You are on page 1of 25

IKHTISAR FIKIH JINAYAT

MENGENAI JARIMAH
• View
• clicks

Posted August 11th, 2008 by KURNIAWAN S

• Hukum Islam

Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suatu perbuatan
dapat dipandang sebagai jarimah jika telah dinyatakan dalam nash atau dengan bahasa
kenegaraan,sesuatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah diundangkan.
dengan adana prinsip tersebut macam jarimah dan sangsinya akan dapat diketahui dengan
jelas dan pasti.dengan demikian orang akan berhati-hati agar jangan sampai melakukan
jarimah yang akan berakibat penderitaan terhadap diri sendirinya juga.dari segi lain
adanya prinsip tersebut akan mencegah terjadinya penyalah gunaan wewenang penguasa
atau pengadilan untuk menjatuhkan suatu hukumankepada seseorangt berbeda dengan
hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang lain yang melakukan jarimahyang sama
dengan motif yang sama pula.
Adanya prinsip tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap
bermacam macam jarimah.jangan sampai suatu hukuman dijatuhkan terhadap sesuatu
jarimahyang diatur kemudian.Meskipun demikian,dapat dikecualikan untuk hal yang
dipandang yang amat besar bahayanya terhadap masyarakat.aturan dapat dibuat
kemudian kemudian setelah perbuatan jarimah dilakukan,guna menjadi dasar hukum
dalam hendak menjatuhkan hukuman.
Macam jarimah yang ditentukan ancaman pidananya dalam al-quran ialah
pembunuhan ,penganinayaan ,pencurian ,perampokan,pemberontakan,zina,dan menuduh
zina.Hadis naba saw.kecuali memberikan perincian jarimah-jarimahyang ditunjuk
didalam al’quran tujuh macam tersebut,juga menentukan sangsi pidana terhadap dua
macam jarimah lainnya,yaitu:minuman keras,dan riddah keluar dari agama islam.
Sebagai contoh kongkrit didalam QS al-baqarah188 disebutkan larangan makan harta
dengan cara tidak sah,yang bentuknya disebutkan dengan jalan suap menyuap.Atas dasar
adanya larangan tersebut dank arena al-quran tidak menyebutkan sangsi terhadap
pelanggarannya,penguasa dibenarkan untuk membuat undang-undangyang mengatur
jarimah suap menyuap misalnya lagi dalam sunah rasul disebutkan larangan bersunyi-
sunyi antara laki-laki dan perempuan bukan suami istri danjuga bukan muhrimnya juna
menjaga agar jangan sampai terjadi perjinahan.Atas dasar adanya larangan tersebut dan
karena sunah rasul tidak menentukan sangsinya,penguasa dibenarkan mengeluarkan
undang undangyang mengatur jerimah khalwat.
Dari uraian tersebut diatas jarimah hudud dapat diartikanyaitu jarimah yang diancam
dengan hukuman hadd adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nass al-quran atau
sunah rasul dan telah pasti ancamannya serta menjadi hak allah,tidak dapat diganti
dengan macam hukumanlain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia yang termasuk
njarimah ini ialah pencurian ,perampokan ,pemberontakan ,zina,menuduh zina ,minum-
minuman keras dan riddah.
Adapun aturan hukum maupun unsure-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai
perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsure-unsur sebagai
berikut:

a.unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah.unsur
ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum
dinyatakan dalam nas.Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al
isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus
utusannya.Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka
yang membangkang ajaran rasul allah harus lebih dulu diketahui adanya ajaran rasul allah
yang dituangkan dalam nas.

b.unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah


dilakukan.Hadis nabi riwayat bukhari muslim dari abu hurairah mengajarkan bahwa allah
melewatkan hukuman untuk umat nabi muhamad atas sesuatu yang masih terkandung
dalam hati,selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakannya dengan nyata.

c.unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut
tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan
ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan
tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas
dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah
dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi
Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada
mereka.
Salah satu macam jarimah hudud yang akan kita bahas dalam ikhtisar ini ialah jarimah
hudud tentang pencurian.Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS al-maidah:38 yang
mengajarkan”pencuri laki-laki dan perempuuan hendaklah kamu potong tangan mereka
sebagai balasan atas perbuatan mereka dan merupakan hukuman pengajaran dari allah
mahakuasa dan bijaksana.
Hadis nabi mengajarkan bahwa batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan
tangan dan pada tangan kanan.

Syarat hukuman potong tangan atas adalah:

a.pencurinya telah baligh,berakal sehat dan ikhtiyar.Dengan demikian anak-anak dibawah


umur yang melakukan pencurian tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan tetapi
walinya dapat dituntut untuk mengganti harga harta yang dicuri anak dibawah
perwaliannya sedangkan sianak dapat diberipelajaran seperlunya.Orang gila yang
mencuri juga tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan demikian juga orang dewasa
sehat akal yang melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa tidak dapat
dijatuhi hukuman hadd potong tangan khalifaah ummar pernah tidak menjatuhkan
hukuman potong tangan terhadap pencuriyang melakukan pencurian pada musim
penceklik karena dirasakan adanya unsure keterpaksaan.
b.pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak ada syubhat milik bagi orang
tersebut. dengan dengan demikian, jika seorang anggota suatu perseroan dagang mencuri
harta milik perseorannya, ia tidak dijatuhi hukuman hadd potong tangan karena ia adalah
orang yang ikut memiliki harta perseroan yang dicurinya. demikian jugaa, pegawai negeri
yang melakukan korupsi terhadap harta Negara sebab harta negarase4bab sebagai warga
Negara ia dipandang ikut memiliki harta yang dicurinya, tetapi tidak berarti sikoruptor
bebas dari ancaman pidana sama sekali. ancaman yang dapat dijatuhkan adalah pidadna
ta’zir.

c.pencurin mengambil harta dari tempat simpanan yang semestinya, sesuai dengan harta
yang dicuri. dengan demikian, orang yang mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak
memenuhi syarat hukuman potong tangan. orang yang mencuri sepeda dihalaman rumah
pada malam hari jugatidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. orang yang
mencuri cincin emas yang terletak diatas meja makan juga tidak dapat dihukum hadd
potong tangan. namun., pencuri sapi dikandang diluar rumah memenuhi syarat dijatuhi
hukuman hadd potong tangan sebab sapi tidak pernah dikandangkan didalam rumah.
pencuri yang tidak memenuhi syarat hukuman hadd dijatuhi hukuman ta’zir.

