You are on page 1of 42

Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
 
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, maka RTRW Provinsi DKI Jakarta yang
ditetapkan dengan Perda Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencanan Tata
Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta perlu dilakukan penyesuaian. Dalam
UU tersebut mengamanatkan bahwa semua peraturan daerah provinsi
tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan
paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diberlakukan. Dengan
demikian, maka paling lambat tahun 2009 semua RTRW Provinsi
diharapkan telah menyesuaikan dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007.

Terdapat perbedaan antara UU Penataan Ruang yang lama dan baru


dimana pada UU No. 24 Tahun 1992 sistem pengendalian pemanfaatan
ruangnya menggunakan discretionary system atau Konsep Development
Control, yaitu Mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan
kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan maupun
kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan perubahan penggunaan
pada bangunan atau lahan tertentu (Khulball & Yuen, 1991) sehingga
memungkinkan tetap melaksanakan pembangunan sebelum terdapat
dokumen rencana. Sedangkan pada UU No. 26 Tahun 2007 menggunakan
regulatory system atau Konsep Zoning, yaitu Pembagian lingkungan kota
dalam zona-zona & menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang yang
berbeda-beda (Barnett, 1982).

Beberapa poin penting yang perlu disesuaikan antara lain meliputi dimensi
waktu perencanaan, visi dan tujuan penataan ruang wilayah, aspek
kebencanaan dan daya dukung lingkungan, komposisi penggunaan lahan,
peristilahan penataan ruang serta keberadaan insentif dan disinsentif yang
jelas dalam kegiatan penataan ruang wilayah, juga keharusan pengenaan
sanksi bagi siapapun yang melakukan penyimpangan atau ketidaksesuaian
terhadap RTRW yang ditetapkan dnegan peraturan daerah. Perubahan ini
membawa konsekuensi pada perubahan metodologi pendekatan dalam
penyusunan RTRW Provinsi DKI Jakarta.

Selain adanya perubahan UU tentang penataan ruang, ditetapkannya


Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional juga membawa konsekuensi untuk menyesuaikan RTRW
Provinsi DKI Jakarta dengan RTRWN yang baru.

Kebijakan tentang DKI Jakarta sebagai ibukota negara diatur pada UU


No.29 tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sebagai
Ibukota Negara RI. Pada UU ini memuat aspek-aspek khusus terkait DKI
Jakarta yaitu antara lain: kedudukan, fungsi, peran, kerjasama dengan

1-1
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

pemda provinsi/kabupaten/kota yang berbatasan, rencana tata ruang


wilayah, penetapan kawasan khusus dan pendanaan.

Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibukota negara kesatuan RI.


Selain itu, provinsi DKI Jakarta merupakan daerah khusus yang berfungsi
sebagai ibukota negara RI dan sekaligu berperan sebagai daerah otonom
pada tingkat provinsi. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai ibukota
negara RI yang memiliki kekhususan hak, kewajiban, dan tanggung jawab
tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional. Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi
sehingga kabupaten dan kota di DKI Jakarta berbentuk adminitrasi saja.

Perkembangan provinsi DKI Jakarta diarahkan sebagai Kota Megalopolitan


yang berfungsi sebagai kota induk dengan wilayah sekitarnya yang secara
fungsional dan secara fisik geografis memiliki hubungan kesaling
bergantungan. Konsep Kota Megalopolitan ini mengakibatkan kebutuhan
kerjasama antar DKI Jakarta dengan daerah sekitar kawasan
Megalopolitan Jakarta yang meliputi juga kawasan fungsional perkotaan di
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang
Selatan, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, serta Kabupaten
Cianjur, sebagaimana kemudian diatur dalam Peraturan Presiden no. 54
tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta-Bogor-Depok-
Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur (Jabodetabekpunjur).

Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta mengalami perubahan lingkungan


internal yang cukup signifikan yang berpengaruh pada struktur ruang dan
pola ruang. Berdasarkan perkembangan yang terjadi pada tahun 1995
sampai dengan 2009, struktur dan pola ruang DKI Jakarta berdasarkan
RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010 telah dievaluasi dengan mengingat
beberapa hal sebagai berikut :
• Perlunya mewadahi kebebasan yang leluasa bagi masyarakat dan
para investor pembangunan untuk dapat memilih dan menentukan
fungsi dan lokasi sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan ruang
yang dikehendakinya.
• Kota Jakarta yang mempunyai kelengkapan prasarana dan sarana
komunikasi yang lebih baik telah menyebabkan Jakarta berdaya
tarik lebih tinggi. Karenanya Jakarta berpeluang lebih luas untuk
mengakomodasikan gejala ekonomi lokal, nasional maupun
internasional..
• Peran Jakarta yang multi-fungsi dan berskala pelayanan luas (baik
internasional, nasional, regional maupun lokal) menyebabkan
makin tingginya aglomerasi berbagai komponen kegiatan untuk di
berbagai kawasan yang sudah mapan.
• Karena dinamika perkembangan kegiatan masyarakat tersebut
telah terjadi pertumbuhan struktur dan pola ruang dalam beberapa
tahapan yang dalam beberapa keadaan berbeda dengan yang
ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayah kota.

Dengan adanya perubahan lingkungan strategis nasional, terjadinya


sistem penyelenggaraan negara dari sentralisasi menjadi desentralisasi
dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

1-2
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor


32 Tahun 2004 yang memberikan hak otonom seluas-luasnya dan
bertanggungjawab antara lain berupa pemekaran wilayah, Pilkada dan
perubahan pada struktur perencanaan pembangunan nasional yang
dicirikan dengan terbitnya Undang-undang No. 25 tahun 2005 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Undang-undang No.
17 Tahun 2007, tentang Rencana Jangka Panjang Nasional, maka kepala
daerah terpilih diharuskan menyusun RPJM dan RPJP di daerahnya
masing-masing. Dokumen RPJMD ini akan menjadi acuan pembangunan
daerah yang memuat antar lain visi, misi, arah kebijakan dan program-
program pembangunan selama 5 (lima) tahun dan 20 (dua puluh) tahun
kedepan. Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, maka Dokumen RTRW
yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata
lain RTRW yang ada diharapkan menjadi bagian dari terjemahan visi dan
misi daerah yang direpresentasikan dalam bentuk struktur ruang dan pola
ruang.

Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta


tersebut mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali
c. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Jabodetabek
d. Pedoman bidang penataan ruang; dan
e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta itu
harus memperhatikan :
a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian
implikasi penataan ruang provinsi;
b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
provinsi;
c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi serta pembangunan
kota administrasi dan kabupaten administrasi;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
h. rencana tata ruang wilayah kota administrasi dan kabupaten
administrasi.

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta ini akan menjadi
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam
wilayah provinsi;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah kota administrasi dan kabupaten
administrasi, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kota administrasi dan kabupaten
administrasi.

