehidupan keluarga, pergaulan luas di
antara kaum parewa berlainan kampung dan saling harga
menghargai, walau ketika itu kehidupan parewa masih
senang berjudi, menyabung ayam, namun mereka ahli
dalam pencak dan silat.
Semenjak berumur 22 tahun, Mohammad Djamil
mulai tertarik pada pelajaran agama dan bahasa Arab. Ia
belajar pada surau di Koto Mambang, Pariaman dan di
Batipuh Baruh.
Ayahnya membawanya ke Mekah pada tahun 1896
dan bermukim di sana selama 9 tahun lamanya
mempelajari soal-soal agama. Guru-gurunya di Mekah,
antara lain,adalah Taher Djalaluddin, Syekh Bafaddhal,
Syekh Serawak dan Syekh Ahmad Khatib. Ketika itu dia
berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Semula Muhammad Djamil tertarik untuk mempelajari
ilmu sihir kepada seorang guru dari Maroko, tapi dia
disadarkan oleh gurunya.
Selama belajar di tanah suci, banyak ilmu agama yang
dia dapatkan. Antara lain yang dipelajari secara intensif
adalah tentang ilmu tarekat serta memasuki suluk di Jabal
Abu Qubais.

100 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Dengan pendalaman tersebut Syekh Muhammad
Djamil menjadi seorang ahli tarekat dan bahkan
memperoleh ijazah dari tarekat Naqsabandiyyah-
Khalidiyah. Di antara murid-muridnya terdapat beberapa
guru tarekat. Lantaran itulah Syekh Muhammad Djamil
Djambek dihormati sebagai Syekh Tarekat.
Dari semua ilmu yang pernah didalami yang pada
akhirnya membuatnya terkenal adalah tentang ilmu
falak, dan belajar dengan Syekh Taher Djalaluddin.
Di akhir masa studinya di Makkah, beliau sempat
mengajarkan ilmu falak, yang menjadi bidang spesialisasi
beliau, kepada masyarakat Sumatera dan Jawi yang
bermukim di Mekah. Keahliannya di bidang ilmu falak
mendapat pengakuan luas di Mekah. Oleh sebab itu,
ketika masih berada di tanah suci, Syekh Muhammad
Djamil Djambek pun mengajarkan ilmunya itu kepada
para penuntut ilmu dari Minangkabau yang belajar di
Mekah. Seperti, Ibrahim Musa Parabek (pendiri perguruan
Tawalib Parabek) serta Syekh Abdullah (pendiri
perguruan Tawalib Padang Panjang).
Pada tahun 1903, dia kembali ke tanah air.

Sekembalinya dari Mekah, Mohammad Djamil mulai

memberikan pelajaran agama secara tradisional Karena

beliau memelihara dengan rapi dan teratur jambang dan

H.Mas’oed Abidin 101


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
jenggotnya, maka muridnya mulai menyebutnya dengan

Syekh Muhammad Djamil Djambek, atau Inyik Djambek.

Murid-muridnya kebanyakan terdiri dari para kalipah

tarekat. Setelah beberapa lama, Syekh Muhammad

Djambek berpikir melakukan kegiatan alternatif. Hatinya

memang lebih condong untuk memberikan

pengetahuannya, walaupun tidak melalui lembaga atau

organisasi. Dia begitu tertarik pada usaha meningkatkan

keimanan seseorang.

Kemudian ia meninggalkan Bukittinggi dan kembali

menjalani kehidupan parewa di Kamang, sebuah nagari

pusat pembaruan Islam di bawah Tuanku nan Renceh

pada abad ke-19. Hingga kemudian dia mendirikan dua

buah surau, yakni Surau Tengah Sawah dan Surau

Kamang. Keduanya dikenal sebagai Surau tempat mengaji

dengan Inyik Djambek.

Di Kamang pula ia mulai menyebarkan pengetahuan

agama untuk meningkatkan iman.

