You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan masalah ............................................................................. 2

C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Tahapan-Tahapan dalam Proses Pembuatan Tempe ......................... 5

B. Pembuatan Tempe ............................................................................. 8

C. Pembuatan Ragi ................................................................................ 12

D. Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe .............. 13

E. Manfaat Tempe ................................................................................. 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 19

DAFTAR PUSTA KA ........................................................................................... 20

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan
'teknologi' yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua
kata tersebut European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan
bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang
bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup,
dan/atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Dengan definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang baru.
Nenek moyang kita telah memanfaatkan mikroba untuk membuat produk-produk
berguna seperti tempe, oncom, tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco .
Hampir semua antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang
dipakai untuk membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian. Dalam bidang
pertanian, mikroba penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abab ke 19. Mikroba
pelarut fosfat telah dimanfaatkan untuk pertanian di negara-negara Eropa Timur sejak
tahun 1950-an. Mikroba juga telah dimanfaatkan secara intensif untuk
mendekomposisi limbah dan kotoran. Bioteknologi memiliki gradien perkembangan
teknologi, yang dimulai dari penerapan bioteknologi tradisional yang telah lama dan
secara luas dimanfaatkan, hingga teknik-teknik bioteknologi baru dan secara terus
menerus berevolusi
Pada pembahasan kali ini kami akan membahas tentang bioteknologi
tradisional khususnya pengolahan kedelai menjadi sumber makanan yang bergizi
tinggi yaitu tempe.

ii
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kandungan gizi yang dimiliki oleh tempe?
2. Bagaimana cara pembuatan tempe?
3. Apa manfaat mengkonsumsi tempe?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kandungan gizi yang dimiliki oleh tempe.

2. Untuk mengetahui cara pembuatan tempe.

3. Untuk mengetahui manfaat mengkonsumsi tempe.


BAB II
PEMBAHASAN

Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji


kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang
terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan
bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga
keseimbangan asam amino tersebut.
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)
sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu
dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.
Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar
proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung
singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim
kering.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan
makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan


KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7.
Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai
Dengan Beberapa Bahan Makanan Lain
BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)
Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe


yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang
menggunakan ragi tempe, Inokulum rhizopus sp. yang berwarna putih kapas.
Tempe adalah makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur
Rhizopus oligosporus. Ragi ini pula yang membuat rasa tempe dari berbagai daerah
berbeda. Contohnya di Solo jamurnya adalah R. oryzae dan R. stolonifer, di Jakarta
Mucor javanicus, Trichosporum pullulans dan Fusarium sp.. Sepotong tempe
mengandung berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat,
vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk
kesehatan. Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat.
Tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi
hingga lansia) oleh karena itu tempe adalah makanan untuk semua umur. Tempe
sering dijumpai di rumah maupun di warung-warung, sebagai lauk dan pelengkap
hidangan ternyata tempe memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik
dibandingkan dengan kedelai.
Pada tempe terjadi peningkatan nilai gizi kurang lebih 2 kali lipat setelah
kedelai difermentasi menjadi tempe, seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin,
dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan
niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan.
A. Tahapan-Tahapan dalam Proses Pembuatan Tempe
1. Penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit
Biji kedelai harus bersih, bebas dari campuran batu kerikil, atau bijian lain,
tidak rusak dan bentuknya seragam. Kulit biji kedelai harus dihilangkan untuk
memudahkan pertumbuhan jamur. Penghilangan kulit biji dapat dilakukan secara
kering atau basah. Cara kering lebih efisien, yaitu dikeringkan terlebih dahulu pada
suhu 104o C selama 10 menit atau dengan pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam.
Selanjutnya penghilangan kulit dilakukan dengan alat “Burr Mill”. Biji kedelai tanpa
kulit dalam keadaan kering dapat disimpan lama.
Penghilangan biji secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi
yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah mengalami hidrasi lebih
mudah dipisahkan dari bagian kulitnya, tetapi dengan cara basah tidak dapat disimpan
lama
2. Perendaman atau pre fermentasi
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air
biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses
perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga
terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 – 5,3. Penurunan biji kedelai
tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk.
Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti
penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhijosa dan
rafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat penaikan
pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan
amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapat
menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe. Hessseltine,
et.al (1963), mendapatkan bahwa dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil
terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus
oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur
tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat
penting untuk menghilangkan komponen tersebut.
Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi
suhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman
dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri
sehingga tidak terbentuk asam.
3. Proses Perebusan
Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman bertujuan untuk
membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor,
membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk
pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).
4. Penirisan dan Penggilingan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
mengeringkan permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan
kondisi pertumbuhan jamur, air yang berlebihan dalam biji dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri
kontaminan, sehingga menyebabkan pembusukan.
5. Inokulasi
Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan
beberapa bentuk inokulan (Hidayat, dkk. 2006) yaitu :
a. Usar, dibuat dari daun waru (Hibiscus tiliaceus) atau jati (Tectona
grandis) merupakan media pembawa spora jamur. Usar ini banyak
dipergunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b. Tempe yang telah dikeringkan secara penyinaran matahari atau kering
beku.
c. Sisa spora dan miselia dari wadah atau kemasan tempe.
d. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragi
roti.
e. Spora Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air.
f. Isolat Rhizopus oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe
skala laboratorium.
g. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan
jamur tempe yang ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.
5. Pengemasan
Kemasan yang dipergunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional yaitu
daun pisang, jati, waru atau bambu, selanjutnya dikembangkan penggunaan kemasan
plastik yang diberi lubang. Secara laboratorium kemasan yang dipergunakan adalah
nampan stainless stell dengan berbagai ukuran yang dilengkapi dengan lubang-lubang
kecil.
6. Inkubasi atau Fermentasi
Inkubasi dilakukan pada suhu 25o-37o C selama 36-48 jam. Selama inkubasi
terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam
biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah
kelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur
(Hidayat, dkk. 2006).
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat
dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin
lebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,
jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap
atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih
kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,
terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga
terbentuk amonia.
Dalam pertumbuhannya Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan
menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya
spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe
juga menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan banyak
mikrobia.

Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 (tiga)


karakteristik penting yaitu:
1. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat
dan lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
2. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan
fisiologi dan memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya
perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya
produksi maksimum.
Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 (dua) yaitu:
(1) fermentasi spontan, adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya
tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, tetapi
mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang baik secara
spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya, dimana
aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat dirangsang karena adanya garam,
contohnya pada pembuatan sayur asin. (2) fermentasi tidak spontan adalah fermentasi
yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan
mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan
tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi
produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe dan oncom.

B. Pembuatan Tempe
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar
diperoleh hasil yang baik ialah:
1. Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor;
2. Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit;
3. Cara pengerjaannya harus bersih;
4. Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas
membentuk butiran halus atau tidak menggumpal).

♣ Bahan
1. Kedelai 10 kg
2. Ragi tempe 20 gram (10 lempeng)
3. Air secukupnya
♣ Alat
1. Tampah besar 6. Pengaduk kayu
2. Ember 7. Dandang
3. Keranjang 8. Karung goni
4. Rak bambu 9. Tungku atau kompor
5. Cetakan 10. Daun pisang atau plastik
♣ Cara Pembuatan
1. Biji kedelai yang telah dipilih/dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air
PDAM atau air sumur yang bersih selama 1 jam.
2. Setelah bersih, kedelai direbus dalam air selama 2 jam.
3. Kedelai kemudian direndam 12 jam dalam air panas/hangat bekas air
perebusan supaya kedelai mengembang.
4. Berikutnya, kedelai direndam dalam air dingin selama 12 jam.
5. Setelah 24 jam direndam seperti pada butir 3 dan butir 4 di atas, kedelai
dicuci dan dikuliti (dikupas).
6. Setelah dikupas, kedelai direbus untuk membunuh bakteri yang
kemungkinan tumbuh selama perendaman.
7. Kedelai diambil dari dandang, diletakkan di atas tampah dan diratakan
tipis-tipis. Selanjutnya, kedelai dibiarkan dingin sampai permukaan
keping kedelai kering dan airnya menetes habis.
8. Sesudah itu, kedelai dicampur dengan laru (ragi 2%) guna mempercepat
atau merangsang pertumbuhan jamur. Proses mencampur kedelai dengan
ragi memakan waktu sekitar 20 menit. Tahap peragian (fermentasi) adalah
tahap penentu keberhasilan dalam membuat tempe kedelai.
9. Bila campuran bahan fermentasi kedelai sudah rata, campuran tersebut
dicetak pada loyang atau cetakan kayu dengan lapisan plastik atau daun
yang akhirnya dipakai sebagai pembungkus. Sebelumnya, plastik
dilobangi/ditusuk-tusuk. Maksudnya ialah untuk memberi udara supaya
jamur yang tumbuh berwarna putih. Proses percetakan/pembungkus
memakan waktu 3 jam. Daun yang biasanya buat pembungkus adalah
daun pisang atau daun jati.
10. Campuran kedelai yang telah dicetak dan diratakan permukaannya
dihamparkan di atas rak dan kemudian ditutup dengan karung goni selama
24 jam.
11. Setelah 24 jam, tutup dibuka dan campuran kedelai didinginkan/diangin-
anginkan selama 24 jam lagi. Setelah itu, campuran kedelai telah menjadi
tempe siap jual.
12. Supaya tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor
dapat dibekukan dan dikirim ke luar negeri di dalam peti kemas
pendingin.