1-3
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA 2010-2030


Dasar hukum dalam penyusunan RTRW DKI Jakarta 2010-2030 terdiri dari
beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3318);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3469);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3470);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4169);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4377);
11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839), sebgaimana diubah beberapa kali yang terakhir dengan
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

1-4
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

14. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4438);
15. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);
16. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);
17. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4722);
18. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4723);
19. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4724);
20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4725);
21. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4739);
22. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 93 ,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4744);
23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4849);
24. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4846);
25. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4849);
26. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4851);
27. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4866);
28. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan lembaran negara Nomor 4956);

1-5
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

29. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba (Lembaran


Negara Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4959);
30. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4956);
31. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5025);
32. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112 , Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5038);
33. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5049);
34. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);
35. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5066);
36. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5080);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3225);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran
Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3445);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3527);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60,Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3529);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3516);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat

1-6
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3174);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan
Pembentukan dan Ketentuan Pemekaran, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 233,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4036);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4122);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4145);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4146);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4242);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4385);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4489);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4490);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4532);

1-7
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

57. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang


Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4624);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua
PP 10-1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4628);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4655);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4663);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun
2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4664);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyuluhan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4696);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4761);
66. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4828);
67. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4833);
68. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4840);
69. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4858);

1-8
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

70. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah


(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4859);
71. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan
Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas
Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Sertaberada Di
Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
Dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4970);
72. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4987);
73. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4998);
74. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5004);
75. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 88,Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5019);
76. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5048);
77. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
134 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5053);
78. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5070);
79. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 171, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5083);
80. Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1986 tentang Pengendalian
Penggunaan Tanah dan Ruang Udara di sekitar Bandar Udara
Internasional Jakarta Soekarno-Hatta;
81. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
82. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta;
83. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
84. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Evaluasi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

1-9
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

85. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang


Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial
Perumahan Kepada Pemerintah Daerah;
86. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;
87. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang
Pedoman Umum Mitigasi Bencana;
88. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 1991 tentang Badan
Kerjasama Pembangunan Jabotabek;
89. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1975 tentang Ketentuan Bangunan
Bertingkat di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
90. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
91. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan
dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 31 Tahun 1988 seri C Nomor 2 tanggal 3
September 1988.
92. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
93. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan
Pengelolaan Kepulauan Seribu Kota administrasi / Kabupaten
administrasi Jakarta Utara (Lembaran Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 80 Tahun 1994 Seri D Nomor 79 tanggall September 1994);
94. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta;
95. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau (Lembaran Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2003 Nomor 87);
96. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2005 Nomor 4); dan
97. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007
Nomor 8).

1.3 KEDUDUKAN RTRW DKI JAKARTA


1.3.1 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Sistem Perencanaan dan
Penganggaran
 
Dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran di Indonesia,
keberadaan RTRW DKI Jakarta ini harus memiliki hubungan yang
sinergis dengan kebijakan-kebijakan pembangunan DKI Jakarta yang
lainya. Dalam hal ini RTRW DKI Jakarta perlu menjadi bagian sinergis
dengan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Daerah, RPJM
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Daerah, Renstra SKPD
dan RKP lebih operasioanal dalam kebutuhan lokasi harus mengacu

1-10
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

pada RDTR, juga dengan RUPE atau RUPSB atau Rencana Induk
lainnya (RI). Renstra SKPD (5 tahunan), RKPD (1 tahunan) Provinsi DKI
Jakarta mengacu pada RTRW dalam hal penyediaan lokasinya. Posisi
RTRW DKI Jakarta secara skematik digambarkan pada pada Gambar
1.7 berikut ini.

Jadi RTRW DKI Jakarta akan merupakan penjabaran dari program


kewilayahan dari RPJM Daerah DKI Jakarta. Selanjutnya posisi RTRW
ini juga akan berperan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi
Rencana Umum Pembanguhan Ekonomi (RUPE) atau Rencana Umum
Pembangunan Sosial Budaya (RUPSB) DKI Jakarta yang mana akan
merupakan hal yang penting di dalam penyusunan RTRW DKI Jakarta.

Gambar 1.1 Kedudukan RTRW DKI Jakarta


dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran

Kebijakan Pembangunan Nasional


RPJP Nasional RPJM RPK Nasional
N i l

RPJP RPJM KUA DAN RKPD Prov. APBD Prov.


Propinsi DKI Propinsi DKI PPA Prov. DKI Jakarta DKI Jakarta
Jakarta Jakarta DKI

RENCANA TATA 
RUANG WILAYAH 
DKI JAKARTA 

RUPE/RUPS RENSTRA RENJA SKPD RKA SKPD DPA SKPD


B/ RI/RP4D SKPD

1.3.2 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Kebijakan Penataan Ruang

Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang


Penataan Ruang dan Permendagri No.8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRW Provinsi. Di
samping itu RTRW DKI Jakarta akan menjadi bahan acuan di dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan (RDTR Kecamatan)
dan tata ruang di bawahnya, yakni Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) dan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Tertentu
dan juga bagi pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dapat
dilihat pada gambar 1.2.

1-11
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Gambar 1.2 Bagan Sistem Kebijakan Proses RTRW

 
1.4 FUNGSI RTRW DKI JAKARTA

Fungsi dari RTRW Provinsi DKI Jakarta ini adalah :


a. Sebagai matra keruangan dari pembangunan ;
b. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di Wilayah
DKI Jakarta;
c. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar
wilayah dan antar kawasan serta keserasaian antar sektor;
d. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan
pemerintah, masyarakat dan swasta;
e. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang
kawasan;
f. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang;
g. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala besar.

1.5 PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA 2030

Prinsip penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta


2030 berbeda dengan konsepsi pembangunan kota-kota lain karena
Jakarta tidak mungkin lagi melakukan pembangunan secara harafia
dengan mendirikan bangunan atau struktur. Prinsip-prinsip yang terdapat
dalam penyusunan RTRW DKI Jakarta 2030, antara lain :
1. Pengelolaan Pertumbuhan (Growth Management), bukan
Pembangunan Biasa
2. Basis Perencanaan Fungsional adalah Megalopolitan
Jabodetabekpunjur
3. Pergeseran Dari Stakeholders ke Stakeholders

1-12
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

1.6 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 pasal 3, penyelenggaraan penataan


ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional dengan :
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Adapun tujuan dari penyusunan RTRW Provinsi secara normatif adalah


untuk mewujudkan ruang wilayah provinsi yang memenuhi kebutuhan
pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam
alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan
program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Sasaran penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta


adalah :
a. Terkendalinya pembangunan di wilayah baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat;
b. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program
pembangunan di wilayah Provinsi DKI;
d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di
wilayah provinsi; dan
e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor
pembangunan

1.7 RUANG LINGKUP RTRW DKI JAKARTA

Sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, maka Rencana Tata


Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta memuat :
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem
perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan
perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan
prasarana wilayah provinsi dalam melayani system pusat kegiatan;
c. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung
dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
d. Penetapan kawasan strategis provinsi;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan pengenaan
sanksi.

1-13
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi ini adalah 20 (dua puluh)
tahun dari tahun 2010 sampai dengan 2030.

1.8 KARAKTERISTIK WILAYAH


1.8.1 Keadaan Geografis

Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter


di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6o 12’ Lintang Selatan dan 106o
48’ Bujur Timur. Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta terdiri dari daratan
seluas 662 km2 dan lautan seluas 6.998 km2 dan 110 pulau di Kepulauan
Seribu. Terdapat pula sekitar 13 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan
sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan.

Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur


sepanjang kurang lebih 35 km yang menjadi tempat bermuaranya sungai
dan kanal. Sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan
wilayah administrasi propinsi Jawa Barat, sebelah Barat dengan wilayah
Propinsi Banten sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa.

Wilayah administrasi propinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota


administrasi dan kabupaten adminitrasi. Yaitu Kota Administrasi Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Masing-masing dengan luas daratan seluas 145,7 km2, 47,9 km2, 187,7
km2, 126,2 km2 dan 154,0 km2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu.

Di sebelah Selatan dan Timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas
mencapai 96,5 ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah
resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal
dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Kegiatan industri lebih banyak
terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan
usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat
dan Jakarta Selatan.

Kota administrasi Jakarta Selatan terdiri atas 10 kecamatan, Jakarta Timur


10 kecamatan, Jakarta Pusat 8 kecamatan, Jakarta Barat 8 kecamatan,
Jakarta Utara 6 kecamatan, dan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu
terdiri dari 2 kecamatan dengan jumlah pulau ada 110 pulau, yang
berpenduduk hanya 11 pulau, pulau yang relatif besar antara 20-50 Ha ada
60 saja. Secara rinci pembagian wilayah administrasi DKI Jakarta tersebut
seperti terlihat pada gambar berikut.
 

1-14
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Gambar 1.3 Batas Administrasi Provinsi DKI Jakarta

1.8.2 Iklim

Tingkat curah hujan pada daerah Provinsi DKI Jakarta curah hujan relatif
rendah dan terbagi dua zona yaitu zona utara dengan rata-rata curah hujan
sekitar 1.500 – 2.000 mm/tahun dan zona selatan dengan rata-rata curah
hujan sekitar 2.000 – 3.000 mm/tahun.