d.harta yang dicuri memenuhi nisab. nisab harta curian yang dapatmengakibatkan
hukuman hadd potong tangan ialah seperempaat dinar (seharga emas 1,62 gram). dengan
demikian, pencurian harta yang tidak mencapai nisab hanya dapat dijatuhi hukuman
ta’zir. nisab harta curian itu dapat dipikirkan kembali, disessuaikan dengan keadaan
ekonomi suatu waktu dan tempat. sesuai keadaan ekonomi pada masa nabi,harta seharga
seperempat dinar itu sudah cukup besar. meskipun dapat pula dipahamkan bahwa
kecenderunan untuk menetapkan nisab harta curian dalam jumlah amt kecil itu
dimaksudkan untuk menghilangkan kejahatanpencurian yang amat merugikan
ketenteramanmasyarakat, jangan sampai hak milik seseorang tidak dilindungi
keselamatannya.

e.pencurian tidak terjadi karena desakan daya paksa, seperti wabah kelaparan yang orang
mencuri untuk menyelamatkan jiwanya. Khalifah Umar bin Khaththab pernah tidak
melaksanakan hukuman hadd potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi
wabah kelaparan (paceklik).penuri yang demikian itu jikaakan dijatuhi hukuman hanya
dapat berupa hukuman ta’zir, atau dapat dibebaskan sama sekali, bergantung pada
ppertimbangan hakim. dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa ini dapat terjadi juga
dalam masyarakat yang keadaan sosialnya belum terlaksana dengan baik. misalnya,
dalam masyarakat yang jarak antara kaum kaya dan kaum miskin terlalu jauh, jurang
pemisah antara dua golongan itu amat dalam. di satu pihak terdapatorang kaya yang
membelanjakan hartanya dengan cara bermewah-mewah, dilain pihak tersapat kaum
miskin yang untuk memperoleh pekerjaan amat susah, untuk memperoleh rezeki sehari-
hari amat sukar. dengan demikian, dapat kita peroleh kepastian bahwa pencurian yang
terjadi dalam masyarakat yang belum mencerminkan keadilan social itu tidak memenuhi
syarat untuk dilaksanakan hukuman hadd potong tangan. yang dapat dilaksanakan adalah
hukuman ta’zir.
BAB I

PENDAHULUAN

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Al Mawardi sebagai berikut: yaitu
segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang atau meninggalkan hal-hal yang
diwajibkan), yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.

Sedangkan qishas kadang dalam hadist disebut juga dengan kata qawad, yang
artinya adalah semisal, seumpama (Al Mumatsilah). Adapun maksud yang dikehendaki
syara’ adalah kesamaan akibat yang ditimpakan kepada pelaku tindak pidana yang
melakukan pembunuhan atau penganiayaan terhadap korban. Dalam ungkapan lain,
pelaku akan menerima balasan sesuai dengan perbuatan yang dia lakukan.

Diat dalam arti jarimah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap objek
jiwa dan anggota badan, baik perbuatan tersebut mengakibatkan kematian, atau hanya
mengakibatkan luka, atau tidak berfungsinya anggota badan korban, yang dilakukan
tanpa sengaja atau semi sengaja.

BAB II

PEMBAHASAN

Jarimah Qishash Diyat

2.1 Pengertian dan Bentuk Jarimah

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Iman AL Mawardi sebagai berikut:


segala larnagan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang atau meninggalkan hla-hal yang
diwajibkan) yang diancam dengan hukum had atau ta’zir).

Jarimah memiliki dua unsur, yaitu unsur umum dan unsur khusus. Usur umum
jarimah yaitu unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah. Sedangkan unsur
umum jarimah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu jarimah, namun tidak terdapat
pada jarimah lain.

Jarimah dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek yang
ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan
ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oelh Al Qur’an atau Al Hadits.

Atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu:

a. Jarimah Hudud

b. Jarimah Qishash/diyat

c. Jarimah Ta’zir

Jarimah hudud, lebih lanjt meliputi: perzinaan, wqadzaf (menuduh zina), minum
khamr, pencurian, perampokan, pemberontakan, dan murtad.

AB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana Islam merupakan salah satu bagian dari syari`at islam yang berdasarkan
al-qur`an dan hadist atau lembaga yang mempunyai wewenang untuk menetakan
hukuman. Dalam hukum ini terdapat beberapa anggapan, diantaranya adanya anggapan
yang mengatakan hkum ini tidak relevan lagi untuk diterapkan pada zaman modern
dikarenakan hukuman ini diangap hanya berlaku pada zaman Rasul, anggapan ini
sebenarnya dipengahuri oleh pemikiran orientalis berat pada umumnya, yang mengatakan
hukum pidana islam itu hukum yang kejam, tidak manusiawi, melanggar hak asasi
manusia dan sebagainya. Kalau kita teliti seksama, tidak ada satupun hukum pidana di
dunia ini yang tidak merampas hak asasi manusia.

Dalam koflik inilah, penulisan mengungkapkan macam-macam hukum pidana islam


tersebut seperti gabungan hukuman yang mana hukuman itu terlihat sangat berat karena
terdapat beberapa tindakan pidana yang dilakukan seseorang secara berturut-turut
sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga
menimbulkan perbedaan hukuman antara sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga menimbulkan perbedaan hukuman antaraa
sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga
menimbulkan perbedaan hukuman antara satu dengan yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Gabungan Hukuman


Menurut kamus bahasa indonesia karangan s. Wojo Wasito hukuman berarti, siksaan atau
pembalasan kejahatan. ( kesalahan dosa) dalam bahasa arab disebut iqab dan uqubah.
Sedangka Abdul Qadir Audah memberi definisi hukuman sebagai berikut :
‫العقوبة هي الجزاء المقر رالمصلحة الجماعة على عصيان امر الشارع‬
Artinya :
Hukuman adalah pembalasan atau pelanggaran perintah syara` yang ditetapkan untuk
kemaslahatan masyarakat.

