Professional Documents
Culture Documents
2009
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
JAMUR KUPING
(Auricularia spp)
Pengarah :
...
(Kepala ...)
Tim Penyusun :
1. Tri Martini (BPTP Yogykarta)
2. Supriyanto (BPP Pakem)
3. Bambang Setyadi (Asosiasi Petani Krisan Yogyakarta)
4. Ambarwati (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Sleman)
5. Hesti Rahsitomurni (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Sleman)
6. ...
7. ...
8. ... (UPTD Balai Proteksi Tanaman Pertanian DIY)
9. Siswiyanto (Udi Makmur)
10. ...... (Sawungsari)
11. ... (Sawungan)
12. ... (Wonorejo)
13. ... (Cangkringan)
14. ..............
2
KATA PENGANTAR
Ir. ………………………….
NIP.
3
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jamur kuping termasuk species yang memiliki tubuh buah paling besar diantara
familia Auriculariaceae. Jamur kuping telah lama dikenal oleh masyarakat, jauh sebelum
jamur merang dibudidayakan, karena banyak tumbuh pada media kayu bahkan di kayu
yang telah busuk. Jamur kuping dikenal dengan banyak nama, karena mudah ditemui di
setiap tempat. Di Jawa Barat dinamakan supa lember. Di Eropa dikenal dengan nama
Oortjeszwam, di Jepang dengan nama Kikurage, orang Yahudi menyebutnya Jew's ear
fungi.
Jamur Kuping adalah jamur yang pertama kali dibudidayakan bahkan sebelum
jamur Shiitake di Cina. Di Indonesia jamur Kuping sangat lumrah dikenal di kalangan
masyarakat menengah ke bawah setelah jamur merang. Pada acara-acara pesta hajatan
masakan sop (kimlo) sangat umum menggunakan jamur Kuping di dalamnya. Masyarakat
tradisional masih sering mengambil jamur ini dari alam yang biasanya tumbuh pada
batang-batang yang sudah lapuk. Kini jamur Kuping terutama jenis A. polytricha sudah
banyak dibudidayakan secara modern dalam log-log serbuk kayu. Menurut data statistik,
produksi segar jamur kuping (worldwide) menempati urutan keempat (346.000 ton)
setelah Champignon, Tiram dan Shiitake pada tahun 1991 (Chang, 1993). Pada dasarnya
cara budidaya jamur kuping hampir sama dengan cara budidaya jamur Tiram dan Shiitake
yakni dengan tahap-tahapan sbb : penyiapan substrat, pencampuran substrat,
pengantongan (logging), sterilisasi, inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh buah,
dan panen. Yang berbeda mungkin komposisi substrat dan cara pemeliharaan tubuh
buahnya yang memerlukan kondisi-kondisi fisik yang sedikit berbeda dibandingkan
dengan jamur Tiram dan Shiitake, serta waktu panenan yang lebih singkat.
Dalam tiga tahun terakhir, minat masyarakat untuk mengonsumsi jamur terus
meningkat. Salah satunya dapat dilihat dari kreatifitas para pedagang, yang sebelumnya
hanya menjajakan jamur segar, sekarang sudah merambah ke olahan, seperti
memproduksi keripik jamur. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur
berpengaruh positif terhadap permintaan pasokan hingga kenaikannya mencapai 20%—
25%/tahun. Jamur kuping juga bukan sekadar makanan, tapi juga mengandung khasiat
obat. Dewasa ini orang makan jamur lantaran pertimbangan kesehatan. Jamur mudah
4
dicerna dan dilaporkan berguna bagi para penderita penyakit tertentu. Jamur merang
misalnya, berguna bagi penderita diabetes dan penyakit kekurangan darah. Jamur
mempunyai nilai gizi tinggi, terutama kandungan proteinnya sekitar 15%—20% (bobot
kering). Daya cernanya pun tinggi, 34%—89%.
Kelengkapan asam amino yang dimiliki jamur lebih menentukan mutu gizinya.
Kandungan lemak cukup rendah, antara 1,1%—9,4% (bobot kering), berupa asam lemak
bebas mono ditriglieserida, sterol, dan fosfolipida.
Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain thiamin, niacin, biotin, dan asam
askorbat. Umumnya, jamur kaya akan mineral terutama fosfor, kalsium, dan zat besi.
Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di wilayah Kabupaten
Sleman pada 2 tahun terakhir, produksi jamur stagnan, bahkan cenderung menurun.
