You are on page 1of 603

TTG BUDIDAYA PERTANIAN

ALPUKAT / AVOKAD
( Persea americana Mill / Persea gratissima Gaerth )

1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket
(Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak),
advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain.

Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan


diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-
1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan
Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill

Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:

Hal. 1/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan
ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan.
Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai
kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.

2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian
sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi
sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran
yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah
berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga,
dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang
sedang.

3) Ras Hindia Barat


Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim
tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap
suhu rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau
adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain.
Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek,
kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji
besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari
daging buahnya paling rendah.

Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama
dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta
kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian
telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo
bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo
bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg

Hal. 2/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar
lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
enak, gurih, agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bundar 7,5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
bundar 9 cm.
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).

2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat
di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah
bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin,
ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.

3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai
makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa
dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah
dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan
dasar kosmetik.

Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat
tradisional (obat batu ginjal, rematik).

4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida,
California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke
tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.

Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum


dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat,
Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

Hal. 3/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan.


Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat
mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak,
rapuh dan mudah patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras
Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah
beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah
hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih
dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %.
Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim
kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.
Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau
lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing,
antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala
sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah
tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak
mengandung bahan organik.
2) Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung
berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan
(aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH
sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan
menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup
banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe,
Mg, dan Zn akan berkurang.

5.3. Ketinggian Tempat

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang
memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko
dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl.,
sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.

Hal. 4/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit yang baik antara lain yang berasal dari


a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.

2) Penyiapan Bibit

Sampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji)
dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi).
Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena
tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih
cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang
sama dengan induknya.

3) Teknik Penyemaian Bibit

a) Penyambungan pucuk (enten)

Pohon pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman yang sudah
berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tanaman berasal
dari biji yang berasal dari buah yang telah tua dan masak, tinggi 30 cm/kurang,
dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai
cabang sambungannya digunakan ujung dahan yang masih muda dan
berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai
dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,
kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping pohon pokok yang
diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat adalah pita karet, plastik,
rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan
serendah mungkin supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok.

Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin,


dan lembab. Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan
penyakit sebaiknya tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama

Hal. 5/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tungau putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan
kelthane.

Bibit biasanya sudah dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan,
dan pemindahannya dilakukan pada saat permulaan musim hujan

b) Penyambungan mata (okulasi)


Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10
bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat,
dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik
untuk menempel yaitu pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari
kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan
lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu
dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari
cabang mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit
yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah disayat pada
pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup.
Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya
masih hijau, berarti penempelan berhasil.

Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon
pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di
atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat.
Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon
pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan,
kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling
baik adalah pada saat permulaan musim hujan.

Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga


kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat
penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga
jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar
matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin
dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman,
yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun
bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan
pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari
pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus
2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.

Hal. 6/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

1) Pola Penanaman

Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietas-


varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak
dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang memiliki
tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu
tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo
bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla,
taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah collinson, itszamma,
winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya
terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu
lahan harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan tipe
bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.

2) Pembuatan Lubang Tanam

a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm.
Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.
c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian
atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke
dalam lubang.
d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan
mengingat letak lubang tanam.

3) Cara Penanaman

Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada
dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah
sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun
hujan. Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:
a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah
bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar
gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi
leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.

Hal. 7/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara
langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat
miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi
sampai tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat
zat hara. Selain merupakan saingan dalam memperoleh makanan, gulma juga
merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.

2) Penggemburan Tanah

Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di
dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap
unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan
dengan hati-hati agar akar tidak putus.

3) Penyiraman

Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu
dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram adalah pagi/sore hari,
dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.

4) Pemangkasan Tanaman

Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat


atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan
sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.

5) Pemupukan

Dalam pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang


baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akar-
akar rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk
harus diberikan agak sering dengan dosis kecil.

Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila program
pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl

Hal. 8/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

(60% K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan
KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83
kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan
KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon.
Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun.

Mengingat tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka


sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan
menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut
dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama pada Daun

1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)

Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi
rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak
utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama
sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif
monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter
atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.

2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)

Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat


kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih,
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam
kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat
kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.

3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.

Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini
mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga
daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan tanaman
terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,
misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.

4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso

Hal. 9/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye,
tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh
dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya. Gejala:
Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa
berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan
insektisida yang mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau
karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari
konsentrasi fomula.

5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)

Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan


tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki
dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintik-
bintik kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di
bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang
hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian:
Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif
dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.

7.2. Hama pada Buah

1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)

Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada


berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan
pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan
kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik
hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus
tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena
dimakan larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein
malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida
dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif
triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan
semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar
matahari dan mati.

2) Codot (Cynopterus sp)

Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buah-
buahan pada malam hari. Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan
adalah daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot menggunakan

Hal. 10/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga


dapat menimbulkan suara.

7.3. Hama pada Cabang/Ranting

1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).

Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan
berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala:
Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting.
Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan
ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut
mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar.
Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang
terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan
Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.

7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur

1) Antraknosa

Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai


miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna
jingga. Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar.
Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,
buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur. Pengendalian: Pemangkasan
ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua
tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif
maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum
pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.

2) Bercak daun atau bercak cokelat

Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora


purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat
lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun
atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik
kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki
organisme lain. Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang
mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan
mengoleskan bubur Bordeaux.

3) Busuk akar dan kanker batang

Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung


bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek. Gejala: Bila

Hal. 11/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu,


tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon.
Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit
pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai
ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang
kemudian diganti dengan tanaman yang baru.

4) Busuk buah

Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka
pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung
tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang
kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan
kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80
WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:


a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.

Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri.


Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk
memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.

8.2. Cara Panen

Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik


menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk
dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi
tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada
bagian dekat tangkai buah.

8.3. Periode Panen

Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim
berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di

Hal. 12/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen
dapat terjadi setiap bulan.

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat
mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari
setiap pohon berkisar 50 kg.

9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian

Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang


menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pencucian
tergantung pada kotoran yang menempel.

9.2. Penyortiran

Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan
memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
2. Cukup tua tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah
atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng.

Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat
yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.

9.3. Pemeraman dan Penyimpanan

Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan
ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah
cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus
diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman
karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di
tempat tujuan.

Hal. 13/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan
memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah
itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih.

Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik
sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut
dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan
cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas.


Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran
di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu
diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda
lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan
karton.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat dengan luas lahan 1 hektar selama 10
tahun di daerah Jawa Barat pada tahun 1999.

1) Biaya produksi
1. Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-
2. Pupuk
- Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton Rp. 450.000,-
- Urea
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.904.000,-
Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 14.701.500,-
- TSP
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 3.097.600,-
Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,- Rp. 14.907.200,-
- KCl
Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 2.795.100,-
Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 19.166.400,-
4. Pestisida dan fungisida Rp. 240.000,-
5. Peralatan
- Cangkul Rp. 70.000,-
- Sprayer Rp. 250.000,-

Hal. 14/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. Tenaga kerja
- Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan) Rp. 400.000,-
- Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 28.000,-
- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,- Rp. 49.500,-
- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 1.400.000,-
- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-
- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-
7. Panen dan pascapanen
Tahun ke-4, 18 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 126.000,-
Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-
Tahun ke-6, 35 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 245.000,-
Tahun ke-7, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-8, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-9, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun Rp. 64.841.300,-

2) Pendapatan
1. Tahun ke-4, 3.300 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 11.550.000,-
2. Tahun ke-5, 6.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 22.750.000,-
3. Tahun ke-6, 9.800 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 34.300.000,-
4. Tahun ke-7, 12.000 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.000.000,-
5. Tahun ke-8, 12.200 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.700.000,-
6. Tahun ke-9, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
7. Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
Jumlah pendapatan dalam 10 tahun Rp.240.800.000,-

3) Keuntungan dalam 10 tahun Rp.175.958.700,-

Tanaman alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah
pada umur 4 tahun dengan produksi 3.300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah
hingga mencapai kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah
produksi rata-rata 12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen
kedua (tahun ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun
analisis tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.

10.2 Gambaran Peluang Agribisnis

Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan


karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka
pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan
bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang
pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi

Hal. 15/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh
para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.

Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak
diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai
contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat 12-20 ton/minggu untuk pedagang
pengecer di Bogor.

Selain di pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya
Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis, dan Brunei
Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379
US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$.

Situasi harga di tingkat petani memang relatif bervariasi dibandingkan dengan di


tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada tahun
1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat pengecer
biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp 1.750,-/kg.
Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara lain disebabkan karena
di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih tinggi.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Alpukat adaalah buah tanaman apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan
cukup tua, utuh, segar dan bersih.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran berdasarkan berat, yaitu:


a) Alpokat besar : 451-550 gram/buah
b) Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
c) Alpokat kecil : 250-350 gram/buah

Sedangkan syarat mutu adalah sebagai berikut:


a) Kesamaan sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam; cara pengujian
organoleptik
b) Tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi tidak terlalu
matang; cara pengijian organoleptik

Hal. 16/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Bentuk: mutu I normal; mutu II kurang normal; cara pengujian organoleptik


d) Kekerasan: mutu I keras; mutu II keras; cara pengujian Organoleptik
e) Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam; cara pengujian SP-SMP-309-
1981
f) Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; mutu II 10%; cara pengujian SP-SMP-
310-1981
g) Busuk (bobot/bobot): mutu I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-SMP-311-
1981
h) Kotoran: mutu I bebas; mutu II bebas; cara pengujian organoleptik

11.5. Pengambilan Contoh

Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang
diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang
diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang
diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang


berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum.

11.6. Pengemasan

Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dalam keranjang
bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan
anyaman bambu/bahan lain, kemudian diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi
kemasan tidak melebihi permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.
Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang,
golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal, nama/kode perusahaan/eksportir, berat
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA

Hal. 17/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis


tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan
Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic
Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya.
96 hal.
4) Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya".
Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac
Millan Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek
moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G.
Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The
Mac Millan Company, 617 hal.
9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E.
(ed.), Year Book. 235 hal.
10) Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192
hal.
11) Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu
mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
12) Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura".
I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13) Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14) Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,
crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York:
D. Appleton and company, 112 hal.
15) Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16) Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of
agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 18/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

ANGGREK

1. SEJARAH SINGKAT
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang bunganya indah.
Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai
dibudidayakan secara luas di Indonesia.

2. JENIS TANAMAN
Jenis anggrek yang terdapat di Indonesia termasuk jenis yang indah antara lain:
Vanda tricolor terdapat di Jawa Barat dan di Kaliurang, Vanda hookeriana, berwarna
ungu berbintik-bintik berasal dari Sumatera, anggrek larat/Dendrobium phalaenopis,
anggrek bulan/Phalaenopsis amabilis, anggrek Apple Blossom, anggrek
Paphiopedilun praestans yang berasal dari Irian Jaya serta anggrek Paphiopedilun
glaucophyllum yang berasal dari Jawa Tengah.

Tanaman anggrek dapat dibedakan berdasarkan sifat hidupnya, yaitu:


1) Anggrek Ephytis adalah jenis anggrek yang menupang pada batang/pohon lain
tetapi tidak merusak/merugikan yang ditumpangi. Alat yang dipakai untuk
menempel adalah akarnya, sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari
makanan adalah akar udara.

Hal. 1/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Anggrek semi Ephytis adalah jenis anggrek yang menempel pada pohon/tanaman
lain yang tidak merusak yang ditumpangi, hanya akar lekatnya juga berfungsi
seperti akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang.
3) Anggrek tanah/anggrek Terrestris adalah jenis anggrek yang hidup di atas tanah.

3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat utama tanaman ini adalah sebagai tanaman hias karena bunga anggrek
mempunyai keindahan, baunya yang khas. Selain itu anggrek bermanfaat sebagai
campuran ramuan obat-obatan, bahan minyak wangi/minyak rambut.

4. SENTRA PENANAMAN
Sentra tanaman anggrek di Eropa adalah Inggris, sedangkan di Asia adalah
Muangthai. Di Indonesia, anggrek banyak terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sumatra ataupun di Irian Jaya.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Angin tidak dan curah hujan terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
anggrek.
2) Sinar matahari sangat dibutuhkan sekali bagi tanaman ini. Kebutuhan cahaya
berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman anggrek.
3) Suhu minimum untuk pertumbuhan anggrek adalah 12,7 derajat C. Jika suhu
udara malam berada di bawah 12,7 derajat C, maka daerah tersebut tidak
dianjurkan untuk ditanam anggrek (di dataran tinggi Dieng).
4) Tanaman anggrek tidak cocok dalam suasana basah terus menerus, akan tetapi
menyukai kelembaban udara di siang hari 65-70 %.

5.2. Media Tanam

Terdapat 3 jenis media untuk tanaman anggrek, yaitu:

1) Media untuk anggrek Ephytis dan Semi Ephytis terdiri dari:


1. Serat Pakis yang telah digodok.
2. Kulit kayu yang dibuang getahnya.
3. Serabut kelapa yang telah direndam air selama 2 minggu.
4. Ijuk.
5. Potongan batang pohon enau.
6. Arang kayu .
7. Pecahan genting/batu bata.

Hal. 2/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8. Bahan-bahan dipotong menurut ukuran besar tanaman dan akarnya.


Untuk anggrek Semi Epirit yang akarnya menempel pada media untuk mencari
makanan, perlu diberi makanan tambahan seperti kompos, pupuk kandang/daun-
daunan.

2) Media untuk anggrek Terrestria


Jenis anggrek ini hidup di tanah maka perlu ditambah pupuk kompos, sekam,
pupuk kandang, darah binatang, serat pakis dan lainnya.

3) Media untuk anggrek semi Terrestria


Bahan untuk media anggrek ini perlu pecahan genteng yang agak besar,
ditambah pupuk kandang sekam/serutan kayu. Dipakai media pecahan genting,
serabut kayu, serat pakis dan lainnya. Derajat keasaman air tanah yang dipakai
adalah 5,2.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang cocok bagi budidaya tanaman ini dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu:

1) Anggrek panas (ketinggian 0-650 m dpl)


Anggrek panas memerlukan suhu udara 26-30 derajat C pada siang hari, 21
derajat C pada malam hari, dengan daerah ketinggian 0-650 meter dpl. Contoh
jenis anggrek ini adalah:
1. Dendrobium phalaenopsis
2. Onchidium Papillo
3. Phaphilopedillum Bellatum

2) Anggrek sedang (ketinggian 150-1500 m dpl)


Anggrek sedang pada suhu udara siang hari 21 derajat C dan 15–21 derajat C,
pada malam hari, dengan ketinggian 150-1500 m dpl.

3) Anggrek dingin (lebih dari 1500 m dpl)


Anggrek dingin jarang tumbuh di Indonesia, tumbuh baik pada suhu udara 15-21
derajat C di siang hari dan 9–15 derajat C pada malam hari, dengan ketinggian ≥
1500 m dpl. Contoh: anggrek jenis Cymbidium.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit anggrek yang baik, sehat dan unggul mempunyai beberapa ciri, yaitu: bentuk
batang kuat, pertumbuhan pesat, daun subur, bunga lebat dan indah.

Hal. 3/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyebaran Biji

Bibit anggrek berasal dari biji yang disemaikan. Adapun penyebaran biji anggrek
sebagai berikut:
a) Peralatan yang digunakan untuk penyebaran biji harus bersih.
b) Mensterilkan biji
Sebelum biji disebar harus disterilkan dulu dengan 10 gram kaporit dilarutkan
dalam 100 cc air kemudian saring kertas filter, dimasukkan ke dalam botol. Biji
dimasukan dalam botol dan digojog 10 menit. (biji anggrek yang semula kuning
kecoklatan berubah warna menjadi kehijauan). Kemudian air dibuang dan
diganti dengan aquades, digojog berulang kali (2–3 kali).
c) Penyebaran biji anggrek
Botol-botol yang telah disterilkan dapat digunakan untuk menyebaran biji
anggrek. Sebelum botol dibuka, leher botol dipanaskan di atas lampu spritus
untuk menghilangkan kuman. Untuk memasukan biji anggrek ke dalam botol
digunakan pipet yang dibersihkan dulu dengan cara pemanasan di atas lampu
spritus sampai merah kemudian dicelup kedalam spritus. Botol yang telah
terbuka kemudian diisi biji anggrek dan diratakan keseluruh permukaan alas
makanan yang telah disediakan. Sebelum botol ditutup kita panaskan lagi di
atas spritus kemudian ditutup kembali.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Memeriksaan dengan mikroskop, baik atau tidaknya biji anggrek, yang kosong
berwarna putih dan yang isi kuning coklat/warna lain.
b) Mempersiapkan botol yang bermulut lebar bersih dan tidak berwarna agar
dapat meneruskan cahaya matahari yang dibutuhkan dan mudah dilihat.
c) Tutup botol dari kapas digulung-gulung sampai keras, ujung diikat tali untuk
memudahkan dicopot kembali, atau kain sisa yang dipotong potong. Kerapatan
tutup botol menjaga agar bakteri/jamur tidak masuk sehingga tidak terinfeksi
atau terkontaminasi.
d) Mempersiapkan lemari kaca (ent-kas) yang bersih dari bakteri/jamur dengan
kain yang sudah dicelup formalin udara dalam lemari disterilkan dengan kapas
dipiring dituangi formalin supaya menguap mensterilkan kaca (ent-kas).
e) Pembuatan sterilsasi alas makanan dan untuk membuat alas makanan anggrek
biasanya dipakai resep Khudson C (NORTHEN) 12 yaitu:
1. Ca(NO3)2H2O : 1,00 gram
2. KH2PO4 : 0,25 gram
3. MgSO47H2O : 0,25 gram
4. (NH4)2SO4 : 0,25 gram
5. Saccharose : 20 gram
6. FeSO4 4H2O : 0,25 gram
7. MnSO4 : 0,0075 gram
8. Agar-agar : 15–17,5 gram
9. Aquadest : 1000 cc

Hal. 4/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Pembuatan alas makanan diperlukan pH 5,2, dipergunakan pH meter/kertas pH


tekstil/Indikator Paper.
Sterilisasi dengan cara dipanaskan dalam Autoclaf yang sampai 110 derajat C
selama setengah jam atau dengan dandang kemudian diletakan pada tempat
bersih, dengan posisi miring, sehingga makanan setinggi 1/2–2/3 tinggi botol
(dari alas sampai ke leher botol) dan didiamkan selama 5–7 jam untuk
mengetahui sterilisasi yang sempurna.

4) Pemindahan Bibit

Setelah tanaman di dalam botol berumur 9–12 bulan terlihat besar, tumbuh akar.
Dalam tingkat ini bibit sudah dapat dipindahkan kedalam pot penyemaian yang
berdiameter 7 cm, 12 cm atau 16 cm yang berlubang.

Siapkan pecahan genting, dan akar pakis warna coklat, di potong dengan panjang
5–30 mm sehingga serabutnya terlepas satu sama lainnya. Sebelum dipakai
terlebih dulu dicuci bersih dan biarkan airnya hilang. Akar pakis setelah dicuci,
direndam dulu dalam alas makanan selama 24 jam yang berupa:
a) Urea atau ZA : 0,50 mg
b) DS, TS atau ES : 0,25 mg
c) Kalium sulfat atau K2SO4 : 0,25 mg
d) Air : 1000 cc

Alaternatif lain sebagai alas makanan, dapat juga dipakai pupuk buatan campuran
unsur N, P, K perbandingan 60:30:10 atau dapat juga digunakan pupuk kandang
yang telah dicampur pakis dengan perbandingan pakis: pupuk kandang = 4:1.
Selain itu dapat digunakan kulit Pinus yang di potong kecil sebesar biji kacang
tanah, yang telah direndam dalam alas makanan seperti akar pakis selama 24
jam. Untuk isian pot ini dapat juga digunakan arang kayu bakar/serabut kelapa
yang dipotong-potong sebesar ibu jari.

Pot yang disiapkan diisi dengan pecahan genting 1/3 tinggi pot/layah, kemudian isi
remukan pakis tersebut setinggi 1 cm di bawah tepi pot/layah (tidak perlu
dipadatkan).

Pemindahan bibit ke dalam pot dilakukan dengan mengeluarkan tanaman di botol


dengan memasukkan air bersih ke dalam botol. Dengan kawat bersih berujung
seperti huruf U, tanaman dikeluarkan satu persatu (akar lebih dahulu). Setelah
keluar tanaman dicuci kaporit 1 % kemudian dengan air bersih. Seedlings
(semaian) ditanam dalam pot dengan rapat. Apabila di dalam botol sudah terjadi
kontaminasi jamur sebaik lebih dulu direndam di dalam antibiotic (penicillin,
streptomycin yang telah lewat expirydatenya) 10 menit baru ditanam.

5) Pemindahan dari Pot Penyemaian

Setelah tanaman pada pot penyemaian cukup tinggi, maka tanaman dipindahkan
ke pot biasa yang berdiamater 4–6 cm, yang berisi potongan genting/batu bata

Hal. 5/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

merah, kemudian beri pakis/kulit pinus yang telah direndam dalam alas makanan
sampai 1 cm di bawah tepi pot.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Media tanam untuk tanaman anggrek tanah dibedakan:


a) Tanaman dalam pot (dengan diameter 7-30 cm tergantung dari jenis tanaman).
Apabila diameter pot dipilih 25-30 cm maka perlu dipasang tiang di tengah-tengah
pot, kemudian pot diisi pecahan genting. Anggrek di letakkan di tengah dan
akarnya disebar merata dalam pot, kemudian batang anggrek diikat pada tiang.
Pot diisi pupuk kandang yang telah dicampur sesuai dengan komposisi kira-kira
2/3 dari pot.
b) Media tanam dalam tanah dengan sistim bak-bak tanam.
Bak terbuat dari batu bata merah panjang 2 m lebar 40 cm dan tinggi bak 2 lapis
batu bata merah. Pembuatan bak ini di atas tanah untuk menghindari dari
kebecekan, di tanah kering digali sedalam 10-20 cm kemudian diberi bata ukuran
40 cm x 2 m dan jarak antara pembantas dengan yang lain 3 cm. Tiang penahan
dibuat 4 buah yang ditancapkan ke dalam tanah dengan ketinggian masing-
masing 1,5 m. Antara tiang satu dengan yang lain dihubungkan dengan kayu
sehingga keempat tiang tersebut merupakan suatu rangkaian.

6.3. Teknik Penanaman

Penanaman tanaman anggrek, disesuaikan dengan sifat hidup tanaman anggrek,


yaitu:
1) Anggrek Ephytis adalah anggrek yang menupang pada batang/pohon lain tetapi
tidak merusak/merugikan yang ditumpangi atau ditempelin. Alat yang dipakai
untuk menempel adalah akarnya, sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari
makanan adalah akar udara.
2) Anggrek semi Ephytis adalah jenis anggrek yang menempel pada pohon/tanaman
lain yang tidak merusak yang ditempel, hanya akar lekatnya juga berfungsi seperti
akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang.
3) Anggrek tanah/anggrek Terrestris.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dan penyulaman dilakukan pada tempat yang disesuaikan dengan


jenis anggrek, yang sifatnya epphytis atau anggrek tanah.

2) Penyiangan

Untuk tanaman anggrek pada penyiangan pada waktu pada kondisi di dalam botol
kemudian dipisahkan ke dalam pot-pot yang sudah disediakan sesuai jenis
anggrek.

Hal. 6/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pemupukan

Unsur makro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah besar yang meliputi: C, H,
O, N, S, P, K, Ca, Mg. Untuk unsur mikro yaitu unsur yang dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit, antara lain: Cu, Zn, Mo, Mn, V, Sc, B, Si, dst. Unsur makro
dan unsur mikro dapat diambil dari udara atau dari tanah, berupa gas atau air dan
garam-garam yang terlarut di dalamnya.

Pemupukan pada tanaman anggrek dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:


a) Pemupukan untuk bibit (seedlings) dengan N, P, K.
Perbandingan N:P:K=6:3:1. Unsur N lebih banyak dibutuhkan untuk
pembentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur N diambil dari
pupuk ZA/urea, untuk P dipakai pupuk ES; DS; TS, dan K dari Kalium Sulfat
(K2SO4).
Pupuk-pupuk buatan yang mengandung N, P, K:
1. Urea : 0,6 gram untuk 1 liter air
2. ES : 0,3 gram untuk 1 liter air
3. ZK : 0,1 gram untuk 1 liter air
b) Pemupukan untuk ukuran sedang (mid-size) dengan N, P, K.
Perbandingan N:P:K=3:3:3 yang sama banyak disini tidak memerlukan
tambahan pupuk, maka dapat dususun sendiri pupuk yang mengandung N, P,
K dengan cara misalnya :
1. Urea : 0,3 gram untuk 1 liter air
2. DS : 0,3 gram untuk 1 liter air
3. K2SO4 : 0,3 gram untuk 1 liter air
c) Pemupukan untuk ukuran berbunga (flowerings-size)
Tanaman yang sudah berbunga dipupuk dengan perbandingan N:P:K= 1:6:1.

Teknik pemberian pupuk buatan adalah:


a) Dalam bentuk padat/powder yang dilakukan dengan menaburkan secara hati-
hati, jangan tersangkut pada daun/batangnya yang menyebabkan daun/batang
tadi dapat terbakar.
b) Disiramkan, yang mana anggrek dapat menyerap air dan garam-garam yang
terlarut di dalamnya. Cara ini banyak dilakukan dimana-mana.
c) Penyemprotan, cara ini sangat baik apabila terjadi pembusukan akar
didalamnya, maka akarnya ditutup plastik.

Pupuk kandang yang sering digunakan adalah kotoran kuda, sapi, kerbau,
kambing, ayam dan lain-lain. Kebaikan pemakaian pupuk kandang selain
mengandung bermacam-macam unsur yang dibutuhkan oleh tanaman juga
sangat membantu dalam penyimpanan air, apalagi pada musim kemarau.
Keburukan dari pupuk kandang ini adalah di dalam kotoran banyak bateri yang
mengandung jamur. Untuk itu dianjurkan disangan lebih dahulu untuk
menghilangkan jamur/bakteri di dalamnya. Pemupukan tanaman lebih baik
dilakukan pada waktu pagi-pagi atau pada sore hari sekitar pukul 5.00 sore.

Hal. 7/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengairan dan Penyiraman

Sumber air untuk penyiraman tanaman anggrek dapat berasal dari:


a) Air Ledeng, baik untuk menyiram karena jernih dan steril, tetapi pHnya tinggi
maka perlu diturunkan dengan menambah suatu asam misalnya HCl. PH yang
baik sekitar 5,6-6.
b) Air sumur, baik untuk menyiram karena banyak mengandung mineral dari
tanah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Air sumur di daerah kapur harus
diperhatikan pHnya.
c) Air hujan, yang ditampung didalam tong-tong/bak sangat baik untuk
menyiraman.
d) Air kali/air selokan, tetapi kita tidak tahu pasti apakah air itu mengandung jamur,
bakteri/lumut yang bisa mengganggu anggrek/tidak. Kalau dilihat dari sudut isi
makanan mungkin cukup baik.

Hal perlu diperhatikan bagi petani anggrek adalah mengetahui sifat-sifat dari isian
pot supaya bisa mengatur banyaknya air untuk menyiram. Adapun macam isian
pot dan sifat diuraikan sebagai berkut:
a) Pecahan genting/pecahan batu merah, yang mana mudah menguapkan air dan
sifat anggrek yang tidak begitu senang dengan air sehingga tidak mudah untuk
lumutan. Untuk pecahan genting lebih kecil daya serapnya lebih banyak dan
untuk siraman lebih sedikit.
b) Potongan sabut kelapa, pemakaian serabut kelapa lebih baik untuk digunakan
di daerah panas karena menyimpan air, tetapi kalau penggunaan di daerah
dingin tidak menguntungkan karena mudah busuk.
c) Remukan akar pakis yang hitam, keras dan baru tidak mudah untuk menyerap
air, setelah beberapa bulan banyak menyerap air. Akar pakis yang coklat dan
lunak lebih mudah menyerap dan menahan air.
d) Potongan kulit pakis, dimana media ini sukar sekali untuk penyerapan air,
mudah terjadi penguapan. Jika potongannya besar, penyerapan kecil dan jika
potongan kecil penyerapan air lebih banyak.

Bagi tanaman yang sudah besar pedoman penyiramannya 3-7 hari sekali musim
hujan dan 1-3 hari sekali pada musim hujan.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Obat-obatan sebaiknya disemprotkan pada waktu pagi hari, lebih baik pada sore
hari sekitar jam 5.00. Penyemprotan bagi tanaman anggrek sehat, dilakukan rutin
kurang lebih 3 bulan sekali. Penyemprotan bagi tanaman anggrek terserang hama
perlu dilakukan berulang-ulang 3 kali dengan jangka waktu tertentu (untuk kutu)
daun seminggu sekali. Adapun jenis insektisida dan dosis yang digunakan untuk
hama antara lain:
a) Orthene 75 SP dosis 5-10 gram/10 liter air untuk ulat pemakan daun
b) Bayrusil 250 EC dosis 2 cc/liter air untuk ulat pemakan daun
c) Malathion dosis 3 gram/liter air untuk ulat, kumbang, kutu
d) Kelthane dosis 2 gram/liter air, untuk kutu

Hal. 8/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Metadeks dosis dibasahi air, dicampur dedak 6-8 cc/10 liter, untuk keong dan
bekicot air
f) Falidol E.605 dosis dibasahi air, dicampur dedak 6-8 cc/10 liter, untuk keong
dan bekicot air

Untuk hama bekicot ada 2 cara pengendaliannya yaitu:


a) Menyebarkan obat sekitar pot anggrek dengan mencampur antara obat
Metadeks ke dedak halus di tambah air sedikit.
b) Membuat larutan 1 cc Dieldrin 50% 25 EP dicampur dengan 1 liter air atau 6–8
cc Folediol E 605 kedalam air 10 liter. Kemudian pot tanaman anggrek
direndam dalam larutan tersebut selama beberapa waktu dan diulang satu
minggu sekali.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Tungau/kutu perisai
Gejala: menempel pada pelepah daun; berwarna kemerahan jumlahnya banyak;
bekas serangan berupa bercak hitam dan merusak daun. Pengendalian: digosok
dengan kapas dan air sabun; apabila serangan sudah parah, harus disemprot oleh
insektisida dengan dosis 2 cc/liter.

2) Semut
Gejala: merusak akar dan tunas muda yang disebabkan oleh cendawan.
Pengendalian: pot direndam dalam air dan ciptakan lingkungan bersih di sekitar
rak/sebaiknya pot digantung.

3) Belelang
Gejala: pinggiran daun rusak dengan luka bergerigi tak beraturan. Untuk jenis
belalang berukuran kecil, perlu pengamatan cermat. Pengendalian: segera
semprotkan insektisida yang bersifat racun kontak/yang sistematik; bila jumlahnya
sedikit bisa langsung dimusnahkan/dibunuh.

4) Trips
Gejala: menempel pada buku-buku batang dan daun muda; menimbulkan bercak
abu-abu dipermukaan daun dan merusak bunga hingga bentuk bunga tidak
menarik. Pengendalian: secara periodik dan teratur pot anggrek disemprot
insektisida.

5) Kutu babi
Gejala: kerusakan yang ditimbulkan seperti akibat semut; tapi tidak menyerang
tunas daun. Pengendalian: perendaman dapat mengusir kutu babi dari pot
anggrek.

Hal. 9/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Keong
Gejala: menyerang lembaran daun anggrek. Pengendalian: dalam jumlah sedikit
cukup diambil/dibunuh; bila jumlah banyak perlu memakai insektisida/dijebak
dengan bubuk prusi.

7) Red Spinder
Gejala: bercak putih di bagian bawah daun; permukaan atas menjadi kuning dan
lama kelamaan daun mati. Pengendalian: bila sedikit cukup diambil dengan
menggunakan isolatip lalu dibakar/menggosok daun dengan alkohol; apabila
banyak maka perlu menggunakan insektisida dengan bahan aktif diazinon, dicofol.

8) Kumbang
Gejala: yang terserang akan berlubang-lubang khusus kumbang penggerek
batang kerusakannya berupa lubang di tengah batang dan tidak nampak dari luar;
Larvanya yang menetas dari telur merusak daun anggrek. Pengendalian:
menyemprotkan tanaman yang diserang dengan menggunakan insektisida
sistemik secara rutin; bersihkan pot dari kepompong dan telur kumbang dengan
jalan memindahkannya ke pot baru dan media tanam yang baru pula.

9) Ulat daun
Gejala: menyerang daun, kuncup bunga, tunas daun maupun bunga yang sedang
mekar. Pengendalian: kalau jumlahnya sedikit (2–5 ekor) dapat dibunuh dengan
tangan; bila banyak dapat menggunakan insektisida sistemik; tanaman yang telah
diserang sebaiknya dipisahkan dengan tanaman yang masih sehat.

10) Kepik
Gejala: menghisap cairan daun tanaman anggrek, sehingga menyebabkan bintik
putih/kuning; tanaman yang diserang lama kelamaan akan gundul dan tidak
berhijau daun lagi. Pengendalian: semprotkan insektisida yang sama seperti untuk
membasmi serangga lainnya, seperti ulat, kumbang dan trips.

11) Kutu tudung


Gejala: daun menjadi kuning, tidak sehat, lalu berwarna coklat dan mati.
Pengendalian: seperti halnya membasmi ulat kumbang dan trips.

7.2. Penyakit

1) Penyakit buluk
Sering terdapat di dalam media tanam, kultur spora cendawan ini terbawa oleh biji
anggrek karena tutup botol tidak steril. Gejala: biji anggrek tidak mampu
berkecambah dan persemaian dalam botol akan gagal; kecambah yang telah
tumbuh kalau diserang cendawan ini akan mati/layu. Pengendalian: pada awal
serangan media agar dikeluarkan dari botol, lalu botol ditutup kembali, dilakukan
dengan steriil; kalau kecambah anggrek terlanjur besar, segera dikeluarkan dari
botol dan dicuci dengan fungisida lalu kecambah ditanam dalam pot.

Hal. 10/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyakit rebah kecambah


Merupakan penyakit anggrek selama masih dalam persemaian. Penyebaran
penyakit ini lewat air. Gejala: semula berupa bercak kecil bening pada permukaan
daun, lalu melebar, menulari ke atas sampai pada titik tumbuh pada tunas serta ke
bawah hingga ujung akar, kecambah anggrek akan membusuk dan mati.
Pengendalian: bibit yang sakit sebaiknya segera dibuang, dibakar sampai
musnah. Pot dan kumpulan kecambah dikeringkan dan disemprot dengan
fungisida.

3) Penyakit bercak coklat


Kecambah jenis Phalae-nopsis sangat peka terhadap bakteri ini, terutama pada
cuaca sangat lembab. Infeksi melalui daun basah atau di bekas luka pada daun.
Sentuhan daun yang sakit pada daun sehat dapat menularkan penyakit ini.
Gejala: bercak kecil bening pada pucuk daun. Dalam beberapa hari dapat meluas
ke seluruh kompot, daun kecambah anggrek menjadi rusak dan mati. Penyakit ini
sangat ganas, karena mematikan dan cepat menular. Pengendalian: sangat sulit
penyakit ini pada awal serangan. Pada serangan yang parah, tidak ada jalan lain
kecuali memusnahkan seluruh kecambah anggrek.

4) Penyakit bercak hitam


Pada tanaman anggrek yang, penyakit ini cepat menular malalui akar dan alat
yang tidak sterill Gejala: timbul warna coklat kehitaman pada bagian tanaman
yang terserang. Mulai dari daun ke atas sampai ke tunas dan ke bawah hingga
ujung akar. Tanaman terlambat tumbuh, kerdil dan mengakibatkan kematian.
Pengendalian: bagian yang terserang dipotong dan dibuang atau disemprotkan
fungisida; alat-alat potong disiram alkohol/dibakar sebelum digunakan.

5) Penyakit busuk akar


Penyebab: cendawan Rhizoctonia Solani. Gejala: akar leher membusuk mencapai
rhizoma dan umbi batang, daun dan umbi batang menguning, berkeriput, tipis dan
bengkok, tanaman kerdil dan tidak sehat. Pengendalian: semua bagian tanaman
yang sakit dipotong dan dibuang; bekasnya disemprot dengan fungisida (Benlate).

6) Penyakit layu
Penyebab: cendawan Fusarium Oxyporium. Gejala: mirip serangan penyakit
busuk akar, namun pada rhizoma terdapat garis-garis, atau lingkaran berwarna
ungu. Pada serangan berat, seluruh rizhoma menjadi ungu, diikuti pembusukan
pada umbi batang, tanaman sangat tidak sehat. Pengendalian: bagian yang
terserang dibuang lalu bekasnya disemprotkan Benlate. Tanaman segera
dipindahkan ke media tanam baru, yang masih segar dan bersih. Usahakan
terdapat aliran udara yang lancar di sekitar tanaman.

7) Penyakit busuk
Penyebab: cendawan Sclerotium Rolfsi. Gejala: terdapat bintil-bintil kecil berwarna
coklat pada bagian tanaman yang terkena penyakit. Pengendalian: bagian
tanaman yang sakit dipotong dan dibuang. Media tanaman dan seluruh pot

Hal. 11/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

didesinfektan dengan larutan formalin 4 % ataupun fungisida/antibiotik Natrippene


0,5 % selama 1 jam.

8) Penyakit bercak coklat


Gejala: bercak coklat pada permukaan daun, lalu menyebar keseluruh bagian
tanaman. Pengendalian: membuang semua bagian yang sakit, lalu semprotkan
fungisida/ antibiotika Streptomycin atau Physan 20.

9) Penyakit busuk lunak


Penyebab: bakteri Erwinia Cartovora. Gejala: daun dan akar membusuk serta
berbau. Penyakit ini cepat sekali meluas namun khusus pada rhizoma dan umbi
batang, penyebarannya agak lambat. Penanggulangan: peralatan kebun harus
steril, bagian yang sakit dipotong dan dibuang. Semprotkan Physan 20, pot
tanaman disemprot dengan formalin 4 %.

10) Penyakit bercak bercincin


Penyebab: virus TMVO (Tobacco Mozaic Virus Odontoglos-sum). Gejala: timbul
lingkaran atau garis-garis kekuningan pada permukaan daun. Pengendalian:
hanya dengan pencegahan yakni membuang bagian tanaman yang sakit serta
menstrerilkan semua alat potong.

11) Penyakit Cymbidium


Penyebab: virus Mozaic Cymbidium. Gejala: semula berupa bercak kekuningan
lalu muncul jaringan mati berbintik, bergaris atau lingkaran. Khusus pada Cattleya,
bercak tadi berwarna coklat atau hitam cekung. Kadang ada gejala kematian
jaringan di tengah daun yang dilingkari jaringan normal. Daun tua banyak sekali
menunjukkan adanya bintik jaringan yang mati. Pengendalian: hanya bersifat
pencegahan yaitu membuang bagian tanaman yang sakit, serta mensterilkan
segala alat yang dipakai.

12) Penyakit busuk hitam


Penyebab: cendawan Phytopytora Omnivora. Gejala: muncul warna kehitaman
pada pangkal daun, lalu melunak dan busuk, akhirnya daun mati. Pengendalian:
semprotkan fungisida seperti Baycor Dithane M-45, Benlate, Ferban, Physan,
Truban atau Banrot. Untuk yang berbentuk tepung gunakan dosis 2 gram/2 liter
air.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Tanaman Berbunga

Umur tanaman anggrek berbunga, tergantung jenisnya. Umumnya tanaman angrek


dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam. Tangkai bunga yang dihasilkan kira-
kira 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak 20-25 kuntum pertangkai.

Hal. 12/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.2. Cara Pemetikan Bunga

Untuk panen bunga anggrek perlu diperhatikan, pemotongan dilakukan pada jarak 2
cm dari pangkal tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih.

8.3. Prakiraan Produksi

Bibit anggrek yang sudah dewasa dan sesudah 2 bulan tangkai bunga akan
menghasilkan 2 tangkai dengan jumlah kuntum 20-25 kuntum/tangkai.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Pengumpulan bunga anggrek dilakukan berdasarkan permintaan pasar. Jenis


anggrek Dendrobium dapat dipanen dalam bentuk:
a) Tanaman muda untuk bibit
b) Tanaman dewasa untuk tanaman hias
c) Bunga potong

Tanaman muda untuk bibit biasa dijual dalam bentuk pot kecil, sedangkan tanaman
dewasa biasanya tanaman sudah berbunga. Untuk bunga potong dipilih tangkai
yang kuntumnya paling banyak sudah mekar (kuncup tersisa 1–3 kuntum).

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Bunga dipilih yang bagus, tidak kena penyakit ataupun luka. Selanjutnya bunga
dikelompokan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat kesegaran atau ukuran
bunga dengan maksud untuk mempertahanankan nilai jual sehingga bunga yang
bagus tidak turun harganya.

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan untuk memperlambat proses kelayuan bunga, sehingga


dilakukan pada saat:
a) Bunga baru saja dipetik sambil menunggu pemanen selesai.
b) Bunga yang telah dipanen tidak segera dijual atau diangkut.
c) Bunga mengalami perjalanan sebelum sampai ke konsumen.

Agar bunga tetap segar perlu adanya pengawetan dengan tujuan agar penurunan
mutu lebih lambat bunga tetap segar. Usaha pengawetan bunga dillakukan dengan
cara penempatan bunga dalam larutan pengawet atau air hangat (38–43 derajat C)
selama 2 jam. Larutan bahan pengawet tersebut antara lain:

Hal. 13/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

a) Larutan seven up dengan kadar 30 %.


b) 2 % larutan gula ditambah 2 gram physan (termasuk fungisida) dan 1 gram asam
sitrat per 10 liter.
c) 2 % larutan gula ditambah 2 gram 8-hydroquinoline sulfat dan 1 gram asam sitrat
per 10 liter.
d) Larutan gula kadar 4–5 % ditambah 0,2 gram quinolin per liter.

Pengawetan untuk bunga yang dikirim jauh adalah dengan merendam tangkainya
dalam larutan gula dengan kadar 6–8 % selama 24 jam atau dimasukan dalam
kantong plastik dan kadar karbon dioksida (CO2) dinaikkan dengan menggunakan es
kering atau disimpan pada ruangan dengan kondisi udara antara 0–5 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Setelah dilakukan pembersihan, pemilihan dan pengawetan bunga dendrobium


potong dipak melalui cara:
1) Setiap sepuluh tangkai dibungkus bagian pucuk dengan menggunakan kantong
plastik tipis, ukuran disesuaikan tergantung panjang tangkai.
2) Setiap pangkal tangkai dibalut kapas basah, kemudian dibungkus kantong plastik
ukuran panjang 8 cm dan lebar 4 cm.
3) Pembungkus bunga dan pembungkus pangkal tangkai digabungkan selanjutnya
diikat dengan karet gelang.
4) Bungkusan-bungkusan bunga disusun bersilang di dalam kotak karton yang
berlubang sampai cukup padat.
5) Kotak karton ditutup rapat dengan menggunakan carton tape.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya bunga anggrek Dendrobium dengan luas lahan 1,25 m x
12 m; Untuk satu pohon/pot dapat menghasilkan bunga sebanyak 2–3 tangkai bunga
dimana anggrek dalam pot mulai berbunga pada umur 3-5 bulan dan menjadi bunga
potong pada umur 6–7 bulan dengan masa panen optimal 4 kali. Pada panen ke 2
s.d. ke 4 di atas umur 8 bulan; dalam satu tangkai bunga terdapat 10-15 kuntum
bunga. Analisis dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor. Harga 1 kuntum bunga
mencapai harga Rp. 750,- sampai Rp. 1000,-.

1) Biaya produksi
1. Bibit
- Bibit: 8 botol @ Rp. 40.000,- Rp. 320.000,-
- Akar pakis: 5 ikat (42 lempeng /ikat) Rp. 75.000,-
2. Perlengkapan
- Arang: 80 kg @ Rp. 1.250,- Rp. 100.000,-
- Pot ukuran 15 cm: 400 bh @ Rp. 750,- Rp. 4.500.000,-

Hal. 14/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Gandasil: 2 pak @ Rp. 7.500,- Rp. 15.000,-


- Kerangka: 1 unit bambu Rp. 150.000,-
3. Pupuk
- Furadan Rp. 20.000,-
- Azodrin: 1 botol Rp. 12.500,-
- Pupuk Urea: 5 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 10.000,-
- NPK: 2,5 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 5.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 5.207.000,-
2) Pendapatan: 3 tangkai x 10 kuntum x 400 pot x Rp.750,- Rp. 9.000.000,-
3) Keuntungan Rp. 3.793.000,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio output/input = 1,73

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dalam usaha anggrek ini sangat visibel dan modal akan kembali dalam waktu kurang
lebih 8 bulan sejak penaman dan apabila penjualan dimulai dari sejak dalam botol,
maka akan dapat mengurangi biaya operasional.

Selain dari segi biaya modal, kebutuhan bunga potong dalam negeri per tahun untuk
berbagai jenis anggrek diperkirakan sekitar 5 juta tangkai. Jumlah tersebut diluar
adanya permintaan akan kebutuhan komoditi ekspor.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar meliputi klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu bunga angrek potong ini di Indonesia tercantum dalam SNI 01–3171–
1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Bunga angrek potongan antara lain terdiri dari 3 jenis “Arathera James Storie” yang
digolongkan dalam empat jenis mutu, “Arachin Maggie Oie” dan “Oncidium Golden
Shower” yang masing-masing digolongkan dalam tiga jenis mutu.

a) Aranthera James Storie


1. Panjang tangkai: mutu I=75 cm; mutu II=67,5 cm; mutu III=60 cm; cara uji
dengan SP-SMP-287-1980.

Hal. 15/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. Minimum jumlah bunga: mutu I=7; mutu II=6; mutu III=6; cara uji dengan
organoleptik.
3. Minimum jumlah kuncup: mutu I=2; mutu II=2; mutu III=2; cara uji dengan
organoleptik.
4. Minimum jumlah cabang: mutu I=3; mutu II=2; mutu III=1 ; cara uji dengan
organoleptik.
5. Susunan bunga dalam tangkai: mutu I=lengkap; mutu II=lengkap; mutu
III=lengkap; cara uji dengan organoleptik.
6. Bunga rusak karena serangga/jamur/mekanis: mutu I=tidak ada; mutu II=tidak
ada; mutu III=tidak ada; cara uji organoleptik.

b) Arachnis Maggie Oei


1. Panjang tangkai: mutu I=60 cm; mutu II=42,5 cm; mutu III=32,5 cm; cara uji
dengan SP-SMP-287-1980.
2. Minimum jumlah bunga: mutu I=8; mutu II=8; mutu III=8; cara uji dengan
organoleptik.
3. Minimum. jumlah kuncup: mutu I=2; mutu II=2; mutu III=2; cara uji dengan
organoleptik.
4. Susunan bunga dalam tangkai: mutu I=lengkap; mutu II=lengkap; mutu
III=lengkap; cara uji dengan organoleptik.
5. Bunga rusak karena serangga/jamur/mekanis: mutu I=tidak ada; mutu II=tidak
ada; mutu III=tidak ada; cara uji organoleptik.

c) Onchidium Goldian Varientas Golden Shower


1. Panjang tangkai: mutu I=67,5 cm; mutu II=60 cm; mutu III=35 cm; cara uji
dengan SP-SMP-287-1980.
2. Minimum jumlah bunga: mutu I=7; mutu II=7; mutu III=7; cara uji dengan SP-
SMP-288-1980.
3. Minimum jumlah kuncup: mutu I=5; mutu II=5; mutu III=5; cara uji dengan SP-
SMP-288-1980.
4. Minimum jumlah cabang: mutu I=9; mutu II=7; mutu III=27; cara uji dengan
organoleptik.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan terkecil dalam lot dan contoh
dengan rincian sebagai berikut:
a) Contoh yang diambil 1, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 1 – 3.
b) Contoh yang diambil 3, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 4 – 25.
c) Contoh yang diambil 6, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 26 – 50.
d) Contoh yang diambil 8, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 51 – 100.
e) Contoh yang diambil 10, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 101 – 150.
f) Contoh yang diambil 12, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 151 – 200.
g) Contoh yang diambil 15, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 201 – lebih.

Hal. 16/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Sedangkan untuk petugas pengambil contoh adalah orang yang telah


berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dalam suatu badan
hukum.

11.5. Pengemasan

1) Cara pengemasan
Pangkal tangkai bunga angrek potongan dimasukan ke dalam tube berisi cairan
pengawet/dibungkus dengan kapas kemudian dimasukan ke dalam kantong
plastik berisi cairan pengawet lalu dikemas dalam kotak karton/kemasan lain yang
sesuai.

2) Pemberian merek
Pada bagian luar kemasan diberi tulisan:
1. Nama barang/varietas anggrek.
2. Jenis mutu.
3. Nama atau kode produsen/eksportir.
4. Jumlah isi.
5. Negara/tempat tujuan.
6. Produksi Indonesia.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Osman, Fiyanti, Indah Prasasti (1989) Anggrek Dendrobium, Jakarta Penebar
Swadaya IKAPI 219 hal.
2) Tim Red. Trubus (1997) Jakarta. Anggrek Potong Penebar Swadaya 34 hal.
3) Agribisnis Tanaman Hias, F.Rahardi, Sri Wahyuni, Eko M. Nurcahyo, Penerbar
Swadaya 1993
4) Budidaya Tanaman Anggrek – Departemen Pertanian 1987, 63 hal.
5) Merawat Anggrek , Sutarni M. Soeryowinoto, Penerbit Yayasan Kanisius, 87 hal.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 17/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

ANGGUR
( Vitis )

1. SEJARAH SINGKAT
Anggur merupakan tanaman buah berupa perrdu yang merambat. Anggur berasal
dari Armenia, tetapi budidaya anggur sudah dikembangkan di Timur Tengah sejak
4000 SM. Sedangkan teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali
dikembangkan orang Mesir pada 2500 SM. Dari Mesir budidaya dan teknologi
pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam sampai
Spanyol, Jerman, Prancis dan Austria. Sejalan dengan perjalanan Columbus anggur
dari asalnya ini mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika selatan, Asia
termasuk Indonesia dan Australia. Penyebaran ini juga menjadikan Anggur punya
beberapa sebutan seperti Grape di Eropa dan Amerika, orang China menyebut Pu
tao dan di Indonesia disebut anggur.

2. JENIS TANAMAN
Anggur termasuk tanaman marga Vitis. Tidak semua jenis dari marga ini dapat
dimakan, yang bisa dimakan hanya dua jenis yaitu Vitis vinifera dan Vitis labrusca.

Tanaman anggur jenis Vitis vinifera mempunyai ciri:


a) Kulit tipis, rasa manis dan segar.
b) Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 300 m dari permukaan laut
beriklim kering.

Hal. 1 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Termasuk jenis ini adalah Gros Colman, Probolinggo Biru dan Putih, Situbondo
Kuning, Alphonso Lavalle dan Golden Champion.

Tanaman anggur jenis Vitis labrusca mempunya ciri:


a) Kulit tebal, rasa masam dan kurang segar.
b) Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 900 m dpl.
c) Termasuk jenis ini adalah Brilliant, Delaware, Carman, Beacon dan Isabella.

Dari kedua jenis ini yang banyak dikembangkan di Indonesia dan direkomendasi oleh
Departemen Pertanian sebagai jenis unggul adalah jenis Vitis vinifera dari varietas
Anggur Probolinggo Biru dan Alphonso Lavalle. Namun ada juga yang dianjurkan
ditanam antara lain Gross Collman, Probolinggo Putih, Isabella, Delaware, Chifung
dan Australia.

3. MANFAAT TANAMAN
Anggur dimanfaatkan sebagai buah segar maupun untuk diolah sebagai jadi produk
lain seperti minuman fermentasi hasil perasan anggur yang mengandung alkohol
biasa disebut Wine, dikeringkan menjadi kismis dan untuk keperluan industri selai
dan jeli.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia sentra anggur terdapat di Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan,
Situbondo), Bali dan Kupang (NTT).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Tanaman anggur dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah, terutama di tepi-
tepi pantai, dengan musim kemarau panjang berkisar 4-7 bulan.
2) Angin yang terlalu kencang kurang baik bagi anggur.
3) Curah hujan rata-rata 800 mm per tahun. Dan keadaan hujan yang terus menerus
dapat merusak premordia/ bakal perbungaan yaitu tengah berlangsung serta
dapat menimbulkan serangan hama dan penyakit.
4) Sebaiknya sinar matahari yang banyak/udara kering sangat baik bagi
pertumbuhan vegetatif dan pembuahannya.
5) Suhu rata-rata maksimal siang hari 31 derajat C dan suhu rata-rata minimal
malam hari 23 derajat C dengan kelembaban udara 75-80 %.

Hal. 2 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik untuk tanaman anggur adalah mengandung pasir, lempung
berpasir, subur dan gembur, banyak mengandung humus dan hara yang
dibutuhkan.
2) Derajat keasaman tanah yang cocok untuk budidaya anggur adalah 7 (netral).

5.3. Ketinggian Tempat

Anggur akan tumbuh baik bila ditanam antara 5-1000 m dpl atau di daerah dataran
rendah. Perbedaan ketinggian akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Jenis Vitis vinifera menghendaki ketinggian 1-300 m dpl.
Jenis Vitis labrusca menghendaki ketinggian 1-800 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Pengadaan Benih

Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara generatif (biji) dan vegetatif
(cangkok, stek cabang, stek mata, penyambungan).

Perbanyakan tanaman yang paling efektif anggur adalah dengan menggunakan


stek. Bibit stek yang baik adalah :
a) Panjang stek sekitar 25 cm terdiri atas 2-3 ruas dan diambil dari pohon induk
yang sudah berumur di atas satu tahun.
b) Bentuknya bulat berukuran sekitar 1 cm.
c) Kulitnya berwarna coklat muda dan cerah dengan bagian bawah kulit telah
hijau, berair dan bebas dari noda-noda hitam.
d) Mata tunas sehat berukuran besar dan tampak padat. Mata tunas yang tidak
sehat ukurannya kecil dan ujungnya tampak memutih seperti kapuk.

2) Teknik Penyemaian Benih

Cara generatif bibit disemai di tempat yang telah disediakan. Cara vegetatif (stek)
yaitu :
a) Pembibitan dikerjakan dengan menyemaikan lebih dulu dalam pot /keranjang
sempai kira-kira selama 5 hari
b) Setelah itu dipindah ke media semai berupa campuran tanah, pupuk kandang
dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Media semai ini berupa
polybag/keranjang yang lebih besar dari tempat awal.

Hal. 3 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

a) Selama di persemaian selalu disiram dan jangan sampai tergenang.


b) Penyemaian bibit di tempat teduh dan lembab selama sekitar 2 bulan.

4) Pemindahan Bibit

a) Sekitar 2 bulan tersebut bibit sudah tumbuh dan berakar banyak siap untuk
dipindah ke lapangan dengan memilih yang segar dan sehat kondisinya.
b) Penanaman dilakukan di awal musim kemarau/saat panas tertinggi.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Persiapan yang perlu dilakukan adalah:


a) Menentukan lokasi penanaman.
b) Menentukan luas areal tanam.
c) Mengatur jarak tanam.
d) Membuat lubang tanam.
e) Menentukan dosis pupuk kandang yang diperlukan.

2) Pembukaan Lahan

Lahan yang digunakan dibersihkan dan tidak terlindung dari sinar matahari.
Pencangkulan untuk pembuatan lubang tanam dilakukan setelah ada pengaturan
jarak tanam yang sesuai dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Lubang dibiarkan
terkena sinar matahari selama 2-4 minggu.

3) Pengapuran

Pengapuran hanya dilakukan bila pH tanah rendah/terlalu asam.

4) Pemupukan

Setelah 2-4 minggu lubang tanam diisi pupuk kandang, pasir dan tanah dengan
perbandingan 2:1:1.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Tanaman anggur merupakan tanaman monokultur. Pengaturan jarak tanam


penting diperhatikan dan juga sesuai dengan larikan karena arah datangnya angin
sangat besar pengaruhnya. Jarak tanam bisa diatur dengan pola: 3 x 3 m, 4 x 4 m,
3 x 5 m, 3 x 4 m, 4 x 5 m, 4 x 5 m, 3 x 5 m dan 4 x 6 m

Hal. 4 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jarak tanam mempengaruhi jumlah tanaman persatuan luas :


a) 3 x 3 m untuk 1 Ha = 1.111 pohon
b) 3 x 4 m untuk 1 Ha = 833 pohon
c) 3 x 5 m untuk 1 Ha = 666 pohon
d) 4 x 4 m untuk 1 Ha = 625 pohon
e) 4 x 5 m untuk 1 Ha = 500 pohon
f) 4 x 6 m untuk 1 Ha = 416 pohon

2) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam yang diperlukan berukuran 60 x 60 x 60 cm yang disesuaikan


dengan jarak tanam, isi lubang berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1:1 atau 1:1:2.

3) Cara Penanaman

Penanaman bibit anggur terbaik pada saat musim kemarau, sekitar Juni dan Juli.
Setiap tanaman perlu lahan 20 m² termasuk para-paranya yang harus
dipersiapkan sebelum tanamannya tumbuh. Para-para ini berguna untuk
merayapkan batang dan cabangnya secara mendatar pada ketinggian 2 m. Setiap
tanaman juga diberi ajir bambu untuk titian setelah bibit ditanam, agar
pertumbuhannya dapat menjalar ke atas menuju para-para.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman hanya dilakukan bila terdapat tanaman yang tidak sehat/mati.


Pengontrolan dilakukan rutin bersamaan saat penyiraman karena anggur perlu
perhatian kontinyu.

Penjarangan buah sangat penting karena buah yang terlalu rapat justru merusak
perkembangan buah dan menurunkan kualitas buah. Dalam penjarangan buah-
buah yang perlu dibuang adalah: (1) yang bertangkai panjang; (2) tidak sempurna
bentuknya; (3) buah yang ada di sebelah dalam; (4) buah yang terbentuk tanpa
adanya persarian.

Penjarangan dilakukan dalam dua tahap, tahap satu saat umur satu bulan setelah
pembungaan dan buah masih pentil, tahap dua dilakukan dua minggu setelah
tahap satu dan buah sebesar biji jagung. Untuk menjaga kualitas buah, juga perlu
dilakukan pembrongsongan (pembungkusan) buah. Pembungkusan dilakukan bila
dalam satu dompol buah sudah ada dua atau tiga buah yang masak. Bahan yang
umum dipakai bungkus adal kertas semen dan kertas koran.

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila terdapat tanaman pengganggu sekitar tanaman anggur.

Hal. 5 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Perempalan

a) Perempalan bentuk pada anggur dilakukan mulai tanam sampai umur 1 tahun,
bertujuan untuk mendapat pertumbuhan yang baik, dengan cara membuang
tunas yang tidak perlu dan membiarkan satu tunas yang baik sebagai batang
pokok.
b) Perempalan untuk pembuahan dilakukan setelah anggur berumur 1 tahun.
Sebelum perempalan diperiksa dahulu dengan memotong ujung salah satu
cabang, bila meneteskan air perempalan dilaksanakan, tetapi bila tidak harus
ditunda. Perempalan dilakukan dengan memotong ranting-ranting, dengan
meninggalkan 2-4 mata tunas dan semua daun dibuang sehingga tanaman jadi
gundul. Dalam 1 tahun dilakukan 3 kali perempalan:
1. Tahap I : Maret-April, 90-110 hari
2. Tahap II : Juli-Agustus, 90-110 hari
3. Tahap III : Nov-Des, tahap ini sering gagal
Perempalan antara bulan November-Desember, tidak memperoleh hasil.
Tujuannya hanya untuk memelihara tingkat kesuburan tanaman sampai musim
hujan berakhir dan tanaman tidak rusak.

4) Pemupukan

Ada dua masa pemupukan:


a) Pemupukan tanaman muda (0-1 tahun)
1. Umur 0-3 bulan, 10 gram urea, interval 10 hari
2. Umur 3-6 bulan, 15 gram urea, interval 15 hari
3. Umur 6-12 bulan, 50 gram urea
Cara pemberian dengan membuat larikan melingkar sekeliling tanaman
diameter 10-20 cm sedalam 5 cm.
b) Pemupukan tanaman dewasa (1-seterusnya)
1. Umur 21 hari sebelum perempalan, 5 kaleng pupuk kandang
2. Umur 11 hari sebelum perempalan, 80 gram TSP/100 gram ZK
3. Umur 7 hari sebelum perempalan, 100 gram urea
Pupuk kandang diberikan sekali setahun, tahun kedua dosis dinaikkan jadi 10
kaleng. Pupuk buatan dinaikkan dosisnya urea 600 gram, TSP 300 gram, ZK
450 gram. Cara pemberian dengan pembuatan larikan sekitar tanaman dengan
diameter 1,5 m.

5) Pengairan dan Penyiraman

Yang perlu diperhatikan adalah:


a) Anggur tidak tahan pada air yang tergenang.
b) Anggur butuh pengairan yang harus dilakukan mulai tanam sampai
pemangkasan.
c) Menjelang pemangkasan, 3-4 minggu sebelumnya pemberian air harus
dihentikan.

Hal. 6 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Setelah masa pemangkasan, 2-3 hari sebelumnya diberi air kembali sampai
ujung ranting mengeluarkan air.
e) Pemberian dilakukan sampai buahnya hampir masak, setelah mulai tua
pemberian air dihentikan supaya buah tidak pecah dan busuk.

6) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan insektisida dilakukan sebagai pencegahan terhadap hama yang


mengganggu pada anggur. Penyemprotan harus dihentikan 15 hari sebelum
panen. Khusus untuk hama Phyiloxera Vitifolia digunakan insektisida Furadan
3G/Temik 1 OG.

7) Pengaturan Bunga

Setelah dua minggu pemangkasan pembuahan, cabang tersier yang baru tumbuh
mengeluarkan sulur-sulur pembentukan bunga yang keluar dari mata ke 3, 4 dan
5. Bila ada cabang tersier yang tidak mengeluarkan sulur dapat diadakan
pemotongan dengan meninggalkan 3 mata bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan sulur. Cabang tersier yang baru muncul disisakan satu sulur saja,
agar menghasilkan dompol bunga yang besar dan buahnya bisa bermutu tinggi.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Phylloxera Vitifolia

Menyerang tanaman anggur baik muda maupun tua berakibat anggur jadi kering
dan mati. Yang diserang adalah daun dan akar tanaman secara langsung. Gejala
umum pada daun terbentuk bisul-bisul kecil dan akar membengkak seperti kutil.
Hama ini menetap di bawah kulit batang yang terkelupas dan dalam jaringan akar.

2) Kumbang Apogonia destructor

Bentuk kumbang kecil dan warna hitam mengkilat. Menyerang daun anggur pada
malam hari dan kumbang ini mudah tertarik oleh sinar lampu.

3) Wereng daun

Serangan wereng ini menyebabkan daun anggur berbintik putih, kemudian


menjadi kuning coklat dan gugur.

4) Kutu putih

Dapat menyebabkan pucuk/tunas menjadi kerdil.

Hal. 7 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Ulat daun

Menyerang daun untuk dijadikan makanannya.

6) Rayap

Serangan yang paling parah bila menggerogoti akar tanaman yang masih muda
sehingga membuat jadi layu dan akhirnya mati.

7) Burung, kalong, bajing dan musang

Menyerang buah yang mulai masak untuk dijadikan makanannya.

Cara untuk memberantas hama anggur dilakukan dengan menyemprotkan


insektisida pada bagian yang terkena serangan. Penyemprotan dilakukan secara
rutin dan dihentikan menjelang masa petik. Khusus hama Phyloxera vitifolia
dilakukan dengan menyiramkan insektisida di sekeliling tanaman. Penyiraman bisa
dilakukan sebelum tanam, setelah tanam/setelah panen. Sedangkan untuk
menanggulangi hama dari hewan besar dapat memakai jebakan.

7.2. Penyakit

1) Downy Mildew (jamur)


Gejalanya daun nampak kuning bagian bawah terlihat ada tepung warna putih-
kuning. Daun, bunga maupun tandan muda bisa mati bila terkena penyakit ini
terutama saat musim penghujan atau kelembaban yang tinggi.

2) Powdery Mildew
Pada permukaan daun terdapat bedak tipis putih kelabu. Menyerang pucuk,
bunga dan buah muda bahkan dapat merusak ranting sehingga jadi kerdil dan
rusak.

3) Penyakit busuk hitam


Menyebabkan buah jadi keriput, busuk dan gugur.

4) Phakospora Vitis
Daun sebelah bawah tertutup tepung berwarna orange (massa sporanya).

5) Peronospora
Bila udara terlalu lembab jamur ini menyerang daun anggur dan dapat dikenali
karena spora berwarna kuning di bawah daun.

Untuk memberantas penyakit anggur dilakukan dengan menyemprotkan fungisida


dengan waktu a sebelum masa berbunga, setelah berbunga dan 8-12 hari sesudah
penyemprotan kedua setelah berbunga. Sedang untuk penyakit busuk hitam

Hal. 8 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

penyemprotan dilakukan sebelum masa berbunga, saat berbunga dan 2 minggu


sebelum masa petik.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen anggur tergantung jenis yang ditanam, iklim dan tinggi tempat. Untuk
daerah rendah umur buah 90-100 hari setelah pangkas, daerah dataran tinggi umur
buah antara 105–110 hari. Tingkat kemasakan buah yang baik untuk dipanen adalah
warna dalam satu tandan telah rata, butir buah mudah lepas dari tandan dan
keadaan buah kenyal serta lunak.

8.2. Cara Panen

Cara panen dilakukan dalam cuaca yang cerah dan di pagi hari dengan pemetikan
yang hati-hati (jangan sampai bedak hilang). Hasil pemetikan dimasukkan
keranjang/dos karton diusahakan penempatannya tidak menumpuk, agar buah yang
terletak di bawah tidak rusak dan pecah.

8.3. Periode Panen

Tanaman anggur dalam satu tahun mengalami dua kali panen.

8.4. Prakiraan Produksi

Dari areal tanaman anggur 1 ha dengan rasio jarak tanam 4 x 5, jumlah tanaman 500
batang dengan hasil panen per tahun rata-rata 7.500 kg anggur.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Pengumpulan anggur tidak boleh ditumpuk karena dapat merusak buah di


bawahnya. Hal yang penting bedak yang terdapat pada anggur dijaga agar tidak
hilang.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Penyortiran dilakukan dengan menyingkirkan buah yang rusak dan buah yang masih
terlalu muda dalam satu dompolan. Kemudian anggur digolongkan menurut ukuran
dompolan dan keseragaman besar buah.

Hal. 9 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Penyimpanan

Cara terbaik dalam penyimpanan adalah dengan memasukkan dalam ruang


pendingin untuk mengurangi penguapan, tetapi cara yang mudah, ringkas dan
kapasitas penyimpanan besar adalah dengan menggantung anggur untuk diangin-
anginkan dalam ruang yang sejuk.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Cara menggunakan keranjang bambu dilapisi kertas koran. cara ini kurang baik
karena banyak buah yang rusak. Cara terbaik dengan menggunakan kotak kayu
yang diisi dengan serbuk gergaji sehingga kerusakan buah dapat ditekan saat
pengangkutan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Analisis biaya budidaya anggur dengan rasio jarak tanam 4 x 5 luas (500 pohon) dan
luas lahan 1 ha di daerah Malang tahun 1999.

1) Biaya produksi tahun pertama


1. Lahan
- Sewa tanah 5 tahun @ Rp.2.000.000,- Rp. 10.000.000,-
- Pembuatan Para-para dan pagar keliling :
Pembelian ajir dan upah Rp. 60.000,-
Bambu tunggakan 1558 batang @ Rp. 5.000,- Rp. 7.790.000,-
Tutu kayu jaran 412 batang @ Rp. 3.500,- Rp. 1.442.000,-
Bambu duri/atap para-para 1396 batang @ Rp. 9.000,- Rp. 12.564.000,-
Upah menanam kayu jaran 412 batang @ Rp. 500,- Rp. 206.000,-
Menanam bambu tunggakan 1558 batang @ Rp. 500,- Rp. 779.000,-
Tali ijuk 200bendel @ Rp. 4.500,- Rp. 900.000,-
Kawat tali para-para 2 ton @ Rp. 3.500.000,- Rp. 7.000.000,-
Ongkos pasang para-para Rp. 1.470.000,-
Pembuatan pagar keliling Rp. 2.000.000,-
- Pengolahan tanah/penanaman
Buat lubang tanam 500 pohon @ Rp. 2.000,- Rp. 1.000.000,-
Pupuk Kandang untuk 500 pohon@ Rp. 2.000,- Rp. 1.000.000,-
Mencampur pupuk untuk lubang tanam @Rp. 1000,- Rp. 500.000,-
Upah menanam pohon @ Rp. 500,- Rp. 250.000,-
2. Bibit 500 pohon @ Rp 5000,- Rp. 2.500.000,-
3. Pupuk
- Urea tiap pohon 1kg @ Rp. 1.500,- Rp. 750.000,-
- TSP tiap pohon 0,5 kg @ Rp. 1.700,- Rp. 425.000,-
- Pupuk kandang @ Rp. 3.000,- Rp. 1.500.000,-

Hal. 10 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4. Obat dan pestisida


- Insektisida 5 liter Rp. 280.000,-
- Fungisida Profit 8 kg @ Rp. 250.000,- Rp. 2.000.000,-
- Fungisida Antracol 16 kg @ Rp. 65.000,- Rp. 1.040.000,-
- Fungisida Cobox 16 kg @ Rp. 35.000,- Rp. 560.000,-
5. Penyiraman
- BBM untuk pompa air 972 l @ Rp. 1000,- Rp. 972.000,-
- Oli pompa air 24 l @ Rp. 8.000,- Rp. 192.000,-
6. Peralatan
- Pipa air 2 batang @ Rp. 50.500,- Rp. 101.000,-
- Pasang Pipa air @ Rp. 70.000,- Rp. 140.000,-
- Pompa air 3,5 Pk Merk Honda Rp. 2.000.000,-
- Paralon 20 buah @ Rp. 35.000,- Rp. 700.000,-
7. Tenaga kerja
- Upah tenaga kerja 3 orang @ Rp. 250.000,-/bulan Rp. 9.000.000,-
- Pengawas 1 orang @ Rp. 240.000,-/bulan Rp. 2.880.000,-
8. Lain-lain/Ipeda Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi tahun ke-1 Rp. 72.401.000,-

2) Biaya produksi tahun kedua, ketiga, keempat dan kelima


1. Pupuk
- Urea tiap pohon 1kg @ Rp. 1.500,- Rp. 750.000,-
- TSP tiap pohon 0,5 kg @ Rp. 1.700,- Rp. 425.000,-
- Pupuk kandang @ Rp. 3.000,- Rp. 1.500.000,-
2. Obat dan Pestisida :
- Insektisida 5 liter Rp. 280.000,-
- Fungisida Profit 8 kg @ Rp. 250.000,- Rp. 2.000.000,-
- Fungisida Antracol 16 kg @ Rp. 65.000,- Rp. 1.040.000,-
- Fungisida Cobox 16 kg @ Rp. 35.000,- Rp. 560.000,-
3. Penyiraman
- BBM untuk pompa air 972 l @ Rp. 1000,- Rp. 972.000,-
- Oli pompa air 24 l @ Rp. 8.000,- Rp. 192.000,-
4. Tenaga kerja
- Upah tenaga kerja 3 orang @ Rp. 250.000,-/bulan Rp. 9.000.000,-
- Pengawas 1 orang @ Rp. 240.000,-/bulan Rp. 2.880.000,-
5. Lain-lain /Ipeda Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi/tahun untuk tahun ke-2 - 5 Rp. 19.999.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 152.397.000,-

3) Pendapatan ( hasil panen 1 tahun 2 kali )


1. Tahun ke-1: 500 pohon x 2 x 4 kg x Rp. 7.000,- Rp. 28.000.000,-
2. Tahun ke-2: 500 pohon x 2 x 6 kg x Rp. 7.000,- Rp. 42.000.000,-
3. Tahun ke-3: 500 pohon x 2 x 7,5 kg x Rp. 7.000,- Rp. 52.500.000,-
4. Tahun ke-4: 500 pohon x 2 x 8 kg x Rp. 7.000,- Rp. 56.000.000,-
5. Tahun ke-5: 500 pohon x 2 x 9 kg x Rp. 7.000,- Rp. 63.500.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 241.500.000,-

Hal. 11 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Keuntungan
1. Keuntungan dalam 5 tahun Rp. 89.103.000,-
2. Keuntungan/tahun Rp. 17.820.600,-

5) Parameter kelayakan usaha


1. B/C rasio = 1,58

Catatan :
- Dalam kenyataan produksi 1 pohon dapat mencapai 20–30 kg dan dalam 1 tahun
bisa 3 kali panen.
- Umur tanaman anggur semakin lama semakin produktif dan dapat mencapai 25–
30 tahun.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Indonesia telah mengeksport buah-buahan, namun untuk beberapa jenis tertentu


masih mengimpor. Dalam tahun 1991-1995, Indonesia mengimport lima jenis buah-
buahan, meliputi apel, jeruk, pir, kurma dan anggur. Import buah tersebut sebesar
17.418.325 kg senilai US $ 13.973.604 (1991), 40.746.029 kg senilai US $
33.032.612 (1992), 68.525.578 kg senilai US $ 50.846.270. (1993), 77.797.878 kg
senilai US $ 60.374.141 (1994), dan 116.557.231 kg senilai US $ 81.937.365 (1995).