102 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Akhirnya, ia sampai pada pemikiran, bahwa sebagian

besar anak nagari tidak melaksanakan ajaran agama

dengan sempurna bukan karena kurang keimanan dan

ketaqwaannya, tetapi karena pengetahuan mereka kurang

tentang ajaran Islam itu sendiri.

Ia mengecam masyarakat yang masih gandrung pada

ajaran tarekat. Ia mendekati ninik mamak dan

membicarakan berbagai masalah masyarakat. Islam

sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan.

Islam juga berarti kemajuan, agama Islam tidak

menghambat usaha mencari ilmu pengetahuan,

perkembangan kehidupan dunia, dan menghormati

kedudukan perempuan.

Islam adalah agama universal, yang dasar ajarannya

telah diungkapkan oleh para nabi, yang diutus kepada

semua bangsa (QS. 10;47;2: 164; 35:24; 40:78). Tugas

mereka diselesaikan oleh Nabi Muhammad saw, rasul

utusan terakhir untuk seluruh umat manusia.

H.Mas’oed Abidin 103


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Cita-cita pikiran untuk memajukan umat dengan

agama Islam yang demikian, hanya dapat dicapai melalui

pengamalan syariat, yang terbagi kepada tauhid dan

ibadat. Dalam ibadah, semuanya terlarang, kecuali yang

disuruh. Jadi cara-cara beribadah telah diperintahkan. Di

tradisi-tradisi baru yang tidak ada perintahnya, maka

tidak dapat diterima sebagai ibadah, dan disebut bid’ah.

Di dalam kegiatan pemurnian agama, kaum pembaru

menentang berbagai bid’ah yang dibedakan atas dua jenis,

yaitu bid’ah menurut hukum (syar’iyah) dan dalam

pemakaian bahasa (lughawiyah).

Bid’ah syar’iyah tidak dapat dibiarkan berlaku, karena

itu perlu diteliti dalam segala hal, apakah yang lazim

dilakukan sehari-hari di bidang agama, dengan

menggunakan akal dan berpegang kepada salah satu tiang

hukum (Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas). Di samping itu ada

pula bid’ah dalam soal kepercayaan (bid’ah pada I’tikad),

sebagaimana ada pula bid’ah pada amalan, seperti

mengucapkan niyah.

104 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Di dalam bid’ah lughawiyah dimasukkan, misalnya,

mempelajari tatabahasa, mendirikan sekolah-sekolah

agama, pembangunan-pembangunan menara, karena

semuanya dipandang sebagai alat bantu yang disesuaikan

dengan zaman untuk memenuhui perintah nabi, seperti

‘carilah ilmu’.

Islam pada masa kemajuan tidak harus berkembang

sejajar dengan perkembangan inteletual, sebab ada hal

yang dilarang dan disuruh, dalam batas halal dan haram,

serta amat ma’ruf dan nahyun ‘anil munkar, sebagai sifat

asli dari agama Islam. Agama juga mengatur hal yang

bersangkutan dengan dunia. Masalah ini ada yang

mengandung ciri ‘ubudiyah, dalam arti berdasarkan

perintah dan bagian dari din Allah, sedangkan cara

mengamalkannya bersifat duniawi. Umpamanya perintah

memelihara anak yatim, menghormati orang tua,

membersihkan gigi, yang pelaksanaannya sebagian besar

terletak pada pilihan individu.

H.Mas’oed Abidin 105


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Kemudian sampai pula kepada persoalan yang lebih

sensitif- sampai dimanakah kebebasan yang dimiliki

memilih alternatif? Persoalan politik dan kemudian

menyebarkan nasionalisme anti kolonial menuju

Indonesia Raya tidak terlepas dari pergolakan intelektual

ini.

Tidak saja masalah fikh, tetapi juga masalah tauhid

harus dihadapi dengan pikiran yang terbuka. Perbedaan

yang fundamental antara inovasi yang menyalahi hukum

hakiki, yang bersumber Quran dan Hadits, dan

pembaruan sebagai akibat dari peralihan zaman, harus

dibedakan dengan tegas.