Padahal petani pembudidaya sudah cukup banyak. Petani inti jamur merang sekitar 5.000
orang, jamur tiram 600 petani, jamur kuping 200 petani, dan pengusaha shiitake sekitar
10 pelaku. Stagnasi produksi jamur disebabkan lantaran ada sekitar 30% petani tidak
mampu lagi untuk berproduksi, bahkan di wilayah Dusun Sawungsari hingga ke 8 km ke
arah utara di Dusun Boyong tidak lagi dijumpai kubung-kubung budidaya jamur kuping.
Sejak tahun 1999, 26 orang petani jamur kuping yang tergabung di Kelompok Tani Sari
Makmur di Dusun Sawangan Desa Hargobinangun Kecamatan Pakem, Kabupaten
Sleman telah mengembangkan jamur kuping sampai 50.000 bag log (kantong plastik
untuk pengembangan jamur), bahkan sampai 100.000 bag log di awal tahun 2005. Tapi,
sekarang produksi dibatasi sampai 30.000 bag log karena permintaan menurun.
Penurunan permintaan ini juga diikuti dengan penurunan harga jual jamur kuping kering
di tingkat petani dari Rp 32.000 - Rp 35.000 turun menjadi Rp 31.000 bahkan Rp 25.000
per kg. Penurunan permintaan komoditas jamur kuping, diantaranya disebabkan oleh
adanya serangan hama yang sering disebut ’krepes’ oleh petani setempat. Gejala awal
nampak 2 minggu sejak bag log diletakkan di rak-rak pemeliharaan di kubung jamur.
Tandanya berupa butir-butir halus seperti butiran-butiran Urea. Apabila butir-butir
tersebut ditekan, akan timbul bunyi 'krepes-krepes' (baca e-nya seperti baca sedap). Selain
menurunkan produksi, hama ini juga merusak kualitas jamur kuping sehingga kurang
menarik. Serangan hama juga mengurangi produksi tiap bag log. Tiap kantong yang
biasanya menghasilkan 0,06 kg jamur kuping segar, setelah ada serangan menyebabkan
produksi hanya 0,02 atau maksimal 0,03 kg saja.
Hama ’krepes’ sulit dikendalikan secara kimiawi dan belum pernah dilaporkan
teknik pengendalian yang tepat, karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat
5
menimbulkan residu pestisida pada produk panen. Upaya pengendalian perlu lebih
difokuskan pada pengendalian hama terpadu (PHT), yang salah satu komponennya adalah
penggunaan pestisida maupun bahan nabati yang tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan
tepat cara, serta perlunya pengendalian OPT pra tanam dan sanitasi lingkungan.
Kendala utama lainnya adalah ketersediaan bag log bermutu. Adanya aumulasi
serangan hama dan penyakit meyebabkan kualitas bag log rendah. Serangan Aspergillus
sp sangat mengganggu media tanam (baglog) sehingga pertumbuhan jamur terhambat,
bahkan mati. Hal ini terjadi saat kemarau panjang atau hujan berkepanjangan, padahal
sekitar 50% biaya produksi terdiri dari media tumbuh dalam bag log. Secara konvensional
perbanyakan bag log di Indonesia menggunakan kultur sederhana. Untuk mendapatkan
benih bermutu harus diperoleh secara steril dan higienis. Seiring dengan meningkatnya
tuntutan masyarakat global terhadap produk yang aman lingkungan, berbagai negara maju
telah menerapkan prinsip budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices =
GAP). Prinsip GAP menekankan peningkatan produksi dan mutu hasil dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya serta keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan penangkar. Pada saat ini kepatuhan terhadap prinsip GAP sebagai
persyaratan bagi ekspor pertanian ke negara – negara maju. Untuk menghasilkan produk
krisan yang bermutu dan berdaya saing, penerapan prinsip budidaya yang baik dan benar
harus dilakukan.
Dalam rangka produksi jamur kuping, Dinas Pertanian Propinsi DIY, BPTP
Yogyakarta, dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman, serta petani jamur kuping di
Yogyakarta menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP). Buku ini selanjutnya
diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terkait dalam produksi jamur
kuping terutama bagi petugas terkait dan penangkar benih bag log) serta pengusaha jamur
kuping.