Jadi gabungan hukuman adalah serangkaian saksi yang diterapakan kepada seorang
apabila ia telah nyata melakukan jarimah (pidana) secara berulang-ulang dan antara
perbuatan jarimah yang satu dengan yang lainnya belum mendapatkan putusan terakhir.

b. Macam-macam Gabungan Hukuman


1. Gabungan anggapan (concurcus idealis)
Gabungan jarimah itu karena hanya bersifat anggapan, sedang pelakunya hanya hanya
berbuat satu jarimah.
Contoh :
Seorang memukul petugas, ia diaggap melakukan jarimah ganda, walaupun pelakunya
menganggap melakukan jarimah tunggal, hal ini dikarenakan yang dipukul adalah
petugas sehinnga oleh hukum dianggap berbuat jarimah ganda yaitu memukul orang
dan melawan petugas.

2. Gabungan nyata (concurcus realis)


Yaitu seorang melakukan perbuatan jarimah ganda secara jelas, baik berkenaan dengan
jelas atau berbeda.
Contoh :
Sulaiman lakukan pemerkosaan terhadap habibah sebelulm dijatuhi hukuman sualaiman
melakukan pembunuhan terhadap ali sobri (contoh jarimah ganda berbeda). Adapun
jarimah sejenis adalah sulaiman melakukan pembunuhan terhadap Syaikhun Adim
sebelum dihukum dia melakukan pembunuhan lagi terhadap Azmi.

c. Pertimbangan fuqaha tentang eksistensi gabungan hukuman yang berdasarkan


atas dua teori :
1. Teori saling memasuki atau melengkapi
Dalam teori ini yang dimaksudkan oleh menulis, bahwa pelaku jarimah dikenakan suatu
hukuman, walaupun melakukan tindakan kejahatan ganda, karena perbuatan satu dengan
yang lainnya dianggap saling melengkapi atau saling memasuki. Teori ini ada dua
pertimbangan.
a. Bila pelaku hanya melakukan tindakan kejahatan sejenis sebelum diputuskan oleh
hakim, maka hukumannya dapat dijatuhkan satu macam saja, jika satu hukuman
dianggap cukup. Akan tetapi jika ia belum insaf atau jera dan mengulangi lagi, maka ia
dapat dikenakan hukuman lagi.
Contoh :
Hamim mencuri sebelum mencuri ia dikenakan hukuman dan ia mencuri lagi.
b. Bila jarimah yang dilakukan oleh seorang secara berulang-ulang dan terdiri dari
bermacam – macam jarimah, maka pelakupun bisa dikenakan satu hukuman, dengan
syarat bahwa penjatuhan hukuman itu melindungi kepentingan bersama dan untuk
mewujudkan tujuan yang sama.
Contoh :
Ali sobri memakan daging babi, kemudian meminum khomer serta makan bangkai.
2. Teori penyerapan
Yang dimaksud dari teori ini adalah penjatuhan hukuman dengan menghilangkan
hukuman yang lain karena telah diserap oleh hukuman yang lebih berat.
Contoh :
Syaikhon adim dijatuhkan hukuman mati yang lain diaggap tidak, karena telah diserap
oleh hukuman mati.
Teori penyerapan ini dipegang oleh abu hanifah, imam malik, dan imam ahmad.
Sedangkan imam syafi`k menolak, beliau perpendapat bahwa semua hukuman harus
dijatuhkan satu persatu adapun taktik pelaksanaannya ialah mendahulukan hak adami
daripada hak Allah.
Contoh :
Hak adami seperti diyat (jarimah yang dilakukan tanpa disengaja seperti peluru nyasar
atau semi sengaja melempar orang dengan batu kemudian dia mati)
Hal Allah seperti (mencuri, berzina, membunuh), yang sifatnya sengaja.

Sekalipun dalam islam sendiri mengakui adanya jarimah qisas, diat, tetapi tidak selalu
yang dibayangkan. Islam justru dalam menerapkan hukuman sangat memperhatikan
kepentingan individu dan masyarakat. Ditegakkannya hukuman dalam islam pada
prinsipnya ialah demi kemaslahatan manusia.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam islam mempunyai berbagai macam halaman, salah satunya gabungan hukuman
yang artinya serangkai saksi yang diterapkan kepada seseorang apabila ia benar-benar
telah melakukan tidakan pidana secara berulang-ulang diantara perbuatan perbuatannya
tersebut antara yang satu dengan yang lain belum ada keputusan.
Dalam gabungan hukuman terdapat perbedaan pendapat antara para fuqaha diantaranya
pendapat imam maliki, hanafi, dan ahmad menyatakan apabila gabungan hukuman itu
berupa hukuman mati, maka dengan sendirinya jarimah-jarimah yang telah di lakukannya
terhadapus, berbeda dengan pendapat imam syafi`I yang mengemukakan semua jarimah
di hukum satu – persatu. Dan cara pelaksanaan hukumannya didahulukan hak adami
kemudian baru hak Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmatr Hakim, Hukum Pidana Islam (Bandung : Pusataka setia, 2000 )


Abd. Al-Qadir Awdah, at-Tasyri…….II
Mahrus Munajad, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Djogjakarta : Logung Pustaka,
2004)
Djazuli, Fiqih Jarimah (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)
Ahmad Ali al-Jjurjawi, Hikmah al-tasyri` wa Falsafatubu, (kairo: al-Maktabahalhalabs,
(t)
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta : bulan bintang, 1968)

Jun 24, '08 1:22 AM


PENGERTIAN DAN UNSUR JARIMAH TA’ZIR
for everyone

A. PENGERTIAN DAN UNSUR JARIMAH TA’ZIR

1. Pengertian

Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik
shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak
memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain
dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai
dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas,
pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak
disiplin dan lain-lain.

Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti
menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Dalam al qur’an disebutkan :

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan


(agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk
dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung”.

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Di sebut dengan
ta’zir, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak
kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha’
mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak detentukan oleh al qur’an dan hadits yang
berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi
untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi
kejahatan serupa. Ta’zir sering juga disamakan oleh fuqoha’ dengan hukuman terhadap
setiap maksiyat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat.

Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan
hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis
larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah
atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman
dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk
menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim
(penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan
bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.

Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :

a. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat,
seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan
percurian yang bukan harta benda.

b. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya
oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu,
mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan
menghina agama.
c. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi
wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini
unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran
terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap
pemerintah lainnya.

Dalam menetapkan jarimah ta’zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa
adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari
kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta’zir harus sesuai dengan
prinsip syar’i.

Hukuman-hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling


ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara
hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta
diri pembuatnya. Hukuman-hukuman ta’zir antara lain.

1. Hukuman mati

Pada dasarnya menurut syari’ah Islam, hukuman ta’zir adalah memberikan


pengajaran (ta’dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukuman
ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi
beberapa fuqoha’ memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan
dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau
pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata-
mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. Namun menurut sebagian fuqoha’
yang lain dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati.

2. Hukuman Jilid

Dikalangan fuqoha’ terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam
ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi
diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan
masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imama Abu Hanifah dan Muhammad
berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir adalah 39 kali, dan menurut
Abu yusuf adalah 75 kali.

Sedangkan di kalangan madzhab Syafi’I ada tiga pendapat. Pendapat pertama


sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat kedua sama
dengan pendapat Abu yusuf. Sedangkan pendapat yang ketiga, hukuman jilid pada ta’zir
boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat lain bahwa
jarimah ta’zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.

Dalam mazhab Hambali ada lima pendapat. Tiga diantaranya sama denga
pendapat madzhab Imam Syafi’i. pendapat ke empat mengatakan bahwa jilid yang
diancam atas sesuatu perbuatan jarimah tidak boleh menyamai hukuman yang dijatuhkan
terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain
yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukuman ta’zir tidak boleh
melebihi 10 kali. Alasannya ialah hadits dari Abu Darda sebagai berikut :

“seorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam salah satu hukuman
hudud”

3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)

Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini
didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, hukuman kawalan terbatas. Batas
terendah dari hukuman ini adalah satu hari, sedangkan batas tertinggi, ulama’ berbeda
pendapat. Ulama’Syafi’iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka
mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara ulama’-ulama’
lain menyerahkan semuanya kepada penguasa berdasarkan maslahat.

Kedua, hukuman kawalan tidak terbata. Sudah disepakati bahwa hukuman


kawalan ini tidak ditentukan terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai
terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini
adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah-
jarimah yang berbahaya.

4. Hukuman Salib

Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirobah),


dan untuk jarimah ini hukuman tersebut merupakan hukuman had. Akan tetapi untuk
jarimah ta’zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului dengan oleh hukuman mati,
melainkan si terhukum disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan minum, tidak
dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalan menjalankan shalat cukup dengan isyarat.
Dalam penyaliban ini, menurut fuqoha’ tidak lebih dari tiga hari.

5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tahbih) dan Peringatan

Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta’zir, dengan syarat akan
membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancaman jilid,
dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi
tingdaknya lagi.

Sementara hukuman teguran pernah dilakukan oleh Rasulullah terhadap sahabat


Abu Dzar yang memaki-maki orang lain dengan menghinakan ibunya. Maka Rasulullah
saw berkata : “wahai Abu Dzar, engakau menghina dia dengan menjelek-jelekkan
ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah”.

Hukuman peringatan juga diterapkan dalam syari’at Islam dengan jalan


memberikan nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini
dicantumkan dalam al qur’an sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat
dikhawatirkan berbuat nusyuz.

6. Hukuman Pengecualian (Al Hajru)

Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta’zir yang


disyari’atkan oleh Islam. Dalam sejarah, Rasulullah pernah melakukan hukuman
pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin
Malik, Miroroh bin Rubai’ah dan Hilal bin Umayyah. Mereka dikucilkan selama lima
puluh hari tanpa diajak bicara, sehingga turunlah firman Allah :

“ dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh
mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka mengira
tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian Tuhan menerima
taubat mereka agar mereka bertaubat”

7. Hukuman Denda (Tahdid)

Hukuman denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai hukuman. Antara lain
mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya, hukumannya didenda
dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai dengan
perbuatannya tersebut. Sabda Rasulullah saw. “dan barang siapa yang membawa sesuatu
keluar, maka atasnya denga sebanyak dua kalinya beserta hukuman.” Hukuman yang
sama juga dikenakan terhadap orang yang menyembunyikan barang hilang.

2. Perbedaan Jarimah Ta’zir dengan Hudud

Perbedaan yang menonjol antara jarimah hudud, qishas, dan jarimah ta’zir

a. Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh
ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh
perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.

b. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si
pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan.
Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah
kejahatan material.

c. Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan,
sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
d. Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil,
karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir
itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.

KESIMPULAN

Secara umum, pengertian jinayat sama dengan hukum pidana pada hukum positif,
yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan,
seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam hukum
pidana Islam (jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishas diyat, dan ta’zir.

Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al qur’an dan hadits yang
berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak
hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si
terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan
yang serupa, penentuan jenis pidana ta’zir ini diserahkan
sepenuhnya kepada penguasa sesuai dengan kemaslahatan
menusia itu sendiri. Menuurut hemat penulis, diantara
jenis-jenis hukuman ta’zir yang telah penulis kemukakan dalam
pembahasan, tidak semuanya relevan untuk diterapkan pada
zaman ini, seperti hukuman jilid dan salib karena dinilai sangat
keji. Sementara mengenai hukuman mati dalam ta’zir, penulis
sependapat dengan ulama’ yang membolehkannya sepanjang
sejalan dengan kemaslahatan manusia. Tetapi secara umum,
mengenai jenis hukuman yang relevan untuk jarimah ta;zir ini
harus disesuaikan dengan kejahatan yang dilakukan agar
hukuman dalam suatu peraturan bisa parallel. Untuk
menentukan hukuman yang relevan dan efektif, harus
mempertimbangkan agar hukuman itu mengandung unsure
pembalasan, perbaikan, dan perlindungan terhadap korban
(Theori neo-klasik), serta dtugas makalah 2
Pengertian Jarimah

Jarimah menurut bahasa adalah berasal dari bahasa arab ‫ جر م‬yang artinya usaha atau
memutuskan. Sebab jelas sekali kalimat ini untuk segala tindakan yang dibenci dan tidak
baik. Dan kata ini berarti beban yang ditanggung akibat tindakan yang berupa dosa. Kata
jarimah dikatakan juga bagi suatu tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan
kebenaran dan keadilan serta jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

89. Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu)
menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa
kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh
(tempatnya) dari kamu.