Para pelopor pembaruan pemikiran Islam di

Minangkabau berasal dari segala bidang profesi, di

antaranya kalangan ulama (Haji Rasul), kalangan

pedagang (H. Abdullah Ahmad), dan pada umumnya

berhasil melepas dirinya dari tradisi yang ada, seperti

Syekh Djamil Djambek, Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad

dan Ibrahim Musa Parabek, di masa hidupnya dipandang

106 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
sebagai ulama besar, tempat memulangkan segala

persoalan agama dan kemasyarakatan pada umumnya.

Gerakan pembaruan pemikiran di bidang agama yang

paling banyak terdengar di Sumatra Barat. Adakalanya

mereka dinamakan kaum modernist atau disebut juga

kaum muda.

Salah seorang di antara kaum pembaru itu adalah

H.Abdullah Ahmad berkali-kali berkata, bahwa di setiap

bidang boleh mempergunakan akal, yang sebenarnya

adalah kurnia Tuhan, kecuali bidang agama.

Jika kepercayaan tetap merupakan penerimaan saja

atas wibawa guru- atau taqlid, maka kepercayaan itu tidak

ada gunanya.

Orang berakal harus pujaannya Allah dan untuk itu

dipelajarinya akar-akar hukum (ushul al-fiqh). Untuk

mengenalkan semua inti ajaran agama Islam ini kepada

masyarakat luas diperlukan gerakan penyampaian

berbentuk tabligh.

H.Mas’oed Abidin 107


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Inyik Djambek memilih mengamalkan ilmunya secara

langsung kepada masyarakat, dan mengajarkan ilmu

tentang ketauhidan dan mengaji dengan cara

bertabligh, di Surau Tangah Sawah Bukittinggi, dan

menjadi Surau Inyik Djambek, sampai sekarang.

Syekh Muhammad Djamil Djambek berkesimpulan

bahwa ajaran agama Islam itu sebaiknya disampaikan

melalui tabligh dan ceramah-ceramah (wirid-wirid) yang

dihadiri oleh masyarakat banyak.

Perhatiannya ditujukan untuk meningkatkan iman

seseorang. Ia mendapat simpati dari tokoh-tokoh ninik

mamak dan kalangan guru Kweekschool. Bahkan ia

mengadakan dialog dengan orang non Islam dan orang

Cina.

Sifatnya yang populer ialah ia bersahabat dengan

orang yang tidak menyetujui fahamnya, sehingga pada

tahun 1908 ia mendirikan pusat kegiatan keagamaan

untuk mempelajari agama yang dikenal dengan nama

Surau Inyiak Djambek di Tengah Sawah, Bukttinggi.

108 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Suraunya merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-

organisasi Islam.

Kiprahnya mampu memberikan warna baru di bidang

kegiatan keagamaan di Sumatra Barat. Mengutip

Ensiklopedi Islam, Syekh Muhammad Djambek juga

dikenal sebagai ulama yang pertama kali

memperkenalkan cara bertablig di muka umum. Barzanji

(rawi) atau marhaban (puji-pujian) yang biasanya

dibacakan di surau-surau saat peringatan Maulid

Nabi Muhammad SAW, digantinya dengan tablig yang

menceritakan riwayat lahir Nabi Muhammad dalam

bahasa Melayu. Demikian pula kebiasaan membaca

riwayat Isra Mi'raj Nabi Muhammad dari kitab berbahasa

Arab, digantinya dengan tablig yang menceritakan

peristiwa tersebut dalam bahasa Melayu, sehingga

dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Termasuk

juga tradisi membaca kitab, digantinya dengan membahas

masalah kehidupan sehari-hari, dalam satu tradisi ilmu.

H.Mas’oed Abidin 109


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Semua itu dilakukan karena agama diperuntukkan

bagi siapa saja yang dapat memahaminya. Ia pun dikenal

sebagai ulama yang lebih bergiat di aktivitas tablig dan

ceramah, yang kemudian diikuti oleh para pembaru

lainnya di ranah Minangkabau.