Jenis buah import yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia antara
lain anggur. Produk anggur dalam negeri belum mengimbangi permintaan pasar
(konsumen) domestik, sehingga tiap tahun masih mengimpor. Berdasarkan data
BPS (Badan Pusat Statistik) Impor anggur Indonesia tahun 1991-1995 mencapai
26.501.977 kg senilai US $ 36.527.300 atau rata-rata pertahun sebesar 5.300.395,4
kg senilai US $ 7.305.406.

Dengan kondisi tersebut maka pada masa kini dan yang akan datang budidaya
anggur sangat menjanjikan bagi para produsen. Sehingga saat ini telah mulai
dikembangkan budidaya anggur dengan skala besar dan pengolahan yang intensif.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar mutu anggur di Indonesia masih belum, namun ditingkat petani sudah ada
standar mutu berdasar dompolan, ukuran buah dan rasa.

11.2. Diskripsi

Banyaknya buah dalam dompolan menjadi ukuran mutu yang menunjukkan tingginya
produksi. Sedang ukuran buah yang seragam dan rasa akan menaikkan nilai jual
dalam pemasaran.

Hal. 12 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Standar mutu yang berlaku di petani:


1) Mutu A: dompolan rapat, buah besar dan seragam, rasa manis.
2) Mutu B: dompolan renggang, buah kecil, rasa manis.
3) Mutu C: di luar ketentuan mutu A dan B.

11.4. Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh yang berfungsi untuk penanganan berikutnya diambil saat


dilakukan pemanenan. Anggur yang diambil sebelum umur panen mempunyai mutu
rendah.

11.5. Pengemasan

Standar pengemasan anggur adalah buah dalam baik saat pengangkutan sampai ke
tempat tujuan. Pengemasan terbaik dengan menggunakan kotak kayu yang diisi
serbuk gergaji sehingga anggur tetap terjaga keutuhannya.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Sauri H dan Martulis, 1991, Budidaya Anggur, Usaha Nasional, Surabaya.
2) Trubus 33, 1990, Perjalanan Anggur Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
3) Trubus 272, 1992, Anggur impor Menyerbu Indonesia, penebar Swadaya, Jakarta.
4) _______________, Vitis vinifera Terbaik Untuk Wine, Penebar Swadaya, Jakarta.
5) _______________, Mengunjungi Sentra Anggur Di RRC, Penebar Swadaya,
Jakarta.
6) _______________, Membuat Anggur Berbiji Menjadi Tak Berbiji, Penebar
Swadaya, Jakarta.
7) Trubus 274, 1992, Perbanyakan Anggur dengan Stek Satu Mata, Penebar
Swadaya, Jakarta.
8) Trubus 275,1992, Cara Mengepak Anggur yang Benar, Penebar Swadaya,
Jakarta.
9) ______________, Chip Budding Untuk Membibitkan Anggur, Penebar Swadaya,
Jakarta.
10) Widyastuti YE dan Paimin FB, 1993, Mengenal Buah Unggul Indonesia,
Penebar Swadaya, Jakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

APEL
( Malus sylvestris Mill )

1. SEJARAH SINGKAT
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat
dengan iklim sub tropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga
saat ini.

2. JENIS TANAMAN
Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam:
1) Divisio : Spermatophyta
2) Subdivisio : Angiospermae
3) Klas : Dicotyledonae
4) Ordo : Rosales
5) Famili : Rosaceae
6) Genus : Malus
7) Spesies : Malus sylvestris Mill

Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam varietas yang
memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara
lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli/Lali jiwo.

Hal. 1/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. MANFAAT TANAMAN
Apel mengandung banyak vitamin C dan B. Selain itu apel kerap menjadi pilihan
para pelaku diet sebagai makanan substitusi.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah dataran tinggi. Sentra
produksi apel di adalah Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan
(Nongkojajar), Jatim. Di daerah ini apel telah diusahakan sejak tahun 1950, dan
berkembang pesat pada tahun 1960 hingga saat ini. Selain itu daerah lain yang
banyak dinanami apel adalah Jawa Timur (Kayumas-Situbondo, Banyuwangi), Jawa
Tengah (Tawangmangu), Bali (Buleleng dan Tabanan), Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan sentra penanaman dunia berada di Eropa, Amerika, dan Australia.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150
hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan
kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan
bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah.
2) Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap
harinya, terutama pada saat pembungaan.
3) Suhu yang sesuai berkisar antara 16-27 derajat C.
4) Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75-85%.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai
lapisan organik tinggi, dan struktur tanahnya remah dan gembur, mempunyai
aerasi, penyerapan air, dan porositas baik, sehingga pertukaran oksigen,
pergerakan hara dan kemampuan menyimpanan airnya optimal.
2) Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol dan Regosol.
3) Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7 dan
kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia.
4) Dalam pertumbuhannya tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang
cukup.
5) Kelerengan yang terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga
bila masih memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak ditanami.

Hal. 2/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl.
dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Perbanyakan tanaman apel dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan


yang baik dan umum dilakukan adalah perbanyakan vegetatif, sebab perbanyakan
generatif memakan waktu lama dan sering menghasilkan bibit yang menyimpang
dari induknya.

Teknik perbanyakan generatif dilakukan dengan biji, sedangkan perbanyakan


vegetatif dilakukan dengan okulasi atau penempelan (budding), sambungan
(grafting) dan stek.

1) Persyaratan Benih

Syarat batang bawah: merupakan apel liar, perakaran luas dan kuat, bentuk
pohon kokoh, mempunyai daya adaptasi tinggi. Sedangkan syarat mata tunas
adalah berasal dari batang tanaman apel yang sehat dan memilki sifat-sifat
unggul.

2) Penyiapan Benih

Penyiapan benih dilakukan dengan cara perbanyakan batang bawah dilakukan


langkah-langkah sebagai berikut:

a) Anakan / siwilan
1. Ciri anakan yang diambil adalah tinggi 30 cm, diameter 0,5 cm dan kulit
batang kecoklatan.
2. Anakan diambil dari pangkal batang bawah tanaman produktif dengan cara
menggali tanah disekitar pohon, lalu anakan dicabut beserta akarnya secara
berlahan-lahan dan hati-hati.
3. Setelah anakan dicabut, anakan dirompes dan cabang-cabang dipotong, lalu
ditanam pada bedengan selebar 60 cm dengan kedalaman parit 40 cm.

b) Rundukan (layering)
1. Bibit hasil rundukan dapat diperoleh dua cara yaitu:
- Anakan pohon induk apel liar: anakan yang agak panjang direbahkan
melekat tanah, kemudian cabang dijepit kayu dan ditimbun tanah;
penimbunan dilakukan tiap 2 mata; bila sudah cukup kuat, tunas dapat
dipisahkan dengan cara memotong cabangnya.

Hal. 3/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Perundukan tempelan batang bawah: dilakukan pada waktu tempelan


dibuka (2 minggu) yaitu dengan memotong 2/3 bagian penampang batang
bawah, sekitar 2 cm diatas tempelan; bagian atas keratan dibenamkan
dalam tanah kemudian ditekuk lagi keatas. Pada tekukan diberi penjepit
kayu atau bambu.
2. Setelah rundukan berumur sekitar 4 bulan, dilakukan pemisahan bakal bibit
dengan cara memotong miring batang tersebut dibawah keratan atau
tekukan. Bekas luka diolesi defolatan.

c) Stek
Stek apel liar berukuran panjang 15-20 cm ( diameter seragam dan lurus),
sebelum ditanam bagian bawah stek dicelupkan ke larutan Roton F untuk
merangsang pertumbuhan akar. Jarak penanaman 30 x 25 cm, tiap bedengan
ditanami dua baris. Stek siap diokulasi pada umur 5 bulan, diameter batang ± 1
cm dan perakaran cukup cukup kuat.

3) Teknik Pembiitan

a) Penempelan
1. Pilih batang bawah yang memenuhi syarat yaitu telah berumur 5 bulan,
diameter batang ± 1 cm dan kulit batangnya mudah dikelupas dari kayu.
2. Ambil mata tempel dari cabang atau batang sehat yang berasal dari pohon
apel varietas unggul yang telah terbukti keunggulannya. Caranya adalah
dengan menyayat mata tempel beserta kayunya sepanjang 2,5-5 cm
(Matanya ditengah-tengah). Kemudian lapisan kayu dibuang dengan hati-hati
agar matanya tidak rusak
3. Buat lidah kulit batang yang terbuka pada batang bawah setinggi ± 20 cm
dari pangkal batang dengan ukuran yang disesuaikan dengan mata tempel.
Lidah tersebut diungkit dari kayunya dan dipotong setengahnya.
4. Masukkan mata tempel ke dalam lidah batang bawah sehingga menempel
dengan baik. Ikat tempelan dengan pita plastik putih pada seluruh bagian
tempelan.
5. Setelah 2-3 minggu, ikatan tempelan dapat dibuka dan semprot/ kompres
dengan ZPT. Tempelan yang jadi mempunyai tanda mata tempel berwarna
hijau segar dan melekat.
6. Pada okulasi yang jadi, kerat batang sekitar 2 cm diatas okulasi dengan
posisi milintang sedikit condong keatas sedalam 2/3 bagian penampang.
Tujuannya untuk mengkonsentrasikan pertumbuhan sehingga memacu
pertumbuhan mata tunas.

b) Penyambungan
1. Batang atas (entres) berupa cabang (pucuk cabang lateral).
2. Batang bawah dipotong pada ketinggian ± 20 cm dari leher akar.
3. Potong pucuknya dan belah bagian tengah batang bawah denngan panjang
2-5 cm.

Hal. 4/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4. Cabang entres dippotong sepanjang ± 15 cm (± 3 mata), daunnya dibuang,


lalu pangkal batang atas diiris berbentuk baji. Panjang irisan sama dengan
panjang belahan batang bawah.
5. Batang atas disisipkan ke belahan batang bawah, sehingga kambium
keduanya bisa bertemu.
6. Ikat sambungan dengan tali plastik serapat mungkin.
7. Kerudungi setiap sambungan dengan kantung plastik. Setelah berumur 2-3
minggu, kerudung plastik dapat dibuka untuk melihat keberhasilan
sambungan.

4) Pemeliharaan pembibitan

Pemeliharaan batang bawah meliputi


a) Pemupukan: dilakukan 1-2 bulan sekali dengan urea dan TSP masing-masing 5
gram per tanaman ditugalkan (disebar mengelilingi) di sekitar tanaman.
b) Penyiangan: waktu penyiangan tergantung pada pertumbuhan gulma.
c) Pengairan: satu minggu sekali (bila tidak ada hujan)
d) Pemberantasan hama dan penyakit: disemprotkan pestisida 2 kali tiap bulan
dengan memperhatikan gejala serangan. Fungisida yang digunakan adalah
Antracol atau Dithane, sedangkan insektisida adalah Supracide atau Decis.
Bersama dengan ini dapat pula diberikan pupuk daun, ditambah perekat
Agristic.

5) Pemindahan Bibit

Bibit okulasi grafting (penempelan dan sambungan) dapat dipindahkan ke lapang


pada umur minimal 6 bulan setelah okulasi, dipotong hingga tingginya 80-100 cm
dan daunnya dirompes.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Persiapan yang diperlukan adalah persiapan pengolahan tanah dan pelaksanaan


survai. Tujuannya untuk mengetahui jenis tanaman, kemiringan tanah, keadaan
tanah, menentukan kebutuhan tenaga kerja, bahan paralatan dan biaya yang
diperlukan.

2) Pembukaan Lahan

Tanah diolah dengan cara mencangkul tanah sekaligus membersihkan sisa-sisa


tanaman yang masih tertinggal

3) Pembentukan Bedengan

Pada tanaman apel bedeng hampir tidak diperlukan, tetapi hanya peninggian alur
penanaman.

Hal. 5/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk menjaga keseimbangan pH tanah. Pengapuran


hanya dilakukan apabila ph tanah kurang dari 6.

5) Pemupukan

Pupuk yang diberikan pada pengolahan lahan adalah pupuk kandang sebanyak
20 kg per lubang tanam yang dicampur merata dengan tanah, setelah itu dibiarkan
selama 2 minggu.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Tanaman apel dapat ditanam secara monokultur maupun intercroping.


Intercroping hanya dapat dilakukan apabila tanah belum tertutup tajuk-tajuk daun
atau sebelum 2 tahun. Tapi pada saat ini, setelah melalui beberapa penelitian
intercroping pada tanaman apel dapat dilakukan dengan tanaman yang berhabitat
rendah, seperti cabai, bawang dan lain-lain.

Tanaman apel tidak dapat ditanam pada jarak yang terlalu rapat karena akan
menjadi sangat rimbun yang akan menyebabkan kelembaban tinggi, sirkulasi
udara kurang, sinar matahari terhambat dan meningkatkan pertumbuhan penyakit.

Jarak tanam yang ideal untuk tanaman apel tergantung varietas. Untuk varietas
Manalagi dan Prices Moble adalah 3-3.5 x 3.5 m, sedangkan untuk varietas Rome
Beauty dan Anna dapat lebih pendek yaitu 2-3 x 2.5-3 m.

2. Pembuatan Lubang Tanam

Ukuran lubang tanam antara 50 x 50 x 50 cm sampai 1 x 1 x 1 m. Tanah atas dan


tanah bawah dipisahkan, masing-masing dicampur pupuk kandang sekurang-
kurangnya 20 kg. Setelah itu tanah dibiarkan selama ± 2 minggu, dan menjelang
tanam tanah galian dikembalikan sesuai asalnya.

3. Cara Penanaman

Penanaman apel dilakukan baik pada musim penghujan atau kemarau (di sawah).
Untuk lahan tegal dianjurkan pada musim hujan.

Cara penanaman bibit apel adalah sebagai berikut:


a. Masukan tanah bagian bawah bibit kedalam lubang tanam.
b. Masukan bibit ditengah lubang sambil diatar perakarannya agar menyebar.
c. Masukan tanah bagian atas dalam lubang sampai sebatas akar dan ditambah
tanah galian lubang.

Hal. 6/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d. Bila semua tanah telah masuk, tanah ditekan-tekan secara perlahan dengan
tangan agar bibit tertanam kuat dan lurus. Untuk menahan angin, bibit dapat
ditahan pada ajir dengan ikatan longgar.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan penyulaman

Penjarangan tanaman tidak dilakukan, sedangkan penyulaman dilakukan pada


tanaman yang mati atau dimatikan kerena tidak menghasilkan dengan cara
menanam tanaman baru menggantikan tanaman lama. Penyulaman sebaiknya
dilakukan pada musim penghujan.

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan hanya bila disekitar tanaman induk terdapat banyak gulma
yang dianggap dapat mengganggu tanaman. Pada kebun yang ditanami apel
dengan jarak tanam yang rapat (± 3x3 m), peniangan hampir tidak perlu dilakukan
karena tajuk daun menutupi permukaan tanah sehingga rumput-rumput tidak
dapat tumbuh.

3) Pembubunan

Penyiangan biasanya diikuti dengan pembubunan tanah. Pembubunan


dimaksudkan untuk meninggikan kembali tanah disekitar tanaman agar tidak
tergenang air dan juga untuk menggemburkan tanah. Pembubunan biasanya
dilakukan setelah panen atau bersamaan dengan pemupukan.

4) Perempalan/Pemangkasan

Bagian yang perlu dipangkas adalah bibit yang baru ditanam setinggi 80 cm, tunas
yang tumbuh di bawah 60 cm, tunas-tunas ujung beberapa ruas dari pucuk, 4-6
mata dan bekas tangkai buah, knop yang tidak subur, cabang yang berpenyakit
dan tidak produkrif, cabang yang menyulitkan pelengkungan, ranting atau daun
yang menutupi buah. Pemangkasan dilakukan sejak umur 3 bulan sampai didapat
bentuk yang diinginkan(4-5 tahun).

5) Pemupukan

a) Pada musim hujan/tanah sawah


1. Bersamaan rompes daun (< 3 minggu). NPK (15-15-15) 1-2 kg/pohon atau
campuran Urea, TSP, KCl/ZK ± 3 kg/pohon (4:2:1).
2. Melihat situasi buah, yaitu bila buah lebat (2,5-3 bulan setelah rompes. NPK
(15-15-15) 1 kg/pohon atau campuran Urea, TSP dan KCl/ZK ± 1 kg/pohon
(1:2:1)

Hal. 7/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Musim kemarau/tanah tegal


1. Bersamaan rompes tidak diberi pupuk (tidak ada air).
2. 2-3 bulan setelah rompes (ada hujan). NPK (15-15-15) 1-2 kg/pohon atau
campuran Urea, TSP, dan KCl/ZK ± 3 kg/pohon (4:2:1).

Cara pemupukan disebar di sekeliling tanaman sedalam ± 20 cm sejauh lebar


daun, lalu ditutup tanah dan diairi.
Untuk pupuk kandang cukup diberikan sekali setahun (2 x panen) 1-2 pikul setiap
pohon pada musim kemarau setelah panen.
Untuk meningkatkan pertumbuhan perlu diberikan pupuk daun dan ZPT pada 5-7
hari sampai menjelang bunga setelah rompes (Gandasil B 1 gram/liter) +
Atonik/Cepha 1 cc/liter diselingi dengan Metalik-Multi Mikro dan 5-7 hari sekali
sampai menjelang panen (2,5 bulan) dari rompes Gandasil D (1 gram/liter).
Selain itu perlu digunakan zat pengatur tumbuh Dormex sekali setahun setelah
rompes (jangan sampai 10 hari setelah rompes) sebanyak 2600 liter larutan
dengan dosisi 3 liter/200 literair.

6) Pengairan dan Penyiraman

Untuk pertumbuhannya, tanaman apel memerlukan pengairan yang memadai


sepanjang musim. Pada musim penghujan, masalah kekurangan air tidak ditemui,
tetapi harus diperhatikan jangan sampai tanaman terendam air. Krena itu perlu
drainase yang baik. Sedangkan pada musim kemarau masalah kekurangan air
harus diatasi dengan cara menyirami tanaman sekurang-kurangnya 2 minggu
sekali dengan cara dikocor.

7) Penyemprotan Pestisida

Untuk pencegahan, penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman


atau secara rutin 1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk penanggulangan,
penyemprotan dilakukan sedini mungkin dengan dosis tepat, agar hama dapat
segera ditanggulangi. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari.

Jenis dan dosis pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat
beragam tergantung dengan hama yang dikendalikan dan tingkat populasi hama
tersebut, pengendalian secara lebih terinci akan dijelaskan pada poin hama dan
penyakit.

8) Pemeliharaan Lain

a) Perompesan
Perompesan dilakukan untuk mematahkan masa dorman didaerah sedang. Di
darah tropis perompesan dilakukan untuk menggantikan musim gugur di daerah
iklim sedang baik secara manual oleh manusia (dengan tangan) 10 hari setelah
panen maupun dengan menyemprotkan bahan kimia seperti Urea 10%+Ethrel
5000 ppm 1 minggu setelah panen 2 kali dengan selang satu minggu).

Hal. 8/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Pelengkungan cabang
Setelah dirompes dilakukan pelengkungan cabang untuk meratakan tunas
lateral dengan cara menarik ujung cabang dengan tali dan diikatkan ke bawah.
Tunas lateral yang rata akan memacu pertumbuhan tunas yang berarti mamacu
terbentuknya buah.

c) Penjarangan buah
Penjarangan dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah yaitu besar seragam,
kulit baik, dan sehat, dilakukan dengan membuang buah yang tidak normal
(terserang hama penyakit atau kecil-kecil). Untuk memdapatkan buah yang baik
satu tunas hendaknya berisi 3-5 buah.

d) Pembelongsongan buah
Dilakukan 3 bulan sebelum panen dengan menggunakan kertas minyak
berwarna putih sampai keabu-abuan/kecoklat-cokltan yang bawahnya
berlubang. Tujuan buah terhindar dari serangan burung dan kelelawar dan
menjaga warna buah mulus.

e) Perbaikan kualitas warna buah


Peningkatan warna buah dapat dilakukan dengan bahan kimia Ethrel,
Paklobutrazol, 2,4 D baik secara tunggal maupun kombinasi.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu hijau (Aphis pomi Geer)

Ciri: kutu dewasa berwarna hijau kekuningan, antena pendek, panjang tubuh 1,8
mm, ada yang bersayap ada pula yang tidak; panjang sayap 1,7 mm berwarna
hitam; perkembangbiakan sangat cepat, telur dapat menetas dalam 3-4 hari.
Gejala: (1) nimfa maupun kutu dewasa menyerang dengan mengisap cairan sel-
sel daun secara berkelompok dipermukaan daun muda, terutama ujung tunas
muda, tangkai cabang, bunga, dan buah; (2) kutu menghasilkan embun madu
yang akan melapisi permukaan daun dan merangsang tumbuhnya jamur hitam
(embun jelaga); daun berubah bentuk, mengkerut, leriting, terlambat berbunga,
buah-buah muda gugur,jika tidak mutu buahpun jelek. Pengendalian: (1) sanitasi
kebun dan pengaturan jarak tanam (jangan terlalu rapat); (2) dengan musuh alami
coccinellidae lycosa; (3) dengan penyemprotan Supracide 40 EC (ba Metidation)
dosis 2 cc/liter air atau 1-1,6 liter; (4) Supracide 40 EC dalam 500-800 liter/ha air
dengan interval penyemprotan 2 minggu sekali; (5) Convidor 200 SL (b.a.
Imidakloprid) dosis 0,125-0,250 cc/liter air; (6) Convidor 200 SL dalam 600 liter/ha
air dengan interval penyemprotan 10 hari sekali (7) Convidor ini dapat mematikan
sampai telur-telurnya; cara penyemprotan dari atas ke bawah. Penyemprotan

Hal. 9/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dilakukan 1-2 minggu sebelum pembungaan dan dilanjutkan 1-1,5 bulan setelah
bunga mekar sampai 15 hari sebelum panen.

2) Tungau, Spinder mite, cambuk merah (panonychus Ulmi)

Ciri: berwarna merah tua, dan panjang 0,6 mm. Gejala: (1) tungau menyerang
daun dengan menghisap cairan sel-sel daun; (2) pada serangan hebat
menimbulkan bercak kuning, buram, cokelat, dan mengering; (3) pada buah
menyebabkan bercak keperak-perakan atau coklat. Pengendalian: (1) dengan
musah alami coccinellidae dan lycosa; (2) penyemprotan Akarisida Omite 570 EC
sebanyak 2 cc/liter air atau 1 liter Akarisida Omite 570 EC dalam 500 liter air per
hektar dengan interval 2 minggu.

3) Trips

Ciri: berukuran kecil dengan panjang 1mm; nimfa berwarna putih kekuning-
kuningan; dewasa berwarna cokelat kehitam-hitaman; bergerak cepat dan bila
tersentuh akan segera terbang menghindar. Gejala: (1) menjerang daun,
kuncup/tunas, dan buah yang masih sangat muda; (2) pada daun terlihat berbintik-
bintik putih, kedua sisi daun menggulung ke atas dan pertumbuhan tidak normal;
(3) daun pada ujung tunas mengering dan gugur (4) pada daun meninggalkan
bekas luka berwarna coklat abu-abu. Pengendalian: (1) secara mekanis dengan
membuang telur-telur pada daun dan menjaga agar lingkungan tajuk tanaman tidk
terlalu rapat; (2) penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a.
Methomyl) dengan dosis 2 cc/liter air atau Lebaycid 550 EC (b.a. Fention) dengan
dosis 2 cc/liter air pada sat tanaman sedang bertunas, berbunga, dan
pembentukan buah.

4) Ulat daun (Spodoptera litura)

Ciri: larva berwarna hijau dengan garis-garis abu-abu memanjang dari abdomen
sampai kepala.pada lateral larva terdapat bercak hitam berbentuk lingkaran atau
setengah lingkaran, meletakkan telur secara berkelompok dan ditutupi dengan
rambut halus berwarna coklat muda. Gejala: menyerang daun, mengakibatkan
lubang-lubang tidak teratur hingga tulang-tulang daun. Pengendalian: (1) secara
mekanis dengan membuang telur-telur pada daun; (2) penyemprotan dengan
penyemprotan seperti Tamaron 200 LC (b.a Metamidofos) dan Nuvacron 20 SCW
(b.a. Monocrotofos).

5) Serangga penghisap daun (Helopelthis Sp)

Ciri: Helopelthis Theivora dengan abdomen warna hitam dan merah, sedang
HelopelthisAntonii dengan abdomen warna merah dan putih. Serabgga berukuran
kecil. Penjang nimfa yang baru menetas 1mm dan panjang serangga dewasa 6-8
mm. Pada bagian thoraknya terdapat benjolan yang menyerupai jarum. Gejala:
menyerang pada pagi, sore atau pada saat keadaan berawan; menyerang daun
muda, tunas dan buah buah dengan cara menhisap cairan sel; daun yang

Hal. 10/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

terserang menjadi coklat dan perkembanganya tidak simetris; tunas yang


terserang menjadi coklat, kering dan akhirnya mati; serangan pada buah
menyebabkan buah menjadibercak-bercak coklat, nekrose, dan apabila buah
membesar, bagian bercak ini pecah yang menyebebkan kualitas buah menurun.
Pengendalian: (1) secara mekanis dengan cara pengerondongan atap
plastik/pembelongsongan buah. (2) Penyemprotan dengan insektisida seperti
Lannate 25 WP (b.a. Metomyl), Baycarb 500 EC (b.a. BPMC), yang dilakukan
pada sore atau pagi hari.

6) Ulat daun hitam (Dasychira Inclusa Walker)

Ciri: Larva mempunyai dua jambul dekat kepala berwarna hitam yang mengarah
kearah samping kepala. Pada bagian badan terdapat empat jambul yang
merupakan keumpulan seta berwarna coklat kehitam-hitaman. Disepanjang kedua
sisi tubuh terdapat rambut berwarna ab-abu. Panjang larva 50 mm. Gejala:
menyerang daun tua dan muda; tanaman yang terserang tinggal tulang daun-
daunnya dengan kerusakan 30%; pada siang hari larva bersembunyi di balik
daun. Pengendalian: (1) secara mekanis dengan membuang telur-telur yang
biasanya diletakkan pada daun; (2) penyemprotan insektisida seperti: Nuvacron
20 SCW (b.a. Monocrotofos) dan Matador 25 EC.

7) Lalat buah (Rhagoletis Pomonella)

Ciri: larva tidak berkaki, setelah menetas dari telur (10 hari) dapat segera
memakan daging buah. Warna lalat hitam, kaki kekuningan dan meletakkan telur
pada buah. Gejala: bentuk buah menjadi jelek, terlihat benjol-benjol.
Pengendalian: (1) penyemprotan insektisida kontak seperti Lebacyd 550 EC; (2)
membuat perangkat lalat jantan dengan menggunakan Methyl eugenol sebanyak
0,1 cc ditetesan pad kapas yang sudah ditetesi insektisida 2 cc. Kapas
tersebutkapas tersebut dimasukkan ke botol plastik (bekas air mineral) yang
digantungkan ketinggian 2 meter. Karena aroma yang mirip bau-bau yang
dikeluarkan betina, maka jantan tertarik dan menhisap kapas.

7.2. Penyakit

1) Penyakit embun tepung (Powdery Mildew)

Penyebab: Padosphaera leucotich Salm. Dengan stadia imperfeknya adalah


oidium Sp. Gejala: (1) pada daun atas tampak putih, tunas tidak normal, kerdil dan
tidak berbuah; (2) pada buah berwarna coklat, berkutil coklat. Pengendalian: (1)
memotong tunas atau bagian yang sakit dan dibakar; (2) dengan menyemprotka
fungisida Nimrod 250 EC 2,5-5 cc/10 liter air (500liter/Ha) atau Afugan 300 EC
0,5-1 cc/liter air (pencegahan) dan 1-1,5 cc/liter air setelah perompesan sampai
tunas berumur 4-5 minggu dengan interval 5-7 hari.

Hal. 11/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyakit bercak daun (Marssonina coronaria J.J. Davis)

Gejala: pada daun umur 4-6 minggu setelah perompesan terlihat bercak putih
tidak teratur, berwarna coklat, permukaan atas timbul titik hitam, dimulai dari daun
tua, daun muda hingga seluruh bagian gugur. Pengendalian: (1) jarak tanam
tidak terlalu rapat, bagian yang terserang dibuang dan dibakar; (2) disemprot
fungisida Agrisan 60 WP 2 gram/liter air, dosis 1000-2000 gram/ha sejak 10 hari
setelah rompes dengan interval 1 minggu sebanyak 10 aplikasi atau Delseme MX
200 2 gram/liter air, Henlate 0,5 gram/liter air sejak umur 4 hari setelah rompes
dengan interval 7 hari hingga 4 minggu.

3) Jamur upas (Cortisium salmonicolor Berk et Br)

Pengendalian: mengurangi kelembapan kebun, menghilangkan bagian tanaman


yang sakit.

4) Penyakit kanker (Botryosphaeria Sp.)

Gejala: menyerang batang/cabang (busuk, warna coklat kehitaman, terkadang


mengeluarkan cairan), dan buah (becak kecil warna cokelat muda, busuk,
mengelembung, berair dan warna buah pucat. Pengendalian: (1) tidak memanen
buah terlalu masak; (2) mengurangi kelembapan kebun; (3) membuang bagian
yang sakit; (4) pengerokkan batang yang sakit lalu diolesi fungisida Difolatan 4 F
100 cc/10 liter air atau Copper sandoz; (5) disemprot Benomyl 0,5 gram/liter air,
Antracol 70 WP 2 gram/liter air.

5) Busuk buah (Gloeosporium Sp.)

Gejala: bercak kecil cokelat dan bintik-bintik hitam berubah menjadi orange.
Pengendalian: tidak memetik buah terlalu masak dan pencelupan dengan
Benomyl 0,5 gram/liter air untuk mencegah penyakit pada penyimpanan.

6) Busuk akar (Armilliaria Melea)

Gejala: menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai dengan layu
daun, gugur, dan kulit akar membusuk. Pengendalian: dengan eradifikasi, yaitu
membongkar/mencabut tanaman yang terserang beserta akar-akarnya, bekas
lubang tidak ditanami minimal 1 tahun.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Pada umumnya buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar,
tergantung pada varietas dan iklim. Rome Beauty dapat dipetik pada umur sekitar

Hal. 12/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

120-141 hari dari bunga mekar, Manalagi dapat dipanen pada umur 114 hari setelah
bunga mekar dan Anna sekitar 100 hari. Tetapi, pada musim hujan dan tempat lebih
tinggi, umur buah lebih panjang.

Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai tingkat masak
fisiologis (ripening), yaitu tingkat dimana buah mempunyai kemampuan untuk
menjadi masak normal setelah dipanen. Ciri masak fisiologis buah adalah: ukuran
buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak cerah segar dan
bila ditekan terasa kres.

8.2. Cara Panen

Pemetikan apel dilakukan dengan cara memetik buah dengan tangan secara
serempak untuk setiap kebun.

8.3. Periode Panen

Periode panen apel adalah enam bulan sekali berdasarkan siklus pemeliharaan yang
telah dilakukan.

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi buah apel sangat tergantung dengan varietas, secara umum produksi apel
adalah 6-15 kg/pohon.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah dipetik, apel dikumpulkan pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar
matahari langsung agar laju respirasi berkurang sehingga didapatkan apel yang
tinggi kualitas dan kuantitasnya. Pengumpulan dilakukan dengan hati-hati dan
jangan ditumpuk dan dilempar-lempar, lalu dibawa dengan keranjang ke gudang
untuk diseleksi.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Penyortiran dilakukan untuk memisahkan antara buah yang baik dan bebas penyakit
dengan buah yang jelek atau berpenyakit, agar penyakit tidak tertular keseluruh buah
yang dipanen yang dapat menurunkan mutu produk.

Penggolongan dilakukan untuk mengklasifikasikan produk berdasarkan jenis


varietas, ukuran dan kualitas buah.

Hal. 13/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Penyimpanan

Pada dasarnya apel dapat disimpan lebih lama dibanding dengan buahan lain, misal
Rome Beauty 21-28 hari (umur petik 113-120 hari) atau 7-14 hari (umur petik 127-
141 hari). Untuk penyimpanan lebih lama (4-7 bulan), harus disimpan pada suhu
minus 6-0 derajat C dengan precooling 2,2 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Transportasi

Kemasan yang digunakan adalah kardus dengan ukuran 48 x 33 x 37 cm dengan


berat 35 kg buah apel. Dasar dan diatas susunan apel perlu diberi potongan kertas
dan disusun miring (tangkai sejajar panjang kotak). Dasar kotak diisai 3-3 atau 2-2
atau berselang 3-2 saling menutup ruang antar buah.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya apel skala 1 hektar selama masa tanam 6 tahun di
daerah Jawa Timur tahun 1999.

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 10 tahun @ Rp. 1.000.000,- Rp. 10.000.000,-
2. Bibit 400 tanaman @ Rp. 3.500,- Rp. 1.400.000,-
3. Pupuk kandang
- Tahun ke-1, 67 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 1.005.000,-
- Tahun ke-2, 83 m3 Rp. 1.245.000,-
- Tahun ke-3, 100 m3 Rp. 1.500.000,-
- Tahun ke-4, 125 m3 Rp. 1.875.000,-
- Tahun ke-5, 150 m3 Rp. 2.250.000,-
- Tahun ke-6, 175 m3 Rp. 2.625.000,-
4. Pupuk Urea
- Tahun ke-1, 80 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 112.800,-
- Tahun ke-2, 100 kg Rp. 141.000,-
- Tahun ke-3, 145 kg Rp. 204.450,-
- Tahun ke-4, 152 kg Rp. 214.320,-
- Tahun ke-5, 222 kg Rp. 313.020,-
- Tahun ke-6, 333 kg Rp. 469.530,-
5. Pupuk SP 36
- Tahun ke-1, 65 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 133.575,-
- Tahun ke-2, 85 kg Rp. 174.675,-
- Tahun ke-3, 100 kg Rp. 205.500,-
- Tahun ke-4, 100 kg Rp. 205.500,-
- Tahun ke-5, 111 kg Rp. 228.105,-
- Tahun ke-6, 166 kg Rp. 341.130,-

Hal. 14/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. Pupuk KCl
- Tahun ke-1, 26 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 66.300,-
- Tahun ke-2, 50 kg Rp. 127.500,-
- Tahun ke-3, 73 kg Rp. 186.150,-
- Tahun ke-4, 152 kg Rp. 387.600,-
- Tahun ke-5, 333 kg Rp. 849.150,-
- Tahun ke-6, 500 kg Rp. 1.275.000,-
7. Pupuk daun
- Tahun ke-1, 3 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 162.000,-
- Tahun ke-2, 6 liter Rp. 324.000,-
- Tahun ke-3, 8 liter Rp. 432.000,-
- Tahun ke-4, 10 liter Rp. 540.000,-
- Tahun ke-5, 10 liter Rp. 540.000,-
- Tahun ke-6, 10 liter Rp. 540.000,-
8. Obat dan Pestisida (Antracol, Karathane,Nimrod, Dimecron, dll)
- Tahun ke-1 Rp. 3.000.000,-
- Tahun ke-2 Rp. 4.400.000,-
- Tahun ke-3 Rp. 4.840.000,-
- Tahun ke-4 Rp. 5.668.000,-
- Tahun ke-5 Rp. 8.400.000,-
- Tahun ke-6 Rp. 11.104.000,-
9. Peralatan
- Cangkul 20 buah @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
- Sprayer 3 buah @ Rp. 300.000,- Rp. 900.000,-
- Gunting Pangkas 5 buah @ Rp. 50.000,- Rp. 250.000,-
10. Tenaga kerja
- Tenaga tetap 1 orang Rp. 960.000,- Rp. 5.760.000,-
- Pengolahan lahan tahun ke-1 15 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 75.000,-
- Pengolahan lahan tahun ke-2-6, 40 HOK @ Rp. 200.000,- Rp. 1.000.000,-
- Buat lubang tanam 70 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 350.000,-
- Penanaman 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Penyiangan 20 HOK/thn @ Rp. 100.000,- Rp. 600.000,-
- Pemupukan
- Tahun ke-1 dan ke-2, 30 HOK @ Rp. 150.000,- Rp. 300.000,-
- Tahun ke-3 40 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 200.000,-
- Tahun ke-4, 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tahun ke 5, 65 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 325.000,-
- Tahun ke-6, 75 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 375.000,-
- Pengendalian HPT
- Tahun ke-1, 24 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 120.000,-
- Tahun ke-2, 36 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 180.000,-
- Tahun ke-3, 48 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 240.000,-
- Penyemprotan Hama
- Tahun Ke-1, 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tahun ke-2, 65 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 325.000,-
- Tahun ke-3, 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
- Penyemprotan penyakit

Hal. 15/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Tahun ke-1, 20 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 100.000,-


- Tahun ke-2, 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Tahun ke-3, 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Penyabutan batang
- Tahun ke-2, 16 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 80.000,-
- Tahun ke-3, 20 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 100.000,-
- Tahun ke-4, 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Tahun ke-5, 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tahun ke-6, 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Pengairan
- Tahun ke-1, 2, 3: 30 HOK/tahun @ Rp. 150.000,- Rp. 450.000,-
- Tahun ke-4, 5, 6: 40 HOK @ Rp. 200.000,- Rp. 600.000,-
- Pemangkasan
- Tahun ke-2, 22 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 110.000,-
- Tahun ke-3, 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Tahun ke-4, 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tahun ke-5, 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
- Tahun ke-6, 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
Jumlah biaya produksi selama 6 tahun Rp. 83.125.305,-

2) Pendapatan (mulai produksi tahun ke-3)


1. Tahun ke-3: 2.900 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 14.500.000,-
2. Tahun ke-4: 3.825 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 19.125.000,-
3. Tahun ke-5: 4.990 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 24.950.000,-
4. Tahun ke-6: 6.760 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 33.800.000,-
Total pendapatan Rp. 92.375.000,-

3) Keuntungan dalam 6 tahun Rp. 9.249.695,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. B/C ratio = 1,1

Menurut analisis Pudji Santoso dkk (1988) dalam Bambang Sularso menunjukan
bahwa BEP usaha tani apel pada tanah sawah Rp. 33.916.000 dan untuk tanah tegal
Rp. 45.034.000 dapat dicapai pada skala minimum seluas 0,164 ha (sawah) dan
0,39 ha (tegal). Hal ini berarti bahwa bila petani menanam apel lebih dari skala
minimum tersebut, petani telah mendapatkan keuntungan.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dari segi agribisnis, apel tergolong tanaman yang sangat komersial. Hal ini didukung
oleh beberapa alasan yaitu:
1) Iklim: Apel merupakan tanaman yang selektif. Artinya apel merupakan tanaman
yang hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah-daerah
tertentu yang iklimnya menunjang. Di dunia tanaman apel banyak diproduksi oleh
negara-negara empat musim, sedangkan didaerah tropis hanya beberapa daerah
yang berhasil misalnya Malang.

Hal. 16/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pasar apel Indonesia; selama ini pasar apel Indonesia dipenuhi melalui impor dari
negara-negara Eropa dan Australia. Sejak bekembangnya apel di Indonesia pasar
ini sedikit demi sedikit diambil alih oleh produksi dalam negeri. Hal ini dapat dilihat
data BPS yang menunjukkan peningkatan produksi apel nasional 7.303.372 ton
(1984) menjadi 9.046.276 ton (1988) atau meningkat 17,5%. Target akhir adalah
pemenuhan konsumsi nasional dan ekspor.
3) Faktor lain; yaitu pengembangan apel sebagai komoditi agrowisata dan
pengembangan makanan olahan dari apel seperti jenang apel dan jelli apel.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Standar mutu yang selama ini berlaku:


a) Grade A = 15,9% (31-4 buah/kg)
b) Grade B = 45,2% (5-7 buah/kg)
c) Grade C = 29,6% (8-10 buah/kg)
d) Grade D = 7,0% (11-15 buah/kg)

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai
diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.
a. Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
b. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 101 sampai dengan 300, contoh yang diambil
7.
c. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
d. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
e. Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15
(minimum).

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

Hal. 17/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

Buah apel dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih
maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain:
nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat bersih,
negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Notodimedjo. Soewarno, 1995, “Budidaya Tanaman Hortikultura” Khususnya
Tanaman Buah-Buahan, Fak. Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
2) Soelarso. R bambang, 1996, Budidaya Apel, Kanisius, Yogyakarta.
3) Sunarjono. Hendro, 1987, ILMU Produksi Tanaman dan Buah-Buahan, Sinar
Baru, Bandung.
4) Widyastuti. YE dan Paimin. FB, 1993, Mengenal Buah Unggul Indonesia, PT.
Penebar Swadaya dan Trubus, Jakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 18/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

DAHLIA
( Dahlia spp. L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Dahlia merupakan tanaman bunga hias berupa tumbuhan tahunan yang tegak.
Tanaman ini berasal dari pegunungan Meksiko. Dahlia termasuk tanaman hias yang
terlambat dibudidayakan. Di Eropa budidaya dimulai tahun 1789, dari Royal
Botanical Garden di Madrid, Spanyol dan menyebar ke seluruh Eropa Barat.
Walaupun perkembangannya sangat lambat, pada tahun 1841 sudah terdapat 1.200
varietas. Dahlia didatangkan ke Jawa Barat dari negeri Belanda pada masa
penjajahan di abad ke 19.

Saat ini dahlia menjadi komoditi bunga potong/bunga pot yang penting di berbagai
belahan dunia. Di luar negeri, bunga ini mempunyai prospektif sehingga dibentuk
kelompok pemerhati bunga dahlia seperti Dahlia Society of India, National Dahlia
Society of United kingdom dan American Dahlia Society.

Hal. 1/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman dahlia adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Compositae
Genus : Dahlia
Spesies : Dahlia spp. L.

Tanaman Dahlia yang dibudidayakan terdiri atas Dahlia pohon yang tingginya bisa
mencapai beberapa meter dan berupa tanaman perdu (tanaman berkayu namun
tetap rendah). Bunga dahlia memiliki warna : putih, kuning, jingga, violet, merah,
ungu atau campurannya. Diameter bunga terkecil sekitar 5 cm sedangkan yang
terbesar sekitar 30 cm. Spesies dahlia yang ada saat ini adalah D. pinnata, D.
variabilis, D. coccinea, D. juarezii.

3. MANFAAT TANAMAN
Bunga dahlia kaktus yang berwarna putih selalu diperdagangkan karena merupakan
jenis bunga yang banyak dipakai untuk merangkai bunga dukacita. Jenis Dahlia lain
yang kaya warna (dahlia besar dan dahlia kecil) dijual di dalam polibag untuk
digunakan sebagai tanaman di luar rumah.

Dahlia adalah tanaman berubi. Ubi dahlia mengandung hampir 70 prosen pati dalam
bentuk inulin. Inulin murni hasil ekstraksi dari ubi dahlia dimanfaatkan di bidang
kedokteran. Jika inulin difermentasi oleh enzim tertentu atau oleh jamur tanah, inulin
akan berubah menjadi fruktosa, suatu gula yang banyak digunakan dalam
pengawetan makanan atau pembuatan sirup. Karena itu, pemanfaatan inulin dari
dahlia melalui biokonversi menjadi gula fruktosa.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia untuk tujuan komersil, dahlia dibudidayakan di dataran tinggi Lembang
dan Cianjur (Jawa Barat).

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

Tanaman ini memerlukan sinar matahari yang berlimpah tanpa naungan.

Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

1) Tanaman dapat tumbuh di setiap tanah lempung berpasir yang mengandung


humus, memiliki tata udara baik dan gembur.
2) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini antara pH=6,0-8,0.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman dapat tumbuh baik pada daratan tinggi dengan ketinggian optimum 700-
1.000 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Teknik Penyemaian Bibit

a) Perbanyakan generatif dengan benih


Dilakukan pada dahlia mini untuk mendapatkan warna bunga yang baru dan
lebih bervariasi. Benih berasal dari tanaman dahlia yang sehat berumur 5
bulan. Benih langsung disemai di atas persemaian yang telah disiapkan.
Bedengan persemaian dibuat di atas tanah dengan lebar 1 m dan panjang
tergantung besar lahan dengan arah Utara-Selatan. Bedengan dibuat dari
campuran humus, pupuk kandang sapi dan tanah yang subur dengan
perbandingan 1:1:1. Tinggi bedengan 5 cm. Bibit disebarkan merata di atas
bedengan dan ditutup tipis-tipis dengan tanah. Pada musim kemarau bedengan
ditutup dengan daun pisang yang telah dicuci atau karung goni yang bersih
agar kelembaban bedengan terjaga. Bedengan perlu diberi naungan bila
persemaian dilakukan pada musim hujan. Naungan berupa plastik transparan
setinggi 80 cm di sisit timur dan 60 cm di sisi barat. Setelah benih berkecambah
dan berdaun dua helai, penutup (daun pisang/karung goni) dibuka. Bibit
dipelihara dipersemaian sampai berdaun sempurna 2 buah, pada stadia ini akar
tanaman belum menyentuh dasar bedengan dan dipindahtanamkan ke polibag
transparan 18x15 cm berisi campuran sekam dan pupuk kandang sapi (6:1).
Setelah tanaman berdaun 6 helai, dilakukan pindahtanam kedua ke dalam
polybag transparan 30x20 cm berisi media yang sama. Di dalam polybag ini
tanaman dipelihara sampai berbunga selama 1,5-2 bulan dan siap untuk dijual.
b) Perbanyakan vegetatif dengan stek
Dilakukan pada dahlia mini untuk mendapatkan bunga dengan warna dan
bentuk yang sama dan untuk dahlia besar yang tidak dapat berbiji. Bahan stek
diambil dari tunas ketiak yang berukuran 7-10 cm. Untuk menghindari penyakit,
gunakan pisau stek/pisau tajam yang bersih untuk memotong tunas.
Pembibitan dilakukan di polybag transparan 30x20 cm berisi campuran sekam

Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

padi dan pupuk kandang (6:1) dan dipelihara sampai siap jual tanpa
dipindahtanam selama 3 hari.
c) Perbanyakan vegetatif dari ubi
Dilakukan pada dahlia kaktus dan semi kaktus. Ubi diambil dari tanaman
berumur 7 bulan. Untuk mendapatkan ubi, batang tanaman yang telah habis
masa berbunga pertamanya dipotong sampai 10 cm dari permukaan tanah.
Tanah digali dan ubi diangkat bersama dengan batang utamanya.

2) Pemeliharaan Penyemaian

a) Tanaman di Persemaian
Selama persemaian tanaman disiram satu hari sekali dan tidak diberi pupuk
karena makanan sudah cukup banyak didapatkan dari bedengan. Penyiangan
gulma harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak bibit yang
masih mudah rusak.
b) Tanaman di dalam polibag
Tanaman disiram 1-2 hari sekali (pagi-sore) kecuali jika hari hujan. Gulma
jarang tumbuh, jika ada disiangi dengan cara dicabut atau diambil dengan
cangkul kecil Untuk mencegah hama/penyakit, tanaman disemprot dengan
pestisida antracol/Basudin 2 minggu sekali di saat pergantian musim kemarau-
hujan dan musim hujan. Pupuk daun Gandasil dan 1 gram NPK diberikan 1
minggu sekali.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Penanaman di Polybag (dahlia mini dan dahlia besar)

a) Media tanam berupa sekam dan pupuk kandang (6:1) dicampur merata.
b) Masukkan media ke dalam polybag 30 x 20 cm sampai mengisi 90 prosen
volume.
c) Buat lubang tanam ditengah media, tambahkan 1 gram pupuk NPK.
d) Masukkan bibit dari polybag kecil dan padatkan media di sekitar batang. Siram
sampai lembab.
e) Selanjutnya tanaman diberi pupuk NPK sebanyak 1 gram setiap dua minggu.
Penyemprotan dengan pestisida Antracol dan Basudin dilakukan jika terlihat
gejala serangan penyakit.
f) Pemangkasan daun perlu dilakukan agar bunga yang dihasilkan berkualitas
baik. penjarangan bunga bertujuan untuk mendapatkan bunga dengan ukuran
maksimal. Kriteria penjarangan bunga adalah:
1. Di setiap pucuk lateral hanya terdapat 6 kuntum bunga dihitung sampai buku
ke tiga untuk tanaman Dahlia mini.
2. Di setiap pucuk utama dan pucuk lateral hanya terdiri atas 3 kuntum bunga
untuk tanaman Dahlia yang besar.

Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembentukan Bedengan

Bedengan dibuat dengan lebar 70 cm, tinggi 15 cm dan panjang sesuai dengan
kondisi lahan dan jarak antar bedengan 55 cm. Setelah bedengan terbentuk,
tanah diolah sedalam 45 cm beberapa kali dengan cangkul. Tambahkan pupuk
kandang setebal 15 cm (10-15 ton/ha) dan campur dengan 45 cm tanah
bedengan. Haluskan tanah bedengan sampai kedalaman 15 cm. Rapikan kembali
bedengan.

6.3. Teknik Penanaman

1) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat sedalam 20 x 20 x 20 cm pada jarak tanam 65-75 cm.

2) Cara Penanaman Ubi

Ubi diletakkan mendatar di dasar lubang dan tutup dengan tanah setebal 5 cm.
Dari tunas yang tumbuh hanya satu atau dua yang dibiarkan tetap tumbuh.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam dapat dilakukan sampai


tanaman berumur 3 minggu. Biasanya bibit tidak tumbuh sempurna jika pengairan
terlambat dilakukan terutama jika udara panas. Penjarangan bunga perlu
dilakukan terutama jika jumlah bunga dalam satu tangkai terlalu banyak supaya
diameter bunga mencapai maksimum. Pada dahlia kaktus (putih) hanya satu
bunga yang dibiarkan hidup pada satu tangkai, sedangkan pada dahlia semi
kaktus dapat 5 - 6 bunga.

2) Penyiangan

Dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma dan pada saat pemupukan sert
pembumbunan. Pencegahan tumbuhnya gulma dapat dilakukan dengan
menghamparkan mulsa organik di antara tanaman. Ketika tanaman mencapai 1
m, tanaman dibumbun dan disangga dengan 2 batang bambu agar tidak rebah.

3) Pemupukan

Dilakukan setiap 10 hari dengan urea, SP-36 dan KCl masing-masing 2 gram atau
NPK sebanyak 5 gram. Pemberian pertama 10 hari setelah pindah tanam. Pupuk
diberikan di dalam larikan sejauh 15 cm dari pangkal batang. Tutup pupuk dengan
tanah.

Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengairan dan penyiraman

Dilakukan sesuai pertumbuhan tanaman. Di awal pertumbuhannya, tanah di


sekitar pangkal batang sampai titik terluar tajuk jangan sampai mengering. Pada
saat itu, jika perlu tanaman disiram 2-3 kali sehari tergantung dari keadaan cuaca.
Setelah itu penyiraman dapat dilakukan setiap 5 hari. Penyiraman juga perlu
dilakukan setelah pemberian pupuk.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.)


Gejala: ulat menyerang tanaman ubi dan batang. Ulat memotong titik tumbuh atau
pangkal batang tanaman sehingga tangkai daun atau batang rebah dan layu
terutama di siang hari. Pengendalian: dilakukan dengan membunuh ulat
bersamaan dengan pembubunan dan penyiangan gulma, pemberian furadan
walau tidak selalu efektif dan penyemprotan insektisida Indofuran 3G atau
Hostathion.

7.2. Penyakit

1) Embun tepung/Powdery mildew


Penyebab: jamur Oidium tingitanium Sphaetotheca mascularis atau Uncinula
necator). Gejala: bagian yang terserang, terutama daun, tertutup lapisan putih
tipis seperti tepung, daun akan mengering dan gugur. Pengendalian: fungisida
Benlate atau Rubigan 120 EC. Serangan terjadi pada masa perpindahan musim
dari hujan ke kemarau.

2) Virus
Penyebab: jenis virus CMV, TSV, TSWV dan DMV. Gejala: pertumbuhan
tanaman abnormal sehingga tanaman kerdil. Pengendalian: mengendalikan
perkembangan vektor serangga seperti aphid atau trips, merendam benih dalam
air panas, menghancurkan tanaman terinfeksi dan menyemprotkan insektisida.
Metode yang lebih baik untuk mengeliminasi virus adalah menggunakan bibit dari
kultur jaringan dan mendeteksi keberadaan virus dengan test ELISA.

8. PANEN
Panen tanaman dahlia dapat berupa bunga dan ubi Ubi yang dijadikan bahan
pemanis diambil dari dahlia besar, dahlia kaktus atau semi kaktus.

Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.1. Ciri dan Umur Panen

1) Bunga: tiga bulan setelah tanam, bunga pertama dapat dipetik 2 kali seminggu
sampai 4 bulan kemudian. Bunga yang siap dipetik telah mekar penuh dengan
diameter 10 cm.
2) Ubi: ubi dipanen pada waktu tanaman berumur 7 bulan setelah tanam.

8.2. Cara Panen

1) Bunga: bunga dahlia kaktus (ungu muda) dipetik dengan cara memotong tangkai
bunga sepanjang 20 cm dari dasar bunga. Bunga dahlia semi kaktus dipanen
dengan cara memotong tangkai bunga sepanjang 50 cm dari dasar bunga.
2) Ubi: seluruh tanaman dibiarkan tumbuh beberapa hara supaya sisa-sisa makanan
di dalam batang utama dapat diserap oleh umbi. Batang dipotong sampai
ketinggian 10 cm dari pangkal batang, tanah di sekitar batang digali dan ubi
diangkat bersama-sama dengan batangnya.

8.3. Prakiraan Produksi

1) Bunga: untuk areal tanam 1 tumbak (14 m2), dihasilkan bunga sebanyak 1500
kuntum setiap minggu selama 4 bulan panen.
2) Ubi: besar ubi dan produksi ubi per batang tergantung dari jenis dahlia. Dahlia
kaktus menghasilkan ubi yang besar dan dapat mencapai 2 kg/tanaman. Dalam
10 tumbak (140 m2) dihasilkan 400 kg ubi.

9. PASCAPANEN
1) Bunga
Setiap 50 tangkai diikat dan dibungkus daun pisang, biasanya bunga langsung
dijual ke pasar bunga (konsumen).

2) Ubi
Untuk mendapatkan gula fruktosa dari ubi dahlia dilakukan perlakuan sebagai
berikut:
1. Ubi dicuci bersih, dikupas dan dipotong-potong setebal 1 cm.
2. Potongan ubi digodog dengan air selama 20 menit.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya dahlia didasarkan pada luas lahan 30 tumbak (420 m2)
pada tahun 1999 di Lembang, Jawa Barat.

Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 420 m2 untuk 1 musim tanam Rp. 100.000,-
2. Bibit: 2000 @ Rp. 1.000,- Rp. 2.000.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang Rp. 45.000,-
- Pupuk buatan Rp. 525.000,-
4. Pestisida Rp. 750.000,-
5. Alat (polibag, sekam dll) Rp. 2.750.000,-
6. Tenaga kerja Rp. 2.625.000,-
7. Lain-lain Rp. 500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 9.295.000,-
2) Pendapatan: 25.000 kuntum x 16 minggu @ Rp.35,- Rp. 14.000.000,-
3) Keuntungan Rp. 4.705.000,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. rasio output/input = 1,506

Harga dahlia mini di dalam polibag antara Rp. 600,- sampai Rp. 1.000,- dan dahlia
besar di dalam polibag antara Rp.1.000,- sampai Rp.1.500,-. Tanaman dijual di
kebun dan selalu habis sebelum bunganya mekar. Dengan biaya produksi termasuk
buruh sekitar Rp. 350,- sampai Rp. 400,- per polibag, penjualan dahlia sebagai
tanaman pot atau tanaman di luar rumah akan menguntungkan.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dahlia adalah tanaman hias yang sangat digemari di manca negara tetapi di
Indonesia belum terlalu populer. Berbagai festival Dahlia sering dilaksanakan di
Inggris, Amerika atau India. Masa depan bunga ini di Indonesia akan lebih baik
seiring dengan minat masyarakat untuk menjadikan bunga sebagai salah satu
kebutuhan.

Sebenarnya, potensi dahlia yang sangat menjanjikan adalah tingginya kandungan


inulin di dalam ubi. Inulin ini dapat diubah menjadi gula fruktosa. Saat ini Indonesia
masih mengimpor gula fruktosa. Agribisnis bunga dahlia dengan tujuan
menjadikannya sebagai tanaman penghasil inulin atau gula akan menghadapi masa
yang cerah. Harga inulin, harga sirup fruktosa Rp. 3.100,-/kg (1990).

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan pengemasan.

Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat


ditentukan oleh negara pengimpor.

11.4. Pengambilan Contoh

Dari satu partai atau lot bunga dahlia yang terdiri atas maksimum 1.000 kemasan,
contoh diambil secara acak sejumlah seperti tersebut dalam data di atas:
a) Contoh yang diambil semua, jumlah kemasan bunga dalam partai 1–5.
b) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5, jumlah kemasan bunga dalam partai
6–100.
c) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7, jumlah kemasan bunga dalam partai
101–300.
d) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9, jumlah kemasan bunga dalam partai
301–500.
e) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10, jumlah kemasan bunga dalam partai
501–1001.

Dari setiap kemasan contoh yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya
tiga tangkai bunga. Untuk kemasan contoh dengan isi kurang dari tiga tangkai,
diambil satu tangkai. Dari sejumlah tangkai yang terkumpul kemudian diambil secara
acak contoh yang berjumlah sekurang-kurang lima tangkai diuji. Petugas pengambil
contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan
diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.

11.5. Pengemasan

1) Pangkal tangkai bunga dahlia potongan dimasukan ke dalam tube berisi cairan
pengawet/dibungkus dengan kapas kemudian dimasukan ke dalam kantong
plastik berisi cairan pengawet lalu dikemas dalam kotak karton/kemasan lain yang
sesuai.
2) Satu ikatan terdiri dari 20 tangkai bunga dan dibungkus dengan pembungkus dari
kertas khusus Sleeves. Kuntum tidak tertutup seludang, pangkal bunga diberi
kapas basah.
3) Pengepakan dilakukan dalam kotak kardus dengan kapasitas 10 ikatan. Pada
bagian luar kemasan diberi tulisan:
1. Nama barang.
2. Jenis mutu.
3. Nama atau kode produsen/eksportir.
4. Jumlah isi.
5. Negara tujuan.

Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengangkutan dilakukan dengan alat angkut bersuhu udara 7-8 derajat C dengan
kelembaban udara 60-65 %.

12. DAFTAR PUSTAKA

1) Bailey, L. H. 1937. The Standard Cyclopedia of Horticulture. Macmillan Company.


New York.
2) Fisher, A. A. Virus Infection in Dahlia-Part II. Indian Dahlia Annual 1998:57-60
3) Lutony, T.L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta
4) Molzer, V. 1986. Flore des Jardins. GRÜND. Paris
5) Vinayananda, S. 1998. Flowerbad Dahlias. Indian Dahlia Annual 1998:22-24

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

DUKU
( Lansium domesticum Corr. )

1. SEJARAH
Duku (Lansium domesticum Corr) merupakan tanaman buah berupa pohon yang
berasal dari Indonesia. Sekarang populasi duku sudah tersebar secara luas di
seluruh pelosok nusantara. Selain itu ada yang menyebutkan duku berasal dari Asia
Tenggara bagian Barat, Semenanjung Thailand di sebelah Barat sampai Kalimantan
di sebelah Timur. Jenis ini masih dijumpai tumbuh liar/meliar kembali di wilayah
tersebut dan merupakan salah satu buah-buahan budidaya utama.

2. JENIS TANAMAN
Jenis duku yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis duku unggul seperti duku
komering, duku metesih dan duku condet.

3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat utama tanaman duku sebagai makanan buah segar atau makanan olahan
lainnya. Bagian lain yang bermanfaat adalah kayunya yang berwarna coklat muda
keras dan tahan lama, digunakan untuk tiang rumah, gagang perabotan dan
sebagainya. Kulit buah dan bijinya dapat pula dimanfaatkan sebagai obat anti diare
dan obat menyembuhkan demam. Sedangkan kulit kayunya yang rasanya sepet

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

digunakan untuk mengobati disentri, sedangkan tepung kulit kayu digunakan untuk
menyembuhkan bekas gigitan kalajengking.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia duku terutama ditanam di daerah Jawa (Surakarta), Sumatera
(Komering, Sumatera Selatan) dan Jakarta (Condet).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Angin tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman duku tetapi tidak
dapat tumbuh optimal di daerah yang kecepatan anginnya tinggi.
2) Tanaman duku umumnya dapat tumbuh di daerah yang curah hujannya tinggi dan
merata sepanjang tahun. Tanaman duku tumbuh secara optimal di daerah dengan
iklim basah sampai agak basah yang bercurah hujan antara 1500-2500 mm/tahun.
3) Tanaman duku tumbuh optimal pada intensitas cahaya matahari tinggi.
4) Tanaman duku dapat tumbuh subur jika terletak di suatu daerah dengan suhu
rata-rata 19 derajat C.
5) Kelembaban udara yang tinggi juga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman
duku, sebaliknya jika kelembaban udara rendah dapat menghambat pertumbuhan
tanaman duku.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman duku dapat tumbuh baik sekali pada tanah yang banyak mengandung
bahan organik, subur dan mempunyai aerasi tanah yang baik. Sebaliknya pada
tanah yang agak sarang/tanah yang banyak mengandung pasir, tanaman duku
tidak akan berproduksi dengan baik apabila tidak disertai dengan pengairan yang
cukup.
2) Derajat keasaman tanah (pH) yang baik untuk tanaman duku adalah 6–7,
walaupun tanaman duku relatif lebih toleran terhadap keadaan tanah masam.
3) Di daerah yang agak basah, tanaman duku akan tumbuh dan berproduksi dengan
baik asalkan keadaan keadaan air tanahnya kurang dari 150 m di bawah
permukaan tanah (air tanah tipe a dan tipe b). Tetapi tanaman duku tidak
menghendaki air tanah yang menggenang karena dapat menghambat
pertumbuhan dan produksi tanaman.
4) Tanaman duku lebih menyukai tempat yang agak lereng karena tanaman duku
tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi air yang tergenang. Sehingga jika
tempatnya agak lereng, air hujan akan terus mengalir dan tidak membentuk suatu
genangan air.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.3. Ketinggian Tempat

Umumnya tanaman duku menghendaki lahan yang memiliki ketinggian tidak lebih
dari 650 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Kualitas bibit tanaman duku yang akan ditanam sangat menentukan produksi
duku. Oleh sebab itu bibit duku harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Bebas dari hama dan penyakit
b) Bibit mempunyai sifat genjah
c) Tingkat keseragaman penampakan fisik seperti warna, bentuk dan ukuran lebih
seragam dari bibit lain yang sejenis
d) Bibit cepat tumbuh.

2) Penyiapan Benih

Perbanyakan dan penanaman duku umumnya masih diperbanyak dengan benih


atau dari semai yang tumbuh spontan di bawah pohonnya, kemudian dipelihara
dalam pot sampai tinggi hampir 1 meter dan sudah dapat ditanam di lapangan.
Sehingga tingkat keberhasilan perbanyakan generatif cukup tinggi walaupun
memerlukan waktu yang relatif lama. Daya perkecambahan dan daya tahan semai
akan lebih baik sejalan dengan ukuran benih dan hanya benih-benih yang
berukuran besar yang hendaknya digunakan dalam usaha pembibitan.

Pertumbuhan awal semai itu lambat sekali, dengan pemilihan yang intensif
diperlukan waktu 10–18 bulan agar batang duku berdiameter sebesar pensil, yaitu
ukuran yang cocok untuk usaha penyambungan atau penanaman di lapangan,
tetapi di kebanyakan pembibitan untuk sampai pada ukuran tersebut diperlukan
waktu 2 kali lebih lama. Perbanyakan dengan stek dimungkinkan dengan
menggunakan kayu yang masih hijau, namun memerlukan perawatan yang teliti.
Terkadang cabang yang besar dicangkok, sebab pohon ynag diperbanyak dengan
cangkokan ini dapat berbuah setelah beberapa tahun saja, tetapi kematian setelah
cangkokan dipisahkan dari pohon induknya cenderung tinggi presentasenya.

3) Teknik Penyemaian Benih

Waktu penyemaian benih sebaiknya pada musim hujan agar diperoleh keadaan
yang selalu lembab dan basah.

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Cara pembuatan media penyemaian dapat berupa tanah yang subur/campuran


tanah dan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dengan perbandingan
sama (1:1). Jika perlu media tanam dapat ditambahkan sedikit pasir. Tempat
persemaian bisa berupa bedengan, keranjang/kantong plastik atau polybag.
Tetapi sebaiknya tempat untuk persemaian menggunakan kantong plastik agar
mempermudah dalam proses pemindahan bibit.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Bibit duku tidak memerlukan perawatan khusus kecuali pemberian air yang cukup
terutama pada musim kemarau. Selama 2 atau 3 minggu sejak bibit duku ditanam
perlu dilakukan penyiraman dua kali setiap hari yaitu pagi dan sore hari, terutama
pada saat tidak turun hujan. Selanjutnya cukup disiram satu kali setiap hari. Kalau
pertumbuhannya sudah benar-benar kokoh, penyiraman cukup dilakukan
penyiraman secukupnya jika media penyemaian kering.

Penyulaman pada bibit diperlukan jika ada bibit yang mati maupun bibit yang
pertumbuhannya terhambat. Rumput liar yang mengganggu pertumbuhan bibit
juga hrus dihilangkan. Untuk meningkatkan pertumbuhan bibit perlu diberi pupuk
baik pupuk organik berupa pupuk kandang dan kompos maupun pupuk anorganik
berupa pupuk TSP dan ZK sesuai dengan dosis dan kadar yang dianjurkan.

5) Pemindahan Bibit

Umur bibit yang siap tanam adalah sekitar 2-3 bulan dengan tinggi bibit 30-40 cm.
Kegiatan pemindahan bibit harus memperhatikan kondisi fisik bibit waktu yang
tepat

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Sebelum dilakukan pengolahan lahan perlu diketahui terlebih dahulu tingkat pH


tanah yang sesuai untuk tanaman duku, yaitu sebesar 6-7. Selain itu kondisi tanah
yang akan diolah juga harus sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman duku
yaitu tanah yang mengandung banyak bahan organik serta airase tanah yang
baik.

2) Pembukaan Lahan

Kegiatan pembukaan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu


seperti traktor maupun cangkul. Pembukaan laahan sebaiknya dilakukan pada
waktu musim kering agar pada awal waktu musim hujan kegiatan penanaman
dapat dilakukan segera.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pembentukan Bedengan

Pembentukan bedengan tidak terlalu diperlukan delam pengolahan lahan untuk


tanaman duku, sehingga bedengan jarang dijumpai pada lahan tanaman duku.

4) Pengapuran

Kegiatan pengapuran sangat diperlukan jika kondisi pH tanah tidak sesuai dengan
persyaratan pH tanah untuk tanaman duku. Cara pengapuran dapat dilakukan
dengan penyiraman di sekitar tanaman duku. Jumlah dan dosis pengapuran harus
sesuai dengan kadar yang dianjurkan.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Pohon duku umumnya di tanam di pekarangan, tetapi sering pula ditanam


tumpang sari di bawah pohon kelapa (di Filipina) atau ditumpang sarikan dengan
tanaman lain seperti pohon manggis dan durian (di Indonesia dan Thailand). Jarak
tanam yang dianjurkan sangat bervariasi dari jarak 8x8 m (kira-kira 150 pohon/ha,
di Philipina) sampai jarak 12x12 m untuk tipe longkong yang tajuknya memencar
di Thailand bagian selatan (50-60 pohon/hektar). Jarak tanam ini ditentukan
dengan memperhatikan adanya pohon-pohon pendampingnya.

Variasi jarak tanam yang lain adalah ukuran 7x8 m, 8x9 m, 9x9 m, 9x10 m.
Namun hal yang perlu diperhatikan adalah jarak tanam harus cukup lebar, karena
jika tanamannya sudah dewasa tajuknya membutuhkan ruangan yang cukup luas.
Salah satu variasi tersebut dapat diterapkan tergantung kondisi tanah terutama
tingkat kesuburannya. Seandainya diterapkan jarak tanam 10x10 m, berarti untuk
lahan yang luasnya satu hektar akan dapat ditanami bibit duku sebanyak 100
pohon.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Setelah jarak tanam ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan


lubang tanam. Waktu yang terbaik untuk membuat lubang tanam adalah sekitar 1-
2 bulan sebelum penanaman bibit. Lubang tanam minimal yang dibuat adalah
berukuran 0,6 x 0,6 x 0,6 meter. Namun akan lebih baik apabila ukurannya lebih
besar yaitu 0,8 x 0,8 x 0,7 meter. Jika bibit duku yang akan ditanam berakar
panjang (bibit dari biji), maka lubang yang dibuat harus lebih dalam. Tetapi jika
bibit duku berakar pendek (bibit hasil cangkok), penggalian lubang diusahakan
lebih lebar dan lebih luas.

3) Cara Penanaman

Penanaman bibit duku sebaiknya menunggu sampai tanah galian memadat atau
tampak turun dari permukaan tanah sekitarnya. Sebelum penanaman dilakukan,

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

maka tanah pada lubang tanam digali terlebih dahulu dengan ukuran kira-kira
sebesar kantung yang dibuat untuk membungkus bibit. Setelah itu pembungkus
bibit dibuka dan tanaman dimasukkan dlam lubang tanam. Hal yang perlu
diperhatikan adalah posisi akar tidak boleh terbelit sehingga nantinya tidak
mengganggu proses pertumbuhan. Pada saat penanaman bibit, kondisi tanah
harus basah/disiram dahulu.