Semakin ke hulu, curah hujan ini semakin tinggi dengan daerah Depok
memiliki curah hujan sekitar 3.000 – 3.500 mm/tahun, daerah Cibinong
memiliki curah hujan sekitar 3.500 – 4.000 mm/tahun, dan daerah Bogor
memiliki curah hujan 4.000 – 4.500 mm/tahun. Daerah Gunung Salak
dimana sungai Ciliwung berhulu memiliki curah hujan diatas 4.500
mm/tahun.

Kondisi klimatologi ini seiring dengan adanya pemanasan global telah


mengalami perubahan. Pemanasan global telah menyebabkan semakin
tidak meratanya pola temperatur dan tekanan udara secara spasial.
Sebagai akibatnya muncul fenomena cuaca ekstrem, badai tropis yang
semakin sering, dan pergeseran musim. Hasil analisis BMKG dari
pengolahan data selama 50 tahun menunjukkan bahwa akan semakin
tingginya intesitas siklon tropis terutama di Samudera Hindia, perubahan
panjang musim, dan awal musim hujan/musim kemarau, kenaikan suhu laut
dan kenaikan permukaan laut. Untuk Provinsi DKI Jakarta diperkirakan
adanya kecenderungan terjadinya awal musim hujan semakin maju
sementara awal musim kemarau semakin mundur. Hal ini menyebabkan

1-15
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

musim hujan di Jakarta semakin memanjang dan musim kemarau semakin


memendek, walaupun dalam kadar yang tidak terlalu tinggi (0,1 – 0,3 hari
pertahun).

1.8.3 Kondisi Fisiografi dan Geomorfologi

Daerah Lembar Jakarta dapat dibagi menjadi 4 satuan morfologi antara lain
dataran pantai, yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar dengan
ketinggian antara 0-15 m di atas permukaan laut; lebarnya antara 7-40 km,
meliputi tanggul pematang pantai, daerah rawa dan dataran delta. Dataran
ini dikenal sebagai Dataran Rendah Jakarta (Bemmelen, 1949).

Provinsi DKI Jakarta yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian


rata-rata berkisar 8 m d.p.l., bahkan lebih kurang 40% dari wilayah Provinsi
DKI Jakarta memiliki ketinggian dibawah permukaan laut. Hal ini ditambah
dengan 13 sungai yang mengaliri Jakarta menyebabkan kecenderungan
untuk semakin rentannya wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir
pada musim hujan.

Pada Gambar 1.4. terlihat bahwa kemiringan lereng wilayah provinsi DKI
Jakarta adalah sekitar 0-3% sehingga wilayah ini memiliki kecenderungan
datar, sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang bermuara di
Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-
15% di wilayah Bogor dan Cibinong dan untuk daerah ciawi-puncak lebih
dari 15%. Dengan tingkat perkembangan wilayah tersebut yang relatif
berkembang, maka semakin rendah resapan air kedalam tanah dan
menyebabkan run off semakin tinggi. Pada gilirannya hal ini akan
menyebabkan ancaman banjir ke Jakarta semakin besar.

1.8.4 Kondisi Geologi dan Jenis Tanah

Secara umum, seperti dapat dilihat pada Gambar 1.5, karakteristik


keteknikan tanah dan batuan daerah Provinsi DKI Jakarta menunjukan
bahwa terdapat 4 karakteristik utama, yaitu:
• Pasir lempungan dan lempung pasiran merupakan endapan aluvial
sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari
lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran, semakin
kearah utara mendekatai panti di permukaan beruapa lanau pasiran
dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang,
tebal endapat antara perselang-seling lapisannya bekisar antara 3-12
m, namun ketebalan secara keseluruhan endapan ini diperkirankan
mencapai 300 m. Lanau lempungan tersebar secara dominan di
permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan,
setempat mengandung material organik, lunak-teguh, plastisitas
sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas
sedang-tinggi. Lempung pasiran , abu-abu kecokolatan, tegus,
plastisitas sedang-tinggi. Dibeberapa tempat nilai penetormeter saku
(qu) untuk lanau lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2
dan lempung pasiran antara 1,5 – 3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir
dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5 – 5 m, lanau pasiran
antara 0,5 – 3 m dan lempung pasiran antara 1 -4 m dan kisaran nilai

1-16
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

tekanan konus lanau lempungan antara 2 – 20 kg/m2, lanau pasiran


antara 15 – 25 kg/m2 dan lempung pasiran antara 10 – 40 kg/m2.

Gambar 1.4 Peta Kemiringan Lereng Jabodetabek

• Satuan Pasir Lempungan merupakan endapan pematang pantai


berangsur-angsur dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan
lanau pasiran dan pasri lempungan. Tebal endadapan antara 4,5 – 13
m. Di permukaan didominasi oleh pasri lempungan, dengan warna
coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir halus-sedang,

1-17
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang


kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas
sedang. Dibeberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk pasri
lempungan antara 0,75 – 2 kg/cm2 dan lanau pasiran antara 1,5 – 3
kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) pasri lempungan
antara 3-10 m dan lanau pasiran antara 1,5 -3 meter dan kisaran nilai
tekanan konus pasir lempungan antara 10-25 kg/m2 dan lanau
pasiran antara 2-10 kg/m2.
• Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan yang merupakan
endapan limpah banjir sungai. Satuan ini tersusun beselang-selang
antara lempung pasrian dan pasir lempungan. Lempung pasrian
umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dnegna plasitisitas
sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu,
agka lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan alur
sungai dengan ketebalan 1,5 – 17 m.
• Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran merupakan endapan kipas
aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat0, berangsur-angsur dari
atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan
tebal palisan antara 3 – 13,5 m. Lempung lanauan tersebar secara
cominan di permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman,
lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau pasiran, merah-kecoklatan,
teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa tempat nilai
penetrometer saku untuk lempung antara 0,8 – 2,85 kg/cm2 dan lanau
lempungan antara 2,3 – 3,15 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan
bor tangan) lempung antara 1,5 -6 m dan lanau lempungan antara 1,5
– 7,5 m. Kisaran nilai tekanan konus lempung antara 2 – 50 kg/m2 dan
lanau lempungan antara 18 – 75 kg/m2. Tufa dan konglomerat
melapuk menengah – tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasri halus-
kasar, agak padu dan rapuh.

Gambar 1.5 Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur

1-18
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Dari potongan melintang selatan-utara Jakarta (Gambar 1.6.) terlihat bahwa


Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter yang terdiri dari
3 formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi.
Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 m dengan bagian
atasnya merupakan batu lempung. Formasi ini didominasi oleh batu pasir
pada bagian bawahnya dan di beberapa tempat terdapat
breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas.

Sementara itu, Formasi Kaliwangu memiliki kedalaman sangat bervariasi


dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 m dan di sekitar
Babakan formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 m. Formasi
ini di dominasi oleh batu lempung diselangselingi oleh batu pasir.

Gambar 1.6 Potongan Melintang Selatan-Utara


 
 

1.8.5 Kondisi Sumber Daya Air

Berdasarkan Kepmen ESDM nomor 716 K/10/MEM/2003 tentang Batas


Horizontal Cekungan Air Tanah di Pulau Jawa dan Pulau Madura yang saat
ini sedang diproses menjadi Perpres RI, menempatkan Jakarta menjadi
salah satu dari 5 Cekungan Air Tanah (CAT). CAT Jakarta tersebut
merupakan lintas batas antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan
Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar 1.439 km2. Sebarannya mencakup
sebagian Kota Tanggerang dan sebagian Kabupaten Tanggerang, seluruh
wilayah DKI Jakarta, serta Kota Depok, sebagian Kabupaten Bogor dan
sebagian Kabupaten Bekasi.

