Professional Documents
Culture Documents
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN
29. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah
Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 2 Seri D);
30. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2000 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor
3 Seri D);
Dengan persetujuan
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
3
NO. 4 2001 SERI. C
11. Kereta Api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan
ataupun sedang bergerak di jalan rel.
12. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
disekitarnya dengan batas–batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
13. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang
digunakan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan
dibawah air serta alat apung dan bangunan terapung yang
berpindah–pindah.
16. Pos adalah pelayanan lalu lintas surat pos, uang, barang dan
pelayanan jasa lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha yang ditugasi menyelenggarakan
Pos dan Giro.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
BAB III
Bagian Pertama
Paragraf 1
Pasal 3
Paragraf 2
Pasal 4
(2) Manajemen lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian lalu lintas.
b. penetapan lintasan satu arah dan atau dua arah, baik yang
bersifat permanen atau sewaktu–waktu untuk seluruh kendaraan
atau jenis kendaraan tertentu;
Pasal 5
(3) Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) pasal ini, diterbitkan dalam bentuk rekomendasi dari Dinas.
Pasal 6
Pasal 7
Paragraf 3
Pasal 8
(3) Mutu karoseri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, harus
sesuai dengan ketentuan rancang bangun sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Pasal 10 7
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
(2) Sebagai bukti hasil penilaian teknis, diberikan Surat Keterangan Hasil
Penilaian Teknis yang dikeluarkan oleh Dinas.
Pasal 15
Paragraf 4
Pasal 16
Pasal 17
(2) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
terdiri dari :
b. trayek Perkotaan.
(3) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
memuat asal tujuan, rute yang dilalui, jenis, klasifikasi dan jumlah
kendaraan yang dapat melayani setiap trayek.
Pasal 18
Pasal 19
a. angkutan taksi;
b. angkutan sewa;
c. angkutan pariwisata;
d. angkutan khusus.
Pasal 20
(3) Ijin trayek atau Ijin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
pasal ini, dikeluarkan oleh Dinas.
Pasal 21
(2) Pemberian ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilengkapi dengan Kartu Pengawasan berlaku selama 1 (satu) tahun
dan wajib dilakukan daftar ulang.
Pasal 22
(3) Hasil penilaian teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal
ini, dijadikan dasar untuk pelaksanaan pengujian berkala berikutnya
dan pemberian perpanjangan ijin trayek atau ijin operasi.
Pasal 23
a. memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam ijin trayek atau ijin
operasi;
10
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 24
c. pencabutan ijin;
Pasal 25
(2) Pencabutan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b
pasal ini, dilakukan melalui peroses peringatan tertulis sebanyak 3
(tiga) kali berturut–turut dengan tenggang waktu masing–masing 1
(satu) bulan.
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan ijin untuk jangka
waktu 1 (satu) bulan.
(4) Jika pembekuan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini
habis masa jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka
dilakukan pencabutan ijin.
Pasal 26
c. pengalihan pengusahaan;
Pasal 27 11
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 28
Paragraf 5
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
a. daya angkut;
a. ringan, 6 s.d. 15 %;
c. berat, di atas 25 %.
Pasal 32
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
ketentuan sebagai berikut :
b. pelanggaran berat :
(3) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, besarnya
ditetapkan oleh Gubernur dengan sepengatahuan DPRD Propinsi
Jawa Barat dan disetorkan ke Kas Daerah.
Bagian Kedua
Paragraf 1
Pasal 33
Pasal 34
13
NO. 4 2001 SERI. C
(2) Lokasi fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditetapkan oleh Gubernur.
(3) Pengadaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilakukan oleh Dinas atau pihak lain setelah mendapat persetujuan
teknis dari Dinas.
Pasal 35
Pasal 36
(3) Penerbitan Surat Tanda Kecakapan (STK) bagi awak kapal sungai dan
danau dilaksanakan oleh Dinas.