Penanaman bibit duku jangan terlalu dangkal. Selain itu permukaan tanah yang
dibawa oleh bibit dari kantung pembungkus harus tetap terlihat. Setelah bibit
tanam, maka tanah yang ada disekitarnya dipadatkan dan disiram dengan air
secukupnya. Disekitar permukaan atas lubang tanam dapat diberi bonggol pisang,
jerami, atau rumput-rumputan kering untuk menjaga kelembaban dan menghindari
pengerasan tanah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Kegiatan penjarangan pada dasarnya adalah untuk mengurangi persaingan antara


tanaman pokok (tanaman duku) dan tanaman lain (tanaman pelindung).
Persaingan yang terjadi adalah untuk mendapatkan unsur hara, air, sinar
matahari, dan ruang tumbuh. Tanaman selain duku yang dijarangi sebaiknya
merupakan tanaman yang memang tidak dikehendaki dan menggangu
pertumbuhan tanaman duku.

Penyulaman tanaman duku juga perlu dilakukan jika ada tanaman duku yang mati.
Tumbuhan liar atau gulma juga harus dibersihkan secara rutin. Radius 1-2 meter
dari tanaman duku harus bersih.

2) Penyiangan

Kegiatan penyiangan diperlukan untuk menghilangkan rumput dan herba kecil


yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman duku. Penyiangan dapat
dilakukan dengan tangan maupun dengan bantuan beberapa alat pertaniannya
lainnya.

3) Pemupukan

Pemupukan sangat diperlukan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah.


Meskipun tidak ada pedoman baku untuk pemupukan duku, tetapi agar tidak
membingungkan dapat menggunakan patokan sebagai berikut:
a) Tahun kedua dan ketiga untuk setiap pohon duku bisa diberikan pupuk 15-30
kg pupuk organik, urea 100 gram, TSP 50 gram dan ZK 20 gram.
b) Tahun keempat, kelima dan keenam, dosis pupuk dinaikan menjadi 25-40 kg
pupuk organik, urea 150 gram, TSP 60 gram dan juga pupuk ZK sebanyak 40
gram.

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Tahun-tahun berikutnya dosis pupuk dinaikkan lagi. Namun pemberian pupuk


sebaiknya disesuaikan pula dengan tingkat pertumbuhan tanaman duku dan
kesuburan tanah.

Pemupukan duku dilakukan dengan cara menggali tanah di sekitar tanaman duku
sedalam 30-50 cm dengan lebar yang sama. Lubang pupuk tersebut dibuat
melingkar yang letaknya tepat disekeliling tajuk tanaman.

4) Pengairan dan Penyiraman

Tanaman duku hanya memerlukan pemberian air yang cukup terutama pada
musim kemarau. Selain itu juga tanaman duku sudah cukup kuat dan kokoh maka
penyiraman dilakukan seperlunya saja. Di sekitar lubang tanam sebaiknya dibuat
saluran air untuk mencegah air yang tergenang baik yang berasal dari hujan
maupun air penyiraman.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kelelawar

Buah duku yang diincar kelelawar adalah buah duku yang matang dan siap
dipanen. Pengendalian: untuk mencegah gangguan kelelawar ini adalah dengan
membungkus buah duku sejak buah itu berukuran kecil. Bahan pembungkus
dapat berupa ijuk tanaman aren, kain bekas, bongsang yang terbuat dari anyaman
bambu.

2) Kutu perisai (Asterolecantium sp.)

Hama ini menyerang daun dan batang duku. Pengendalian: (1) dengan cara
pemeliharaan dan perawatan tanaman sebaik mungkin; (2) menggunakan
insektisida yang sesuai dengan jenis hama yang mengganggunya.

3) Kumbang penggerak buah (Curculio sp.)

Gejala: menyerang buah duku yang sudah matang, sehingga buah duku
berlubang dan busuk bila air hujan masuk ke dalamnya. Pengendalian: sama kutu
perisai.

4) Kutu putih (Psedococcus lepelleyi)

Hama yang menutupi kuncup daun dan daun muda buah duku. Pengendalian:
sama kutu perisai.

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.2. Penyakit

1) Penyakit busuk akar

Merupakan penyakit yang berbahaya karena menyerang pohon dan buah duku.
Pengendalian: (1) dengan pemeliharaan tanaman yang baik; (2) disemprot
dengan fungisida sesuai dengan peruntukannya masing-masing obat.

2) Penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporiods)

Gejala: adanya bintik kecoklatan pada rangkaian buah, serangan ini


menyebabkan buah berguguran lebih awal dan juga menyebabkan kerugian
pasca panen. Pengendalian: (1) dengan pemeliharaan tanaman yang baik; (2)
disemprot dengan fungisida sesuai dengan peruntukannya masing-masing obat.

3) Penyakit mati pucuk

Penyebab: cendawan Gloeosporium sp. menyerang ujung cabang dan ranting


yang nampak kering. Pengendalian: (1) dengan pemeliharaan tanaman yang
baik; (2) dilakukan dengan disemprot dengan fungisida seperti Manzate, Zerlate,
Fermate, Dithane D-14 atau pestisida lain. Dosis untuk obat pemberantasan
penyakit ini harus disesuaikan dengan anjuran pada label masing-masing obat.

7.3. Gulma

Adanya gulma seperti rumput liar dan alang-alang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman duku. Gulma ini harus dihilangkan dengan cara penyiangan dan untuk
mencegah gulma ini dapat digunakan obat-obatan kimia.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Umur tanaman duku dapat mencapai 300 tahun atau lebih, tergantung dari sifat atau
jenisnya, cara pemeliharaan dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Produktivitas
buahnya yang siap panen juga sangat dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Buah
duku yang siap dipanen biasanya kulit buah berwarna kuning kehijau-hijauan bersih
dan bahkan telah menjadi kuning keputih-putihan serta buah agak lunak. Tanda-
tanda lainnya adalah getah pada kulit buahnya sudah tampak berkurang atau tidak
ada getah sama sekali pada kulit buah duku, jika buah masih berwarna hijau berarti
buah belum matang dan tidak siap dipanen.

Tanaman duku yang diperbanyak dengan biji, biasanya mulai berbunga sekaligus
berbuah pada umur tanaman 12 tahun bahkan lebih. Sedangkan untuk tanaman

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

duku yang pembibitannya secara vegetatif seperti pencangkokkan atau sambungan


dapat berbuah lebih cepat yaitu pada umur 8 tahun.

8.2. Cara Panen

Buah duku biasanya dipanen dengan cara dipanjat pohonnya dan dipotongi tandan–
tandan buahnya yang matang dengan pisau atau gunting pangkas. Hendaklah
berhati-hati agar tidak melukai bagian batang tempat menempelnya gagang tandan,
sebab perbungaan berikutnya juga akan muncul disitu juga.

Kenyataannya, daripada memanjat pohonnya lebih baik menggunakan tangga,


sebab tindakan demikian akan mengurangi kerusakan kuncup-kuncup bunga yang
masih dominan. Diperlukan 4 atau 5 kali pemanenan sampai semua buah habis
dipetik dari pohon. Hanya pemetikan buah yang matang, yang ditaksir dari
perubahan warna, yang akan sangat memperbaiki kualitas buah. Umumnya buah
yang berada dalam satu tandan akan matang hampir bersamaan, tetapi jika proses
pematangan tidak bersamaan, akan sangat menyulitkan pemanenan. Buah duku
harus dipanen dalam kondisi kering, sebab buah yang basah akan berjamur jika
dikemas.

8.3. Periode Panen

Pada umumnya, tanaman duku mulai berbunga sekitar bulan September dan
Oktober setiap tahunnya dan buahnya yang masak mulai dapat dipungut setelah 6
bulan kemudian sejak keluarnya bunga, yaitu sekitar bulan Februari atau Maret.
Penyerbukan bunga duku biasanya terjadi secara silang oleh perantaraan serangga
seperti lebah madu, walupun penyerbukan sendiri sering pula terjadi. Masa
keluarnya bunga duku yang pertama tergantung pada kondisi lingkungan dan
sifat/jenis dari tanaman duku tersebut.

Musim panen duku pendek sekali, buah langsat matang sedikit lebih awal dari buah
duku. Di daerah tertentu tipe buah duku-langsat menghasilkan 2 kali panen pertahun
(walupun tidak jelas apakah masing-masing pohon berbuah lebih dari sekali setiap
tahunnya), dan waktu panen itu juga bervariasi untuk berbagai daerah, sehingga di
pasar-pasar induk buah duku dapat diperoleh selama 4 bulan (di Thailand dan
Filiphina pada bulan Juli sampai Oktober) sampai 8 bulan (di Semenanjung Malaysia
pada bulan Juni sampai Februari).

8.4. Prakiraan Produksi

Hasil Panen buah duku agak bervariasi. Suatu kecenderungan adanya 2 kali
berbuah telah dilaporkan di Filiphina. Pohon duku yang berumur 10 tahun dapat
menghasilkan 40-50 kg, buah duku meningkat menjadi 80–150 kg pada umur pohon
30 tahun, hasil maksimumnya menurut laporan yang ada mencapai 300 kg per
pohon. Angka-angka mengenai luasan lahan dan produksi tersebut di atas jika
dihitung menjadi hasil rata-rata akan diperoleh angka 2,5 ton per hektar untuk negara

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Filiphina dibandingkan dengan 3,6 ton per hektar untuk langsat dan 5,6 ton per
hektar untuk duku di Thailand.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah buah dipanen, maka buah duku tersebut dikumpulkan disuatu tempat yang
kering dan tidak berair.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Dalam skala usaha komersial, buah duku yang sudah dipanen sudah barang tentu
harus disortir terlebih dahulu. Sortasi terutama dilakukan berdasarkan ukuran besar
kecilnya buah duku, sekaligus membuang buah yang busuk atau cacat dan
menyingkirkan tandannya. Buah duku tidak biasa dijual bersama dengan tandannya,
karena ada orang yang senang membeli buah duku tanpa disertai tandannya.

9.3. Penyimpanan

Duku merupakan buah yang sangat mudah rusak karena kulit buahnya akan
berubah menjadi coklat dalam 4 atau 5 hari setelah dipanen. Buah dapat dibiarkan
dipohonnya selama beberapa hari menunggu sampai tandan-tandan lainnya juga
matang, tetapi walau masih berada dipohonnya buah-buah itu tetap berubah menjadi
coklat dan dalam waktu yang pendek tidak akan laku dijual di pasar. Sehingga
diperlukan adanya proses penyimpanan dalam kamar pendingin dengan suhu 150 C
dan kelembaban nisbi 85-90 % dapat memungkinkan buah bertahan sampai 2
minggu, jika buah-buah itu direndam dulu dalam larutan Benomil.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Buah duku mudah sekali mengalami kerusakan yang tidak berbeda dengan buah-
buahan lain pada umumnya. Untuk mengatasi kemungkinan adanya kerusakan pada
buah duku, terutama kerusakan pada waktu perjalanan, maka buah duku itu harus
dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan kemasan yang kuat. Jenis kemasan
yang paling baik untuk buah duku adalah peti kayu. Ukuran kemasan jangan terlalu
kecil atau besar, tetapi sebaiknya berukuran lebih kurang 30 x 30 x 50 cm yang
dapat memuat buah duku sekitar 20 kg per peti. Setelah buah duku dikemas dalam
kemasan yang baik maka kemasan itu dikumpulkan pada suatu tempat atau gudang
untuk kemudian diangkut dengan alat transportasi.

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Prospek agrobisnis tanaman duku masih sangat cerah. Untuk pasaran dalam negeri
biasanya para pedagang musiman yang menjajakan buah duku bermunculan di kota-
kota besar pada musim panen hanya terjadi sekali setahun. Hal ini membuktikan
bahwa duku sangat digemari oleh masyarakat yang tentu saja mengundang minat
banyak orang untuk menjadi penjualnya. Selain itu penjualan buah duku dapat
mendatangkan keuntungan lumayan sekaligus dapat menjadi sumber usaha bagi
pedagang musiman yang sifatnya hanya sementara itu. Tingginya minat masyarakat
untuk membeli buah duku merupakan indikasi bahwa masa depan buah duku
mempunyai peluang pasar yang prospektif. Oleh karena itu pemasran buah duku
bisa menjadi salah satu andalan sebagai sumber lapangan kerja bagi mereka yang
berjiwa bisnis tetapi tidak memiliki jenis usaha yang tetap, yaitu menjadi pedagang
musiman.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
1) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang
diambil 5.

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang
diambil 7.
3) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang
diambil 9.
4) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 10.
5) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang


berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum.

11.5. Pengemasan

Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dalam keranjang
bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan
anyaman bambu/bahan lain, kemudian diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi
kemasan tidak melebihi permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.
Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang,
golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal, nama/kode perusahaan/eksportir, berat
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) AAK. 1991. Bertanam Pohon Buah-buahan 2. Kanisius. Yogyakarta
2) Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1991. Invertasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Kanisius. Yogyakarta.
3) Daryanto. 1985. Bercocok Tanam Buah-buahan. Aneka Ilmu. Semarang.
4) Lutony, Tony Luqman. 1993. Duku Potensi dan Peluangnya, kanisius.
5) , 1990. Tanamn Duku Menunggu Pengembangan, Dalam Rubrik
Informasi Wiraswasta harian umum Pikiran Rakyat Granesia. Bandung.
6) Majalah Salera, 1991. Mengenal Duku yang Sedang Laku, Edisi Februari 1991.
Sarana Vida Widya. Jakarta.
7) Natawidjaja, P. Suparman. 1983. Mengenal Buah-buahan Yang Bergizi. Pustaka
Dian. Jakarta
8) Tohir, A.K. 1983. Pedoman Bercocok Tanamn Buah-buahan. Pradyaoaramita.
Jakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

GLADIOL
(Gladiolus hybridus)

1. SEJARAH SINGKAT
Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba
termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin “Gladius” yang
berarti pedang kecil, seperti bentuk daunnya. Berasal dari Afrika Selatan dan
menyebar di Asia sejak 2000 tahun. Tahun 1730 mulai memasuki daratan Eropa dan
berkembang di Belanda.

Tanaman gladiol yang termasuk subklas Monocotyledoneae, berakar serabut, dan


tanaman ini membentuk pula akar kontraktil yang tumbuh pada saat pembentukan
subang baru. Kelebihan dari bunga potong gladiol adalah kesegarannya dapat
bertahan lama sekitar 5-10 hari dan dapat berbunga sepanjang waktu.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman gladiol adalah sebagai berikut:
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Pteropsida
Klas : Angiospermae
Subklas : Monocotyledoneae
Ordo : Iridales
Famili : Iridaceae
Genus : Gladiolus
Spesies : Gladiolus hybridus

Hasil penelitian tahun 1988, Indonesia mengenal 20 varietas gladiol dari Belanda
kemudian diuji multi lokasi di kebun percobaan Sub Balai Penelitian Hortikultura
Cipanas. Tiga varietas diantaranya memiliki penampilan yang paling indah, (warna
dan bentuknya berbeda dengan gladiol lama), yaitu: White godness (putih),
Tradehorn (merah jingga), dan Priscilla (putih). Ragam jenis bunga gladiol adalah :
a) Gladiolus gandavensis, berukuran besar, susunan bunga terlihat bertumpang
tindih, panjang 90-150 cm.
b) Gladiolus primulinus. berukuran kecil, sangat menarik. Bertangkai halus tetapi
kuat dan panjangnya mencapai 90 cm.
c) Gladiolus ramosus. Panjang tangkai bunga 100-300 cm.
d) Gladiolus nanus. Tangkai bunga melengkung, dan panjang hanya 35 cm.

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Beberapa kultivar bunga gladiol lainnya yang telah di uji di Indonesia adalah: Red
Majesty, Priscilla, Oscar, Rose Supreme, Sanclere, Dr. Mansoer, Albino, Salem,
Marah Api, Queen Occer, Ceker dan lain sebagainya

3. MANFAAT TANAMAN
Gladiol di produksi sebagai bunga potong yang mempunyai nilai ekonomi. Dan
memiliki nilai estetika. Bunga potong juga merupakan sarana peralatan tradisional,
agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya.

4. SENTRA PENANAMAN
Sentra produksi bunga gladiol di Indonesia untuk daerah Jawa Barat terdapat di
Parongpong (Bandung), Salabintana (Sukabumi) dan Cipanas (Cianjur). Di Jawa
tengah terdapat di daerah Bandungan (Semarang) sedangkan di Jawa Timur berada
di daerah Batu (Malang).

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Gladiol membutuhkan curah hujan rata-rata 2.000-2500 mm/tahun. Di Indonesia


gladiol dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun musim
hujan.
2) Tanaman gladiol membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Keadaan kurang optimal akan menyebabkan bunga
mengering dan floret tidak terbentuk secara normal. Kekurangan cahaya terjadi
pada waktu pembentukan daun ke 5, 6, dan 7, yang menyebabkan kekeringan
tampak pada kuncup bunga saja. Kultifat Eurovision, Peter, Friendship, Jessica,
dan Mascagni kurang peka terhadap cahaya matahari.
2) Tanaman gladiol tumbuh baik pada suhu udara 10-25 derajat C. Suhu udara rata-
rata kurang dari 10 derajat C akan menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat, jika berlangsung lama pertumbuhan tanaman
dapat terhenti. Suhu udara maksimum pertumbuhan gladiol adalah 27 derajat C,
kadang-kadang dapat menyesuaikan diri sampai suhu udara 40 derajat C, bila
kelembaban tanah dan tanaman relatif tinggi.

5.2. Media Tanam

1) Jenis tanah yang cocok untuk tanaman gladiol adalah andosol dan latosol yang
subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Tanaman bunga gladiol dapat tumbuh subur diatas tanah yang memiliki pH 5,5-
5,9.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman gladiol dapat tumbuh dengan baik di daerah ketinggian 500-1500 m dpl
dan beriklim sejuk.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Bibit dapat berasal dari pembiakan generatif, vegetatif, dan kultur jaringan.
Umumnya, pembibitan yang berasal dari vegetatif dan kultur jaringan lebih cepat
dapat dipetik hasilnya dari pada pembibitan dengan cara generatif.

1) Persyaratan Benih

Bibit dari subang bibit yang baik menghasilkan bunga berdiameter minimum 2,5
cm, kecuali untuk kultivar Golden Boy yang cukup berdiameter 1 cm. Bibit harus
dipilih yang sehat, tidak cacat. Bibit vegetatif yang baik yang mempunyai daya
kecambah lebih dari 90%. Bibit generatif harus berasal dari induk dengan
pertumbuhan baik dan cukup umur.

2) Penyiapan Benih

Perbanyakan generatif gladiol dengan biji, digunakan untuk mendapatkan kultivar


baru bukan untuk tujuan bibit produksi. Biji didapat dengan cara penyerbukan
buatan dibantu manusia.

Perbanyakan vegetatif gladiol dilakukan dengan menggunakan umbi (anak


subang), bibit belah (subang belah), kultur jaringan maupun suspensi sel. Umbi
dan anakan umbi diambil dari tanaman yang sudah dipanen. Teknik kultur jaringan
merupakan salah satu cara alternatif untuk menanggulangi kendala-kendala
dalam perbanyakan secara konvensional. Bibit (subang) yang dibutuhkan untuk 1
hektar lahan adalah sekitar 213.063 buah.

Subang dan anak subang yang akan dijadikan bibit tidak dapat segera tumbuh bila
ditanam meskipun pada lingkungan tumbuh yang cocok dan optimal, karena
memerlukan masa dormansi. Selama masa dormansi subang dan anak subang
yang telah kering disimpan ditempat yang beraliran udara baik dan terhindar dari
cahaya matahari langsung. Subang yang telah dipisahkan dari batangnya
disimpan selama ± 2 minggu.

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Teknik Penyemaian Benih

Biji gladiol dapat langsung disemai, tanpa mengalami masa dormansi, biji akan
berkecambah setelah 7-12 hari. Daun yang tumbuh dari biji hanya berjumlah 1-2
helai. Tanaman tumbuh sampai kira-kira 5 bulan dan menghasilkan anak subang
yang berdiameter kurang dari 1 cm. Anak subang ini kemudian memasuki masa
dormansi.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Penanaman gladiol dengan bibit anak subang yang baru muncul dari stolon yang
menghubungkan subang induk dengan subang baru. Perbanyakan dengan
menggunakan anak subang yang berdiameter sekitar 1,0 cm memerlukan 2 kali
penanaman untuk mencapai ukuran subang yang dapat menghasilkan bunga.
Penanaman pertama dari anak subang tersebut memerlukan waktu sekitar 4
bulan hingga panen subang kecil.

Subang kecil hasil panen pertama akan berdiameter sekitar 2 cm. Subang kecil
setelah dipanen akan mengalami masa dormansi minimal 3,5 bulan. Setelah masa
dormansi terlewati, subang kecil dapat ditanam kembali. Waktu yang diperlukan
untuk penanaman kedua kira-kira sama dengan waktu penanaman pertama.
Subang dari panenan kedua akan berdiameter 3 cm dan merupakan bibit yang
siap berbunga. Untuk rata-rata setiap kultivar gladiol, anak subang yang
berdiameter sekitar 1 cm akan menjadi subang bibit yang siap berbunga dalam
waktu 16 bulan.

5) Pemindahan Bibit

Bibit gladiol siap ditanam bila sudah melewati masa dormansinya dengan ciri
munculnya akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar dibagian bawah
subang. Pecahnya dormansi juga ditandai dengan munculnya mata tunas. Bila
tunas mencapai tinggi 1 cm, maka subang siap ditanam. Penanaman yang
terlambat menyebabkan tunas semakin tinggi dan akar semakin panjang,
sehingga akan terjadi kerusakan akar pada waktu penanaman,

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Lahan yang akan di tanami gladiol perlu di ukur pH tanahnya. Bila sesuai dengan
pH tanah yang disyaratkan, lakukan pengukuran luas lahan yang akan ditanami.
Kemudian analisa jenis tanah, apa bila lahan tersebut sebelumnya pernah
ditanami gladiol sebaiknya tanah didiamkan minimal selama satu tahun.

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembukaan Lahan

Lahan yang telah dianalisa, diukur dan dibersihkan dari gulma, batu-batuan, serta
tanaman liar lain, kemudian bajak dan dicangkul sampai gembur. Pengolahan
lahan sebaiknya dilakukan 2 minggu sebelum tanam.

3) Pembentukan Bedengan

Bila pemanenan bunga dilakukan setiap saat, maka lahan yang digunakan
sebaiknya dibuat beberapa petak. Pemetakan lahan dimaksudkan agar dapat
diatur mana untuk lahan yang akan diolah, ditanami, dan dipanen. Pada setiap
petakan dibuat selokan (saluran air), agar drainase baik dan tanaman dapat
tumbuh dengan subur. Lahan selanjutnya diberi pupuk dasar agar tanah tidak
kekurangan unsur haranya. Luas arel petakan dibuat sesuai dengan kebutuhan,
Bila kebutuhan pasar sebanyak 1.000 tangkai setiap dua minggu, maka
dibutuhkan lahan seluas 600 m2. Lahan dibuat menjadi 7 petak dengan luas setiap
petak 72 m2.

4) Pengapuran

Pengapuran dilakukan pada tanah yang memiliki derajat kemasaman tanah (pH)
kurang dari 5,5.

5) Pemupukan

Pemberian pupuk dasar dilakukan pada saat tanam. Pupuk yang diberikan adalah
yang mengandung unsur N, K, Ca dan P, yang diberikan sesuai dosis yang
dianjurkan.

3.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Tanaman gladiol dapat ditanam dengan sistem guludan atau tanpa guludan. Jika
pengairan menggunakan cara leb, maka penanaman sebaiknya dengan guludan
agar air irigasi tidak merusak struktur tanah. Beberapa hal yang perlu diketahui
dalam cara penanaman adalah tempat dan waktu penanaman serta jarak dan
kedalaman tanaman. Tempat penanaman gladiol harus terkena cahaya matahari
langsung. Atap plastik yang tembus cahaya dan bersih digunakan untuk
menghindari kerusakan akibat hujan. Jadwal penanaman disesuaikan dengan
kebutuhan berkisar antara 60-80 hari, karena umur tanaman tergantung pada
kultivarnya.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Lubang tanam dibuat dengan mencangkul lahan sedalam 10-15 cm, untuk subang
berdiameter ≥ 2,5 cm.

3) Cara Penanaman

Subang ditanam setelah masa dormansi sekitar 3,5 bulan. Cara penanaman
dengan guludan, yang disesuaikan dengan kedalaman tanam subang gladiol. Bila
kedalaman 10-15 cm, maka tinggi guludan dibuat ≥ 15 cm dengan anggapan
bahwa lapisan tanah atas lambat laun akan menurun. Bila dilakukan tanpa
guludan maka sering kali tanaman rebah atau tangkai bunga bengkok yang
menyebabkan turunnya kualitas bunga.

Kerapatan tanaman perlu diperhatikan karena menentukan kekekaran tanaman


dan kualitas bunga. Jika jumlah tanaman per meter persegi terlalu banyak, maka
tanaman akan menjadi lemah dan panjang. Semakin kecil diameter subang maka
kerapatan tanam semakin besar. Untuk anak subang berdiameter kurang dari 1
cm, biasanya ditanam dalam barisan pada guludan. Jarak tanam untuk subang
berdiameter ≥ 4 cm adalah 20 x 20 cm sedangkan untuk subang yang berdiameter
lebih kecil ditanam lebih rapat.

Dalam menentukan kedalaman tanam yang perlu diperhatikan adalah tekstur


tanah dan waktu tanam. Pada tekstur tanah yang berat, (tanah liat dan
berlempung) subang harus ditanam lebih dangkal dari pada tanah yang ringan
dan berpasir. Pada musim kemarau subang ditanami lebih dalam dibanding
musim penghujan. Suhu tanah akan lebih rendah pada tempat yang lebih dalam.
Letak bibit yang dangkal, terutama pada tanah berpasir, akan mengakibatkan
tanaman mudah rebah.

4) Pemberian Ajir

Pemberian ajir pada tanaman bunga gladiol dilakukan apabila tanaman rebah atau
tangkai bunga bengkok yang menyebabkan turunnya kualitas bunga. Hal ini dapat
terjadi bila penanaman bunga dilakukan tanpa menggunakan guludan.

3.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Penyiangan gulma pada pertanaman anak subang penting karena gulma dapat
menutupi pertumbuhan anak subang sehingga pertumbuhan terhambat dan
menyulitkan dalam pemanenan. Penyiangan biasa dilakukan sebelum pemberian
pupuk N (saat berumur sekitar 25 hari setelah tanam) dan dilakukan tiga kali
dalam satu siklus tanaman.

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembubunan

Pembubunan dilakukan bersamaan waktunya dengan penyiangan, untuk menjaga


agar subang baru yang tumbuh tidak terlihat di atas tanah.

3) Pemupukan

Tanaman gladiol memerlukan pemupukan agar tanaman tumbuh cepat dan


berproduksi dengan baik. Jumlah pupuk yang diberikan sangat bervariasi
tergantung pada tekstur tanah, keadaan lingkungan, curah hujan, pengairan dan
kandungan hara di dalam tanah. Pada tanah berpasir, diperlukan pemupukan
lebih sering terutama pada musim penghujan. Pemupukan dilakukan dua kali
(umur 20 hari dan 45 hari setelah penanaman).

Dosis pemupukan gladiol 90-135 kg N (diberikan sebagian dalam bentuk nitrat,


sebagian lagi amonium), 90-180 kg P (sebagai P2O5) dan 110-180 kg K (sebagai
K2O) per hektar pada tanah berpasir. Pupuk diberikan tidak sekaligus, pertama
saat tanam, ( pupuk K dan P), setelah tanam membentuk 2-3 helai daun diberikan
pupuk N sepertiga dosis. Pemberian pupuk N kedua dan ketiga masing-masing
dilakukan pada saat mulai terbentuknya primordia bunga dan setelah panen
bunga. Pemupukan terakhir sangat penting guna pembesaran subang dan
pembentukan anak subang. Pupuk yang digunakan biasanya TSP dan Urea,
masing-masing sebanyak satu sendok teh untuk setiap tanam.

4) Pengairan dan penyiraman

Pengairan harus diperhatikan karena drainase berpengaruh terhadap tanaman.


Penyiraman dilakukan hanya apabila tanah mulai kering (musim kemarau).

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Kerusakan tanaman gladiol dapat disebabkan oleh hama atau penyakit, yang
dapat diatasi dengan pestisida yang tepat. Penanggulangan serangan hama
digunakan pestisida padat (Aldikarb), dengan dosis 300 gram/100 m2 air.
Digunakan pestisida cair (Permetrin dan deltametrin) dosis 5 cc per 100 m2.
Pemberantasan penyakit digunakan pestisida Procymidon, dosis 5 gram/100 m2,
atau Kaptofol, dosis 400 gram/100 liter air. Pemberian pestisida sebaiknya setelah
tanaman berumur 50 hari.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Thrips gladiol (Taeniothrips simplex / Mor)

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Hama ini sering dijumpai disetiap area pertanaman gladiol di seluruh dunia, yang
dapat menimbulkan kerusakan berat (di lapangan). Gejala: bercak-bercak
berwarna keperak-perakan pada permukaan daun, merusak jaringan daun/bunga
dan mengisap cairan yang keluar dari bagian tanaman dengan menggunakan alat
mulutnya. Tanaman yang terserang hama ini akan timbul bercak-bercak putih dan
akhirnya menjadi coklat dan mati. Serangga muda (nimfa) berwarna kuning pucat
dan lebih suka makan pada bagian bunga dan kuncup. Panjang tubuh hama
dewasa ± 2,5 mm, berbentuk ramping, pipih, berwarna coklat tua atau hitam.
Pengendalian: dapat dilakukan dengan penyiangan gulma atau dengan
menggunakan insektisida yang mengandung dimetoat, endusolfan, formothion,
karbaril, merkaptodimetur dan metomil.

2) Kutu putih (Pseudococcus sp.)


Gejala: menyerang umbi gladiol saat penyimpanan, dan di lapangan, dengan
menusukan alat mulutnya kedalam umbi untuk menghisap cairan tanaman,
sehingga tunas/akar terhambat pertumbuhannya dan gagal panen. Pada
serangan berat umbi jadi keriput, kering dan mati. Ukuran tubuh serangga dewasa
betina 4 mm dan mampu bertelur sampai 200 butir (diletakan berkelompok).
Pengendalian: merendam subang dalam larutan insektisida 30-60 menit, yang
mengandung bahan aktif asefat, nikotin, triazofos, kuinalfos dan lainnya.

3) Ulat pemakan daun (Larva Lepidoptera)


Gejala: hama ini menyerang dengan membuat lubang-lubang pada permukaan
daun dan bunga. Bentuk, warna, ukuran larva-larva sebagai minor pest pada
tanaman gladiol sangat bervariasi, tergantung pada spesiesnya. Panjang ulat
famili Lymantriidae mencapai 3,5-4,0 cm. Penanggulangan: menyemprot
insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis.

7.2. Penyakit

1) Layu fusarium (Penyakit busuk kering fusarium)


Penyebab: cendawan F. oxysporum var. gladiol atau F. orthoceras var gladiol.
Gejala: daun gladiol yang terserang menguning, agak memilin. Pada serangan
yang lebih lanjut, pertumbuhan tanaman kerdil dan mudah patah. Pada subang
yang terserang tampak bercak dan dalam keadaan lembab hifa patogen yang
berwarna putih seperti kapas menutupi permukaan bercak tadi dan menjalar
kebagian tanaman lainnya. Pengendalian: menyimpan subang ditempat tidak
lembab serta merendam sebelum ditanam, kedalam larutan suspensi fungisida
benlate selama 30 menit.

2) Busuk kering
Penyebab: cendawan Botrytis cinerea atau B. gladiolorum. Gejala: bunga
berbintik-bintik, berkembang menjadi bercak-bercak, subang yang terserang
busuk daun bintik-bintik agak kelabu, kemudian berkembang menjadi bercak-
bercak berwarna hitam keabu-abuan. Pengendalian: menganginkan

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

(mengeringkan) subang yang dipanen sebelum disimpan pada tempat yang kering
atau dengan menyemprotkan fungisida captan, zineb atau nabam.

3) Busuk keras
Penyebab: Septoria gladioli, Gejala: sama dengan gejala busuk kering, tetapi
berbeda pada tubuh buah patogennya. Bintik-bintik kecil coklat tampak pada
permukaan bagian bawah/bagian atas daun yang terserang patogen.
Tanaman/bibit yang terserang patogen tersebut umumnya berasal dari anak
subang, sedang yang berasal dari subang jarang terserang. Pengendalian: sama
seperti untuk busuk kering.

4) Busuk kubang (Busuk kapang biru)


Penyebab: cendawan Penicillium gladioli yang termasuk patogen lemah. Patogen
masuk dan menginfeksi subang gladiol bila di bagian subang terdapat luka yang
disebabkan oleh serangga, alat-alat pertanian dan sebagainya. Gejala: pada
subang yang terserang patogen tersebut terdapat lesio berwarna merah
kecoklatan yang dalam waktu singkat bagian tersebut akan ditutupi koloni
cendawan berwarna biru dan subang membusuk. Pengendalian: menyimpan
subang dengan baik, setelah dikering udarakan dahulu, serta mencegah subang
luka.

5) Hawar bakteri
Penyebab: Xanthomonas gummisudan. Yang berkembang dengan cepat pada
keadaan lingkungan yang basah atau drainase kurang baik. Gejala: ada bercak-
bercak horizontal cekung berair berwarna hijau tua yang berubah menjadi coklat
dan berkembang sampai menutupi hampir seluruh permukaan daun sampai daun
kering. Patogen ditularkan melalui subang atau percikan air hujan. Pengendalian:
memilih subang yang sehat dan merendam subang tanpa kulit selama 2 jam
dalam suspensi larutan bakterisida.

8. PANEN
Budidaya bunga gladiol dapat diatur sedemikian rupa sehingga panen dapat
dilakukan setiap minggu. Biasanya budidaya tanaman gladiol dilakukan berdasarkan
pesanan pasar, sehingga panen dapat terus dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan.

8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman gladiol berbunga pada umur 60 - 80 hari setelah tanam, tergantung pada
kultivarnya. Bunga pertama akan mekar sekitar 10 hari setelah primordia bunga
muncul.

Bunga dapat dipetik setelah warna dari 1 atau 2 floret terbawah telah dapat dilihat
dengan jelas tetapi belum mekar. Jika kuncup bunga dibiarkan sampai mekar penuh,

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kerusakan akan mudah terjadi terutama selama pengemasan dan pengangkutan.


Bila bunga dipanen terlalu awal, (sebelum floret terbawah menampakan warna
bunga), maka akan ada kemungkinan bunga tidak dapat mekar dengan sempurna.

8.2. Cara Panen

Pemanenan dilakukan secara hati-hati dengan menyertakan 2-3 daun pada tangkai
bunga dan menyisakan daun-daun pada tanaman sebanyak mungkin minimum 4
daun. Pemotongan tangkai bunga dengan pisau tajam dan bersih supaya terhindar
dari kontaminasi jasad renik Jika menggunakan pisau tumpul, terjadi luka lebih lebar
pada permukaan dasar tangkai bunga, memungkinkan terjadi infeksi.

8.3. Periode Panen

Bunga gladiol tergolong bunga yang mudah kehilangan air. Sebaiknya panen bunga
dilakukan pagi hari, karena saat tersebut bunga gladiol berturgor optimum.
Kandungan karbohidrat yang rendah dapat diperbaiki dengan larutan pengawet yang
mengandung gula.

Panen bunga tidak dianjurkan pada saat suhu udara tinggi (siang hari) atau pada
turgor rendah, bunga basah oleh embun, hujan atau sebab lain. Bunga yang basah
akan mudah terserang oleh cendawan Botrytis gladiolorum (blight), walaupun pada
kondisi suhu udara yang rendah.

8.4. Prakiraan Produksi

Untuk seluas 1 hektar akan menghasikan panen bunga ± sebanyak 200.000 potong.
Budidaya bunga potong gladiol dapat diatur sedemikian rupa sehingga panen bunga
(pemanenan terbanyak) dilakukan setiap minggu. Secara teknis dapat diatur dengan
pemetakan lahan, sehingga dalam satu saat terdapat lahan siap olah, siap tanam,
dan siap panen.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Bunga gladiol sangat peka terhadap kekuatan gaya berat dan akan selalu cenderung
melengkung pada suhu udara tinggi, sehingga berakibat terjadinya perubahan
bentuk dan penurunan kualitas. Oleh karena itu bunga potong gladiol yang dipanen
dikumpulkan dan diletakan tegak lurus diruangan pada suhu udara rendah (selama
penyimpanan/pengangkutan).

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Setelah dipanen, dilakukan penyortiran dan penggolongan sesuai dengan ukuran.


Bunga dibersihkan dari kotoran yang menempel, dengan hati-hati,(bila perlu) cukup
diperciki atau disemprot air saja. Hal ini menjaga agar mahkota bunga tidak rusak.

Bunga dipilih yang bagus bentuknya, tidak terkena penyakit atau luka, dikelompokan
sesuai dengan kebutuhan, (berdasarkan tingkat kesegaran/ukuran bunga).
Penggolongan ini dimaksudkan untuk mempertahankan nilai jual sehingga bunga
yang bagus tidak turun harganya akibat tercampur dengan yang bunga gladiol yang
berkualitas rendah.

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan untuk memperlambat proses kelayuan bunga sebelum


sampai kekonsumen, biasanya dilakukan pada saat bunga:
a) Baru saja dipetik, menunggu pemanenan selesai.
b) Setelah dipanen tidak segera dijual/diangkut.
c) Diperjalanan sebelum sampai kekonsumen.

Dalam tahap ini, bunga dikondisikan agar tetap segar, karena bunga potong sangat
sensitif terhadap dehidrasi maka air yang hilang harus diimbangi dengan larutan
perendam yang mengandung air dan senyawa lain yang diperlukan. Penyimpanan
berkaitan erat dengan suhu udara. Makin rendah suhu udara, makin lambat terjadi
penurunan mutu. Suhu udara penyimpanan bunga yang berasal dari daerah tropika
relatif lebih tinggi, umumnya berkisar antara 0-5 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Sistem pengemasan yang baik bertujuan melindungi bunga selama pengangkutan


dan sebagai sarana promosi yang dapat meningkatkan harga jual. Cara
pengemasan yang paling sederhana yaitu dengan membungkus tangkai bunga
dengan daun pisang, kemudian memasukan kedalam ember berisi air sehingga
tangkai bunga tercelup dan membungkus bagian atas bunga dengan plastik yang
sebelumnya sudah dilubangi. Pengemasan seperti ini umum dilakukan oleh
pedagang pengecer yang langsung berhubungan dengan konsumen. Pengemasan
yang lebih baik biasa untuk bunga yang akan menempuh perjalanan atau untuk
promosi, digunakan bahan pengawet adalah sukrosan dan 8-hydroxyquinoline
citrate.

Mengingat sifat bunga yang selalu dikonsumsi dalam keadaan segar dan bagus
berpenampilan maka dituntut sistem pengangkutan yang bisa bergerak cepat. Faktor
yang perlu diperhatikan yaitu suhu udara selama pengangkutan dan susunan
kemasan agar tidak terlalu tinggi serta tahan goncangan. Sarana pengangkutan
biasa menggunakan mobil box yang dilengkapi alat pengatur suhu udara.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya gladiol luas lahan 1 ha dalam 1 musim tanam yang
dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor.

1) Biaya produksi:
1. Bibit: umbi bibit (subang) 190.000 bh @ Rp. 50,- Rp. 9.500.000,-
2. Pupuk
- Pupuk buatan NPK: 100 kg @ Rp. 2000,- Rp. 200.000,-
- (Urea, TSP, KCL): 834 kg @ Rp. 4.500,- Rp. 3.753.000,-
3. Tenaga kerja
- Tenaga kerja sewa 120 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 1.200.000,-
- Tenaga kerja keluarga 120 OH @ Rp. 15.000,- Rp. 1.800.000,-
4. Pestisida: 15 kg @ Rp. 75.000,- Rp. 1.125.000,-
5. Sewa lahan/ha Rp. 1.500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 19.078.000,-
2) Pendapatan: bunga potong (tangkai) 214.000 @ Rp. 100,- Rp. 21.400.000,-
3) Keuntungan Rp. 2.322.000,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio output/input = 1,122

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Usaha tani gladiol merupakan usaha komersial karena sebagian besar produksinya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen. Berdasarkan hal
tersebut, pengkajian aspek Agro Ekonomi usaha tani gladiol mencakup kegiatan
produksi, konsumsi dan pemasaran.

Kebanyakan usaha tani gladiol dilakukan di daerah dataran tinggi sesudah tanaman
sayuran, tanaman padi dan tanaman hias lainnya (Warsito dan Sutater, 1889).
Produksi per hektar bunga potong gladiol di tingkat petani baru mencapai 169.189
tangkai dan produksi bibit (subang) mencapai 136.406 umbi (Ameriana, dkk., 1991).

Volume permintaan dalam negeri 127.200 tangkai per minggu (BCI dan Nehem,
1987), terdapat kecenderungan bahwa permintaan terus meningkat. Untuk
mengimbangi permintaan konsumen, rumpang hasil produksi bunga harus
ditingkatkan demikian juga mutu bunga potongnya. Sampai saat ini DKI Jakarta
masih merupakan pasar bunga potong terbesar dengan volume penjualan
perminggu mencapai 54.700 tangkai dibandingkan dengan kota lainnya. Hal ini
sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, pembangunan, komplek
perumahan, perkotaan, dan perkembangan pariwisata (Sutater dan Asandhi, 1991).

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Pasar bunga potong asal Indonesia akhir-akhir ini cukup menggembirakan. Tim
Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1988) mencatat bahwa peringkat ekspor bunga
ke Eropa adalah bunga potong (43,38%), tanaman hias (38,65%), dan umbi bunga
(12,26%). Dalam artikel “Indonesia Belum Tanggapi Dunia akan Permintaan Bunga
Potong Tropis” (1992) dicatat bahwa konsumsi bunga potong untuk kota-kota besar
hingga kini masih didominasi oleh Jakarta, menyerap 60% dari total produksi bunga
nasional. Bisnis bunga mencapai Rp. 2,15 milyar per bulan atau 25,8 milyar per
tahun di Jakarta terdapat 327 florist dan 227 kios penjual bunga. Dalam artikel “Dari
Bisnis Asalan Menuju Industri Bunga “ (1993) dilaporkan bahwa konsumsi bunga
potong 1992 di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang,
Denpasar, Semarang, dan Ujung Pandang 1.928.000 tangkai, 1.283.250 tangkai
untuk Jakarta, karena hotel-hotel di Jakarta sebulan menghabiskan biaya sebesar
Rp. 75.000 - Rp. 85 juta untuk pembelian bunga.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu bunga gladiol potong di Indonesia tercantum dalam standar Nasional
Indonesia SNI 01–4479–1998

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Berdasarkan panjang tangkainya, bunga gladiol dikelompokan dalam lima kelas yaitu
Super, Panjang, Medium, Pendek dan Mini.
a) Kelas super: panjang tangkai > 95 cm
b) Kelas panjang: panjang tangkai 76–94 cm
c) Kelas medium: panjang tangkai 61–75 cm
d) Kelas pendek: panjang tangkai 51–60 cm
e) Kelas mini: panjang tangkai 30–50 cm

Selain berdasarkan panjang tangkai, bunga gladiol dikelompokan berdasarkan


penampilan dan kondisi fisik lainnya sehingga terdapat bunga gladiol potong dengan
mutu kelas AA, A, B dan C.
a) Panjang tangkai (cm): kelas AA>95; kelas A=76–94; kelas B=61-75; kelas C=51-
60.
b) Jumlah minimum floret pertangkai: kelas AA=16; kelas A=14; kelas B=12; kelas
C=10.
c) Keseragaman (%): kelas AA=100; kelas A=95: kelas B=95; kelas C<95.

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Warna spesifik (%): kelas AA=100; kelas A=95; kelas B=95; kelas C<95.
e) Bebas hama/penyakit (proses): kelas AA=100; kelas A=95; kelas B=95; kelas
C<95.
f) Kelurusan tangkai: kelas AA lurus; kelas A lurus; kelas B sedang; kelas C kurang.
g) Jumlah floret mulai mekar: kelas AA=1-2; kelas A=1–2; kelas B=2-3; kelas C=2–3.
h) Kerusakan mekanis (%): kelas AA=0; kelas A=5; kelas B=10; kelas C>10.
i) Benda asing/kotoran (%): kelas AA=0; kelas A=1; kelas B=2; kelas C=3.

Untuk mendapatkan jenis dan mutu yang sesuai dengan standar maka harus
dilakukan pengujian yang meliputi:
a) Penetapan panjang tangkai bunga
Hitung jumlah seluruh bunga contoh, ukur satu persatu bunga contoh, kemudian
pisahkan bunga yang panjangnya tidak memenuhi syarat kelas yang disebutkan
dalam kemasan. Hitung jumlah seluruh bunga contoh yang panjangnya memenuhi
syarat. Hitung presentase bunga yang panjangnya memenuhi syarat terhadap
seluruh bunga contoh.
b) Penetapan jumlah floret per tangkai, jumlah floret mulai mekar, kerusakan
mekanik
Hitung jumlah seluruh bunga contoh, hitung satu persatu jumlah floret per tangkai
dari seluruh bunga contoh kemudian pisahkan tangkai bunga yang jumlah
floretnya tidak memenuhi syarat kelas yang disebutkan dalam kemasan. Hitung
jumlah seluruh bunga contoh yang jumlah floret per tangkainya memenuhi syarat.
Hitung prosentase bunga yang memenuhi syarat terhadap jumlah seluruh bunga
contoh.
c) Penetapan keseragaman, warna spesifik dan bebas hama
Hitung jumlah seluruh bunga contoh, amati satu per satu bunga contoh, lalu
pisahkan bunga yang tampak tidak seragam. Hitung jumlah bunga seragam dan
hitung prosentase bunga yang seragam terhadap jumlah seluruh bunga contoh.
d) Penetapan kelurusan tangkai
Letakan bunga gladiol yang diuji diatas meja kerja yang telah diberi garis lurus
sepanjang 1 meter atau lebih. Bagian pangkal tangkai yang lurus diletakan pada
garis lurus tersebut, sementara itu bagian ujung tangkai yang melengkung akan
menjauhi garis lurus tadi. Ukur jarak ujung tangkai bunga terhadap garis lurus
diatas meja menggunakan mistar yang tersedia. Deviasi atau kurvaktur maksimal
7,5 cm tergantung kelas.
e) Penetapan benda asing
Pisahkan dan kumpulkan benda asing yang dijumpai pada bunga atau dalam
kemasan bunga contoh. Selanjurtya timbang benda asing tersebut dan juga
seluruh bunga contoh. Hitung presentase berat benda asing terhadap berat
seluruh bunga contoh.

11.4. Pengambilan Contoh

Dari satu partai atau lot bunga gladiol yang terdiri atas maksimum 1.000 kemasan,
contoh diambil secara acak sejumlah seperti tersebut berikut ini:
a) Contoh yang diambil semua, jumlah kemasan bunga dalam partai 1–5.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5, jumlah kemasan bunga dalam partai


6–100.
c) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7, jumlah kemasan bunga dalam partai
101–300.
d) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9, jumlah kemasan bunga dalam partai
301–500.
e) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10, jumlah kemasan bunga dalam partai
501–1001.

Dari setiap kemasan contoh yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya
tiga tangkai bunga. Untuk kemasan contoh dengan isi kurang dari tiga tangkai,
diambil satu tangkai. Dari sejumlah tangkai yang terkumpul kemudian diambil secara
acak contoh yang berjumlah sekurang-kurang lima tangkai diuji. Petugas pengambil
contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan
diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.

11.5. Pengemasan

Untuk pasar lokal, bunga gladiol boleh tidak dikemas, bunga diletakkan berdiri dalam
ember plastik yang diberi air perendam tangkai. Kedalam air perendam seyogyanya
ditambahkan bahan pengawet bunga. Untuk pasar jarak jauh, bunga gladiol
sebaiknya dikemas dengan keranjang bambu yang diberi lapisan daun pisang,
lembaran plastik atau kertas. Untuk eksport bunga gladiol harus dikemas dengan
kotak karton yang sesuai dengan diberi lapisan plastik tipis atau kertas dibagian
dalamnya. Ujung tangkai bunga diberi kapas yang dibasahi dengan larutan
pengawet kemudian ditutup plastik. Jumlah bunga dalam tiap kemasan disesuaikan
dengan permintaan pasar.

Label atau gantungan (tag) yang menyertai setiap kemasan harus mudah
dilihat/diambil dan berisi informasi.
a) Produksi Indonesia.
b) Nama perusahaan/eksportir.
c) Nama kultivar.
d) Kelas mutu.
e) Jumlah bunga dalam kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Identitas pembelian ditempat tujuan.
i) Tanggal panen dan perkiraan daya tanah.
j) Petunjuk penanganan (suhu udara, kelembaban) yang dianjurkan.

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rosa Widyawan, Bunga Potong (Tinjauan Literatur), Pusat Dokumentasi dan
Informasi Ilmiah (LIPI), Jakarta, 1994.
2) Rahardi, F., dan Sriwahyuni, Agribisnis Tanaman Hias, Penebar Swadaya, 1993
3) Agus Muharan dkk., Gladiol, Balai Penelitian Tanaman Hias (Badan Penelitian
dan Pengembangan), Jakarta, 1995

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

GERBERA / HEBRAS
( Gerbera jamensonii )

1. SEJARAH SINGKAT
Gerbera merupakan tanaman bunga hias berupa herba tidak berbatang. Masyarakat
Indonesia menyebut gerbera sebagai gebras atau hebras. Tanaman ini merupakan
salah satu tanaman hias pendatang dari luar negri (introduksi) dan diduga berasal
dari Afrika Selatan, Afrika Utara dan Rusia. Penemu tanaman gerbera adalah Traug
Gerber, seorang naturalis berkebangsaan Jerman yang melakukan ekspedisi ke
Afrika Selatan. Selanjutnya diketemukan gerbera hibrida oleh Jamenson. Berawal
dari kedua penemu tersebut, tanaman gerbera dikukuhkan dengan nama Gerbera
jamessonii Bolus. Tanaman hias ini masuk ke Indonesia sekitar abad XIX bersamaan
dengan lintas perdagangan komoditi pertanian.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman hias gerbera adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Famili : Compositae/Asteraceae
Genus : Gerbera

Hal. 1/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Spesies : Gerbera jamensonii

Dari keragaman bentuk bunga, terutama struktur helai mahkota bunganya dikenal
empat jenis gerbera yang telah dibudidayakan di Indonesia yaitu:
a) Gerbara berbunga selapis: helai mahkota bunga tersusun selapis dan umumnya
berwarna merah, kuning dan merah jambu.
b) Gerbera berbunga dua: helai mahkota tersusun bervariasi lebih dari satu. Lapis
helai mahkota bagian luar nampak sekali perbedaan susunannya. Contoh
berbunga lapis dua yaitu Gerbera jamensonii Fantasi Double Purple yang
berwarna merah.
c) Gerbera berbunga tiga lapis: contoh dari bunga jenis ini adalah Gerbera
jamensonii Fantasi Triple Red yang berbunga dominan merah, kemudian
bervariasi kuning atau hijau kekuningan.
d) Jenis gerbera yang dihasilkan oleh Holand Asia Flori Net di Belanda, dengan
ukuran yang lebih besar dari ke tiga jenis di atas. Varitas yang ditanam adalah
Gerbara yustika (pink merah), Orange Jaffa (oranye cerah), Ventury (oranye tua).

3. MANFAAT TANAMAN
Selain sebagai bunga potong yang dapat tahan sampai 3 minggu, Tanaman hias
gerbera merupakan salah satu penghasil minyak atsiri untuk bahan baku industri
minyak wangi, sabun dan kosmetik.

4. SENTRA PENANAMAN
Sentra penanaman bunga potong tanaman gerbera di Indonesia yaitu di daerah
Kaban Jahe, Barus Jahe, dan Simpang Empat (Sumatra Utara, Brastagi), Cipanas,
Lembang dan Sukabumi (Jabar), Bandungan (Jateng), Batu dan Pujon (Malang
Jatim). Sentra produksi tanaman gerbera di dunia adalah negara Belanda dan
Thailand.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara
1.900-2.800 mm/tahun.
2) Daerah yang paling baik adalah daerah yang beriklim sejuk dengan suhu udara
minimum 13,7-18 derajat C dan maksimum 19,5-30 derajat C. Suhu udara ideal di
awal pertumbuhan 22 derajat C. Jika melebihi 35 derajat C, perkecambahan benih
akan terganggu.

Hal. 2/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik untuk tanaman hias gerbera yaitu tanah lempung yang berpasir,
subur dan banyak mengandung bahan organik atau humus.
2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya hebras berkisar
5,5-6,0.

5.3. Ketinggian Tempat

Di Indonesia di tanam mulai dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian
tempat antara 560-1.400 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Tanaman diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Benih diseleksi dari
biji yang memiliki daya kecambah atau daya tumbuh yang tinggi dan
berpenampilan bernas. Jika bibit dibeli dari toko, perhatikan tanggal
kadaluarsanya.

Perbanyakan vegetatif menggunakan cara kultur jaringan/anakan. Bahan kultur


jaringan menggunakan mata tunas lateral dari pohon atau batang tanaman
gerbera yang sehat dan dari jenis yang unggul.

Bibit anakan didapatkan dari rumpun tanaman gerbera yang anakannya banyak,
induknya produktif berbunga, tumbuhnya normal, sehat dan berasal dari tanaman
jenis unggul. Keperluan bibit anakan untuk ditanam di lahan terbuka 1 ha sekitar
80.000-90.000 bila jarak tanam 25 x 40 cm.

2) Penyiapan Benih

Benih yang berasal dari biji disemaikan dahulu sebelum dipindahtanamkan ke


lapangan. Penyemaian dapat dilakukan pada bak-bak penyemaian atau pot-pot
kecil maupun pot yang berdiameter cukup besar. Sebaiknya media semai diberi
sungkup plastik agar kelembaban dan suhu udara tetap stabil serta terlindung dari
matahari langsung.

Bibit yang didapat dari kultur jaringan yaitu mata tunas yang diambil dari jenis
unggul segera dimasukan ke dalam wadah yang mengandung bahan sterilisasi

Hal. 3/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yaitu Clorax 30 %. Lakukan sterilisasi selama 20 menit. Seusai sterilisasi dengan


Clorax segera disterilisasi ulang dengan HgCL2 20 % selama 5 menit, kemudian
bilas dengan air aquades steril 5 X.

Bibit yang dari anakan dipisahkan dari rumpun gerbera yang sudah dibersihkan
dari tanah, sebagian akar tangkai dan daun tua dibuang. Tiap bagian minimal satu
anakan.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Penyemaian di bak persemaian


Pilihlah lokasi tempat semai yang mendapat sinar matahari pagi atau di dalam
suatu ruangan yang mendapat cahaya buatan 40 watt/m2. Siapkan media
semai berupa campuran tanah yang subur halus, pasir dan pupuk kandang
yang telah matang dengan perbandingan 1:1:1. Beri sungkup plastik putih tipis
agar kelembaban mencapai 98%. Sebelum dimasukkan media semai
masukkan selapis pecahan batu bata atau genting kira-kira 1/3 bak pesemaian.
Lalu isikan media semai 90 %.
Semaikan benih gerbera secara merata. Setelah 5-7 hari, sungkup dibuka
selama 1 jam pada pagi hari. Dari 7-10 hari setelah semai sungkup dibuka
selama 3 jam/hari, kemudain bagian atas sungkup dibuka sampai 20 cm dari
puncak untuk mendapatkan kelembaban 90 %. Pada saat umur bibit mencapai
21 hari, di sore hari sungkup diangkat.
b) Penyemaian secara kultur jaringan
Siapkan media dasar yaitu medium Murashige Skoog ditambah gula 30
gram/liter, Vitamin B dan zat pengatur tumbuh kinetin 5 mg ditambah IAA 0,5
mg/liter. PH sebelum dipanaskan diatur sekitar pH 5,7 dengan penambahan
NaOH atau HCl 0,1 N. Medium dibuat padat dengan Difco Bacto Agar (DBA)
sebanyak 7,5 gram/liter. Tanamkan mata tunas lateral, pada umur 45 hari mata
tunas majemuk mulai terbentuk. Bibit hasil kultur jaringan dipindahkan ke
persemaian steril dan dipelihara sampai cukup besar. Selanjutnya bibit
dipindahtanamkan ke persemaian biasa dengan komposisi media yang sama
dengan persemaian benih.
c) Penyemaian dengan anakan
Tanaman atau bibit anakan yang sudah dibersihkan dari tanah, akar-akar juga
daun tua ditanamkan di lahan pembibitan dengan jarak 5 X 10 Cm.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Pesemaian

Siram setiap hari 1 atau 2 kali tergantung cuaca. Pemupukan dilakukan 3 minggu
setelah semai. Larutan pupuk terdiri dari 5-10 gram NPK dalam larutan air 10 liter,
sedangkan pupuk daun konsentrasinya disesuaikan dengan anjuran.
Penjarangan setelah umur 5-6 minggu.

Hal. 4/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Pemindahan Bibit

Bibit yang berasal biji siap dipindahtanamkan setelah tanaman berdaun 3-5 helai.
Bibit yang berasal dari kultur jaringan siap tanam apabila ukurannya cukup besar,
sedangkan bibit yang dari anakan siap dipindahtanamkan setelah bibit cukup kuat
.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Tentukan lahan yang strategis dan serasi, bersihkan dari gulma, kemudian olah
tanah cukup dalam 30 cm hingga struktur tanah gembur. Biarkan tanah selama
10-15 hari.

2) Pembukaan Lahan

Tanah diolah dengan teknik yang sama dengan persiapan di atas. Pasang tiang
setinggi 100-150 cm di sisi timur dan 80-100 cm di sisi barat. Naungi dengan
plastik bening.

3) Pembentukan Bedengan

Bentuk bedengan selebar 60-80 cm, tinggi 30 cm dan jarak antara bedengan 40-
60 cm. Buat parit keliling untuk saluran pembuangan kelebihan air dan sekaligus
sebagai saluran irigasi waktu mengairi tanaman.

Naungan juga dapat dibuat sekaligus untuk 2 bedengan dengan tinggi sisi timur
dan barat yang sama dengan naungan 1 bedengan. Di antara bedengan dipasang
tiang setinggi 150-200 m sehingga atap berbentuk segi tiga.

4) Pengapuran

Pada tanah yang kemasaman tanahnya rendah (di bawah 5) perlu ditambahkan
kapur pertanian seperti dolomit, kalsit, atau Zeagro. Dosis kapur pertanian
berkisar 1-4 ton/ha tergantung pH dan jenis tanahnya.

5) Pemupukan

Pada saat pembuatan bedengan tambahkan pupuk kandang sebanyak 20-30


ton/ha yang disebar merata, kemudian dicampur dengan tanah sambil dibalikkan.
Pemberian pupuk kandang dapat pula dengan cara per lubang tanam rata-rata
200 gram per lubang atau 2-3 kg/m2 luas lahan.

Hal. 5/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Media pertumbuhan adalah campuran tanah subur, pasir dan pupuk kandang atau
sekam padi (1:1:1). Siapkan polybag berdiameter 15, 20, 25 dan 30 cm untuk
menanam bibit sesuai dengan ukuran dan umurnya. Isi dasar polybag dengan
selapis pecahan bata merah/sekam, lalu diisi dengan media sampai 90 %. Pupuk
dasar berupa NPK yang diberikan sebanyak 2-4 gram/tanaman pada saat tanam.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Lubang tanam selebar dan sedalam daun cangkul pada jarak tanam 20-25 Cm
dalam barisan dan 35-40 cm antar barisan. Waktu yang terbaik di pagi hari antara
jam 06.00-09.00 atau sore antara 15.00-17.00.

2) Cara Penanaman

Basahi lubang tanam sampai lembab, tanamkan bibit secara tegak ditengah-
tengah lubang tanam, sambil memadatkan tanah di sekitar pangkal tanaman.
Siramlah bedengan sampai cukup basah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Jika ada tanaman yang mati/rusak seawal mungkin segera disulam atau diganti
dengan tanaman yang baik pada lubang yang sama. Periode penyulaman
sebaiknya tidak melebihi umur 30 hari setelah tanam. Waktu penyulaman yang
baik pagi/sore hari .

2) Penyiangan

Ditujukan untuk membersihkan sekitar tanaman dari gulma dan sambil


menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan pada 7-10 hari setelah tanam dan
30-35 hari setelah tanam.

3) Perempalan

Perempalan dilakukan untuk membuang tunas/cabang yang sudah tua, mengering


maupun yang terserang penyakit.

4) Pemupukan

Dilakukan secara rutin sebulan sekali. Jenis pupuk yang dianjurkan NPK serta
unsur mikro lainnya. Jumlah pupuk NPK diberikan 2-4 gram/tanaman dengan
periode 1 kali dalam sebulan, sehingga untuk setiap hektarnya antara 200-400 kg.
Cara pemberiannya dengan cara dibenamkan dalam larikan atau lubang diantara

Hal. 6/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanaman. Pupuk NPK dapat diberikan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi
10 gram/10 liter air dan diberikan sebanyak 200-250 cc/tanaman dengan periode
pemberian 10 hari sekali. Pupuk daun dapat diberikan sesuai anjuran.

5) Pengairan dan Penyiraman.

Pada fase awal pertumbuhan tanaman gerbera penyiraman dilakukan 1-2 kali.
Pemberian air selanjutnya berangsur-angsur berkurang.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat daun dan belalang


Pengendalian: dapat disemprot dengan insektisida seperti Decis 2,5 EC atau
Agrimec 18 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.

7.2. Penyakit

1) Bercak daun
Penyebab: jamur Cercospora gerberae Chuup et Viegas). Gejala: timbul bercak-
bercak berwarna coklat, terbentuk bulat/tidak beraturan. Pengendalian:
memotong/memangkas bagian-bagian yang terkena penyakit, memelihara sanitasi
kebun dan penyemprotan dengan fungisida seperti Dithane M-45, Antracol 70 WP
dan Daconil 75 WP.

2) Kapang kelabu/grey Mould


Penyebab: jamur Botrytis cinere Pers ex Fr.). Gejala: timbul busuk bunga, hingga
kusut dan diliputi kapang yang berwarna kelabu. Pengendalian: sama dengan
penyakit bercak daun.

3) Penyakit tepung
Penyebab: jamur Erysiphe cichoracearum DC). Gejala: daun gerbera diliputi oleh
lapisan tepung, daun mengering dan gugur. Pengendalian: sama dengan
penyakit bercak daun.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Bunga gerbera yang siap dipanen adalah kuntum bunganya telah mekar penuh atau
ketika bunga setengah sampai ¾ mekar. Pemanenan sekitar umur 6-8 bulan setelah
tanam bibit asal dari biji, atau 3-5 bulan bila bibitnya berasal dari anakan.

Hal. 7/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.2. Perkiraan Produksi

Pada pertanaman gerbera yang baik dan jenisnya unggul, tiap rumpun gerbera dapat
menghasilkan 5-15 kuntum atau sekitar 140 kuntum bunga per meter luas lahan per
tahun.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah bunga gerbera dipanen, dimasukkan ke dalam ember berisi air. Kemudian
disimpan di tempat yang teduh untuk melakukan sortasi.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Sortasi dilakukan pada tangkai bunga yang ukurannya abnormal dipisahkan secara
sendiri. Ikat tangkai bunga dengan karet/tali lentur. Tiap ikatan 10-15 tangkai bunga
atau menurut permintaan pasar maupun mempertimbangkan segi praktisnya dalam
pengangkutan serta penyimpanan.

9.3. Pengemasan dan Pengangkutan

Kemas ikatan bunga dalam wadah kotak karton ataupun keranjang plastik dan tutup
luka bekas potongan dengan kapas untuk mempertahankan kesegaran. Simpan
dikontainer dan siap untuk diangkut.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan budidaya bunga gerbera seluas 1.000 m2 yang dilakukan pada tahun 1999
di daerah Bandung.

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1.000 m2 selama 1 tahun Rp. 150.000,-
2. Bangunan dengan naungan Rp. 3.000.000,-
3. Bibit
- Bibit anakan 10.000 tanaman Rp. 2.500.000,-
4. Pupuk
- Pupuk kandang 2.000 kg @ Rp. 100,- Rp. 200.000,-
- NPK 400 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 800.000,-
- Pupuk daun dan bunga Rp. 400.000,-

Hal. 8/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah dan pemupukan kandang 20 HKP Rp. 200.000,-
- Pembuatan bangunan naungan 20 HKP Rp. 200.000,-
- Penanaman 5 HKW Rp. 37.500,-
- Pemeliharan tanaman 1 tahun 50 HKW + 5 HKP Rp. 425.000,-
- Panen dan pasca panen 20 HKW + 5 HKP Rp. 200.000,-
6. Biaya cadangan Rp. 1.000.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 9.112.500,-
2) Pendapatan 8.000 tangkai, 10 bunga/th.x Rp.200,- Rp. 16.000.000,-
3) Keuntungan per bulan Rp. 573.950,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio output/input = 1,756

Keterangan: HKP Hari kerja pria, HKW Hari kerja wanita.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Di Indonesia tanaman hias gerbera belum berkembang pesat sebagai komoditas


komersial. Dalam program penelitian dan pengembangan hortikultura di Indonesia
mengklasifikasikan tanaman hias gerbera adalah tanaman introduksi dari luar negri.
Namun apabila tanaman hias gerbera berkembang baik di Indonesia pasti akan
dapat menjadi komoditas potensial/komoditas utama.

Prospek pengembangan budidaya tanaman gerbera dapat diandalkan karena


peminatnya di dalam negeri semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dengan
dominannya bunga ini di dalam rangkaian bunga. Harga satu kuntum bunga gerbera
termasuk mahal. 12 tangkai Gerbera berbunga dua lapis (introduksi luar negeri) yang
sudah banyak dibudidayakan berharga Rp. 10.000,- di tingkat petani, sedangkan 10
tangkai gerbera ex Holland berharga Rp. 15.000,- di tingkat petani.

Tanaman ini juga dapat menjadi komoditas ekspor, selain sebagai bunga potong,
bahan baku industri minyak wangi, sabun dan kosmetik.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar meliputi klasifikasi , syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan dan pengemasan.

11.2. Deskripsi

Hal. 9/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Mutu Standar

Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat


ditentukan oleh negara pengimpor.

11.4. Pengambilan Contoh

Dari satu partai atau lot bunga gerbera yang terdiri atas maksimum 1.000 kemasan,
contoh diambil secara acak sejumlah seperti tersebut dalam data di atas:
a) Contoh yang diambil semua, jumlah kemasan bunga dalam partai 1–5.
b) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5, jumlah kemasan bunga dalam partai
6–100.
c) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7, jumlah kemasan bunga dalam partai
101–300.
d) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9, jumlah kemasan bunga dalam partai
301–500.
e) Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10, jumlah kemasan bunga dalam partai
501–1001.

Dari setiap kemasan contoh yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya
tiga tangkai bunga. Untuk kemasan contoh dengan isi kurang dari tiga tangkai,
diambil satu tangkai. Dari sejumlah tangkai yang terkumpul kemudian diambil secara
acak contoh yang berjumlah sekurang-kurang lima tangkai diuji. Petugas pengambil
contoh harus memenuhi syarat, yaitu orang yang telah dilatih terlebih dahulu dan
diberi wewenang untuk melakukan hal tersebut.

11.5. Pengemasan

Ikatan bunga diselubungi dengan kertas khusus sleeves yang menutupi seluruh
bagian bunga kecuali kuntum bunga bagian atas. Pangkal tangkai bunga diremdam
dalam larutan pengawet misalnya larutan gula 6%. Tempat perendaman bersuhu
udara dingin yaitu sekitar 14-25 derajat C selama 4 jam.

Bunga yang telah diselubungi dikemas di dalam kardus karton/keranjang plastik


dengan posisi tegak. Pengangkutan dilakukan dengan kendaraan berpendingin pada
suhu udara 7-8 derajat C dengan kelembaban udara 60-65%.

Hal. 10/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rahmat Rukmana, Ir,. 1995. Gerbera. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
2) Bonus Trubus No. 327. 1997. Bunga-bunga Pot Populer.
3) Trubus No. 293. 1994.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 11/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

JAGUNG
( Zea mays L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang
Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.

2. JENIS TANAMAN
Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.

Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji.

a) Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:

Hal. 1/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah


Kertas, Abimanyu dan Arjuna.
2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1
dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu.
3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning,
Bima dan Harapan.

b) Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:


1. Dent Corn
2. Flint Corn
3. Sweet Corn
4. Pop Corn
5. Flour Corn
6. Pod Corn
7. Waxy Corn

Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan
penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas.

Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo,
Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida
Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu,
Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.

3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di
Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah
padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan
ke 3 setelah gandum dan padi. Di Daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan
sebagai makanan pokok.

Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman


jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain:
a) Batang dan daun muda: pakan ternak
b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos
c) Batang dan daun kering: kayu bakar
d) Batang jagung: lanjaran (turus)
e) Batang jagung: pulp (bahan kertas)
f) Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng

Hal. 2/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

g) Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun,
bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku
industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura,
budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan
iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan
yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi
tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki
beberapa persyaratan.

5.1. Iklim

a) Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-
daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah.
Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40
derajat LS.
b) Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan
dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya
jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
c) Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
d) Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 derajat
C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok
sekitar 30 derajat C.
e) Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada
musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan
pengeringan hasil.

Hal. 3/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

a) Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
b) Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung
berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat
(grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan
pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
b) Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara
tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah
pH antara 5,6 - 7,5.
c) Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam
kondisi baik.
d) Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana
kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan
tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.

5.3. Ketinggian Tempat

Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan
ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jagung.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik
maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama
dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih
bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada
kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih.

Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang


lebih tinggi. Tetapi jagung hibrida mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan
varietas bersari bebas yaitu harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat
digunakan maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa
varietas unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah: Hibrida C 1, Hibrida C
2, Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster

Hal. 4/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kuning, Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit,
Sadewa, Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama dikembangkan
adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2
(semuanya jenis Hibrida).

2) Penyiapan Benih

Benih dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tanaman
jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang
tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot,
dan tidak terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada saat lewat fase
matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun
menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih
akan disimpan dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan
disimpan dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil
biji bagian tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di bagian ujung dan pangkal
tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, jika
kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah
sebanyak 20-30 kg untuk setiap hektar.

3) Pemindahan Benih

Sebelum benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti


Benlate, terutama apabila diduga akan ada serangan jamur. Sedangkan bila
diduga akan ada serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya benih dimasukkan
ke dalam lubang bersama-sama dengan insektisida butiran dan sistemik seperti
Furadan 3 G.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan


kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase
dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab
tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum.

1) Persiapan

Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar
diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan
ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian
diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak.
Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.

Hal. 5/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembukaan Lahan

Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman
sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya
dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan
pengolahan tanah dengan bajak.

3) Pembentukan Bedengan

Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan
tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat
terutama pada tanah yang drainasenya jelek.

4) Pengapuran

Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang
diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian
dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan
tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha
per musim tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman.

5) Pemupukan

Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup
maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat
bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis
rata-rata adalah: Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha.
Adapun cara dan dosis pemupukan untuk setiap hektar:
a) Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan
saat tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup
tanah;
b) Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan
setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam
sedalam 10 cm lalu di tutup tanah;
c) Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola
tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang
tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial
ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun
selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan

Hal. 6/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang


ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah
hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
a) Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur
sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai;
tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b) Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
c) Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu
atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang
bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah,
waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d) Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman
dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi
satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh:
tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar
benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm,
dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih.

Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang


umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas.
Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ≥ 100 hari sejak
penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung
berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1
tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari), jarak
tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu antara 3-
5 cm.

3) Cara Penanaman

Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga
digunakan jarak tanam 75 x 50 cm, setiap lubang ditanam dua tanaman.

Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air
berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau waktu musim hujan hampir
berakhir, benih jagung ini dapat ditanam. Tetapi air hendaknya cukup tersedia
selama pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat penanaman sebaiknya tanah
dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering, perlu diairi
dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun. Pembuatan lubang
tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang membuat
lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk dasar dan

Hal. 7/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung yang
dikehendaki, bila dikehendaki 2 tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan
3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang
dimasukkan 2 butir benih per lubang.

4) Lain-lain

Di lahan sawah irigasi, jagung biasanya ditanam pada musim kemarau. Di sawah
tadah hujan, ditanam pada akhir musim hujan. Di lahan kering ditanam pada awal
musim hujan dan akhir musim hujan.

6.4. Pemeliharaan

1) Penjarangan dan Penyulaman

Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai
dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan
yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi.
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting
yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung
tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan
tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati.
Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta
perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman
hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling
lambat dua minggu setelah tanam.

2) Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu


(gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman
jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan
sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran
tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah.
Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.

3) Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk


memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu
juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena
adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu,
bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri
barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman.
Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga

Hal. 8/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu


setelah tanaman berumur 1 bulan.

4) Pemupukan

Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak
200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-
100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama
(pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap
kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 3-4
minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan
setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar.

5) Pengairan dan Penyiraman

Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah
lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar
tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan
lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan
tanaman jagung.

6) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang


dapat membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida yang digunakan
yaitu pestisida yang dipakai untuk mengendalikan ulat. Pelaksanaan
penyemprotan hendaknya memperlihatkan kelestarian musuh alami dan tingkat
populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini akan lebih efisien.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)


Gejala: daun berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan
atau bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi
layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit
dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan dab
bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang
lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran
tanaman akan sangat membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama
setelah selesai panen jagung; (2) tanaman yang terserang lalat bibit harus segera
dicabut dan dimusnahkan, agar hama tidak menyebar; (3) kebersihan di sekitar
areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan terutama terhadap
tanaman inang yang sekaligus sebagai gulma; (4) pengendalian secara kimiawi

Hal. 9/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

insektisida yang dapat digunakan antara lain: Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC,
Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26 dan Promet 40 SD sedangkan dosis
penggunaan dapat mengikuti aturan pakai.

b) Ulat pemotong
Gejala: tanaman jagung yang terserang biasanya terpotong beberapa cm diatas
permukaan tanah yang ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya,
akibatnya tanaman jagung yang masih muda itu roboh di atas tanah. Penyebab:
beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura,
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung
(Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) bertanam secara serentak pada areal
yang luas, bisa juga dilakukan pergiliran tanaman; (2) dengan mencari dan
membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di dalam tanah; (3) sebelum
lahan ditanami jagung, disemprot terlebih dahulu dengan insektisida.

7.2. Penyakit

a) Penyakit bulai (Downy mildew)


Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica serta P.
spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas
serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) pada tanaman berumur 2-3 minggu,
daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna
menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2)
pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami
gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai
dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman
dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1)
penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan
pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan
tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.

b) Penyakit bercak daun (Leaf bligh)


Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak
bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat,
bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula
bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-
kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan
daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman hendaknya selalu
dilakukan guna menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan mengatur
kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan pestisida
antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F.

c) Penyakit karat (Rust)


Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw.
Gejala: pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik
noda yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang

Hal. 10/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan


memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam
bentuk. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban pada areal tanam; (2)
menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit; (3)
melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung; (4) kimiawi menggunakan
pestisida seperti pada penyakit bulai dan bercak daun.

d) Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)


Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung,
Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: pada tongkol ditandai dengan
masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan
mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus
terdesak hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dan
spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman
jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong bagian tanaman
kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida
secara merata hingga semua permukaan benih terkena.

e) Penyakit busuk tongkol dan busuk biji


Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae
(Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat
diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah
jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo
matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran
tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan
fungisida setelah ditemukan gejala serangan.

8. PANEN
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari
tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga
dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak
kering/masak mati.

8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri jagung yang siap dipanen adalah:


a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai
dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.

Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh.
Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar,
dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila

Hal. 11/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk
makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan
lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun
dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat
kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit
dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.

8.2. Cara Panen

Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol
berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung.
Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin
pemetikan.

8.3. Periode Panen

Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat
menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah
pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan
sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga.
Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu
sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan ± 4 minggu setelah tanaman berbunga
atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur
panen jagung masak mati.

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi
sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan
ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka
totalitas produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting
untuk mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara
untuk mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru
memberikan hasil 17 ton/ha.

9. PASCAPANEN
Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan
serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau
dipasarkan.

Hal. 12/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.1. Pengupasan

Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan
selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol
dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji
atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau
memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati
sebagai bahan makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas.

9.2. Pengeringan

Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional
jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %.
Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan
di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung.

Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga
manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan,
tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas
pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %.
Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu
sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan.

9.3. Pemipilan

Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan
atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil”
jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji
dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan
tongkol perlu dipisahkan.

9.4. Penyortiran dan Penggolongan

Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran
atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung.
Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah,
biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini
sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama
selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran
udara.

Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk
penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk
dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi
penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan

Hal. 13/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada
proses pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya dengan luas lahan penanaman 1 ha, jenis jagung
Hibrida C1 pada tahun 1999 per musim tanam (3 bulan) di daerah Jawa Barat:

a) Biaya produksi
1. Sewa 1 hektar per musim tanam Rp. 375.000,-
2. Bibit: benih jagung 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
3. Pupuk
- Urea: 300 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 450.000,-
- SP 36: 100 kg @ Rp.1.900,- Rp. 190.000,-
- KCl: 50 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 82.500,-
4. Pestisida
- Insektisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- Rp. 100.000,-
5. Tenaga kerja
- Pengolahan lahan Rp. 450.000,-
- Penanaman: 20 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 200.000,-
- Penyiangan dan pembumbunan (borongan) Rp. 50.000,-
- Pemupukan: 20 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 200.000,-
- Pemeliharaan lain Rp. 50.000,-
6. Panen Rp. 150.000,-
7. Biaya lain-lain Rp. 100.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 2.697.500,-

b) Pendapatan: 5.500 kg.@ Rp. 650,- Rp. 3.575.000,-

c) Keuntungan bersih Rp. 877.500,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio B/C = 1,325

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Berdasarkan statistik yang ada permintaan produk jagung nasional belum dapat
memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Impor jagung jumlahnya sudah cukup
besar terutama dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak yang
sedang berkembang dewasa ini.

Hal. 14/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi tanaman jagung meliputi: standar klasifikasi, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.

11.2. Diskripsi

Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI
01-03920-1995.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila


sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila sekurang-
kurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut. Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering
dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih
dan non benih.

a) Syarat Umum
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.

b) Syarat Khusus
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=14; mutu II=14; mutu III=15; mutu IV=17.
2. Butir rusak maksimum (%): mutu I=2; mutu II=4; mutu III=6; mutu IV=8.
3. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=1; mutu II=3; mutu III=7; mutu IV=10.
4. Butir pecah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3; mutu IV=3.
5. Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=1; mutu III=2; mutu IV=2.

Untuk mendapatkan standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan beberapa


pengujian diantaranya:
a) Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara organoleptik
kecuali adanya bahan kimia dengan menggunakan indera pengelihatan dan
penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperbolehkan.
b) Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan
dengan cara manual dengan pinset dengan contoh uji 100 gram/sampel.
Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan
berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat contoh
analisa x 100 %

Hal. 15/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisturetester electronic atau “Air
Oven Methode” (ISO/r939-1969E atau OACE 930.15). Penentuan kadar aflatoxin
adalah racun hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus, Aflatoxin disini
adalah jumlah semua jenis aflatoxin yang terkandung dalam biji-biji kacang tanah.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung
maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil
contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga
merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini
dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini
disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa 100 gram.

11.5 Pengemasan

Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit


mulutnya, berat netto maksimum 75 kg. dan tahan mengalami “handling” baik waktu
pemuatan maupun pembongkaran.

Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman
yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produce of Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


a) AAK. (1993). Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.
b) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (1998). Budidaya Kedelai dan Jagung.
Palangkaraya. Departemen Pertanian.
c) Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri & Pemasaran
JAGUNG & KEDELAI di Indonesia.
d) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
e) Saenong, Sania. (1988). Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Hal. 16/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

f) Sutoro; Yogo Sulaeman; Iskandar. (1988). Pusat Penelitian dan Pengembangan


Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
g) Warisno (1998). Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta. Kanisius.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 17/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
JAHE
( Zingiber Officinale )

1. SEJARAH SINGKAT

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu.


Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh
karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali
memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan
temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia
galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.

Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak
Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan
Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb.

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale

2.2 Deskripsi
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong
berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15
mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun
memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak
berbulu.
Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat
atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang
malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu,
panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah,
berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu,
panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik,
bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm,
lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya
agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5
mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna
putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang
9 mm ; tangkai putik 2

2.3 Jenis Tanaman

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna


rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :

1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak
Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih
menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi
baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar
maupun jahe olahan.

2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit
Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini
selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih
besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping
seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk
diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3) Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil.
sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga
memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga
cocok untuk ramuan obat-obatan.

3. MANFAAT TANAMAN

Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan
rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai
minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi,
industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap,
bandrek, sekoteng dan sirup.
Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami.
Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan
awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri
dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai
bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan
lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif
(peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh
darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik,
anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah
empedu.

4. SENTRA PENANAMAN

Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada


saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir,
Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan.
Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan
negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe
dunia.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim

1) Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara


2.500-4.000 mm/tahun.
2) Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar
matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang
terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
3) Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 o C.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan
banyak mengandung humus.
2) Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah
laterik.
3) Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4.
Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

5.3. Ketinggian Tempat

1) Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-


2.000 m dpl.
2) Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu
fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud
dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh
karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a. Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
b. Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c. Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka
atau lecet.

2) Teknik Penyemaian Bibit


Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan
langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian
bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.

a. Penyemaian pada peti kayu


Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai
kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang
tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata
tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit
tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan
dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit
kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu.
Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada
bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di
atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya
sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut.
Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.

b. Penyemaian pada bedengan


Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam
bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah
penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal
10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup
jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian
seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan
bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat
dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot
dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah
bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas
rendah.
Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap
potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.

3) Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan
cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam
larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah
ditanam.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-
syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang
ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe,
maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.

2) Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm
dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau
remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah
dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit
dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan
tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan
pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan
sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.

3) Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk
encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm,
sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

4) Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara
didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak
tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi
media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp
dan pythium sp.
Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat
diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,
merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah
dan merangsang pembentukan biji.
a. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.

6.3. Teknik Penanaman


1) Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu
memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan
produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara
monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.
Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c. Meningkatkan produktivitas lahan.
d. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya
pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-
sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain.
Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang
tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.

2) Pembutan Lubang Tanam


Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah
yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan.
Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk
menanam bibit.

3) Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara
rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.

4) Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar
bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman
muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat
rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman
agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman
lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan
yang benar.

2) Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu
kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi
tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7
bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur
tersebut rimpangnya mulai besar.
3) Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat
berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu
tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang
muncul ke atas permukaan tanah.
Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di
sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya
dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk
gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk
menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe
berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya
pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun
tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.

4) Pemupukan

a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia
termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara
organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk
kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan
pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk
dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur
tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga
dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal
pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10
bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman.
Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan
penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

b. Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi
pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan
tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20
gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O
(112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga
dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan
K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K
diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis)
diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk
diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau
dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
5) Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk
pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan
penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;

6) Waktu Penyemprotan Pestisida


Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan
bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan
pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk
organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:


1) Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
2) Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan
tanaman jahe menjadi kering dan mati.
3) Kumbang.

7.2. Penyakit

1) Penyakit layu bakeri


Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering.
Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah.
Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit
membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih
susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur
3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang
dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
§ jaminan kesehatan bibit jahe;
§ karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
§ pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
§ pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)

2) Penyakit busuk rimpang


Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan
tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus
berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala:
Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya
tanaman mati.
Pengendalian:
§ penggunaan bibit yang sehat;
§ penerapan pola tanam yang baik;
§ penggunaan fungisida.

3) Penyakit bercak daun


Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui
luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-
bercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik
berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang
terserang bisa mati.
Pengendalian:
baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun
sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

7.3. Gulma

Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara
lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar
lainnya.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia


berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit
unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
serangan hama dari sejak awal pertanaman
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan


digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila


kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa
ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian
rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur
tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri
warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering.
Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan
berlangsung selama 15 hari atau lebih.

8.2. Cara Panen

Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat
garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka.
Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang
dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau
daun pisang kira-kira selama 1 minggu.
Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya
jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.

8.3. Periode Panen


Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan
Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian
atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim
kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun
berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang
dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif
karena lebih banyak kadar airnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25
ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara
10-15 ton/hektar.

9. PASCAPANEN

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran
berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah
bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air
bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan
pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar
kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar
kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang
tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah
plastik/ember.

9.2. Perajangan

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan,
timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari


atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari,
atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling
menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam
sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara
yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50o C - 60o C. Rimpang yang
akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak
saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang
dihasilkan

9.4. Penyortiran Kering.

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan
cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah
atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).

9.5. Pengemasan

Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong


plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30o C
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani
pada tahun 1999 di daerah Bogor.
1) Biaya produksi
2) Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,- = Rp. 3.400.000,-
b. Pupuk
§ Pupuk buatan:
Urea 165 kg @ Rp. 1.100, = Rp. 181.500,-
TSP 160 kg @ Rp. 1800,- = Rp. 288.000,-
KCl 160 kg @ Rp. 1.600,- = Rp. 256.000,-
§ Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,- = Rp. 750.000,-
c. Obat 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
d. Alat Rp. 180.000,
e. Bahan (mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,- Rp. 3.000.000,-
f. Tenaga kerja 200 OH Rp. 2.000.000,-
g. Biaya Lain-lain Rp. 1.000.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 11.355.500,-
2) Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp. 15.000.000,-
3) Keuntungan usaha tani Rp. 3.644.500,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. B/C rasio = 1,321

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir terus mengalami
peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya dapat
dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam
negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga
jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi
permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek
agrobisnis jahe sangat cerah.

11.STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat
pengemasan.

11.2. Deskr ipsi

Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia


SNI– 01–3179–1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.

1) Syarat umum
a. Kesegaran jahe: segar
b. Rimpang bertunas: tidak ada
c. Kenampakan irisan melintang: cerah
c. Bentuk rimpang: utuh
d. Serangga hidup: bebas

2) Syarat Khusus
a. Ukuran berat:
§ mutu I > 250 gram/rimpang;
§ mutu II 150-249 gram/rimpang;
§ mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa <10%.
b. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0 %;
§ mutu II=0 %;
§ mutu III<10 %.
c. Benda asing:
§ mutu I=0 %;
§ mutu II=0 %;
§ mutu III<3 %
d. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0%;
§ mutu II=0%;
§ mutu III <10%

Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan
pengujian,yang meliputi:

1) Penentuan benda-benda asing


Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100–200 gram.
Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan
dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda
asing tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua
penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang
diuji.

2) Penentuan kadar serat


Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven
udara listrik 105 + 1 derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan
teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah
thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C)
selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet.
Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu
berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah
dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu
kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas.
Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan
panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya
bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam.
Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan
saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter)
yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air
mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus.
Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan
pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah
labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah
residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus
gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah
dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian
dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan
isinya pada 105 + 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap.
Dinginkan dan timbanglah.
Pijarkan krus Gooch tersebut pada 600 + 20 derajat C dalam tanur suhu
udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar.
Dinginkanlah krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator
dan timbanglah.

3) Penentuan kadar minyak


a. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35–40 gram
cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam
labu didih.
b. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan
tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.
c. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat
digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih
tersebut beserta isinya.

Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes
bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah
dalam beberapa waktu. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih
kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga
cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak
yang tertampung.

11.4. Pengambilan Contoh

1) Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil
sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum
berat tiap partai 20 ton.
a. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
b. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil
adalah 7
c. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil
adalah 9
d. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil
adalah 10
e. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil
minimum 15.

Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara


acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus
untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang
diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji
untuk ditentukan mutunya.

2) Petugas pengambil contoh


Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah
berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan
suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik
yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas
dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual
dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas
terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA

1) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida


Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3) Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-
Kutub,
Jakarta, 1999
4) ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor.
335 Hal. 32, Juni 1999
5) ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan
Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
6) Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya,
Jakarta, 1999
7) Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995
8) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
9) Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen,
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
10) Paimin F.B., Murhananto, Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe,
Penebar Swadaya, Jakarta, 1998.

KEMBALI KE MENU
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

JAMBU AIR
( Eugenia aquea Burm )

1. SEJARAH SINGKAT
Jambu air berasal dari daerah Indo Cina dan Indonesia, tersebar ke Malaysia dan
pulau-pulau di Pasifik. Selama ini masih terkonsentrasi sebagai tanaman pekarangan
untuk konsumsi keluarga. Buah Jambu air tidak hanya sekedar manis menyegarkan,
tetapi memiliki keragaman dalam penampilan.

Jambu air (Eugenia aquea Burm) dikategorikan salah satu jenis buah-buahan
potensial yang belum banyak disentuh pembudidayannya untuk tujuan komersial.
Sifatnya yang mudah busuk menjadi masalah penting yang perlu dipecahkan.
Buahnya dapat dikatakan tidak berkulit, sehingga rusak fisik sedikit saja pada buah
akan mempercepat busuk buah.

2. JENIS TANAMAN
Sistematika tanaman jambu air adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum
Sub Kingdom : Kormophyta
Super Divisio : Kormophyta biji
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Classis : Dycotyledoneae
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Species : Eugenia aquea

Selain itu juga terdapat 2 jenis jambu air yang banyak ditanam, tetapi keduanya tidak
begitu menyolok perbedaannya. Ke dua jenis tersebut adalah Syzygium quaeum
(jambu air kecil) dan Syzygium samarangense (jambu air besar). Varietas jambu air
besar yakni: jambu Semarang, Madura, Lilin (super manis), Apel dan Cincalo (merah
dan hijau/putih) dan Jenis-jenis jambu air lainnya adalah: Camplong (Bangkalan),
Kancing, Mawar (jambu Keraton), Sukaluyu, Baron, Kaget, Rujak, Neem, Lonceng
(super lebat), dan Manalagi (tanpa biji). Sedangkan varietas yang paling komersil
adalah Cincalo dan Semarang, yang masing-masing terdiri dari 2 macam (merah dan
putih).

3. MANFAAT TANAMAN
Pada umumnya jambu air dimakan segar, tetapi dapat juga dibuat puree, sirop, jeli,
jam/berbentuk awetan lainnya. Selain sebagai “buah meja” jambu air juga telah
menjadi santapan canggih dengan dibuat salada dan fruit coctail. Kandungan kimia
yang penting dari jambu air adalah gula dan vitamin C.

Buah jambu air masak yang manis rasanya, selain disajikan sebagai buah meja juga
untuk rujak dan asinan. Kadang-kadang kulit batangnya dapat digunakan sebagai
obat.

4. SENTRA PENANAMAN
Menurut data statistik dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Jawa Barat,
Kabupaten Karawang, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut,
Cirebon, Subang dan Bekasi termasuk 10 besar sentra penanaman pohon jambu.
Jambu air Cincalo merah banyak terdapat di Karawang dan terkenal dengan jambu
Bolang yang bila matang benar berwarna merah tua kebiruan dengan rasa manis-
asam segar sedangkan Jambu air Semarang (merah dan putih) banyak terdapat di
Indramayu.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Angin sangat berperan dalam pembudidayaan jambu air. Angin berfungsi dalam
membantu penyerbukan pada bunga.

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Tanaman jambu air akan tumbuh baik di daerah yang curah hujannya
rendah/kering sekitar 500–3.000 mm/tahun dan musim kemarau lebih dari 4 bulan.
Dengan kondisi tersebut, maka jambu air akan memberikan kualitas buah yang
baik dengan rasa lebih manis.
3) Cahaya matahari berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan dihasilkan.
Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40–
80 %.
4) Suhu yang cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu air adalah 18-28 derajat C.
5) Kelembaban udara antara 50-80 %.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang cocok bagi tanaman jambu air adalah tanah subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik.
2) Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok sebagai media tanam jambu air adalah
5,5–7,5.
3) Kedalaman kandungan air yang ideal untuk tempat budidaya jambu air adalah 0-
50 cm; 50-150 cm dan 150-200 cm.
4) Tanaman jambu air sangat cocok tumbuh pada tanah datar.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman jambu air mempunyai daya adaptasi yang cukup besar di lingkungan tropis
dari dataran rendah sampai tinggi yang mencapai 1.000 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih/Bibit

Biji berasal dari varietas unggul, berumur lebih dari 15 tahun, produktif dan
produksi stabil. Biji berasal dari buah masak pohon, yang besarnya normal dan
mulus. Biji dikeringanginkan selama 1-3 hari di tempat teduh. Biji-biji yang
memenuhi syarat adalah berukuran relatif besar, ukuran seragam, bernas dan
tidak cacat, dianjurkan dalam meggunakan bibit jambu air hasil
cangkokan/okulasi. Selain lebih mudah dilakukan, cara ini lebih cepat
menghasilkan buah.

2) Persiapan Benih

a. Bibit Enten (Grafting)


Model sambungan yang terbaik adalah sambungan celah. Batang bawah
berasal dari bibit hasil perbanyakan dengan biji yang berumur 10 tahun,

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

sedangkan pucuk berasal dari pohon induk unggul. Setelah disambung bibit
dipelihara selama 2-3 bulan
b. Bibit Cangkok
Cabang yang akan dicangkok berada pada tanaman yang unggul dan produktif.
Cabang yang dipilih tidak telalu tua/muda, berwarna hijau keabu-
abuan/kecoklat-coklatan dengan diameter sedikitnya 1.5 cm. Setelah 2-2.5
bulan (sudah berakar), bibit segera dipotong dan ditanam dipolibag dengan
media campuran : pupuk kandang 1 : 1. Bibit dipelihara selama 1 bulan.

3) Teknik Penyemaian Benih

Persemaian dapat dilakukan di dalam bedengan atau di polibag.


a) Bedengan
1. Olah tanah sedalam 30-40 cm dengan cangkul kemudian keringkan selama
15-30 hari.
2. Buat bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 30-40 cm, panjang sesuai
lahan dan jarak antar bedengan 60 cm.
3. Campurkan 2 kg/m2 pupuk kandang dengan tanah bedengan.
4. Buat sungkup bedengan berbentuk setengah lingkaran dengan tinggi pusat
lingkaran minimal 50 cm. Naungi sungkup dengan plastik bening.
b) Polybag
1. Lubangi dasar polybag diameter 10-15 cm.
2. Isi polibag dengan media berupa campuran tanah, pupuk kandang (2 : 1).
3. Simpan polybag di dalam sungkup.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Pemeliharaan pembibitan dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a) Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari, terutama jika kemarau.
b) Penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma.
c) Pemupukan setiap 3 bulan dengan urea, SP-36 dan KCl (2:1) sebanyak 50-100
gram/m2 atau 4 gram/polibag.
d) Penyemprotan pestisida dengan konsentrasi 30-50% dari dosis anjuran.
e) Membuka sungkup jika cuaca cerah secara berangsur-angsur agar tanaman
dapat beradaptasi dengan lingkungan kebun.

5) Pemindahan Bibit

Bibit di bedengan dipindahkan ke polybag setelah berumur 6 bulan. Pindah tanam


ke lapangan dilakukan setelah bibit berumur 10-12 bulan di persemaian.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Calon tempat tumbuh tanaman jambu air harus dibersihkan dahulu dari berbagai
pengganggu seperti: rerumputan, semak/onak dan binatang. Lahan hanya diolah

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

di lubang tanam dan dilaksanakan 15-30 m hari sebelum tanam. Jarak tanam
jambu air adalah 8 x 8 m dengan lubang tanam berukuran 60 x 60 x 60 cm.

2) Pembukaan Lahan

Tanah yang akan dipergunakan untuk Tanaman jambu air dikerjakan semua
secara bersama, tanaman pengganggu seperti semak-semak dan rerumputan
dibuang, dan benda-benda keras disingkirkan kemudian tanah dibajak atau
dicangkul sampai dalam, dengan mempertimbangkan bibit yang akan ditanam.
Bila bibit berasal dari cangkokan pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam tetapi
bila hasil okulasi perlu pengolahan yang cukup dalam. Kemudian dibuatkan
saluran air selebar 1 m dan kedalam disesuaikan dengan kedalaman air tanah,
guna mengatasi sistem pembuangan air yang kurang lancar. Tanah yang kurus
dan kurang humus/tanah cukup liat diberikan pupuk hijau yang dibuat dengan cara
mengubur ranting-ranting dan dedaunan, dengan kondisi seperti ini dibiarkan
selama kurang lebih 1 tahun kemudian dilanjutkan pembuatan bedengan sesuai
dengan kebutuhan.

3) Pengapuran

Pengapuran tanah sebaiknya dilakukan 1 atau 2 bulan menjelang hujan.

4) Pemupukan

Sebelum penanaman kedalam lubang tanam perlu dimasukkan pupuk kandang


sekitar 1 blek minyak tanah. Jika perlu ditambah 2 genggam pupuk NPK. Setelah
itu perlu diberi pelindung

6.3. Teknik Penanaman

Penanaman jambu air dapat dilakukan di pot/di kebun, Jika yang digunakan adalah
bibit cangkokan maka penanaman batang lebih dalam agar pohon bisa tumbuh
secara kuat.

1) Penentuan Pola Tanam

Bibit jambu air dikebun dapat ditanam dengan pola tanam/jarak tanam 8 x 8 m.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam sebaiknya dibuat pada akhir musim kemarau/menjelang musim


hujan, agar pada saat mendekati musim hujan, tanaman sudah berdiri. Dengan
demikian tanaman baru (pada musim hujan) tidak perlu disiram 2 kali sehari.
Penyiapan lubang tanaman terdiri dari:
a) mula-mula tanah digali di tempat yang sudah ditentukan;
b) ukuran lubang ukuran lubang: panjang x lebar x dalam = 60 x 60 x 60 cm. atau
panjang x lebar x dalam = 1 x 1 x 0,5 m.

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Cara Penanaman

Bibit jambu air ditanam ke dalam lubang tanam berukuran 60 x 60 x 60 cm. Perlu
memperhatikan kedalaman penanaman dan waktu penanaman sebaiknya
dilaksanakan persis pada awal musim hujan dan pada sore hari.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 1 bulan. Bibit yang tidak


tumbuh diganti dengan bibit baru yang ditanam pada lubang tanam yang sama.

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan maksud menyuburkan tanah, membuang rumput


liar/tanaman liar (kalau ada) atau binatang yang mendekap diantara tanah.
Dengan penyiangan dapat memeriksa keadaan lapisan tanah.

3) Pemupukan

Pemupukan jambu air dapat diberikan sebelum berbuah dan sesudah berbuah,
sebaiknya setelah dilakukan penyiangan.
a) Tanaman belum berbuah
1. Pupuk kandang diberikan sekali gus pada awal musim hujan.
2. Pupuk urea diberikan 1/3 bersamaan dengan pupuk kandang.
3. 2 minggu setelah itu, sisa urea diberikan bersamaan dengan TSP dan KCl.
b) Tanaman sudah berbuah
1. Pupuk kandang diberikan sekaligus pada awal musim hujan.
2. Pupuk urea 2/3, TSP 1/2, KCl 1/3 diberikan pada saat tanaman belum
berbunga (bersamaan dengan pemberian pupuk kandang dan saat hujan
pertama mulai turun).
3. Sisa pupuk diberikan setelah buah membesar (umur buah sekitar 1-2 bulan
sejak berbunga dan ukuran buah ± sebesar telur puyuh). Cara pemberian
pupuk tersebut sebaiknya dibenam dalam Rorak (got) sedalam 20-30 cm
mengelilingi tajuk pohon. Dosis pupuk bagi pohon jambu air umur ≥ 15 tahun.
4. Pupuk kandang: maksimal 30 kaleng minyak tanah.
5. Pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl (masing-masing) : 2500 gram.

Kenaikan takaran pupuk tersebut setiap tahun setelah jambu air berumur ≥ 10
tahun ialah:
a) Pupuk kandang: 2 kaleng minyak tanah.
b) Pupuk Urea: 100 gram.
c) Pupuk TSP: 50 gram.
d) Pupuk KCl: 50-100 gram.

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengairan dan Penyiraman

Tanaman jambu air yang hidup pada tanah dengan kedalaman air tanah 150-200
cm, pada musim kemarau sangat memerlukan penyiraman, agar tanah tetap
lembab. Ketika masih muda, selama 2 minggu pertama tanaman muda perlu diairi
1-2 kali sehari. Jika sudah cukup besar dan perakarannya dalam, tanaman
disirami 10-12 kali sebulan.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan dilakukan secara teratur 1-2 kali seminggu. Awal penyemprotan


dilakukan saat buah jambu air sebesar telur puyuh (umur ± 1-2 bulan sejak
berbunga). Akhir penyemprotan dilakukan saat buah jambu air akan dipetik
(sebulan sebelum dipetik dan warna buah sudah berubah) atau sampai gejala
serangannya hilang. Ketika hendak melakukan penyemprotan pestisida, atau
pupuk daun/hormon, kita harus memperhatikan cuaca waktu itu. Kalau langit
mendung dan kemungkinannya akan turun hujan, sebaiknya penyemprotan
ditunda dulu.

6) Pemeliharaan Lain

Pemangkasan dilakukan dengan tujuan untuk membentuk pohon, pemeliharaan


dan peremajaan. Membentuk pohon: dilakukan setelah mencapai ketinggian 2
meter, dengan ketinggian 1,35-1,5 m dari permukaan tanah dan bagian yang
dipangkas adalah cabang/tunas. Untuk pemeliharaan: dilakukan setiap saat
kecuali ketika tanaman sedang berbunga, bagian yang ditanam adalah dahan-
dahan yang tua, yang mati kering, luka serta tidak sempurna. Untuk peremajaan:
memangkas seluruh bagian tanaman yang sudah kelewat tua, tidak berproduksi
atau diserang hama.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat kupu-kupu gajah

Ciri: panjang 12 cm, warna hijau muda kebiru-biruan, bertubuh gemuk dan lunak,
tertutup lapisan lilin keputih-putihan. Telur-telurnya ditaruh di tepi daun, 2-3 butir
bersama-sama, warna merah muda. Kepompong berada di antara beberapa daun
atau di sebelah bawah daun. Ulat-ulat tersebut sangat rakus memakan daun.
Pengendalian: dengan cara mengumpulkan telur, ulat, dan kepompong untuk
dimusnahkan.

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Kutu perisai hijau

Ciri: panjang kutu 3-5 mm, warna hijau (kadang agak kemerahan). Melekat pada
bagian-bagian pohon yang hijau dan di bagian bawah daun. Menyebabkan
terjadinya cendawan hitam seperti jelaga. Pengendalian: cara alami dimakan oleh
beberapa macam kepik (merah tua, panjang 5 mm dan biru panjang 6 mm) dan
ulat (warna merah muda, panjang 13 mm). Kutu ini di musim penghujan bisa
musnah oleh serangan beberapa macam cendawan.

3) Keluang dan codot

Pengendalian: buah-buahan yang hampir tua dibungkus kantong kertas/kain-kain


bekas.

4) Pasilan atau benalu

Pengendalian: dibuang dan dibersihkan.

5) Lalat buah (dacus pedestris)

Buah dan daun yang terserang oleh ulat ini. Lalat ini meletakkan telurnya pada
daging buah, sehingga setelah menetas larvanya memakan buah jambu air.
Pengendalian: dengan insektisida Diazinon atau Bayrusil yang disemprotkan ke
pohon, daun dan buah yang masih pentil dengan dosis sesuai anjuran.

6) Penggerek batang

Pengendalian: dengan cara menyumbatkan kapas yang telah direndam


insektisida Diazinon atau Bayrusil kedalam lubang batang yang digerek.

7) Ulat penggulung/pemakan daun

7.2. Penyakit

1) Gangguan pada akar

Pemupukan yang kurang hati-hati pada jambu air yang sedang berbuah dapat
menyebabkan akar tanaman luka, maka bunga atau buah jambu air bisa rontok.
Semua ini terjadi karena tanaman tidak mendapat suplai air dan zat makanan
sebagaimana mestinya akibat rusaknya akar tersebut. Selain itu tanah yang
berlebihan supali air juga dapat merontokkan bunga/buah, sebab sebab air yang
menggenang membuat akar susah bernafas dan mengundang cendawan yang
bisamembusukkan akar.

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Gangguan pada buah

Penyebab: ulat (lalat) buah dan sejenis cendawan yang mengakibatkan buah
rontok, busuk. Serangga ini langsung menyerang buah dengan ciri noda berwarna
kecoklatan atau kehitaman pada permukaan buah. Pengendalian: (1) cara
membungkus buah sewaktu masih dipohon (2) dengan penyemprotan insektisida
thioda (2-3 cc/liter air) dan fungisida dithane (3 cc/liter air)

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman jambu air dapat berbuah setelah berumur 3-4 tahun, berbunga sebanyak 2
kali dalam setahun (Juli dan September) dan buahnya masak pada Agustus dan
Nopember. Ciri-ciri buah yang dapat dipanen dinilai dari tingkat kematangan
berdasarkan warna kulit buah, yaitu hijau muda, hijau tua, hijau sedikit merah hijau-
merah dan merah hijau. Keadaan fisik buah juga menjadi kriteria dalam panen yaitu
semakin terlihat matang buah yang nampak, maka semakin merah warna kulitnya
dan makin besar pula ukuran fisiknya.

8.2. Cara Panen

Buah dipetik dari rangkaiaanya dengan hati hati jangan sampai rusak, apalagi jatuh.

8.3. Periode Panen

Masa berbuah jambu air bisa lebih dari 1 kali dalam setahun, tergantung pada
keadaan lingkungan.

8.4. Prakiraan Produksi

Buah jambu air jenis merah–hijau dapat dipanen bila warna merah pada buah jambu
lebih banyak dari pada warna hijaunya, Pada saat tersebut nisbah TPT/asam dan
Vitamin C-nya masing-masing adalah 80,8 dan 48 kg/100 gram

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Buah hasil panen dikumpulkan dimasukan kedalam keranjang plastik dan disimpan
sementara di ruangan yang sejuk. Buah dari jenis yang berbeda tidak disatukan
dengan jenis yang lain.

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pisahkan buah yang cacat dari yang baik, kemudian klasifikasikan buah berdasarkan
ukurannya. Buah dicuci bersih dengan air mengalir atau dialiri air kemudian ditiriskan
di rak pengeringan.

9.3. Penyimpanan

Buah yang telah dikemas disimpan di daerah yang teduh kering dan sejuk.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Buah dikemas dalam keranjang plastik dan disusun rapi agar tidak berpindah tempat
selama dalam pengangkutan. Sebaiknya bauh disimpan dalam cold storage jika tidak
langsung diangkut ke pasar.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya jambu air seluas 1 hektar dengan jarak tanam 8 x 8 m,
populasi 156 pohon di Jawa Barat pada tahun 1999.

1) Biaya produksi tahun ke-1


1. Sewa Lahan Rp. 30.000.000,-
2. Bibit 160 batang @ Rp. 3.000,- Rp. 480.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang 6 ton @ Rp. 150.000,-/ton Rp. 900.000,-
- Urea 25 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 37.500,-
- SP-36 25 kg @ Rp.1.900,- Rp. 47.500,-
- KCl 25 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 45.000,-
4. Pestisida 4 liter Rp. 625.000,-
5. Tenaga kerja
- Lubang tanam, ajir 15 HKP @ Rp. 7.500,- Rp. 112.500,-
- Beri pupuk 5HKP + 10 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 87.500,-
- Tanam 5 HKP + 6 HKW Rp. 67.500,-
- Pemeliharaan 40 HKP+20 HKW Rp. 400.000,-

2) Biaya produksi tahun ke-2 s.d. ke-4


1. Pupuk
- Pupuk kandang 10 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 1.500.000,-
- Urea 75 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 112.500,-
- SP-36 50 kg @ Rp.1.900,- Rp. 95.000,-
- KCl 50 kg @ Rp.1.800,- Rp. 90.500,-
2. Pestisida 5 liter Rp. 781.250,-

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. Tenaga kerja
- Tenaga pemeliharaan 50 HKP+50 HKW Rp. 625.000,-
4. Alat Rp. 600.000,-

3) Biaya produksi tahun ke-5 s.d. ke-15


1. Pupuk
- Pupuk kandang 24 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,-
- Urea 125 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 187.500,-
- SP-36 300 kg @ Rp.1.900,- Rp. 570.000,-
- KCl 150 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 270.000,-
2. Pestisida 7 liter Rp. 1.093.750,-
3. Alat Rp. 450.000,-
4. Tenaga kerja
- Pemeliharaan 50 HKP + 60 HKW Rp. 675.000,-
- Panen & pasca panen 40 HKP + 50 HKW Rp. 550.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 15 tahun Rp. 125.574.000,-

4) Pendapatan dari hasil produksi (15 tahun) : 73,32 ton Rp. 219.960.000,-

5) Keuntungan bersih 15 tahun Rp. 94.386.000,-

6) Parameter kelayakan usaha


1. B/C rasio = 1,752

Panen dimulai pada tahun ke 5 dan keuntungan mulai diraih pada tahun ke enam.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Prospek komoditi jambu air cukup cerah, sebab permintaan terhadap komoditi ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Hanya dalam membudidayakan tanaman jambu
air perlu memilih jenis yang tepat, yakni yang banyak digemari masyarakat, seperti
cincalo.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai
diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.
a. Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
b. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 101 sampai dengan 300, contoh yang diambil
7.
c. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
d. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
e. Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15
(minimum).

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

11.5. Pengemasan

Jambu air dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih
maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain:
nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat bersih,
negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Sarwono B. (1990). Jenis-jenis Jambu Air Top. Jakarta, Trubus.
2) Guntur, Henny. (1985). Jambu Baron. Jakarta, Asri.
3) Kanisius, Aksi agraris. (1980). Bertanam Pohon Buah-buahan I.
4) Yayasan Kanisius, Yogyakarta.(1987). Bertanam Jambu Air. Jakarta, Trubus.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

JAMBU BIJI / JAMBU BATU


( Psidium guajava L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris
disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar
ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah
dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut
juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu tersebut kemudian dilakukan
persilangan melalui stek atau okulasi dengan jenis yang lain, sehingga akhirnya
mendapatkan hasil yang lebih besar dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan
tidak berbiji yang diberi nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari
Bangkok.

2. JENIS TANAMAN
Dari sejumlah jenis jambu biji, terdapat beberapa varietas jambu biji yang digemari
orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomisnya yang relatif lebih tinggi
diantaranya:
1) Jambu sukun (jambu tanpa biji yang tumbuh secara partenokarpi dan bila tumbuh
dekat dengan jambu biji akan cenderung berbiji kembali).

Hal. 1/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Jambu bangkok (buahnya besar, dagingnya tebal dan sedikit bijinya, rasanya
agak hambar). Setelah diadakan percampuran dengan jambu susu rasanya
berubah asam-asam manis.
3) Jambu merah.
4) Jambu pasar minggu.
5) Jambu sari.
6) Jmabu apel.
7) Jambu palembang.
8) Jambu merah getas.

3. MANFAAT TANAMAN
1) Sebagai makanan buah segar maupun olahan yang mempunyai gizi dan
mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi, dengan kadar gula 8%. Jambu
biji mempunyai rasa dan aroma yang khas disebabkan oleh senyawa eugenol.
2) Sebagai pohon pembatas di pekarangan dan sebagai tanaman hias.
3) Daun dan akarnya juga dapat digunakan sebagai obat tadisional.
4) Kayunya dapat dibuat berbagai alat dapur karena memilki kayu yang kuat dan
keras.

4. SENTRA PENANAMAN
Jambu biji dibudidayakan di negara-negara seperti Jepang, Malaysia, Brazilia dan
lain-lain. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan sentra penanaman buah jambu
terbesar antara lain di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah DI
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sentra produksi yang lain adalah Sumatera dan
Kalimantan. Pada tahun-tahun terakhir ini jambu biji telah berkembang dan kemudian
muncul jambu Bangkok yang dibudidayakan di kota Kleri, Kabupaten Karawang,
Jawa Barat.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Dalam budidaya tanaman jambu biji angin berperan dalam penyerbukan, namun
angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan pada bunga.
2) Tanaman jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di
daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara
1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun.
3) Tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal
pada suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat
menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), yang ideal musim
berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-

Hal. 2/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

September sedang musim buahnya terjadi bulan Nopember-Februari bersamaan


musim penghujan.
4) Kelembaban udara sekeliling cenderung rendah karena kebanyakan tumbuh di
dataran rendah dan sedang. Apabila udara mempunyai kelembaban yang rendah,
berarti udara kering karena miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk
pertumbuhan tanaman jambu bij.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman jambu biji sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah.
2) Jambu biji dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak
mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat
dan sedikit pasir.
3) Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya,
yaitu antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan
pengapuran terlebih dahulu.

5.3. Ketinggian Tempat

Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1200
m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Pembibitan pohon jambu biji dilakukan melalui sistem pencangkokan dan okulasi,
walaupun dapat juga dilakukan dengan cara menanam biji dengan secara langsung.

1) Persyaratan Benih

Benih yang diambil biasanya dipilih dari benih-benih yang disukai oleh masyarakat
konsumen yang merupakan bibit unggulan seperti jambu bangkok. Bibit yang baik
antara lain yang berasal dari:
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.

2) Penyiapan Benih

Setelah buah dikupas dan diambil bijinya, lalu disemaikan dengan jalan fermentasi
biasa (ditahan selama 1-2 hari) sesudah itu di angin-anginkan selama 24 jam
(sehari semalam). Biji tersebut direndam dengan larutan asam dengan
perbandingan 1:2 dari air dan larutan asam yang terdiri dari asam chlorida (HCl)

Hal. 3/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

25% Asam Sulfat (H2S04) BJ : 1.84, caranya direndam selama 15 menit


kemudian dicuci dengan air tawar yang bersih sebanyak 3 kali berulang/dengan
air yang mengalir selama 10 menit, kemudian dianginkan selama 24 jam. Untuk
menghidari jamur, biji dapat dibalur dengan larutan Dithane 45, Attracol 70 WP
atau fungisida lainnya. Setelah batang pokok telah mencapai ketinggia 5-6 meter
bibit yang disemaikan baru dapat dilakukan okulasi /cangkok yang kira-kira telah
bergaris tengah 1cm dan tumbuh lurus, kemudian dengan menggunakan pisau
okulasi dilakukan pekerjaan okulasi dan setelah selesai pencangkokan ditaruh
dalam media tanah baik dalam bedengan maupun didalam pot/kantong plastik,
setelah tanaman sudah cukup kuat baru dipindah kelokasi yang telah disiapkan.

3) Teknik Penyemaian Benih

Pilih lahan yang gembur dan sudah mendapat pengairan serta mudah dikeringkan
disamping itu mudah diawasi untuk penyemaian. Cara penyemaian adalah
sebagai berikut: tanah dicangkul sedalam 20-30 cm sambil dibersihkan dari
rumput-rumput, batu-batu dan sisa pepohonan dan benda keras lainnya,
kemudian tanah dihaluskan sehingga menjadi gembur dan dibuat bedengan yang
berukuran lebar 3-4 m dan tinggi sekitar 30 cm, panjang disesuaikan dengan
lahan yang idel sekitar 6-7 m, dengan keadaan bedengan membujur dari utara ke
selatan, supaya mendapatkan banyak sinar matahari, dengan jarak antara bedeng
1 m, dan untuk menambah kesuburan dapat diberi pupuk hijau, kompos/pupuk
kandang sebanyak 40 kg dengan keadaan sudah matang dan benih siap
disemaikan. Selain melalui proses pengecambahan biji juga dapat langsung
ditunggalkan pada bedeng-bedang yang sudah disiapkan, untuk menyiapkan
pohon pangkal lebih baik melalui proses pengecambahan, biji-biji tersebut ditanam
pada bedeng-bedeng yang berjarak 20-30 cm setelah berkecambah sekitar umur
1-2 bulan, sudah tumbuh daun sekitar 2-3 helai maka bibit dapat dipindahkan dari
bedeng persemaian ke bedeng penanaman. Setelah mencapai keinggian 5-6 m,
kurang lebih telah berumur 6-9 bulan pencangkokan atau okulasi dapat dimulai
dengan mengerat cabang sepanjang 10-15 cm kemudian diberi media tanah yang
telah diberi pupuk kandang, kemudian dibalut dengan sabut kelapa atau plastik
yang telah diberi lubang-lubang sirkulasi, kemudian diikat dengan tali plastik
supaya menjaga petumbuhan akar tidak mengalami hambatan. Akar akan tumbuh
dengan cepat, sekitar 2-3 bulan. Mulai dlakukan okulasi dengan mata tangkai
yang telah berumur 1 th, melalui cara Forkert yng disempurnakan, dengan lebar
0,8 cm setinggi 10 cm dari permukaan tanah, setelah dikupas kulitya sebesar 2/3
pada bagian bibir kulit dan setelah berumur 2-3 minggu tali dilepas jika kelihatan
mata tetap konndisi hijau, okulasi dianggap berhasil dan pohon pangkal diatas
okulasi setinggi 5 cm direndahakan supaya memberi kesempatan mata terebut
untuk berkembang dan setelah itu pohon pangkal dipotong, bibit hasil okulasi
dapat dipindah pada pot-pot atau kantong plastik, kemudian dilakukan
pemotongan pada akar tunggang sedikit supaya akar akan lebih cepat berkebang.
Setelah itu baru dilakukan penanaman dalam lobang-lobang bedengan yang telah
dipersiapkan.

Hal. 4/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Pemberian pupuk kandang sebelum disemaikan akan lebih mendorong


pertumbuhan benih secara cepat dan merata, setelah bibit mulai berkecambah
sekitar umur 1-1,5 bulan dilakukan penyiraman dengan menggunakan larutan
Atoik 0,05-0,1% atau Gandasil D 0,2%, untuk merangsang secara langsung pada
daun dan akar, sehingga memberikan kekuatan vital untuk kegiatan pertumbuhan
sel. Setelah itu dilakukan penyiraman pagi-sore secara rutin, hingga kecambah
dipindah ke bedeng pembibitan, penyiraman dilakukan cukup 1 kali tiap pagi hari
sampai menjelang mata hari terbit, alat yang digunakan "gembor" supaya
penyiraman dapat merata dan tidak merusak bedengan, diusahakan supaya air
dapat menembus sedalam 3-4 cm dari permukaan. Selanjutnya dilakukan
pendangiran bedengan supaya tetap gembur, dilakukan setiap 2-3 minggu sekali,
rumput yang tumbuh disekitarnya supaya disiangi, hindarkan dari serangan hama
dan penyakit, sampai umur kurang lebih 1 tahun, baru setelah itu dapat dilakukan
pengokulasian dengan sistem Fokert yang sudah disempurnakan, sebelum
dilakukan okulasi daun-daun pohon induk yang telah dipilih mata kulitnya
dirontokkan, kemudian setelah penempelan mata kulit dilakukan, ditunggu sampai
mata kulit itu tumbuh tunas, setelah itu batang diatas tunas baru pada pohon induk
di pangkas, kemudian rawat dengan penyiraman 2 kali sehari dan mendangir
serta membersihkan rumput-rumput yang ada disekitarnya. pemberian pupuk
daun dengan Gundosil atau Atonik diberikan setiap 2 minggu sekali selama 4
bulan dengan cara disemprotkan melalui daun, tiap tanaman disemprot 50 cc
larutan.

5) Pemindahan Bibit

Cara pemindahan bibit yang telah berkecambah atau telah di cangkok maupun
diokulasi dapat dengan mencungkil atau membuka plastik yang melekat pada
media penanaman dengan cara hati-hati jangan sampai akar menjadi rusak, dan
pencungkilan dilakukan dengan kedalaman 5 cm, agar tumbuh akar lebih banyak
maka dalam penanaman kembali akar tunggangnya dipotong sedikit untuk
menjaga terjadinya penguapan yang berlebihan, kemudian lebar daun dipotong
separuh. Ditanam pada bedeng pembibitan dengan jarak 6-7 m dan ditutupi
dengan atap yang dipasang miring lebih tinggi di timur, dengan harapan dapat
lebih banyak kena sinar mata hari pagi. Dan dilakukan penyiraman secara rutin
tiap hari 2 kali, kecuali ditanam pada musim penghujan.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Sebagai salah satu syarat dalam mempersiapkan lahan kebun buah-buahan


khususnya Jambu biji dipilih tanah yang subur, banyak mengandung unsur
nitrogen, meskipun pada daerah perbukitan tetapi tanahnya subur, dilakukan
dengan cara membuat sengkedan (teras) pada bagian yang curam, kemudian
untuk menggemburkan tanah perlu di bajak atau cukup dicangkul dengan

Hal. 5/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kedalaman sekitar 30 cm secara merata. Selanjutnya diberi pupuk kandang


dengan dosis 40 kg/m persegi, kemudian dibuatkan bedengan dengan ukuran
1,20 m yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran yang diperlukan.

2) Pembukaan Lahan

Tanah yang akan dipergunakan untuk kebun jambu biji dikerjakan semua secara
bersama, tanaman pengganggu seperti semak-semak dan rerumputan dibuang,
dan benda-benda keras disingkirkan kemudian tanah dibajak atau dicangkul
dalam, dengan mempertimbangkan bibit yang mau ditanam. Bila bibit berasal dari
cangkokan pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam (30 cm), tetapi bila hasil
okulasi perlu pengolahan yang cukup dalam (50 cm). Kemudian dibuatkan saluran
air selebar 1 m dan ke dalam disesuaikan dengan kedalaman air tanah, guna
mengatasi sistem pembuangan air yang kurang lancar. Tanah yang kurus dan
kurang humus/ tanah cukup liat diberikan pupuk hijau yang dibuat dengan cara
mengubur ranting-ranting dan dedaunan dengan kondisi seperti ini dibiarkan
selama kurang lebih 1 tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan pemupukan
sebanyak 2 kaleng minyak tanah (4 kg) per meter persegi. Dilanjutkan pembuatan
bedengan sesuai dengan kebutuhan.

3) Pembentukan Bedengan

Tanah yang telah gembur, dibuatkan bedang-bedang yang berukuran 3 m lebar,


panjang sesuai dengan kebutuhan, tinggi sekitar 30 cm. Bagian atas tanah
diratakan guna menopang bibit yang akan ditanam. Idealnya jarak baris
penanaman benih sekitar 4 m, dipersiapakan jarak didalam baris bedengan
sepanjang 2,5 m dengan keadaan membujur dari utara ke selatan, supaya
mendapatkan banyak sinar matahari pagi, setelah diberi atap pelindung dengan
jarak antara bedeng 1 m, untuk sarana lalu-lintas para pekerja dan dapat
digunakan sebagai saluran air pembuangan, untuk menambah kesuburan dapat
diberi pupuk hijau, kompos/pupuk kandang yang sudah matang. Terkecuali
apabila penanaman jenis jambu Bangkok menggunakan jarak tanaman antara 3
x 2 m.

4) Pengapuran

Pengapuran dilakukan apabila dataran yang berasal dari tambak dan juga dataran
yang baru terbentuk tidak bisa ditanami, selain tanah masih bersifat asam juga
belum terlalu subur. Caranya dengan menggali lobang-lobang dengan ukuran 1 x
1 m, dasar lobang ditaburkan kapur sebanyak 0,5 liter untuk setiap lobang, guna
menetralkan pH tanah hingga mencapai 4,5-8,2. Setelah 1 bulan dari penaburan
kapur diberi pupuk kandang.

5) Pemupukan

Setelah jangka waktu 1 bulan dari pemberian kapur pada lubang-lubang yang
ditentukan kemudian diberikan pupuk kandang dengan urutan pada bulan pertama

Hal. 6/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

diberi NPK dengan dosis 12:24:81 ons/pohon, bulan kedua dilakukan sama
dengan bulan pertama, pada bulan ketiga diberi NPK dengan dosis 15:15:15
ons/pohon dan bulan ke 4 sampai tanaman berbuah, supaya jambu tetap bebuah
gunakan pupuk kandang yang sudah matang dan ditanamkan sejauh 30 cm dari
batang tanaman. Pemupukan merupakan bagian terpenting yang peggunaannya
tidak dapat sembarangan, terlebih-lebih kalau menggunakan pupuk buatan seperti
NPK, kalau dilakukan berlebihan akan berakibat adanya perubahan sifat dari
pupuk menjadi racun yang akan membahayakan tanaman itu sendiri.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Setelah terjadi proses perkecambahan biji yang telah cukup umur ditempatan
pada bedeng-bedang yang telah siap. Juga penyiapan pohon pangkal sebaiknya
melalui proses perkecambahan kemudian ditanam dengan jarak 20 x 30 cm
setelah berkecambah dan berumur 1-2 bulan atau telah tumbuh daun sebanyak 2-
3 helai maka bibit/zaeling dapat dipindahkan pada bedeng ke dua yang telah
dibentuk selebar 3-4 m dengan jarak tanam 7-10 m dengan kedalaman sekitar 30-
40 cm, jarak antara bedeng selebar 1 m, didahului perataan tanah ditengah
bedengan guna pembuatan lubang-lubang penanaman. Untuk menghindari
sengatan sinar matahari secara langsung dibuat atap yang berbentuk miring lebih
tinggi ke timur dengan maksud supaya mendapatkan sinar matahari pagi hari
secara penuh.

2) Pembuatan Lubang Tanaman

Pembuatan lubang pada bedeng-bedeng yang telah siap untuk tempat


penanaman bibit jambu biji yang sudah jadi dilakukan setelah tanah diolah secara
matang kemudian dibuat lobang-lobang dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m yang
sebaiknya telah dipersiapkan 1 bulan sebelumnya dan pada waktu penggalian
tanah yang diatas dan yang dibawah dipisahkan, nantinya akan dipergunakan
untuk penutup kembali lubang yang telah diberi tanaman, pemisahan tanah galian
tersebut dibiarkan selama 1 minggu dimaksudkan agar jasad renik yang akan
mengganggu tanaman musnah; sedangkan jarak antar lubang sekitar 7-10 m.

3) Cara Penanaman

Setelah berlangsung selama 1 pekan lubang ditutup dengan susunan tanah


seperti semula dan tanah di bagian atas dikembalikan setelah dicampur dengan 1
blek (1 blek ± 20 liter) pupuk kandang yang sudah matang, dan kira-kira 2 pekan
tanah yang berada di lubang bekas galian tersebut sudah mulai menurun baru
bibit jambu biji ditanam, penanaman tidak perlu terlalu dalam, secukupnya,
maksudnya batas antara akar dan batang jambu biji diusahakan setinggi
permukaan tanah yang ada disekelilingnya. Kemudian dilakukan penyiraman
secara rutin 2 kali sehari (pagi dan sore), kecuali pada musim hujan tidak perlu
dilakukan penyiraman.

Hal. 7/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Lain-lain

Pada awal penanaman di kebun perlu diberi perlindungan yang rangkanya dibuat
dari bambu/bahan lain dengan dipasang posisi agak tinggi disebelah timur, agar
tanaman mendapatkan lebih banyak sinar matahari pagi dari pada sore hari, dan
untuk atapnya dapat dibuat dari daun nipah, kelapa/tebu. Sebaiknya penanaman
dilakukan pada awal musim penghujan, agar kebutuhan air dapat dipenuhi secara
alamiah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

Meskipun penanaman jambu biji mampu tumbuh dan menghasilkan tanpa perlu
diperhatikan keadaan tanah dan cuaca yang mempengaruhinya tetapi akan lebih
baik apabila keberadaannya diperhatikan, karena tanaman yang diperhatikan
dengan baik akan memberikan imbalan hasil yang memuaskan.

1) Penjarangan dan Penyulaman

Karena kondisi tanah telah gembur dan mudah tanaman lain akan tumbuh kembali
terutama Gulma (tanaman pengganggu), seperti rumput-rumputan dan harus
disiangi sampai radius 1,5-2 m sekeliling tanaman rambutan. Apabila bibit tidak
tumbuh dengan baik segera dilakukan penggantian dengan bibit cadangan. Dan
apabila tumbuh tanaman terlalu jauh jaraknya maka perlu dilakukan penyulaman
dan sebaliknya apabila tumbuhnya sangat berdekatan penjarangan.

2) Penyiangan

Selama 2 minggu setelah bibit yang berasal dari cangkokan/ okulasi ditanam di
lahan perlu penyiangan dilakukan hanya pada batang dahan tua (warna coklat)
dengan dahan muda (warna hijau) dan apabila buah terlalu banyak, tunas yang
ada dalam satu ranting bisa dikurangi, dengan dikuranginya tunas yang tidak
diperlukan akan berakibat buah menjadi besar dan menjadi manis rasanya.
Khusus jambu non biji dengan membatasi percabangan buahnya maksimal 3
buah setelah panjang 30-50 cm dilakukan pangkasan, dan setelah tumbuh
cabang tersier segera dilenturkan ke arah mendatar, guna untuk merangsang
tunas bunga dan buah yang akan tumbuh.

3) Pembubunan

Supaya tanah tetap gembur dan subur pada lokasi penanaman bibit jambu biji
perlu dilakukan pembalikan dan penggemburan tanah supaya tetap dalam
keadaan lunak, dilakukan setiap 1 bulan sekali hingga tanaman bisa dianggap
telah kuat betul.

Hal. 8/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Perempalan

Agar supaya tanaman jambu biji mendapatkan tajuk yang rimbun, setelah
tanaman berumur 2 tahun segera dilakukan perempelan/ pemangkasan pada
ujung cabang-cabangnya. Disamping untuk memperoleh tajuk yang seimbang
juga berguna memberi bentuk tanaman, juga memperbanyak dan mengatur
produksi agar tanaman tetap terpelihara dan pemangkasan juga perlu dilakukan
setelah masa panen buah berakhir, dengan harapan agar muncul tajuk-tajuk baru
sebagai tempat munculnya bunga baru pada musim berikutnya dengan hasil lebih
meningkat atau tetap stabil keberadaannya.

5) Pemupukan

Untuk menjaga agar kesuburan lahan tanaman jambu biji tetap stabil perlu
diberikan pupuk secara berkala dengan aturan:
a) Pada tahun 0-1 umur penanaman bibit diberikan pada setiap pohon dengan
campuran 40 kg pupuk kandang, 50 kg TSP, 100 gram Urea dan 20 gram ZK
dengan cara ditaburkan disekeliling pohon atau dengan jalan menggali di
sekeliling pohon sedalam 30 cm dan lebar antara 40-50 cm, kemudian
masukkan campuran tersebut dan tutup kembali dengan tanah galian
sebelumnya. Tanaman bisa berbuah 2 kali setahun.
b) Pemupukan tanaman umur 1-3 tahun, setelah tanaman berbuah 2 kali.
Pemupukan dilakukan dengan NPK 250 gram/pohon, dan TSP 250
gram/pohon, dan seterusnya cara seperti ini dilakukan setiap 3 bulan sekali
dengan TSP dan NPK dengan takaran sama.
c) Pemupukan tanaman umur 3 tahun keatas, Kalau pertumbuhan tanaman
kurang sempurna, terutama terlihat pada pertumbuhan tuas hasil pemangkasan
raning, berarti selain TSP dan NPK dengan ukuran yang sama tanaman
memerlukan pupuk kandang sebanyak 2 kaleng minyak per pohon.

Cara pemupukan dilakukan dengan membuat torakan yang mengelilingi tanaman


persis di bawah ujung tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm dan pupuk
segera di tanam dalam torakan tersebut dan ditutup kembali dengan bekas galian
terdahulu.

6) Pengairan dan Penyiraman

Selama dua minggu pertama setelah bibit yang berasal dari cangkokan atau
okulasi ditanam, penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari, pagi dan sore.
Dan minggu-minggu berikutnya penyiraman dapat dikurangi menjadi satu kali
sehari. Apabila tanaman jambu biji telah tumbuh benar-benar kuat frekuensi
penyiraman bisa dikurangi lagi yang dapat dilakukan saat-saat diperlukansaja.
Dan bila turun hujan terlalu lebat diusahakan agar sekeliling tanaman tidak
tegenang air dengan cara membuat lubang saluran untuk mengalirkan air.
Sebaliknya pada musim kemarau tanah kelihatan merekah maka diperlukan
penyiraman dengan menggunakan pompa air 3 PK untuk lahan seluas kurang
lebih 3000 m2 dan dilakukan sehari sekali tiap sore hari.

Hal. 9/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7) Waktu Penyemprotan Pestisida

Guna menjaga kemungkinan tumbuhnya penyakit atau hama yang ditimbulkan


baik karena kondisi cuaca dan juga dari hewan-hewan perusak, maka perlu
dilakukan penyemprotan pestisida pada umumnya dengan nogos, antara 15-20
hari sebelum panen dan juga perlu disemprot dengan sevin atau furadan terutama
untuk menghindarkan adanya ulat jambu, tikus atau jenis semut-semutan,
disamping itu penyemprotan dilakukan dengan fungisida jenis Delsene 200 MX
guna memberantas cendawan yang akan mengundang hadirnya semut-semut.
Disamping itu juga digunakan insektisida guna memberantas lalat buah dan kutu
daun disemprot 2 x seminggu dan setelah sebulan sebelum panen penyemprotan
dihentikan.

8) Pemeliharaan Lain

Untuk memacu munculnya bunga Jambu biji diperlukan larutan KNO3 (Kalsium
Nitrat) yang akan mempercepat 10 hari lebih awal dari pada tidak diberi KNO3 dan
juga mempunyai keunggulan memperbanyak "dompolan" bunga (tandan) jambu
biji pada setiap stadium (tahap perkembangan) dan juga mempercepat
pertumbuhan buah jambu biji, cara pemberian KNO3 dengan jalan
menyemprotkan pada pucuk-pucuk cabang dengan dosis antara 2-3 liter larutan
KNO3 untuk setiap 10 pucuk tanaman dengan ukuran larutan KNO3 adalah 10
gram yang dilarutkan dengan 1 liter pengencer teknis.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat daun (trabala pallida)

Pengendalian: dengan menggunakan nogos.

2) Ulat keket (Ploneta diducta)

Pengendalian: sama dengan ulat daun.

3) Semut dan tikus

Pengendalian: dengan penyemprotan sevin dan furadan.

Hal. 10/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Kalong dan Bajing

Keberadaan serangga ini dipengaruhi faktor lingkungan baik lingkungan biotik


maupun abiotik. Yang termasuk faktor biotik seperti persediaan makanan,
Pengendalian: dengan menggunakan musuh secara alami.

5) Ulat putih

Gejala: buah menjadi berwarna putih hitam, Pengendalian: dilakukan


penyemprotan dengan insektisida yang sesuai sebanyak 2 kali seminggu hingga
satu bulan sebelum panen penyemprotan dihentikan.

6) Ulat penggerek batang (Indrabela sp)

Gejala: membuat kulit kayu dan mampu membuat lobang sepanjang 30 cm;
Pengendalian: sama dengan ulat putih.

7) Ulat jengkal (Berta chrysolineate)

Ulat pemakan daun muda, berbentuk seperti tangkai daun berwarna cokelat dan
beruas-ruas Gejala: pinggiran daun menjadi kering, keriting berwarna cokelat
kuning. Pengendalian: sama dengan ulat putih.

7.2. Penyakit

1) Penyakit karena ganggang (Cihephaleusos Vieccons)

Menyerang daun tua dan muncul pada musim hujan. Gejala: adanya bercak-
bercak kecil dibagian atas daun disertai serat-serat halus berwarna jingga yang
merupakan kumpulan sporanya. Pengendalian: dengan menyempotakan
fungisida seperti Dlsene 200 MX.

2) Jamur Ceroospora psidil , Jamur karat poccinia psidil, Jamur allola psidil

Gejala: bercak pada daun berwarna hitam. Pengendalian: dengan


menyempotakan fungisida seperti Dlsene 200 MX.

3) Penyakit karena cendawan (jamur) Rigidoporus Lignosus

Gejala: rizom berwarna putih yang menempel pada akar dan apabila akar yang
kena dikupas akan nampak warna kecoklatan. Pengendalian: dengan
menyempotakan fungisida seperti Dlsene 200 MX.

7.3. Gulma

Segala macam tumbuhan pengganggu tanaman jambu biji yang berbentuk


rerumputan yang berada disekitar tanaman jambu biji yang mengganggu

Hal. 11/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman, oleh sebab itu perlu dilakukan
penyiangan secara rutin.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Buah jambu biji umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai berbuah, berbeda
dengan jambu yang pembibitannya dilakukan dengan cangkok/stek umur akan lebih
cepat kurang lebih 6 bulan sudah bisa buah, jambu biji yang telah matang dengan
ciri-ciri melihat warna yang disesuikan dengan jenis jambu biji yang ditanam dan juga
dengan mencium baunya serta yang terakhir dengan merasakan jambu biji yang
sudah masak dibandingkan dengan jambu yang masih hijau dan belum masak,
dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan setelah jambu bewarna hijau pekat
menjadi muda ke putih-putihan dalam kondisi ini maka jambu telah siap dipanen.

8.2. Cara Panen

Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta tangkainya, yang sudah
matang (hanya yang sudah masak) sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar
tidak menjadi rusak, waktunya setelah 4 bulan umur buah kemudian dimasukkan ke
dalam keranjang yang dibawa oleh pemetik dan setelah penuh diturunkan dengan
tali yang telah disiapkan sebelumnya, hingga pemanenan selesai dilakukan.
Pemangkasan dilakukan sekaligus panen supaya dapat bertunas kembali dengan
baik dengan harapan dapat cepat berbuah kembali.

8.3. Periode Panen

Periode pemanenan setelah buah jambu biji dilakukan pembatasan buah dalam satu
rantingnya kurang lebih 2-3 buah, hal ini dimaksudkan agar buah dapat berkembang
besar dan merata. Dengan sistem ini diharapkan pemanenan buah dapat dilakukan
dua kali dalam setahun (6 bulan) atau sekitar 2-3 bulan setelah berbuah, dengan
dicari buah yang masak, dan yang belum masak supaya ditinggal dan kemudian
dipanen kembali, catatan apabila buah sudah masak tetapi tidak dipetik maka akan
berakibat datangnya binatang pemakan buah seperti kalong, tupai dll.

8.4. Prakiraan Produksi

Apabila penanganan dan pemeliharaan semenjak pembibitan hingga panen


dilakukan secara baik dan benar serta memenuhi aturan yang ada maka dapat
diperkirakan mendapatkan hasil yang diharapkan. Pada penanaman 400 pohon
setelah 2-3 bulan dari pohon cangkokan setelah tanam sudah mulai berbunga dan 6
bulan sudah mulai dipanen, pemanenan dilakukan setiap 4 hari sekali dengan hasil
setiap panenan seberat 100 kg buah jambu. Di Indonesia per tahunnya dapat

Hal. 12/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

mencapai 53.200 ton dengan luas tanaman selebar 17.100 hektar. Harga jual
sekarang ke konsumen mencapai Rp. 650,- per ikat atau sampai Rp.750/ kg.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah jambu biji harus dikumpulkan secara
baik, biasanya dikumpulkan tidak jauh dari lokasi pohon sehingga selesai
pemanenan secara keseluruhan. Hasil panen selanjutnya dimasukkan dalam
keranjang dengan diberi dedauan menuju ke tempat penampungan yaitu dalam
gudang/gubug.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Tujuan penyortiran buah jambu biji dimaksudkan jambu yang bagus mempunyai
harga jualnya tinggi, biasanya dipilih berdasarkan ukuran dan mutunya, buah yang
kecil tetapi baik mutunya dapat dicampur dengan buah yang besar dengan mutu
sama, yang biasanya dijual dalam bentuk kiloan atau bijian dan perlu diingat bahwa
dalam penyortiran diusahakan sama besar dan sama baik mutunya. Dan dilakukan
sesuai dengan jenis jambu biji, jangan dicampur adukkan dengan jenis yang lain.

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan jambu biji biasanya tidak terlalu lama mengingat daya tahan jambu biji
tidak bisa terlalu lama dan sementara belum dapat dijual ke pasar ditampung dulu
dalam gubug-gubug atau gudang dengan menggunakan kantong PE, suhu sekitar
23-25 derajat C dan jambu dapat bertahan hingga 15 hari dalam kantong PE dan
ditambah 7 hari setelah dikeluarkan dari kantong PE, sehingga dapat meningkatkan
daya simpan 4,40 kali dibandingkan tanpa perlakuan. Tekanan yang baik adalah -
1013 mbar dan dapat menghasilkan kondisi PE melengket dengan sempurna pada
permukaan buah, konsentrasi C0² sebesar 5,21% dan kerusakan 13,33% setelah
penyimpanan dalam kantong PE. Jalan yang terbaik untuk penyimpanan buah jambu
dengan jalan diawetkan, biasanya dilakukan dengan jalan dibuat asinan atau
manisan dan dimasukkan dalam kaleng atau botol atau dapat juga dengan
menggunakan kantong plastik. Hal ini dapat menjaga kesterilan dan ketahanan
sehingga dapat lama dalam penyimpanannya. Serta biasanya dibuat minuman atau
koktail.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Jambu biji dengan hasil jual dapat tinggi tidak tergantung dari rasanya saja, tetapi
pada kenampakan dan cara pengikatannya, apa bilaakan di jual tidak jauh dari lokasi
maka cukup dibawa dengan dimasukkan dalam keranjang dengan melalui sarana
sepeda atau kendaraan bermotor. Untuk pengiriman dengan jarak yang agak jauh

Hal. 13/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

(antar pulau) yang membutuhkan waktu hingga 2-3 hari lamanya perjalanan buah
jambu batu dilakukan dengan cara di pak dengan menggunakan peti yang berukuran
persegi panjang 60 x 28,5 x 28,5 cm, keempat sudutnya yang panjang dengan jarak
1 cm, sisi yang pendek sebaiknya dibuat dari 1atau 2 lembar papan setebal 1cm,
karena sisi ini dalam pengangkutan akan diletakkan di bagian bawah, sebaiknya
pembuatan peti dilakukan jarang-jarang guna untuk memberi kebebasan udara untuk
keluar masuk dalam peti. Sebelumnya buah jambu dipilih dan di pak. Setelah itu
disusun berderet berbentuk sudut terhadap sisi peti, yang sebelumnya dialasi
dengan lumut/sabut kelapa, atau bahan halus dan lembut lainnya. Kemudian setelah
penuh lapisan atas dilapisi lagi dengan sabut kelapa yang terakhir ditutup dengan
papan, sebaiknya kedua sisi panjang dibentuk agak gembung, biasanya penempatan
peti bagian yang pendek ditempatkan dibawah didalam perjalanan.

9.5. Penanganan Lain

Agar hasil penyimpanan dapat bernilai tinggi maka perlu dilakukan pengolahan
terlebih dulu. dan biasanya dengan cara pengawetan yang kemudian disimpan atau
dikemas dalam botol/kaleng atau juga dengan kantong plastik, guna menghambat
proses pembusukan buah didalam botol, dan dapat membuka peluang untuk
menikmati buah jambu biji pada setiap saat tanpa menunggu musim berbuah
berikutnya. Seperti berbentuk koktail jambu, manisan jambu dan jambu biji kalengan.
Dengan membuka peluang untuk dilakukan eksport buah olahan dari buah jambu
biji. Seperti jus jambu biji berbentuk cairan agak kental atau sirup.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya jambu biji seluas 1 hektar dengan jarak tanam 8 x 8 m,
populasi 156 pohon di Jawa Barat pada tahun 1999.