Sedangkan menurut istilah adalah segala tindakan atau perilaku yang dapat menyebabkan
terjadinya iqob atau hukuman bagi pelaku tindak kejahatan. Mujrim adalah orang yang
melakukan tindak kejahatan. Apabila segala perintah syariah dan itu dipandang baik
menurut ketentuan syariah dan ketentuan akal sehat. Maka bila durhaka kepada Allah dan
mengerjakan segala yang dilarang-Nya dan itu disebut jarimah karena tidak baik menurut
perspektif syara dan akal sehat.
Definisi Jarimah secara umum adalah semua segala kemaksiatan yang berujung kepada
kedurhakaan atas apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah baik yang mendapat
ganjaran di dunia dan di akhirat. Para fuqaha melihat dari segi ganjaran yang didapat di
dunia sebagai pelaksanaan hukuman , Imam Mawardi berkata : “ Suatu pelarangan yang
dicegah dengan cara had dan ta’zir”.
Had adalah hukuman yang ditetapkan termasuk didalamnya berupa qishos dan diyat,
sedangkan Ta’zir adalah hukuman yang melantarkan ketetapan berdasarkan kemanfaatan
dalam mencegah kerusakan dan mencegah kejahatan.
Dalam definisi ini ada kedekatan ma’na dengan definisi ulama Qonun ( Mahkamah ),
jarimah atau tindak kejahatan ialah suatu tindakan atau meninggalkan yang sudah berada
dalam nash ( tulisan ) hukum terhadap hukuman yang telah ditetapkan.
Sedangkan definisi jarimah secara khusus adalah suatu tindakan kejahatan yang
mendapat ganjaran hukum yang telah ditetapkan.
Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah
segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan
oleh orang – orang mukallaf ( orang yang dibebani kewajiban ), sebagai hasil dari
pemahaman atas dalil – dalil hukum yang terperinci dari Alqur’an dan hadis. Tindakan
kriminal dimaksud , adalah tindakan – tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman
umum serta tindakan melawan peraturan perundang – undangan yang bersumber dari
Alqur’an dan hadis.
Hukum pidana islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat islam dimaksud ,secara materil
mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya. Konsep
kewajiban asasi syariat , yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik
yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya
pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah Allah. Perintah Allah dimaksud , harus
ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
Alqur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat , sehingga disebut al – bayan
( penjealasan ). Penjelasan dimaksud secara garis besar mempunyai empat cara dan salah
satunya adalah Allah yang memberikan penjelasan dalam bentuk nash ( tesktual ) tentang
syariat sesuatu, misalnya orang yang membunuh tanpa hak, sanksi hukum pembunuh
tersebut adalah harus dibunuh oleh keluarga korban atas adanya putusan dari pengadilan.
Orng berzina harus dicambuk 100 kali bagi pelaku yang berstatus pemuda dan pemudi.
Namun bagi pelaku yang berstatus janda atau duda atau janda sudah menikah
hukumannya adalah rajam.

B.RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

Ruang lingkup hukum pidana islam meliputi pencurian , perzinaan, menuduh orang yang
baik – baik berbuat zina , meminum minuman memabukkan, membunuh atau melukai
seseorang , pencurian , merusak harta seseorang , melakukan gerakan – gerakan
kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan dimaksud disebut jarimah. Jarimah terbagi dua , yaitu (1) jarimah
hudud dan jarimah ta’zir. Kata Hudud (berasal dari bahasa Arab ) adalah jamak dari kata
had. Had secara harfiah ada beberapa kemungkinan arti antara lain batasan atau definisi,
siksaan , ketentuan atau hukum. Had dalam pembahasan fikih ( hukum islam ) adalah
ketentuan tentang sanksi terhadap pelaku kejahatan , berupa siksaan fisik atau moral;
sedangkan menurut syariat islam , yaitu ketetapan Allah yang terdapat di dalam Alqur’an,
dan kenyataan yang dilakukan oleh Rosulullah saw. Tindak kejahatan dimaksud baik
dilakukan oleh seseorang atau kelompok, sengaja atau tidak sengaja, dalam istilah fikih
disebut dengan jarimah. Jarimah hudud adalah tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang atau lebih seorang yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had.
Jenis – jenis had yang terdapat di dalam syariat islam , yaitu rajam , jilid atau dera,
potong tangan , penjara / kurungan seumur hidup , eksekusi bunuh , pengasingan
/deportasi dan salib. Adapun jarimah yaitu delik pidana yang pelakunya diancam sanksi
had yaitu zina ( pelecehan seksual ); qadzaf ( tuduhan zina ) ; sariqah ( pencurian ),
harobah ( penodongan , perampokan, teroris ); khamar ( minuman dan obat – obatan
terlarang ); bughah ( pemberontakan atau subversi ); dan riddah / murtad (beralih atau
pindah agama ). Selain jarimah hudud dalam hukum pidana islam, ada juga jarimah
ta’zir. Jarimah ta’zir secara harfiah bermakna memuliakan atau menolong. Namun ta’zir
dalam pengertian istilah hukum islam adalah hukuman yang bersifat mendidik yang tidak
mengharuskan pelakunya dikeani had dan tidak pula harus membayar kaffarah atau diat.
Tindak pidana yang dikelompokkan atau menjadi obyek pembahasan ta’zir adalah tindak
pidana ringan seperti pelanggaran seksual yang tidak termasuk zina , tuduhan berbuat
kejahatan selain zina , pencurian yang nilainya tidak sampai satu nisab harta.
Jenis hukuman yang termasuk jarimah ta’zir antara lain hukuman penjara, skorsing atau
pemecatan , ganti rugi , pukulan , teguran dengan kata – kata , dan jenis hukuman lain
yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya. Dalam hukum islam jenis
hukuman yang berkaitan dengan hukuman ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada
kesepakatan manusia. Menurut Imam Abu Hanifah , pelanggaran ringan yang dilakukan
oleh seseorang berulang kali dapat dilakukan atau dapat dijatuhi oleh hakim hukuman
mati. Misalnya pencuri yang dimasukkan lembaga pemasyarakatan, lalu masih
mengulangi untuk mencuri ketika ia sudah dikenai sanksi hukuman penjara , hakim
berwenang menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Keputusan mengenai sanksi hukum dan pihak yang diberi kewenangan untuk menetapkan
jenis hukuman dan pelaksanaan ta’zir adalah pihak pemerintah kecuali guru dalam
rangka mendidik anak – anaknya, suami dalam rangka mendidik istrinya. Ketentuan
dimaksud , perbuatan yang dilakukan oleh guru , orang tua , suami , hakim , sebatas
sesuai dengan kepatutan dan bersifat upaya mendidik , bukan sengaja menyakiti atau
mencederai.
Selain itu , perlu diungkapkan bahwa dalam hukum pidana islam dikenal delik pidan
qishash. Secara harfiah qishash artinya memotong atau membalas. Qishash yang
dimaksud dalam hukum pidana islam adalah pembalasan setimpal yang dikenakan
kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain halnya diat. Diat berarti
denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh
pelaku pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.
Sanksi hukum bagi orang yang membunuh diserahkan kepada manusia, dalam arti
manusia sebagai subyek hukum diberikan kewenangan untuk memilih sanksi hukum dari
dua alternative, yaitu ( a ) pembunuh itu diberikan hukuman yang setimpal , yaitu
dibunuh bagi pembunuhan yang disengaja dan ( b) pembunuh membayar diat kepada
keluarga korban bagi pembunuhan yang tidak disengaja. Oleh karena itu , Ibnu Rusyd
mengelompokkan qishash menjadi dua , yaitu qishash an –nafs ( pembunuhan ) dan
qishash ghair an – nafs ( bukan pembunuhan ). Qishash an – nafs , yakni qishash yang
membuat korbanya meninggal. Qishash ghairu an – nafs yaitu qishash yang berkaitan
dengan pidana pencederaan atau melukai, namun korbannya tidak sampai meninggal.
Kelompok pertama disebut al – qatlu ( pembunuhan ) dan kelompok kedua disebut al –
Jarhu ( pencederaan ).