Paragraf 2
Pasal 37
(4) Ijin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini diberikan
oleh Dinas.
(5) Permohonan ijin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal
ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(7) Pengusaha angkutan sungai dan danau yang telah mendapatkan ijin
usaha wajib :
Pasal 38
(1) Setiap pengusaha yang telah mendapat ijin usaha wajib memiliki ijin
trayek atau ijin operasi bagi setiap kapal yang dioperasikan.
(2) Ijin trayek atau ijin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(3) Ijin trayek atau ijin operasi diberikan selama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang kembali.
(5) Pengaturan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tersendiri.
(6) Pengusaha angkutan sungai dan danau yang telah mendapatkan ijin
trayek atau ijin operasi wajib :
Pasal 39 15
NO. 4 2001 SERI. C
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Perkeretaapian
Paragraf 1
Prasarana
Pasal 40
Sarana
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
BAB IV
Bagian Pertama
Pasal 44
c. keselamatan pelayaran;
Pasal 45
a. trayek angkutan laut dalam negeri, luar negeri, liner dan tramper;
Bagian Kedua
Pasal 46
(2) Kegiatan angkutan laut terdiri dari usaha angkutan laut dalam negeri,
usaha angkutan laut luar negeri dan usaha angkutan laut khusus.
(3) Termasuk bagian dari kegiatan usaha angkutan laut dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, adalah kegiatan
usaha pelayaran rakyat dan kegiatan usaha angkutan di perairan
pelabuhan.
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Bagian Ketiga
Sarana
Pasal 51
(3) Penerbitan surat tanda kebangsaan kapal atau pas tahunan pertama
untuk kapal berukuran sampai dengan 7 Gross Ton (GT)
dilaksanakan oleh Dinas.
Pasal 52
Bagian Keempat
Prasarana
19
NO. 4 2001 SERI. C
Paragraf 1
Tatanan Kepelabuhan
Pasal 53
(2) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini menurut
jenisnya terdiri dari :
Pasal 54
Pasal 55
20
NO. 4 2001 SERI. C
Paragraf 2
Pasal 56
Paragraf 3
Pasal 57
Pasal 58
Paragaraf 4
Pasal 59
Pasal 60
Paragraf 5
Pembangunan
Pasal 61
(3) Pengaturan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Paragraf 6
Pengoperasian
Pasal 62
(2) Ijin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
selama Pengelola Pelabuhan Khusus Regional masih menjalankan
usahanya.
c. pengelolaan lingkungan;
(5) Pengaturan retribusi sebagaimana diatur dalam ayat (4) pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 63
Pasal 64
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
dapat berupa : 23
NO. 4 2001 SERI. C
Paragraf 7
Pasal 65
(3) Badan Hukum Indonesia dan atau warga negara Indonesia dapat
melakukan usaha penampungan limbah atau bahan lain dari kapal,
dengan persetujuan penyelenggara pelabuhan umum atau pengelola
pelabuhan khusus.
BAB V
Bagian Pertama
Pasal 66
Bagian Kedua
Pasal 67
(2) Ijin terbang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diberikan
oleh Dinas kepada perusahaan penerbangan dengan masa berlaku
selama 3 (tiga) hari.
b. jenis pesawat;
e. tujuan penerbangan.
Pasal 68
Pasal 69
(2) Ijin usaha dan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, berlaku selama perusahaan yang bersangkutan masih
menjalankan kegiatan usahanya dan setiap 1 (satu) tahun dilakukan
25
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 70
Bagian Ketiga
Prasarana
Paragraf 1
Tatanan Kebandarudaraan
Pasal 71
(2) Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
menurut statusnya terdiri dari :
Pasal 72
Paragraf 2
Pasal 73
26
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 74
(1) Setiap bangunan, tegakan, menara atau tower antena yang dimiliki
perorangan, Badan Usaha, Instansi Pemerintah yang berada di
daerah lingkungan kerja dan kawasan keselamatan operasi
penerbangan disekitar Bandar Udara tidak boleh melebihi batas
ketinggian yang ditentukan.