1) Biaya produksi tahun ke-1


1. Sewa lahan Rp. 30.000.000,-
2. Bibit 800 batang @ Rp. 3.000,- Rp. 2.400.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang 6 ton @ Rp. 150.000,-/ton Rp. 900.000,-
- Urea 25 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 37.500,-
- SP-36 25 kg @ Rp.1.900,- Rp. 47.500,-
- KCl 25 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 45.000,-
4. Pestisida dan fungisida Rp. 800.000,-
5. Tenaga kerja
- Lubang tanam, ajir 23 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 161.000,-
- Beri pupuk 8 HKP + 15 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 131.000,-
- Tanam 8 HKP + 10 HKW Rp. 106.000,-
- Pemeliharaan 40 HKP+20 HKW Rp. 400.000,-

Hal. 14/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Biaya produksi tahun ke-2 s.d. ke-4


1. Pupuk
- Pupuk kandang 10 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 1.500.000,-
- Urea 75 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 112.500,-
- SP-36 50 kg @ Rp.1.900,- Rp. 95.000,-
- KCl 50 kg @ Rp.1.800,- Rp. 90.500,-
2. Pestisida dan fungisida Rp. 781.250,-
3. Tenaga kerja
- Tenaga pemeliharaan 50 HKP+50 HKW Rp. 625.000,-
4. Alat Rp. 600.000,-

3) Biaya produksi tahun ke-5 s.d. ke-15


1. Pupuk
- Pupuk kandang 24 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,-
- Urea 125 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 187.500,-
- SP-36 300 kg @ Rp.1.900,- Rp. 570.000,-
- KCl 150 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 270.000,-
2. Pestisida dan fungisida Rp. 1.093.750,-
3. Alat Rp. 450.000,-
4. Tenaga kerja
- Pemeliharaan 50 HKP + 60 HKW Rp. 675.000,-
- Panen & pasca panen 40 HKP + 50 HKW Rp. 550.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 15 tahun Rp. 127.799.500,-

4) Pendapatan dari hasil produksi (15 tahun) : 70 ton Rp. 245.000.000,-

5) Keuntungan bersih 15 tahun Rp. 117.200.500,-

6) Parameter kelayakan usaha


1. B/C rasio = 1,917

Panen dimulai pada tahun ke 6 dan keuntungan mulai diraih pada tahun ke enam.
Analisis biaya dan pendapatan ini tidak bersifat tetap, tergantung pada besarnya
sewa lahan, upah pekerja, fluktuasi harga saprodi,dan harga produksi buah yang
didapatkan.

10.2. Gambaran Peluang Agrobisnis

Prospek komoditi jambu biji cukup cerah, sebab permintaan terhadap komoditi ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Hanya dalam membudidayakan tanaman jambu
air perlu memilih jenis yang tepat, yakni yang banyak digemari masyarakat, seperti
jambu biji bangkok.

Hal. 15/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai
diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.
a. Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
b. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 101 sampai dengan 300, contoh yang diambil
7.
c. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
d. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
e. Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15
(minimum).

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

11.5. Pengemasan

Jambu biji dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih
maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain:
nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat bersih,
negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Pusat Informasi Pertanian, Trubus Kumpulan Kliping Jambu Biji: Jenis dan
Manfaat Budidaya Panen dan Pasca Panen. Jakarta: 1993. 108p: gamb.
2) Rahardi F.; Rina Nirwan S. dan Iman Satyawibawa Agribisnis tanaman
perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya, 1994. Vi + 67p; ilus.; 21 p.

Hal. 16/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Ensiklopedi nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1989. Jilid 7: hal 325.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 17/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

JAMBU METE
( Anacardium occidentale L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Jambu mete merupakan tanamnan buah berupa pohon yang berasal dari Brasil
Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu,
kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal,
Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia. Di antara sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India
merupakan negara pemasok utama jambu mete dunia.

Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda (di


Sumatera Barat: jambu erang/jambu monye, di Lampung dijuluki gayu, di daerah
Jawa Barat dijuluki jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama jambu
monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan di Sulawesi Utara disebut buah
yaki.

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. JENIS TANAMAN
Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di antaranya ada yang berkulit putih,
merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau.

3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai
dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selain itu juga biji mete (kacang mete) dapat
digoreng untuk makanan bergizi tinggi. Buah mete semu dapat diolah menjadi
beberapa bentuk olahan seperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai
mete, buah kalengan, dan jem jambu mete.

Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara,
cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta,
bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete
juga berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete
menghasilkan gum atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya
baik, gum juga berfungsi sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku.

Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun Jambu mete yang masih
muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua
dapat digunakan untuk obat luka bakar.

4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman jambu mete banyak tumbuh di Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa
Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, dan Ponorogo), dan di
Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman). Di luar Pulau Jawa, Jambu mete
banyak ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi Selatan (Kepulauan Pangkajene,
Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone, dan Barru), Sulawesi Tenggara
(Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman jambu
mete kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya akan menurun atau tidak
akan berbuah bila dinaungi tanaman lain.
2) Suhu harian di sentra penghasil jambu mete minimun antara 15-25 derajat C dan
maksimun antara 25-35 derajat C. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif
bila ditanam pada suhu harian rata-rata 27 derajat C.

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Jambu mete paling cocok dibudidayakan di daerah-daerah dengan kelembaban


nisbi antara 70-80%. Akan tetapi tanaman jambu mete masih dapat bertoleransi
pada tingkat kelembaban 60-70%.
4) Angin kurang berperan dalam proses penyerbukan putik tanaman jambu mete.
Dalam penyerbukan bunga jambu mete, yang lebih berperan adalah serangga
karena serbuk sari jambu mete pekat dan berbau sangat harum.
5) Daerah yang paling sesuai untuk budi daya jambu mete ialah di daerah yang
mempunyai jumlah curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun dengan 4-6 bulan
kering (<60 mm).

5.2. Media Tanam

1) Jenis tanah paling cocok untuk pertanaman jambu mete adalah tanah berpasir,
tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir.
2) Jambu mete paling cocok ditanam pada tanah dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapi
masih sesuai pada pH antara 5,5 - 6,3.

5.3. Ketinggian Tempat

Di Indonesia tanaman jambu mete dapat tumbuh di ketinggian tempat 1-1.200 m dpl.
Batas optimum ketinggian tempat hanya sampai 700 m dpl, kecuali untuk tujuan
rehabilitasi tanah kritis.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Budidaya jambu mete dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan secara
vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi, dan penyambungan.

Biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan. Cara penanganan biji
mete untuk benih adalah :
a) Buah mete/calon bibit dipanen pada pertengahan musim panen.
b) Buah mete tersebut harus sudah matang dan tidak cacat.
c) Biji mete segera dikeluarkan dari buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir.
d) Biji mete dijemur sampai kadar air 8-10%.
e) Bila dikemas dalam kantong plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus
lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70 -80%.
f) Lama penyimpanan bibit ± 6 bulan, paling lama 8 bulan.
g) Sebelum ditanam, benih (biji mete) harus disemai dahulu.

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Sebelum ditanami lahan harus dibersihkan dahulu, pH harus 4-6, tanah tanaman
jambu mete sangat toleran terhadap lingkungan yang kering ataupun lembab, juga
terhadap tanah yang kurang subur. Daerah dengan tanah liat pun jambu mete
dapat tetap bisa hidup dan berproduksi dengan baik. saat tanam jambu mete
adalah awal musim hujan, pengolahan tanah sudah dimulai di musim kemarau.

2) Pembukaan lahan

Lahan yang akan ditanami jambu mete harus terbuka atau terkena sinar matahari
dan disiapkan sebaik-baiknya.Tanah dibajak/dicangkul sebelum musim hujan.
Batang-batang pohon disingkirkan dan dibakar, untuk tanah yang pembuangan
airnya kurang baik dibuatkan parit-parit drainase.

3) Pemupukan

Pemberian pupuk kandang dimulai sejak sebelum penanaman. Sebaiknya disaat


tanaman masih kecil, pemupukan dengan pupuk kandang itu diulangi barang dua
kali setahun. Caranya dengan menggali lubang sekitar batang, sedikit diluar
lingkaran daun. pupuk atau kompos dimasukkan kedalam lubang galian itu.
Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggali lubang, diluar lubang
sebelumnya. Pemberian pupuk kandang dan kompos, kecuali dimaksudkan untuk
memperbaiki keadaan fisik tanah.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola dan Jarak Tanam

Pada budi daya monokultur jarak tanam dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap
satu ha lahan jumlah total tanaman yang dibutuhkan sebanyak 69 batang. Jarak
tanam dapat dibuat dengan ukuran 6 X 6 m sehingga jumlah total tanaman yang
dibutuhkan adalah 276 batang/ha. Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan
pada umur 6-10 tahun.

Untuk efisiensi lahan, dapat diterapkan budidaya polikultur. Beberapa jenis


tanaman bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai tanaman sela. Sebagai
contoh adalah tanaman palawija, rumput setaria, dan jambu mete. Bibit jambu
mete yang berasal dari pencangkokan dapat ditanam dengan jarak 5 x 5 m, bila
jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua bentuk ini hanya dapat diterapkan di
lahan datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembuatan Lubang Tanam

Cara membuat lubang tanam:


a) Tanah digali dengan ukuran : 30 x 30 x 30 cm. Bila jenis tanahnya sangat liat,
ukuran lubang tanam dibuat: 50 x 50 x 50 cm. Bila di lubang tanam terdapat
lapisan cadas, harus ditembus, agar akar dapat tumbuh sempurna dan
terhindar dari genangan air.
b) Pada waktu penggalian lubang, lapisan tanah bagian atas dipisahkan ke arah
Utara dan Selatan serta lapisan bawah ke arah Timur dan Barat.
d) Lubang tanam dibiarkan terbuka ± 4 minggu. Pada waktu penutupan lubang,
tanah lapisan bawah dikembalikan ke tempat semula, disusul lapisan atas yang
telah bercampur dengan pupuk kandang ± 1 pikul.
e) Di lubang tanam yang telah ditimbun dibuat ajir agar lubang tanam mudah
ditemukan kembali.

3) Cara Penanaman

Penanaman dapat dilakukan 4–6 minggu setelah lubang tanam disiapkan. Untuk
mengurangi keasaman tanah, pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan
pada musim kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Bibit yang akan ditanam dilepas dari polybag. Tanah yang melekat pada akar
dijaga jangan sampai berantakan agar perakaran bibit tidak rusak.
b) Penanaman dilakukan sampai sebatas leher akar atau sama dalamnya seperti
sewaktu masih dalam persemaian. Bila menggunakan bibit dari okulasi dan
sambung, diusahakan akar tunggangnya tetap lurus. Letak akar cabang
diusahakan tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya yang patah/rusak
sebaiknya dipotong.
c) Tanah disekitar batang dipadatkan dan diratakan agar tidak dapat terdapat
rongga-rongga udara diantara akar dan tidak terjadi genangan air. Tanaman
perlu diberi penyangga dari bambu agar dapat tumbuh tegak.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiraman

Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air. Oleh karena itu tanaman perlu
disiram pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan secukupnya dan air
siraman jangan sampai menggenangi tanaman.

2) Penyulaman

Penyulaman dilakukan setalah tanaman berumur 2-3 tahun. Apabila tanaman


berumur ≥ 3 tahun maka pertumbuhan tanaman sulaman umumnya kurang baik
atau akan terhambat.

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Penyiangan dan Penggemburan

Bibit jambu mete mulai berdaun dan bertunas setelah 2-3 bulan ditanam.
Pembasmian gulma sebaiknya dilakukan sekali dalam 45 hari. Tanah yang
disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin sedikit.
Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara. Untuk itu tanah di
sekitar tanaman perlu digemburkan.

4) Pemupukan

Tanaman jambu mete dipupuk dengan pupuk kandang, kompos, atau pupuk
buatan. Pemberian pupuk kandang/ kompos dilakukan dengan cara menggali parit
melingkar, di luar tajuk sebanyak ± 2 blek minyak tanah (± 20 kg). Pupuk
dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan pupuk buatan.

5) Pemangkasan

Cara pemangkasan tanaman jambu mete dilakukan sebagai berikut:


a) Tunas-tunas samping pada bibit terus-menerus dipangkas sampai tinggi
cabang mencapai 1 - 1,5 m dari tanah.
b) Pilih 3 - 5 cabang sehat dan baik posisinya terhadap batang pokok .
c) Pemangkasan ini dilakukan sebelum tanaman berbunga. Pemangkasan untuk
pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berbuah.

6) Penjarangan

Penjarangan dilakukan bertahap pada saat tajuk tanaman saling menutupi.


Apabila jarak tanaman 6 x 6 m dan ditanam secara monokultur maka tajuk
tanaman diperkirakan sudah bersentuhan pada tahun 6 - 10 tahun. Pada saat itu
penjarangan mulai dilakukan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

Hama yang sering menyerang tanaman jambu mete adalah hama pengisap daun,
nyamuk daun, penggerek daun, penggulung daun, ulat kipat, ulat hijau, dan ulat
perusak bunga. Insektisida yang dianjurkan antara lain: Tamaron, Folidol, Lamnate,
Basudin dan Dimecron dengan dosis 2cc atau 2 gram/liter air.

1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)

Pada tanaman terlihat kepompong bergelantungan. Ulat berwarna hitam bercak-


bercak putih, kepala dan ekor warna merah nyala, seluruh tubuhnya ditumbuhi

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

rambut putih. Telurnya berwarna putih, oval. Fase pupa berlangsung 4 minggu,
fase kepompong 3-5 minggu. Gejala: daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas
gigitan; pada serangan yang hebat, daun dapat habis sama sekali, tetapi tanaman
tidak mati; tanaman tidak akan menghasilkan buah, dan baru pulih setelah 18
bulan. Pengendalian: dengan menyemprotkan insektisida Symbush 50 EC atau
Pumicidin dengan dosis 1,0 - 1,5 ml/liter air.

2) Helopeltis sp.

Tubuh imago berwarna hitam, kecuali abdomen bagian belakang sebelah bawah
berwarna putih. Gejala: pada tunas-tunas daun muda, tangkai daun terdapat
bercak-bercak hitam tidak merata; daun dan ranting segera mengering dan diikuti
dengan gugurnya daun. Pengendalian: (1) melalui teknik bercocok tanam,
misalnya dengan mengurangi tanaman inang atau tanaman peneduh; (2) dengan
insektisida Agroline dengan dosis 0,2 % atau Thiodan dengan dosis 0,02 %.

3) Ulat penggerek batang (Plocaederus feeeugineus L)

Gejala: mula-mula daun berubah warna menjadi kuning; lama-kelamaan daun


akan gugur/rontok dan tanaman dapat mati. Pengendalian: (1) dengan
menangkap ulat penggerek tersebut; (2) dengan mengolesi sekitar permukaan
batang/akar dengan larutan BMC 1-2% (20 gram/liter air).

4) Hama penggerek buah dan biji (Nephoteryx sp.)

Gejala: buah muda yang diserang hama ini akan berjatuhan dan kering, sedang
buah tua isinya belum penuh. Pengendalian: belum didapatkan cara yang tepat,
sebab larva instar yang jatuh terakhir dan menjadi pupa di tanah, maka hama
dapat diberantas secara mekanis atau kimiawi, yaitu dengan menggunakan
Karbaril 0,15%.

7.2. Penyakit

Penyakit yang sering menyerang adalah penyakit busuk batang dan akar, penyakit
bunga dan putik, dan Antracnossis. Penyakit ini dapat dibasmi dengan Fungisida
Zinc Carmamate, Captacol dan Theophanatea.

1) Penyakit layu

Penyakit ini muncul bila tempat pembibitan terlalu lembab dan jenuh air.
Penyebab: jamur Phytophthora palmivora, Fusarium sp. dan Phytium sp. Gejala:
bila tanaman tiba-tiba menjadi layu. Pengendalian: (1) dengan memperbaiki
lingkungan pembibitan, seperti memperdalam parit pembuangan air dan
mengurangi naungan yang terlalu rapat; (2) dengan penyemprotan Dithane M 45
secara teratur dan terencana.

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Daun layu dan kering

Penyebab: bakteri Phytophthora solanacearum. Gejala: secara mencolok daun-


daun berubah warna dari hijau menjadi kuning lalu gugur; beberapa cabang
meranggas dan tanaman akhirnya mati; jaringan kayu pada batang yang
terserang di bawah kulit berwarna hitam atau biru tua dan berbau busuk.
Pengendalian: tanaman yang terserang penyakit ini harus dibongkar sampai ke
akar-akarnya supaya penyakit tidak menular ke tanaman lain; pencegahan harus
secara terpadu; bibit dan alat-alat pertanian harus bebas dari kontaminasi bakteri
dan karantina tanaman dilakukan secara konsekuen.

3) Bunga dan buah busuk

(1) Penyebab: Colletrichum sp., Botryodiplodia sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit
buah hitam dan busuk. (2) Penyebab: Pestalotiopsis sp, Colletrichum sp,
Pestalotiopsis sp., Botryodiplodia sp., Fusarium sp. Gejala: permukaan kulit buah
& kulit biji, kering kecoklatan & pecah-pecah, bunga & tangkainya busuk. (3)
Penyebab : Botryodiplodia sp. , Fusarium sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit biji
busuk dan hitam. Pengendalian: (1) perlu dilakukan secara terpadu; (2) untuk
memberantas jamur parasit ini beberapa fungisida yang efektif adalah Dithane M-
45, Delsene MX 200, Difolan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri-ciri buah jambu mete yang sudah tua adalah sebagai berikut:
a) Warna kulit buah semu menjadi kuning, oranye, atau merah tergantung pada
jenisnya.
b) Ukuran buah semu lebih besar dari buah sejati.
c) Tekstur daging semu lunak, rasanya asam agak manis, berair, dan aroma
buahnya mirip aroma stroberi.
d) Warna kulit bijinya menjadi putih keabu-abuan dan mengilat.

Ketepatan masa panen dan penanganan buah mete selama masa pemanenan
merupakan faktor penting. Tanaman jambu mete dapat dipanen untuk pertama kali
pada umur 3-4 tahun. Buah mete biasanya telah dapat dipetik pada umur 60-70 hari
sejak munculnya bunga. Masa panen berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan
November sampai bulan Februari tahun berikutnya. Agar mutu gelondong/kacang
mete baik, buah yang dipetik harus telah tua.

8.2. Cara Panen

Sampai saat ini ada dua cara panen yang lazim dilakukan di berbagai sentra jambu
mete di dunia, yaitu cara lelesan dan cara selektif.

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

a) Cara lelesan
Dilakukan dengan membiarkan buah jambu mete yang telah tua tetap di pohon
dan jatuh sendiri atau para petani menggoyang-goyangkan pohon agar buah yang
tua berjatuhan.

b) Cara selektif
Dilakukan secara selektif (buah langsung dipilih dan dipetik dari pohon). Apabila
buah tidak memungkinkan dipetik secara langsung, pemanenan dapat dibantu
dengan galah dan tangga berkaki tiga.

8.3. Prakiraan Produksi

Banyaknya hasil panen tergantung dari umur tanam. Jambu mete yang berumur 3-4
tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3 kg/pohon. Hasil ini meningkat
menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun. Tanaman jambu mete sebenarnya
masih dapat berproduksi sampai umur 50 tahun, tetapi masa paling produktifnya
adalah pada umur 25-30 tahun.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Mutu kacang mete di pasaran cukup bervariasi. Variasi mutu kacang mete tersebut
antara lain dipengaruhi oleh varietas tanaman jambu mete yang berbeda dan
perlakuan serta pengawasan selama proses pengolahan berlangsung. Banyaknya
varietas tanaman jambu mete yang ditanam oleh para petani indonesia
menyebabkan mutu mete yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai ukuran
gelondong, warna, rasa, maupun rendamen kacang metenya.

9.2. Pengolahan Gelondong Mete

Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini:


a) Pemisahan gelondong dengan buah semu
b) Pencucian
c) Sortasi dan pengelasan mutu
d) Pengeringan
e) Penyimpanan

9.3. Pengolahan Kacang Mete

Urutan pengolahan kacang mete adalah:


a) Pelembaban gelondong mete
b) Penyangraian gelondong mete
c) Pengupasan kulit gelondong mete
d) Pelepasan kulit ari

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Sortasi dan pengelasan mutu


f) Pengemasan

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Jambu mete mulai berbuah pada umur ± 5 tahun. Panen setiap tahun, hasilnya
meningkat mulai umur 8 - 10 tahun. Setelah itu berbuah lebat hingga lebih dari 20
tahun. Dengan menanam jambu mete, disamping menjaga kelestarian tanah dan air,
setiap hektar akan diperoleh 100 pohon x 5 kg/pohon x Rp. 500,- = Rp. 250.000,-
(tahun 1988)

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Mutu kacang mete dinilai dari bentuk, ukuran biji, bobot biji dan warna. Selain itu juga
faktor rasa, bau, dan tekstur ikut mem-pengaruhi mutu kacang mete, terutama dalam
hubungannya dengan penerimaan konsumen. Rasa kacang mete dipengaruhi oleh
faktor intrinsik alami, varietas tanaman dan faktor ekstrinsik seperti tumbuhnya jamur
pada kacang dan proses pengolahannya.

11.2. Diskripsi

Biji Mete kupas (Cashew Kernels) adalah biji dari buah tanaman jambu mete yang
telah dikupas kulitnya dan telah dikeringkan. Standar mutu kacang mete di Indonesia
tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-2906-1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Jenis/kelas mutu kacang mete terbagi menjadi 4 kelas (I, II, III dan IV). Adapun
standar atau syarat mutu kacang mete dilihat dari:
a) Kulit ari
b) Biji terkena CNSL
c) Serangga
c) Biji berulat
d) Biji busuk
e) Biji bercendawan/jamur
f) Benda-benda asing

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

g) Warna (Kelas I: ke-putih-putihan)


h) Bobot maksimum dalam gram/biji: I = 5 gram/biji; II = 5 gram/biji; III = 10 gram/biji.
h) Kadar air dalam maksimum %: I = 16%; II = 15% ; III = 15%.
i) Keutuhan biji mete ( utuh, belah, pecah, tidak termasuk biji utuh)

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah peti/karton
dengan maksimum 30 peti/karton dari tiap partai barang, kemudian tiap peti/karton
diambil contoh kurang lebih 500 gram Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur
sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal.
Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 1000 gram
Contoh kemudian disegel dan diberi label.

11.5. Pengemasan

Pengemasan tidak dapat meningkatkan atau memperbaiki mutu, tetapi hanya


mempertahankan atau melindungi mutu produk yang dikemas. Oleh karena itu hanya
produk yang baik yang perlu dikemas. Produk yang rusak atau busuk yang ada
dalam kemasan akan menjadi kontaminasi dan infeksi bagi produk yang masih
sehat. Akibatnya produk tidak akan laku di pasaran.

Kacang mete yang diekspor biasanya dalam bentuk mentah dengan kadar air antara
4-6%, yang dikemas dalam kaleng hampa udara dan diisi dengan karbondioksida.
Kaleng kemasan yang digunakan sama dengan kaleng minyak tanah atau minyak
goreng, tetapi sebaiknya yang masih baru, bersih, kering, kedap udara dan tidak
bocor, serta harus bebas dari infeksi serangga dan jamur serta tidak karatan.

Bagian luar peti/karton pembungkus ditulis dengan cat yang tidak mudah luntur dan
jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang.
c) Nama perusahaan/eksportir.
d) Jenis mutu.
e) Nomor kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Negara/tempat tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Liptan (1988). Jambu Mete Sebagai tanaman penghijauan. Balai Informasi
Pertanian Banjarbaru.

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Liptan. (1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar Informasi Pertanian. Proyek


Informasi Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal.
3) Saragih, Yan Pieter; Haryadi, Yadi. (1994). METE. Budidaya Jambu Mete.
Pengupasan Gelondong. Bogor, Penebar Swadaya. 86 halaman

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

JERUK
( Citrus sp. )

1. SEJARAH SINGKAT

Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina
dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu,
jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman
jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan
jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali.

2. JENIS TANAMAN

Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Keluarga : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus sp.

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus
reticulata/nobilis L.), jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri atas
Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. dan
C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr.) yang
terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang

Hal. 1 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C.
hystix ABC).

Jeruk varietas introduksi yang banyak ditanam adalah varitas Lemon dan Grapefruit.
Sedangkan varitas lokal adalah jeruk siem, jeruk baby, keprok medan, bali, nipis dan
purut.

3. MANFAAT TANAMAN

1) Manfaat tanaman jeruk sebagai makanan buah segar atau makanan olahan,
dimana kandungan vitamin C yang tinggi.
2) Di Beberapa negara telah diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes,
alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk
membuat minyak wangi, sabun wangi, esens minuman dan untuk campuran kue.
3) Beberapa jenis jeruk seperti jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional
penurun panas, pereda nyeri saluran napas bagian atas dan penyembuh radang
mata.

4. SENTRA PENANAMAN

Sentra jeruk di Indonesia tersebar meliputi: Garut (Jawa Barat), Tawangmangu


(Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan),
Pontianak (Kalimantan Barat) dan Medan (Sumatera Utara). Karena adanya
serangan virus CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), beberapa sentra
penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah lagi oleh sistem
monopoli tata niaga jeruk yang saat ini tidak berlaku lagi.

5. SYARAT TUMBUH

5.1. Iklim

1) Kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah.
Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan
angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin.
2) Tergantung pada spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah
(musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah
agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air
yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus.
3) Temperatur optimal antara 25-30 derajat C namun ada yang masih dapat tumbuh
normal pada 38 derajat C. Jeruk Keprok memerlukan temperatur 20 derajat C.
4) Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari.
5) Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%.

Hal. 2 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7-
27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik.
2) Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk.
3) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya jeruk adalah 5,5–
6,5 dengan pH optimum 6.
4) Air tanah yang optimal berada pada kedalaman 150–200 cm di bawah permukaan
tanah. Pada musim kemarau 150 cm dan pada musim hujan 50 cm. Tanaman
jeruk menyukai air yang mengandung garam sekitar 10%.
5) Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan
sekitar 300.

5.3. Ketinggian Tempat

Tinggi tempat dimana jeruk dapat dibudidayakan bervariasi dari dataran rendah
sampai tinggi tergantung pada spesies:
1) Jenis Keprok Madura, Keprok Tejakula: 1–900 m dpl.
2) Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut: 700-1.200 m dpl.
3) Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800 m dpl.
4) Jenis Siem: 1–700 m dpl.
5) Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1–700 m dpl.
6) Jenis Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl.
7) Jenis Purut: 1–400 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit jeruk yang biasa ditanam berasal dari perbanyakan vegetatif berupa
penyambungan tunas pucuk. Bibit yang baik adalah yang bebas penyakit, mirip
dengan induknya (true to type), subur, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan
batang halus, akar serabut banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki
sertifikasi penangkaran bibit.

2) Penyiapan Bibit

Bibit yang biasa digunakan untuk budidaya jeruk didapatkan dengan cara
generatif dan vegetatif.

Hal. 3 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Teknik Penyemaian Bibit

a) Cara generatif

Biji diambil dari buah dengan cara memeras buah yang telah dipotong. Biji
dikeringanginkan di tempat yang tidak disinari selama 2-3 hari hingga lendirnya
hilang.

Areal persemaian memiliki tanah yang subur. Tanah diolah sedalam 30-4- cm
dan dibuat petakan persemaian berukuran 1,15-1,20 m membujur dari utara ke
selatan. Jarak petakan 0,5-1 m. Sebelum ditanami, tambahkan pupuk kandang
1 kg/m2.

Biji ditanam dalam alur dengan jarak tanam 1-1,5 x 2 cm dan langsung disiram.
Setelah tanam, persemaian diberi atap. Bibit dipindahtanam ke dalam polibag
15 x 35 cm setelah tingginya 20 cm pada umur 3-5 bulan. Media tumbuh dalam
polibag adalah campuran pupuk kandang dan sekam (2:1) atau pupuk
kandang, sekam, pasir (1:1:1).

b) Cara Vegetatif

Metode yang lazim dilakukan adalah penyambungan tunas pucuk dan


penempelan mata tempel. Untuk kedua cara ini perlu dipersiapkan batang
bawah (onderstam/rootstock) yang dipilih dari jenis jeruk dengan perakaran
kuat dan luas, daya adaptasi lingkungan tinggi, tahan kekeringan, tahan/toleran
terhadap penyakit virus, busuk akar dan nematoda. Varietas batang bawah
yang biasa digunakan oleh penangkar adalah Japanese citroen, Rough lemon,
Cleopatra, Troyer Citrange dan Carizzo citrange.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Tanaman jeruk ditanam di tegalan tanah sawah/di lahan berlereng. Jika ditanam di
suatu bukit perlu dibuat sengkedan/teras. Lahan yang akan ditamani dibersihkan dari
tanaman lain atau sisa-sisa tanaman. Jarak tanam bervariasi untuk setiap jenis jeruk
dapat dilihat pada data berikut ini:
1) Keprok dan Siem : jarak tanam 5 x 5 m
2) Manis : jarak tanam 7 x 7 m
3) Sitrun (Citroen) : jarak tanam 6 x 7 m
4) Nipis : jarak tanam 4 x 4 m
5) Grape fruit : jarak tanam 8 x 8 m
6) Besar : jarak tanam (10-12) x (10-12) m

Lubang tanam hanya dibuat pada tanah yang belum diolah dan dibuat 2 minggu
sebelum tanah. Tanah bagian dalam dipisahkan dengan tanah dari lapisan atas
tanah (25 cm). Tanah berasal dari lapisan atas dicampur dengan 20 kg pupuk
kandang. Setelah penanaman tanah dikembalikan lagi ke tempat asalnya. Bedengan
(guludan) berukuran 1 x 1 x 1 m hanya dibuat jika jeruk ditanam di tanah sawah.

Hal. 4 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

Bibit jeruk dapat ditanam pada musim hujan atau musim kemarau jika tersedia air
untuk menyirami, tetapi sebaiknya ditanam diawal musim hujan. Sebelum ditanam,
perlu dilakukan:
1) Pengurangan daun dan cabang yang berlebihan.
2) Pengurangan akar.
3) Pengaturan posisi akar agar jangan ada yang terlipat.

Setelah bibit ditaman, siram secukupnya dan diberi mulsa jerami, daun kelapa atau
daun-daun yang bebas penyakit di sekitarnya. Letakkan mulsa sedemikian rupa agar
tidak menyentuh batang untuk menghindari kebusukan batang.

Sebelum tanaman berproduksi dan tajuknya saling menaungi, dapat ditanam


tanaman sela baik kacang-kacangan/sayuran. Setelah tajuk saling menutupi,
tanaman sela diganti oleh rumput/tanaman legum penutup tanah yang sekaligus
berfungsi sebagai penambah nitrogen bagi tanaman jeruk.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman

Dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh.

2) Penyiangan

Gulma dibersihkan sesuai dengan frekuensi pertumbuhannya, pada saat


pemupukan juga dilakukan penyiangan.

3) Pembubunan

Jika ditanam di tanah berlereng, perlu diperhatikan apakah ada tanah di sekitar
perakaran yang tererosi. Penambahan tanah perlu dilakukan jika pangkal akar
sudah mulai terlihat.

4) Pemangkasan

Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tajuk pohon dan menghilangkan


cabang yang sakit, kering dan tidak produktif/tidak diinginkan.

Dari tunas-tunas awal yang tumbuh biarkan 3-4 tunas pada jarak seragam yang
kelak akan membentuk tajuk pohon. Pada pertumbuhan selanjutnya, setiap
cabang memiliki 3-4 ranting atau kelipatannya.

Hal. 5 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Bekas luka pangkasan ditutup dengan fungisida atau lilin untuk mencegah
penyakit. Sebaiknya celupkan dulu gunting pangkas ke dalam Klorox/alkohol.
Ranting yang sakit dibakar atau dikubur dalam tanah.

5) Pemupukan

Pemberian jenis pupuk dan dosis (gram/tanaman) setelah penanaman adalah


sebagai berikut:
a) 1 bulan: Urea=100; ZA=200; TSP=25; ZK=100; Dolomit=20; P.kandang=20
kg/tan.
b) 2 bulan: Urea=200; ZA=400; TSP=50; ZK=200; Dolomit=40; P.kandang=40
kg/tan.
c) 3 bulan: Urea=300; ZA=600; TSP=75; ZK=300; Dolomit=60; P.kandang=60
kg/tan.
d) 4 bulan: Urea=400; ZA=800; TSP=100; ZK=400; Dolomit=80; P.kandang=80
kg/tan.
e) 5 bulan: Urea=500; ZA=1000; TSP=125; ZK=500; Dolomit=100;
P.kandang=100 kg/tan.
f) 6 bulan: Urea=600; ZA=1200; TSP=150; ZK=600; Dolomit=120;
P.kandang=120 kg/tan.
g) 7 bulan: Urea=700; ZA=1400; TSP=175; ZK=700; Dolomit=140;
P.kandang=140 kg/tan.;
h) 8 bulan: Urea=800; ZA=1600; TSP=200; ZK=800; Dolomit=160;
P.kandang=160 kg/tan.
i) >8 bulan: Urea >1000; ZA=2000; TSP=200; ZK=800; Dolomit=200;
P.kandang=200 kg/tan.

6) Pengairan dan Penyiraman

Penyiraman jangan menggenangi batang akar. Tanaman diairi sedikitnya satu kali
dalam seminggu pada musim kemarau. Jika air kurang tersedia, tanah di sekitar
tanaman digemburkan dan ditutup mulsa.

7) Penjarangan Buah

Pada tahun di mana pohon jeruk berbuah lebat, perlu dilakukan penjarangan
supaya pohon mampu mendukung pertumbuhan dan bobot buah serta kualitas
buah terjaga. Buah yang dibuang meliputi buah yang sakit, yang tidak terkena
sinar matahari (di dalam kerimbunan daun) dan kelebihan buah di dalam satu
tangkai. Hilangkan buah di ujung kelompok buah dalam satu tangkai utama
terdapat dan sisakan hanya 2-3 buah.

Hal. 6 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

1) Kutu loncat (Diaphorina citri.)

Bagian yang diserang adalah tangkai, kuncup daun, tunas, daun muda. Gejala:
tunas keriting, tanaman mati. Pengendalian: menggunakan insektisida bahan
aktif dimethoate (Roxion 40 EC, Rogor 40 EC), Monocrotophos (Azodrin 60 WSC)
dan endosulfan (Thiodan 3G, 35 EC dan Dekasulfan 350 EC). Penyemprotan
dilakukan menjelang dan saat bertunas, Selain itu buang bagian yang terserang.

2) Kutu daun (Toxoptera citridus aurantii, Aphis gossypii.)

Bagian yang diserang adalah tunas muda dan bunga. Gejala: daun menggulung
dan membekas sampai daun dewasa. Pengendalian: menggunakan insektisida
dengan bahan aktif Methidathion (Supracide 40 EC), Dimethoate (Perfecthion,
Rogor 40 EC, Cygon), Diazinon (Basudin 60 EC), Phosphamidon (Dimecron 50
SCW), Malathion (Gisonthion 50 EC).

3) Ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella.)

Bagian yang diserang adalah daun muda. Gejala: alur melingkar transparan atau
keperakan, tunas/daun muda mengkerut, menggulung, rontok. Pengendalian:
semprotkan insektisida dengan bahan aktif Methidathion (Supracide 40 EC,
Basudin 60 EC), Malathion (Gisonthion 50 EC, 50 WP)< Diazinon (Basazinon
45/30 EC). Kemudian daun dipetik dan dibenamkan dalam tanah.

4) Tungau (Tenuipalsus sp. , Eriophyes sheldoni Tetranychus sp)

Bagian yang diserang adalah tangkai, daun dan buah. Gejala: bercak keperak-
perakan atau coklat pada buah dan bercak kuning atau coklat pada daun.
Pengendalian: semprotkan insektisida Propargite (Omite), Cyhexation (Plictran),
Dicofol (Kelthane), Oxythioquimox (Morestan 25 WP, Dicarbam 50 WP).

5) Penggerek buah (Citripestis sagittiferella.)

Bagian yang diserang adalah buah. Gejala: lubang yang mengeluarkan getah.
Pengendalian: memetik buah yang terinfeksi kemudian menggunakan insektisida
Methomyl (Lannate 25 WP, Nudrin 24 WSC), Methidathion (Supracide 40 EC)
yang disemprotkan pada buah berumur 2-5 minggu.

6) Kutu penghisap daun (Helopeltis antonii.)

Bagian yang diserang Helopeltis antonii. Gejala: bercak coklat kehitaman dengan
pusat berwarna lebih terang pada tunas dan buah muda, bercak disertai

Hal. 7 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

keluarnya cairan buah yang menjadi nekrosis. Pengendalian: semprotkan


insektisida Fenitrotionmothion (Sumicidine 50 EC), Fenithion (Lebaycid),
Metamidofos (Tamaron), Methomil (Lannate 25 WP).

7) Ulat penggerek bunga dan puru buah (Prays sp.)

Bagian yang diserang adalah kuncup bunga jeruk manis atau jeruk bes. Gejala:
bekas lubang-lubang bergaris tengah 0,3-0,5 cm, bunga mudah rontok, buah
muda gugur sebelum tua. Pengendalian: gunakan insektisida dengan bahan aktif
Methomyl (Lannate 25 WP) dan Methidathion (Supracide 40 EC). Kemudian
buang bagian yang diserang.

8) Thrips (Scirtotfrips citri.)

Bagian yang diserang adalah tangkai dan daun muda. Gejala: helai daun
menebal, tepi daun menggulung ke atas, daun di ujung tunas menjadi hitam,
kering dan gugur, bekas luka berwarna coklat keabu-abuan kadang-kadang
disertai nekrotis. Pengendalian: menjaga agar tajuk tanaman tidak terlalu rapat
dan sinar matahari measuk ke bagian tajuk, hindari memakai mulsa jerami.
Kemudian gunakan insektisida berbahan aktif Difocol (Kelthane) atau Z-Propargite
(Omite) pada masa bertunas.

9) Kutu dompolon (Planococcus citri.)

Bagian yang diserang adalah tangkai buah. Gejala: berkas berwarna kuning,
mengering dan buah gugur. Pengendalian: gunakan insektisda Methomyl
(Lannate 25 WP), Triazophos (Fostathion 40 EC), Carbaryl (Sevin 85 S),
Methidathion (Supracide 40 EC). Kemudian cegah datangnya semut yang dapat
memindahkan kutu.

10) Lalat buah (Dacus sp.)

Bagian yang diserang adalah buah yang hampir masak. Gejala: lubang kecil di
bagian tengah, buah gugur, belatung kecil di bagian dalam buah. Pengendalian:
gunakan insektisida Fenthion (Lebaycid 550 EC), Dimethoathe (Roxion 40 EC,
Rogor 40 EC) dicampur dengan Feromon Methyl-Eugenol atau protein
Hydrolisate.

11) Kutu sisik (Lepidosaphes beckii Unaspis citri.)

Bagian yang diserang daun, buah dan tangkai. Gejala: daun berwarna kuning,
bercak khlorotis dan gugur daun. Pada gejala serangan berat terlihat ranting dan
cabang kering dan kulit retak buah gugur. Pengendalian: gunakan pestisida
Diazinon (Basudin 60 EC, 10 G, Basazinon 45/30 EC), Phosphamidon (Dimecron
50 SCW), Dichlorophos (Nogos 50 EC), Methidhation (Supracide 40 EC).

Hal. 8 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12) Kumbang belalai (Maeuterpes dentipes.)

Bagian yang diserang adalah daun tua pada ranting atau dahan bagian bawah.
Gejala: daun gugur, ranting muda kadang-kadang mati. Pengendalian: perbaiki
sanitasi kebun, kurangi kelembaban perakaran. Kemudian gunakan insektisida
Carbaryl (Sevin 85 S) dan Diazinon (Basudin 60 EC, 10 G).

7.2. Penyakit

1) CVPD

Penyebab: Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat Diaphorina citri.
Bagian yang diserang: silinder pusat (phloem) batang. Gejala: daun sempit, kecil,
lancip, buah kecil, asam, biji rusak dan pangkal buah oranye. Pengendalian:
gunakan tanaman sehat dan bebas CVPD. Selain itu penempatan lokasi kebun
minimal 5 km dari kebun jeruk yang terserang CVPD. Gunakan insektisida untuk
vektor dan perhatikan sanitasi kebun yang baik.

2) Tristeza

Penyebab: virus Citrus tristeza dengan vektor Toxoptera. Bagian yang diserang
jeruk manis, nipis, besar dan batang bawah jeruk Japanese citroen. Gejala: lekuk
batang , daun kaku pemucatan, vena daun, pertumbuhan terhambat.
Pengendalian: perhatikan sanitasi kebun, memusnahkan tanaman yang
terserang, kemudian kendalikan vektor dengan insektisida Supracide atau
Cascade.

3) Woody gall (Vein Enation)

Penyebab: virus Citrus Vein Enation dengan vektor Toxoptera citridus, Aphis
gossypii. Bagian yang diserang: Jeruk nipis, manis, siem, Rough lemon dan Sour
Orange. Gejala: Tonjolan tidak teratur yang tersebar pada tulang daun di
permukaan daun. Pengendalian: gunaan mata tempel bebas virus dan
perhatikan sanitasi lingkungan.

4) Blendok

Penyebab: jamur Diplodia natalensis. Bagian yang diserang adalah batang atau
cabang. Gejala: kulit ketiak cabang menghasilkan gom yang menarik perhatian
kumbang, warna kayu jadi keabu-abuan, kulit kering dan mengelupas.
Pengendalian: pemotongan cabang terinfeksi, bekas potongan diberi
karbolineum atau fungisida Cu. dan fungisida Benomyl 2 kali dalam setahun.

Hal. 9 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Embun tepung

Penyebab: jamur Odidium tingitanium. Bagian yang diserang adalah daun dan
tangkai muda. Gejala: tepung berwarna putih di daun dan tangkai muda.
Pengendalian: gunakan fungisida Pyrazophos (Afugan) dan Bupirimate (Nimrot
25 EC).

6) Kudis

Penyebab: jamur Sphaceloma fawcetti. Bagian yang diserang adalah daun,


tangkai atau buah. Gejala: bercak kecil jernih yang berubah menjadi gabus
berwarna kuning atau oranye. Pengendalian: pemangkasan teratur. Kemudian
gunakan Fungisida Dithiocarbamate /Benomyl (Benlate).

7) Busuk buah

Penyebab: Penicillium spp. Phytophtora citriphora, Botryodiplodia theobromae.


Bagian yang diserang adalah buah. Gejala: terdapat tepung-tepung padat
berwarna hijau kebiruan pada permukaan kulit. Pengendalian: hindari kerusakan
mekanis, celupkan buah ke dalam air panas/fungisida benpmyl, pelilinan buah
dan pemangkasan bagian bawah pohon.

8) Busuk akar dan pangkal batang

Penyebab: jamur Phyrophthoranicotianae. Bagian yang diserang adalah akar dan


pangkal batang serta daun di bagian ujung dahan berwarna kuning. Gejala: tunas
tidak segar, tanaman kering. Pengendalian: pengolahan dan pengairan yang
baik, sterilisasi tanah pada waktu penanaman, buat tinggi tempelan minimum 20
cm dari permukaan tanah.

9) Buah gugur prematur

Penyebab: jamur Fusarium sp. Colletotrichum sp. Alternaria sp. Bagian yang
diserang: buah dan bunga Gejala: dua-empat minggu sebelum panen buah
gugur. Pengendalian: Fungisida Benomyl (Benlate) atau Caprafol.

10) Jamur upas

Penyebab: Upasia salmonicolor. Bagian yang diserang adalah batang. Gejala:


retakan melintang pada batang dan keluarnya gom, batang kering dan sulit
dikelupas. Pengendalian: kulit yang terinfeksi dikelupas dan disaput fungisida
carbolineum. Kemudian potong cabang yang terinfeksi.

Hal. 10 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11) Kanker

Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris Cv. Citri. Bagian yang diserang


adalah daun, tangkai, buah. Gejala: bercak kecil berwarna hijau-gelap atau
kuning di sepanjang tepi, luka membesar dan tampak seperti gabus pecah
dengan diameter 3-5 mm. Pengendalian: Fungisida Cu seperti Bubur Bordeaux,
Copper oxychlorida. Selain itu untuk mencegah serangan ulat peliang daun
adalah dengan mencelupkan mata tempel ke dalam 1.000 ppm Streptomycin
selama 1 jam.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Buah jeruk dipanen pada saat masak optimal, biasanya berumur antara 28–36
minggu, tergantung jenis/varietasnya.

8.2. Cara Panen

Buah dipetik dengan menggunakan gunting pangkas.

8.3. Perkiraan Produksi

Rata-rata tiap pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang
sampai 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1 ton/ha masih di
bawah produksi di negara subtropis yang dapat mencapai 40 ton/ha.

9. PASCAPANEN

9.1. Pengumpulan

Di kebun, buah dikumpulkan di tempat yang teduh dan bersih. Pisahkan buah yang
mutunya rendah, memar dan buang buah yang rusak. Sortasi dilakukan berdasarkan
diameter dan berat buah yang biasanya terdiri atas 4 kelas. Kelas A adalah buah
dengan diameter dan berat terbesar sedangkan kelas D memiliki diameter dan berat
terkecil.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Setelah buah dipetik dan dikumpulkan, selanjutnya buah disortasi/dipisahkan dari


buah yang busuk. Kemudian buah jeruk digolongkan sesuai dengan ukuran dan
jenisnya.

Hal. 11 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Penyimpanan

Untuk menyimpan buah jeruk, gunakan tempat yang sehat dan bersih dengan
temperatur ruangan 8-10 derajat C.

9.4. Pengemasan

Sebelum pengiriman, buah dikemas di dalam keranjang bambu/kayu tebal yang


tidak terlalu berat untuk kebutuhan lokal dan kardus untuk ekspor. Pengepakan
jangan terlalu padat agar buah tidak rusak. Buah disusun sedemikian rupa sehingga
di antara buah jeruk ada ruang udara bebas tetapi buah tidak dapat bergerak.
Wadah untuk mengemas jeruk berkapasitas 50-60 kg.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Analisis budidaya jeruk manis (Jaffa) skala 1 hektar selama masa tanam 6 tahun di
daerah Batu (Malang) tahun 1999.

1) Biaya produksi
a. Sewa lahan 15 tahun @ Rp. 1.000.000,- Rp. 15.000.000,-
b. Bibit 400 tanaman @ Rp. 2.500,- Rp. 100.000,-
c. Pupuk kandang
- Tahun ke-1, 67 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 1.005.000,-
- Tahun ke-2, 83 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 1.245.000,-
- Tahun ke-3, 100 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 1.500.000,-
- Tahun ke-4, 125 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 1.875.000,-
- Tahun ke-5, 150 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 2.250.000,-
- Tahun ke-6, 175 m3 @ Rp. 15.000,- Rp. 2.625.000,-
d. Pupuk Urea
- Tahun ke-1, 80 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 112.800,-
- Tahun ke-2, 100 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 141.000,-
- Tahun ke-3, 145 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 204.450,-
- Tahun ke-4, 152 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 214.320,-
- Tahun ke-5, 222 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 313.020,-
- Tahun ke-6, 333 kg @ Rp. 1.410,- Rp. 469.530,-
e. Pupuk SP 36
- Tahun ke-1, 65 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 133.575,-
- Tahun ke-2, 85 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 174.675,-
- Tahun ke-3, 100 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 205.500,-
- Tahun ke-4, 100 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 205.500,-
- Tahun ke-5, 111 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 228.105,-
- Tahun ke-6, 166 kg @ Rp. 2.055,- Rp. 341.130,-
f. Pupuk ZK

Hal. 12 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Tahun ke-1, 26 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 66.300,-


- Tahun ke-2, 50 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 127.500,-
- Tahun ke-3, 73 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 186.150,-
- Tahun ke-4, 152 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 387.600,-
- Tahun ke-5, 333 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 849.150,-
- Tahun ke-6, 500 kg @ Rp. 2.550,- Rp. 1.275.000,-
g. Pupuk Daun
- Tahun ke-1: 3 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 162.000,-
- Tahun ke-2: 6 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 324.000,-
- Tahun ke-3: 8 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 432.000,-
- Tahun ke-4: 10 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 540.000,-
- Tahun ke-5: 10 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 540.000,-
- Tahun ke-6: 10 liter @ Rp. 54.000,- Rp. 540.000,-
h. Obat dan Pestisida (Antracol, Karathane,Nimrod, Dimecron, dll)
- Tahun ke-1: Rp. 3.000.000,-
- Tahun ke-2: Rp. 4.400.000,-
- Tahun ke-3: Rp. 4.840.000,-
- Tahun ke-4: Rp. 5.668.000,-
- Tahun ke-5: Rp. 8.400.000,-
- Tahun ke-6: Rp. 11.104.000,-
i. Peralatan
- Cangkul 20 buah @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-
- Sprayer 3 buah @ Rp. 300.000,- Rp. 900.000,-
- Gunting pangkas 5 bh @ Rp. 50.000,- Rp. 250.000,-
j. Tenaga kerja :
- Tenaga tetap 1 or, Rp. 960.000,-/th Rp. 5.760.000,-
- Pengolahan lahan
Tahun ke-1: 15 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 75.000,-
Tahun ke-2-6: 40 HOK, Rp. 200.000/th Rp. 1.000.000,-
- Buat lubang tanam: 70 HOK @ Rp.5.000 Rp. 350.000,-
- Penanaman: 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Penyiangan: 20 HOK, Rp. 100.000/th Rp. 600.000,-
- Pemupukan
Tahun ke-1-2: 30 HOK, Rp. 150.000,-/th Rp. 300.000,-
Tahun ke-3: 40 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 200.000,-
Tahun ke-4: 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
Tahun ke 5: 65 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 325.000,-
Tahun ke-6: 75 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 375.000,-
- Pengendalaian HPT
Tahun ke-1: 24 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 120.000,-
Tahun ke-2: 36 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 180.000,-
Tahun ke-3: 48 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 240.000,-
- Penyemprotan Hama
Tahun Ke-1: 50 Hok @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
Tahun ke-2: 65 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 325.000,-
Tahun ke-3: 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
- Penyemprotan penyakit

Hal. 13 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Tahun ke-1: 20 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 100.000,-


Tahun ke-2: 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
Tahun ke-3: 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
- Penyabutan batang
Tahun ke-2: 16 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 80.000,-
Tahun ke-3: 20 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 100.000,-
Tahun ke-4: 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
Tahun ke-5: 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
Tahun ke-6: 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Pengairan
Tahun ke-1-3: 30 HOK, Rp. 150.000,-/th Rp. 450.000,-
Tahun ke-4-6: 40 HOK, Rp. 200.000,-/th Rp. 600.000,-
- Pemangkasan
Tahun ke-2: 22 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 110.000,-
Tahun ke-3: 30 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 150.000,-
Tahun ke-4: 50 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
Tahun ke-5: 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
Tahun ke-6: 60 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 300.000,-
Jumlah biaya produksi selama 6 tahun Rp. 86.825.305,-

2) Pendapatan (mulai produksi tahun ke-3)


a. Tahun ke-3: 1.665 kg @ Rp. 5.000,-/kg Rp. 8.325.000,-
b. Tahun ke-4: 4.995kg @ Rp. 5.000,-/kg Rp. 24.975.000,-
c. Tahun ke-5: 9.990 kg @ Rp. 5.000,-/kg Rp. 49.950.000,-
d. Tahun ke-6: 19.960 kg @ Rp. 5.000,-/kg Rp. 99.800.000,-
Jumlah pendapatan Rp.183.050.000,-

3) Keuntungan dalam 6 tahun Rp. 96.224.695,-


Keuntungan rata-rata per tahun Rp. 16.037449,17,-

4) Parameter kelayakan usaha


a. B/C ratio = 2,1

Catatan:
Dalam budidaya jeruk manis (Jaffa), tanaman mulai berproduksi pada tahun ke 3
dan keuntungan mulai didapat mulai tahun ke-4.

10.2 Gambaran Peluang Agribisnis

Di luar negeri jeruk merupakan komoditi buah-buahan yang sangat penting dengan
nilai ekonomi tinggi. Tendensi permintaan buah-buah internasional termasuk jeruk
akan meningkat, selain itu diperkiraan permintaan pasar dalam negeri akan
meningkat sebesar 10 % per tahun.

Konsumsi jeruk di Indonesia hanya 2,7 kg/orang/tahun, masih jauh dari konsumsi
ideal sebesar 6,4 kg/orang/tahun. Dengan konsumsi ideal, diperlukan 1,3 juta ton
jeruk/tahun, padahal produksi jeruk di tahun 1996 hanya 793.810 ton/tahun yang

Hal. 14 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

saat ini tidak bergerak banyak. Untuk itu masih diperlukan penambahan 50.129 ha
kebun jeruk.

Prospek agribisnis jeruk di Indonesia semakin baik karena lahan pertanian untuk
buah-buahan meliputi areal jutaan hektar dan potensi peningkatan produksi jeruk
juga tinggi karena selama ini kebun jeruk umumnya diusahakan secara tradisional.
Selain itu, jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang harganya relatif stabil.

11. STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Jeruk keprok adalah buah dari tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata LOUR) yang
berkulit mudah dikupas, dalam keadaan cukup tua, utuh segar dan bersih.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Jeruk keprok digolongkan dalam 4 (empat) ukuran yaitu kelas A, B, C dan D,


berdasarkan berat tiap buah, yang masing-masing digolongkan dalam 2 (dua) jenis
mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II.
Kelas A: diameter 7,1 cm atau 151 gram/buah.
Kelas B: diameter 6,1–7,0 cm atau 101–150 gram/buah
Kelas C: diameter 5,1–6,0 cm atau 51–100 gram/buah
Kelas D: diameter 4,0–5,0 cm atau 50 gram/buah

Adapun syarat mutu buah jeruk keprok adalah sebagai berikut :


1) Keasamaan sifat varietas: Seragam, cara uji organoleptik
2) Tingkat ketuaan: Tua, tidak terlalu matang, cara uji organoleptik
3) Kekerasan: Cukup keras, cara uji organoleptik
4) Ukuran: Kurang seragam, cara uji SP-SMP-309-1981
5) Kerusakan, % (jml/jml): maks 5-10, cara uji SP-SMP-310-1981
6) Kotoran: bebas, bebas, cara uji organoleptik
7) Busuk % (jml/jml): maks.1-2, cara uji SP-SMP-311-1981

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai
diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.

Hal. 15 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
2) Jumlah kemasan dalam partai (lot)101 sampai dengan 300, contoh yang diambil
7.
3) Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
4) Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
5) Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15
(minimum).

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

11.5. Pengemasan

Buah jeruk dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih
maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain:
nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat bersih,
negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

12. DAFTAR PUSTAKA

1) AAK. 1992. Bertanam Pohon Buah-buahan 2. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta.


2) Rahardi, Yovita H. Indriani & Haryono. 1999. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
2) Trubus no 340. 1998. Masih Diperlukan Penambahan 50.129 ha Kebun Jeruk.
3) R. Bambang Soelarso, Ir. 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Penerbit
Kanisisus. Yogyakarta.
4) Bonus Trubus No. 345. 1998. Celah-celah Usaha Terpilih.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16 / 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

KACANG TANAH
( Arachis hypogeae L.)

1. SEJARAH SINGKAT
Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari
Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali dilakukan
oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika penanaman
berkembang yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Kacang Tanah ini pertama
kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Cina dan
Portugis.

Nama lain dari kacang tanah adalah kacang una, suuk, kacang jebrol, kacang
bandung, kacang tuban, kacang kole, kacang banggala. Bahasa Inggrisnya kacang
tanah adalah “peanut” atau “groundnut”.

2. JENIS TANAMAN
Sistematika kacang tanah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Klas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Leguminales

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogeae L.; Arachis tuberosa Benth.; Arachis guaramitica
Chod & Hassl.; Arachis idiagoi Hochne.; Arachis angustifolia (Chod &
Hassl) Killip.; Arachis villosa Benth.; Arachis prostrata Benth.; Arachis
helodes Mart.; Arachis marganata Garden.; Arachis namby quarae
Hochne.; Arachis villoticarpa Hochne.; Arachis glabrata Benth.

Varietas-varietas kacang tanah unggul yang dibudidayakan para petani biasanya


bertipe tegak dan berumur pendek (genjah). Varietas unggul kacang tanah
ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
a) Daya hasil tinggi.
b) Umur pendek (genjah) antara 85-90 hari.
c) Hasilnya stabil.
d) Tahan terhadap penyakit utama (karat dan bercak daun).
e) Toleran terhadap kekeringan atau tanah becek.

Varietas kacang tanah di Indonesia yang terkenal, yaitu:


a) Kacang Brul, berumur pendek (3-4 bulan).
b) Kacang Cina, berumur panjang (6-8 bulan).
c) Kacang Holle, merupakan tipe campuran hasil persilangan antara varietas-
varietas yang ada. Kacang Holle tidak bisa disamakan dengan kacang “Waspada”
karena memang berbeda varietas.

3. MANFAAT TANAMAN
Di bidang industri, digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega, sabun
dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat bungkil (ampas
kacang yang sudah dipipit/diambil minyaknya) dan dibuat oncom melalui fermentasi
jamur. Manfaat daunnya selain dibuat sayuran mentah ataupun direbus, digunakan
juga sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau. Sebagai bahan pangan dan
pakan ternak yang bergizi tinggi, kacang tanah mengandung lemak (40,50%), protein
(27%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral
antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium, Phospor, Kalium dan Sulphur.

4. SENTRA PENANAMAN
Di tingkat Internasional mula-mula kacang tanah terpusat di India, Cina, Nigeria,
Amerika Serikat dan Gombai, kemudian meluas ke negara lain. Di Indonesia kacang
tanah terpusat di Pulau Jawa, Sumatra Utara, Sulawesi dan kini telah ditanam di
seluruh Indonesia.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300
mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak
terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan
kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah.
b) Suhu udara bagi tanaman kacang tanah tidak terlalu sulit, karena suhu udara
minimal bagi tumbuhnya kacang tanah sekitar 28–32 derajat C. Bila suhunya di
bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat,
bahkan jadi kerdil dikarenakan pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
c) Kelembaban udara untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 65-75 %. Adanya
curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban terlalu tinggi di sekitar
pertanaman.
d) Penyinaran sinar matahari secara penuh amat dibutuhkan bagi tanaman kacang
tanah, terutama kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.

5.2. Media Tanam

a) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman kacang tanah adalah jenis tanah yang
gembur/bertekstur ringan dan subur.
b) Derajat keasaman tanah yang sesuai untuk budidaya kacang tanah adalah pH
antara 6,0–6,5.
c) Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati.
Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang ada
disekitar lokasi penanaman. Tanah berdrainase dan berserasi baik atau lahan
yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang
tanah.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman kacang tanah adalah pada
ketinggian antara 500 m dpl. Jenis kacang tanah tertentu dapat ditanam pada
ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Syarat-syarat benih/bibit kacang tanah yang baik adalah:


a) Berasal dari tanaman yang baru dan varietas unggul.

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Daya tumbuh yang tinggi (lebih dari 90 %) dan sehat.


c) Kulit benih mengkilap, tidak keriput dan cacat.
d) Murni atau tidak tercampur dengan varietas lain.
e) Kadar air benih berkisar 9-12 %.

2) Penyiapan Benih

Penyiapan benih kacang tanah meliputi hal-hal sebagai berikut:


a) Benih dilakukan secara generatif (biji).
b) Benih sebaiknya tersimpan dalam kaleng kering dan tertutup rapat.
c) Benih yang baik tersimpan dalam keadaan kering yang konstan.
d) Benih diperoleh dari Balai Benih atau Penangkar Benih yang telah ditunjuk oleh
Balai Sertifikasi Benih.
e) Perkiraan kebutuhan benih dapat mengikuti rumus sebagai berikut:
B = a x b x c kg
100 x p x q
B = bobot benih (kg)
a = Jumlah benih/lubang;
b = Bibit per-1000 biji (g)
c = Lokasi yang akan ditanam (hektar)
p = Jarak antar barisan (m)
q = Jarak dalam barisan (m)

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Pengukuran luas lahan sangat berguna untuk mengetahui berapa jumlah benih
yang dibutuhkan. Kondisi lahan yang terpilih harus disesuaikan dengan
persyaratan tanaman kacang tanah.

2) Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam
gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan
pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada.
Pembajakan dilakukan dengan hewan ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun
dengan mesin traktor. Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau
oleh alat bajak dan alat garu sampai tanah siap untuk ditanami.

3) Pembentukan Bedengan

Untuk memudahkan pengaturan penanaman dilakukan pembedengan sesuai


dengan ukuran yang telah ditentukan, yaitu untuk lereng agak curam jarak tanam
cukup 0,5 m dan untuk lahan yang tidak begitu miring bisa antara 30–40 meter.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Sedangkan untuk tanah datar, luas bedengan adalah 10 – 20 meter atau 2 x 10


meter. Ketebalan bedengan antara 20–30 cm.

4) Pengapuran

Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat masam,
perlu dilakukan pengapuran. Dosis yang biasa digunakan untuk pengapuran pada
saat pembajakan adalah 1-2,5 ton/ha dicampurkan dan diaduk hingga merata.
Selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tanam.

5) Pemupukan

Pemupukan adalah untuk menambah unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman.


Jenis dan dosis pupuk setiap hektar yang dianjurkan adalah Urea=60–90 kg
ditambah TSP=60–90 kg ditambah KCl=50 kg. Semua dosis pupuk diberikan pada
saat tanam. Pupuk dimasukkan di kanan dan kiri lubang tugal dan tugal dibuat
kira-kira 3 cm.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada tanah yang
subur, benih kacang tanah ditanam dalam larikan dengan jarak tanam 40 x 15 cm
atau 30 x 20 cm. Pada tanah yang kurang subur dapat ditanam lebih rapat yaitu
40 x 10 cm atau 20 x 20 cm.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat sedalam 3 cm dengan tugal dengan jarak seperti yang telah
ditentukan di atas.

3) Cara Penanaman

Pilih benih kacang yang telah memenuhi syarat benih bermutu tinggi. Masukan
benih satu atau dua butir ke dalam lubang tanam dengan tanah tipis. Waktu tanam
yang paling baik dilahan kering adalah pada awal musim hujan, di lahan sawah
dapat dilakukan pada bulan April-Juni (palawija I) atau bulan Juli-September
(palawija II). Sedangkan untuk lahan bukaan terlebih dahulu dilakukan inokulasi
rhizobium (benih dicampur dengan inokulan dengan dosis 4 gram/kg) kemudian
benih langsung ditanam paling lambat 6 jam.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Penyulaman dilakukan bila ada benih yang mati atau tidak tumbuh, untuk
penyulaman waktunya lebih cepat lebih baik (setelah yang lain kelihatan tumbuh ±
3-7 hari setelah tanam).

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menghindari hama dan penyakit tanaman. Juga agar
tanaman yang ditanam tidak bersaing dengan tanaman liar (gulma) pada umur 5-7
hari.

3) Pembubunan

Pembubunan dilakukan dengan cara mengumpulkan tanah di daerah barisan


sehingga membentuk gundukan yang membentuk memanjang sepanjang barisan
tanaman.

4) Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan jenis dan dosis pupuk yang dianjurkan yaitu
Urea=60-90 kg/ha ditambah TSP=60-90 kg/ha ditambah KCl=50 kg/ha. Semua
dosis pupuk diberikan pada saat tanam dan pupuk dimasukan dikanan kiri lubang
tunggal.

5) Pengairan dan Penyiraman

Pengairan dilakukan agar tanah tetap lembab. Untuk menjaga kelembaban pada
musim kemarau diberikan mulsa dan pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan
penyiraman, karena dapat menggganggu penyerbukan.

6) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan untuk mengusir ataupun memberantas hama tanaman hendaknya


dilakukan pada sore atau malam hari. Obat yang digunakan maupun dosis sesuai
dengan jenis hama yang menyerang tanaman tersebut.

7) Pemeliharaan Lain

Hal-hal lain yang sangat menunjang faktor pemeliharaan bisa dilakukan, asalkan
tidak memerlukan biaya yang berarti, misalnya pemangkasan, perambatan,
pemeliharaan tunas dan bunga serta sanitasi lingkungan lahan (dijaga agar
menunjang kesehatan tanaman).

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Uret
Gejala: memakan akar, batang bagian bawah dan polong akhirnya tanaman layu
dan mati. Pengendalian: menanam serempak, penyiangan intensif, tanaman
terserang dicabut dan uret dimusnahkan.

b) Ulat berwarna
Gejala: daun terlipat menguning, akhirnya mengering. Pengendalian:
penyemprotan insektisida Azodrin 15 W5C, Sevin 85 S atau Sevin 5 D.

c) Ulat grapyak
Gejala: ulat memakan epidermis daun dan tulang secara berkelompok.
Pengendalian: (1) bersihkan gulma, menanam serentak, pergiliran tanaman; (2)
penyemprotan insektisida lannate L, Azodrin 15 W5C.

d) Ulat jengkal
Gejala: menyerang daun kacang tanah. Pengendalian: penyemprotan insektisida
Basudin 60 EC Azodrin 15 W5C, Lannate L Sevin 85 S.

e) Sikada
Gejala: menghisap cairan daun. Pengendalian: (1) penanaman serempak,
pergiliran tanaman; (2) penyemprotan insektisida lannate 25 WP, Lebaycid 500
EC, Sevin 5D, Sevin 85 S, Supraciden 40 EC.

f) Kumbang daun
Gejala: daun tampak berlubang, daun tinggal tulang, juga makan pucuk bunga.
Pengendalian: (1) penanaman serentak; (2) penyemprotan Agnotion 50 EC,
Azodrin 15 W5C, Diazeno 60 EC.

7.2. Penyakit

a) Penyakit layu
Pengendalian: penyemprotan Streptonycin atau Agrimycin, 1 ha membutuhkan
0,5-1 liter. Agrimycin dalam kelarutan 200-400 liter/ha.

b) Penyakit sapu setan


Pengendalian: tanaman dicabut, dibuang dan dimusnahkan, semua tanaman
inang dibersihkan (sanitasi lingkungan).

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Penyakit bercak daun


Pengendalian: penyemprotan dengan bubur Bardeaux 1 % atau Dithane M 45,
atau Deconil pada tanaman selesai berbunga, dengan interval penyemprotan 1
minggu atau 10 hari sekali.

d) Penyakit mozaik
Pengendalian: penyemprotan dengan fungisida secara rutin 5-10 hari sekali sejak
tanaman itu baru tumbuh.

e) Penyakit gapong
Pengendalian: tanahnya didangir dan dicari nematodanya, kemudian baru diberi
DD (Dichloropane Dichloropene 40-800 liter/ha per aplikasi.

f) Penyakit Sclertium
Pengendalian: membakar tanaman yang terserang cendawan.

g) Penyakit karat
Pengendalian: tanaman yang terserang dicabut dan dibakar serta semua vektor
penularan harus dibasmi.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen tanaman kacang tanah tergantung dari jenisnya yaitu umur pendek ± 3-
4 bulan dan umur panjang ± 5-6 bulan. Adapun ciri-ciri kacang tanah sudah siap
dipanen antara lain:
a) Batang mulai mengeras.
b) Daun menguning dan sebabian mulai berguguran, Polong sudah berisi penuh dan
keras.
c) Warna polong coklat kehitam-hitaman.

8.2. Cara Panen

Pencabutan tanaman, lalu memetik polong (buahnya) terus bersihkan dan dijemur
matahari, memilih bila diperlukan untuk benih dan seterusnya dilakukan
penyimpanan, untuk konsumsi bisa di pasarkan langsung atau bisa langsung dibuat
berbagai jenis produk makanan.

8.3. Perkiraan Produksi

Jumlah produksi panen yang normal dalam satuan luas, misalnya untuk lahan seluas
satu hektar produksi normal berkisar antara 1,5-2,5 ton polong kering.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Kumpulkan brangkasan tanaman kacang tanah ditempat strategis.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pilah-pilah polong yang tua dan polong yang muda untuk dipisahkan berdasarkan
derajat ketuaannya, lalu seleksi polong yang rusak atau busuk untuk dibuang.

9.3. Penyimpanan

a) Penyimpanan dalam bentuk polong kering, masukan polong kering kedalam


karung goni atau kaleng tertutup rapat lalu disimpan digudang penyimpanan yang
tempatnya kering.
b) Penyimpanan dalam bentuk biji kering.
c) Kupas polong kacang tanah kering dengan tangan atau alat pengupas kacang
tanah. Jemur (keringkan) biji kacang tanah hingga berkadar air 9% lalu masukan
ke dalam wadah.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Pengemasan bisa dilakukan untuk produk mentah/polong mentah dalam bungkus


plastik per 10 kg. Dapat juga berupa kemasan kue atau bentuk makanan yang sudah
dimasak seperti kacang rebus, kacang goreng dan berbagai jenis kue dari kacang
tanah.

Untuk pengangkutan pada prinsipnya yang pentuing kondisi komoditi tersebut tidak
rusak atau tidak berubah dari kualitas yang sudah disiapkan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


4.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha tani kacang tanah seluas 1 hektar per musim tanam (3
bulan) pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat dapat dirinci berikut ini:

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 500.000,-
2. Bibit: benih 200 kg @ Rp 4.000,- Rp. 800.000,-
3. Pupuk
- Urea: 100 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 150.000,-

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- TSP: 100 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 180.000,-


- KCL: 50 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 82.500,-
4. Pestisida: 2 liter @ Rp. 50.000,- Rp. 100.000,-
5. Peralatan Rp. 200.000,-
6. Tenaga kerja
- Pengolah tanah 50 HKP @ Rp 10.000,- Rp. 500.000,-
- Penanaman dan pemupukan 5 HKP + 15 HKW Rp. 112.500,-
- Penyiangan dan pembubutan 4 HKP + 5 HKW Rp. 77.500,-
7. Panen dan pasca panen 4 HKP + 10 HKW Rp. 115.000,-
8. Lain-lain Rp. 150.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 2.967.500,-

b) Pendapatan
1. Berupa polong kering 2.000 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 4.000.000,-
2. Berupa biji kering (rendemen 0,6): 2.000 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 4.800.000,-

c) Keuntungan bersih
1. Berupa polong kering Rp. 1.032.500,-
2. Berupa biji kering Rp. 1.832.500,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. O/I berupa polong kering = 1,348
2. O/I berupa biji = 1,618

Catatan : HKP : Hari kerja pria, HKW : Hari kerja wanita.

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang
maksimum, meskipun bibit unggul yang berproduksi tinggi sudah diciptakan, namun
dalam praktek produksinya belum memenuhi harapan. Hal ini merupakan daya tarik
tersendiri bagi konsumen. Yang terjadi di lapangan, sebelum panen tiba, para
tengkulak mulai melakukan pembelian di areal pertanaman secara besar-besaran
(Jawa: ditebas) dan para tengkulak kemudian menjual ke pabrik-pabrik minyak
goreng.

Hal yang paling mendapat sorotan pemerintah, selama tahun 1969-1991, produksi
dan produktivitas kacang tanah nasional meningkat terus. Di Indonesia, angka
produksi kacang tanah diantara jenis kacang-kacangan lainnya, menempati urutan
ke-2 setelah kedelai.

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi kacang tanam meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.

11.2. Diskripsi

Standar mutu kacang tanah di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional


Indonesia SNI 01-3921-1995.