Seiring perjalanan waktu, sikap dan pandangannya

terhadap tarekat mulai berubah, dan Syekh Muhammad

Djambek kini tidak lagi tertarik pada tarekat. Pada awal

tahun 1905, ketika diadakan pertemuan ulama guna

membahas keabsahan tarekat yang berlangsung di Bukit

Surungan, Padang Panjang, Syekh Muhammad berada di

pihak yang menentang tarekat. Dia "berhadapan" dengan

Syekh Bayang dan Haji Abbas yang membela tarekat.

Syekh Mohammad Djamil Djambek kemudian menulis

buku mengenai kritik terhadap tarekat berjudul

Penerangan Tentang Asal Usul Thariqatu al-

Naksyabandiyyah dan Segala yang Berhubungan dengan

Dia, terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan dalam

110 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
buku itu, yakni tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh

orang dari Persia dan India.

Syekh Muhammad Djambek menyebut orang-orang

dari kedua negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang

makin lama makin jauh dari ajaran Islam.

Buku lain yang ditulisnya berjudul Memahami

Tasawuf dan Tarekat dimaksudkan sebagai upaya

mewujudkan pembaruan pemikiran Islam. Akan tetapi

secara umum dia bersikap tidak ingin bermusuhan

dengan adat istiadat Minangkabau. Tahun 1929, Syekh

Muhammad Djambek mendirikan organisasi bernama

Persatuan Kebangsaan Minangkabau dengan tujuan untuk

memelihara, menghargai, dan mencintai adat istiadat

setempat.

Djamil Djambek tidak banyak menulis dalam majalah

Al-Munir. Djamil Djambek mempunyai pengetahuan

tentang ilmu falak, yang memungkinkannya menyusun

jadwal waktu sembahyang serta untuk keperluan

berpuasa di dalam bulan Ramadhan. Jadwal ini

H.Mas’oed Abidin 111


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
diterbitkan tiap tahun atas namanya mulai tahun 1911,

dan karena Inyik Djambek dikenal sebagai Bapak Ilmu

Falak, beliau menerbitkan Natijah Durriyyah untuk

masa 100 tahun. Walaupun masalah ini sangat

dipertikaikan dengan kaum tradisionalis.

Di samping kegiatan Inyik Djambek mengajar dan

menulis, beliaupun aktif dalam kegiatan organisasi

masyarakat. Pada tahun 1913, ia mendirikan organisasi

bersifat sosial di Bukittinggi yang bernama Tsamaratul

Ichwan yang menerbitkan buku-buku kecil dan brosur

tentang pelajaran agama tanpa mencari keuntungan.

Beberapa tahun ia bergerak di dalam organisasi ini

sampai menjadi perusahaan yang bersifat komersial.

Ketika itu, ia tidak turut lagi dalam perusahaan itu.

Syekh Djamil Djambek secara formal tidak mengikat

dirinya pada suatu organisasi tertentu, seperti

Muhammadiyah dan Thawalib. Tetapi ia memberikan

dorongan pada pembaruan pemikiran Islam dengan

membantu organisasi-organisi tersebut.

112 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Beliau tercatat sebagai pendiri dari Persatuan Guru

Agama Islam (PGAI), yang didirikan pada 1919 di

Padang, Sumbar.

Di samping juga untuk memelihara dan

mengusahakan agar Islam terhindar dari bahaya yang

dapat merusaknya. Selain itu, dia juga turut menghadiri

kongres pertama Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam

Minangkabau tahun 1939. Yang tak kalah pentingnya

dalam perjalanan dakwahnya, pada masa pendudukan

Jepang, Syekh Muhammad Djambek mendirikan Majelis

Islam Tinggi (MIT) berpusat di Bukittinggi.

Pada 30 Desember 1947 (18 Shafar 1366 H), Inyik

Djambek wafat, meninggalkan pusaka besar, wirid

tsulasa (setiap hari Selasa), yang tetap hidup sampai

sekarang.