Pasal 75
Paragraf 3
Pasal 76
Pasal 77
c. pergudangan;
Pasal 78
Paragraf 4
Pasal 79
Paragraf 5
Pasal 80
(3) Badan Hukum Indonesia dan atau Warga Negara Indonesia dapat
melaksanakan usaha pengelolaan limbah dengan persetujuan
penyelenggara Bandar Udara Umum atau Pengelola Bandar Udara
Khusus.
BAB VI
Bagian Pertama
Penyelenggara Pos
Pasal 81
(1) Penyelenggara Pos selain BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah yaitu
PT. Pos Indonesia juga dapat dilakukan oleh Badan Usaha berbadan
hukum.
29
NO. 4 2001 SERI. C
Bagian Kedua
Telekomunikasi
Paragraf 1
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 82
a. perorangan;
b. instansi Pemerintah;
Paragraf 2
Perijinan
Pasal 83
a. Amatir Radio;
c. Pembinaan/Pengawasan Wartel;
h. TV Siaran Lokal;
i. Handy Talky;
j. RadioTaksi;
k. Vsat Lokal/Regional;
m. Paging Lokal/Regional; 30
NO. 4 2001 SERI. C
q. Jasa Titipan
Pasal 84
(2) Rekomendasi atau ijin sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini
dikenakan retribusi.
(3) Besaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tersendiri.
BAB VII
Pasal 85
Pasal 86
SAR Coordination wajib melakukan siaga dua puluh empat jam terus
menerus untuk melakukan pemantauan terhadap kejadian musibah di
darat, pelayaran dan atau penerbangan.
Pasal 87
(2) Dalam hal terjadi bencana dan musibah di Propinsi lain, potensi SAR
dapat dikerahkan untuk membantu penanggulangan.
BAB VIII
PENGAWASAN
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 92
(1) Selain oleh pejabat penyidik POLRI yang bertugas menyidik tindak
pidana, penyidik atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Daerah ini dapat pula dilakukan oleh Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 93
(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini disetorkan ke
Kas Daerah.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,
tindak pidana dibidang lalu lintas angkutan sungai, danau dan
penyeberangan, perkeretaapian, lalu lintas angkutan laut dan usaha
angkutan laut serta penunjang angkutan laut, penyelenggaraan
usaha angkutan udara, penyelenggaraan kegiatan usaha jasa titipan
dan usaha kegiatan telekomunikasi, dikenakan ancaman pidana
sesuai dengan peraturan perundangan–undangan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 94
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 15 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Barat dan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat
Nomor 16 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penumpang
33
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 96
Hal–hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
Pasal 97
Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 22 Nopember 2001
ttd.
R. N U R I A N A
Diundangkan di Bandung
pada tanggal 27 Nopember 2001
ttd.
DANNY SETIAWAN
ATAS
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN
I. UMUM
intra moda untuk menjangkau dan menghubungkan seluruh Wilayah Jawa Barat
dengan mobilitas tinggi yang meliputi penyelenggaraan perhubungan darat,
perhubungan laut, perhubungan udara, pos dan telekomunikasi.
Dari gambaran di atas disadari peranan sektor perhubungan harus ditata dalam satu
sistem transportasi, sistem pelayanan pos dan telekomunikasi yang terintegrasi dan
mendinamisasikan secara terpadu antar moda dan intra moda tersebut dan mampu
mewujudkan tersedianya jasa transportasi, jasa pos dan telekomunikasi yang baik
dengan pelayanan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar
dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan, koordinasi, antara wewenang pusat dan daerah serta
antar instansi, sektor, dan atau unsur terkait agar pelayanan terhadap masyarakat
tidak terhenti dengan adanya otonomi daerah sesuai dengan jiwa Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999.