11.3. Klasifikasi dan Syarat Mutu

Kacang tanah digolongkan dalam 3 jenis mutu: mutu I, mutu II dan mutu III

a) Syarat umum
1. Bebas hama penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, apek dan bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.

b) Syarat khusus mutu kacang tanah biji (wose)


1. Kadar air maksimum (%): mutu I=6; mutu II=7; mutu III=8.
2. Butir rusak maksimum (%): mutu I=0; mutu II=1; mutu III=2.
3. Butir belah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=5; mutu III=10.
4. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=0; mutu II=2; mutu III=3.
5. Butir keriput maksimum (%): mutu I=0; mutu II=2; mutu III=4.
6. Kotoran maksimum (%): mutu I=0; mutu II=0,5; mutu III=3.
7. Diameter : mutu I minimum 8 mm; mutu II minimum 7 mm; mutu III maksimum
6mm.

c) Syarat khusus mutu kacang tanah polong (gelondong)


1. Kadar air maksimum (%): mutu I=8; mutu=9; mutu=9.
2. Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3.
3. Polong keriput maksimum (%): mutu I=2; mutu II=3; mutu III=4.
4. Polong rusak maksimum (%): mutu I=0,5; mutu II=1; mutu III=2.
5. Polong biji satu maksimum (%): mutu I=3; mutu II=4; mutu III=5.
6. Rendemen minimum (%): mutu I=65; mutu II=62,5; mutu III=60.

Untuk mendapatkan hasil kacang tanah yang sesuai dengan syarat, maka harus
dilakukan beberapa pengujian, yaitu:
a) Penentuan adanya hama dan penyakit, bau dilakukan dengan cara organoleptik
kecuali adanya bahan kimia dengan menggunakan indera penglihatan dan
penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperoleh.

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Penentuan adanya butir rusak, butir warna lain, kotoran dan butir belah dilakukan
dengan cara manual dengan pinset. Presentase butir warna lain, butir rusak, butir
belah, butir keriput, dan kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing
komponen dibandingkan dengan berat 100 %.
c) Penentuan diameter dengan menggunakan alat pengukur dial caliper.
d) Penentuan kadar air biji harus ditentukan dengan alat mouture tester electronic
yang telah dikalibrasi atau dengan distilasi dengan toulen (AOAC 9254). Untuk
mengukur kadar air, kacang tanah polong harus dikupas dahulu kulitnya,
selanjutnya biji kacang tanahnya diukur kadar airnya.
e) Penentuan suhu dengan alat termometer.
f) Penentuan kadar aflatoksin.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung, dengan
maksimum 30 karung dari tiap partai barang. Kemudian dari tiap-tiap karung diambil
contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga
merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal, cara ini
dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini
disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa untuk kacang wose 100
gram dan kacang tanah gelondong 200 gram.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah
berpengalaman atau dilatih lebih dahulu, dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum dan mempunyai sertifikat yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.

11.5. Pengemasan

Kacang tanah dikemas dalam karung goni atau dari bahan lain yang sesuai kuat dan
bersih dan mulutnyadijahit, berat netton setiap karung maksimum 75 kg, dan tahan
mengalami handing baik pada pemuatan maupun pembongkaran.

Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman
yang tidak luntur dengan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


a) Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
b) Danarti dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
c) Rahmat Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

KEDELAI
( Glycine max L )

1. SEJARAH SINGKAT
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai
jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai
yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo
(Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman
makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari
daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke
negara-negara lain di Amerika dan Afrika.

2. JENIS TANAMAN
Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut:
Familia : Leguminosae
Subfamili : Papilionoidae
Genus : Glycine
Species : Glycine max L

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis.
Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe
kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina.

Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe
batang. Varietas kedelai yang dianjurkan yaitu: Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317,
Sumbing 452, Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290,

Hal. 1/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

TKG 1291, Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo,
Kerinci, Raung, Merbabu, Muria dan Tidar.

3. MANFAAT TANAMAN
Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar dapat dibagi
menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu: olahan dalam bentuk protein kedelai dan
minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan
industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging
nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta
cetak dan tekstil.

Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri
makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan
sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk
pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan dalam
bentuk lecithin dibuat antara lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insectisida dan
farmasi.

4. SENTRA PENANAMAN
Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan kedelai
yang sangat luas sehingga menghasilkan 57 % produksi kedelai dunia. Di Indonesia,
saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung
air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara
(Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan
subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi
tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim
kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab.
b) Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan.
c) Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 derajat C, akan tetapi suhu
optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 derajat C. Pada proses
perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.

Hal. 2/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada
musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan
pengeringan hasil.

5.2. Media Tanam

a) Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi
air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai.
Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai.
b) Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan
tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun
kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan
menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis
tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik.
c) Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol.
Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak
pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan
pupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup.
d) Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri
Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang
panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi
akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi
pemupukan awal.
e) Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.
Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga
merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan
unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.
f) Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan
perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan
tidak tergenang air waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organik
sangat penting artinya.
g) Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0
tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan
bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau
proses pembusukan) akan berjalan kurang baik.
h) Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi
tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul.

5.3. Ketinggian Tempat

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-
300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan
ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak
lebih dari 500 m dpl.

Hal. 3/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, maka benih yang digunakan harus
yang berkualitas baik, artinya benih mempunyai daya tumbuh yang besar dan
seragam, tidak tercemar dengan varietas-varietas lainnya, bersih dari kotoran, dan
tidak terinfeksi dengan hama penyakit. Benih yang ditanam juga harus merupakan
varietas unggul yang berproduksi tinggi, berumur genjah/pendek dan tahan
terhadap serangan hama penyakit. Beberapa varietas unggul kedelai adalah:
Ainggit (137), Clark 63, Davros, Economic Garden, Galunggung, Guntur, Lakon,
Limpo Batang, Merbabu, No.27, No.29, No.452, Orba, Peter, Raung, Rinjani,
Shakti, Taichung, Tambora, Tidar, TK 5, Wilis.

2) Penyiapan Benih

Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam harus
dicampur dengan legin, (suatu inokulum buatan dari bakteri atau kapang yang
ditempatkan di media biakan, tanah, kompos untuk memulai aktifitas biologinya
Rhizobium japonicum). Pada tanah yang sudah sering ditanam dengan kedelai
atau kacang-kacangan lain, berarti sudah mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini
akan hidup di dalam bintil akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur N dari
udara.

Cara pemberian legin: (1) sebanyak 5-10 gram legin dibasahi dengan air sekitar
10 cc; (2) legin dicampur dengan 1 kg benih dan kocok hingga merata (agar
seluruh kulit biji terbungkus dengan inokulum; (3) setelah diinokulasi, benih
dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih diangin-anginkan
terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam.

Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam hal memilih benih yang baik adalah:
kondisi dan lama penyimpanan benih tersebut. Biji kedelai mudah menurun daya
kecambah/daya tumbuhnya (terutama bila kadar air dalam biji ≥ 13% dan
disimpan di ruangan bersuhu ≥ 25 derajat C, dengan kelembaban nisbi ruang ≥
80%.

3) Teknik Penyemaian Benih

Penanaman dengan benih yang mempunyai daya tumbuh agak rendah dapat
diatasi dengan cara menanamkan 3-4 biji tiap lubang, atau dengan
memperpendek jarak tanam. Jarak tanam pada penanaman benih berdasarkan

Hal. 4/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tipe pertumbuhan tegak dapat diperpendek, sebaliknya untuk tipe pertumbuhan


agak condong (batang bercabang banyak) diusahakan agak panjang, supaya
pertumbuhan tanaman yang satu dengan lainnya tidak terganggu.

4) Pemindahan Bibit

Ketika memindah yaitu menunjuk akar tanaman di kebun, perlu memperhatikan


cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh dapat merusak
perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka akan
mengalami hambatan dalam pertumbuhan bahkan mati.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Terdapat 2 cara mempersiapkan penanaman kedelai, yakni: persiapan tanpa


pengolahan tanah (ekstensif) di sawah bekas ditanami padi rendheng dan
persiapan dengan pengolahan tanah (intensif). Persiapan tanam pada tanah
tegalan atau sawah tadah hujan sebaiknya dilakukan 2 kali pencangkulan.
Pertama dibiarkan bongkahan terangin-angin 5-7 hari, pencangkulan ke 2
sekaligus meratakan, memupuk, menggemburkan dan membersihkan tanah dari
sisa-sia akar. Jarak antara waktu pengolahan tanah dengan waktu penanaman
sekitar 3 minggu.

2) Pembentukan Bedengan

Pembuatan bedengan dapat dilakukan dengan pencangkulan ataupun dengan


bajak lebar 50-60 cm, tinggi 20 cm. Apabila akan dibuat drainase, maka jarak
antara drainase yang satu dengan lainnya sekitar 3-4 m.

3) Pengapuran

Tanah dengan keasaman kurang dari 5,5 seperti tanah podsolik merah-kuning,
harus dilakukan pengapuran untuk mendapatkan hasil tanam yang baik. Kapur
dapat diberikan dengan cara menyebar di permukaan tanah, kemudian dicampur
sedalam lapisan olah tanah sekitar 15 cm. Pengapuran dilakukan 1 bulan sebelum
musim tanam, dengan dosis 2-3 ton/ha. Diharapkan pada saat musim tanam
kapur sudah bereaksi dengan tanah, dan pH tanah sudah meningkat sesuai
dengan yang diinginkan.

Kapur halus memberikan reaksi lebih cepat daripada kapur kasar. Sebagai
sumber kapur dapat digunakan batu kapur atau kapur tembok. Pemberian kapur
tidak harus dilakukan setiap kali tanam, tetapi setiap 3-4 tahun sekali. Dengan
pengapuran, tanah menjadi kaya akan Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dan
pH-nya meningkat. Selain itu peningkatan pH dapat menaikkan tingkat persediaan
Molibdenum (Mo) yang berperan penting untuk produksi kedelai dan golongan

Hal. 5/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanaman kacang-kacangan, karena erat hubungannya dengan perkembangan


bintil akar.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Jarak tanam pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 20-40
cm. Jarak tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x 20
cm.

Jarak tanam hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang
seragam dan mudah disiangi. Jarak tanam kedelai tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan sifat tanaman yang bersangkutan. Pada tanah yang subur,
jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya pada tanah tandus jarak tanam dapat
dirapatkan.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Jika areal luas dan pengolahan tanah dilakukan dengan pembajakan, penanaman
benih dilakukan menurut alur bajak sedalam kira-kira 5 cm. Sedangkan jarak jarak
antara alur yang satu dengan yang lain dapat dibuat 50-60 cm, dan untuk alur
ganda jarak tanam dibuat 20 cm.

3) Cara Penanaman

Sistem penanaman yang biasa dilakukan adalah:


a) Sistem tanaman tunggal
Dalam sistem ini, seluruh lahan ditanami kedelai dengan tujuan memperoleh
produksi kedelai baik mutu maupun jumlahnya. Kedelai yang ditanam dengan
sistem ini, membutuhkan lahan kering namun cukup mengandung air, seperti
tanah sawah bekas ditanami padi rendeng dan tanah tegalan pada permulaan
musim penghujan. Kelebihan lainnya ialah memudahkan pemberantasan hama
dan penyakit. Kelemahan sistem ini adalah: penyebaran hama dan penyakit
kedelai relatif cepat, sehingga penanaman kedelai dengan sistem ini
memerlukan perhatian khusus. Jarak tanam kedelai sebagai tanaman tunggal
adalah: 20 x 20 cm; 20 x 35 cm atau 20 x 40 cm.
b) Sistem tanaman campuran
Dengan sistem ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Umur tanaman tidak jauh berbeda.
2. Tanaman yang satu tidak mempunyai sifat mengalahkan tanaman yang liar.
3. Jenis hama dan penyakit sama atau salah satu tanaman tahan terhadap
hama dan penyakit.
4. Kedua tanaman merupakan tanaman palawija, misalnya kedelai dengan
kacang tunggak/ kacang tanah, kedelai dengan jagung, kedelai dengan
ketela pohon.

Hal. 6/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Sistem tanaman tumpangsari


Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang mendapat pengairan terus
menerus sepanjang waktu, misalnya tanah sawah yang memiliki irigasi teknis.
Untuk mendapatkan kedelai yang bermutu baik, biasanya kedelai ditanam
bersamaan.

4) Waktu Tanam

Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih muda
tidak terkena banjir atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang
dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam
menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih
mengandung cukup air.

Waktu tanam yang tepat pada masing-masing daerah sangat berbeda. Sebagai
pedoman: bila ditanam di tanah tegalan, waktu tanam terbaik adalah permulaan
musim penghujan. Bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam paling tepat adalah
menjelang akhir musim penghujan. Di lahan sawah dengan irigasi, kedelai dapat
ditanam pada awal sampai pertengahan musim kemarau.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam kenyataannya tidak semua
biji yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak
seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak
tumbuh sebaiknya segera diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur
Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak
tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore
hari.

2) Penyiangan

Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu.
Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6
minggu setelah tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan
pemupukan ke-2 (pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara
mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas,
dapat juga dengan menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida
seperti Lasso untuk gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha.

Hal. 7/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pembubunan

Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak
merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang
berbahaya.

4) Pemupukan

Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondisi
tanah. Pada tanah subur atau tanah bekas ditanami padi dengan dosis pupuk
tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur, pemupukan
dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk secara tepat adalah sebagai berikut:
a) Sawah kondisi tanah subur: pupuk Urea=50 kg/ha.
b) Sawah kondisi tanah subur sedang: pupuk Urea=50 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan
KCl=100 kg/ha.
c) Sawah kondisi tanah subur rendah: pupuk Urea=100 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan
KCl=100 kg/ha.
d) Lahan kering kondisi tanah kurang subur: pupuk kandang=2000-5000 kg/ha;
Urea=50-100 kg/ha, TSP=50-75 kg/ha dan KCl=50-75 kg/ha.

5) Pengairan dan Penyiraman

Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi
seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat
menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering. Kekurangan air pada
masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat
menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melalui batas toleransinya.
kekeringan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan
kegagalan panen.

Di lahan sawah irigasi, pemberian air di sawah bisa diatur. Namun bila tidak ada
irigasi, penyediaan air hanya hanya dapat dilakukan dengan mengatur waktu
tanamnya dan pemberian mulsa. Mulsa berupa jerami atau potongan-potongan
tanaman lainnya yang dihamparkan pada permukaan tanah. Mulsa ini akan
mencegah penguapan air secara berlebihan.

Apabila ada irigasi dan tidak ada hujan selama lebih dari 7 hari, tanah harus diairi.
Caranya tanaman digenangi air selama 30-60 menit. Pengairan seperti ini diulangi
setiap 7-10 hari. Pengairan tidak dilakukan lagi apabila polong telah terisi penuh.

Pada tanah yang keras (drainase buruk) kelebihan air akan meyebabkan akar
membusuk. Di tanah berdrainase buruk harus dibuat saluran drainase di setiap 3-
4 meter lahan memanjang sejajar dengan barisan tanam. Hal ini terutama
dilakukan pada saat musim hujan.

Hal. 8/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan pestisida dilakukan pada waktu yang berbeda-beda tergantung


jenis hama dan pola penyerangannya.
a) Lalat bibit, diberi insektisida Marshal 200 EC, dicampur dengan benih,
dilakukan sebelum benih ditanam.
b) Ulat prodenia dilakukan penyemprotan dengan insektisida Azodrin 15 WSC,
Huslation 40 EC, Thiodon 35 EC dan Barudin 60 EC sebanyak 2 kali seminggu
setelah ditemukan telur.
c) Wereng kedelai atau kumbang daun, disemprot dengan insektisida Surecide
25 EC, Kharpos 50 EC, Hosthathion 40 EC, Azodrin 15 WSC, Sevin 85 SP atau
Tamaron pada tanaman setelah berumur di atas 20 hari.
d) Kepik coklat disemprot dengan Azodrin 15 WSC, Diazinois 60 EC dan Dusban
20 EC atau Bayrusil setiap 1-2 minggu, setelah tanam 50 hari.
e) Ulat penggerek polong, disemprot dengan insektisida Agrothion 50 EC,
Dursban 20 EC, Azodrin 115 WSC, Thiodan 35 EC pada waktu pembentukan
polong.

7) Pemeliharaan Lain

Kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari maka


membutuhkan tanaman pelindung. Tanaman kedelai yang terlindung akan selalu
muda sehingga proses pembentukan buah kurang baik, dan hasilnya akan sedikit,
bahkan tidak berbuah sama sekali. Tanaman kedelai akan rusak bila tertimpa
cabang -cabang kering tanaman pelindung yang jatuh.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Aphis SPP (Aphis Glycine)


Kutu dewasa ukuran kecil 1-1,5 mm berwarna hitam, ada yang bersayap dan
tidak. Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus).
Menyerang pada awal pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong.
Gejala: layu, pertumbuhannya terhambat. Pengendalian: (1) menanam kedelai
pada waktunya, mengolah tanah dengan baik, bersih, memenuhi syarat, tidak
ditumbuhi tanaman inang seperti: terung-terungan, kapas-kapasan atau kacang-
kacangan; (2) membuang bagian tanaman yang terserang hama dan
membakarnya; (3) menggunakan musuh alami (predator maupun parasit); (4)
penyemprotan insektisida dilakukan pada permukaan daun bagian atas dan
bawah.

Hal. 9/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Melano Agromyza Phaseoli, kecil sekali (1,5 mm)


Lalat bertelur pada leher akar, larva masuk ke dalam batang memakan isi batang,
kemudian menjadi lalat dan bertelur. Lebih berbahaya bagi kedelai yang ditanam
di ladang. Pengendalian: (1) waktu tanam pada saat tanah masih lembab dan
subur (tidak pada bulan-bulan kering); (2) penyemprotan Agrothion 50 EC, Azodrin
15 WSC, Sumithoin 50 EC, Surecide 25 EC

c) Kumbang daun tembukur (Phaedonia Inclusa)


Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Gejala:
larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh
tanaman. Pengendalian: penyemprotan Agrothion 50 EC, Basudin 50 EC,
Diazinon 60 EC, dan Agrothion 50 EC.

d) Cantalan (Epilachana Soyae)


Kumbang berwarna merah dan larvanya yang berbulu duri, pemakan daun dan
merusak bunga. Pengendalian: sama dengan terhadap kumbang daun tembukur.

e) Ulat polong (Etiela Zinchenella)


Ulat yang berasal dari kupu-kupu ini bertelur di bawah daun buah, setelah
menetas, ulat masuk ke dalam buah sampai besar, memakan buah muda. Gejala:
pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar
berubah warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.
Pengendalian: (1) kedelai ditanam tepat pada waktunya (setelah panen padi),
sebelum ulat berkembang biak; (2) penyemprotan obat Dursban 20 EC sampai 15
hari sebelum panen.

f) Kepala polong (Riptortis Lincearis)


Gejala: polong bercak-bercak hitam dan menjadi hampa. Pengendalian:
penyemprotan Surecide 25 EC, Azodrin 15 WSC.

g) Lalat kacang (Ophiomyia Phaseoli)


Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian: Saat benih
ditanam, tanah diberi Furadan 36, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup
dengan jerami . Satu minggu setelah benih menjadi kecambah dilakukan
penyemprotan dengan insektisida Azodrin 15 WSC, dengan dosis 2 cc/liter air,
volume larutan 1000 liter/ha. Penyemprotan diulangi pada waktu kedelai berumur
1 bulan.

h) Kepik hijau (Nezara Viridula)


Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, berkelompok. Setelah 6 hari
telur menetas menjadi nimfa (kepik muda), yang berwarna hitam bintik putih. Pagi
hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong, memakan
polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6
bulan. Gejala: polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit
polong berbintik coklat. Pengendalian: Azodrin 15 WCS, Dursban 20 EC,
Fomodol 50 EC.

Hal. 10/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

i) Ulat grayak (Prodenia Litura)


Seranggan: mendadak dan dalam jumlah besar, bermula dari kupu-kupu berwarna
keabu-abuan, panjang 2 cm dan sayapnya 3-5 cm, bertelur di permukaan daun.
Tiap kelompok telur terdiri dari 350 butir. Gejala: kerusakan pada daun, ulat hidup
bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari rumpun lain.
Pengendalian: (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan pada sore/malam hari
(saat ulat menyerang tanaman) beberapa insektisida yang efektif seperti Dursban
20 EC, Azodrin 15 WSC dan Basudin 50 EC.

7.2. Penyakit

a) Penyakit layu lakteri (Pseudomonas solanacearum)


Penyakit ini menyerang pangkal batang. Penyerangan pada saat tanaman
berumur 2-3 minggu. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala: layu mendadak
bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian: (1) biji yang
ditanam sebaiknya dari varietas yang tahan layu dan kebersihan sekitar tanaman
dijaga, pergiliran tanaman dilakukan dengan tanaman yang bukan merupakan
tanaman inang penyakit tersebut. Pemberantasan: belum ada.

b) Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium Rolfsii)


Penyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan
tanaman berjarak tanam pendek. Gejala: daun sedikit demi sedikit layu,
menguning. Penularan melalui tanah dan irigasi. Pengendalian: (1) varietas yang
ditanam sebaiknya yang tahan terhadap penyakit layu; (2) menyemprotkan
Dithane M 45, dengan dosis 2 gram/liter air.

c) Penyakit lapu (Witches Broom: Virus)


Penyakit ini menyerang polong menjelang berisi. Penularan melalui singgungan
tanam karena jarak tanam terlalu dekat. Gejala: bunga, buah dan daun mengecil.
Pengendalian: menyemprotkan Tetracycline atau Tokuthion 500 EC.

d) Penyakit anthracnose (Cendawan Colletotrichum Glycine Mori)


Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan dengan
perantaraan biji-biji yang telah kena penyakit, lebih parah jika cuaca cukup
lembab. Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang
paling rendah rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi
polong tua menjadi kerdil. Pengendalian: (1) perhatikan pola pergiliran tanam
yang tepat; (2) penyemprotan Antracol 70 WP, Dithane M 45, Copper Sandoz.

e) Penyaklit karat (Cendawan phakospora Phachyrizi)


Penyakit ini menyerang daun. Penularan dengan perantaraan angin yang
menerbangkan dan menyebarkan spora. Gejala: daun tampak bercak dan bintik
coklat. Pengendalian: (1) cara menanam kedelai yang tahan terhadap penyakit;
(2) menyemprotkan Dithane M 45.

Hal. 11/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

f) Penyakit bercak daun bakteri (Xanthomonas phaseoli)


Penyakit ini menyerang daun. Gejala: permukaan daun bercak-bercak menembus
ke bawah. Pengendalian: menyemprotkan Dithane M 45.

g) Penyakit busuk batang (Cendawan Phytium Sp)


Penyakit ini menyerang batang. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala:
batang menguning kecokllat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati.
Pengendalian: (1) memperbaiki drainase lahan; (2) menyemprotkan Dithane M
45.

h) Virus mosaik (virus)


Penyakit ini menyerang Yang diserang daun dan tunas. Penularan vektor
penyebar virus ini adalah Aphis Glycine (sejenis kutu daun). Gejala:
perkembangan dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendalian:
(1) penanaman varietas yang tahan terhadap virus; (2) menyemprotkan Tokuthion
500 EC.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi
bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna
dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan
tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan
merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong
retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur
akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya.

Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110 hari,
tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang
akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan
untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-
betul sempurna dan merata.

8.2. Cara Panen

Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya segera
dapat dijemur.
a) Pemungutan dengan cara mencabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu. Pada
tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara
pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan dalam

Hal. 12/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus
dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila
tersentuh tangan.
b) Pemungutan dengan cara memotong
Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam,
sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu dengan
alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah
buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara
memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintil-
bintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal
di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara mencabut
sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat.

8.3. Periode Panen

Mengingat kemasakan buah tidak serempak, dan untuk menjaga agar buah yang
belum masak benar tidak ikut dipetik, pemetikan sebaiknya dilakukan secara
bertahap, beberapa kali.

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi kedelai yang didasilkan para petani Indonesia rata-rata 600-700 kg/ha.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan dan Pengeringan

Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur.


Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu, atau di lantai
semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan
mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna,
pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan
juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak
biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji masih terbungkus polong dengan
mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering.

Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji
tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen
tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15 %.
Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00
siang.

Hal. 13/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya
dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan
kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukul-pukul dimasukkan ke dalam karung,
atau dirontokkan dengan alat pemotong padi.

Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi
agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji
yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11 %. Biji yang
sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan.
Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji
kedelai sekitar 18,2 %.

9.3. Penyimpanan dan pengemasan

Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama.
Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung. Karung-karung kedelai ini
ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah
atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan
sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 %.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya Kedelai di lahan pasang surut untuk luas lahan 1
hektar per musim tanam (4 bulan) di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah
sebagai berikut:

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 ha, 1 musim tanam Rp. 400.000,-
2. Bibit: benih 40 kg @ Rp. 6000,- Rp. 240.000,-
3. Pupuk dan kapur
- Urea: 50 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 35.000,-
- SP-36: 125 @ Rp. 1.900,- Rp. 125.000,-
- KCl: 50 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 100.000,-
- Kapur: 1.000 kg @ Rp. 300,- Rp. 300.000,-
4. Pestisida
- Pestisida 2 liter @ Rp. 100.00,- Rp. 200.000,-
- Legin Rp. 180.000,-
5. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah 30 OH Rp. 300.000,-

Hal. 14/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Penanaman 60 OH Rp. 600.000,-


- Pemeliharaan 30 OH Rp. 300.000,-
6. Panen dan pasca panen Rp. 1.000.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 3.780.000,-

b) Pendapatan 1.800 kg @ Rp. 3000,- Rp. 5.400.000,-

c) Keuntungan Rp. 1.620.000,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. B/C Ratio = 1,429

Sedangkan perkiraan analisis budidaya kedelai di lahan kering beriklim basah per
hektar dalam 1 musim tanam (4 bulan) di daerah Jawa Barat pada tahun 1999
sebagai berikut:

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 ha, 1 musim tanam Rp. 500.000,-
2. Bibit: benih 40 kg @ Rp. 6.000,- Rp. 240.000,-
3. Pupuk dan kapur
- Urea: 50 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 75.000,-
- SP-36: 125 @ Rp. 1.900,- Rp. 237.500,-
- Kapur: 1000 kg @ Rp. 300,- Rp. 300.000,-
4. Pestisida
- Pestisida 2 liter @ Rp. 100.00,- Rp. 200.000,-
- Legin Rp. 180.000,-
5. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah 60 OH Rp. 600.000,-
- Penanaman 60 OH Rp. 600.000,-
- Pemeliharaan 50 OH Rp. 500.000,-
6. Panen dan pasca panen Rp. 450.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 3.882.500,-

b) Pendapatan 1.800 kg @ Rp. 3.000,- Rp. 5.400.000,-

c) Keuntungan Rp. 1.517.500,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. B/C Ratio = 1.391

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Bila dibandingkan dengan produksi kedelai Amerika yang mencapai 1800 kg/ha,
produksi kedelai yang dihasilkan para petani Indonesia masih tergolong rendah yaitu
rata-rata 600-700 kg/ha. Hal ini dapat dipecahkan dengan cara menanam varietas
unggul secara intensif, yang dapat mencapai 20 kuintal/ha. Maka diharapkan

Hal. 15/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

produksi kedelai di Indonesia dapat ditingkatkan lagi, agar impor kacang kedelai
dapat dihentikan.

Di pasaran umum harga kedelai disesuaikan dengan warna dan besar kecilnya biji.
Harga kedelai putih lebih mahal sebab mudah dan baik sekali digunakan sebagai
bahan pembuat tempe dan tahu yang sudah memasyarakat di Indonesia, serta
bahan pembuat susu sari kedelai. Sebagai gambaran: pada saat harga kedelai putih
biji besar Rp 500,-/kg; kedelai putih biji sedang dan kecil Rp 400,-/kg; kedelai hitam
biji besar Rp 450,-/kg dan kedelai hitam biji sedang atau kecil Rp 375,- (tahun 1992).
Patokan harga kedelai ini bisa bertahan dalam jangka waktu relatif lama, jadi dapat
dikatakan harga kedelai agak stabil, jarang mengalami perubahan.

Di Indonesia, hasil panen kedelai dalam partai besar pada umumnya dijual melalui
KUD, meskipun sementara petani masih menjual produksinya kepada tengkulak
yang kemudian meneruskannya kepada pedagang besar (pengumpul) dan akhirnya
disalurkan ke pabrik-pabrik. Sedangkan partai kecil pada umumnya dijual sendiri di
pasar oleh para petani yang bersangkutan atau disalurkan ke industri rumah tangga
yang mengusahakan tahu dan tempe. Jadi pada hakekatnya pemasaran kedelai
tidak sulit, bahkan permintaan dari konsumen semakin meningkat.

Walaupun produktifitas tanaman kedelai cenderung mengalami peningkatan selama


periode 1993-1997, Meningkatnya produksi kedelai pada periode tersebut
merupakan hasil upaya intensifikasi dan ekstensifikasi yang telah dilaksanakan
dengan didorong oleh adanya Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Kedelai
di berbagai wilayah.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh,cara
uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu kedelai di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI
01-3922-1995

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

a) Syarat umum
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida.

Hal. 16/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4. Memiliki suhu normal.

b) Syarat khusus
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=13; mutu II=14; mutu III=14 dan mutu IV=16.
2. Butir belah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3 dan mutu IV=5.
3. Butir rusak maksimum (%): mutu I=1; mutu II= 4; mutu III=3 dan mutu IV=5.
4. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=1; mutu II=3; mutu III=5 dan mutu
IV=10.
5. Kotoran maksimum (%): mutu I=0; mutu II=1; mutu III=2 dan mutu IV =3
6. Butir keriput maksimum (%): mutu I=0; mutu II=1; mutu III=3 dan mutu IV=5.

Untuk mendapatkan hasil produksi kedelai yang sesuai dengan yang telah
disyaratkan maka perlu dilakukan beberapa pengujian yang diantaranya:
a) Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara organoleptik
kecuali adanya bahan kimia dengan menggunakan indera pengelihatan dan
penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperbolehkan.
b) Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan
dengan cara manual dengan pinset dengan contoh uji 100 gram/sampel.
Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan
berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat contoh
analisa x 100 %.
c) Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisturetester electronic yang telah
dikalibrasiatau dengan Toluen AOAC 9254 dan Penentuan suhu dengan
termometer.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung
maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil
contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga
merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini
dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini
disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa 100 gram.

11.7 Pengemasan

Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit


mulutnya, berat netto maksimum 75 kg dan tahan mengalami “handling” baik waktu
pemuatan maupun pembongkaran.

Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman
yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan /pengekspor.

Hal. 17/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


a) AAK. (1989). Kedelai. Yogyakarta. Kanisius.
b) Balai Informasi Pertanian (1983/84). Kedele. Departemen Pertanian Banjarbaru
c) Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri dan Pemasaran
JAGUNG & KEDELAI di Indonesia.
d) Marwanto. (1992). Intensitas Serangan Jamur Selama Penundaan Saat Panen
dan Mutu Benih Kedelai (Glycine max L. Merill). Akata Agrosia, 1 (1):10-14.
e) Pasaribu, Askip. (1995). Respon Tanaman Kedelai (Glycine max) terhadap
Herbisida dan Inokulasi Beberapa Strain Bradyrhizobium japonicum. Jurnal
Penelitian Pertanian, 14 (3): 128-136
f) Wiroatmodjo; Sulistyono, Eko. (1991). Perbaikan Budidaya Basah Kedelai. Buletin
Agronomi, 10 (1): 27-37

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, Proyek PEMD, BAPPENAS.
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 18/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

KEDONDONG
(Spondias dulcis Forst.)

1. SEJARAH SINGKAT
Kedondong merupakan tanaman buah berupa pohon yang dalam bahasa inggris
disebut ambarella, otaheite apple, atau great hog plum. Sedang di Asia Tenggara
disebut : kedondong (Indonesia & Malaysia), hevi (Filipina), gway (Myanmar), mokah
(Kamboja), kook kvaan (Laos), makak farang (Thailand), dan co'c (Vietnam).
Kedondong berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman ini telah tersebar
ke seluruh daerah tropik.

2. JENIS TANAMAN
Kedondong merupakan tanaman buah yang berasal dari famili Anacardiaceae.
Jenis-jenis kedondong unggul yang potensial dan banyak ditanam oleh para petani
diantaranya adalah kedondong karimunjawa, kedondong bangkok, dan kedondong
kendeng. Kedondong karimunjawa merupakan kedondong yang buahnya berukuran

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

raksasa/super. Produksi kedondong ini dapat terjadi sepanjang tahun. Bentuk


buahnya lonjong dengan berat 0,7-1 kg/buah.

3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat buah kedondong manis kultivar unggul dimakan dalam keadaan segar,
tetapi sebagian buah matang diolah menjadi selai, jeli, dan sari buah. Buah yang
direbus dan dikeringkan dapat disimpan untuk beberapa bulan. Buah mentahnya
banyak digunakan dalam rujak dan sayur, serta untuk dibuat acar (sambal
kedondong). Daun mudanya yang dikukus dijadikan lalapan. Buah dan daunnya juga
dijadikan pakan ternak. Kayunya berwarna coklat muda dan mudah mengambang,
tidak dapat digunakan kayu pertukangan, tetapi kadang-kadang dibuat perahu.
Dikenal di berbagai pelosok dunia berbagai manfaat obat dari buah, daun, dan kulit
batangnya, dan dari beberapa negara dilaporkan adanya pengobatan borok, kulit
perih, dan luka bakar. Tiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan mengandung
60-85 gram air, 0,5-0,8 gram protein, 0,3-1,8 gram lemak, 8-10,5 gram sukrosa, 0,85-
3,60 gram serat. Daging buahnya merupakan sumber vitamin C dan besi; buah yang
belum matang mengandung pektin sekitar 10%.

4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman kedondong banyak ditanam di negara-negara Asia Tenggara. Salah satu
negara yang menjadi sentra penanaman kedondong ialah Filipina yang memiliki satu
jenis kedondong unggul yaitu jenis Spondias purpurea L. Di Indonesia daerah
penghasil kedondong salah satu diantaranya adalah Karimunjawa (Jepara, Jawa
Tengah).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Pohon kedondong cabang-cabangnya rapuh dan mudah patah sehingga keadaan


angin yang terlalu kencang dapat merusak pohon ini.
2) Curah hujan yang diinginkan antara 1.000-1.500 mm/tahun. Pada saat musim
kemarau daun kedondong rontok seluruhnya dan pada musim penghujan akan
tumbuh kembali dengan cepat.
3) Pohon kedondong memerlukan banyak cahaya; pohon yang ternaungi
menghasilkan buah sedikit/tidak dapat berbuah sama sekali.
4) Suhu yang hangat sekitar 30 derajat C sangat cocok untuk tanaman kedondong.
5) Kelembaban udara sekitar 14%.

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.2. Media Tanam

1) Tanaman kedondong mampu tumbuh sama baiknya pada tanah batu kapur dan
tanah pasir asam, asalkan tanah itu memiliki sistem pengaliran air yang baik.
Tanah yang disukai adalah tanah yang porous, gembur, dan mengandung bahan
organik.
2) Derajat Keasaman tanah (pH) yang sesuai untuk tanaman kedondong ialah antara
5,5-6,2. Apabila tanah terlalu asam maka untuk menaikkan pH perlu dilakukan
pengapuran.
3) Tanaman kedondong tidak suka pada genangan air. Akan tetapi pohon ini juga
toleran terhadap kekeringan, dalam keadaan stres dedaunannya akan rontok
untuk sementara saja. Sistem pengairan yang baik akan menunjang pertumbuhan
kedondong sehingga produksinya melimpah. Permukaan air tanah yang dapat
dicapai oleh tanaman kedondong ialah antara 50-200 cm.
4) Kelerengan tidak terlalu mempengaruhi tanaman kedondong, namun tanaman
kedondong paling baik ditanam pada daerah yang datar dengan kelerengan
antara 0-10 derajat.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman kedondong tumbuh baik pada dataran rendah yang kering sampai
ketinggian 700 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Benih yang akan ditanam harus memenuhi syarat-syarat pertumbuhan, yaitu:


a) Benih berasal dari tanaman induk yang sehat.
b) Benih yang dibeli di toko atau distributor harus yang memiliki persen kecambah
sekitar 80% dan persen kemurniannya juga perlu diperhatikan.
c) Benih yang berasal dari pembiakan vegetatif harus dari bagian tanaman yang
sehat dan dewasa.
d) Benih dapat disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam agar benih dapat
tahan terhadap keadaan lingkungan.

2) Penyiapan Benih

Pengadaan benih kedondong dapat dilakukan secara generatif atau dengan


vegetatif. Secara generatif adalah dengan menggunakan biji. Biji dapat terjadi dari
penyerbukan sendiri maupun dari penyerbukan silang. Oleh karena itu benih yang
berasal dari biji, setelah tumbuh dewasa sifat-sifat dari induknya akan berbeda.
Sehingga kebanyakan orang menggunakan pembiakan vegetatif untuk

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

memperbanyak tanaman kedondong. Pembiakan vegetatif dapat dilakukan


dengan cara cangkok, stek batang/dengan okulasi sambungan. Benih biasanya
tidak disimpan akan tetapi langsung ditanam di lapangan setelah dilakukan
pembiakan baik pembiakan secara vegetatif maupun generatif.

3) Teknik Penyemaian Benih

Benih dapat disemai terlebih dahulu pada tempat pesemaian khusus. Tempat
pesemaian ini biasanya dibuat dengan naungan dan pinggirnya ditutup dengan
jaring kawat untuk melindungi benih dari gangguan hewan. Penyemaian dilakukan
dengan menggunakan tanah humus atau tanah dicampur dengan kotoran hewan,
setelah tumbuh 4-5 daun dapat dipindahkan ke dalam polybag. Pemindahannya
dilakukan dengan hati-hati karena akar tanaman dapat rusak. Benih disemai pada
waktu 2-3 minggu sebelum tanam.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Semai sebaiknya disiram setiap pagi dan sore hari. Penyiraman menggunakan
gembor yang lubang-lubangnya kecil sehingga kucuran air tidak merusak tanah
pesemaian. Apabila biji yang tumbuh terlalu banyak dan rapat maka perlu
dijarangi. Apabila ada gejala-gejala benih yang terkena serangan hama maka
penyemprotan pestisida dapat dilakukan dengan dosis yang rendah.

5) Pemindahan Bibit

Setelah bibit sudah mencapai pertumbuhan yang baik dengan pertumbuhan daun
antara 10-15 helai maka bibit siap ditanam dilapangan. Waktu pemindahan bibit
dilakukan pada pagi hari/sore hari ketika udara masih sejuk. Setelah bibit
dipindahkan dapat dilakukan penyiraman.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Sebelum membuka kebun, harus direncanakan dahulu. Kondisi tanah seperti


halnya pH tanah perlu diukur dahulu dengan menggunakan pH-tester. Dengan
mengetahui pH tanah maka dapat diketahui apakah tanah perlu pengapuran atau
tidak. Selain pH tanah, perlu juga dilakukan analisis tanah dengan mengamati
jenis tanah dan kesuburannya. Apabila tanah kurang subur maka perlu dilakukan
pemupukan awal. Pemupukan awal biasanya dengan menggunakan pupuk
kandang. Penetapan waktu penanaman juga sangat penting, untuk tanaman
kedondong diusahakan ditanam pada awal musim hujan. Kemudian melakukan
pengukuran luas areal penanaman sehingga dapat diketahui kebutuhan benih
yang akan ditanam. Tanaman kedondong dapat berbuah lebat dan tajuknya
menyebar sehingga jarak tanam antar pohon juga harus lebar. Produksi untuk
setiap pohon bisa bermacam-macam tergantung jenis/varietas kedondong yang
ditanam.

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembukaan Lahan

Supaya tanaman kedondong tumbuh subur, maka hendaklah seluruh kebun


dibajak atau dicangkul. Biayanya memang cukup banyak, tetapi biaya ini tidak
akan sia-sia dibandingkan dengan hasil kebun yang akan didapat. Bagi tanah
yang kurang baik pembuangan airnya, hendaklah dibuat saluran-saluran
pembuangan air, umpamanya bagi tanah yang rendah, padat, dan sebagainya.

3) Pembentukan Bedengan

Pada umumnya penanaman kedondong tidak perlu menggunakan bedengan-


bedengan. Akan tetapi, bila lahan sering digenangi air maka pembuatan bedengan
sangat diperlukan.

4) Pengapuran

Kondisi pH tanah yang terlalu asam akan menghambat pertumbuhan tanaman


kedondong. Untuk manaikkan pH tanah maka perlu dilakukan pengapuran. Jenis
kapur yang diberikan biasa adalah dolomit. Mengenai jumlah kapur yang diberikan
disesuaikan dengan besarnya keasaman tanah. Cara pengapuran dilakukan
dengan penaburan pada waktu setelah pembajakan atau pada waktu pembuatan
lubang tanam (diberikan untuk setiap lubang).

5) Pemupukan

Pada tanah yang kurang subur akibat kandungan humus hanya sedikit, atau tanah
itu padat, maka hendaklah tanah tersebut ditanami pupuk hijau terlebih dahulu.
Tanaman yang ditanam sebagai pupuk adalah tanaman yang dapat
mengahasilkan unsur hara nitrogen (N) dan unsur-unsur hara lainnya yang sangat
diperlukan tanaman kedondong. Pemakaian pupuk kimia seperti urea, TSP, ZA
dan lainnya juga dapat diberikan dengan dosis yang sesuai. Pemupukan
dilakukan pada setiap lubang tanam pada waktu pembuatan lubang.

6) Pemasangan Ajir

Setelah tanah selesai dikerjakan, maka mulailah dipasang ajir pada tempat-tempat
yang akan ditanami pohon kedondong. Kegunaan ajir tersebut ialah agar bibit
pohon yang ditanam dapat berjajar dengan teratur.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Jarak tanam untuk tanaman kedondong adalah 7,5-12 m. Jarak tanam untuk
tanaman kedondong memang harus cukup lebar, sebab tanaman ini memiliki tajuk
yang menyebar. Pola tanam ada dua macam, yaitu secara bujur sangkar atau segi

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tiga. Menurut aturan bujur sangkar, pohon ditanam pada tiap-tiap sudut bujur
sangkar, sedangkan menurut aturan segi tiga kedua pohon ditanam pada tiap-tiap
sudut segi tiga. Supaya kita dapat memasang dengan baik, maka dugunakanlah
alat yang dianamakan square atau boleh juga dipakai hoekspiegel. Kalau kedua
alat tersebut tidak ada, dapatlah dibuat alat sendiri.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Dua atau tiga minggu sebelum menanam pohon kedondong, lubang harus dibuat
terlebih dahulu di tempat ajir-ajir yang sudah dipasang. Ukurannya 1 X 1 X 0,50 m
atau 1,80 X 0,80 X 0,50 m pada kebun yang telah dibajak atau dicangkul.

Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan menggali lapisan tanah atas dan
dinaikkan ke depan atau kanan kiri lubang. Kemudian tanah lapisan bawah digali
dan dinaikkan ke belakang atau diratakan disekitar, maksudnya agar tanah bawah
itu tidak bercampur dengan tanah disekitarnya. Pada permulaan musim
penghujan, lebih kurang 15-30 hari sebelum menanam, lubang-lubang tanaman
harus sudah selesai ditutup. Tutup lubang sekali-kali tidak boleh dipadatkan,
biarkan saja supaya turun sendiri. Waktu menutup lubang, tanah galian dari
lapisan bawah sedapat mungkin jangan dikembalikan. Untuk menutup, pakailah
lapisan atas dan tanah di sekelilingnya. Akan lebih baik lagi kalau tanah itu
dicampur dengan pupuk organis dan pasir dengan perbandingan 2:1:1. Apabila
saat membuat lubang itu di dalamnya terdapat air, maka hal itu membuktikan
bahwa pembuangan air kurang lancar, sehingga perlu dibuat saluran-saluran
pembuangan lagi. Lubang tanam tidak perlu dibuat terlalu dalam, sebab akan
berakibat akar pohon itu terlalu dalam masuk ke dalam tanah dan yang menjalar
pada lapisan tanah sebelah atas menjadi kurang.

3) Cara Penanaman

Waktu terbaik untuk menanam pohon kedondong ialah pada permulaan musim
hujan, sebab selama musim hujan akan tumbuh banyak akar, sehingga dalam
musim kemarau tidak akan kekurangan air. Bibit yang berasal dari pesemaian
lebih baik dari pada yang berupa stump, sebab lekas tumbuh dan tidak mudah
dihinggapi penyakit. Bibit yang berasal dari semai, sebelum ditanam polybagnya
(dari keranjang bambu) harus dibuang; bila tidak maka akan mudah untuk menjadi
sarang rayap dan akar-akarnya terganggu menembusnya. Pada waktu menanam,
batas akar dengan batang harus setinggi permukaan tanah. Apabila tidak hujan
maka hendaklah disiram tiap-tiap hari selama 1 minggu.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman.

Pohon yang terlihat lambat pertumbuhannya dapat disulam dan digantikan bibit
yang baru dan sehat. Penyulaman dilakukan pada 1-2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilakukan dengan menggali tanah disekelilingnya dan mencabutnya

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kemudian tanah bekas lubang tanam dibiarkan lagi seperti halnya ketika sebelum
penanaman dilakukan.

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan setelah pohon berumur 2-4 minggu setelah tanam. Gulma
yang ada di sekeliling tanaman muda segera di cabut sampai akar-akarnya dan
dapat dimasukkan dalam lubang khusus untuk dibuat kompos. Pencabutan harus
hati-hati jangan sampai merusak akar pohon kedondong.

3) Pembubunan

Pembubunan jarang dilakukan karena pohon kedondong ditanam cukup dalam


sehingga akar tidak terlihat dipermukaan. Pembubunan dapat dilakukan apabila
musim hujan yang lebat sehingga air melimpah, tanah dapat dinaikkan ke
sekeliling pohon agar air hujan tidak menggenang.

4) Perempalan

Bagi pohon yang hanya untuk sementara ditanam, lebih baik kalau tidak dirempal
atau hanya sedikit yang dirempal, supaya lekas berbuah. Tetapi bagi tanaman
untuk jangka panjang, haruslah diadakan perempalan beberapa kali, supaya
pohon menjadi kuat dan bagus bentuknya. Pada saat pohon kedondong berbuah,
sekali-kali jangan dilakukan perempalan. Tujuan perempalan adalah untuk
membentuk pohon, pemeliharan, dan untuk mempermuda pohon. Perempalan
dahan yang besar hendaklah dilakukan dengan hati-hati; jagalah agar dahan
tersebut jangan sampai pecah. Luka bekas perempalan harus dilicinkan dengan
pisau, kemudian dilumasi dengan parafin supaya jangan kemasukan air atau
dihinggapi cendawan.

5) Pemupukan

Jika pohon ditanami pohon yang tetap, maka hanya tanah sekeliling pohon yang
dipupuk. Tetapi jika tanah yang terluang diantara pohon-pohon tersebut juga
ditanami dengan tanaman sela, maka tanah kebun itu harus dipupuk seluruhnya,
setelah setahun ditanami. Cara memupuk pohon kedondong yang tetap adalah
dengan menyebar pupuk di tanah sekeliling pohon itu. Luas lingkaran itu adalah
sebesar lingkaran mahkota daun. Lebih baik kalau lingkaran pupuk itu lebih besar
daripada lingkaran mahkota daun, sebab biasanya akar-akar yang mencari
makanan, panjangnya sampai melampaui lingkaran mahkota daun. Untuk pupuk
kandang lebih baik dibuat lubang sekeliling pohon dengan ukuran 40x40x30 cm.
Pupuk dimasukkan ke dalamnya dan kemudian ditutup kembali. Untuk menjaga
agar akar pohon tidak rusak, sebaiknya digali lubang yang mengelilingi pohon
kearah luar (sejajar akar pohon). Macam pupuk yang baik bagi pohon buah-
buahan ialah pupuk organis. Pupuk organis dapat berupa pupuk kandang,
kompos, sampah, pupuk hijau. Penggunaan pupuk kimia dianjurkan jenis N :

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

P2O5 : K2O = 2:1:1 untuk tanah yang subur, sedangkan untuk tanah yang kurus
perbandingannya ialah 1:2:2.

6) Pengairan dan Penyiraman

Pengairan dilakukan pada saat musim kemarau. Apabila pengairannya sulit maka
dapat dilakukan penyiraman pada waktu pagi dan sore hari. Penyiraman dapat
dilakukan dengan menggunakan gembor atau menggunakan penyedot diesel bila
lokasi pengambilan air agak sulit.

7) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penggunaan pestisida harus hati-hati sebab salah-salah dapat membuat serangga


yang menguntungkan akan ikut mati. Penyemprotan dilakukan pada pagi buta
(pagi sekali) ketika udara masih tenang dan serangga-serangga yang
menguntungkan belum datang seperti halnya lebah.

8) Pengurangan Buah

Buah yang terlalu lebat dapat menurunkan kualitas buah itu sendiri. Selain
buahnya akan berukuran kecil-kecil tetapi juga bentuknya akan jelek dan dahan-
dahannya mudah patah. Sehingga penjarangan buah perlu dilakukan pada waktu
bunga menjadi buah, hendaknya sudah mulai dilakukan penjarangan. Pertama-
tama buah yang sakit dan rusak dibuang, kemudian yang dipandang perlu saja.
Buah yang akan dibuang digunting tangkainya dengan gunting kecil atau dirompes
(diuntir) dengan tangan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat perusak daun (Cricula trifenestrata Helf.)

Ciri: ulat yang berwarna hitam dengan bintik putih dan bulunya berwarna
berwarna putih, kepala dan perut berwarna merah-cerah. Panjang ulat sekitar 60
mm, dan pupanya berada di dalam kokon berwarna emas dan sering dijumpai
bergerombol pada daun. Kupu betina berwarna coklat dengan rentangan sayap
sekitar 75 mm. Telur berwarna putih keabu-abuan yang diletakkan secara
berderet pada tepi daun atau cabang. Pengendalian: secara alami populasinya
dan penyemprotan insektisida.

2) Kumbang (Podontia affinis Grond.)

Ciri: kumbang berukuran besar, dengan kaki berwarna kuning. Sayapnya dengan
8 bintik gelap, panjang 10-12 mm. Pupa berada dalam tanah. Dewasanya bila

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

terganggu akan menjatuhkan diri ke tanah. Telur berukuran 1,6 mm yang


diletakkan pada permukaan bawah daun dan tertutup oleh substansi gelap. Betina
hidupnya sekitar 3 bulan dan menghasilkan telur sekitar 500 butir.
Perkembangannya 38-42 hari. Musuh alaminya berupa parasit telur Ooencyrtus
podontiae. Pengendalian: populasinya secara alami dan penyemprotan
insektisida.

7.2. Penyakit

Penyakit pada pohon kedondong sama seperti pada tanaman buah-buahan lainnya.
Jenis penyakit yang sering muncul ialah penyakit kulit (Phytopthora), Fusarium,
Diplodia, Gloeosporium, Phoma, dll yang disebabkan oleh cendawan, bakteri atau
virus. Penyakit biasanya menyerang bagian daun, buah, dan batang. Pengendalian:
menggunakan fungisida zat-zat aditif lainnya seperti bubur bordo dan bubur
belerang.

7.3. Gulma

Alang-alang, rumput-rumputan benalu dan lainnya yang tumbuh pada tanaman


sering mengganggu pertumbuhan. Pemberantasan dilakukan dengan manual yaitu
penyiangan dan dapat pula menggunakan herbisida.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Buah kedondong siap panen ialah yang sudah masak dengan warna hijau
kekuningan dan berukuran cukup besar. Buahnya matang setelah 6-8 bulan setelah
bunga mekar. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari ketika buah masih segar.

8.2. Cara Panen

Dalam pemanenan haruslah diketahui cara yang baik agar tidak merusak buah.
Untuk pohon kedondong pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon dan
memasukkan buah yang dipetik ke dalam keranjang. Dan kalau terlalu jauh letaknya
dapat mempergunakan galah yang ujungnya diberi jaring. Buah dipetik dan
dimasukkan ke dalam keranjang yang alasnya diberi sabut atau lumut. Memanen
buah haruslah dipegang dalam telapak tangan, tidak di antara ujung jari. Sebab jika
buah terkena kuku dapat rusak; apalagi kalau jari-jarinya berkuku panjang.

8.3. Periode Panen

Pemanenan dapat dilakukan secara bertahap dengan memetik buah yang matang,
sedangkan yang belum matang dan masih kecil tidak dipetik. Dengan cara ini buah
yang belum matang dan masih kecil akan bertambah besar. Pemanenan dapat

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dilakukan pada bulan Januari-April karena pembungaan biasanya pada bulan Juli -
Agustus.

8.4. Prakiraan Produksi

Buah kedondong pada jenis karimunjawa beratnya dapat mencapai 1 kg. Sehingga
perkiraan produksi dalam satiap pohon dapat dihitung dengan rata-rata banyaknya
buah per pohon per hektar. Perhitungannnya kadang-kadang tidak merata untuk
setiap pohon, karena perbedaan jenis juga akan berbeda pula ukuran buahnya dan
jumlah buah yang dihasilkan.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah dipetik buah dikumpulkan dalam keranjang kemudian setelah keranjang


penuh dapat dikumpulkan pada tempat yang beralas daun-daun pisang atau alas
lain. Pengumpulan dilakukan di tempat yang teduh sehingga buah tetap terjaga
kesegarannya. Dalam mengumpulkan buah harus hati-hati jangan terlalu kasar
sehingga buah tidak memar atau luka. Sebab kalau luka akan cepat membusuk.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Setelah dikumpulkan kemudian buah disortir dan kemudian digolongkan menurut


kematangan dan ukuran buahnya. Buah yang bagus akan dikirik kepada penjual
besar (supermarket), sedangkan buah yang kecil untuk pasar lokal. Buah yang akan
dikirim jauh, sebaiknya buah yang belum kelihatan masak, karena jika sudah masak
akan terjadi pembusukan setelah sampai di tempat pengiriman. Buah yang masak
sebaiknya langsung dikonsumsi.

9.3. Penyimpanan

Buah kedondong dapat disimpan ditempat yang dingin dengan menggunakan alat
pendingin. Pendinginan dapat mengawetkan buah sampai beberapa minggu. Tempat
penyimpanan harus bersih dan buah yang akan disimpan juga dicuci terlebih dahulu
sampai bersih betul.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Setelah penyortiran, langkah selanjutnya ialah buah kedondong dikemas dengan


dimasukkan ke dalam karung goni khusus yang berlubang atau dikemas dengan bok
kardus atau juga dengan kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
terhindar dari benturan langsung dengan benda keras lain. Setelah dikemas
kemudian diangkut dengan alat transportasi.

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

10.2. Gambaran Peluang Agrobisnis

Di dalam negeri kedondong tetap menjadi buah favorit pada saat musimnya. Buah
yang berkualitas tetap memiliki harga yang jauh lebih baik dan dapat menembus
pasar untuk kalangan menengah atas. Di luar negeri kedondong adalah buah eksotik
yang banyak penggemarnya dan termasuk buah impor yang mahal. Potensi
Indonesia untuk mengekspor kedondong begitu besar, tetapi pemanfaatannya tidak
maksimal. Untuk mensuplai kebutuhan kedondong luar negeri yang harus kontinyu
dan standard mutu tidak berubah, diperlukan pengembangan agribisnis kedondong
yang mencakup areal tanam luas dengan kultur teknis dan pasca panen yang
terkendali.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara
uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot kedondong terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh diambil
secara acak dari jumlah kemasan dalam 1 partai/lot seperti terlihat dibawah ini:
a) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot sampai dengan 100 : contoh yang diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 101 – 300: contoh yang diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 301 – 500: contoh yang diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 501 – 1000: contoh yang diambil 10.

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

Pengemasan buah kedondong dalam peti kayu, berat bersih setiap peti kayu
maksimum 25 kg, susunan buah dalam peti kayu kompak dengan setiap buah yang
diberi pembungkus/ penyekat, atau kotak kotoran diberi penyekat dan lobang udara,
susunan buah dalam kotak karton satu lapis dengan berat bersih kotak karton
maksimum 10 kg.

Untuk pemberian merek di bagian luar kotak kayu di beri label yang dituliskan antara
lain :
a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/kode perusahaan/eksportir.
d) Berat bersih.
e) Produksi Indonesia.
f) Tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) AAK. 1998. Bertanam Pohon Buah-Buahan 1. Kanisius. Yogyakarta
2) Najiyati, Sri & Danarti. 1993. Memilih dan Merawat Tanaman Buah di Pekarangan
Sempit. Penebar Swadaya. Jakarta.
3) Prasojo, B. Joko. 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya.
Jakarta.
4) Rismunandar. 1986. Penyakit Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Sinar Baru.
Bandung.
5) Sudarmo, Subiyakto. 1995. Pengendalian Serangga Hama Tanaman Buah-
buahan. Kanisius. Yogyakarta.
6) Verheij, E.W.M. & R.E. Coronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2;
Buah-buahan yang dapat Dimakan (Terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama &
Prosea Indonesia & European Commission. Jakarta.
7) Widyastuti, Yustina Erna & Farry B. Paimin. 1993. Mengenal Buah Unggul
Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
KINA
( Chinchona spp. )

1. SEJARAH SINGKAT

Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-
hutan pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman kina yang masuk ke
Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh
dari biji tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari
Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon.

Nama daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgeriana

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Rubiaceae
Genus : Chinchona
Spesies : Chinchona spp.
2.2 Deskripsi

§ C. succirubra
Tanaman berupa pohon dengan tinggi hingga 17m, cabang berbentuk galah
yang bersegi 4 pada ujungnya, mula-mula berbulu padat dan pendek
kemudian agak gundul dan berwarna merah. Daun letaknya berhadapan dan
berbentuk elips, lama kelamaan menjadi lancip atau bundar, warna hijau
sampai kuning kehijauan, daun gugur berwarna merah. Tulang daun terdiri
dari 11 – 12 pasang, agak menjangat, berbentuk galah, daun penumpu
sebagian berwarna merah, sangat lebar. Ukuran daun panjang 24 – 25cm,
lebar 17 –19cm. Kelopak bunga berbentuk tabung, bundar, bentuk gasing,
bergigi lebar bentuk segitiga, lancip. Bunga wangi, bentuk bulat telur sampai
gelendong.

§ C. calisaya
Letak daun berhadapan, bentuk bundar sungsang lonjong, panjang 8 –15cm,
lebar 3 – 6cm, permukaan bagian bawah berbulu halus seperti beludru
terutama pada daun yang masih muda, panjang tangkai 1 – 1.5cm. Daun
penumpu lebih panjang dari tangkai daun, bila sudah terbuka daun penumpu
akan gugur. Bunga bentuk malai, berbulu halus, bunga mengumpul di setiap
ujung perbungaan, kelopak bentuk tabung dan bergigi pada bagian atasnya.
Bunga bentuk bintang, berbau wangi dengan ukuran panjang 9mm, helaian
mahkota bunga bagian dalam berwarna merah menyala, berbulu rapat dan
pendek, panjang benang sari setengan bagian tabung bunga. Buah berwarna
kemerahan bila masak, bentuk seperti trelur panjang 4mm dan bersayap.

§ C. ledgeriana
Tinggi pohon antara 4 – 10m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau
lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal lancip dan tirus, ujung daun
lancip dan jorong, helaian tipis, berwarna ungu terang tetapi daun muda
berwarna kemerahan, tangkai daun tidak berbulu, berwarna hijau atau
kemerahan, panjang tangkai 3 – 6mm. Ukuran daun panjang 25.5 – 28.5cm,
lebar 9 – 13cm, namun adakalanya panjang 7cm dan lebar 2cm. Daun
penumpu bundar sampai lonjong panjang 17 – 32mm dan tidak berbulu.
Mahkota bunga berwarna kuning agak putih dan berbau wangi, bentuk
melengkung dengan ukuran panjang 8 – 12mm. Panjang malai 7 – 18cm dan
gagang segi empat sangat pendek dan berbulu rapat. Kelopak bunga bentuk
limas sungsang 3 – 4mm, tabung tebal ditutupi bulu warna putih, tabung
mahkota bunga bagian luarnya berbulu pendek tapi bagian dalamnya gundul
dengan 5 sudut. Tangkai sari tidak ada. Buah lanset sampai bulat telur denga
ukuran panjang 8 – 12mm dan lebar 3 – 4mm. Biji lonjong sampai lanset
panjang 4 – 5mm.

2.3 Jenis Tanaman

Dari sekian banyaknya spesies kina di Indonesia, hanya 2 spesies yang


penting yaitu C. succirubra Pavon (kina succi) yang dipakai sebagai batang
bawah dan C. ledgriana (kina ledger) sebagai bahan tanaman batang atas.
Klon-klon unggul yang dianjurkan adalah antara lain: Cib 6, KP 105, KP 473,
KP 484dan QRC. C. calisaya Wedd. (kina kalisaya) juga banyak dikenal dan
ditanam oleh masyarakat.

3. MANFAAT TANAMAN

Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat. Di


antara alkaloid tersebut ada dua alkaloid yang sangat penting yaitu kinine
untuk penyakit malaria dan kinidine untuk penyakit jantung. Manfaat lain dari
kulit kina ini antara lain adalah untuk depuratif, influenza, disentri, diare, dan
tonik.

4. SENTRA PENANAMAN

Sentra produksi kina di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sumatra Barat.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim

1) Angin yang kencang dan lama menyebabkan banyak kerusakan karena


patahnya cabang dan gugurnya daun.
2) Curah hujan tahunan untuk lokasi budidaya kina yang ideal adalah 2.000-
3.000mm/tahun dan merata sepanjang tahun.
3) Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari yang tidak terlalu terik.
4) Tanaman tumbuh baik pada temperatur antara 13,5-21 derajat C.
5) Tanaman menghendaki daerah beriklim lembab dengan kelembaban relatif
harian minimum dalam satu tahun 68 % dan 97 %.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang cocok untuk tanaman kina adalah subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, tidak bercadas dan berbatu.
2) Derajat keasaman (pH) antara 4,6-6,5 dengan pH optimum 5,8.

5.3. Ketinggian Tempat

Di daerah asalnya di pegunungan Andes tanaman ini tumbuh pada ketinggian


1050 – 1500 m diatas permukaan laut (dpl). Di Indonesia tanaman ini
menyukai daerah dengan ketinggian 800-2.000 m dpl dengan ketinggian
optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan
Pada kebun produksi, kina diperbanyak dengan cara vegetatif. Penyediaan
bahan tanaman dilaksanakan dengan semai sambung, stek sambung, semai
ledger, dan stek ledger. Di Indonesia penyiapan dilakukan dengan cara stek
sambung.

1) Pembibitan Semai Sambung

a. Batang bawah
Batang bawah adalah semai kina succi yang ditanam di kebun dan
batang atas entres kina ledger. Penyambungan dilaksanakan pada saat
bibit bawah berumur 8-12 bulan, tinggi 30-40 cm dan diameter batang
1 cm. Satu-dua minggu sebelum penyambungan daun semai succi
dirempel sampai ketinggian 20-25 cm dari permukaan tanah.
b. Entres batang atas
Didapat dari tanaman berumur 3-5 tahun dengan daya regenerasi
optimal. Setiap 5 tahun pohon induk entres dipangkas setinggi 1 m dari
permukaan tanah agar ranting entres selalu muda.

c. Penyambungan
Batang bawah, pada ketinggian 4-5 cm dari permukaan tanah, disayat
dari atas ke bawah sepanjang 1,5 cm. Siapkan entres kina ledger (1
cm) yang daunnya sudah dibuang dan runcingkan bagian bawah
entres. Selipkan entres ke sayatan di batang bawah, ikat dengan tali
bambu dan oleskan lilin sambungan penutup luka (lilin dicairkan dulu)
sampai tertutup rapat. Penyambungan dilakukan sekitar pukul 12.00,
jika cuaca tidak terik dapat dilakukan sampai pukul 14.00. Setelah
sambungan berumur 3 minggu tunas entres telah tumbuh, pucuk
batang bawah succi dipotong. Pada saat umur 7-8 minggu panjang
tunas 3-4 cm batang bawah dipotong setengahnya. Setelah berumur
12 minggu dan panjang tunas sambungan 12 cm, batang suci dipotong
kira-kira 1 cm dari sambungan.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan selama periode persemaian bibit ini
(disebut persemaian II) adalah penyiangan, pemberantasan hama-
penyakit dan pemupukan. Pupuk diberikan setiap 3 bulan dimulai pada
waktu bibit sambungan berumur 2 bulan dan berakhir 1 bulan sebelum
dicabut (dipindahtanam). Pupuk berupa 160-200 g Urea, 80-100 g TSP
dan 160-200 g KCl yang diberikan dalam larikan sedalam 2-3 cm di
antara barisan bibit setelah disiangi.
e. Pindah tanam
Bibit dipindahkan ke kebun produksi saat berumur 1 tahun di
persemaian II, tinggi 40 - 50 cm dan akar tunggang 50 cm. Seminggu
sebelum bibit dibongkar 2/3 bagian daun dibuang dan sehari sebelum
dibongkar tanah pembibitan disiram air sampai basah. 50 bibit diikat
menjadi satu.

2) Pembibitan Stek Sambung


a. Batang bawah Succi
Berasal dari batang muda atau tunas-tunas dari bekas tebangan,
bukan dari cabang. Pohon induk yang baik dipilih dari pohon yang
pertumbuhannya cepat dan mudah berakar dalam penyetekan. Bahan
stek diambil setelah tunas berumur 8-12 bulan dan, mempunyai ukuran
sebesar pinsil.
b. Batang atas ledger
Pohon induk batang atas ledger dipilih dari klon-klon yang dianjurkan.
Pohon induk ditanam pada jarak 1,25 cmx1,25 cm, lokasi kebun dipilih
datar, dekat tempat pembibitan. Pohon induk yang siap diambil
steknya pada umur 3-5 tahun.
c. Bahan tanaman dan penyambungan
Batang bawah succi yang baik diambil dari pertumbuhan tunas
berumur 10-12 bulan yang dipotong pada pohon induk sampai pangkal
pangkasan. Semua daun dibuang, batang dibungkus dengan batang
pisang dan disimpan di tempat teduh. Bahan stek diambil dari bagian
batang yang masih berair, berwarna coklat muda dan agak tua. Batang
dipotong miring 45-60o menjadi stek-stek berukuran 10 cm dengan
satu mata tunas. Bagian sisi ujung atas batang bawah dibelah sedalam
1,5-2,0 cm untuk menyelipkan batang atas. Pohon induk batang atas
ledger terbaik berumur 3-5 tahun setelah pemangkasan. Batang atas
hanya diambil pucuknya sekitar 12 cm, terdiri dari 3-4 ruas paling
ujung. Pangkal pucuk dipotong runcing sepanjang 2 cm. Batang atas
diselipkan ke belahan batang bawah, diikat dengan tali bambu.
d. Media tanam
Pembibitan stek sambung dilakukan di kantung plastik/polibag ukuran
12x25 cm. Pada sekeliling dan di tengah polibag bagian bawah diberi
luang-lubang. Media tanaman berupa tanah andosol dengan pH 4,6-
6,0 yang diisikan ke dalam polibag sebanyak 2/3 bagiannya.
Sebelumnya tanah disterilkan dengan larutan Trimaton 150 ml/15 l
atau Vapam 250 ml/15 l untuk 1 m3 .
e. Penanaman stek
Media dalam polibag disiram sampai lembab, oleskan Rootone
(perangsang akar) pada ujung tanaman stek sambung lalu tanamkan
pada media sedalam 5 cm. Padatkan tanah di sekitar stek supaya
tanaman tegak.
f. Penyungkupan
Bedengan diberi sungkup plastik dengan rangka dari bambu, besi atau
kawat dengan jari-jari 50-70 cm dengan tinggi puncak 70 cm. Sungkup
jangan bocor dan air hujang yang menggenangi plastik harus dibuang.
g. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan 3-4 minggu sekali. Sungkup dibuka setelah stek
berumur 3-4 bulan dan tinggi 20-25 cm. Pembukaan dilakukan secara
bertahap. Jika hujan, sungkup ditutup. Pada bulan ke 6 sungkup
dibuka sama sekali dan pada bulan ke 7 dilakukan seleksi bibit.
Tanaman diberi pupuk daun Gandasil atau Bayfolan 0,2-0,3% setiap
minggu atau urea 0,2%. Pemupukan hanya dilakukan pada bibit yang
tumbuhnya lambat sebanyak 1-5 g NPK 15-15-15/polibag. Penyiangan
dilakukan dengan tangan, penyemprotan insektisida dilakukan jikaada
gejala serangan.
h. Pindah tanam
Bibit dipindahkan ke kebun setelah berumur 10-12 bulan, tinggi 40-50
cm. Dan akar telah mencapai dasar polibag.

3) Pembibitan Semai Ledger

a. Bibit semai kina ledger


Adalah bibit semai dari biji kina ledger yang berasal dari poliklonal
dengan klon-klon yang terpilih dan dipelihara khusus. Penyiapan bibit
relatif singkat hanya 1,5 tahun karena tidak perlu penyambungan.
b. Persemaian
Dilakukan langsung pada bedengan atau dengan memakai polibag
berukuran 12 x 25 cm berisi tanah hutan.
c. Pindah tanam
Bibit dipindahtanamkan pada umur 1 tahun dan tinggi 40-50 cm. Bibit
dari bedengan dipindahkan dengan cara dicabut sedangkan bibit dari
polibag dipindahkan dengan tanahnya setelah polibag disobek dengan
hati-hati.

4) Pembibitan Stek Ledger

a. Stek ledger
Setek ledger adalah bibit kina dari pucuk ledger. Tanaman kina ledger
umumnya sulit dikembangbiakan dengan stek. Bahan stek yang
digunakan adalah pucuk, dari pohon induk yang telah berumur 3-5
tahun, dan setiap 3-5 tahun harus dipangkas setinggi 25-30 cm dari
sambungan. Pohon induk ditanam dari bibit semai sambung dengan
jarak tanam 1,25x1,25 m. Bahan stek dipilih dari pucuk yang coklat
muda, masih berair tetapi sudah agak tua dengan panjang 20-25 cm
dan dipetik di pagi hari. Panjang stek 12-15 cm terdiri dari 3-4 ruas.
Sebelum ditanam daun dibuang /dirompes setengahnya.
b. Pembibitan
Persiapan pembibitan, media, bedengan, penanaman stek,
penyungkupan dan pemeliharaan sama dengan pembibitan stek
sambung. Bibit dipindahtanamkan ke lapangan umur 10-12 bulan,
tinggi rata-rata 40-50 cm.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Pengolahan tanah dimaksudkan untuk mendapatkan tanah yang gembur,


bersih dari tunggul sisa-sisa akar dan gulma. Pengolahan tanah pertama
dilakukan dengan pencangkulan tanah sedalam 60 cm, dan pengolahan tanah
ke dua sedalam 40 cm dilakukan 2-3 minggu setelah pengolahan tanah
pertama. Pada pertanian organic saat pengolahan tanah yang kedua yaitu
menghancurkan bongkahan dan membuat struktur tanah lebih remah dan
gembur, juga dilakukan penebaran pupuk kandang atau kompos sekitar 50 –
60 ton per hektar sebagai pupuk dasar.
1) Persiapan Lahan
Setelah pengolahan tanah dilakukan pengukuran dan pematokan dengan
memberi tanda, setiap 20 m ke arah mendatar, ke arah kemiringan atas
dan bawah. Dengan demikian terbentuk petakan-petakan areal seluas 20
x 20 m2 = 400m 2 yang disebut satu patok. Tanda-tanda patok berupa
hanjuang dipelihara dengan baik dan mati segera diganti.

2) Pengapuran
Pengapuran hanya dilakukan jika pH tanah lebih rendah dari 4,5 dengan
dosis kapur yang sesuai dengan keperluan. Kapur berupa dolomit, kalsit,
dicampurkan merata 100gram/lubang.