Beliau di makamkan di samping Surau Inyik Djambek

di Tengah Sawah Bukittinggi, dalam usia 87 tahun.

Beberapa bulan setelah itu, 26 Januari 1948 (14

Rabi’ul awal 1366 H), teman akrab Inyik Djambek dalam

H.Mas’oed Abidin 113


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
berdakwah, yakni Inyik Syekh Daud Rasyidy (terkenal

dengan sebutan Inyik Daud, ayah Buya Datuk Palimo

Kayo), meninggal dunia pula di Surau Inyik Djambek di

Tangah Sawah ini, ketika mengimami shalat maghrib, dan

besoknya dikuburkan di samping makamnya Inyik

Djambek. Itulah sebabnya sampai sekarang ini, kita dapati

makam kembar di samping surau Inyik Djambek ini.

Hamka
114 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
HAMKA (1908-1981), adalah akronim
kepada nama sebenar Haji Abdul
Malik bin Abdul Karim Amrullah.
Beliau adalah seorang ulama, aktivis
politik dan penulis Indonesia yang
amat terkenal di alam Nusantara.
Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di
kampung Molek, Meninjau, Sumatera
Barat,
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama
sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah.
Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau
lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Meninjau,
Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul
Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul,
seorang pelopor Gerakan Islah(tajdid) di Minangkabau,
sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah
Dasar Meninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA
mencecah 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera
Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA telah
mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab.
HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di
surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti
Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan
Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.

H.Mas’oed Abidin 115


SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
Kerjaya HAMKA bermula sebagai guru agama pada
tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru
agama di Padang Panjang pada tahun 1929. HAMKA
kemudian dilantik sebagai pensyarah di Universitas Islam,
Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang
dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau
dilantik sebagai Rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta
dan Profesor Universitas Mustapo, Jakarta. Dari tahun
1951 hingga tahun 1960, beliau dilantik sebagai Pegawai
Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi
meletakkan jawatan apabila Sukarno memberi kata dua
sama ada menjadi pegawai kerajaan atau bergiat dalam
politik Majlis Syura Muslim Indonesia (Masyumi).
HAMKA lebih banyak belajar sendiri dan melakukan
penyelidikan meliputi pelbagai bidang ilmu pengetahuan
seperti falsafah, kesusasteraan, sejarah, sosiologi dan
politik, sama ada Islam ataupun Barat. Dengan kemahiran
bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki
karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti
Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-'Aqqad, Mustafa al-
Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga,
beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggeris dan
Jerman seperti Albert Camus, William James, Freud,
Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. HAMKA
juga rajin membaca dan bertukar-tukar fikiran dengan
tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Chokroaminoto,
Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fakrudin, Ar Sutan
Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah
116 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
bakatnya sehingga menjadi seorang pemidato yang
handal.
HAMKA juga aktif dalam gerakan Islam melalui
pertubuhan Muhammadiyah. Beliau menyertai
pertubuhan itu mulai tahu 1925 bagi menentang khurafat,
bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang.
Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cawangan
Muhammadiyah di Padang Panjang.
Pada tahun 1929, HAMKA mendirikan pusat latihan
pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian
beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makasar.
Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan
Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi
Muhammadiyah, menggantikan S. Y. Sutan Mangkuto pada
tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan
dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Jogjakarta pada
tahun 1950.
Pada tahun 1953, HAMKA dipilih sebagai penasihat
pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Julai 1957,
Menteri Agama Indonesia iaitu Mukti Ali melantik HAMKA
sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia.
Hamka kemudian meletak jawatan pada tahun 1981
kerana nasihatnya diketepikan oleh kerajaan Indonesia.
Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925
apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam.
Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan
kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan
H.Mas’oed Abidin 117
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada
tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan
Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota
Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama
dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya
diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.
Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah
dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-
Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula
menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah
terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA dilantik
sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional,
Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan
anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik,
HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor
dan penerbit. Sejak tahun 1920-an lagi, HAMKA menjadi
wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas,
Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah.
Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah
Kemajuan Masyarakat.
Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan
menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga
pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat,
Panji Masyarakat dan Gema Islam.
HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan
karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah
118 H. Mas’oed Abidin
PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara
novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan
menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura
termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di
Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
HAMKA pernah menerima beberapa anugerah pada
peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah
kehormat Doktor Honoris Causa, Universiti al-Azhar,
1958; Doktor Honoris Causa, Universiti Kebangsaan
Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran
Wiroguno daripada kerajaan Indonesia.
HAMKA telah pulang ke rahmatullah pada 24 Julai
1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa
sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau
bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan
sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di
seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan
Singapura, turut dihargai.