Dalam Peraturan Daerah ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang
bersifat teknis dan operasional akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur
dan Keputusan Kepala Dinas.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Penetapan jaringan transportasi jalan merupakan salah satu unsur pokok dalam
rangka pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan.
Dengan ditetapkannya jaringan transportasi jalan akan terwujud keterpaduan
baik antara lalu lintas dan angkutan jalan dengan perkeretaapian, angkutan
sungai, danau dan penyeberangan yang mempunyai kesamaan wilayah
pelayanan di daratan maupun antara lalu lintas angkutan jalan dengan moda
transportasi laut dan udara yang keseluruhannya ditata dengan pola jaringan
transportasi jalan dengan satu kesatuan sistem transportasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
a. Yang dimaksud dengan lokasi Terminal yaitu terminal untuk Bis Antar
Kota Dalam Propinsi dengan tipe B;
b. Yang dimaksud dengan Stasiun Kereta Api yaitu Stasiun Kereta Api Antar
Kota Dalam Propinsi.
Pasal 4
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pada dasarnya jalan, digunakan untuk kepentingan lalu lintas umum, tetapi
dalam keadaan tertentu dan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan
dan ketertiban lalu lintas umum, jalan dapat diijinkan digunakan diluar fungsi
sebagai jalan, misalnya untuk kegiatan olah raga, perhelatan, hiburan dan
sebagainya.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
36
NO. 4 2001 SERI. C
Yang dimaksud Analisis Dampak Lalu Lintas adalah suatu kajian yang
menekankan pada upaya-upaya preventif dan antisipatif terhadap gangguan-
gangguan lalu lintas yang ditimbulkan sebagai akibat adanya kegiatan
pembangunan atau pengembangan suatu kawasan, terutama sekitar ruas jalan
yang berbatasan dan bersebelahan secara langsung dengan kegiatan
pembangunan/pengembangan kawasan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Pembinaan oleh Dinas perlu dilakukan dalam rangka menjamin kualitas dan
hasil produksi yang bermutu dan menjaga kelangsungan hidup kegiatan
pengusahaan perbengkelan karoseri serta untuk menghindari tindakan-tindakan
yang kurang menjamin keselamatan dan keamanan pemakai terhadap produk
karoseri kendaraan bermotor yang dihasilkan. 37
NO. 4 2001 SERI. C
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Ayat (2)
Trayek Antar Kota Dalam Propinsi yaitu trayek angkutan melalui antar daerah
Kabupaten dan Kota dalam 1 (satu) daerah Propinsi
Trayek Perkotaan yaitu trayek angkutan dari suatu kawasan ke kawasan lain
yang terletak dalam 2 (dua) atau lebih wilayah Kota dan atau Kabupaten yang
berdekatan dan merupakan satu kesatuan ekonomi dan sosial
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
38
NO. 4 2001 SERI. C
Angkutan khusus adalah pelayanan angkutan yang karena jenis, maupun ciri-
cirinya bersifat khusus sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai angkutan
taksi, sewa maupun pariwisata yaitu angkutan khusus karyawan, angkutan antar
jemput anak sekolah, angkutan sewa khusus, angkutan insidentil dan angkutan
musiman.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Yang dimaksud dengan sepengetahuan DPRD adalah memberi peran kepada DPRD
dalam proses penetapan tarif dasar AKDP kelas ekonomi yang ditetapkan oleh
Gubernur melalui rapat koordinasi.