3) Pemupukan (sebelum tanam)


Pupuk untuk memacu pertumbuhan bibit diberi 50 gram TSP. Diberikan
dalam larikan sekitar tanaman.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman


Pola penanaman tergantung tofografi lahan. Tiga macam jarak tanam
yaitu jarak tanam rapat 75 cm x 75 cm, jarak tanam menengah 100 cm x
100 cm, dan jarak tanam lebar yaitu 1,25 cm x 1,25 cm. PTP Nusantara
VIII di Bukit Tunggul menerapkan jarak tanam 100 x 150 cm dengan
populasi tanaman per hektar sekitar 6.500.

2) Pembutan Lubang Tanam


Pengajiran untuk pedoman penanaman sehingga sesuai dengan pola dan
jarak tanam yang dibuat. Lubang tanam dengan ukuran 20 cm x 20 cm x
40 cm (untuk bibit dari polibag) dan 30 cm x 30 cm x 40 cm (untuk bibit
cabutan).

3) Cara Penanaman
a. Bibit cabutan
Panjang akar bibit sekitar 30 cm, tinggi bibit 40-50 cm dan 2/3
daunnya dirompes. Masukkan bibit dengan tegak jangan miring. Tanah
timbunan dipadatkan dengan cara diinjak dengan kaki, kemudian
diratakan.
b. Bibit dalam Polibag
Polibag dibuka dengan cara menyobeknya lalu bibit ditanam bersama
medianya, disangga dengan belahan bambu, ditimbun dengan tanah.
Tanah di sekitar batang dipadatkan dan tanaman disiram.
c. Tanaman pelindung
Tanaman ini berfungsi sebagai penutup tanah dan memperbaiki iklim
mikro agar lebih segar. Tanaman berupa legum Crotalaria
atauTephrosia yang ditanam selama 3 tahun.

4) Perioda Tanam
Masa penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan yaitu pada
bulan September dan biasanya di saat kondisi tidak terlalu terik untuk
menghindari penguapan yang terlalu banyak dari bibit yang akan ditanam.
Dengan menentukan masa tanam secara tepat maka akan menentukan
keberhasilan pertumbuhan tanaman.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman
Penyulaman dilakukan satu bulan setelah penanaman, dilakukan secara
terus-menerus sampai 3 bulan, menjelang kemarau. Penyulaman pada
tahun ke tiga tidak dianjurkan. Kebutuhan bibit sulaman maksimum 10%
dan pada tahun kedua 5%

2) Penyiangan
Penyiangan dimaksudkan untuk penggemburan tanah sedalam 10 cm
dengan menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan 1,5–2 bulan sekali.
Kegiatan penyiangan sampai umur 2-3 tahun.

3) Pembubunan
Untuk pertanaman kina sebenarnya tidak diperlukan kegiatan
pembubunan karena memang tanaman ini merupakan tanaman pohon
yang berumur dalam. Namun demikian pada tanaman muda dapat
dilakukan kegiatan ini untuk menimbun kembali tanah di sekitar daerah
perakaran yang terbawa air dan dilakukan sekaligus pada saat pemberian
pupuk organic kompos setiap 3 – 4 bulan sekali agar pertumbuhan
perakarannya lebih baik.

4) Pemupukan

a. Pemupukan Organik
Pemupukan secara organic dengan menggunakan pupuk kompos yang
merupakan pupuk organic komplek bias diberikan sbb:
Untuk tanaman muda dilakukan pemupukan secara rutin setiap 2 – 3
bulan sekali sebanyak 5 – 7 kg per tanaman. Sedangkan untuk
tanaman yang telah tua (diatas 3 tahun) bias dilakukan pemupukan
kompos organic setiap 6 bulan sekali sebanyak 10 – 12 kg
pertanaman.
Adapun pemberian pupuk di sekitar batang tanaman di daerah
perakaran dilakukan sekaligus dengan pekerjaan dangir dan
penyiangan.

b. Pemupukan Konvensional
o Tanaman muda
- 1 tahun: Urea 108 kg, TSP 62 kg, KCl 30 kg dan Kieserit 19 kg.
- 2 tahun: Urea 173 kg, TSP 83 kg, KCl 40 kg dan Kieserit 37 kg.
- 3 tahun: Urea 217 kg, TSP 124 kg, KCl 60 kg dan Kieserit 37 kg.
- 4 tahun: Urea 325 kg, TSP 165 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
o Tanaman dewasa
- 5 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
- 6 tahun: Urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
- 7 tahun keatas: Urea 433 kg, TSP 207 kg, KCl 100 kg dan Kieserit
75 kg.
Catatan : Kieserit iberikan jika ada gejala kekurangan Mg.

Pemupukan dilakukan saat curah hujan terakhir antara 100-300 mm,


dilaksanakan dua kali setahun. Cara pemberian pupuk diberikan secara
setempat.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

1) Ulat
Ulat yang menyerang daun atau ranting muda adalah: (1) Ulat jeungkal
(Boarmia bhurmitra, Antitrygoides divisaria, Hyposidra talaca) dikendalikan
dengan insektisida Thiodan 35 EC; (2) Ulat sinanangkeup (Paralebeda
plagifera) dikendalikan dengan Dedevap 650 EC; (3) Ulat bugrug
(Metanastria hirtaca) dikendalikan dengan Lebaycid 550 EC; (4) Ulat badori
(Attacus atlas), dikendalikan dengan Baythroid 50 EC; (5) Ulat kaliki
(Samia cyntia) dikendalikan dengan Bayrusil 250 EC; (6) Ulat kenari
(Cricula trifenestrata) dikendalikan dengan Karphos 25 EC; (7) Ulat bajra
(Setora nitens) dikendalikan dengan Lannate L; (8) Ulat kantong (Clania
variegata) dikendalikan dengan Decis 2,5 EC, Thuricide, Ripcord 5 EC; (9)
Ulat merang (Euproctis flexuosa) dikendalikan dengan Lannate 25 WP;
Pengendalian mekanis:
dilakukan dengan mengumpulkan telur, kupu serta telur-telurnya,
kemudian dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar.

2) Penggerak cabang merah (Zeuzera coffeae)


Gejala:
menyerang cabang dan ranting hingga layu dan mudah patah. Pada
ranting patah ada lubang gerekan.
Pengendalian:
memangkas cabang atau ranting yang terserang.

3) Penggerek pangkal batang (Phasus damor)


Gejala:
kerusakan pada leher akar, daun kuning atau kemerahan, layu, kering,
rontok dan tanaman mati.
Pengendalian:
menanam bibit yang sehat dan insektisida.

4) Penggerek cabang (Xyleberus. Sp)


Gejala:
pada ranting, cabang atau batang terlihat adanya tahi gergaji yang halus.
Hama ini berasosiasi dengan jamur ambrosia.
Pengendalian:
menyemprot larutan fungisida sistemik dan insektisida Gusadrin 150 ESC,
Benlate 50 W).

5) Penggerek pucuk (Alcalides cinchonae)


Gejala:
bekas serangan menyebabkan pucuk berwarna coklat dan mati.
Pengendalian:
penyemprotan dengan insektisida Gusadrin 150 ESC, Benlate 50 WP.

6) Kutu putih (Pseudaulacaspis pentagona)


Gejala:
menyerang ranting dan mengisap cairan selnya, ranting menjadi berwarna
putih dan dihuni oleh hewan kecil lonjong. Hama ini tidak menimbulkan
kerugian dan serangan akan hilang dengan datangnya musim hujan.

7) Helopeltis (Helopeltis theivora, H. antonii)


Gejala:
daun dan pucuk yang terserang menjadi salah bentuk. Pada serangan
berat tanaman mati dan dari jauh bagian daun kebun kina kelihatan warna
kehitam-hitaman.
Pengendalian:
dengan penyemprotan insektisida Lannate L, Lannate 25 WP, Lebaycid 550
WP.

7.2. Penyakit

1) Kanker batang
Penyebab:
jamur Phytophthora Sp. Terdapat tiga spesies jamur kanker batang yaitu:
(1) P. cinnamomi penyebab kanker garis, serangannya di Indonesia sangat
luas. (2) P. parasitica penyebab kanker gelang, serangannya relatif sedikit.
(3) P. citricola hanya menyerang tunas-tunas kina muda, serangannya juga
terbatas. Kanker garis membentuk jalur sempit yang mengendap pada kulit
batang.
Gejala:
berbeda-beda tergantung umur dan klon. Kanker gelang membentuk
warna karat pada permukaan kulit batang. Jika kulit luar dikupas tanpak
bahwa kulit bagian dalam membusuk. Pembusukan ini berkembang
melingkari batang yang dapat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian:
kulit yang sakit dikorek, jaringan busuk dipotong sampai ke bagian sehat
dan dilumasi Antimucin WBR 0,5% dan Difolatan 4F 3%. Setelah obat
mengering luka ditutupi dengan petrolatum 2295 A, Shell Tapflux atau
Shell Otina Compound. Permukaan kayu yang terbuka ditutup ter untuk
mencegah masuknya kumbang penggerek.

2) Penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor)


Gejala:
sebelum mengering daun-daun dari cabang yang sakit berwarna kuning
kemerahan. Pada batang atau cabang terdapat benang-benang jamur
yang belum masuk ke dalam kulit, dan mirip dengan sarang laba-laba.
Pengendalian:
menyemprotkan bubur Bordeaux. Dapat juga dilakukan pelumasan dengan
bubur bordeaux pekat, Perenox 3%, Calixin Ready mix atau Calixin RM
(tridemorf) dengan menggunakan kuas.

4) Penyakit mopog (Rhizoctonia solani)


Gejala:
di bedengan-bedengan pesemaian terdapat kelompok-kelompok semai
yang mati seperti tersiram air panas.
Pengendalian:
dengan mengurangi kelembaban persemaian, menyemprotkan fungisida
pada tanah bedengan berupa Brassicol sebanyak 30 g/m 2 dan
mengurangi penyiraman. Persemaian dapat disemprot dengan Dithane M-
45 atau Brestan 0,05%.

7.3. Gulma

Gulma di areal tanam terdiri atas golongan rumput-rumputan seperti


lempuyangan (Panicum repens) dan paparean (Phalaris arundinaceae);
golongan berdaun lebar seperti sintrong (Crassocephalum crepidioides) dan
babadotan (Ageratum conyzoides).
Pengendalian:
dengan memperbaiki kultur teknis, menyiangi/mencabut, menggunakan
tanaman penutup tanah lebum dan dengan herbisida pra tumbuh dan purna
tumbuh.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organic

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia


berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan


digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Bagian tanaman kina yang biasa diambil hasilnya adalah bagian kulit batang,
dahan, cabang dan ranting. Produk ranting dapat dimulai saat tanaman
berumur 6-7 tahun tahun (sebelum tebangan), dengan bagian yang terkecil
yang diambil adalah kulit cabang yang diameternya lebih 1 cm. Ranting yang
diameternya kurang dari 1 cm memiliki kadar kinin sulfat (SQ) yang rendah,
dan biaya pengambilannya relatif mahal. Umur tanaman yang siap panen
untuk panen cara tebangan adalah 9-11 tahun dan untuk panen cara
penjarangan adalah 3,5, 5, 6, 7, 8,12, 18 dan 24 tahun dengan jumlah
tanaman yang dicabut untuk masing-masing penjarangan adalah 12,5% dari
total tanaman.

8.2. Cara Panen

1) Cara penebangan
Tanaman kina ditebang hati-hati dengan gergaji pada ketinggian 20-30 cm
dari sambungan, atau leher akar dengan kemiringan 45 derajat. Batang
kina dari batas ini dipotong sampai ketinggian 2 meter. Kulit kina
dilepaskan dari batang dengan cara dipukul-pukul. Panen tebangan
pertama disebut Stumping 1. Dari tunggul diharapkan tumbuh tunas-tunas
baru, dan dipelihara maksimum 4 tunas untuk dipanen berikutnya. Penen
berikutnya disebut stumping 2 dst. Setelah 4 kali stumping tanaman
dibongkar. Panen tebangan yang baik pada awal musim penghujan,
hindari terik matahari.

2) Cara penjarangan
Dilakukan dengan cabutan untuk memanen secara bertahap dalam
persentase yang telah direncanakan. Pemilihan tanaman yang akan
dibongkar tergantung persentase panenan setiap periode. Apabila tanaman
akan dibongkar adalah 10%, maka dari 10 tanaman diambil 1 tanaman
secara rata-rata.

8.3. Periode Panen

Pemanenan biasanya dilakukan secara bertahap yaitu pada saat dilakukan


pemangkasan cabang dan ranting dan pemangkasan batang utama.
Pemanenan dilakukan pada ranting/cabang yang telah memenuhi ukuran
standar yaitu lebih dari 1cm (diameter). Pemanenan sebaiknya dilakukan saat
musim kemarau pada pagi hari. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengelola
hasil panen secara langsung terutama masalah pengeringan. Untuk
menghindari cemaran cendawan karena kadar air yang tinggi pada kulit
batang maka sebaiknya setelah panen/pengulitan segera dilakukan
pengeringan dengan jalan menjemur di bawah terik matahari.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Dari 1 batang utama kina (2 meter) didapatkan 1-1,5 kg kulit. Hasil kulit kina
diperhitungkan dalam kadar SQ7 maupun besarnya produksi kulit, sehingga
hasilnya diperhitungkan dari perkalian kadar SQ7 dengan berat kulit kering
dalam kg yang disebut potensi produksi. Pola produksi kulit kering dan kadar
kinine sulfat (SQ7) hasil panenan cara penjarangan dapat dilihat berikut ini:

a) Umur 3,5 tahun, sistim panenan: penjarangan I (12,5% panenan) dengan


produksi kulit kering 500 kg/ha pada kadar SQ7 3 proses. Potensi produksi
SQ7 adalah 15,00 kg/ha.
b) Umur 5,0 tahun, sistim panenan: penjarangan II (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 700 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses. Potensi
produksi SQ7 adalah 37,50 kg/ha.
c) Umur 6,0 tahun, sistim panenan: penjarangan III (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 1.000 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 60,00 kg/ha.
d) Umur 7,0 tahun, sistim panenan: penjarangan IV (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 1.375 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 82,50 kg/ha.
e) Umur 8,0 tahun, sistim panenan: penjarangan V (12,5% panenan) dengan
produksi kulit kering 1.750 kg/ha pada kadar SQ7 7 proses. Potensi
produksi SQ7 adalah 122,50 kg/ha.
f) Umur 12,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VI (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 3.125 kg/ha pada kadar SQ7 8 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 250,00 kg/ha.
g) Umur 18,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VII (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 6.250 kg/ha pada kadar SQ7 6 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 375,00 kg/ha.
h) Umur 24,0 tahun, sistim panenan: penjarangan VIII (12,5% panenan)
dengan produksi kulit kering 9.375 kg/ha pada kadar SQ7 5 proses.
Potensi produksi SQ7 adalah 468,75 kg/ha.

9. PASCAPANEN

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Batang yang akan diambil kulitnya dikumpulkan di suatu tempat yang teduh.
Cabang dan ranting dipotong tepat pada pertautan cabang dengan batang,
Cabang atau ranting yang ukuran garis tengahnya di atas 1 cm dibersihkan
dari ranting kecil dan daun-daun. Setelah itu batang tersebut dibersihkan,
kemudian dipotong sepanjang 40 - 50 cm untuk diambil kulitnya.
Pencucian pada kulit batang dilakukan dengan air bersih, jika air bilasannya
masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi Hindari
pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung
didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena
dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan,
setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

9.2. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari


atau alat pemanas/oven. Pengeringan kulit batang dilakukan selama kira-kira
2 - 3 hari atau setelah kadar airnya dibawah 8%. Pengeringan dengan sinar
matahari dilakukan di atas tikar atau rangka pengering, pastikan bahan tidak
saling menumpuk. Selama pengeringan kulit batang harus dibolak-balik kira-
kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi bahan tersebut
dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa
mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50o C
- 60o C. Kulit batang yang akan dikeringkan ditaruh diatas tray oven dan alasi
dengan kertas Koran dan pastikan bahwa tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah yang dihasilkan.

9.3. Penyortiran Kering.


Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang dikeringkan dengan
memisahkannya dari benda-benda asing atau kotoran-kotoran lain. Timbang
jumlah bahan hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

9.4. Pengemasan

Setelah bersih, bahan yang kering dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan
kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat berupa kantong
plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.5. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC,
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1 Analisis Usaha Budidaya

- -

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Pada tahun 1939 Indonesia merupakan pemasok 90 % kebutuhan kina dunia


dengan luas areal tanam 17.000 ha dengan produksi 11.000 ton kulit
kering/tahun. Akibat terlantarnya kebun kina dan terjadinya penebangan
besar-besaran sejak Perang Dunia II sampai tahun enam puluhan, areal dan
produksi kina Indonesia menurun Kebutuhan kulit kina dirasakan semakin
meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pula.
Kulit kina merupakan bahan baku obat penyakit malaria dan penyakit jantung.
Obat tersebut sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Di samping
sebagai bahan obat, kina sebagai bahan baku kosmetika, minuman penyegar
dan industri penyamakan. Beberapa dekade yang lalu produksi kina Indonesia
kalah oleh pordusen dari Afrika. Tetapi saat ini produksi di Afrika mengalami
penurunan. Saat ini adalah saat yang dianggap tepat untuk melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan kina. Prospek agribisnis kulit kina
sangat cerah, dan permintaan pasar internasionalpun semakin meningkat
tetapi belum bisa terpenuhi. Dengan mengingat mutu kina Indonesia yang
sangat prima, Perkebunan kina kita akan menjadi sektor agribisnis yang
diperhitungkan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh,


cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Kulit kina kering jemur dari batang utama di perkebunan kina Indonesia
mempunyai standar mutu yang memenuhi persyaratan Internasional yaitu
memiliki kadar kinin sulfat pada kelas SQ7. Kelas kualitas ini bahkan lebih
besar daripada yang dihasilkan di Afrika.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung
maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung
diambil contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut
diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian
diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai
contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa,
berat contoh analisa 100 gram.

11.5. Pengemasan

Kina dikemas dalam karung goni atau dari bahan lain yang sesuai kuat dan
bersih dan mulutnyadijahit, berat netton setiap karung maksimum 75 kg, dan
tahan mengalami handling baik pada pemuatan maupun pembongkaran. Di
bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang
aman yang tidak luntur dengan jelas terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli

12. DAFTAR PUSTAKA

1) Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Asosiasi Penelitian


dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung. Jakarta, Februari 2000 Sumber : Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman
2) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida
Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
3) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.

KEMBALI KE MENU
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

KRISAN
( C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy )

1. SEJARAH SINGKAT
Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni
atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal
dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. morifolium
(ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai
membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol
kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East.

Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis
tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di
Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17.
Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan
dikembangkan secara komersial.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Famili : Asteraceae

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Genus : Chrysanthemum
Species : C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy dll

Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida berasal dari
Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas:
a) Krisan lokal (krisan kuno)
Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia maka
dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan
siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum
berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas
(Cianjur).
b) Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida)
Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini
adalah C. indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis
(berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal
(berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink).
c) Krisan produk Indonesia
Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan
Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan 30.13A.

3. MANFAAT TANAMAN
Kegunaan tanaman krisan yang utama adalah sebagai bunga hias. Manfaat lain
adalah sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga. Sebagai
bunga hias, krisan di Indonesia digunakan sebagai:
a) Bunga pot
Ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm, berbunga lebat dan
cocok ditanam di pot, polibag atau wadah lainnya. Contoh krisan mini (diameter
bunga kecil) ini adalah varietas Lilac Cindy (bunga warna ping keungu-unguan),
Pearl Cindy (putih kemerah-merahan), White Cindy (putih dengan tengahnya putih
kehijau-hijauan), Applause (kuning cerah), Yellow Mandalay (semuanya dari
Belanda).Krisan introduksi berbunga besar banyak ditanam sebagai bunga pot,
terdapat 12 varitas krisan pot di Indonesia, yang terbanyak ditanam adalah
varietas Delano (ungu), Rage (merah) dan Time (kuning).
b) Bunga potong
Ditandai dengan sosok bunga berukuran pendek sampai tinggi, mempunyai
tangkai bunga panjang, ukuran bervariasi (kecil, menengah dan besar), umumnya
ditanam di lapangan dan hasilnya dapat digunakan sebagai bunga potong. Contoh
bunga potong amat banyak antara lain Inga, Improved funshine, Brides, Green
peas, Great verhagen, Puma, Reagen, Cheetah, Klondike dll.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4. SENTRA PENANAMAN
Daerah sentra produsen krisan antara lain: Cipanas, Cisarua, Sukabumi, Lembang
(Jawa Barat), Bandungan (Jawa Tengah), Brastagi (Sumatera Utara).

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap
terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah yang curah hujannya tinggi,
penanaman dilakukan di dalam bangunan rumah plastik.
2) Untuk pembungaan membutuhkan cahaya yang lebih lama yaitu dengan bantuan
cahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik
adalah tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal
9 m2 dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Periode
pemasangan lampu dilakukan sampai fase vegetatif (2-8 minggu) untuk
mendorong pembentukan bunga.
3) Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 20-26
derajat C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 17-30 derajat C.
4) Tanaman krisan membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk awal pembentukan
akar bibit, setek diperlukan 90-95%. Tanaman muda sampai dewasa antara 70-
80%, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai.
5) Kadar CO2 di alam sekitar 3000 ppm. Kadar CO2 yang ideal untuk memacu
fotosistesa antara 600-900 ppm. Pada pembudidayaan tanaman krisan dalam
bangunan tertutup, seperti rumah plastik, greenhouse, dapat ditambahkan CO2,
hingga mencapai kadar yang dianjurkan.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah bertekstur liat berpasir, subur,
gembur dan drainasenya baik, tidak mengandung hama dan penyakit.
2) Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7.

5.3. Ketinggian Tempat

ketinggian tempat yang ideal untuk budidaya tanaman ini antara 700–1200 m dpl.

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit diambil dari induk sehat, berkualitas prima, daya tumbuh tanaman kuat,
bebas dari hama dan penyakit dan komersial di pasar.

2) Penyiapan Bibit

Pembibitan krisan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan anakan, setek
pucuk dan kultur jaringan.
a) Bibit asal anakan
b) Bibit asal stek pucuk
Tentukan tanaman yang sehat dan cukup umur. Pilih tunas pucuk yang tumbuh
sehat, diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun
dewasa berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut, langsung semaikan atau
disimpan dalam ruangan dingin bersuhu udara 4 derajat C, dengan kelembaban
30 % agar tetap tahan segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek
adalah dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke
dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.
c) Penyiapan bibit dengan kultur jaringan
Tentukan mata tunas atau eksplan dan ambil dengan pisau silet, stelisasi mata
tunas dengan sublimat 0,04 % (HgCL) selama 10 menit, kemudian bilas dengan
air suling steril. Lakukan penanaman dalam medium MS berbentuk padat. Hasil
penelitian lanjutan perbanyakan tanaman krisan secara kultur jaringan:
1. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter
ditambah 1,5 mg kinetin/liter, paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akar
eksplan. Pertunasan terjadi pada umur 29 hari, sedangkan perakaran 26
hari.
2. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter
ditambah 0,5 BAP/liter, kalus bertunas waktu 26 hari, tetapi medium tidak
merangsang pemunculan akar.
3. Medium MS padat ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-0.2 mg
kinetin/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-2,0 BAP/liter pada
eksplan varietas Sandra untuk membentuk akar pada umur 21-31 hari.

Penyiapan bibit pada skala komersial dilakukan dengan dua tahap yaitu:
a) Stok tanaman induk
Fungsinya untuk memproduksi bagian vegetatif sebanyak mungkin sebagai
bahan tanaman Ditanam di areal khusus terpisah dari areal budidaya. Jumlah
stok tanaman induk disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang telah
direncanakan. Tiap tanaman induk menghasilkan 10 stek per bulan, dan
selama 4-6 bulan dipelihara memproduksi sekitar 40-60 stek pucuk.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Pemeliharaan kondisi lingkungan berhari panjang dengan penambahan cahaya


4 jam/hari mulai 23.30–03.00 lampu pencahayaan dapat dipilih Growlux SL 18
Philip.
b) Perbanyakan vegetatif tanaman induk.
1. Pemangkasan pucuk, dilakukan pada umur 2 minggu setelah bibit ditanam,
dengan cara memangkas atau membuang pucuk yang sedang tumbuh
sepanjang 0,5-1 cm.
2. Penumbuhan cabang primer. Perlakuan pinching dapat merangsang
pertumbuhan tunas ketiak sebanyak 2-4 tunas. Tunas ketiak daun dibiarkan
tumbuh sepanjang 15-20 cm atau disebut cabang primer.
3. Penumbuhan cabang sekunder. Pada tiap ujung primer dilakukan
pemangkasan pucuk sepanjang 0,5-1 cm, pelihara tiap cabang sekunder
hingga tumbuh sepanjang 10-15 cm.

3) Teknik Penyemaian Bibit

a) Penyemaian di bak
Siapkan tempat atau lahan pesemaian berupa bak-bak berukuran lebar 80 cm,
kedalaman 25 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya bak
berkaki tinggi. Bak dilubangi untuk drainase yang berlebihan. Medium semai
berupa pasir steril hingga cukup penuh. Semaikan setek pucuk dengan jarak 3
cm x 3 cm dan kedalaman 1-2 cm, sebelum ditanamkan diberi Rotoon (ZPT).
Setelah tanam pasang sungkup plastik yang transparan di seluruh permukaan.
b) Penyemaian kultur jaringan
Bibit mini dalam botol dipindahkan ke pesemaian beisi medium berpasir steril
dan bersungkup plastik tembus cahaya.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Pemeliharaan untuk stek pucuk yaitu penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari,
pasang bola lampu untuk pertumbuhan vegetatif, penyemprotan pestisida apabila
tanaman di serang hama atau penyakit. Buka sungkup pesemaian pada sore hari
dan malam hari, terutama pada beberapa hari sebelum pindah ke lapangan.

Pemeliharaan pada kultur jaringan dilakukan di ruangan aseptik, setelah bibir


berukuran cukup besar, diadaptasikan secara bertahap ke lapangan terbuka.

5) Pemindahan Bibit

Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah
semai dan bibit dari kultur jaringan bibit siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai
dan setinggi 7,5-10 cm.

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Pembentukan Bedengan

Olah tanah dengan menggunakan cangkul sedalam 30 cm hingga gembur,


keringanginkan selama 15 hari. Gemburkan yang kedua kalinya sambil
dibersihkan dari gulma dan bentuk bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 20-
30 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antara bedengan 30-40 cm.

2) Pengapuran

Tanah yang mempunyai pH > 5,5, perlu diberi pengapuran berupa kapur pertanian
misalnya dengan dolomit, kalsit, zeagro. Dosis tergantung pH tanah. Kebutuhan
dolomit pada pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60 ton/ha, pH
5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada
permukaan bedengan.

6.3. Teknik Penanaman

1) Teknik Penanaman Bunga Potong

a) Penentuan Pola Tanam.


Tanaman bunga krisan merupakan tanaman yangdapat dibudidayakan secara
monokultur.
b) Pembuatan Lubang Tanam
Jarak lubang tanam 10 cm x 10 cm, 20 cm x 20 cm. Lubang tanam dengan cara
ditugal. Penanaman biasanya disesuaikan dengan waktu panen yaitu pada
hari-hari besar. Waktu tanam yang baik antara pagi atau sore hari.
c) Pupuk Dasar
Furadan 3G sebanyak 6-10 butir perlubang. Campuran pupuk ZA 75 gram
ditambah TSP 75 gram ditambah KCl 25gram (3:3:1)/m2 luas tanam, diberikan
merata pada tanah sambil diaduk.
d) Cara Penanaman
Ambil bibit satu per satu dari wadah penampungan bibit, urug dengan tanah
tipis agar perakaran bibit krisan tidak terkena langsung dengan furadan 3G.
Tanamkan bibit krisan satu per satu pada lubang yang telah disiapkan sedalam
1-2 cm, sambil memadatkan tanah pelan-pelan dekat pangkal batang bibit.
Setelah penanaman siram dengan air dan pasang naungan sementara dari
sungkup plastik transparan.

2) Teknik Penanaman untuk Memperpendek Batang

Penanaman dilakukan sama dengan untuk bunga potong biasa, tetapi dengan
menambah cahaya agar tangkai menjadi pendek.
a) Pengaturan dan Penambahan Cahaya

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Dilakukan sampai batas tertentu dengan ketinggian tanaman yang dinginkan.


Misalnya, bila diinginkan bunga krisan bertangkai 70 cm, maka penambahan
cahaya sejak ketinggian 50-60 cm. Lampu dimatikan. Periode berikutnya
beralih ke generatif. Tangkai bunga memanjang mencapai 80 cm. Bila dipanen
tangkainya 70 cm, maka tangkai bunga yang tersisa adalah 10 cm pada
tanaman. Total lama penyinaran sejak bibit ditanam sampai periode generatif
antara 12-15 minggu tergantung varietas krisan.
Cara pengaturan dan penambahan cahaya yaitu dengan pola byarpet, yaitu
pencahayaan malam selama 5 menit lalu dimatikan selama 1 menit dilakukan
secara berulang-ulang hingga mencapai 30 menit. Cara lain pengaturan dan
penambahan cahaya adalah dengan memasang lampu TL pada tengah malam
mulai pukul 22.30-01.00.
b) Pemupukan
Waktu pemupukan dimulai umur 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang
kontinue dan periodik seminggu sekali, dan akhirnya sebulan sekali. Jenis dan
dosis pupuk yang diberikan pada fase vegetatif yaitu Urea 200 gram ditambah
ZA 200 gram ditambah KNO3 100 gram per m2 luas lahan. Pada fase Generatif
digunakan pupuk Urea 10 gram ditambah TSP 10 gram ditambah KNO3 25
gram per m2 luas lahan, cara pemberiannya dengan disebar dalam larikan atau
lubang ditugal samping kiri dan samping kanan.
c) Pembuangan Titik Tumbuh
Waktu pembuangan titik tumbuh adalah pada umur 10-14 hari setelah tanam,
dengan cara memotes ujung tanam sepanjang 5 cm.
d) Penjarangan Bunga
Jika ingin mendapatkan bunga yang besar, dalam 1 tangkai bunga hanya
dibiarkan satu bakal bunga yang tumbuh.

3) Teknik Penanaman untuk Bunga Pot

Sebanyak 5-7 Bibit yang telah berakar ditanam di dalam pot yang berisi media
sabut kelapa (hancur) atau campuran tanah dan sekam padi (1:1). Untuk
memperpendek batang, pot-pot ini ditumbuhkan selama 2 minggu dengan
penyinaran 16 jam/hari.

Untuk merangsang pembungaan, pot-pot kemudian diberi pencahayaan pendek


dengan cara menutupnya di dalam kubung dari jam 16.00-22.00. Selama
pertumbuhan tanaman diberi pupuk cir multihara lengkap. Pembungaan ini dapat
pula dipacu dengan menambahkan hormon tumbuh giberelin sebanyak 500 ppm
pada saat penyinaran pendek.

Untuk mendapatkan bunga yang besar dan jumlahnya sedikit, bakal bunga dari
setiap batang perlu diperjarang dengan hanya menyisakan satu kuncup bunga.
Dengan cara ini akan didapatkan krisan pot dengan 5-7 bunga yang mekar
bersamaan.

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Waktu penyulaman seawal mungkin yaitu 10-15 hari setelah tanam. Penyulaman
dilakukan dengan cara mengganti bibit yang mati atau layu permanen dengan bibit
yang baru.

2) Penyiangan

Waktu penyiangan dan penggemburan tanah umumnya 2 minggu setelah tanam.


Penyiangan dengan cangkul atau kored dengan hati-hati membersihkan rumput-
rumput liar.

3) Pengairan dan Penyiraman

Pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, pengairan dilakukan
kontinu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau medium tumbuh. Pengairan
dilakukan dengan cara mengabutkan air atau sistem irigasi tetes hingga tanah
basah.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat tanah (Agrotis ipsilon)


Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk
dan tangkai terkulai. Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja
hari dan semprot dengan insektisida.

2) Thrips (Thrips tabacci)


Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau
kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.
Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa
lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.

3) Tungau merah (Tetranycus sp)


Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir,
menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat. Pengendalian: memotong
bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan penyemprotan pestisida.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Penggerek daun (Liriomyza sp)


Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan
yang mengelilingi permukaan daun. Pengendalian: memotong daun yang
terserang, penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.

7.2. Penyakit

1) Karat/Rust
Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan P
chrysantemi, karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn. Gejala: pada sisi
bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-lekukan
mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila
serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga. Pengendalian:
menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit,
memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.

2) Tepung oidium
Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi. Gejala: permukaan daun tertutup dengan
lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.
Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan
penyemprotan fungisida.

3) Virus kerdil dan mozaik


Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik
Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus). Gejala: tanaman tumbuhnya
kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal daripada tanaman
sehat, warna bunganya menjadi pucat. Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat
pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun. Virus mosaik menyebabkan
daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis. Pengendalian:
menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan
alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian
vektor virus.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Penentuan stadium panen adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari
sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80% dari seluruh tanaman. Umur tanaman
siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam.

8.2. Cara Panen

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Panen sebaiknya dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat
bunga krisan berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan:
tentukan tanaman siap panen, potong tangkai bunga dengan gunting steril
sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 20-30 cm dari
permukaan tanah.

8.3. Prakiraan Produksi

Perkiraan hasil bunga krisan pada jarak 10 x 10 cm seluas 1 ha yaitu 800.000


tanaman.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Kumpulkan bunga hasil panen, lalu ikat tangkai bunga berisi sekitar 50-1000 tangkai
simpan pada rak-rak.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pisahkan tangkai bunga berdasarkan tipe bunga, warna dan varietasnya. Lalu
bersihkan dari daun-daun kering atau terserang hama. Buang daun-daun tua pada
pangkal tangkai.

Kriteria utama bunga potong meliputi penampilan yang baik, menarik, sehat dan
bebas hama dan penyakit. Kriteria ini dibedakan menjadi 3 kelas yaitu:
a) Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar, yaitu panjang tangkai bunga
lebih dari 70 cm, diameter pangkal tangkai bunga lebih 5 mm.
b) Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florits menengah dan dekorasi
massal yaitu panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm dan diameter pangkal
tangkai bunga kurang dari 5 mm.

9.3. Pengemasan dan Pengangkutan

Tentukan alat angkutan yang cocok dengan jarak tempuh ke tempat pemasaran dan
susunlah kemasan berisi bunga krisan secara teratur, rapi dan tidak longgar, dalam
bak atau box alat angkut.

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya tanaman krisan seluas 0,5 ha dengan jarak tanam 10 x
10 cm. Analisis dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bandung.

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 tahun Rp. 1.500.000,-
2. Bibit : 500.000 batang @ Rp. 50,- Rp. 25.000.000,-
3. Pupuk dan kapur
- Pupuk kandang: 15.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 2.250.000,-
- Urea: 4.150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 6.225.000,-
- ZA: 4.600 kg @ Rp. 1.250,- Rp. 5.750.000,-
- SP-36: 525 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 1.050.000,-
- KCl: 125 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 206.250,-
- KNO3: 2.375 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 9.500.000,-
- Kapur pertanian: 2000 kg @ Rp.200,- Rp. 400.000,-
4. Pestisida Rp. 1.500.000,-
5. Biaya tenaga kerja
- Penyiapan lahan 50 HKP @ Rp. 10.000,- Rp. 500.000,-
- Pemupukan 10 HKP + 20 HKW Rp. 250.000,-
- Penanaman 5 HKP + 50 HKW Rp. 425.000,-
- Pemeliharaan 5 HKP + 100 HKW Rp. 800.000,-
6. Biaya lain-lain (pajak, iuran, alat) Rp. 500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 55.856.250,-
2) Pendapatan 400.000 tanaman @ Rp. 225,- Rp. 90.000.000,-
3) Keuntungan Rp. 34.143.750,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio Output/Input =1,611

Keterangan: HKP Hari Kerja Pria, HKW Hari Kerja Wanita

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Tanaman hias krisan merupakan bunga potong yang penting di dunia. Prospek
budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang
dapat berdaya serap tinggi sudah ada. Diantara pasar potensial tersebut adalah
Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, America Serikat, Swedia dsb.

Saat ini krisan termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki
keunggulan yaitu bunganya kaya warna dan tahan lama, bunga krisan pot bahkan
dapat tetap segar selama 10 hari. Peluang untuk mengembangkan budidaya
tanaman krisan, guna memenuhi kebutuhan baik dalam maupun luar negri agaknya

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tetap terbuka. Seiring dengan permintaan bunga potong krisan yang semakin
meningkat maka peluang agribisnis perlu terus dikembangkan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar meliputi klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan dan pengemasan.

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat


ditentukan oleh negara pengimpor. Untuk Jepang standar yang berlaku adalah
sebagai berikut:
a) Varietas adalah Kiku berwarna putih atau kuning yang dipanen saat bunga belum
mekar penuh, panjang tangkai 70 cm, lurus dan tunggal. Duapertiga daun masih
lengkap, utuh serta berukuran seragam dan bebas hama penyakit.
b) Satu ikatan terdiri dari 20 tangkai bunga dan dibungkus dengan pembungkus dari
kertas khusus Sleeves. Kuntum tidak tertutup seludang, pangkal bunga diberi
kapas basah.
c) Pengepakan dilakukan dalam kotak kardus dengan kapasitas 10 ikatan.
d) Pengangkutan dilakukan dengan alat angkut bersuhu udara 7-8 derajat C dengan
kelembaban udara 60-65%.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan terkecil dalam lot dan contoh
dengan rincian sebagai berikut:
a) Contoh yang diambil 1, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 1–3.
b) Contoh yang diambil 3, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 4–25.
c) Contoh yang diambil 6, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 26–50.
d) Contoh yang diambil 8, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 51–100.
e) Contoh yang diambil 10, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 101–150.
f) Contoh yang diambil 12, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 151–200.
g) Contoh yang diambil 15, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 201–lebih.

Sedangkan untuk petugas pengambil contoh adalah orang yang telah


berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dalam suatu badan
hukum.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

1) Cara pengemasan
Pangkal tangkai bunga krisan potongan dimasukan ke dalam tube berisi cairan
pengawet/dibungkus dengan kapas kemudian dimasukan ke dalam kantong
plastik berisi cairan pengawet lalu dikemas dalam kotak karton/kemasan lain yang
sesuai.
2) Pemberian merek
Pada bagian luar kemasan diberi tulisan:
1. Nama barang/varietas krisan.
2. Jenis mutu.
3. Nama atau kode produsen/eksportir.
4. Jumlah isi.
5. Negara tujuan.
6. Hasil Indonesia.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) H Rahmat Rukmana , Ir.1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
2) Trubus no. 338. 1998. Kebun bunga Potong Ciputri.
3) Dewi Sartika. 1998. Krisan Baru Produk Indonesia. Trubus no. 342.
4) Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no. 348.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
KUMIS KUCING
( Orthosiphon spp. )

1. SEJARAH SINGKAT

Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah


yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea
plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah
dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman Kumis kucing
berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan
Australia.

Nama daerah: Kumis kucing (Melayu – Sumatra), kumis kucing (Sunda),


remujung (Jawa), se-salaseyan, songkot koceng (Madura).

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon spp.
2.2 Deskripsi

Tanaman terna yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak
tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak
beralur. Helai daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul
pada bagian ujungnya, ukuran daun panjang 1 – 10cm dan lebarnya 7.5mm –
1.5cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua
permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat
banyak, panjang tangkai daun 7 – 29cm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan
pangkal berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas
gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu pucat atau putih, dengan
ukuran panjang 13 – 27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek yang
berwarna ungu atau putih, panjang tabung 10 – 18mm, panjang bibir 4.5 –
10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari
tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna
coklat gelap, panjang 1.75 – 2mm.

2.3 Jenis Tanaman

Spesies kumis kucing yang terdapat di Pulau Jawa adalah O. aristatus, O.


thymiflorus, O. petiolaris dan O. tementosus var. glabratus. Klon kumis kucing
yang ditanam di Indonesia adalah Klon berbunga putih dan ungu.

3. MANFAAT TANAMAN

Daun kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai bahan obat-
obatan. Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang
memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk
mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat
tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan
sembelit. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan
radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis.

4. SENTRA PENANAMAN

Hingga saat ini, sentra penanaman kumis kucing banyak terdapat di Pulau
Jawa. Baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim
1) Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman ini adalah lebih dari
3.000 mm/tahun.
2) Dengan sinar matahari penuh tanpa ternaungi. Naungan akan
menurunkan kadar ekstrak daun.
3) Keadaan suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah
panas sampai sedang.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman ini dapat dengan mudah tumbuh di lahan-lahan pertanian, untuk


produksi sebaiknya dipilih tanah yang gembur, subur, banyak
mengandung humus/bahan organik dengan tata air dan udara yang baik.
2) Tanah Andosol dan Latosol sangat baik untuk budidaya kumis kucing.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat optimum tanaman kumis kucing 500 - 1.200 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Penyiapan Bibit
Cara yang paling mudah dan biasa untuk mengembangkan kumis kucing
adalah perbanyakan vegetatif dengan stek batang/cabang. Bahan
tanaman diambil dari rumpun yang tumbuhnya normal, subur dan sehat.
a. Pilih batang/cabang yang tidak terlalu tua atau muda dan sudah
berkayu.
b. Potong batang dengan pisau tajam/gunting pangkas yang bersih.
c. Potong-potong batang menjadi stek berukuran 15–20 cm berbuku 2-3.
d. Buang sebagian daun untuk mengurangi penguapan air.
Adapun kebutuhan bibit untuk 1 hektar dengan jarak tanam 40 x 40 cm
diperlukan 50.000-62.500 stek/ha.

2) Teknik Penyemaian Bibit


Stek dapat langsung ditanam di kebun produksi atau ditanam dulu di
persemaian. Di dalam persemaian stek ditanam dengan jarak tanam 10x10
cm. Stek yang masih segar langsung ditanam di lahan yang telah diolah
sedalam 20 cm. Setelah itu disirami 1-2 kali sehari tergantung dari cuaca
dan hujan yang turun. Bila perlu persemaian dinaungi dengan naungan
plastik transparan atau jerami/daun kering. Setelah timbul tunas baru, bibit
dipindahkan ke kebun produksi.
6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan
Tanah diolah 30-40 cm, gulma dan tanaman lain dibuang. Setelah diolah,
tanah dibiarkan 15 hari.

2) Pembentukan Bedengan
Pembuatan bedengan dilakukan setelah pengolahan tanah yang kedua
yaitu dengan menghancurkan bongkahan tanah pada pengolahan tanah
yang pertama hingga mendapatkan struktur tanah yang remah dan
gembur. Pada saat pengolahan tanah kedua ini juga dianjurkan
memberikan pupuk dasar berupa pupuk kompos atau pupuk kandang
sebanyak 50 – 60 ton per hektar bersamaan pada saat pembuatan
bedengan. Bedengan dibuat selebar 100-120 cm tinggi 30 cm dan jarak
antar bedengan 40-50 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan
keperluan dan lahan

3) Pemupukan (sebelum tanam)


Buat lubang tanam berukuran 30x30x30 cm dengan jarak tanam 40 x 60
cm. Masukkan pupuk kandang sebanyak 2,4-3,2 kg/lubang dan tutup
lubang tanah. Campur tanah bedengan dengan 15-20 kg/ha pupuk
kandang sapi.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman


Waktu tanam terbaik adalah di awal musim hujan (Oktober-Desember)
kecuali jika air tersedia sepanjang tahun, waktu tanam bisa dilaksanakan
kapan saja.

2) Pembuatan Lubang Tanam


Buat lubang tanam berukuran 30x30x30 cm dengan jarak tanam 40 x 40
cm

3) Cara Penanaman
a) Pilih bibit yang baik dari pembibitan.
b) Buat lubang kecil di tempat lubang tanam.
c) Tanamkan bibit/stek tegak lurus sedalam 5 cm atau 1/3 bagian dari
pangkal batang stek. Setiap lubang diisi 4-6 bibit/stek.
d) Padatkan tanah di sekitar bibit.
e) Sirami sampai cukup basah.

4) Perioda Tanam
Penanaman tanaman ini bias dilakukan sepanjang tahun yaitu dengan
membongkar tanaman tua yang telah mengeras berkayu dan tidak
produktif lagi atau daunnya jarang dan kecil-kecil, kemudian menanam
ulang dengan tanaman baru yang masih muda
6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman
Dilakukan antara 1-15 hari setelah tanam untuk tetap menjaga
pertanaman pada jarak tanam yang telah ditentukan (40 x 40cm).
Penyulaman dilakukan terutama pada tanaman yang mati atau tumbuh
tidak normal dengan tanaman baru yang umurnya tidak berbeda jauh,
sehingga pertumbuhan selanjutnya akan tetap sama dan seragam.

2) Penyiangan
Gulma disiangi secara kontinyu untuk mengurangi persaingan unsur hara.
Penyiangan biasanya dilakukan agak sering saat tanaman masih muda
sehingga lahan di atara tanaman masih terbuka karena kanopi tanaman
belum tumbuh besar. Tetapi pada tanaman dewasa periode penyiangan
sudah agak jarang karena kanopi pada masing-masing tanaman akan
saling menutup permukaan tanah, sehingga akan menekan pertumbuhan
gulma di bawahnya.

3) Pemupukan

a. Pemupukan Organik

Pemupukan secara organic dengan menggunakan pupuk kompos yang


merupakan pupuk organic komplek dapat diberikan sbb:
Sebagai pupuk dasar telah diuraikan di atas yang diberikan pada saat
penyiapan media tanam. Selanjutnya pupuk kompos organic dapat
diberikan setiap bulan sekali sebanyak 1 – 2kg setiap tanaman.
Pemupukan pada tanaman dewasa bisa lebih sering yaitu setiap 2 – 3
minggu sekali sebesar 1.5 – 3kg per tanaman dan terutama diberikan
setelah dilakukan pemanenan/perompesan daun sehingga
pertumbuhan selanjutnya akan lebih baik.

b. Pemupukan Konvensional
Dosis pupuk anjuran adalah 75 kg/ha urea yang diberikan setiap 3 kali
panen atau 6-9 minggu sekali. Pupuk disebar di dalam larikan dangkal
antara baris tanaman dan segera ditutup tanah.

4) Pengairan dan Penyiraman


Pada awal pertumbuhan, tanaman diairi/disiram 1-2 kali sehari. Setelah
tanaman terlihat kokoh dan rimbun, penyiraman dikurangi. Frekuensi
penyiraman selanjutnya tergantung cuaca, yang penting tanah tidak
sampai kering. Penambahan air dapat dilakukan dengan cara disiram atau
menggenangi saluran di antara bedengan dengan air.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida


Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama
penyakit.
7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Selama ini tidak ada hama atau penyakit yang benar-benar merusak tanaman
kumis kucing. Hama yang sering ditemukan adalah kutu daun dan ulat daun.

7.2. Penyakit

Penyakit yang menyerang disebabkan oleh jamur upas (Upsia salmonicolor


atau Corticium salmonicolor). Jamur ini menyerang batang atau cabang
tanaman yang berkayu. Pengendalian dilakukan dengan perbaikan tata air,
meningkatkan kebersihan kebun, memotong bagian yang sakit, pergiliran
tanaman dan penyemprotan pestisida selektif.

7.3. Gulma

Gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanaman kumis kucing cukup


bervariasi dan kebanyakan dari jenis gulma kebun seperti rumput teki,
lulangan, ageratum, alang-alang, dan rumput-rumput lainnya

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organic

Sama seperti pada tanaman obat lainnya bahwa pengendalian hama/penyakit


secara organic pada pertanaman kumis kucing lebih diusahakan secara PHT
(pengendalian hama secara terpadu). Termasuk di dalamnya system bercocok
tanam secara tumpang sari akan dapat menghambat serangan
hama/penyakit. Untuk pengendalian gulma sebaiknya dilakukan secara
manual dengan cara penyiangan seperti telah dijelaskan di atas.

Namun demikian apabila diperlukan dapat diterapkan penyemprotan dengan


insektisida maupun pestisida nabati. Beberapa tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian
hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman berumur 1 bulan setelah tanam, tangkai bunga belum muncul dan
tinggi tanaman sekitar 50 cm. Panen pertama jangan sampai terlambat
karena akan mempengaruhi produksi.

8.2. Cara Panen

Daun dipanen dengan cara memetik pucuk bedaun 3-5 helai kemudian
merempal daun-daun tua di bawahnya sampai helai ke 10.

8.3. Periode Panen

Panen dilaksanakan dalam periode 2-3 minggu sekali yaitu pada pertumbuhan
optimum dari daun. Saat panen yang tepat adalah pada saat awal
pertumbuhan bunga tetapi belum tumbuh bunga. Karena yang dimanfaatkan
adalah daunnya maka bunga yang tumbuh sebaiknya dirompes untuk dapat
memaksimalkan pertumbuhan daun pada panen berikutnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak


Dengan pemeliharaan yang intensif, akan dihasilkan daun basah 6-9 ton/ha
yang setara dengan 1-2 ton/ha daun kering.

9. PASCAPANEN

Setelah pemetikan, daun-daun hasil panen dikumpulkan di dalam karung dan


dibawa ke tempat pengumpulan hasil. Proses pasca panen untuk
mendapatkan daun kering kualitas ekspor adalah sbb:

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara memisahkan daun
dari kotoran atau bahan asing lainnya. Setelah selesai, timbang jumlah bahan
hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika air bilasannya masih terlihat kotor
lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu
lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut
dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah
tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah
pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa
air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam
wadah plastik/ember.

9.2. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari


atau alat pemanas/oven. Pengeringan daun dilakukan selama kira-kira 1 - 2
hari atau setelah kadar airnya dibawah 5%. Pengeringan dengan sinar
matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan daun tidak
saling menumpuk. Selama pengeringan daun harus dibolak-balik kira-kira
setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi daun tersebut dari air,
udara yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan didalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60o C. Daun yang akan
dikeringkan ditaruh diatas tray oven dan alasi dengan kertas Koran dan
pastikan bahwa daun tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang
jumlah daun yang dihasilkan.

9.3. Penyortiran Kering

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah mengalami


pengeringan dengan memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing atau
kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah bahan hasil penyortiran ini (untuk
menghitung rendemennya).

9.4. Pengemasan

Setelah bersih, daun yang kering dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan
kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat berupa kantong
plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.5. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC,
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun
1999 di daerah Bogor.
1) Biaya produksi
a. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 150.000,-
b. Bibit 6000 bh @ Rp. 100,- Rp. 600.000,-
c. Pupuk
- Pupuk kandang 4.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 600.000,-
- Pupuk buatan: Urea 25 kg @ Rp. 1.100,- Rp. 27.500,-
d. Pestisida Rp. 100.000,-
e. Alat Rp. 60.000,-
f. Tenaga kerja Rp. 200.000,-
g. Panen dan pasca panen Rp. 100.000,-
h. Lain-lain Rp. 100.000,-
Jumlah biaya produksi Rp.1.937.500,-
2) Pendapatan 700 kg @ Rp. 3.500,- Rp.2.450.000,-
3) Keuntungan Rp. 512.500,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. Rasio output/input = 1,265

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Semakin tingginya minat masyarakat Indonesia dan dunia terhadap


pemakaian obat bahan alam memberikan peluang pada kita untuk
membudidayakan kumis kucing untuk kepentingan lokal atau ekspor. Ekspor
kumis kucing dari Indonesia telah dimulai pada awal tahun 30-an sebanyak
23.296-47.414 ton. Pada tahun 1987 ekspor meningkat sampai 8.791.468 ton
dengan tujuan negara di Eropa Barat, Amerika dan Singapura. Dengan
adanya peningkatan perminataan dunia akan bahan kering tanaman obat,
agribisnis kumis kucing agaknya perlu didukung terutama dukungan teknik
penanaman dan pasca panen untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil.

11. STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

-----
11.4. Pengambilan Contoh

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah
berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan
suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Daun kering dimasukan ke dalam kotak kayu persegi empat dan dipadatkan.
Pemadatan dilakukan dengan alat pemadat dengan panjang dan lebar
sedemikian rupa sehingga alat bisa tepat masuk ke dalam kotak. Setelah
pemadatan berat daun kering di dalam kemasan adalah 20-40 kg tergantung
dari ukuran kotak dan permintaan pasar. Dibagian luar dari tiap kemasan
ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli

12. DAFTAR PUSTAKA

1) Rahmat Rukmana, Ir. Kumis Kucing. Penerbit Kanisius. Yogyakarta,


Februari 2000 Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman
2) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida
Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
3) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal

KEMBALI KE MENU
KUNYIT
( Curcuma domestica Val. )

1. SEJARAH SINGKAT

Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan


(perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh
subur dan liar disekitar hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari Binar
pada ketinggian 1300-1600 m dpl, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit
berasal dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan
Yunani Karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscorides menyebut tanaman ini
sebagai Cyperus menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas,
tetapi tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan
khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina.

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi

Divisio : Spermatophyta
Sub-diviso : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zungiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.

2.2 Deskripsi

Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang


merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna
hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal,
bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan
pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang
berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan
mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung
dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna
jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan.

2.3 Jenis Tanaman

Jenis Curcuma domestica Val, C. domestica Rumph, C. longa Auct, u C. longa


Linn, Amomum curcuma Murs. Ini merupakan jenis kunyit yang paling
terkenal dari jenis kunyit lainnya.

3. MANFAAT TANAMAN

Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena


berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan
gatal, dan menyembuhkan kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu:
sebagai bahan obat tradisional, bahan baku industri jamu dan kosmetik,
bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu rimpang tanaman kunyit
itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba,
pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan
kolesterol, serta sebagai pembersih darah.

4. SENTRA PENANAMAN

Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi


mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan
produksi mencapai > 15 ton/ha.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim
a. Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas
cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada
tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan.
b. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan
1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000
mm/tahun, maka system pengairan harus diusahakan cukup dan tertata
baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan
yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan.
c. Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.

5.2. Media Tanam

2) Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul
dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah.
3) Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik
tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit
basa.

5.3. Ketinggian Tempat

Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran
tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian
45 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit
Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih
mudah tumbuh. Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang
tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar
dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang yang telah
berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki
kadar air cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup;
terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain, kulit, kerikil).

2) Penyiapan Bibit
Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat
yang seragam serta untuk memperkirakan banyaknya mata
tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan abu dapur/sekam atau
merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate dan
agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang
maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan
panjang 3-7 cm.

3) Teknik Penyemaian Bibit


Pertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara:
mengangin-anginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5
bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Bibit tumbuh
baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28 o C). Selain itu menempatkan
rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28 oC. dan merendam
bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang
sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3
(500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam larutan ZPT harus
dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35 oC. Jumlah anakan
atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada
larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm.

4) Pemindahan Bibit
Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang
akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas
tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan
bibit yang telah bertunas harus dilakukan secara hati-hati guna
menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada
tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan
hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan
pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat pembibitan
dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan
segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah
bertunas jangan ditumpuk.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau
pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30
hari sebelum tanam.

2) Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan dicangkul secara
manual atau menggunakan alat mekanik guna menggemburkan lapisan
top soil dan sub soil juga sekaligus mengembalikan kesuburan tanah.
Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan
selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap
dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari.

3) Pembentukan Bedengan
Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm
dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.

4) Pemupukan (sebelum tanam)


Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara
dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan
menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang) ke dalam lahan/dalam lubang
tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam membutuhkan pupuk
kandang 2,5-3 kg.

6.3. Teknik Penanaman

Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan


akan diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha.

1) Penentuan Pola Tanaman


Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang
berukuran 5-10 cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas.
Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola, yaitu penanaman di awal
musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8 bulan) atau
penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua
kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada
masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan.
Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya.

2) Pembutan Lubang Tanam


Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30
x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60
cm.

3) Cara Penanaman
Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatik
sebanyak 1 ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan
penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyric acid) sebanyak 200
mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap
pembentukan rimpang kunyit.

4) Perioda Tanam
Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman
rimpang-rimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda
akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun
rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda yaitu 7 – 8 bulan tetapi
pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman
Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya
buruk, maka dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain
yang masih segar dan sehat.

2) Penyiangan
Penyiangan dan pembubunan perlu dilakukan untuk menghilangkan
rumput liar (gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan
mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali
bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah. Penyiangan
pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan
dengan ini maka dilakukan pembubunan guna merangsang rimpang agar
tumbuh besar dan tanah tetap gembur.

3) Pembubunan
Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan
pembubunan ini diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran
dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembubunan bermanfaat untuk
memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga rimpang
akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembubunan biasanya
dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara
rutin setiap 3 – 4 bulan sekali.

4) Pemupukan

a. Pemupukan Organik

Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan,


jumlah daun, dan luas area daun kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk
kandang sebanyak 45 ton/ha dengan populasi kunyit 160.000/ha
menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha.

b. Pemupukan Konvensional

Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu


diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan).
Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha.
Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan
(urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon),
serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan
pemberian pupuk ini diperoleh peningkatan hasil sebanyak 38% atau
7,5 ton rimpang segar/ha. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk
nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P
diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam
(1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman
berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan
secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam
di sela-sela tanaman.

5) Pengairan dan Penyiraman


Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu
drainase dan pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin,
agar tanaman terbebas dari genangan air sehingga rimpang tidak
membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan dan mengatur
aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau.

6) Waktu Penyemprotan Pestisida


Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama
penyakit.

7) Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk
menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak
gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan.
Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang
tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

1) Ulat penggerek akar (Dichcrosis puntifera.)


Gejala:
pada pangkal akar dimana tunas daun menjadi layu dan lama kelamaan
tunas menjadi kering lalu membusuk.
Pengendalian:
tanaman disemprot/ditaburkan insektisida furadan G-3.

7.2. Penyakit

1) Busuk bakteri rimpang


Penyebab:
oleh kurang baik sistem pengairan (drainase) atau disebabkan oleh
rimpang yang terluka akibat alat-alat pertanian, sehingga luka rimpang
kemasukan cendawan.
Gejala:
kulit akar tanaman menjadi keriput dan mengelupas, kemudian rimpang
lama kelamaan membusuk dan keropos.
Pengendalian:
a. mencegah terjadi genangan air pada lahan, mencegah terlukanya
rimpang;
b. penyemprotanfungisida dithane M-45.

2) Karat daun kunyit


Penyebab:
Taphrina macullans Bult dan Colletothrium capisici atau oleh kutu daun
yang disebut Panchaetothrips.
Gejala:
timbulnya warna coklat (karat) pada helaian daun; bila penyakit ini
menyerang tanaman dewasa/daun yang tua maka tidak akan
mempengaruhi produksinya sebaliknya jika menyerang tanaman/daun
muda, menyebabkan tanaman tersebut menjadi mati.
Pengendalian:
a. Dilakukan dengan mengurangi kelembaban;
b. Penyemprotan insektisida, seperti dengan agrotion 2 cc/liter atau
dengan fungisida dithane M-45 secara teratur selama seminggu sekali

7.2. Gulma

Gulma potensial pada pertanaman kunyit ini adalah gulma kebun yang umum
yaitu alang-alang, rumput teki, rumput lulangan, ageratum, dan gulma
berdaun lebar lainnya.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia


berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit
unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
serangan hama dari sejak awal pertanaman
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan


digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik
adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun
kedua. Saat itu produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila
dibandingkan dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri
tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan
vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang
semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati).

8.2. Cara Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan


cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu.
Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang
melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak.

8.3. Periode Panen

Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang
terkandung didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang
sudah sedikit sehingga memudahkan proses pengeringannya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Berat basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen


mencapai 0,71 kg. Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.

9. PASCAPANEN
9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran
berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah
bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air
bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan
pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar
kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar
kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang
tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah
plastik/ember.

9.2. Perajangan

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan,
timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari


atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari,
atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling
menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam
sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara
yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50o C - 60o C. Rimpang yang
akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak
saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang
dihasilkan

9.4. Penyortiran Kering

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan
cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah
atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).

9.5. Pengemasan

Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong


plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30o C
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun
1999 di daerah Bogor.
1) Biaya produksi
a. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 150.000,-
b. Bibit 50 kg @ Rp.
c. Pupuk
- Pupuk kandang 4.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 600.000,-
- Pupuk buatan: Urea 32 kg @ Rp. 1.100,- Rp. 35.200,-
- TSP 16 kg @ Rp. 1800,- Rp. 28.800,-
- KCl 16 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 25.600,-
d. Pestisida Rp. 100.000,-
e. Alat Rp. 60.000,-
f. Tenaga kerja Rp. 200.000,-
g. Panen dan pasca panen Rp. 100.000,-
h. Lain-lain Rp. 100.000,-
Jumlah biaya produksi Rp.1.399.600,-
2) Pendapatan 2.500 kg @ Rp. 750,- Rp.1.875.000,-
3) Keuntungan Rp. 475.400,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. Rasio output/input = 1,399

Usaha budidaya tanaman kunyit skala besar (komersial) atau yang dilakukan
secara intensif, di Indonesia belum ada dan sebagian besar petani cenderung
menanam tanaman ini sebagai tanaman sampingan saja.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dewasa ini rata-rata kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik/
jamu tradisional yang ada di Indonesia antara 1,5-6 ton/bulan. Tingkat
kebutuhan pasar dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan persentase
peningkatan 10-25% per tahunnya. Kebutuhan lebih tinggi pada saat
menjelang hari-hari besar/hari raya. Permintaan kebutuhan industri di atas
sebagian besar berasal dari pasokan para petani. Melihat dari kebutuhan rata-
rata industri jamu dan kosmetik yang ada di dalam negeri, suplai dan
permintaan terhadap kunyit tidak seimbang, apalagi memenuhi permintaan
pasar luar negeri. Sementara kebutuhan kunyit dunia hingga saat ini
mencapai ratusan ribu ton/tahun. Sebagian kecil dari jumlah tersebut
dipenuhi oleh negara India, Haiti, Srilanka, Cina, dan negara-negara lainnya.
Indonesia kini sudah selayaknya membudidayakan tanaman ini, terutama
dengan sistem monokultur/tumpang sari sehingga produksi yang dicapai lebih
cepat dan tinggi, agar kebutuhan minimal dalam negeri terpenuhi secara
optimal. Walaupun di daerah Jawa Tengah kini sudah diupayakan sistem
penanaman tersebut, juga diperhitungkan dari sudut produktivitas dan jalur
tata niaganya, namun luas lahan tanam yang ada belum maksimal untuk
memenuhi kebutuhan pasar luar negeri yang mencapai ratusan ribu ton/ha-
nya.
Indonesia sebenarnya mulai mengekspor kunyit. Negara yang dituju antara
lain Asia (Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang), Amerika, dan
Eropa (Jerman Barat dan Belanda). Pada tahun 1987, nilai ekspor tanaman
kunyit Indonesia menyumbangkan devisa yang besar bagi negara. Namun
pada tahun berikutnya jumlah ekspor tersebut mulai mengalami penurunan
dan sempat terhenti pada tahun 1989. Negara India, Cina, Haiti, Srilanka, dan
Jamaika kini mulai membudidayakan tanaman kunyit secara besar-besaran
dan mereka sudah dapat mengestimasikan produksinya hingga +20 ton/ha.
Dari segi jalur tata niaga, kunyit tergolong efisien, karena dari petani
langsung disalurkan ke pedagang pengumpul, lalu ke pabrik/pedagang besar.
Maka harga yang diterima petani mencapai 70% dari harga tingkat pabrik,
dimana 30% merupakan marjin tata niaga yang terdiri atas 12% marjin biaya
dan 18% merupakan marjin keuntungan. Berdasarkan kondisi ini, tata niaga
kunyit bisa ditingkatkan lagi, karena marjin terbesar berada pada keuntungan
pedagang. Peluang agribisnis kunyit di Indonesia dapat dikembangkan.
Kenyataan ini dilandaskan pada tingkat produktivitas, jalur tata niaga, dan
kebutuhan kunyit dari berbagai industri yang membutuhkannya.

11. STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Standard mutu temulawak untuk pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
1) Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
2) Aroma : khas wangi aromatis
3) Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4) Kadar air maksimum : 12 %
5) Kadar abu : 3-7 %
6) Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7) Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %

11.4. Pengambilan Contoh

Dari jumlah kemasan dalam satu partai temulawak siap ekspor diambil
sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat
tiap partai 20 ton.
1) Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2) Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil 7
3) Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil 9
4) Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5) Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil
minimum 15

Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak
sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk
kemasan temulawak berat 20 kg atau kurang, maka contoh yang diambil
sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk
ditentukan mutunya. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu
orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai
ikatan dengan suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Kunyit disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik
yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas
dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual
dan pembeli. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang
tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA

1) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida


Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3) Darwis SN. 1991. Tumbuhan obat famili Zingiberaceae. Bogor, Puslitbang
Tanaman Industri: 39-61.
4) Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir).
Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60.
5) Kloppenburg-Versteegh, J. 1988. Petunjuk lengkap mengenai tanaman-
tanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional
(kunir atau kunyit-Curcuma domestica Val.). Jilid 1: bagian Botani.
Yogyakarta, CD.RS. Bethesda: 102-103.
6) Moko, Hidayat; Mulyoto; Ismiyatiningsih. 1993. Pengaruh beberapa zat
pengatur tumbuh dan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kunyit.
Buletin Pertanian Tanaman Rempah dan Obat, 8 (1) 1993: 30-38.
7) Muhlisah, Fauziah. 1996. Tanaman obat keluarga (toga): kunyit. Cet.2.
Jakarta, Penebar Swadaya: 40-41.
8) Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit.
Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal.
9) Soedibyo, BRA Mooryati. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat dan
kegunaan: kunyit. Cet.1. Jakarta, Balai Pustaka: 230-231.
10)Wijayakusuma, H.M. Hembing; Dalimartha, Setiawan; Wirian, A.S. 1992.
Tanaman berkhasiat obat di Indonesia: kunyit; Curcuma longa Linn (Jiang
Huang). Jilid 4. Jakarta, Pustaka Kartini: 93-94.
11)Wiroatmodjo, Joedojono; Lontoh, A.P.; Nurdin. 1993. Kajian pemberian
pupuk kandang dan tingkat populasi terhadap pertumbuhan produksi
kunyit (Curcuma domestica Val.) yang ditumpangsarikan dengan jagung
manis (Zea mays Soccharata). Buletin Agronomi, 21 (2) 1993: 59-63.
Jakarta, Februari 2000

KEMBALI KE MENU
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

MANGGA
( Mangifera spp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara
India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk
Malaysia dan Indonesia.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Anarcadiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera spp.

Jenis yang banyak ditanam di Indonesia Mangifera indica L. yaitu mangga arumanis,
golek, gedong, manalagi dan cengkir dan Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni.

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. MANFAAT TANAMAN
Buah mangga yang matang merupakan buah meja yang banyak digemari. Mangga
yang muda dapat diawetkan dengan kadar gula tinggi menjadi manisan baik dalam
bentuk basah atau kering.

4. SENTRA PENANAMAN
Pusat penanaman mangga di Pulau Jawa adalah Probolinggo, Indramayu, Cirebon.
Tahun 1994 jumlah tanaman yang menghasilkan adalah 8.901.309 tanaman dengan
produksi 668.048 ton.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

Tanaman mangga cocok untuk hidup di daerah dengan musim kering selama 3
bulan. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di
daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur
bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik untuk budidaya mangga adalah gembur mengandung pasir dan
lempung dalam jumlah yang seimbang.
2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok adalah 5.5-7.5. Jika pH di bawah
5,5 sebaiknya dikapur dengan dolomit.

5.3. Tempat Ketinggian

Mangga yang ditanam didataran rendah dan menengah dengan ketinggian 0-500 m
dpl menghasilkan buah yang lebih bermutu dan jumlahnya lebih banyak dari pada di
dataran tinggi.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Perbanyakan dengan Biji

a) Biji dipilih dari tanaman yang sehat, kuat dan buahnya berkualitas. Biji
dikeringanginkan dan kulitnya dibuang.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Siapkan kotak persemaian ukuran 100 x 50 x 20 cm3 dengan media tanah


kebun dan pupuk kandang (1:1), biji ditanam pada jarak 10-20 cm. Dapat pula
mangga disemai dikebun dengan jarak tanam 30 x 40 atau 40 x 40 cm di atas
tanah yang gembur. Persemaian diberi naungan dari plastik/sisa-sisa tanaman,
tetapi jangan sampai udara di dalam persemaian menjadi terlalu lembab.

Biji ditanam dengan perut ke arah bawah supaya akar tidak bengkok. Selama
penyemaian, bibit tidak boleh kekurangan air. Pada umur 2 minggu bibit akan
berkecambah. Jika dari 1 biji terdapat lebih dari 1 anakan, sisakan hanya satu
yang benar-benar kuat dan baik.

Bibit di kotak persemaian harus dipindahtanamkan ke dalam polybag jika tingginya


sudah mencapai 25-30 cm.

Seleksi bibit dilakukan pada umur 4 bulan, bibit yang lemah dan tumbuh abnormal
dibuang. Pindahtanam ke kebun dilakukan jika bibit telah berumur 6 bulan.

2) Okulasi

Perbanyakan terbaik adalah dengan okulasi (penempelan tunas dari batang atas
yang buahnya berkualitas ke batang bawah yang struktur akar dan tanamannya
kuat). Batang bawah untuk okulasi adalam bibit di persemaian yang sudah
berumur 9-12 bulan. Setelah penempelan, stump (tanaman hasil okulasi)
dipindahkan ke kebun pada umur 1,5 tahun. Okulasi dilakukan di musim kemarau
agar bagian yang ditempel tidak busuk.

3) Pencangkokan

Batang yang akan dicangkok memiliki diameter 2,5 cm dan berasal dari tanaman
berumur 1 tahun. Panjang sayatan cangkok adalah 5 cm. Setelah sayatan diberi
tanah dan pupuk kandang (1:1), lalu dibungkus dengan plastik atau sabut kelapa.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penetapan areal untuk perkebunan mangga harus memperhatikan faktor


kemudahan transportasi dan sumber air.

2) Pembukaan Lahan

a) Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta


menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
b) Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pengaturan Jarak Tanam

Pada tanah yang kurang subur, jarak tanam dirapatkan sedangkan pada tanah
subur, jarak tanam lebih renggang. Jarak tanam standar adalah 10 m dan diatur
dengan cara:
a) segi tiga sama kaki.
b) diagonal.
c) bujur sangkar (segi empat).

6.3. Teknik Penanaman

1) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat dengan panjang, lebar dan kedalaman 100 cm. Pada waktu
penggalian, galian tanah sampai kedalaman 50 cm dipisahkan dengan galian dari
kedalaman 50-100 cm. Tanah galian bagian dalam dicampur dengan pupuk
kandang lalu dikeringanginkan beberapa hari. Masukkan tanah galian bagian atas,
diikuti tanah galian bagian bawah. Pembuatan lubang tanam dilakukan pada
musim kemarau.

2) Cara Penanaman

Lubang tanam yang telah ditimbun digali kembali dengan ukuran panjang dan
lebar 60 cm pada kedalaman 30 cm, taburi lubang dengan furadan 10-25 gram.
Polibag bibit digunting sampai ke bawah, masukkan bibit beserta tanahnya dan
masukkan kembali tanah galian sampai membentuk guludan. Tekan tanah di
sekitar batang dan pasang kayu penyangga tanaman.