1-19
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

CAT Jakarta memiliki luas sekitar 1.439 km2 dengan batas disebelah
selatan kira-kira erletak di sekitar Depok, disebelah bara dan timur masing-
masing Kali (K.) Cisadane dan K. Bekasi, sementara batas disebelah
utaranya adalah Laut Jawa. Sistem akufiernya bersifat multi layers yang
dibentuk oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 250 m.
Ketebalan akuifer tunggal antara 1 – 5 m, terutama berupa lanau sampai
pasir halus. Kelulusan horizontal antara 0,1 – 40 m/hari, sementara
kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah CAT
Jakarta sekitar 250 m2/hari.

Air tanah pada enadapan kuarter mengalir pada system akuifer ruang antar
bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oelh air tanah panyau/asin
yagn berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh
endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya
dijumpai sekitar kedalaman 40 mbmt dan mencapai kedalaman maksimum
150 mbmt.
Pembagian system akuifer di CAT Jakarta yang hingga saat ini digunakan
adalah sebagai berikut:
• Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40
mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer I
• Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman 40-140
mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer II
• Sistem akuifer tertekan bawah yagn berada pada kedalaman 140 –
250 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer III
• Pembagian akuifer di CAT Jakarta tersebut didasarkan atas
dijumpainya lempung berfaies laut yang meisahkan system akuifer
yang satu dengan lainnya. Mengatasi system akuifer di daerah
pemantauan adalah endapan terseir yagn bersifat relative sangat
kedap air. Gambar 13 menunjukan skema penampang geologi dan
hidrogeologi antara G. Salak sampai Pantai Jakarta.

Mengenai air permukaan sendiri, terdapat 13 sungai yang mengalir


membelah Jakarta. Kondisi sungai ini sangat memprihatinkan dengan
tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika
hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap,
yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama
daerah Jakarta Utara. Perawatan sungai terutama pengerukan mulut
sungai dan pengurangan pembuangan sampah ke sungai akan membantu
menjaga kapasitas debit sungai. Sungai-sungai tersebut dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan. Antara lain digunakan untuk usaha perkotaan,
air baku untuk air minum, perikanan dan lain-lain. Fungsi utama dari
jaringan sungai dan kanal tersebut adalah sebagai sarana drainase.

Sedangkan jumlah situ yang ada di wilayah DKI Jakarta terdapat 6 buah
situ yang juga dikelola oleh Pemda DKI, dan jumlah tempat parkir air
(retention basin) terdapat 15 buah. Fungsi utama tempat parkir ini adalah
sebagai wadah ”retention” atau tempat menahan sementara luapan air
sungai pada saat muka air sungai meningkat.

1-20
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

1.8.6 Kondisi Hidrooceanografi dan Ekosistem Pulau-pulau Kecil

Sejak tahun 1925 Belanda sudah melakukan pengamatan pasang surut


muka air laut Jawa di Jakarta. Dimana muka air laut rata–rata dijadikan
sebagai basis referensi dalam menentukan elevasi teliti untuk pemakaian
yang lebih luas di Jawa. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
• Spring tide (High High Water) PP + 1,15 m
• Average High Water (HW) PP + 0,90 m
• Slack tide high water PP + 0,80 m
• Mean Sea Level (MSL) PP + 0,60 m
• Slack tide low water PP + 0,40 m
• Average Low Water (LW) PP + 0,25 m
• Spring tide (Low Low Water) PP = 0 (zero datum)

Hasil pengamatan ini dihubungkan tersebar ke berbagai BM dengan notasi


NWP. Sesuai perkembangan pembangunan dan perubahan kondisi alam
telah dilakukan pula pengamatan–pengamatan untuk mengetahui
hubungan antara BM dengan notasi NWP (lama) dan PP (baru). Dimana
pada waktu itu ditetapkan suatu relasi antara NWP dan PP.
• PP = NWP + 2,00 m
• Mean Sea Level (1925) = NWP – 1,40 m--Æ MSL (1925) = PP +
0.60 m.

Sampai sekarang masih banyak tersebar BM yang menuliskan nilai elevasi


seperti aslinya, yang artinya belum pernah melakukan koreksi terhadap
perubahan yang disebabkan oleh penurunan muka tanah (land
subsidence) dan kemungkinan perubahan Mean Sea Level (MSL). Nilai
MSL ini digunakan dalam perencanaan pengendalian banjir.
Sejak tahun 2002, Dinas Hidro Oseanogarafi TNI–AL mendefinisikan
bahwa MSL (2002)= PP + 1.20 m dan HHW (2002) = PP + 1,70 m. Nilai ini
berbeda sekitar 60 cm dari definisi yang digunakan pada tahun 1925.

Seperti diketahui, Provinsi DKI Jakarta juga meliputi kawasan-kawasan


pulau-pulau kecil disebelah utaranya, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu.
Kawasan tersebut dengan beberapa kawasan di pantai utara Jakarta
memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Terdapat beberapa
kawasan cagar alam di kawasan tersebut seperti: kawasan suaka
margasatwa Muara Angke dan Pulau Rambut, Hutan Lindung Kapuk,
Hutan Wisata Kamal, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Zona inti I,
II, dan III, Cagar alam pulau bokor, dan tutupan karang hidup yang rendah.

Jumlah pulau di Kepulauan Seribu ada 110 pulau, sedangkan data Dinas
Hidro Oseanogarafi TNI–AL ada 150 pulau perbedaan jumlah terjadi karena
perbedaan definisi pulau dan gosong (pulau karang) yang terdiri dari
gugusan atau kelompok pulau karang.

Kawasan-kawasan pantai utara dan berbagai pulau terdiri dari Mud Flat
dan Mangrove yang merupakan habitat dari burung air yang datang dan
burung local yang dilindungi.Kawasan hutan mangrove ini sangat penting
bagi kelestarian fauna oleh karenanya perlu dilindungi.

1-21
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

1.8.7 Kenaikan Muka Air Laut

Akibat pemanasan global, tinggi permukaan laut akan meningkat.


Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dalam prediksinya
memperkirakan bahwa kenaikan muka air laut berkisar antara 18 cm
sampai 59 cm sampai tahun 2100. Ini tentu juga berpengaruh pada
perairan laut Indonesia. Dampak ini lebih terasa pada daerah-daerah yang
berbatasan dengan laut, seperti DKI Jakarta.

Karena sifatnya global, maka penanganan masalah ini harus dilakukan


secara global dengan cara menurunkan konsentrasi CO2 di udara. Semua
negara di dunia harus bersama-sama berusaha menurunkan konsentrasi
CO2 di negaranya masing-masing. Untuk jelasnya, perkiraan kenaikan
muka air laut sampai tahun 2100 dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 1.7 Perkiraan kenaikan muka air laut

1.8.8 Jalur Pelayaran dan Alur Pelayaran Laut

Indonesia terletak pada kawasan yang menghubungkan 2 benua dan 2


samudra, serta berada pada jalur pelayaran utama perdagangan dunia
yang menghubungkan Jepang dan Cina dengan bagian barat Asia,
termasuk India dan Timur Tengah serta Eropa. Beberapa jalur pelayaran
laut internasional antara lain melalui Selat Malaka, Selat Sunda dibagian
barat dan Selata Lombok di Bagian Timur.

Umumnya jalur-jalur perdagangan internasional tersebut melalui kawasan


perairan Jakarta. Dengan demikian, letak Jakarta cukup strategis. Oleh
karenanya sejak jaman konlonial Belanda, Jakarta merupakan salah satu
pos perdagangan Utama Belanda di Timur Jauh.

Dari gambar 1.8. terlihat bahwa Jakarta dilalui oleh jalur perdangagan yang
menghubungkan bagian barat (ke arah Selat Malaka atau Selat Sunda) dan
ke arah timur (selat Lombok atau Selat Sulawesi). Selain itu terdapat pula

1-22
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

jalur kapal penumpang baik itu ke arah Barat (sumatera dan Kalimantan
Bagian Barat) dan ke arah timur serta terdapat jalur pelayaran antar pulau.
Oleh karenanya terdapat pelabuhan laut utama di Jakarta yaitu Tanjung
Priok.