2. Maksud
6
3. Tujuan
4. Ruang Lingkup
I. Pemilihan Lokasi
II. Penyiapan Kubung
III. Penyiapan media tumbuh dan rak-rak pemeliharaan
IV. Penyiapan sarana irigasi dan aerasi
V. Peletakkan bag log
VI. Penanganan Budidaya Jamur Kuping, meliputi tahapan :
- Penyiapan dan pencampuran substrat
- Pengantongan (logging)
- Sterilisasi
- Inokulasi bibit
- Inkubasi miselium
VII. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
VIII. Panen
IX. Pencatatan
5. Pengertian
a. Bag log
b. Media tumbuh
c. Serbuk gergaji
d. Kapur (CaCO3)
e. Bibit Jamur
f. bekatul
g. masker
h. steamer
i. semprotan
j. alkohol
k. kapas sumbat
l. kantong plastik
7
m. Resistensi OPT
n. Pestisida
o. Musuh alami
p. Kubung adalah tempat budidaya tanaman beratap yang dapat dibuat dari berbagai
jenis bahan untuk mencegah terpaan curah hujan dan sisnar matahari yang kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
q. Inokulasi adalah ..............
r. Inkubasi adalah ..............
s. Jamur adalah .........
t. Bag log adalah .................
u. Sterilisasi adalah kegiatan mengeradikasi OPT didalam ...............melalui cara fisik
maupun kimia.
v. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat
merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tanaman serta
merugikan secara ekonomi.
w. Pengendalian hama dan penyakit adalah tindakan menekan serangan hama dan
penyakit dengan menggunakan cara mekanis, fisik, agen hayati, kultur teknik maupun
bahan kimia sintetik sesuai prosedur baku.
x. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, bahan lain dan organisme renik atau virus
yang digunakan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas hasil
tanaman.
y. Panen adalah kegiatan mengambil hasil sesua prosedur baku untuk setiap jenis
tanaman.
z. Sortasi adalah kegiatan pengelompokkan hasil panen berdasarkan erbedaan mutu
sesuai standar tertentu.
8
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
I. Pemilihan Lokasi
A. Definisi
Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan persyaratan kesesuaian tanah dan
agroklimat. Selain itu penetapan lokasi harus sesuai dengan ketentuan Peta Agro
Ecosystem Zone (AEZ) dan aspek legal kepemilikan lahan.
Sebagaimana halnya jamur lain faktor kelembaban tinggi adalah syarat utama yang
harus terpenuhi dalam budidaya jamur kuping. Kadar air substrat untuk pertumbuhan
vegetatip tergantung dari jenis substrat yang dipakai. Untuk substrat kayu utuh, kadar
air optimum adalah 45-60% sedangkan dengan substrat serbuk gergajian adalah 60-
75%. Meskipun demikian faktor fisik lain seperti suhu, oksigen cahaya dan gaya tarik
bumi juga merupakan faktor-faktor penting. Pertumbuhan vegetatif opotimum adalah
pada suhu 20-22oC. Sedangkan pada saat pertumbuhan tubuh buah memerlukan suhu
optimum yang bervariasi tergantung strainnya. Untuk strain dingin dapat
menghasilkan tubuh buah dengan baik pada suhu 12-18oC dan strain tropis pada suhu
20-22oC.
B. Tujuan
1. Memilih lokasi sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara
optimal.
2. Menetapkan lahan usaha jamur kuping yang tidak bertentangan dengan
peraturan dan perundangan tentang rencana umum tata ruang dan tata wilayah.
3. Membangun basis produksi jamur kuping dengan memanfaatkan keunggulan
potensi wilayah dan agroklimat yang kondusif.
C. Validasi
1. Peta Agro Ecosystem Zone (AEZ) / Peta Pewilayahan Komoditas
9
2. Koordinat posisi geografi
3. Rekomendasi teknologi spesifik lokasi
4. Data analisis tanah dan parameter lingkungan.
5. Hasil penelitian dan kajian pustaka.
6. Pengalaman petani dan pengusaha.
7. Bukti legal status kepemilikan lahan.
10
3. Mengukur rata – rata suhu siang dan malam hari.
4. Memeriksa kemiringan lahan.
5. Memeriksa fisik tanah untuk mengetahui porositas atau keremahan tanah
6. Mengukur pH tanah.
7. Membuat penampungan air agar ketersediaan sumber air, terutama pada
musim kemarau.
8. Mengukur pH air.
9. Menghindari sumber air dari bahan – bahan cemaran yang berbahaya.
10. Lihat kondisi drainase, kelancaran pembuangan air untuk mengantisipasi
kemungkinan kebanjiran.