َ‫اللُهّمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِنُوْرِ قُدْسِكَ وَ عَظَمَةِ طَهَارَتِكَ وَ بَرَكَةِ جَالَلِكَ مِنْ كُلِّ عَافَةٍ و‬
ُ‫عَاهَةٍ وَ مِنْ طَوَارِقِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ إِالَّ طَارِقًا يَطْرُقَ بِخَيْرٍ يَا َرحْمَان‬

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan


cahaya kesucian-Mu dan keagungan-Mu dari segala
kebencian dan gangguan serta dari segala kejahatan
yang datang baik di waktu malam maupun di waktu
H.Mas’oed Abidin 119
SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI
siang, kecuali yang datang dengan kebaikan wahai
Yang Maha Pengasih.
.ُ‫أَنْتَ غِيَاثِي فَبِكَ أَغُوْثُ وَ أَنْتَ مَالَذِي فَبِكَ أَلُــوْذُ وَ أَنْـتَ عِيَاذِي فَبِكَ أَعُوْذ‬

Engkau Maha Penolong, maka kepada-Mu lah aku


memohon pertolongan, Engkau tempat berlindung,
maka kepada-Mu lah aku berlindung, Engkau lah yang
menemani, maka dengan Mu lah aku berteman.
َ‫ أَعُوْذُبِكَ مِنْ خِزْيِك‬،ِ‫خضَعَتْ لَهُ أَعْنَاقُ الفَرَاعِنَة‬َ َ‫يَا مَنْ ذَلّـَتْ لَهُ رِقَابُ الْجَبَابِرَةِ و‬
.َ‫شكْرِك‬
ُ ْ‫ستْرِكَ وَ اْإلِنْصِرَافِ عَن‬ َ ِ‫وَ كَشْف‬

Wahai Yang Maha Kuasa, yang telah menghinakan


hamba yang sombong, dan yang telah menaklukkan
hamba yang angkuh, aku berlindung kepada-Mu dari
menghinakan-Mu, dan membuka-buka rahasia-Mu
serta berpaling dari mensyukuri nikmat-Mu.
.‫أَنَا فيِ حِرْزِكَ لَيْلَي وَ نَهَارِي وَ نَوْمِي وَ قَرَارِي وَ ظَعْنِي وَ أَشْفَارِي‬

Aku dalam tempat-Mu yang kokoh pada waktu malam-


Ku, siang-Ku, pada waktu tidur-Ku, waktu diam-Ku,
waktu pagi-Ku dan perjalanan-Ku.
‫ذِكْرُكَ شِعَاِري وَثَنَائِكَ دِثَارِي‬

Mengingat-Mu adalah pakaianku dan menyanjung-Mu


adalah selimut-Ku.
ِّ‫ أَجِرْنِى مِنْ خِزْيِكَ وَ مِنْ شَر‬،َ‫ وَ تَكْرِيْمًا لِسُبْحَانِك‬،َ‫ تَعْظِيْمًا لِوَجْ ِهك‬،َ‫الَإِلَهَ إِالَّ أَنْت‬
َ‫ و‬،َ‫حفْظِ عِنَايَتِك‬
ِ ِ‫ وَ أَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ في‬،َ‫سرَاِدقَاتِ حِفْظِك‬ُ َّ‫ وَاضْرِبْ عَلَي‬،َ‫عِبَادِك‬
.َ‫عُدْليِ بِخَيْرٍ يَاأَرْحَمَ الرَّحِمِيْن‬