Catatan:
1. Ruangan untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari
tembok. Ruangan untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur
dengan membuka atau menutup jendela tersebut. Di waktu musim hujan
ruangan ini perlu diberi lampu agar suhu ruangan tidak terlalu dingin.
2. Tempe mudah busuk setelah disimpan 2 ½ hari dalam keadaan terbungkus,
oleh karena itu perlu diawetkan secara kering dengan cara sebagai berikut :
3. Iris tempe dengan ketebalan ± ½ mm, keringkan dalam oven pada suhu 75 0 C
selama 55 menit. Dengan cara pengawetan seperti ini produk tempe awetan
yang dihasilkan tahan disimpan selama 3 sampai 5 minggu.
4. Kandungan protein dan lemak tempe kedelai, masing-masing sebesar 22,5%
dan 18%. Kebutuhan protein sebesar 55g/hari dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi tempe sebanyak 244,44 gram.
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEMPE
C. Pembuatan Ragi
Laru (ragi) tempe adalah bibit yang digunakan untuk pembuatan tempe.
♣ Bahan
1. Beras 300 gram
2. Tepung tempe 3 gram
3. Tepung beras yang telah disangrai 1 ½ kg
♣ Alat
1. Kukusan 5. Alat penumbuk
2. Tampah (nyiru) 6. Ayakan
3. Pengaduk kayu 7. Alat penggorengan (wajan)
4. Lembaran plastik 8. Kantong plastik
♣ Cara Pembuatan
1. Cuci beras sampai bersih, kemudian masak sampai menjadi nasi dan
dinginkan;
2. Pada nasi tersebut taburkan tepung tempe kemudian aduk sampai rata;
3. Letakkan di atas tampah yang bersih. Tutup atasnya dengan lembaran
plastik atau daun pisang;
4. Simpan dalam ruangan tempat pemeraman (peragian) sampai seluruh nasi
ditumbuhi jamur yang berwarna hitam;
5. Jemur nasi yang telah ditumbuhi jamur (kapang) atau jamur sampai
kering;
6. Tumbuk sampai halus, kemudian ayak. Bagian yang telah halus adalah
ragi tempe;
7. Campurkan ragi ini dengan tepung beras yang telah disangarai (+ 10 gram
ragi untik 50~100 gram tepung beras);
8. Simpan dalam kantong-kantong plastik.
Catatan:
Tutup plastik atau daun pisang sewaktu-waktu perlu dibuka untuk pertukaran
udara dan untk menguapkan air (embun) yang menempel pada plastik atau daun
pisang agar tidak menetes lagi pada bahan. Kadar air yang tinggi akan
mempercepat pembusukan. Supaya pertukaran udara baik, tutup plastik atau daun
pisang diberi lubang-lubang atau bisa diganti dengan tutup yang baru.

D. Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe


1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu
cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan
panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan
kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong
tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya
sekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk
pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,
yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada
waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya.
Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama
disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe.
Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang
menempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung
dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan
kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-
macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat
dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni
campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang
terdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus
oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran
selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella.
Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses
fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp.,
Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12.
Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak
diinginkan.
Pada tempe yang berbeda asalnya sering dijumpai adanya kapang yang
berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada
tempe Malang adalah R. oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor rouxii.
Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan
pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya kapang Mucor javanicus., Trichosporon
pullulans., A. niger dan Fusarium sp.
Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya,
hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase
hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa
oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus.
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan
diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami
peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan
mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai
6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna.
Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi
bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari
kedelai juga akan hilang.
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan
kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana
setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi
sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64%
(Sudarmaji dan Markakis, 1977).
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah
berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan
terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam.
Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan
peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam
(Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama
fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Shurtleff dan
Aoyagi).

E. Manfaat Tempe
1. Sumber Nutrisi
a. Protein
Setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10,9 gram protein bagi
tubuh konsumennya. Itu berarti lebih dari 25% kebutuhan protein yang dianjurkan per
hari bagi orang dewasa. Keunggulan tempe adalah sekitar 56% dari jumlah protein
yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan tubuh. Nitrogen terlarutnya meningkat 0,5 –
2,5% dan jumlah asam amino bebasnya setelah fermentasi meningkat 1 – 85 kali lipat
dari kadarnya pada kedelai mentah.
b. Enzim
Tempe juga mengeluarkan enzim protease yang diperlukan dalam proses
metabolisme protein menjadi asam amino di dalam pencernaan.
c. Lemak
Kadar lemak tempe cukup tinggi. Dalam 100 gram tempe segar terdapat 8,8
gram lemak, dan 19,7 gram lemak pada tempe kering. Keunikannya, tempe juga
mengeluarkan enzim lipase yang akan memecah lemak itu menjadi asam lemak.
Kadarnya yang terbesar adalah asam lemak esensial linolenat (omega 3 dan omega 6),
selain linoleat dan oleat (omega 9).
d. Vitamin
Tempe merupakan sumber vitamin yang baik, khususnya tiamin, riboflavin,
asam folat, vitamin B6 (piridoksin), dan vitamin B12. Selain itu, tempe adalah
sumber beberapa mineral penting sperti kalsium, fosfor, zat besi dan seng.
e. Mineral
Zat besi pada tempe ternyata juga lebih mudah diserap tubuh dibanding
pangan nabati lainnya. Sementara mineral kalsiumnya berfungsi ganda, yaitu
mencegah osteoporosis dan menurunkan kolesterol darah.