11. Memeriksa apakah lahan bebas dari OPT.
12. Memeriksa riwayat penggunaan lahan kepada petugas pertanian atau
penduduk sekitar lahan.
13. Memeriksa peruntukan lahan dengan rujukan peta AEZ.
14. Menyediakan sarana jalan penghubung ke lahan usaha tani.
15. Informasi lain.
16. Pencatatan setiap tahapan yang dilakukan dan informasi lainnya.
I-3
11
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Horti/J.K/I/2009 29 Oktober 2009
Standar
B. Tujuan
1. Mendapatkan kondisi lingkungan mikro yang optimal bagi pertumbuhan.....
2. Melindungi dari serangan OPT, cekaman lingkungan dan sinar matahari yang
berlebihan.
3. Memelihara ... agar dapat produksi benih setiap waktu tanpa terkendala oleh
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
12
C. Validasi
1. Literatur, hasil penelitian.
2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur
kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta
13
menahan angin yang kencang, disamping itu tiang beton tahan lama sehingga pada
tahun ketiga hanya diperlukan pengantian konstruksi atap saja.
6. Bahan atap tergantung pada kekuatan dan durasi masa penggunaan.
7. Bahan penutup dinding rumah lindung adalah tirai bambu.
8. Saluran drainase dibuat di sekeliling rumah lindung.
a
b
c
°
d
7m
Tampak Depan
14
e
f
Tampak Samping
Skala 1:10
Keterangan:
a. plastik polythylen e. kasa strimin
b. atap dari kiray/daun rumbia f. 1,3 m bilik
c. dinding dari bilik g. 1 m plastik transparan
d. plastik transparan
15
II-4
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Ben.hias/kri/III/2009 9 Oktober 2009
Standar
B. Tujuan
1. Menyediakan sarana untuk mendistribusikan air dari bak penampung
ke rumah lindung.
2. Memenuhi kebutuhan air tanaman secara efisien dan efektif
C. Validasi
1. Literatur, hasil penelitian.
2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur
kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta
16
4. Embrat/gembor
5. Sarana irigasi lainnya (ember, selang plastik dll)
III-1
17
F. Standar Penyiapan Sarana Irigasi
1. Sarana irigasi meliputi bak penampungan, jaringan distribusi air
primer, sekunder yang masuk ke setiap bedengan dan saluran pemberian air .
2. Jaringan irigasi berlaku untuk di dalam rumah lindung.
3.
III-2
18
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Horti/JK/V/2009 29 Oktober 2009
Standar
A. Definisi
Kegiatan untuk .................pembuatan media tumbuh sebagai tempat penanaman
tanaman induk krisan.
B. Tujuan
Menyiapkan media tumbuh agar tanaman induk tumbuh secara optimal.
C. Validasi
1. Literatur, hasil penelitian.
2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur
kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta
19
Kuping yang sudah perna dicoba dan dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Formula A
• Serbuk gergajian kayu = 78%
• Dedak = 20%
• Kapur (CaCO3) = 1%
• Sukrosa = 1%
• Air = 70%
Formula B
• Serbuk gergajian kayu = 78%
• Dedak = 10%
• Kapur (CaCO3) = 1%
• NPK (1:1:1) = 0,5%
• Air = 70%
Selanjutnya, hal yang sedikit berbeda dengan cara budidaya jamur kuping adalah pada
tahap inkubasi miselium yang memerlukan suhu relatif lebih tinggi (±30oC)
dibandingkan dengan Shiitake. Demikian juga waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan tubuh buah dari mulai inokulasi log adalah lebih singkat yakni sekitar 50
hari. Selama pemeliharaan tidak terjadi tahap-tahap yang sperti pada Shiitake (lapisan
tebal miselium permukaan, pembentukan benjolan, pembentukan warna coklat
(browning) dan pengerasan lapisan luar). Dalam hal pemeliharaan tubuh buah hampir
mirip dengan pemeliharaan jamur Tiram. Sepanjang kelembaban udara dipertahankan
tinggi (±85%) pada temperatur yang sesuai (24-27oC), kadar Oksigen yang cukup (tidak
terasa susah bernafas di dalam ruangan) dan kadar cahaya ±500 LUX, maka jamur
Kuping akan dihasilkan dan berkembang normal dengan sendirinya. Dengan kata lain,
budidaya jamur kuping lebih mudah dibandingkan dengan berbudidaya jamur Shitake.