Gambar 1.8 Jalur Pelayaran di Sekitar Jakarta

1.9 ISU-ISU STRATEGIS PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA

Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta


harus memperhatikan isu-isu strategis yang berkembang. Isu-isu ini akan
memberikan arahan pendekatan perencanaan pada kawasan-kawasan
tersebut. Isu-isu strategis yang dapat diangkat, yaitu antara lain :

1.9.1 Isu-isu Strategis 20 Tahun Mendatang

Isu-isu strategis 20 tahun mendatang yang akan diangkat dalam


penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, antara
lain :
a. Sistem dan prasarana transportasi

1-23
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Suatu kota harus memiliki sistem dan prasarana transportasiyang baik


tetapi pada kenyataannya banyak jalan arteri yang putus dan pada
ujungnya tersambung dangan jalan kolektor seharusnya tidak adanya
missing link pada jalan arteri. Sistem transportasi harus mencakup
transportasi lokal yang menghubungkan simpul-simpul permukiman
dan tempat kerja secara efektif dan efisien dan transparansi interlokal
yang interkoneksi antar kota dan daerah dan bagi layanan transportasi
laut dan udara. Selain itu, pengembangan sistem angkutan massal
yang harus diperhatikan, yaitu antara lain penyediaan park and ride
serta penyediaan potensi dari park and ride tersebut.

b. Tata air dan pengendalian banjir


Dalam isu permasalahan banjir dan genangan berkaitan dengan
permasalahan permukaan tanah yang 40-50% di bawah muka air laut
yang disebabkan oleh amblesan tanah sebagai akibat dari
pengambilan air tanah secara besar-besaran, delta area lunak, kondisi
13 sungai, pembuangan limbah pada saluran, kondisi hidrologi, dan
sebagainya.

c. Ruang terbuka hijau


Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 ditetapkan minimal 30% dari luas wilayah kota
diantara 20% adalah ruang terbuka publik namun penyediaan RTH
publik secara kuantitatif sulit dipenuhi oleh DKI Jakarta. Oleh karena itu
maka disepakati bahwa konsep perencanaan tentang RTH akan
berbasis dari penyediaan RTH secara fungsional karena yang penting
dari RTH adalah fungsinya dapat berjalan secara efektif baik fungsi
ekologi, tata air, sosial maupun ekonomi. RTH publik yang dapat
dicapai hanya 13,70% dari total luasan DKI Jakarta. Sedangkan RTH
privat yang dikumpulkan dari RTH kavling bangunan privat dan publik
serta pertanian kira-kira akan menyumbang 16,34% yang berarti
presentasenya lebih besar dari RTH publik luas itu akan lebih besar
dalam 20 tahun mendatang melalui penataan ruang yang diatur
dengan peraturan zonasi dalam RDTRnya.

d. Global warming dan keterbatasan energi


Menjelang abad ke-21 sudah diisyaratkan terjadi pemanasan global
(global warning) yang pada waktu itu dianggap sebagai suatu wacana
saja. Namun saat ini 12 tahun kemudian sudah terbukti terjadinya
global warning yang diindikasikan, antara lain:
• Adanya perubahan iklim yang tidak menentu
• Mencairnya lapisan es di lapisan Kutub Utara
• Berkurangnya secara drastis glester di pengunungan Alpen
• Migrasi ikan paus yang tidak menentu
• Bencana angin topan, gelombang laut tinggi, banjir besar
diberbagai negara.
Pemanasan global disebabkan antara lain:

1-24
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Meningkatnya pembuangan emisi dari kendaraan bermotor, asap


pabrik dan pembakaran hutan
• Berkurangnya areal hutan, menurunnya water body ratio,
meningkatnya efek rumah kaca
Keterbatasan energi akibat terbatasnya energi akibat terbatasnya
bahan bakar dari minyak bumi dan batu bara.

e. Krisis dan pasang surut ekonomi dan keuangan dunia


Kebijakan dalam ekonomi kota sangat kontras dengan adanya
tanggapan masyarakat yang mempertanyakan pembangunan
perekonomian skala makro secara beruntun seperti mall padahal yang
dibutuhkan adalah perekonomian skala mikro. Apabila dilihat dari
perubahan ekonomi tahun 1998 yang bertahan adalah kegiatan
ekonomi skala kecil, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ekonomi
kota bertumpuh pada ekonomi lapisan bawah. Pembangunan skala
makro seperti pertokoan moderen harus diimbangi dengan
perekonomian yang bersifat tradisional dengan penyediaan ruang kota
bagi sektor informal atau PKL.

f. Tekanan sosial-kependudukan dan urbanisasi (urban sprawl)


Arus urbanisasi yang semakin meningkat di Kota Jakarta
menyebabkan pertambahan penduduk setiap tahunnya. Dengan
adanya pertambahan penduduk yang semakin meningkat
menyebabkan kehidupan sosial masyarakat yang kurang baik.
Bertambahnya permukiman kumuh dan ilegal dan lapangan kerja
formal yang terbatas menimbulkan kemiskinan di perkotaan, degradasi
kualitas lingkungan.

g. Tuntutan penyediaan prasarana dan sarana : air bersih, limbah cair


dan padat, telekomunikasi, energi
Saat ini Kota Jakarta masih disuplai energi dari wilayah lain sedangkan
energi yang dibutuhkan sangat besar. Adanya rencana pembangunan
PLTGU pulau Damar sebagai sumber energi listrik serta adanya
pengembangan pemanfaatan sampah sebagai energi listrik.
Belum dikembangkannya riset IPTEK dalam pemanfaatan energi
alternatif yang ramah lingkungan.

h. Perlunya mitigasi bencana


Bencana yang terjadi di DKI Jakarta secara alami dan akibat kelalaian
manusia berupa:
• Bencana banjir yang disebabkan luapan 13 sungai dan drainase
yang buruk, genangan air didaerah polder, dan genangan air laut
pasang (rob).
• Bencana longsor tebing sungai disebabkan hunian liar dan erosi.
• Bencana gempa yang dapat merusak bangunan dari infrastruktur
kota.
• Bencana pohon tumbang disebabkan angin dan hujan lebat yang
merugikan masyarakat.

1-25
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

• Bencana kebakaran terutama di perkampungan padat atau


bangunan lain, membesar karena kesulitan dalam pemadaman.
• Bencana bangunan umum yang roboh akibat kesalahan konstruksi
atau kurang terawat baik.

i. Keterbatasan pendanaan publik


Sumber biaya pembangunan berasal dari pemerintah (APBN),
Pemerintah Daerah (APBD), swasta (CSR, investasi), dan masyarakat
(swadaya).
Dana pemerintah daerah berasal dari :
• Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Perusahaan Milik Daerah, dan pendapatan lain-lain).
• Dana Perimbangan (bagi hasil pajak atau non pajak, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus).
• Dan pendapatan lain-lain yang sah.
Dana untuk kegiatan pembangunan fisik dan non fisik yang berasal
dari pemerintah dearah relatif kecil, tidak mampu membiayai seluruh
kebutuhan kegiatan pembangunan. Maka pada setiap tahun dilakukan
skala prioritas kegiatan pembangunan yang diprogramkan dalam
APBD, sehingga penambahan dan pemeliharaan infrastruktur terjamin
keseimbangan dan konsistensinya.