Pasal 29
Ayat (1)
Untuk pengawasan dan pengamanan prasarana dan sarana lalu lintas dan
angkutan jalan digunakan alat penimbangan yang dapat menimbang kendaraan
bermotor sehingga dapat diketahui berat kendaraan beserta muatannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) 39
NO. 4 2001 SERI. C
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
40
NO. 4 2001 SERI. C
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
a penyelenggaraan trayek lalu lintas laut pelayaran dalam negeri dalam wilayah
kewenangan Propinsi, baik yang bersifat liner (teratur) maupun tramper (tidak
teratur);
b. jaringan trayek yang bersifat liner dan tramper terdiri dari trayek utama dan
trayek pengumpan, dapat saling menunjang dan menghubungkan pelabuhan
yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi;
c. setiap perusahaan di perairan wajib menyediakan fasilitas dan memberikan
pelayanan khusus bagi penumpang penyandang cacat dan orang sakit;
d. besaran tarif lalu lintas angkutan laut baik barang atau hewan ditetapkan atas
dasar kesepakatan bersama antara penyedia jasa dan pengguna jasa;
e. setiap perusahaan di perairan wajib mengangkut hewan dan atau barang
setelah disepakati perjanjian angkutan dengan memperhatikan persyaratan
keselamatan pelayaran;
f. perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan oleh pengoperasian kapal dan wajib diasuransikan;
g. Setiap perusahaan angkutan di perairan wajib menyampaikan laporan kinerja
usaha dan kegiatan operasi.
yang tidak secara permanen dan tidak dimaksudkan dipasang didasar laut dan
atau pengangkatan benda berdaya maritim yang mempunyai nilai arkeologis atau
historis atau ekonomis berada diperairan.
Pekerjaan Bawah Air (PBA) adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi,
konstruksi atau kapal yang dilakukan di bawah air atau pekerjaan di bawah air
yang bersifat khusus.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan angkutan laut adalah setiap kegiatan angkutan dengan
menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan
dalam satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, dari
dermaga ke kapal yang sedang berlabuh di luar kolam pelabuhan atau
sebaliknya yang diselenggarakan atau diusahakan oleh perusahaan angkutan
laut.
Demikan pula dengan yang dimaksud usaha penunjang angkutan laut, yakni
setiap kegiatan usaha yang bersifat menunjang kelancaran proses kegiatan
angkutan laut.
Usaha angkutan laut maupun usaha penunjang angkutan laut, dilaksanakan oleh
Badan Usaha Mlik Usaha, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
maupun Koperasi yang didirikan khusus untuk kegiatan itu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud pelayaran rakyat adalah kegiatan angkutan laut yang ditujukan
untuk mengangkut barang dan atau hewan dengan menggunakan kapal layar,
kapal layar motor tradional dan kapal motor dengan ukuran tertentu. 42
NO. 4 2001 SERI. C
Ayat (2
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Kapal yang laik berlayar adalah suatu kapal yang telah diperiksa kehandalannya
secara nautis (pengawakan lengkap, alat–alat keselamatan lengkap, sekoci
penolong berfungsi, cara pemuatan dilaksanakan dengan baik, sertifikat kapal
masih berlaku), teknis (mesin utama dan bantu berfungsi dengan baik, pompa–
pompa pengisap air berfungsi, bahan bakar cukup), dan radio komunikasi
berfungsi dengan baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3
Yang dimaksud dengan kebangsaan kapal adalah hubungan hukum antara kapal
dengan negaranya.
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
43
NO. 4 2001 SERI. C
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
44
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bandar Udara Umum adalah Bandar Udara yang dipergunakan untuk melayani
kepentingan umum.
Bandar Udara Khusus adalah Bandar Udara yang dipergunakan untuk melayani
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu, contohnya Bandar
Udara di Timika Propinsi Papua/Irian Jaya, penyelenggaraannya oleh PT. Freeport
untuk kepentingan pertambangan.
Ayat (4)
Cukup jelas 45
NO. 4 2001 SERI. C
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
46
NO. 4 2001 SERI. C
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Jasa Telekomunikasi adalah jasa yang disediakan oleh
badan penyelenggara atau badan lain bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan fasilitas telekomunikasi.
Ayat (2)
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
47
NO. 4 2001 SERI. C
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2001 NOMOR 4 SERI C.
48