Apabila tubuh buah sudah dihasilkan, maka waktu panen dapat dilakukan sampai dicapai
ukuran tubuh buah yang masksimum. Berbeda halnya dengan jamur Tiram, tubuh buah
jamur Kuping dapat bertahan relatif lebih lama pada log. Demikian juga pada saat
Pemeliharaan tubuh buah
20
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Horti/JK/V/2009 29 Oktober 2009
Standar
Pembibitan
Bibit jamur kuping agak sulit diperoleh, untuk mendapatkannya dapat menghubungi Dinas
Pertanian setempat untuk menanyakan pengusaha bibit jamur kuping ini. Bibit jamur kuping
diperoleh dengann cara khusus, teknologinya berbeda sama sekali dengan teknik
produksinya. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan jamur tidak pernah/jarang
membibitkannya sendiri, melainkan dengan membelinya dari pengusaha pembibitan. Maka
21
disarankan untuk membeli bibit jamur sehingga kualitas bibit akan lebih terjamin, dan dengan
cara demikian dapat lebih kosentrasi pada usaha produksi.
Bibit jamur kuping berbiak dengan sporanya. Spora ini disimpan di dalam kuping (tubuh
buah). Maka untuk mengambil sporanya, tubuh buah jamur kuping tersebut harus dicincang
dengan pisau sampai lumat. Agar diperoleh bibit jamur kuping yang baik, irisan-irisan jamur
tersebut sebelum dimasukkan dalam botol harus dikeringkan dengan jalan diangin-anginkan.
Lubang bibit dapat dibuat/dicungkil dengan pisau ukuran: 1x1x1 cm. Gunakan tusuk sate
untuk memasukkan bibit spora ke dalam lubang kayu yang sudah disiapkan. Tutup kembali
lubang tersebut dengan sisa kayu penutup lubang. Tusuk sate tersebut harus bersih dengan
cara harus dicelupkan dahulu ke dalam air panas sebelum dipergunakan.
Bahan untuk media tumbuh adalah potongan kayu, panjang kira-kira 1 meter, diameter 15-20
cm. Kayu dipilih yang agak kuat, mulai tua dan tidak mudah keropos. Kayu dipilih dari jenis
saninten, riunggunung atau sarangan.
22
Untuk budidaya jamur kuping dengan cara tradisional: dibutuhkan sebanyak 1 botol susu
bibit (0,5 liter) untuk menginokulasi 0,5 meter kubik kayu.
Untuk budidaya jamur kuping dengan cara modern (menggunakan serbuk gergaji):
dibutuhkan bibit sebanyak 1 botol = ± 0,5 kg untuk menginokulasi 1.000 kantung. Jadi rata-
rata per kantung membutuhkan 0,5 gram bibit. Bila bibit berbentuk cairan, cukup disuntikkan
2-3 cc bibit/kantung.
1. Cari kayu yang berdaun lebar (sebesar betis), kemudian di potong-potong sepanjang
50-100 cm.
2. Biarkan di alam terbuka sampai kering.
3. Setelah kering betul, direndam 2 X 24 jam.
4. Lubangi permukaan kayu dengan bor dengan garis tengah 10-12 mm, dalamnya 2,5-3
cm, jarak antar lubang 15-20 cm.
5. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tersebut dengan menggunakan pinset yang telah
disterilkan, kemudian ditutup dengan lilin cair. Satu botol susu bibit ( 0,5 liter) untuk 0,5
meter kubik kayu.
6. Simpan dalam ruangan dengan suhu antara 25-28 derajat C.
7. Apabila sekitar lubang sudah menjadi putih warnanya, pindahkan ke tempat
pemeliharaan yang sudah disiapkan, yang bersuhu di bawah 28 derajat C dengan kelembaban
90%. Di simpan berdiri dengan jarak antara lubang 10 cm.
8. Pada bulan ke 2, jamur mulai tumbuh dan dapat di panen selama 2-3 tahun.
Bahan campuran digunakan: 100 kg serbuk gergaji, 10 kg dedak halus, 1,5 kg gips, 0,5 kg
kalsium karbonat, 0,5 kg TSP dan air secukupnya.