120 H. Mas’oed Abidin


PERGERAKAN PEMIKIRAN ISLAM DI MINANGKABAU
Tiada Tuhan selain engkau, karena mengagungkan
wajah-Mu dan memuliakan kesucian-Mu, jauhkanlah
aku dari kehinaan dan menjadi hamba-Mu yang
buruk. Berikanlah kepadaku naungan dan
perlindungan-Mu, dan masukkanlah aku dengan
rahmat-Mu dalam lindungan-Mu, dan berikanlah
kepadaku sebaik-baik kebaikan, wahai zat Yang Maha
Pengasih lagi penyayang.
ِ‫رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ اِسْرَافَنَا فِى أَمْرِنَا وَ ثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَ انْصُرْنَا عَلَى القَوْم‬
.‫الكَافَرْيْن‬

“Ya Allah, Ampunilah dosa kami, ampunilah


keteledoran kami, dan tetapkanlah pendirian kami,
dan tolonglah kami menghadapi kaum kafir”.
َ‫اللَّهُمَّ الَ تُمْكِنُ األَعْدَاءَ فِيْنَا وَالَ تُسَلِّطْهُمْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا وَالَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ الََيَخافُك‬
‫وَالَ يَرْحَمُنَا‬

“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau beri


kemungkinan musuh berkuasa terhadap kami
janganlah Engkau berikan kemungkinan mereka
memerintah kami, walaupun kami mempunyai dosa.
Janganlah Engkau jadikan yang memerintah kami,
orang yang tidak takut kepada-Mu, dan tidak
mempunyai kasih sayang terhadap kami”.
َ‫اللهُمَّ أَهْلِكِ الكَفَرَةَ الَّذِي يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَ يَكْذِبُوْنَ َرسُلَكَ وَ يُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَائَك‬

“Wahai Tuhan kami, hancurkanlah orang-orang yang


selalu menutup jalan Engkau, yang tidak memberikan
kebebasan kepada agama-Mu, dan mereka-mereka
H.Mas’oed Abidin 121
‫‪SURAU DAN PENDIDIKAN ANAK NAGARI‬‬
‫‪yang mendustakan Rasul-Rasul Engkau,dan mereka‬‬
‫‪yang memerangi orang-orang yang Engkau kasihi”.‬‬
‫اللهُمَّ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ وَ شَتِّتْ شَمَْلهُمْ وَ أَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي الَتَرُوْدَهُ عَنِ القَوْمِ‬
‫الُمجْرِمِْينَ‪.‬‬

‫‪“Wahai Tuhan kami, hancurkanlah kesatuan mereka,‬‬


‫‪dan pecah belah barisan mereka. Turunkan kepada‬‬
‫‪mereka ‘azab sengsara-Mu, yang selalu Engkau‬‬
‫‪timpakan kepada golongan-golongan yang selalu‬‬
‫‪berbuat dosa”.‬‬
‫اللهُمَّ أَعِزِّ اإلِسْالَمِ وَ المُسْلِمِيْنَ وَ اخْذُلِ الكَفَرَةَ وَ المُشْرِكِيْنَ‬