C. JENIS HUKUMAN

Jenis hukuman yang menyangkut tindak pidana kriminal dalam hukuman pidana islam
terbagi atas dua bagian , yaitu ( a) ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat
ringannya hukuman termasuk qishash dan diat yang tercantum di dalam Alqur’an dan
hadis. Hal dimaksud disebit hudud, ( b ) ketentuan hukuman yang dibuat oleh hakim
melalui putusannya yang disebut hukuman ta’zir. Hukum publik dalam ajaran islam
adalah jinayah yang memuat aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukuman ,
baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Jarimah adalah perbuatan tindak
pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan batas
hukumannya di dalam Alqur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw. Lain halnya jarimah
ta’zir. Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk ancaman hukumannya
ditentukan oleh penguasa ( hakim ) sebagai pelajaran kepada pelakunya.

ilakukan penelitian ilmiyah terlebih dahulu.

POINT � POINT MATERI JARIMAH

A. Fiqih Jinayah

a. Pengertian Jinayah
Suatu perbuatan yang dilarang oleh syara� baik mengenai jiwa, harta, benda atau lainnya

b. Pengertian Jarimah
Larangan-larangan syara� yang diancam dengan hukuman had/tazir
Perbuatan melanggar hukum kepidanaan
Perbuatan pidana atau delik (bersifat khusus)

C. Unsur � Unsur Jarimah


Jarimah Huhud yang meliputi Riddah (murtad), al-baghy (pemberontakan), zina, adzaf
(tuduhan zina palsu), sariqah (pencurian), hirabah (perampokan), shrub al-khamr (minum
khamar.

Jarimah Qishash Diyat meliputi Pembunuhan dengan sengaja, Pembunuhan menyerupai


sengaja, Menimbulkan luka/sakit karena kelalaian, Penganiyaan, Pembunuhan kealpaan

Jarimah Ta�jir diantaranya adalah Kriminalitas, Menghukum perbuatan, Menyebabkan


kerugian, Moral bagi individu/masyarakat

d. Turut Berbuat Jarimah

Turut berbuat jarimah : melakukan jarimah secara bersama-sama baik langsung maupun tidak
langsung.

1. Turut Berbuat jarimah langsung (Isytirok Mubasyir) : Tawafuq (berbuat secara


kebetulan), Tamalu (Menginginkan terjadinya jarimah)

2. Turut berbuat jarimah tidak langsung (Isytirok Ghoeru Mubasyir) : Mengadakan


perjanjian atau menyuruh orang untuk berbuat jarimah

e. Contoh Jarimah

Jarimah Murtad
Pengertiannya adalah Kembali / Keluar, Kafir, Kekafiran, Niat, Perbuatan dan Ucapan
Unsur-unsur nya adalah Keluar yang didasari dari perbuatan ucapan dan keyakinan dan
Kesengajaan.
Alat Bukti berupa Perkataan, Kekafiran, Mengolok-olok agama, Menyepelekan,
Mengharamkan yang halal, Menghalalkan yang haram
Hukuman untuk kategori pokok adalah hukuman mati, dan untuk kategori Pengganti ada dua
yaitu pokok gugur yang meliputi Tobat, Penjara, denda dan Taubikh (Dipermalukan) dan
Pokok Gugur Syubat yaitu Penjara dan dipaksa kembali ke islam. Dan yang ketiga adalah
hukuman dalam kategori tambahan yang berupa penyitaan / perampasan harta
berkurang kecakapan tasaruf.

Jarimah Pemberontakan
Pengertian : pelanggaran dan penyelewengan , Melawan Pemerintah yang sah.
Unsur � unsure :Melawan Pemerintah, Menentang, menjatuhkan pimpinan, dengan
kesengajaan.
Sanksi : Diadili dan dibunuh

Jarimah Minum-Minuman Keras


Pengertian : Jarimah yang diberikan kepada orang yang minum / sejenisnya yang
memabukkan
Unsur-Unsur Jarimah: Minum-minuman yang memabukkan, Unsur kesengajaan.
Alat bukti : Adanya minuman, adanya saksi, adanya akibat yang ditimbulkan.
Sanksi : Dera 80 kali (Mazhab Syafi�i), Dera 40 kali (Mahzab hanafi)
Pelaksanaan hukuman : Dilakukan setelah terbukti, dilakukan di khalayak ramai seperti
hadnya pezina.