23
Adapun cara pembuatan media adalah sebagai berikut:
a) Semua bahan dicampur jadi satu, sambil diberi air sedikit demi sedikit sampai
menjadi adonan yang tidak terlalu lembek tapi juga tidak terlalu kering.
b) Media tumbuh jamur dimasukkan ke dalam kantung plastik tahan panas, diameter 25
cm, panjang 35 cm.
c) Media dipadatkan, lalu diikat dan diberi ‘leher’.
d) Tiap kantung diisi ± 1 kg. Satu paket campuran media tanam dapat digunakan untuk
± 96 kantung plastik.
e) Media dalam kantung plastik disterilkan dengan uap air panas (dikukus pada suhu
100-110 derajat C selama 2-4 jam.
f) Setelah itu, media disimpan dalam ruang inokulasi bebas dari spora jamur liar yang
tidak dikehendaki.
g) Selanjutnya, media diberi bibit jamur kuping pada suhu 30-34 derajat C. Satu botol
bibit berisi ± 0,5 kg dapat menginokulasi 1.000 kantung. Jadi rata-rata per kantung
membutuhkan 0,5 gram bibit. Bila bibit berbentuk cairan, cukup disuntikkan 2-3 cc
bibit/kantung.
Adapun prakiraan produksi panen dengan cara modern ini adalah dengan berat media tumbuh
1 kg menghasilkan 0,6 kg selama 15 minggu, sedangkan untuk 1000 kg media tumbuh
menghasilkan 600 kg dengan lama pemanenan 15 minggu.
b) Potongan-potongan kayu saninten atau kayu lainnya yang panjangnya 1-1,2 meter
(usahakan kulitnya tidak rusak dan pada salah satu sisinya.
Tumbuhnya jamur kuping memerlukan kelembaban, yang dijaga dengan jalan penyiraman.
Bila musim hujan, penyiraman cukup dilakukan 4 kali dalam seminggu. Selain penyiraman,
24
juga perlu pengontrolan agar tanaman jamur kuping terjaga dari gangguan-gangguan lainnya.
Usahakan agar potongan-potongan kayu yang disandarkan tidak roboh.
Kira-kira satu minggu atau lebih sudah mulai bermunculan tunas-tunas jamur kuping pada
celah-celah kulit kayu yang pecah-pecah karena proses pembongkaran sebagai calon kayu
keropok.
25
Komponen Media Tanam, Penanganan Tahapan Budidaya dan Pasca Panen Jamur Kuping
Panen
Bahan-bahan Media
Jenis Jamur Proses Penanganan Budidaya Periode Frekuensi
Tanam Awal Raya
panen
Jamur kuping - Bibit Jamur Serbuk gergaji kayu yang sudah Budidaya Masa panen Panenan Setiap polybag
(Auricularis - bahan baku lapuk (kadar air 62%) dicampur dengan log mencapai 1- jamur dapat dipanen
auricula) serbuk gergaji, merata dengan bekatul sebanyak 18% tanaman 2 bulan kuping 5-6 kali
bekatul, kapur dan kapur 1%, campuran dimasukkan bahan secara terus setelah
(CaCO3) ke dalam polybag lalu dipadatkan serbuk menerus diameter
- bahan pembantu hingga ketinggian 18-20 cm,bagian gergaji kayu dengan jamur
masker, steamer, tengah dibuat lubang dengan diameter memerlukan selang mencapai
semprotan, 1,5 cm dan kedalaman 10 cm. waktu waktu 1-2 15-2 cm
alkohol Polybag yang sudah terisi dipasang sekitar 3 minggu.
kapas sumbat, cincin paralon dan disumbat kapas bulan Hasil setiap
kantong plastik dengan tutup plastik. Dilakukan hingga log adalah
dan plastik sterilisasi 95% selama 5 jam. keluar 300-450
Dilakukan inokulasi dengan bibit F3. bintik-bintik g/kg log
Polybag yang sudah diinokulasi jamur
kemudian diinkubasi untuk kuping
menunggu pertumbuhan miselium
selama penumbuhan miselium harus
dijaga kondisi lingkungan yang sesuai
20-27°C dengan RH 70-80%. Pada
saat penumbuhan tubuh buah, RH dan
suhu dipertahankan 80-96%, 20-27°C.
Tubuh buah mulai tumbuh 4-7 hari
setelah penyobekan. Setelah miselium
tumbuh secara merata, dilakukan
penyobekan kedua yaitu pada bagian
belakang polybag.
26
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Ben.hias/kri/X/2008 9 Oktober 2009
Standar
B. Tujuan
1. Mengelola populasi OPT pada tingkat yang tidak merugikan secara
ekonomi tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan dan kesehatan pekerja.