‫‪“Wahai Tuhan kami, berilah kemuliaan kepada Islam‬‬


‫‪dan kaum Muslimin, rendahkanlah orang-orang yang‬‬
‫‪kafir dan orang musyrik”.‬‬
‫ـ وَ المُؤْمِنَاتِ وَ المُسْلِمِيْنَ وَ اْلمُسْلِمَاتِ‪ ،‬اَألَحْيَاءِ مِنْهُمْ َو‬ ‫اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ‬
‫خيْرًاِمنْ أَمْسِنَا‪ ،‬وَ اجْعَلْ غَدَنَا خَيْرًاِمْن يَوْمِنَا‪ ،‬وَ احْسِنْ‬ ‫اْألَمْوَاتِ‪ .‬اللَّهُمَّ اجْعَلْ يَوْمَنَا َ‬
‫خزْيِ الدُّنْيَا وَ عَذَابِ اآلخِرَةِ‪ ،‬اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ‬ ‫عَاقِبَتَنَا فيِ األُمُوْرِ كُلِّهَا‪ ،‬وَ أَجِرْنَا مِنْ ِ‬
‫حسَنَةً وَ فِى‬ ‫اْلعَفْوَ وَ العَافِيَةَ فيِ دِيْنِنَا وَ دُنْيَاناَ وَ أَهْلِيْنَا وَ أَمْوَالِنَا‪ ،‬رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا َ‬
‫حسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ‪ .‬رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ وَ تبُ ْعَلَيْنَا‬ ‫اآلخِرَةِ َ‬
‫إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ‪ .‬سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَالَمُ عَلَى‬
‫الْمُرْسَلِيْنَ وَ اْلحَمْدُ هللِ رَبِّ العَالَمِيْنَ‪.‬‬

‫‪122‬‬ ‫‪H. Mas’oed Abidin‬‬


1
Sumber: Drs. Zakaria Ahmad, Sekitar Kerajaan Aceh dalam tahun 1520-1675, Penerbit Monora, Medan 1972
2
Syekh Abdur Rauf adalah seorang ulama dan mubaligh besar di Aceh abad ke-17 pada masa pemerintahan
Sulthanat Syafiatuddin (1641 - 1675). Nama lengkapnya adalah Syekh Abdur Rauf bin Ali al Jawi al Singkli. Lahir
pada tahun 1620 di Singkil Aceh Selatan. Pada tahun 1642 beliau berangkat ke Mekah melanjutkan studinya di
bidang agama Islam. Selama 19 tahun di tanah Arab menuntut ilmu kepada Molla Ibrahim, pengikut Syekh Ahmad
Kosasi, seorang ulama yang terkenal di dunia Islam waktu itu dan pemimpin tharekat Syattariah.
3
Sebagai kenang-kenangan untuknya, Universitas di Aceh mengambil namanya sebagai nama, yaitu Universitas
Syiah Kuala, disingkat Unsyiah.
4
Kebesaran Syekh Abdurauf telah menjadi studi para sarjana, seperti D.A.Rinkers yang menulis Syekh Abdurauf
van Singkel; P.Voorhove dalam majallah TBG tahun 1952 No.87 membahas karyanya yang berjudul Bayan Tajalli.
Beberapa pokok pendiriannya yang dikutib dari berbagai karyanya telah disusunnya dalam Encyclopaedia of Islam,
volume I tahun 1960. S. Kayser, Snouck Horgronye, Winstedt, Archer telah menulis tentang pribadinya.
5
Faham wihdatulwujud mengatakan bahwa alam adalah ciptaan dari bahagian ketuhanan sendiri, laksana buih
pada puncak ombak. Alam zahir ini, bahagian dari pada ketuhanan besar. Teori ini merupakan monisma (serba esa)
atau pantheisme (serba dewa). Menurut ahli tasauf ini, dunia ini hanyalah emanasi atau pancaran intisari tidak
tercipta. Penganut faham wihdatulwujud yang terkenal ialah Ibnu Arabi dan Al Halaj. Di zaman Iskandar Muda
adalah Hamzah Fansuri yang ditantang oleh Abdurrauf.
6
Semasa Sulthan Iskandar Tsani memberantas ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al Sumatrani yang dianggap
sebagai ajaran sesat. Buku-buku Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al Sumatrani dibakar dan dimusnahkan dan
rakyat Aceh dilarang ajaran kedua ulama itu sebagai ajaran sesat.
7
Sumber; Sjafnir Aboe nain, drs, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam (1784-1832), Penerbit Esa,Padang,
1988
8
Sjafnir Aboe Nain, drs, Naskah Tuanku Imam Bonjol-Naali Sutan Caniago, alih tulis, revisi 2003

You might also like