1.9.2 Pendalaman Isu-isu Strategis

Dari isu-isu strategis di atas, maka diperlukan pendalam untuk isu-isu


strategis yang utama, yaitu antara lain :
a. Sistem dan Prasarana Transportasi
Kemacetan yang sering terjadi disebabkan karena banyaknya debit
kendaraan di DKI Jakarta yang semakin meningkat. Selain itu,
kemacetan juga disebabkan oleh pelayanan angkutan umum yang
buruk, yaitu angkutan umum yang memberhentikan atau mengangkut
penumpang di sembarang tempat. Akibatnya tidak disiplinnya
pengemudi dan penumpang adanya missing link pada sistem jaringan
jalan sebagai contoh jalan arteri yang terputus dan berujung di jalan
kolektor. Belum adanya public transport berbasis rel sebagai
backbone, didukung feeder system dan fasilitas intermoda. Kurang
tertatanya dan terciptanya Transit Oriented Development (TOD).

b. Sistem Penanggulangan Banjir dan Drainase Kota


Tingginya curah hujan di hulu dan hilir, berkurangnya daerah resapan
air, penurunan muka tanah dan pesatnya pembangunan Botabek
berpengaruh pada run off air hulu ke hilir. Permasalahan banjir dan
drainase merupakan masalah yang sering dihadapi oleh DKI Jakarta
setiap tahunnya. Akibat penurunan water body ratio penanggulangan
banjir melihat secara makro dari wilayah yang ada disekitarnya,
seperti sistem tata air Jabodetabek karena semuanya berhubungan
dan mempengaruhi satu sama lain.

1-26
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

c. Penyediaan Utilitas Kota : air bersih, limbah cair dan padat,


telekomunikasi, energi
Selain permasalahan sumber energi yang menyuplai energi dari
wilayah lain, permasalahan utilitas lainnya adalah pengembangan
back bone sistem telekomunikasi yang akan dilakukan
pengembangan secara sistem terpadu atau sistem tidak terpadu.
Selain itu, konsep pengembangan pengelolaan sampah melakukan
pengurangan ketergantungan pengelolaan persampahan terhadap
wilayah sekitar dengan mengembangkan ITF (karena dalam UU
pengelolaan sampah harus berada pada wilayah yang bersangkutan)
sekaligus pemanfaatan sampah menjadi energi atau adanya
kerjasama pengelolaan sampah dengan wilayah sekitar.
Mengantisipasi keterbatasan ketersediaan air bersih dengan
membangun saluran tertutup dari waduk Jatiluhur dan penyediaan
supply baru dari beberapa mata air dan waduk di Kab. Bogor dan
Tangerang atau penyediaan penampungan air akibat banjir sebagai
air baku atau hanya melakukan penyulingan air laut yang terintegritas
dengan sistem penahan limpasan air sari laut.

d. Ruang Terbuka Hijau


RTH publik yang dapat dicapai hanya 13,70% dari total luasan DKI
Jakarta. Sedangkan RTH privat yang dikumpulkan dari RTH kavling
bangunan privat dan publik serta pertanian kira-kira akan
menyumbang 16,34% yang berarti presentasenya lebih besar dari
RTH publik.

1.10 DAFTAR ISTILAH

Dalam naskah akademik RTRW DKI Jakarta terdapat beberapa istilah


penataan ruang yang definisinya telah dijelaskan dalam peraturan
perundang-undangan yang sedang berlaku. Untuk lebih jelasnya terdapat
pada tabel 1.1.

1-27
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Tabel 1.1 DAFTAR ISTILAH


Definisi Sumber
Istilah
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau disebut Provinsi DKI Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
Jakarta. tentang RTRW DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi Daerah Gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
Khusus Ibukota Jakarta yang penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. tentang RTRW DKI Jakarta
selanjutnya disebut Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta
Gubernur Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. UU No. 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota NKRI
Bupati Kepala Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu UU NO 26Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Pemerintah Pusat, selanjutnya Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan UU NO 26Tahun 2007 tentang
disebut Pemerintah pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Penataan Ruang
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pemerintah daerah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai UU NO 26Tahun 2007 tentang
unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Penataan Ruang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota UU No. 29 Tahun 2007 tentang
Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota NKRI
Kota administrasi Kota Administrasi yang untuk selanjutnya disebut sebagai kota UU No. 29 Tahun 2007 tentang
adalah wilayah kerja walikota yang terdiri atas kecamatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
kelurahan. sebagai Ibukota NKRI

Kabupaten administrasi Kabupaten Administrasi yang untuk selanjutnya disebut sebagai


Kabupaten adalah wilayah kerja bupati yang terdiri atas kecamatan
dan kelurahan.

Kabupaten Administrasi Kepulauan Wilayah kepulauan dalam lingkup wilayah DKI Jakarta yang terdiri

1-28
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Seribu dari 110 pulau dan dibentuk berdasarkan PP No. 55 Tahun 2001
tanggal 3 Juli 2001.
Kawasan Jabodetabekjur Kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Rencana Tata Ruang
Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Banten. Jabodetabekpunjur

Ruang Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, UU NO 26Tahun 2007 tentang
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, Penataan Ruang
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang Wujud struktur ruang dan pola ruang UU NO 26Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Struktur ruang Susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana UU NO 26Tahun 2007 tentang
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial Penataan Ruang
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan
fungsional.
Pola ruang Distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi UU NO 26Tahun 2007 tentang
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk Penataan Ruang
fungsi budidaya.
Penataan ruang Suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, UU NO 26Tahun 2007 tentang
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan Ruang
Rencana Tata Ruang Hasil perencanaan tata ruang. UU NO 26Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Wilayah Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur UU NO 26Tahun 2007 tentang
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan Penataan Ruang
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Tujuan Nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan Pedoman Penyusunan Pelaporan
wilayah kabupaten administrasi berkaitan dalam kerangka visi dan Akuntabilitas Kinerja Instansi
misi yang telah ditetapkan. Tujuan merupakan operasionalisasi dari Pemerintah, LAN-RI, 1999
visi, karena itu disyaratkan agar rumusannya memberikan gambaran
yang terukur atau diuraikan dengan pertalian yang jelas, layak, dapat

1-29
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
diterima dan dimengerti oleh yang akan melaksanakan.
Strategi Pengembangan Langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan wilayah yang UU NO 26Tahun 2007 tentang
perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan Penataan Ruang
kabupaten administrasi yang telah ditetapkan.
Penyelenggaraan penataan ruang Kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan UU NO 26Tahun 2007 tentang
pengawasan penataan ruang. Penataan Ruang
Pengaturan penataan ruang Upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah UU NO 26Tahun 2007 tentang
daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang Penataan Ruang
Pembinaan penataan ruang Upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang UU NO 26Tahun 2007 tentang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan Penataan Ruang
masyarakat.
Pelaksanaan penataan ruang Upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan UU NO 26Tahun 2007 tentang
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian Penataan Ruang
pemanfaatan ruang.
Pengawasan penataan ruang Upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan UU NO 26Tahun 2007 tentang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penataan Ruang
Perencanaan tata ruang Suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang UU NO 26Tahun 2007 tentang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Penataan Ruang
Pemanfaatan ruang Provinsi Upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai UU NO 26Tahun 2007 tentang
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan Penataan Ruang
program beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang Kota/kab Upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai UU NO 26Tahun 2007 tentang
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan Penataan Ruang
program beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang Kecamatan Upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai UU NO 26Tahun 2007 tentang
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan Penataan Ruang
program beserta pembiayaannya.
Pengendalian pemanfaatan ruang Upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. UU NO 26Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Kawasan Wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. UU NO 26Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang

1-30
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Kawasan lindung Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian UU NO 26Tahun 2007 tentang
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber Penataan Ruang
daya buatan.
Hutan lindung Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan UU NO 26Tahun 2007 tentang
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah Penataan Ruang
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
Kawasan budidaya Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan UU NO 26Tahun 2007 tentang
atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya Penataan Ruang
manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan Sistem Pusat Kegiatan Kawasan yang diarahkan bagi pemusatan berbagai kegiatan
campuran maupun yang spesifik, memiliki fungsi strategis dalam
menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
budaya serta kegiatan pelayanan kota menurut hirarkhi terdiri dari
sistem pusat kegiatan utama yang berskala kota, regional, nasional
dan internasional dan sistem pusat penunjang yang berskala lokal
Kawasan Pusat primer Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional atau beberapa provinsi.
Kawasan pusat sekunder Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
Kawasan pusat tersier Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan
Kawasan perkotaan Wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan UU NO 26Tahun 2007 tentang
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, Penataan Ruang
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan metropolitan Kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan UU NO 26Tahun 2007 tentang
yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan Penataan Ruang
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional
yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang
terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-
kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.