2. Mempertahankan produksi dan mutu stek jamur kuping dari gangguan OPT.
C. Validasi
1. Literatur, hasil penelitian.
2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar
jamur kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta
1
a. Bahan
1. Pestisida sintetik, biopestisida dan agensi hayati
2. Air
3. Minyak tanah
4. Deterjen
5. Alkohol 70%, kloroks 1%.
6. Perangkap likat berwarna kuning (yellow trap)
b. Alat
1. Hand sprayer, power sprayer, jet sprayer, sprayer punggung
2. Ember
3. Pengaduk
4. Takaran (skala ml/cc dan liter)
5. Timbangan
6. Gunting pangkas
7. Kantong plastik
8. Sarana pelindung : pakaian lengan panjang, masker, sarung tangan, sepatu
boot, topi.
2
11. Takaran (skala ml/cc dan liter) digunakan untuk mengukur volume
pestisida
12. Timbangan digunakan untuk menimbang pestisida
13. Gunting pangkas digunakan untuk memotong bagian tanaman yang
terserang OPT.
14. Sarana pelindung untuk melindungi keselamatan, keamanan dan
kesehatan (K3) pekerja
3
G. Prosedur Pelaksanaan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT)
1. Melakukan monitoring/pengamatan populasi OPT secara rutin
minimal dilakukan satu minggu sekali untuk menentukan jenis pestisida yang
akan diaplikasikan.
2. Menerapkan pengendalian OPT sesuai sistem pengendalian hama
terpadu (PHT) dan untuk pencegahan dilakukan penyemprotan secara rutin
satu minggu sekali. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir.
3. Mengunakan jenis pestisida yang terdaftar dan diizinkan Menteri
Pertanian. Pilihlah jenis pestisida yang tepat dan sesuai dengan OPT yang
akan dikendalikan. Apabila pestisida tersebut belum terdaftar untuk OPT
sasaran, dapat digunakan pestisida yang diizinkan untuk OPT sejenis pada
tanaman lain.
4. Menggunakan pestisida sebaiknya yang efektif dan selektif
5. Menetapkan konsentrasi dan dosis pestisida sesuai anjuran yang
tercantum pada kemasan.
6. Menerapkan prinsip 6 tepat (jenis, sasaran, konsentrasi dan dosis,
waktu, mutu, cara dan alat aplikasi).
7. Menggunakan sarana keselamatan, keamanan dan kesehatan pekerja
termasuk pakaian, sarung tangan, sepatu dan masker.
8. Membersihkan dan menyimpan peralatan yang telah digunakan pada
tempatnya.
9. Melakukan tindakan sesuai petunjuk pada label kemasan, bila terjadi
kecelakaan kerja akibat penggunaan pestisida
10. Menyimpan pestisida setelah digunakan pada tempat
tersendiri/terpisah dan memusnahkan kemasan bila telah habis
11. Mencatat tahapan yang dilakukan.
4
ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA JAMUR KUPING DAN
CARA PENGENDALIANNYA
Hama
a) Tikus
Bisa di berantas dengan diberi umpan yang di bubuhi racun (phiosphit) atau
kleratfam.
Penyakit
a) Corpinus
Jamur padi liar, tumbuhnya berkelompok dan biasanya lebih cepat tumbuh dari pada
Jamur kupingnya. Penyebab: (1) tidak dijalankannya pasteurisasi; (2) jalannya
pasteurisasi kurang sempurna; (3) kontaminasi baik dari alat-alat, rak-rak shed, bibit
yang kurang. Pengendalian: (1) preventif: shed sebelum dimasuki kompos terlebih
dahulu disemprot dengan kadar 2-3% atau shed kosong, terlebih dahulu
dipasteurisasi sampai temperatur 60-70 derajat C; menjaga kebersihan alat-alat fisik
manusia, bibit dll; usahakan pasturisasi berjalan sempurna; (2) curatif :kompos yang
terken serangan (penicilium) di pisahkan dan dibuang; untuk coprinus selalu di
usahakan dicabut dan dibuang bersih.
b) Penicilium
Jamur penisilin, warnanya hijau menempel pada jerami dan bisa mengalahkan
mycelium jamur kuping. Penyebab: sama seperti corpinus. Pengendalian: sama
seperti corpinus.