Jarimah Pencurian (Sariqah)


Pengertian : Mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi.

Unsur-unsur : Diam-diam, Harta, Orang lain, Niat melawan hukum.


Alat Bukti : Saksi, Pengakuan, dan sumpah
Sanksi : Ganti Rugi (Dhaman), Potong tangan (QS. Al-Maidah : 38)
Hapusnya hukuman pencurian : Mengaku, Barang dikembalikan.

Jarimah Perampokan (Hirabah)


Pengertian : Mengambil harta orang lain dengan terang-terangan yang disertai kekerasan.
Unsur-unsur: Dijalan umum, terang-terangan, ancaman, orang lain, sengaja.
Pembuktian : Saksi, korban, pelaku dan barang yang dicuri.
Sanksi Hukum : Pengasingan (hukuman untuk menakutnakuti), Potongan Tangan, kaki silang
(mengambil harta tanpa membunuh), Dibunuh tanpa disalib (membunuh tanpa mengambil
harta), Dibunuh dan disalib (membunuh dan mengambil harta)
Jarimah Zina

Pengertian : menurut ulama fiqih pengertian zina adalah memasukan dzakar ke dalam fajri
yang haram dengan tidak subhat secara naluriah memasukan hawa nafsu.
Menurut Ibnu Rusyd pengertian zina adalah persetubuhan yang dilakukan bukan karena nikah
yang sah/semu nikah dan bukan karena pemilikan hamba sahaya.
Unsur-unsur : Persetubuhan yang haram, i'tikad jahat dalam bentuk kesenangan.
Alat bukti : empat orang saksi, adanya pengakuan, tanda-tanda yang mengarah pada
perzinaan
Sanksi zina : Dera 100 kali, Pengasingan (Ghair Mukhsan), Rajam (Muhsan)
Pelaksanaan hukuman :Apabila semua alat bukti mengarah pada perzinaan,
dilaksanakan dikhalayak ramai, bagi laki-laki sambil berdiri dengan cambuk ukuran
sedang, pukulan cambuk diarahkan pada bagian punggung.Bagi wanita dilakukan
dalam keadaan duduk, bagi wanita hamil menunggu sampai melahirkan.
Hapusnya hukuman : apabila tidak terbukti, orangnya meninggal terlebih dahulu.

Jarimah Ta'zir

Pengertian : suatu istilah untuk hukuman atas jarimah - jarimah yang hukumnya belum
ditentukan oleh syara.

Macam-Macam Jarimah Ta'zir : Yang berkaitan dengan pembunuhan, yang berkaitan dengan
pelukaan, yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

yang berkaitan dengan harta, yang berkaitan dengan kemaslahatan individu, yang berkaitan
dengan keamanan umum

Bentuk - bentuk sanksi ta'zir : yang mengenai badan, yang berkaitan dengan kemerdekaan
seseorang, yang berkaitan dengan harta, yang ditentukan oleh ulil amri.

Hapusnya Hukuman ta'zir :, pelaku ta'zir sudah tobat, para saksi mencabut persaksiannya,
pelaku kehilangan kecakapanya
B. Sumber Hukum Pidana Islam

a. Pengertian:

Sumber Hukum Pidana Islam : Jaminan Dasar, Kebebasan Individu, Penyalahgunaan kekuasaan
dan menjamin keamanan, hukum dipatuhi dan mereka di bebani hukum.

b. Sumber Hukum Pidana Islam : Al-Qur'an : Kitab Suci dan wahyu. As-Sunnah : Perkataan
dan perbuatan Rasulullah. Ijma' : Kesepakatan para ulama. Qiyas : Mempersamakan kasus
yang tidak ada/ada nashnya.

c. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam : Prinsip Teritorialitas (Hukum Pidana berlaku di
wilayah Indonesia). Prinsip Nasionalitas Aktif (Hukum Pidana berlaku untuk luar wilayah
indonesia). Prinsip Nasionalitas Pasif (Memperluas hukum pidana di luar wilayah indonesia).
Prinsip Universalitas (tata hukum internasional untuk kepentingan bersama). Abu Hanifah
(Pernah berlaku di negara islam dan diluar tidak). Imam Abu Yusuf (Diluar negara islam tidak
berlaku tapi yang dilarang haram dilakukan. Imam Malik, Imam Syafi'i dan imam ahmad
(Tidak terlihat tetapi obyek

d. Hukuman : Hukuman ==> pembalasan atas pelanggaran. Tujuan Hukuman : Kemaslahatan


mukalaf atas hukuman syara', Memelihara Masyarakat, Pencegahan, Pendidikan dan
Pengajaran, Sebagai balasan atas Perbuatan, perbaikan.

C. Asas Legalitas

Asas Legalitas ==> Tidak ada hukuman sebelum adanya undang-undang


Sumber Hukum asas legalitas : Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 15 dan 17, QS. Al-Kahfi 18:58,
QS. Al-Baqarah 2:286, QS. Al-An'am 6:19.

BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana Islam merupakan salah satu bagian dari syari`at islam yang berdasarkan
al-qur`an dan hadist atau lembaga yang mempunyai wewenang untuk menetakan
hukuman. Dalam hukum ini terdapat beberapa anggapan, diantaranya adanya anggapan
yang mengatakan hkum ini tidak relevan lagi untuk diterapkan pada zaman modern
dikarenakan hukuman ini diangap hanya berlaku pada zaman Rasul, anggapan ini
sebenarnya dipengahuri oleh pemikiran orientalis berat pada umumnya, yang mengatakan
hukum pidana islam itu hukum yang kejam, tidak manusiawi, melanggar hak asasi
manusia dan sebagainya. Kalau kita teliti seksama, tidak ada satupun hukum pidana di
dunia ini yang tidak merampas hak asasi manusia.
Dalam koflik inilah, penulisan mengungkapkan macam-macam hukum pidana islam
tersebut seperti gabungan hukuman yang mana hukuman itu terlihat sangat berat karena
terdapat beberapa tindakan pidana yang dilakukan seseorang secara berturut-turut
sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga
menimbulkan perbedaan hukuman antara sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga menimbulkan perbedaan hukuman antaraa
sebelum adanya keputusan. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat ulama`, sehingga
menimbulkan perbedaan hukuman antara satu dengan yang lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Gabungan Hukuman


Menurut kamus bahasa indonesia karangan s. Wojo Wasito hukuman berarti, siksaan atau
pembalasan kejahatan. ( kesalahan dosa) dalam bahasa arab disebut iqab dan uqubah.
Sedangka Abdul Qadir Audah memberi definisi hukuman sebagai berikut :
‫العقوبة هي الجزاء المقر رالمصلحة الجماعة على عصيان امر الشارع‬
Artinya :
Hukuman adalah pembalasan atau pelanggaran perintah syara` yang ditetapkan untuk
kemaslahatan masyarakat.