1-31
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Kawasan Megalopolitan Suatu kawasan yang merupakan kolusi beberapa kawasan UU NO 26Tahun 2007 tentang
metropolitan yang secara fungsional maupun geografi mempunyai Penataan Ruang
hubungan yang timbal balik.
Kawasan Perlindungan daerah Bagian dari kawasan lindung yang terdiri dari kawasan hutan lindung, UU NO 26Tahun 2007 tentang
bawah kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Penataan Ruang
Kawasan Perlindungan setempat Bagian dari kawasan lindung yang terdiri dari sempadan pantai, UU NO 26Tahun 2007 tentang
sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan Penataan Ruang
sekitar mata air, serta kawasan terbuka hijau kota termasuk di
dalamnya hutan kota.
Kawasan Hutan suaka alam Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, UU NO 26Tahun 2007 tentang
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan Penataan Ruang
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan hutan pelestarian alam Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas UU No. 5 Tahun 1990 tentang
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem Konservasi Sumber Daya Alam hayati
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis dan Ekosistemnya
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan Hijau Lindung Bagian dari kawasan terbuka hijau yang memiliki karakteristik UU No. 5 Tahun 1990 tentang
alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan ekosistem Konservasi Sumber Daya Alam hayati
setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas dan Ekosistemnya
Kawasan Lindung Laut Kawasan perairan laut yang memiliki fungsi sebagai Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) untuk perlindungan ekosistem perairan laut,
ekosistem pesisir, dan ekosistem pulau kecil untuk tujuan
pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
menunjang kegiatan budidaya, dan menunjang pariwisata.
Kawasan resapan air Kawasan yang mempunyai pengaruh secara signifikan baik secara Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
alamiah atau binaan terhadap fungsi penampungan dan peresapan tentang RTRW DKI Jakarta
air hujan ke dalam tanah, sehingga dapat membantu mengendalikan
aliran air permukaan dan mencegah banjir.
Kawasan tangkapan air Kawasan yang mempunyai pengaruh secara alamiah atau binaan Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
terhadap keberlangsungan badan air seperti waduk, situ, sungai, tentang RTRW DKI Jakarta

1-32
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
kanal, pengolahan air limbah dan lain-lain.
Kawasan cagar budaya Kawasan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah, UU No. 5 Tahun 1990 tentang
budaya, dan nilai lainnya yang dianggap penting untuk dilindungi dan Konservasi Sumber Daya Alam hayati
dilestarikan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dokumentasi, dan Ekosistemnya
dan pariwisata.
Kawasan rawan bencana Kawasan dimana terdapat kondisi atau karakteristik geologis, UU NO 26Tahun 2007 tentang
biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, Penataan Ruang
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
Kawasan permukiman Kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang
permukiman atau tempat tinggal/ hunian beserta prasarana dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
sarana lingkungan yang terstruktur.
Kawasan Pusat Perkantoran Kawasan yang terpusat diperuntukkan bagi kegiatan perkantoran,
Perdagangan dan Jasa perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan
mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan
nilai tambah pada suatu kawasan perkotaan.
Kawasan Pertanian Pangan Kawasan yang memiliki ciri hamparan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi
utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan nasional.
Kawasan perikanan Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari Perikanan
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Kawasan pertambangan Kawasan yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak UU No. 4 Tahun 2009 tentang
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan Pertambangan Mineral dan Batu Bara
bagian dari tata ruang nasional.
Kawasan industri kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan PP No. 24 Tahun 2009 tentang
industri beserta fasiilitas penunjangnya dengan Koefisien Dasar Kawasan Industri

1-33
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Bangunan (KDB) maksimal 50% dengan prosentase luas kawasan
di tiap wilayah mengacu pada ketentuan yang berlaku dan
kecenderungan pengembangan yang terjadi dilapangan
Kawasan pariwisata Kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki UU No. 10 Tahun 2009 tentang
potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh Kepariwisataan
penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi,
sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung
lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Kawasan Campuran Kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
kegiatan campuran bangunan umum dengan permukiman beserta tentang RTRW DKI Jakartaf
fasilitasnya yang dirancang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan
masyarakat di mana kawasan bangunan tersebut dibangun dan
dikelola serta dipelihara dengan baik.
Kawasan Pusat Pelayanan Kawasan yang diarahkan bagi pemusatan berbagai fasilitas
pelayanan, baik terpadu maupun khusus, memiliki fungsi strategis
dalam menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi,
dan budaya sesuai dengan hirarkinya.
Ruang Terbuka Non Hijau Ruang terbuka diwilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam PERMEN PU No.5/PRT/M/2008 tentang
kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras, maupun yang berupa Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
badan air. Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan
Perkotaan
Ruang Terbuka hijau non lindung Ruang hijau di luar kawasan hijau lindung yang dimanfaatkan untuk PERMEN PU tentang Pedoman
kegiatan penanaman, pengembangan, pemeliharaan, maupun Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
pemulihan vegetasi yang diperlukan sebagai sarana ekonomi, Terbuka Non Hijau Di Kawasan
ekologi, sosial dan estetika. Perkotaan
Kawasan strategis nasional Wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai UU NO 26Tahun 2007 tentang
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Penataan Ruang
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai warisan dunia
Kawasan strategis provinsi Wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai UU NO 26Tahun 2007 tentang
pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, Penataan Ruang

1-34
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
Kawasan strategis kabupaten/kota Wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai UU NO 26 Tahun 2007 tentang
pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap Penataan Ruang
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
Kawasan Khusus Bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
Izin pemanfaatan ruang Izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai UU NO 26 Tahun 2007 tentang
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penataan Ruang
Pulau Daratan dalam lingkungan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
yang dikelilingi oleh perairan, tidak tenggelam pada saat pasang
naik, ditumbuhi oleh tumbuhan dan dihuni oleh satwa.
Pantai Areal yang dibatasi oleh batas pasang air laut tertinggi dan batas Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta Karya
surut air laut terendah. Departemen PU, 1997
Peruntukan Pulau Pemanfaatan pulau baik secara harfiah maupun dalam
penampilannya mencerminkan bentuk-bentuk kegiatan di dalamnya.
Taman Nasional Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola UU No. 5 Tahun 1990 tentang
dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan dan Ekosistemnya
rekreasi.
Taman Nasional Laut Kepulauan Taman nasional di Kepulauan Seribu yang disesuaikan dengan
Seribu Keputusan Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret
1995 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu
yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara menjadi Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu.
Transit Oriented Development Kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan
(TOD) atau Pembangunan fungsi penghubung lokal dan antar lokal.
Berorientasi Transit
Jalur pejalan kaki Jalur khusus yang disediakan untuk pejalan kaki. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan

1-35
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Pejalan Kaki Setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas jalan. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan
Ruang evakuasi bencana Area yang disediakan untuk menampung masyarakat yang terkena UU No. 24 Tahun 2007 tentang
bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan antisipasi Penanggulangan Bencana
bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi
sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi.
Mitigasi Serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana melalui fisik UU No. 24 Tahun 2007 tentang
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi Penanggulangan Bencana
ancaman bencana.
Kawasan Ekonomi Khusus Suatu kawasan yang direncanakan khusus bagi pengembangan UU No. 39 Tahun 2009 tentang
investasi yang (dipisahkan dari permukiman penduduk) dilengkapi Kawasan Ekonomi Khusus
dengan infrastruktur dan sarana penunjang serta fasilitas
administrasi sebagai kemudahan-kemudahan dalam melaksanakan
investasi, proses produksi maupun ekspor dan impor.
Reklamasi Kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial Perlayaran
ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Peraturan zonasi Ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang PP 26 tahun 2008 Tentang RTRWN
dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Perbaikan Lingkungan Pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan tentang RTRW DKI Jakarta
pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana
yang telah ada.
Pemeliharaan Lingkungan Pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
mempertahankan kualitas suatu lingkungan yang sudah baik agar tentang RTRW DKI Jakarta
tidak mengalami penurunan kualitas lingkungan.
Pemugaran Lingkungan Pola pengembangan kawasan yang ditujukan untuk melestarikan, Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
memelihara serta mengamankan lingkungan dan atau bangunan tentang RTRW DKI Jakarta
yang memiliki nilai sejarah budaya dan/atau keindahan/estetika.