2. Mencegah Berbagai Penyakit


a. Diet.
Bagi mereka yang diet rendah kalori, tempe merupakan makanan yang cocok,
yaitu hanya 157 kalori per 100 gram. Padahal beberapa makanan lain nilainya di atas
350 kalori.
b. Diabetes
Hidangan yang sesuai bagi penderita diabetes karena gula yang rendah
c. Serangan Jantung dan Stroke
Berbagai hasil penelitian terakhir menunjukkan, konsumsi tempe yang teratur
setiap hari dapat menurunkan kolesterol darah. Senyawa protein, asam lemak PUFA,
serat, niasin dan kalsium, terutama aktif menurunkan kolesterol jahat dalam darah.
Sehingga penyumbatan pembuluh darah oleh plaque kolesterol dan pengerasan
pembuluhnya dapat dicegah. Penyumbatan dan pengerasan ini sering disebut
aterosklerosis yang menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, dan stroke. Di dalam
tempe juga terdapat senyawa yang akan menghambat aktivitas HMG-CoA reduktase,
enzim yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan menghambat aktivitas
enzim ini, maka tahap awal sintesa kolesterol dapat dicegah.
d. Osteoporosis
Tempe juga dapat membantu kecukupan kalsium tubuh dan mengurangi risiko
osteoporosis yang banyak dialami oleh orang lanjut usia.
e. Diare
Merangsang antibodi e-coli diare. Tempe, menurut Mohamad Harli, sarjana
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya IPB, juga merangsang fungsi kekebalan tubuh
terhadap E-coli, yakni bakteri penyebab diare yang banyak diderita balita dan anak-
anak. Penyebabnya adalah sanitasi lingkungan dan higiene makanan yang mereka
konsumsi masih kurang. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah
dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.
f. Kanker
Senyawa tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit degeneratif
seperti kanker antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida desmutase, dan
isoflavon. Vitamin E dan korotenoid tempe adalah antioksidan onenzimatik dan
lipotik, yang mampu memberikan satu ion hodrogen kepada radikal bebas. Sehingga
radikal bebas tersebut stabil dan tidak ganas lagi. Penelitian yang dilakukan di
Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan
phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat,
payudara dan penuaan (aging).Antioksidan ini disentesis pada saat terjadinya proses
fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne
bacterium.

g. Anemia
Penyakit anemia ini dapat menyerang wanita yang malas makan, karena takut
gemuk, sehingga persediaan dan produksi sel-sel darah merah dalam tubuh yang
menurun., tempe juga dapat berperan sebagai pemasok mineral, vitamin B12 (yang
terdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam
pembentukan sel darah merah.
h. Infeksi
Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa
anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan
antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tempe mengalami peningkatan nilai gizi kurang lebih 2 kali lipat setelah
kedelai difermentasi menjadi tempe, seperti kadar vitamin B2, vitamin B12,
niasin, dan asam pantorenat.
2. Tahap-tahap pembuatan tempe, antara lain:
a. Penyortiran,
b. Pencucian,
c. Perebusan 1,
d. Pengupasan kulit,
e. Perendaman,
f. Perebusan 2,
g. Penirisan dan pendinginan,
h. Penginokulasian/peragian,
i. Pembungkusan, dan
j. Pemeraman.
3. Manfaat tempe selain sebagai sumber gizi juga dapat mencegah berbagai jenis
penyakit seperti diet, diabetes, serangan jantung dan stroke, osteoporosis,
diare, kanker, anemia, infeksi, dll.
B. Saran
Setiap makhluk pasti punya kekurangan begitu pula dalam penyusunan
makalah ini sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik bagi pembacanya untuk
dapat menambah pengalaman penulis pada pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. dan Mita W. Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna. Jakarta :
Akademika Pressindo, 1991. Hal. 94-96.
Buku seri teknologi makanan II. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, 1983. Hal. 39-45.
Sarwono, B. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya, 1982. Hal.
10-15.
Tri Radiyati et.al. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan –
LIPI, 1992. Hal. 1-5.
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation, 1993.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2009
http://tutorjunior.wordpress.com/2009/10/09/laporan-bioteknologi-membuat-tempe/;
http://blog.malangkota.go.id/smpn5/2009/05/30/industri-tempe-sanan/
http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-yuuuuk/#more-113/
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6c23

You might also like