Jadi gabungan hukuman adalah serangkaian saksi yang diterapakan kepada seorang
apabila ia telah nyata melakukan jarimah (pidana) secara berulang-ulang dan antara
perbuatan jarimah yang satu dengan yang lainnya belum mendapatkan putusan terakhir.

b. Macam-macam Gabungan Hukuman


1. Gabungan anggapan (concurcus idealis)
Gabungan jarimah itu karena hanya bersifat anggapan, sedang pelakunya hanya hanya
berbuat satu jarimah.
Contoh :
Seorang memukul petugas, ia diaggap melakukan jarimah ganda, walaupun pelakunya
menganggap melakukan jarimah tunggal, hal ini dikarenakan yang dipukul adalah
petugas sehinnga oleh hukum dianggap berbuat jarimah ganda yaitu memukul orang dan
melawan petugas.

2. Gabungan nyata (concurcus realis)


Yaitu seorang melakukan perbuatan jarimah ganda secara jelas, baik berkenaan dengan
jelas atau berbeda.
Contoh :
Sulaiman lakukan pemerkosaan terhadap habibah sebelulm dijatuhi hukuman sualaiman
melakukan pembunuhan terhadap ali sobri (contoh jarimah ganda berbeda). Adapun
jarimah sejenis adalah sulaiman melakukan pembunuhan terhadap Syaikhun Adim
sebelum dihukum dia melakukan pembunuhan lagi terhadap Azmi.
c. Pertimbangan fuqaha tentang eksistensi gabungan hukuman yang berdasarkan atas dua
teori :
1. Teori saling memasuki atau melengkapi
Dalam teori ini yang dimaksudkan oleh menulis, bahwa pelaku jarimah dikenakan suatu
hukuman, walaupun melakukan tindakan kejahatan ganda, karena perbuatan satu dengan
yang lainnya dianggap saling melengkapi atau saling memasuki. Teori ini ada dua
pertimbangan.
a. Bila pelaku hanya melakukan tindakan kejahatan sejenis sebelum diputuskan oleh
hakim, maka hukumannya dapat dijatuhkan satu macam saja, jika satu hukuman
dianggap cukup. Akan tetapi jika ia belum insaf atau jera dan mengulangi lagi, maka ia
dapat dikenakan hukuman lagi.
Contoh :
Hamim mencuri sebelum mencuri ia dikenakan hukuman dan ia mencuri lagi.
b. Bila jarimah yang dilakukan oleh seorang secara berulang-ulang dan terdiri dari
bermacam – macam jarimah, maka pelakupun bisa dikenakan satu hukuman, dengan
syarat bahwa penjatuhan hukuman itu melindungi kepentingan bersama dan untuk
mewujudkan tujuan yang sama.
Contoh :
Ali sobri memakan daging babi, kemudian meminum khomer serta makan bangkai.
2. Teori penyerapan
Yang dimaksud dari teori ini adalah penjatuhan hukuman dengan menghilangkan
hukuman yang lain karena telah diserap oleh hukuman yang lebih berat.
Contoh :
Syaikhon adim dijatuhkan hukuman mati yang lain diaggap tidak, karena telah diserap
oleh hukuman mati.
Teori penyerapan ini dipegang oleh abu hanifah, imam malik, dan imam ahmad.
Sedangkan imam syafi`k menolak, beliau perpendapat bahwa semua hukuman harus
dijatuhkan satu persatu adapun taktik pelaksanaannya ialah mendahulukan hak adami
daripada hak Allah.
Contoh :
Hak adami seperti diyat (jarimah yang dilakukan tanpa disengaja seperti peluru nyasar
atau semi sengaja melempar orang dengan batu kemudian dia mati)
Hal Allah seperti (mencuri, berzina, membunuh), yang sifatnya sengaja.
Sekalipun dalam islam sendiri mengakui adanya jarimah qisas, diat, tetapi tidak selalu
yang dibayangkan. Islam justru dalam menerapkan hukuman sangat memperhatikan
kepentingan individu dan masyarakat. Ditegakkannya hukuman dalam islam pada
prinsipnya ialah demi kemaslahatan manusia.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam islam mempunyai berbagai macam halaman, salah satunya gabungan hukuman
yang artinya serangkai saksi yang diterapkan kepada seseorang apabila ia benar-benar
telah melakukan tidakan pidana secara berulang-ulang diantara perbuatan perbuatannya
tersebut antara yang satu dengan yang lain belum ada keputusan.
Dalam gabungan hukuman terdapat perbedaan pendapat antara para fuqaha diantaranya
pendapat imam maliki, hanafi, dan ahmad menyatakan apabila gabungan hukuman itu
berupa hukuman mati, maka dengan sendirinya jarimah-jarimah yang telah di lakukannya
terhadapus, berbeda dengan pendapat imam syafi`I yang mengemukakan semua jarimah
di hukum satu – persatu. Dan cara pelaksanaan hukumannya didahulukan hak adami
kemudian baru hak Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmatr Hakim, Hukum Pidana Islam (Bandung : Pusataka setia, 2000 )


Abd. Al-Qadir Awdah, at-Tasyri…….II
Mahrus Munajad, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Djogjakarta : Logung Pustaka,
2004)
Djazuli, Fiqih Jarimah (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)
Ahmad Ali al-Jjurjawi, Hikmah al-tasyri` wa Falsafatubu, (kairo: al-Maktabahalhalabs,
(t)
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta : bulan bintang, 1968)

You might also like