1-36
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Peremajaan Lingkungan Pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
secara menyeluruh fungsi dan kualitas lingkungan, meletakkan tentang RTRW DKI Jakarta
prasarana utama kota, serta mencegah bencana, penyakit, atau
bahaya yang mengancam.
Pembangunan baru Pola pembangunan pada kawasan tanah yang masih kosong Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999
dan/atau belum dikembangkan sebagai kawasan pembangunan. tentang RTRW DKI Jakarta
Jalan rel Satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau UU No. 23 Tahun 2007 tentang
konstruksi lainn yang terletak di permukaan, di bawah, dan diatas Perkeretaapian
tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan
jalannya kereta api.
Jalan Seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan rel dan jalan kabel.
Jalan arteri Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan lokal Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
Terminal Pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan Lintas dan Angkutan Jalan
menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda
angkutan.
Konservasi air Upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
dan fungsi air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan Daya Air
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup,
baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

1-37
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Air tanah Air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah
permukaan tanah.
Pengendalian daya rusak air tanah Upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air tanah. Daya Air
Arahan pemanfaatan ruang Arahan untuk mewujudkan rencana tata ruang provinsi melalui
wilayah provinsi penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
yang berisi usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta
sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
Indikasi program utama jangka Petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi program,
menengah lima tahunan prakiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan
waktu pelaksanaan, dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang
yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Arahan pengendalian pemanfaatan Arahan-arahan yang dibuat/disusun dalam upaya mengendalikan
ruang wilayah provinsi pemanfaatan ruang wilayah provinsi agar sesuai dengan RTRW
provinsi yang dirupakan dalam bentuk indikasi arahan peraturan
zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi yang diterapkan pada
pelanggaran/penyimpangan terhadap RTRW provinsi yang telah
ditetapkan.
Indikasi arahan peraturan zonasi Arahan yang disusun untuk menjadi dasar bagi penyusunan
sistem provinsi ketentuan umum peraturan zonasi dan peraturan zonasi yang lebih
detail, maupun bagi pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi
terutama pada kawasan strategis provinsi dan zona sekitar
infrastruktur wilayah.
Arahan perizinan Arahan-arahan yang disusun oleh pemerintahan provinsi, sebagai
dasar dalam menyusun ketentuan perizinan oleh pemerintahan
kabupaten/kota, yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum
pemanfaatan ruang, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya, yang digunakan sebagai alat dalam
melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.

1-38
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Arahan sanksi Arahan untuk memberi sanksi bagi siapa saja yang melakukan
pelanggaran dalam pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku.
Arahan insentif dan disinsentif Arahan-arahan yang diterapkan untuk dapat mendorong
perkembangan wilayah provinsi ke arah yang dituju serta dapat
menimbulkan dampak positif yang menunjang pembangunan wilayah
provinsi atau upaya pembatasan perkembangan yang berdampak
negatif.
Arahan pemanfaatan ruang Arahan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah
wilayah kota kota sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya,
dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
kota yang berisi usulan program utama, sumber pendanaan, instansi
pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
Ketentuan pengendalian Ketentuan-ketentuan yang dibuat/disusun dalam upaya
pemanfaatan ruang wilayah kota mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kota agar sesuai dengan
RTRW kota yang dirupakan dalam bentuk ketentuan umum
peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kota.
Ketentuan umum peraturan zonasi Ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-
sistem kota unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah kota.
Ketentuan perizinan Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kota
sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak
sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam
melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
Ketentuan insentif dan disinsentif Perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta Karya
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan Departemen PU, 1997
juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

1-39
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Definisi Sumber
Istilah
Jaringan air bersih Sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi PP No. 16 Tahun 2005 tentang
penduduk suatu lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air Pengembangan Sistem Penyediaan Air
bersih secara makro dari wilayah regional yang lebih luas. Minum
Drainase Jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta Karya
sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan sistem Departemen PU, 1997
jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas.
Persampahan Distribusi pelayanan pembuangan/pengolahan sampah rumah UU No. 28 Tahun 2008 tentang
tangga, lingkungan komersial, perkantoran dan bangunan umum Pengelolaan Sampah
lainnya, yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan
sampah makro dari wilayah regional yang lebih luas.
Listrik Sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik bagi
penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi
operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang terintegrasi
dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang
lebih luas.
Telepon Distribusi pelayanan penyediaan kebutuhan sambungan dan jaringan
telepon bagi penduduk suatu lingkungan yang memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang
terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah
regional yang lebih luas.
Jaringan telekomunikasi Rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang
digunakan dalam bertelekomunikasi;
Jalur Evakuasi Jalur perjalanan yang menerus (termasuk jalan ke luar,
koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan
gedung termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat aman, yang
disediakan bagi suatu lingkungan/kawasan sebagai tempat
penyelamatan atau evakuasi.

1-40
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Contents 
BAB 1 .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA 2010-2030 ..... 4
1.3 KEDUDUKAN RTRW DKI JAKARTA.................................................... 10
1.3.1 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Sistem Perencanaan dan
Penganggaran .............................................................................................. 10
1.3.2 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Kebijakan Penataan Ruang
11
1.4 FUNGSI RTRW DKI JAKARTA............................................................ 12
1.5 PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA 2030 ......... 12
1.6 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN .................................................... 13
1.7 RUANG LINGKUP RTRW DKI JAKARTA ............................................ 13
1.8 KARAKTERISTIK WILAYAH................................................................. 14
1.8.1 Keadaan Geografis ........................................................................ 14
1.8.2 Iklim ............................................................................................... 15
1.8.3 Kondisi Fisiografi dan Geomorfologi .............................................. 16
1.8.4 Kondisi Geologi dan Jenis Tanah .................................................. 16
1.8.5 Kondisi Sumber Daya Air ............................................................... 19
1.8.6 Kondisi Hidrooceanografi dan Ekosistem Pulau-pulau Kecil ......... 21
1.8.7 Kenaikan Muka Air Laut ................................................................. 22
1.8.8 Jalur Pelayaran dan Alur Pelayaran Laut ...................................... 22
1.9 ISU-ISU STRATEGIS PENYUSUNAN RTRW DKI JAKARTA .............. 23
1.9.1 Isu-isu Strategis 20 Tahun Mendatang .......................................... 23
1.9.2 Pendalaman Isu-isu Strategis ........................................................ 26
1.10 DAFTAR ISTILAH ................................................................................. 27
 
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 DAFTAR ISTILAH ............................................................................... 28

DAFTAR GAMBAR

1-41
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Gambar 1.1 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Sistem Perencanaan dan
Penganggaran ..................................................................................................... 11
Gambar 1.2 Kedudukan RTRW DKI Jakarta dalam Kebijakan Penataan Ruang
............................................................................................................................ 12
Gambar 1.3 Batas Administrasi Provinsi DKI Jakarta .......... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 1.4 Peta Kemiringan Lereng Jabodetabek ............ Error! Bookmark not
defined.
Gambar 1.5 Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur ......................... 18
Gambar 1.6 Potongan Melintang Selatan-Utara ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 1.7 Perkiraan kenaikan muka air laut .................................................... 22
Gambar 1.8 Jalur Pelayaran di Sekitar Jakarta ................................................... 23

1-42

You might also like