5
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
PADA JAMUR KUPING
a. Fisik
Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan sterilisasi media tumbuh, misalnya
dengan air panas diberikan pada media tumbuh pada ruang pengakaran, agar
tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh.
b. Mekanis
Pengendalian secara meknis dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
• Bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas, misalnya dengan
mencari dan mengumpulkan ulat tanah pada senja atau malam hari untuk
dimusnahkan.
• Pemasangan perangkap likat berwarna kuning untuk mengendalikan pengorok
daun.
• Sanitasi bagian tanaman yang sakit sangat penting untuk pengendalian penyakit
dan dimasukkan ke kantong plastik yang diikat dan dimusnahkan agar patogen
tidak menyebar.
c. Kultur teknis
• Pemeliharaan tanaman perlu diperhatikan agar tanaman dapat tumbuh lebih
baik.
• sanitasi lingkungan diperhatikan, sehingga kelembaban lingkungan tidak
memungkinkan patogen untuk berkembang.
d. Biologis
• Pemanfaatan musuh alami jenis Eulophidae dan Braconidae untuk hama
pengorok daun, dan Coccinellidae atau kumbang acan untuk Thrips sp.
• Tanah dapat diperlakukan dengan Biofertilizer (Mikoriza), Gliocladium
sp., atau Trichoderma sp. dan sebelum tanam, benih dicelupkan ke dalam suspensi
Pseudomonas fluorescens, untuk mencegah penyakit layu Fusarium sp., dan
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizhobacteria) untuk mengendalikan penyakit
karat dengan cara penyiraman dan pencelupan benih dalam larutan PGPR.
e. Kimiawi
• ..........................
6
Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat
Operasional Ben.hias/kri/XI/2008 9 Oktober 2009
Standar
7
dengan menyimpan jamur dalam plastik (polyethilene) dan dirapatkan, agar
jamur tidak menjadi basah. Selanjutnya kantong plastik yang telah berisi jamur
tersebut dimasukkan kedalam box yang terbuat dari kertas tebal yang rapat
(kardus) dimana dibagian tengah box sebelah dalam diletakkan satu botol kecil
Carbon Bisulfida (CS2) yang disumbat dengan kapas untuk
mencegah/menghindari serangan hama. Untuk keperluan konsumsi sebelum
digunakan, jamur yang telah dikeringkan perlu direndam dalam air terlebih
dahulu, sehingga bentuk jamur akan mengembang kembali seperti semula.
Bentuk kemasan dapat berukuran 250 g, 500 g, 1 kg, 2 kg atau 5 kg, setelah itu
diberi label. Pada saat pengangkutan jangan bertumpuk terlalu banyak agar
tidak rusak.
8
Cuci kembali dalam
larutan air mengalir untuk menghilangkan sisa asam.
Masukkan jamur
kedalam larutan garam dapur (15%), garam sitrat (0,5%) dan K-
Meta-Bisulfida (0,1%) selama 10-15 menit.
Tiriskan sampai
larutan senyawa-senyawa diatas hilang dari jamur.
Dengan perlakuan seperti ini jamur dapat tahan selama beberapa minggu, selanjutnya
dibungkus dalam kantong plastik yang telah vakum udara.
9
PUSTAKA
Campbell, A.C. dan R.W. Slee, Extensive system of Shiitake production in S.W.
England, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium and
trade show, May 3-5 1989.
Chang, S.T dan W.A. Hayes, 1978, The Biology and Cultivation of Edible Mushrooms,
Academic Press., Inc., New York, London.
Chang, S.T, 1993, Mushroom biology : the impact on mushroom production and
mushroom products. In : S.T Chang et al., (eds) Mushroom biology and mushroom
products, The Chinese Univ. of Hong Kong.
Cook, R.C., 1989, History of Shiitake and other exotic mushrooms in The United States,
dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium and trade
show, May 3-5 1989.
Donoghue, J.D. dan P.R. Przybylowicz, 1989, Theh fruiting cycle of Shiitake and its
application to log management, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of
national symposium and trade show, May 3-5 1989.
San Antonio, J.P., 1981, Cultivation of the Shiitake mushroom (Lentinus edodes (Berk.)
Sing., Hort. Sci., 16:151-156.
Leatham, G.F dan T.J Leonard, 1989, Biology and Physiology of Shiitake mushroom
cultivation, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium
and trade show, May 3-5 1989.
Wuest, P.J., 1989, Shiitake growing in sawdust, dalam Shiitake Mushrooms, The
proceedings of national symposium and trade show, May 3-5 1989.
10