3) Penanaman Pohon Pelindung

Pohon pelindung ditanam untuk menahan hembusan angin yang kuat. Jenis yang
biasa dipakai adalah pohon asam atau trembesi.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Penyiangan tidak dapat dilakukan sembarangan, rumput/gulma yang telah dicabut


dapat dibenamkan atau dibuang ke tempat lain agar tidak tumbuh lagi.
Penyiangan juga biasa dilakukan pada waktu penggemburan dan pemupukan.

2) Penggemburan/Pembubunan

Tanah yang padat dan tidak ditumbuhi rumput di sekitar pangkal batang perlu
digemburkan, biasanya pada awal musim hujan. Penggemburan tanah di kebun
mangga cangkokan jangan dilakukan terlalu dalam.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Perempelan/Pemangkasan

Pemangkasan bertujuan untuk membentuk kanopi yang baik dan meningkatkan


produksi. Ketika tanaman telah mulai bertunas perlu dilakukan pemangkasan
tunas agar dalam satu cabang hanya terdapat 3–4 tunas saja. Tunas yang dipilih
jangan terletak sama tinggi dan berada pada sisi yang berbeda. Tunas dipelihara
selama kurang lebih 1 tahun saat tunas-tunas baru tumbuh kembali. Pada saat ini
dilakukan pemangkasan kedua dengan meninggalkan 2-3 tunas. Pemangkasan
ketiga, 1 tahun kemudian, dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemangkasan ke-2.

4) Pemupukan

a) Pupuk organik
1. Umur tanaman 1-2 tahun: 10 kg pupuk kandang, 5 kg pupuk kandang.
2. Umur tanaman 2,5–8 tahun: 0,5 kg tepung tulang, 2,5 kg abu.
3. Umur tanaman 9 tahun: tepung tulang dapat diganti pupuk kimia SP-36, 50
kg pupuk kandang, 15 kg abu.
4. Umur tanaman > 10 tahun: 100 kg pupuk kandang, 50 kg tepung tulang, 15
kg abu.
Pupuk kandang yang dipakai adalah pupuk yang sudah tercampur dengan
tanah. Pemberian pupuk dilakukan di dalam parit keliling pohon sedalam
setengah mata cangkul (5 cm).
b) Pupuk anorganik
1. Umur tanaman 1-2 bulan : NPK (10-10-20) 100 gram/tanaman.
2. Umur tanaman 1,5-2 tahun: NPK (10-10-20) 1.000 kg/tanaman.
3. Tanaman sebelum berbunga: ZA 1.750 gram/tanaman, KCl 1.080
gram/tanaman.
4. Tanaman waktu berbunga : ZA 1.380 gram/tanaman, Di kalsium fosfat 970
gram/tanaman, KCl 970 gram/tanaman.
5. Tanaman setelah panen: ZA 2700 gram/tanaman, Di kalsium fosfat 1.940
gram/tanaman, KCl 1.940 gram/tanaman.

5) Peningkatan Kuantitas Buah

Dari sejumlah besar bunga yang muncul hanya 0,3% yang dapat menjadi buah
yang dapat dipetik. Untuk meningkatkan persentase ini dapat disemprotkan
polinator maru atau menyemprotkan serbuk sari diikuti pemberian 300 ppm
hormon giberelin. Dengan cara ini, persentase pembentukan buah yang dapat
dipanen dapat ditingkatkan menjadi 1,3%.

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kepik mangga (Cryptorrhynoccus gravis)

Menyerang buah dan masuk ke dalamnya. Pengendalian: dengan semut merah


yang menyebabkan kepik tidak bertelur.

2) Bubuk buah mangga

Menyerang buah sampai tunas muda. Kulit buah kelihatan normal, bila dibelah
terlihat bagian dalamnya dimakan hama ini. Pengendalian: memusnahkan buah
mangga yang jatuh akibat hama ini, menggunakan pupuk kandang halus,
mencangkul tanah di sekitar batang pohon dan menyemprotkan insektisida ke
tanah yang telah dicangkul.

3) Bisul daun(Procontarinia matteiana.)

Gejala: daun menjadi berbisul dan daun menjadi berwarna coklat, hijau dan
kemerahan. Pengendalian: penyemprotan buah dan daun dengan Ripcord,
Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu, membakar daun yang
terserang, menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dan
memperbaiki aerasi.

4) Lalat buah

Gejala: buah busuk, jatuh dan menurunkan produktivitas. Pengendalian: dengan


memusnahkan buah yang rusak, memberi umpan berupa larutan sabun atau metil
eugenol di dalam wadah dan insektisida.

5) Wereng ( Idiocerus clypealis, I. Niveosparsus, I. Atkinsoni)

Jenis wereng ini berbeda dengan yang menyerang padi. Wereng ini menyerang
daun, rangkaian bunga dan ranting sambil mengeluarkan cairan manis sehingga
mengundang semut api untuk memakan tunas atau kuncup. Cairan yang
membeku menimbulkan jamur kerak hitam. Pengendalian dengan insektisida
Diazinon dan pengasapan seminggu empat kali.

6) Tungau (Paratetranychus yothersi, Hemitarsonemus latus)

Tungau pertama menyerang daun mangga yang masih muda sedangkan yang
kedua menyerang permukaan daun mangga bagian bawah. Keduanya menyerang
rangkaian bunga. Pengendalian dengan menyemprotkan tepung belerang,
insektisida Diazinon atau Basudin.

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7) Codot

Memakan buah mangga di malam hari. Pengendalian: dengan membiarkan


semut kerangkeng hidup di sela daun mangga, memasang kitiran angin berpeluit
dan melindungi pohon dengan jaring.

7.2. Penyakit

1) Penyakit mangga

Penyebab: jamur Gloeosporium mangifera. Jamur ini menyebabkan bunga


menjadi layu, buah busuk, daun berbintik-bintik hitam dan menggulung.
Pengendalian: fungisida Bubur Bordeaux.

2) Penyakit diplodia

Penyebab: jamur Diplodia sp. Tumbuh di luka tanaman muda hasil okulasi.
Pengendalian: dengan bubur bordeaux. Luka diolesi/ditutup parafin-carbolineum.

3) Cendawan jelaga

Penyebab: virus Meliola mangifera atau jamur Capmodium mangiferum. Daun


mangga yang diserang berwarna hitam seperti beledu. Warna hitam disebabkan
oleh jamur yang hidup di cairan manis. Pengendalian: dengan memberantas
serangga yang menghasilkan cairan manis dengan insektisida atau tepung
belerang.

4) Bercak karat merah

Penyebab: jamur Colletotrichum gloeosporiodes. Menyerang daun, ranting, bunga


dan tunas sehingga terbentuk bercak yang berwarna merah. Penyakit ini sangat
mempengaruhi proses pembuahan. Pengendalian: pemangkasan dahan, cabang,
ranting, menyemprotkan fungisida bubuk bordeaux atau sulfat tembaga.

5) Kudis buah

Menyerang tangkai bunga, bunga, ranting dan daun. Gejala: adanya bercak
kuning yang akan berubah menjadi abu-abu. Pembuahan tidak terjadi, bunga
berjatuhan. Pengendalian: fungisida Dithane M-45, Manzate atau Pigone tiga kali
seminggu dan memangkas tangkai bunga yang terserang.

6) Penyakit Blendok

Penyebab: jamur Diplodia recifensis yang hidup di dalam lubang yang dibuat oleh
kumbang Xyleborus affinis). Lubang mengeluarkan getah yang akan berubah

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

warna menjadi coklat atau hitam. Pengendalian: memotong bagian yang sakit,
lubang ditutupi dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam insektisida dan
menyemprot pohon dengan bubur bordeaux.

7.3. Gulma

Benalu memberikan kerusakan dalam waktu pendek karena menyebabkan makanan


tidak diserap tanaman secara sempurna. Pengendalian dengan memotong cabang
yang terserang, menebang tanaman yang diserang benalu dengan berat.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Mangga cangkokan mulai berbuah pada umur 4 tahun, mangga okulasi pada umur
5-6 tahun. Banyaknya buah panen pertama hanya 10-15 buah, pada tahun ke 10
jumlah buah dapat mencapai 300-500 buah/pohon. Panen besar biasanya jatuh di
bulan September-Oktober.

Tanda buah sudah dapat dipanen adalah adanya buah yang jatuh karena matang
sedikitnya 1 buah/pohon, warna buah arumanis/manalagi berubah menjadi hijau tua
kebiruan, warna buah mangga golek/gedok berubah menjadi kuning/merah Buah
yang dipetik harus masih keras.

8.2. Cara Panen

Pada saat pemetikan, buah jangan sampai terpotong, tercongkel atau jatuh sampai
memar. Buah dipetik di sore hari dengan menggunakan pisau tajam atau dengan
galah yang diujungnya terdapat pisau dan keranjang penampung buah.

8.3. Periode Panen

Di Indonesia pohon mangga berbunga satu tahun sekali sehingga panen dilakukan
satu periode dalam satu tahun. Dari satu pohon, buah tidak akan masak bersamaan
sehingga dilakukan beberapa kali panen.

8.4. Perkiraan Produksi

Pohon muda okulasi menghasilkan 50-100 buah/tahun, meningkat sampai 300-500


buah pada umur 10 tahun, 1.000 buah pada umur 15 tahun dan 2.000 buah pada
waktu produksi maksimum di umur 20 tahun.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Buah hasil panen dikumpulkan di tempat yang teduh.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Mangga yang rusak dipisahkan dengan mangga yang mulus. Setelah sortasi buah
mangga dilap untuk menghilangkan getah yang dapat menurunkan mutu terutama
jika buah akan dipasarkan ke pasar swalayan atau luar negeri.

Buah yang akan dipasarkan di dalam negeri dapat diperam untuk mempercepat
pemasakan. Sortasi didasarkan berat buah atau ukuran buah. Kelas berdasarkan
berat buah antara lain:
a) Kelas I: > 320 gram/buah
b) Kelas II: 270 - 320 gram/buah
c) Kelas III: 200 - 270 gram/buah

Sedangkan berdasarkan ukuran buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a) Klasifikasi Besar: arum manis > 17,5 cm, golek > 20 cm
b) Klasifikasi Sedang: arum manis 15 - 17,5 cm, golek 17,5 - 20 cm
c) Klasifikasi Kecil: arum manis < 15 cm, golek < 17,5 cm

9.3. Penyimpanan

Buah mangga yang telah dipetik disimpan ditempat yang kering, teduh dan sejuk.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Analisis biaya budidaya tanaman mangga dengan luas lahan 1 hektar selama 10
tahun di daerah Jawa Barat pada tahun 1999.

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan kebun 10 tahun @ Rp. 1.500.000,- Rp. 15.000.000,-
2. Bibit 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang 3 ton/tahun @ Rp. 60.000,- Rp. 1.800.000,-
- Urea 28 kg @ Rp. 1.115
Tahun ke 1 dan 2 @ Rp. 31.220,- Rp. 62.440,-
Tahun ke-3 Rp. 49.060,-
Tahun ke-4 Rp. 61.325,-
Tahun ke-5 s/d ke-10 @ Rp. 92.545,- Rp. 555.270,-

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- TSP 11 kg @ Rp. 1.600,-


Tahun ke-1 Rp. 17.600,-
Tahun ke-2 Rp. 26.400,-
Tahun ke-3 Rp. 52.800,-
Tahun ke-4 Rp. 61.600,-
Tahun ke-5 s/d ke-10 @ Rp. 88.000,- Rp. 528.000,-
- KCl 11 kg @ Rp. 1.650,-
Tahun ke-1 Rp. 18.150,-
Tahun ke-2 Rp. 27.225,-
Tahun ke-3 Rp. 36.300,-
Tahun ke-4 Rp. 45.305,-
Tahun ke-5 s/d ke-10 @ Rp. 72.600,- Rp. 435.600,-
4. Pestisida
- Furadan 3 kg @ Rp. 12.500,- Rp. 370.500,-
5. Peralatan
- Cangkul 2 buah @ Rp. 10.000,- Rp. 20.000,-
- Koret 2 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 10.000,-
- Parang 1 buah @ Rp. 7.000,- Rp. 7.000,-
- Sprayer 0,1 buah @ Rp. 25.000,- Rp. 25.000,-
6. Tenaga kerja
- Pembersihan lahan 30 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 225.000,-
- Pembuatan drainase 25 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 187.500,-
- Pengajiran 4 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 30.000,-
- Pembuatan teras piringan 20 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 150.000,-
- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 112.500,-
- Pemupukan dasar 5 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 37.500,-
- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.500,- Rp. 52.500,-
- Penyulaman 6 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 45.000,-
- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.500,- Rp. 1.500.000,-
- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.500,- (ke 2 -10) Rp. 675.000,-
- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.500,- Rp. 300.000,-
- Perbaikan drainase 12 HOK/tahun @ Rp. 7.500,- (2-9) Rp. 810.000,-
- Pemangkasan 10 HOK/th @ Rp. 7.500,- (ke-5 - 10) Rp. 450.000,-
7. Panen dan pasca panen
- Pemanenan
Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 165.000,-
Tahun ke-6, 35 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 264.000,-
Tahun ke-7, 48 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 363.000,-
Tahun ke-8, 62 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 462.000,-
Tahun ke-9, 75 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 561.000,-
Tahun ke-10, 84 HOK @ Rp. 7.500,- Rp. 627.000,-
- Kemasan dan pemasaran
Tahun ke-5 Rp. 330.000,-
Tahun ke-6 Rp. 528.000,-
Tahun ke-7 Rp. 686.000,-
Tahun ke-8 Rp. 892.000,-
Tahun ke-9 Rp. 1.160.000,-

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Tahun ke-10 Rp. 1.508.000,-


Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun Rp. 32.479.675,-

2) Pendapatan
- Tahun ke-5: 5.500 buah @ Rp. 500,- Rp. 2.750.000,-
- Tahun ke-6: 8.800 buah @ Rp. 500,- Rp. 4.400.000,-
- Tahun ke-7: 12.100 buah @ Rp. 500,- Rp. 6.050.000,-
- Tahun ke-8: 15.400 buah @ Rp. 500,- Rp. 7.700.000,-
- Tahun ke-9: 18.700 buah @ Rp. 500,- Rp. 9.350.000,-
- Tahun ke-10: 20.900 buah @ Rp. 500,- Rp. 10.450.000,-
Jumlah Pendapatan Rp. 40.700.000,-

3) Keuntungan :
1. Dalam 10 tahun Rp. 8.220.325,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. B/C rasio = 1,25

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Di dalam negeri mangga tetap menjadi buah favorit pada saat musimnya. Buah yang
berkualitas tetap memiliki harga yang jauh lebih baik dan dapat menembus pasar
untuk kalangan menengah atas. Di luar negeri mangga adalah buah eksotik yang
banyak penggemarnya dan termasuk buah impor yang mahal. Potensi Indonesia
untuk mengekspor mangga begitu besar, tetapi pemanfaatannya tidak maksimal.
Untuk mensuplai kebutuhan mangga luar negeri yang harus kontinyu dan standard
mutu tidak berubah, diperlukan pengembangan agribisnis mangga yang mencakup
areal tanam luas dengan kultur teknis dan pasca panen yang terkendali.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara
uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu mangga tercantum dalam standar Nasional Indonesia SNI 01-3164-
1992.

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Mangga digolongkan dalam 4 ukuran menurut kultifarnya yaitu besar sedang kecil
dan sangat kecil yang masing-masing digolongkan dalam 2 jenis mutu yaitu mutu I
dan mutu II
a) Arum manis: besar>400 gram, sedang 350-400 gram, kecil 300-349 gram, sangat
kecil 250-299 gram
b) Golek: besar>500 gram, sedang 450-500 gram, kecil 400-449 gram, sangat kecil
350-399 gram
c) Gedog: besar>250 gram, sedang 200-250 gram, kecil 150-199 gram, sangat kecil
100-149 gram
d) Manalagi: besar>400 gram, sedang 350-400 gram, kecil 300-349 gram, sangat
kecil 250-299 gram

Syarat mutu yang diterapkan untuk keempat golongan tersebut:


a. Karakteristik keasaman sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam
b. Karakteristik tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi
tidak terlalu matang
c. Karakteristik kekerasan: mutu I=keras; mutu II=cukup keras
d. Karakteristik ukuran: mutu I=seragam; mutu II=kurang seragam
e. Karakteristik kotoran: mutu I=bebas; mutu II=bebas
f. Karakteristik kerusakan: mutu I=5%; mutu II=10 %
g. Karakteristik busuk : mutu I=1%; mutu II=1%

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot mangga terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh diambil secara
acak dari jumlah kemasan dalam 1 partai/lot seperti terlihat dibawah ini:
a) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot sampai dengan 100 : contoh yang diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 101 – 300: contoh yang diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 301 – 500: contoh yang diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 501 – 1000: contoh yang diambil 10.

11.5. Pengemasan

Pengemasan buah manga dalam peti kayu, berat bersih setiap peti kayu maksimum
25 kg, susunan buah dalam peti kayu kompak dengan setiap buah yang diberi
pembungkus/ penyekat, atau kotak kotoran diberi penyekat dan lobang udara,
susunan buah dalam kotak karton satu lapis dengan berat bersih kotak karton
maksimum 10 kg.

Untuk pemberian merek di bagian luar kotak kayu di beri label yang dituliskan antara
lain :
a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/kode perusahaan/eksportir.
d) Berat bersih.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Produksi Indonesia.
f) Tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Bambang Marhijanto, Drs & Setiyo Wibowo. 1994. Bertanam Mangga. Arkola.
Surabaya.
2) Bonus Trubus No. 345. 1998. Celah-celah Usaha Terpilih
3) Pracaya, Ir. 1998. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta
4) Rismunandar. 1990. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru
Bandung
5) Trubus No. 345. 1998. Memperbanyak Mangga di Pohon.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

MANGGIS
( Garcinia mangostana L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis
yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau
Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah
dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia
Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti
manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista
(Sumatera Barat).

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.

Hal. 1/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Balai Penelitian Pohon Buah-buahan Solok merekomendasikan tiga klon manggis,


yaitu:
1) Kelompok besar: panjang daun>20 cm; lebar>10 cm; ketebalan kulit buah>9 mm;
diameter buah>6,5 cm; berat buah>140 gram; buah tiap tandan 1 butir.
2) Kelompok sedang: panjang daun 17-20 cm; lebar 8,5-10 cm; ketebalan kulit buah
6-9 mm; diameter buah 5,5-6,5 cm; berat buah 70-140 gram; buah tiap tandan 1-2
butir.
3) Kelompok kecil: panjang daun<17 cm; lebar<8,5 cm; ketebalan kulit buah<6 mm;
diameter buah<5,5, cm; berat buah<70 gram; buah tiap tandan>2 butir.

Klon yang dikembangkan adalah MBS1, MBS2, MBS3, MBS4, MBS5, MBS6 dan
MBS 7.

3. MANFAAT TANAMAN
Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng, dibuat
sirop/sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan
luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air
rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai
bahan bangunan, kayu bakar/ kerajinan.

4. SENTRA PENANAMAN
Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau,
Jawa Timur dan Sulawesi Utara.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Dalam budidaya manggis, angin berperan dalam penyerbukan bunga untuk


tumbuhnya buah. Angin yang baik tidak terlalu kencang.
2) Daerah yang cocok untuk budidaya manggis adalah daerah yang memiliki curah
hujan tahunan 1.500–2.500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun.
3) Temperatur udara yang ideal berada pada kisaran 22-32 derajat C.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang paling baik untuk budidaya manggis adalah tanah yang subur,
gembur, mengandung bahan organik.
2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) ideal untuk budidaya manggis adalah 5–7.
3) Untuk pertumbuhan tanaman manggis memerlukan daerah dengan drainase baik
dan tidak tergenang serta air tanah berada pada kedalaman 50–200 m.

Hal. 2/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.3. Ketinggian Tempat

Pohon manggis dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai di ketinggian di


bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di
bawah 500-600 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Pohon manggis dapat diperbanyak dengan biji/bibit hasil penyambungan pucuk dan
susuan. Pohon yang ditanam dari biji baru berbunga pada umur 10-15 tahun
sedangkan yang ditanam dari bibit hasil sambungan dapat berbunga pada umur 5-7
tahun.

1) Persyaratan Benih

a) Perbanyakan dengan biji untuk batang bawah


Biji yang akan dijadikan benih diambil dari buah tua yang berisi 5-6 segmen
daging buah dengan 1-2 segmen yang berbiji, tidak rusak, beratnya minimal
satu gram dan daya kecambah sedikitnya 75%. Buah diambil dari pohon yang
berumur sedikitnya 10 tahun.

b) Untuk pembuatan bibit dengan cara sambungan diperlukan batang bawah dan
pucuk (entres) yang sehat. Batang bawah adalah bibit dari biji berumur lebih
dari dua tahun dengan diameter batang 0.5 cm dan kulitnya berwarna hijau
kecoklatan.

2) Penyiapan Benih

a) Perbanyakan dengan biji untuk batang bawah


Untuk menghilangkan daging buah, rendam buah dalam air bersih selama 1
minggu (dua hari sekali air diganti) sehingga lendir dan jamur terbuang. Biji
akan mengelupas dengan sendirinya dan biji dicuci sampai bersih. Celupkan biji
kedalam fungisida Benlate dengan konsentrasi 3 g/L selama 2-5 menit.
Keringanginkan biji di tempat teduh selama beberapa hari sampai kadar airnya
12-14%.

b) Pucuk untuk sambungan berupa pucuk (satu buku) yang masih berdaun muda
berasal dari pohon induk yang unggul dan sehat. Dua minggu sebelum
penyambungan bagian bidang sayatan batang bawah dan pucuk diolesi zat
pengatur tumbuh Adenin/Kinetin dengan konsentrasi 500 ppm untuk lebih
memacu pertumbuhan.

Hal. 3/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Perbanyakan dengan biji dalam bedengan


Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 100-120 cm dengan jarak antar
bedengan 60-100 cm. Tanah diolah sedalam 30 cm, kemudian campurkan
pasir, tanah dan bahan organik halus (3:2:1) dengan merata. Persemaian diberi
atap jerami/daun kelapa dengan ketinggian sisi Timur 150-175 cm dan sisi
Barat 10-125 cm. Benih ditanam di dalam lubang tanam berukuran 10 x 10 cm
dengan jarak tanam 3 x 3 cm dan jarak antar baris 5 cm pada kedalaman 0,5-
1,0 cm. Tutup benih dengan tanah dan selanjutnya bedengan ditutup dengan
karung goni basah atau jerami setebal 3 cm. Persemaian disiram 1-2 kali
sehari, diberi pupuk urea dan SP-36 masing-masing 2 g/tanaman setiap bulan.
Setelah berumur 1 tahun, bibit dipindahkan ke dalam polybag ukuran 20 x 30
cm berisi campuran tanah dan kompos/pupuk kandang (1:1). Bibit ini dipelihara
sampai berumur 2 tahun dan siap ditanam dilapangan/dijadikan batang bawah
pada penyambungan.

b) Penyemaian dan pembibitan di dalam polybag berukuran 20 x 30 cm.


Satu/dua benih disemai di dalam polybag 20 x 30 cm yang dasarnya dilubangi
kecil-kecil pada kedalaman 0.5-1.0 cm. Media tanam berupa campuran tanah
halus, kompos/pupuk kandang halus dan pasir (1:1:1). Simpan polybag di
bedengan yang sisinya dilingkari papan/bilah bambu agar polybag tidak roboh.
Persemaian disiram 1-2 hari sekali dan diberi urea dan SP-36 sebanyak 2-3
g/tanaman setiap bulan. Bibit ini dipelihara sampai berumur 2 tahun dan siap
ditanam di lapangan atau dijadikan batang bawah pada penyambungan.

c) Perbanyakan dengan penyambungan pucuk


Adapun cara penyambungan pucuk adalah sebagai berikut:
1. Potong bahan bawah setinggi 15-25 cm dari pangkal leher lalu buat celah di
ujung batang sepanjang 3-5 cm.
2. Runcingkan pangkal batang atas sepanjang 3-5 cm.
3. Selipkan bagian runcing batang atas (pucuk) ke dalam celah batang bawah.
4. Balut bidang pertautan batang bawah dan atas dengan tali rafia. Pembalutan
dimulai dari atas, lalu ikat ujung balutan dengan kuat.
5. Tutupi hasil sambungan dengan kantung plastik transparan dan simpan di
tempat teduh. Setelah 2-3 minggu penutup dibuka dan bibit dibiarkan tumbuh
selama 3-4 minggu. Balutan dapat dilepas setelah berumur 3 bulan yaitu
pada saat bibit telah bertunas. Setelah berumur 6 bulan bibit siap
dipindahtanamkan ke kebun.
6. Selama penyambungan siram bibit secara rutin dan siangi gulma.

d) Perbanyakan dengan penyambungan susuan


Adapun cara penyambungan susuan adalah sebagai berikut:
1. Pilih pohon induk yang produktif sebagai batang atas.
2. Siapkan batang bawah di dalam polibag dan letakan di atas tempat yang
lebih tinggi daripada pohon induk.

Hal. 4/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. Pilih satu cabang (entres) dari pohon induk untuk bahan cabang atas.
Diameter cabang lebih kecil atau sama dengan batang bawah.
4. Sayat batang bawah dengan kayunya kira-kira 1/3-1/2 diameter batang
sepanjang 5-8 cm.
5. Sayat pula cabang entres dengan cara yang sama.
6. Satukan bidang sayatan kedua batang dan balut dengan tali rafia.
7. Biarkan bibit susuan selama 5 - 6 bulan.
8. Pelihara pohon induk dan batang bawah di dalam polibag dengan intensif.
9. Susuan berhasil jika tumbuh tunas muda pada pucuk batang atas (entres)
dan ada pembengkakan (kalus) di tempat ikatan tali.
10. Bibit susuan yang baru dipotong segera disimpan di tempat teduh dengan
penyinaran 30% selama 3-6 bulan sampai tumbuh tunas baru. Pada saat ini
bibit siap dipindahtanamkan.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penetapan areal untuk perkebunan mangga harus memperhatikan faktor


kemudahan transportasi dan sumber air.

2) Pembukaan Lahan

a) Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta


menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
b) Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.

3) Pengaturan Jarak Tanam

Pada tanah yang kurang subur, jarak tanam dirapatkan sedangkan pada tanah
subur, jarak tanam lebih renggang. Jarak tanam standar adalah 10 m dan diatur
dengan cara:
a) segi tiga sama kaki.
b) diagonal.
c) bujur sangkar (segi empat).

4) Pemupukan

Bibit ditanam di musim hujan kecuali di daerah yang beririgasi sepanjang tahun.
Sebelum tanam taburkan campuran 500 gram ZA, 250 gram SP-36 dan 200 gram
KCl ke dalam lubang tanam dan tutup dengan tanah.

Hal. 5/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

1) Pembuatan Lubang Tanam

Buat lubang tanam ukuran 50 x 50 cm sedalam 25 cm dan tempatkan tanah galian


tanah di satu sisi. Perdalam lubang tanam sampai 50 cm dan tempatkan tanah
galian di sisi lain. Keringanginkan lubang tanam 15-30 hari sebelum tanam.
Kemudian masukkan tanah bagian dalam (galian ke dua) dan masukkan kembali
lapisan tanah atas yang telah dicampur 20-30 kg pupuk kandang.

Jarak antar lubang 8 x 10 m atau 10 x 10 m dihitung dari titik tengah lubang. Untuk
lahan berlereng perlu dibuat teras, tanggul dan saluran drainase untuk mencegah
erosi.

2) Cara Penanaman

Dengan jarak tanam 10x 10 m atau 8 x 10 m diperlukan 100-125 bibit per hektar.
Cara menanam bibit yang benar adalah sebagai berikut:
a) Siram bibit di dalam polybag dengan air sampai polibag dapat dilepaskan
dengan mudah.
b) Buang sebagian akar yang terlalu panjang dengan pisau/gunting tajam.
c) Masukkan bibit ke tengah-tengah lubang tanam, timbun dengan tanah sampai
batas akar dan padatkan tanah perlahan-lahan.
d) Siram sampai tanah cukup lembab.
e) Beri naungan yang terbuat dari tiang-tiang bambu beratap jerami. Jika sudah
ada pepohonan di sekitarnya, pohon-pohon ini bisa berfungsi sebagai
pelindung alami. Pohon pelindung harus bersifat alami dan mengubah iklim
mikro, misalnya tanaman Albisia dan Lamtoro.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Lakukan penyiangan secara kontinyu dan sebaiknya dilakukan bersamaan


dengan pemupukan dan penggemburanyaitu dua kali dalam setahun.

2) Perempalan/Pemangkasan

Ranting-ranting yang tumbuh kembar dan sudah tidak berbuah perlu dipangkas
untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Gunakan gunting pangkas yang
bersih dan tajam untuk menghindari infeksi dan lapisi bekas pangkasan dengan
ter.

Hal. 6/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pemupukan

Jenis dan dosis pemupukan anjuran adalah:


a) Pohon berumur 6 bulan dipupuk campuran urea, SP-36 dan KCl (3:2:1)
sebanyak 200-250 gram/pohon.
b) Pohon berumur 1-3 tahun dipupuk campuran 400-500 gram Urea, 650-700
gram SP-36 dan 900-1000 gram KCl (3:1:2) yang diberikan dalam dua sampai
tiga kali.
c) Pohon berumur 4 tahun dan seterusnya dipupuk campuran urea, SP-36 dan
KCl (1:4:3) sebanyak 3-6 kg.pohon ditambah 40 kg/pohon pupuk kandang.

Pupuk ditaburkan di dalam larikan/di dalam lubang-lubang di sekeliling batang


dengan diameter sejauh ukuran tajuk pohon. Dalam larikan dan lubang sekitar 10-
20 cm sedangkan jarak antar lubang sekitar 100-150 cm.

4) Pengairan dan Penyiraman

Tanaman yang berumur di bawah lima tahun memerlukan ketersediaan air yang
cukup dan terus menerus sehingga harus disiram satu sampai dua hari sekali.
Sedangkan pada pohon manggis yang berumur lebih dari lima tahun, frekuensi
penyiraman berangsur-angsur dapat dikurangi. Penyiraman dilakukan pagi hari
dengan cara menggenangi saluran irigasi atau disiram.

5) Pemberian Mulsa

Mulsa jerami dihamparkan setebal 3-5 cm menutupi tanah di sekeliling batang


yang masih kecil untuk menekan gulma, menjaga kelembaban dan aerasi dan
mengurangi penguapan air.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat bulu
Hama ini melubangi daun. Pengendalian: (1) menjaga sanitasi lingkungan dan
pemeliharaan tanaman yang baik; (2) penyemprotan insektisida Bayrusil 250
EC/Cymbush 50 EC dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.

7.2. Penyakit

1) Bercak daun

Penyebab: jamur Pestalotia sp., Gloesporium sp. dan Helminthosporium sp.


Gejala: bercak pada daun yang tidak beraturan berwarna abu-abu pada pusatnya
(Pestalotia sp.), coklat (Helminthosporium sp.) dan hitam pada sisi atas dan

Hal. 7/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bawah daun (Gloesporium sp.). Pengendalian: mengurangi kelembaban yang


berasal dari tanaman pelindung, memotong bagian yang terserang dan
menyemprotkan fungisida Bayfidan 250 EC/Baycolar 300 EC dengan konsentrasi
0.1-0.2 %.

2) Jamur upas

Penyebab: Corticium salmonicolor Berk.et Br. Gejala: cabang/ranting mati karena


jaringan kulit mengering. Pengendalian: memotong cabang/ranting, mengerok
kulit dan kayu yang terserang parah dan mengolesi bagian yang dipotong dengan
cat, atau disemprot dengan Derosal 60 WP 0.1-0.2 %.

3) Hawar benang

Penyebab: jamur Marasmius scandens Mass Dennis et Reid. Gejala: miselium


jamur tumbuh pada permukaan cabang dan ranting membentuk benang putih
yang dapat meluas sampai menutupi permukaan bawah daun. Pengendalian:
menjaga kebersihan dan memangkas daun yang terserang.

4) Kanker batang

Penyebab: jamur Botryophaerisa ribis. Gejala: warna kulit batang dan cabang
berubah dan mengeluarkan getah. Pengendalian: (1) perbaikan drainase,
menjaga kebersihan kebun, pemotongan tanaman yang sakit; (2) penyemprotan
fungisida Benlate untuk kanker batang, Cobox atau Cupravit bagi penyakit lainnya.

5) Hawar rambut

Penyebab: jamur Marasmius equicrinis Mull. Gejala: permukaan tanaman


manggis ditutupi bentuk serupa benang berwarna coklat tua kehitaman mirip ekor
kuda. Pengendalian: sama dengan kanker batang.

6) Busuk buah

Penyebab: jamur Botryodiplodia theobromae Penz. Gejala: diawali dengan


dengan membusuknya pangkal buah dan meluas ke seluruh bagian buah
sehingga kulit buah menjadi suram. Pengendalian: sama dengan kanker batang.

7) Busuk akar

Penyebab: jamur Fomes noxious Corner. Gejala: akar busuk dan berwarna
coklat. Pengendalian: sama dengan kanker batang.

Hal. 8/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis.
Buah dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Umur panen dan
ciri fisik manggis siap panen dapat dilihat berikut ini :
a) Panen 104 hari: warna kulit hijau bintik ungu; berat 80-130 gram; diameter 55-60
mm.
b) Panen 106 hari: warna kulit ungu merah 10-25%; berat 80-130 gram; diameter 55-
60 mm.
c) Panen 108 hari: warna kulit ungu merah 25-50%; berat 80-130 gram; diameter 55-
60 mm.
d) Panen 110 hari: warna kulit ungu merah 50-75%; berat 80-130 gram; diameter 55-
60 mm.
e) Panen 114 hari: warna kulit ungu merah; berat 80-130 gram; diameter 55-65 mm.

Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM sedangkan untuk ekspor
pada umur 104-108 SBM.

8.2. Cara Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara memetik/memotong pangkal tangkai buah


dengan alat bantu pisau tajam. Untuk mencapai buah di tempat yang tinggi dapat
digunakan tangga bertingkat dari kayu/galah yang dilengkapi pisau dan keranjang di
ujungnya. Pemanjatan seringkali diperlukan karena manggis adalah pohon hutan
yang umurnya dapat lebih dari 25 tahun.

8.3. Periode Panen

Pohon manggis di Indonesia dipanen pada bulan November sampai Maret tahun
berikutnya.

8.4. Perkiraan Produksi

Produksi panen pertama hanya 5-10 buah/pohon, kedua rata-rata 30 buah/pohon


selanjutnya 600-1.000 buah/pohon sesuai dengan umur pohon. Pada puncak
produksi, tanaman yang dipelihara intensif dapat menghasilkan 3.000 buah/pohon
dengan rata-rata 2.000 buah/pohon. Produksi satu hektar (100 tanaman) dapat
mencapai 200.000 butir atau sekitar 20 ton buah.

Hal. 9/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Buah dikumpulkan di dalam wadah dan ditempatkan di lokasi yang teduh dan
nyaman.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Tempatkan buah yang baik dengan yang rusak dan yang busuk dalam wadah yang
berbeda. Lakukan penyortiran berdasarkan ukuran buah hasil pengelompokan dari
Balai Penelitian Pohon Buah-buahan Solok yaitu besar, sedang dan kecil.

9.3. Penyimpanan

Pada ruangan dengan temperatur 4-6 derajat C buah dapat tetap segar selama 40
hari sedangkan pada 9-12 derajat C tahan sampai 33 hari.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya manggis seluas 1 hektar pada populasi 100-125


tanaman untuk inventasi selama 20 tahun. Analisis dilakukan pada tahun 1999 di
Jawa Barat.

1) Biaya produksi tahun ke-0


1. Bibit stek sambung 125 batang Rp. 1.875.000,-
2. Pupuk
- Pupuk kandang 3 ton @ Rp 150.000,- Rp. 450.000,-
- Urea 50 kg @ Rp 1.500,- Rp. 75.000,-
- SP-36 25 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 45.000,-
- KCl 20 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 33.000,-
3. Tanam
- Pembuatan lubang tanam 10 HKP @ Rp. 7000,- Rp. 70.000,-
- Penanaman 5 HKP @ Rp. 7000,- Rp. 35.000,-

2) Biaya produksi tahun ke-1 s.d. ke-6


1. Sewa lahan 6 tahun Rp. 12.000.000,-
2. Pupuk
- Urea 375 kg @ Rp 1.500,- Rp. 562.500,-
- SP-36 300 kg @ Rp 1.800,- Rp. 540.000,-
- KCl 240 kg @ Rp. 1 650,- Rp. 396.000,-
3. Pestisida
- Insektisida 120 kg @ Rp. 50.000,- Rp. 6.000.000,-

Hal. 10/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Fungisida 120 liter @ Rp. 65.000,- Rp. 7.800.000,-


4. Alat
- Keranjang 50 buah Rp. 150.000,-
- Cangkul 10 buah Rp. 100.000,-
- Hand sprayer 2 buah @ Rp 350.000,- Rp. 700.000,-
5. Tenaga kerja
- Penyiangan 60 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 420.000,-
- Pemupukan 90 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 630.000,-
- Penyemprotan 480 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 3.360.000,-
- Panen/pasca panen pertama 50 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 350.000,-
6. Biaya tak terduga 10% Rp. 3.559.150,-

3) Biaya produksi tahun ke-7 s.d. ke-20


1. Sewa lahan selama 14 tahun Rp. 28.000.000,-
2. Pupuk
- Urea 875 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 1.312.500,-
- TSP 700 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 2.450.000,-
- KCl 560 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 924.000,-
- NPK 350 kg @ Rp 2.400,- Rp. 840.000,-
- Pupuk kandang 42 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 6.300.000,-
3. Pestisida
- Insektisida 140 kg @ Rp. 50.000,- Rp 7.000.000,-
- Fungisida 140 liter @ Rp. 65.000,- Rp. 9.100.000,-
4. Alat
- Keranjang 200 buah Rp. 600.000,-
5. Tenaga kerja
- Penyiangan 140 HKP @ Rp 7.000,- Rp. 980.000,-
- Pemupukan 210 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 1.470.000,-
- Penyemprotan 1.120 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 7.840.000,-
- Panen dan pasca panen 10.000 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 70.000.000,-
6. Biaya tak terduga 10% Rp. 13.436.650,-
Jumlah biaya produksi 20 tahun Rp. 186.953.800,-
Rata-rata biaya produksi/tahun Rp. 9.347.690,-

4) Pendapatan:
1. Panen perdana tahun ke 6, Hasil rata-rata 30 buah/pohon Rp. 562.500,-
2. Panen tahun ke 7 Hasil rata-rata 200 buah/pohon Rp. 3.750.000,-
3. Panen tahun ke 8 Hasil rata-rata 800 buah/pohon Rp. 15.000.000,-
4. Panen tahun ke 9 Hasil rata-rata 900 buah/pohon Rp. 16.875.000,-
5. Panen tahun ke 10 Hasil rata-rata 1.500 buah/pohon Rp. 28.125.000,-
6. Panen tahun ke 11 Hasil rata-rata1.750 buah/pohon Rp 32.812.000,-
7. Panen tahun ke 12 – 18 Hasil rata-rata 2.000 buah/pohon Rp. 37.500.000 -
8. Panen tahun ke 19 Hasil rata-rata 1.750 buah/pohon Rp. 10.500.000 -
9. Panen tahun ke 20 Hasil rata-rata 1.500 buah/pohon Rp. 32.812.000,-
10Produksi selama 20 th hasil dari 100 ph 2.243.000 buah Rp. 336.450.000 -

Hal. 11/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Keuntungan
1. Keuntungan selama 20 tahun Rp. 149.496.200 -
2. Keuntungan per tahun Rp. 7.474.810,-

6) Parameter kelayakan usaha


1. Output/Input rasio = 1,8

Keterangan: HKP hari kerja pria, Keuntungan baru diraih tahun ke 11. Perkiraan
tanaman produktif adalah 100 pohon/tahun, Harga jual rata-rata Rp. 60/buah.
(tingkat petani, tahun 1999).

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Masyarakat dunia mengenal manggis sebagai Queen of fruits karena rasanya yang
exotic yaitu manis, asam berpadu dengan sedikit sepat. Prospek pengembangan
agribisnis manggis sangat cerah meningkat perminat buah ini di luar negeri banyak
dan harganya relatif mahal.

Taiwan adalah pasar terbesar manggis Indonesia, selama tahun 1994, Taiwan
mengimpor manggis Indonesia sebanyak 2.235.177 kg atau 83% dari total ekspor
buah Indonesia. Negara lain yang mengimpor manggis adalah a.l. Jepang, Brunei,
Hongkong, Arab Saudi, Kuwait, Oman, Belanda, Perancis, Swis, Amerika Serikat.
Peluang pasar luar negeri diperkirakan terus meningkat dengan penambahan
volume 10,7% per tahun.

Harga manggis di pasar tradisional relatif murah karena manggis yang dipasarkan di
dalam negeri adalah sisa ekspor, jadi mutunya sudah tidak baik. Jika produsen dapat
menghasilkan buah manggis dengan mutu yang merata dan konstan, sudah pasti
harga tersebut akan jauh meningkat.

Kendala agribisnis manggis adalah umur panen tanaman yang bisa mencapai 6
tahun, sehingga pengembalian modal tidak dapat berlangsung cepat. Karena itu
diperlukan para pemodal kuat yang tetap dapat bertahan sampai modal agribisnis
manggisnya kembali setelah menunggu 11 tahun sejak tanam.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi diskripsi,klasifikasi dan standar mutu, cara pengambilan contoh,
cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan.

Hal. 12/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.2. Diskripsi

Standar mutu buah manggis tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01–
3211-1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Terdiri dari 3 jenis mutu, yaitu mutu super, mutu I, mutu II.
a) Keseragaman: mutu super=seragam; mutu I=seragam; mutu II=seragam.
b) Diameter: mutu super>65 mm; mutu I=55–56 mm; mutu II<55 mm.
c) Tingkat keseragaman: mutu super=segar; mutu I=segar; mutu=II segar.
d) Warna kulit: mutu super hijau; mutu I=kemerahan s/d merah; mutu II=muda
mengkilat
e) Buah cacat atau busuk (jumlah/jumlah): mutu super=0%; mutu I=0%; mutu II=0%
f) Tangkai dan atau kelopak: mutu super utuh, mutu I utuh, mutu II utuh
g) kadar kotoran (b/b): mutu super=0%; mutu I=0%; mutu II=0%
h) Serangga hidup dan atau mati :mutu super=tidak ada; mutu I=tidak ada; mutu=II
tidak ada.
i) Warna daging buah: mutu super=putih bersih; mutu I=khas manggis putih; mutu
II=bersih khas manggis

Untuk pengklasifikasian dilakukan pengujian diantaranya adalah:


a) Penentuan ukur diameter
Ukur setiap panjang garis tengah yang tegak lurus pada tinggi buah manggis
segar dari seluruh contoh uji dengan menggunakan alat pengukur diameter yang
sesuai. Pisahkan sesuai dengan ketentuan penggolongan yang dinyatakan dalam
standar yaitu>65 mm; 55–65 mm; <55 mm.
b) Penentuan buah cacat dan atau busuk pada buah manggis segar.
Hitung jumlah seluruh contoh uji buah segar, amati satu persatu dari buah yang
bersangkutan dari secara visual dan organoleptik serta pisahkan buah yang
cacat/busuk sesuai dengan jenis cacat dan batasan busuk sebagai berikut:
1. Buah cacat cuaca dan mekanis yang rusak memar, luka pada kulit dan daging
buah akibat tekanan, benturan dan getaran.
2. Buah cacat fisiologis yaitu buah yang tingkat kematangannya sudah berlanjut.
3. Buah cacat fisiologis yaitu buah yang tingkat kematangannya sudah berlanjut
4. Buah cacat karena hama dan penyakit yaitu buah yang sudah tercemar oleh
serangga dan pathogen perusak.
5. Buah dinyatakan busuk apabila daging/kulit buah telah terlihat pembusukan
yang dapat diidentifikasikan secara visual.
c) Penentuan kadar kotoran
Timbang seluruh contoh uji buah manggis segar, amati secara visual adanya
kotoran yaitu semua bahan bukan buah manggis segar seperti tanah, bahan
tanaman yang nampak menempel pada buah manggis segar/berada pada
kemasan yang tampak secara visual. Pisahkan kotoran yang terdapat pada buah
manggis segar dan kemasan, seperti tanah, potongan daun/benda lain yang
termasuk kotoran yang menempel pada buah manggis segar dan timbanglah.

Hal. 13/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Penentuan kesegaran
Hitung jumlah seluruh contoh uji buah manggis segar, amati satu persatu buah
segar secara visual dan pisahkan buah yang dinyatakan tidak segar yaitu dengan
memperhatikan kondisi kulit buah. Hitung jumlah satuan buah yang dinilai kurang
segar dan hitung pula presentase jumlah satuan buah yang dinilai kurang segar
terhadap jumlah seluruh contoh uji.
e) Penentuan adanya serangga hidup atau mati
Amati secara visual adanya serangga hidup dan mati pada buah dan kemasan.

11.4. Pengambilan Contoh

Suatu partai/lot buah manggis segar terdiri dari maksimum 1.000 kemasan. Contoh
diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti pada data dibawah ini :
a) Jumlah kemasan dalam partai/lot 1–5: contoh yang diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam partai/lot 6–100: contoh yang diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam partai/lot 101–300: contoh yang diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam partai/lot 301–500: contoh yang diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai/lot 501–1000 : contoh yang diambil semua.

Dari setiap kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya 3 kg


kemudian dicampur. Untuk kemasan dengan berat kurang dari 3 bungkus harus
diambil contoh sekurang-kurangnya dari dua kemasan. Dari jumlah buah yang
terkumpul kemudian secara acak contoh sekurang-kurangnya 3 kg untuk diuji.
Petugas pengambil contoh harus yang memenuhi persyarat, yaitu orang yang telah
berpengalaman/telah dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu
badan hukum.

11.5. Pengemasan

Buah manggis segar dikemas dengan kotak karton baru/keranjang plastik yang
kokoh, baik, bersih dan kering, berventilasi, dengan berat bersih setiap kemasan
sebesar 2 kg untuk kemasan karton dan 10 kg untuk kemasan keranjang plastik. Dan
juga digunakan kemasan yang berat berdasarkan kesepakatan antara penjual dan
pembeli.

Hal. 14/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Budidaya Manggis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
2) Rismunandar. 1986. Mengenal Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung
3) Suyanti Satuhu. 1997. Penanganan Manggis Segar untuk Ekspor. Penebar
Swadaya. Jakarta.
4) Reza Tirtawinata, Ir. 1997. Memilih Biji Manggis untuk Bibit. Trubus No. 335.
5) Reza Tirtawinata, Ir. 1998. Pohon Pelindung untuk Tanaman Manggis Muda.
Trubus no. 342.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 15/ 15
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

MAWAR
( Rosa damascena Mill. )

1. SEJARAH SINGKAT
Mawar merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang berduri.
Mawar yang dikenal nama bunga ros atau "Ratu Bunga" merupakan simbol atau
lambang kehidupan religi dalam peradaban manusia. Mawar berasal dari dataran
Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di
daerah-daerah beriklim dingin (sub-tropis) dan panas (tropis).

2. JENIS TANAMAN
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosanales
Famili : Rosaceae
Genus : Rosa
Species : Rosa damascena Mill., R. multiflora Thunb., R. hybrida Hort., dan
lain-lain.

Di Indonesia berkembang aneka jenis mawar hibrida yang berasal dari Holand
(Belanda). Mawar yang banyak peminatnya adalah tipe Hybrid Tea dan Medium,

Hal. 1/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

memiliki variasi warna bunga cukup banyak, mulai putih sampai merah padam dan
tingkat produktivitas tinggi: 120-280 kuntum bunga/m2 /tahun.

Varietas-varietas mawar hibrida (Hybrid Tea) yang telah ditanam di Indonesia oleh
PT. Perkebunan Mangkurajo adalah: Coctail, Diplomat, Idole, Jacaranda,
Laminuette, Osiana, Pareo, Samorai, Sonate de Meilland, Sonia, Sweet Sonia,
Tineke, Vivaldi, White Success dan Yonina. Sedangkan mawar tipe Medium antara
lain adalah Golden Times, Jaguar, Sissel, Laser, dan Kiss. Kelebihan varietas mawar
hibrida adalah tahan lama dan warna-warninya menarik. Mawar tipe Hybrid Tea
bertangkai bunga 80-120 cm, tipe Medium 40-60 cm.

Beberapa varietas mawar introduksi yang dianjurkan didataran rendah: Cemelot,


Frad Winds, Mr. Lincoln, dan Golden Lustee sebagai mawar bunga potong.
Sedangkan varietas Folk Song, Khatherina Zeimet, Woborn Abbey dan Cimacan
Salem untuk tanaman taman.

3. MANFAAT TANAMAN
1) Tanaman hias di taman/halaman terbuka (out doors).
2) Tanaman hias dalam pot pengindah dan penyemarak ruang tamu ataupun koridor.
3) Dijadikan bunga tabur pada upacara kenegaraan atau tradisi ritual.
4) Diekstraksi minyaknya sebagai bahan parfum atau obat-obatan (pada skala
penelitian di Puslitbangtri).

4. SENTRA PENANAMAN
Daerah pusat tanaman mawar terkonsentrasi di kawasan Alaska atau Siberia, India,
Afrika Utara dan Indonesia. Sentra penanaman bunga potong, tabur dan tanaman
pot di Indonesia dihasilkan dari daerah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Jakarta.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Angin tidak mempengaruhi dalam pertumbuhan bunga mawar.


2) Curah hujan bagi pertumbuhan bunga mawar yang baik adalah 1500-3000
mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 5-6 jam per hari. Di daerah cukup sinar
matahari, mawar akan rajin dan lebih cepat berbunga serta berbatang kokoh.
Sinar matahari pagi lebih baik dari pada sinar matahari sore, yang menyebabkan
pengeringan tanaman.

Hal. 2/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Tanaman mawar mempunyai daya adaptasi sangat luas terhadap lingkungan


tumbuh, dapat ditanam di daerah beriklim dingin/sub-tropis maupun di daerah
panas/tropis. Suhu udara sejuk 18-26 derajat C dan kelembaban 70-80 %.

5.2. Media Tanam

1) Penanaman dilakukan secara langsung pada tanah secara permanen di kebun


atau di dalam pot. Tanaman mawar cocok pada tanah liat berpasir (kandungan liat
20-30 %), subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik.
2) Pada tanah latosol, andosol yang memiliki sifat fisik dan kesuburan tanah yang
cukup baik.
3) Derajat keasaman tanah yang ideal adalah PH=5,5-7,0. Pada tanah asam (pH
5,0) perlu pengapuran kapur Dolomit, Calcit atupun Zeagro dosis 4-5 ton/hektar.
Pemberian kapur bertujuan untuk menaikan pH tanah, menambah unsur-unsur Ca
dan Mg, memperbaiki kehidupan mikroorganisme, memperbaiki bintil-bintil akar,
mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al, serta menambah ketersediaan unsur-
unsur P dan Mo. Tanah berpori-pori sangat dibutuhkan oleh akar mawar.

5.3. Ketinggian Tempat

Mawar tumbuh baik pada:


1) Ketinggian 560-800 m dpl, suhu udara minimum 16-18 derajat C dan maksimum
28–30 derajat C.
2) Ketinggian 1100 m dpl, suhu udara minimum 14-16 derajat C, maksimum 24–27
derajat C.
3) Ketinggian 1400 m dpl, suhu udara minimum 13,7-15,6 derajat C dan maksimum
19,5-22,6 derajat C.

Di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman mawar dapat tumbuh dan produktif
berbunga di dataran rendah sampai tinggi (pegunungan) rata-rata 1500 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Supaya biji tumbuh dengan baik, pilih biji yang sehat dengan memasukan ke
dalam air (yang baik akan tenggelam, yang mengapung dibuang).

Hal. 3/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyiapan Benih

Tahap-tahap penyiapan benih tanaman dari biji:


a) Pemilihan buah
- Pilih buah mawar dari tanaman induk yang sudah produktif berbunga dan
jenis unggul sesuai keinginan.
- Petik buah mawar terpilih yang sudah matang (masak) di pohon.
b) Perlakuan After Ripening
- Siapkan media semai berupa tanah berhumus dan berpasir (1:1).
- Masukkan (isikan) media tadi ke dalam bak persemaian atau wadah yang
praktis dan layak digunakan untuk tempat semai.
- Siram media semai dengan air bersih hingga cukup basah (lembab).
- Tanamkan buah mawar satu persatu kedalam media semai hingga cukup
terkubur sedalam 0,5-1,0 cm.
- Biarkan buah mawar hingga kulit luarnya membusuk pada kondisi media
yang lembab, beraerasi baik, dan suhu udaranya sekitar 5 derajat C. Waktu
yang diperlukan pada perlakuan After Ripening berkisar antara 50-270 hari
(tergantung jenis mawar).

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Ambil (angkat) biji-biji mawar dari buah yang telah membusuk dalam media
semai.
b) Pilih biji-biji mawar yang baik, yaitu bernas yang tenggelam bila dimasukkan ke
dalam air
c) Cuci biji mawar dengan air bersih.
d) Tiriskan biji-biji mawar terpilih ditempat teduh untuk segera disemaikan pada
bak persemaian.
e) Semaikan biji mawar secara merata menurut barisan pada jarak antar-baris 5-
10 cm. Biji akan berkecambah pada umur empat minggu setelah semai.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

a) Siram media persemaian mawar secara kontinu 1-2 kali sehari.


b) Sapih (perjarang) bibit mawar yang sudah cukup besar ke dalam polybag kecil
yang sudah diisi media campuran tanah, pasir dan pupuk organik (1:1:1).

5) Pemindahan Bibit

Pindahkan tanam bibit mawar yang sudah berumur 22 bulan ke kebun/tempat


penanaman yang tetap (permanen)

6.2. Pengolahan Media Tanam

Hal. 4/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Tempat penanaman mawar dapat dilakukan di lahan kebun, taman dan dalam pot.
Tata cara penyiapan lahan untuk kebun mawar agak berbeda dengan dalam
pot/polybag.

1) Persiapan

a) Penyiapan lahan kebun/taman


- Lahan untuk kebun/taman mawar dipilih tanah gembur, subur dan mendapat
sinar matahari langsung (terbuka).
- Bersihkan lokasi kebun dari rumput-rumput liar/batu kerikil.
b) Penyiapan media dalam pot
- Siapakan media tanam berupa tanah subur, pupuk organik (pupuk kandang,
kompos, Super TW Plus) dan pasir. Komposisi media campuran tanah,
pupuk kandang, kompos dan pasir, 1:1:1. Campuran tanah dengan Super
TW Plus perbandingan 6:1.
- Sediakan pot yang ukurannya disesuaikan dengan besar kecilnya tanaman
mawar. Pot yang paling baik adalah pot yang terbuat dari bahan tanah dan
tidak dicat.
- Siapkan bahan-bahan penunjang lainnya seperti pecahan bata merah atau
genteng atau arang. Bahan tersebut dapat berfungsi sebagai pengisap
kelebihan air (drainase) dan memudahkan sewaktu pemindahan tanaman ke
pot atau tempat tanam yang baru.
c) Pengisian media tanam ke dalam pot
- Dasar pot dilubangi untuk kelebihan air.
- Basahi pot dengan air hingga cukup basah.
- Isikan pecahan bata merah/genting/arang pada dasar pot setebal ±1 cm
sampai sepertiga bagian pot, lubang pembuangan air di dasar pot jangan
tersumbat.
- Isikan serasah (humus) secara merata setebal ± 1cm di atas lapisan bata
merah/genting.
- Isikan media tanam campuran tanah, pasir dan pupuk kandang/ kompos
(1:1:1) atau campuran tanah dengan pupuk organik Super TW Plus (6:1)
ditambah sedikit abu dapur. Pengisian media sampai 90 % penuh atau 0,5-
1,0 cm di bawah batas permukaan pot sebelah atas. Pot siap ditanami bibit
(tanaman) mawar.

2) Pembukaan Lahan

a) Tanah dicangkul/dibajak sedalam ± 30 cm hingga gembur.


b) Biarkan tanah dikeringanginkan selama 15–30 hari agar matang dan bebas dari
gas-gas beracun.

3) Pembentukan Bedengan

Hal. 5/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Buat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 100-120 cm, tinggi 30 cm, jarak
antar bedengan 30-40 cm, dan panjangnya tergantung keadaan lahan. Bila akan
dirancang taman mawar yang asimetris, maka penyiapan lahannya dibuat bentuk-
bentuk yang diinginkan, misalnya lingkaran (bulat) atau guludan-guludan yang
serasi dengan lingkungan sekitarnya.

4) Pemupukan

Pupuk organik (pupuk kandang/kompos) 20-30 ton/hektar atau Super TW Plus 4-5
ton/hektar diberikan secara disebar dan dicampur merata bersama tanah sambil
merapikan lahan (bedengan). Pemberian pupuk organik dengan dimasukkan
(diisikan) ke dalam lubang tanam rata-rata 1-2 kg/tanaman.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Buat lubang tanam pada jarak 60×60 cm atau 70×70 cm, tergantung jenis mawar
dan kesuburan tanahnya.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Untuk membuat lubang diperlukan sekop melengkung supaya diperoleh lubang


berbentuk silindris. Ukuran lubang 45×45×45 cm. Kedalaman yang baik yaitu bila
tanaman diletakkan dalam lubang, kedudukan bagian percabangan utama (bud
union) letaknya sejajar dengan permukaan tanah. Akar mawar tidak dapat
menembus tanah terlalu dalam, maka tidak perlu mencangkul tanah terlalu dalam,
cukup 45–55 cm.

Pada saat membuat lubang, tanah di permukaan (top soil), sub-soil dikumpulkan
terpisah, karena akan digunakan untuk menutup lubang kembali. Bila daerah itu
tertutup rumput, harus diambil dalam bentuk lempengan-lempengan dan
diletakkan di tempat teduh, untuk digunakan sebagai pupuk, dengan
memasukkannya ke dalam lubang. Lempengan rumput diletakkan terbalik. Top
soil dicampur dengan bahan organik (seperti kompos, pupuk hijau, pupuk kandang
dan sebagainya) perbandingan 4 bagian tanah dan 1 bagian bahan organik.
Lubang ditimbuni sub-soil dicampur dengan bahan organik (dalam jumlah lebih
banyak dari pada campuran untuk top soil) dan super fosfat (dapat juga dipakai
tepung tulang) 20%. Jumlah super fosfat 1,5-2 kg per 10 m2 tanah, tepung tulang
1,5-3 kg per 10 m2. Lubang diisi top soil dan bahan organik sampai membentuk
gundukan.

3) Cara Penanaman

Hal. 6/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Waktu tanam mawar adalah pada awal musim hujan (bila keadaan airnya
memadai dapat dilakukan sepanjang musim/tahun. Tanaman mawar yang
ditanam berupa bibit cabutan (tanpa tanah), dan bibit yang berasal dari polybag.

Cara penanaman bibit mawar cabutan :


a) Bongkar bibit tanaman mawar dari kebun pembibitan secara cabutan.
b) Potong sebagian batang dan cabang-cabangnya, sisakan 20–25 cm agar
habitus tanaman menjadi perdu (pendek).
c) Potong sebagian akar-akarnya dengan gunting pangkas tajam dan steril.
d) Rendam bibit mawar dalam air atu larutan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti
Dekamon 1–2 cc/liter selama 15–30 menit.
e) Tanam bibit mawar di tengah-tengah lubang tanam dan akarnya diatur
menyebar ke semua arah. Timbun (urug) dengan tanah hingga batas pangkal
leher batang.
f) Padatkan tanah di sekeliling batang tanaman mawar pelan-pelan agar akar-
akarnya dapat kontak langsung dengan air tanah.
g) Siram tanah di sekeliling perakaran tanaman hingga basah.
h) Pasang naungan sementara dari anyaman bambu/bahan lain untuk melindugi
tanaman mawar dari teriknya sinar matahari sore hari.

Penanaman bibit mawar dari polybag berbeda dengan penanaman bibit mawar
cabutan. Bibit mawar dari polybag dipindahtanamkan secara lengkap bersama
tanah dan akar-akarnya. Tata cara penanaman bibit mawar dari polybag adalah
sebagai berikut:
a) Siram media dalam polybag yang berisi bibit mawar hingga cukup basah.
b) Angkat polybag kemudian balikkan posisinya sambil ditekuk-tekuk bagian
dasarnya agar bibit mawar bersama tanah dan akar-akarnya terlepas (keluar)
dari polybag. Bila polybag berukuran besar, maka pengeluaran bibit mawar
dapat dengan cara menyobek atau menyayat polybag tersebut.
c) Tanamkan bibit mawar ke dalam lubang tanam yang telah disiapkan jauh hari
sebelumnya. Letak bibit mawar tepat di tengah-tengah lubang tanam, kemudian
urug dengan tanah sampai penuh sambil dipadatkan pelan-pelan
d) Siram tanah di sekeliling perakaran tanaman mawar hingga cukup basah. Bibit
mawar akan langsung segar dan tumbuh tanpa melalui pelayuan atau istirahat
dulu.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Kegiatan penyiangan biasanya bersamaan dengan pemupukan agar dapat


menghemat biaya dan tenaga kerja. Rumput liar yang tumbuh pada selokan/parit
antar bedengan dibersihkan agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit.

Hal. 7/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Penyiangan sebulan sekali (tergantung pertumbuhan gulma), dengan mencabut


rumput-rumput liar (gulma) secara hati-hati agar tidak merusak akar tanaman atau
membersihkan dengan alat bantu kored/cangkul.

2) Pemupukan

Jenis dan dosis (takaran) pupuk yang dianjurkan untuk tanaman mawar adalah
pupuk NPK (5-10-5) sebanyak 5 gram/tanaman. Bila pertumbuhan tunas lambat
dipupuk NPK pada perbandingan 10:10:5, bila tangkainya lemah perbandingan
pupuk NPK 5:15:5.

Jenis dan dosis pupuk lain adalah campuran pupuk yang terdiri atas: 90–135 kg N
ditambah 400 kg P2O5 ditambah 120 kg K2O/ha/tahun atau setara dengan 200–
300 kg Urea ditambah 840 kg TSP ditambah 250 kg KCL/ha/tahun. Berdasarkan
hasil penelitian Balai Penelitian Hortikultura (Balitro), tanaman mawar perlu
dipupuk pupuk NPK 5 gram/pohon pada saat tanam atau 7–15 hari setelah tanam.
Pemupukan berikutnya secara kontinu tiap 3–4 bulan sekali, tergantung keadaan
pertumbuhan tanaman. Dosis dan jenis pupuk yang dianjurkan adalah campuran
pupuk Nitrogen 600 kg N ditambah Fosfat 1000 kg P2O5 ditambah Kalium 400 kg
K2O/ha/tahun atau setara dengan urea ± 1350 kg ditambah TSP 2100 kg
ditambah KCL 800 kg/ha/tahun. Tiap kali pemupukan diberikan 1/4 - 1/3 dosis
pupuk 337,5–450 kg Urea ditambah 525–700 kg TSP ditambah 100–133 kg KCl
per hektar.

Pemberian pupuk sebaiknya pada saat sebelum berbunga, sedang berbunga, dan
setelah kuntum bunga layu. Cara pemberian pupuk dengan ditabur dalam parit-
parit kecil dan dangkal diantara barisan tanaman atau di sekeliling tajuk tanaman,
kemudian ditutup dengan tanah tipis dan segera disiram hingga cukup basah.

3) Pengairan dan Penyiraman

Pengairan dan penyiraman dilakukan:


a) Pada fase awal pertumbuhan (sekitar umur 1-2 bulan setelah tanam), dilakukan
secara kontinu tiap hari 1-2 kali. Pengairan berikutnya berangsur-angsur
dikurangi atau tergantung keadaan cuaca dan jenis tanah (media).
b) Waktu pemberian air yang baik pada pagi dan sore hari, saat suhu udara dan
penguapan air dari tanah tidak terlalu tinggi.
c) Cara pengairan adalah dengan disiram secara merata menggunakan alat bantu
emrat (gembor).

Hal. 8/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu daun (Macrosiphum rosae Linn., Aphids)


Kutu daun, kecil, panjang ±0,6 mm, berwarna hijau, kadang-kadang tidak
bersayap. Menyerang pucuk, sering menempel pada ranting dan kuncup bunga.
Gejala: mengisap cairan (sel) tanaman, sehingga menyebabkan gejala abnormal,
pada daun atau pucuk jadi keriting/mengkerut. Dapat berperan sebagai vektor
virus dan sering meninggalkan cairan madu manis yang menempel pada
permukaan daun, sehingga menjadi penyebab penyakit embun jelaga (Capnodium
sp.). Pengendalian: menjaga kebersihan (sanitasi) kebun dan disemprot
insektisida Decis 2,5 EC atau Buldok 25 EC, Confidor 200 LC, Curacron 500 EC,
Fastac 15 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.

2) Kumbang
Tiga jenis kumbang penyerang tanaman mawar: kumbang Chafer (Macrodactylis
subspinosus), Fuller (Autoserica castanca) dan Curculio (Rhyncite bicolor).
Kumbang Chafer warna coklat kekuning-kuningan panjang tubuh sekitar 12 mm,
kumbang Fuller warna coklat keabu-abuan, panjang 10 mm. Kumbang Curculio
berwarna merah bergaris hitam ± 5 mm. Gejala: memakan daun, tangkai dan
kuntum bunga, sehingga bolong-bolong/rusak pada bagian yang diserang. Larva
sering memakan perakaran tanaman. Pengendalian: mengumpulkan dan
memusnahkan hama tersebut dan cara kimia disemprot dengan insektisida
Hostathion 40 EC, Decis 2,5 EC, Ambush 2 EC, Elsan 60 EC, dan lain-lain pada
konsentrasi yang dianjurkan.

3) Siput berbulu
Tubuh berwarna putih kehijau-hijauan, panjang ± 12 mm, ditutupi bulu-bulu kasar.
Gejala: pada stadium larva, menyerang tanaman dengan cara memakan daun
sebelah bawah yang menyebabkan daun berlubang tinggal tulang daun.
Pengendalian: merontokkan kepompong yang menempel pada tanaman, dan
disemprot dengan insektisida Brestan 60 (Moluskasida) pada konsentrasi yang
dianjurkan.

4) Tungau (Tetranychus telarius)


Tungau mirip laba-laba, sangat kecil ± 0,3 mm, berwarna merah/hijau/kuning.
Berkembangbiak dengan cepat bila cuaca lembab dan panas, serta sirkulasi
udara kurang baik. Gejala: menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan sel
tanaman, pada bagian daun/pucuk, sehingga menyebabkan titik-titik merah
berwarna kuning/abu-abu kecoklat-coklatan. Pengendalian: disemprot
insektisida-akarisida seperti Omite 570 EC atau Kelthane 200 EC atau Mitac 200
EC Meothrin 50 EC, Nissuron 50 EC dan lain-lain pada konsentrasi yang
dianjurkan.

Hal. 9/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Thrips
Hama ini berukuran sangat kecil ± 1 mm, berwarna kuning-oranye/kuning
kecoklat-coklatan. Gejala: merusak/mengisap cairan sel tanaman, terutama
bunga, daun, dan cabang. Menyenangi mawar bunga berwarna kuning/terang
lainnya. Pengendalian: pemangkasan bagian tanaman yang terserang berat dan
disemprot dengan insektisida Mesurol 50 WP, Tokuthion 500 EC, Pegasus 500
SC, Decis 2,5 EC dan lain-lain pada konsentrasi yang dianjurkan.

6) Nematoda akar (Meloidgyne sp.)


Nematoda akar ukurannya sangat kecil (hanya dapat dilihat dengan mikroskop).
Gejala: menyerang akar tanaman mawar, dapat menembus ke bagian batang
sehingga menyebabkan gejala pertumbuhan kerdil, kadang layu (kehilangan
kekuatan tumbuh) dan terdapat bintil-bintil pada akar. Pengendalian: pergiliran
tanaman, sterilisasi media tanam, dan menggunakan bahan kimiawi (nematisida) :
Furadan 3 G, Rugby 10 G atau Indofuran pendidikan G pada saat tanam.

7) Hama-hama lain:
a. Ulat daun (Udea rubigalis), menyerang daun dan kuncup bunga sehingga
menjadi rusak/bolong-bolong. Pengendalian: disemprot insektisida Hostathion
40 EC, Decis 2,5 EC, Dekasulfan 350 EC, Nomolt 50 EC atau Confidor 70 WS
pada konsentrasi yang dianjurkan.
b. Serangga malam (Night feeding insect), menyerang daun dan bunga.
Pengendalian: disemprot dengan insektisida yang digunakan pada
pengendalian ulat daun.
c. Serangga pengisap sel tanaman (Leaf hoppers), menyerang daun hingga
bintik-bintik putih membentuk lingkaran. Pengendalian: disemprot dengan
insektisida yang digunakan pada pengendalian ulat daun.
d. Lalat (Dasyncura rhodophaga), ukuran tubuh kecil 1,2 mm, warna coklat
kemerah-merahan/kekuning-kuningan. Telur diletakkan pada tunas baru,
setelah menjadi larva akan merusak/memakan tunas. Larva menjatuhkan diri ke
tanah, kemudian dalam waktu satu minggu berubah menjadi lalat.
Pengendalian: memusnahkan tanaman yang terserang berat dengan dibakar,
menjaga kebersihan kebun, dan penyemprotan insektisida Agrohion 50 EC,
Meothrin 50 EC atau Ofunack 40 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.
e. Kutu batang (Aulacaspis rosae) dari famili Coccidae, berukuran kecil 3 mm,
Gejala: mengisap cairan sel tanaman, bagian daun dan batang. Bagian yang
terserang akan layu, lambat laun mengering (mati). Pengendalian: memangkas
bagian tanaman yang terserang untuk dimusnahkan/dibakar dan disemprot
dengan insektisida Decis 2,5 EC, Mitac 200 EC, Monitor 200 LC atau Orthene
75 SP pada konsentrasi yang dianjurkan.
f. Kumbang kecil (Small carpenter bees), ukuran tubuh kecil panjang 8 mm,
warna hitam-metalik, Gejala: melubangi sekaligus merusak batang bagian
dalam. Tanaman yang diserang menjadi layu. Pengendalian: memangkas
bagian tanaman yang diserang untuk dibakar atau disemprot dengan
insektisida : Decis 2,5 EC, Atabron 50 EC, Buldok 25 EC atau Bassa 50 EC
pada konsentrasi yang dianjurkan.

Hal. 10/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.2. Penyakit

1) Bercak hitam
Penyebab: cendawan (jamur) Marsonina rosae (Lib.) Lind. (“Black spot”). Gejala:
daun bercak hitam-pekat yang tepinya bergerigi. Lambat laun bercak-bercak
berdiameter ± 1 cm menyatu, sehingga jaringan daun di sekitarnya menjadi
kuning. Dapat pula terjadi pada tangkai daun, batang, dasar bunga, kelopak dan
tajuk bunga. Daun yang terserang akan mudah berguguran. Pengendalian non-
kimiawi: memangkas bagian tanaman yang sakit dan menjaga kebersihan kebun
(sanitasi). Pengendalian kimiawi: disemprot fungisida yang berbahan aktif
Propineb dan Mankozeb pada konsentrasi yang dianjurkan.

2) Karat daun
Penyebab: cendawan (jamur) Phragmidium mucronatum (Pers. ex Pr.) Schlecht.
Gejala: bintik-bintik warna jingga kemerah-merahan pada sisi bawah daun, pada
sisi daun atas terdapat bercak bersudut warna kemerah-merahan. Daun yang
terserang berat akan mudah gugur (rontok). Pengendalian non-kimiawi:
pemotongan/pemangkasan daun sakit kemudian dimusnahkan. Pengendalian
kimiawi: disemprot fungisida yang berbahan aktif Zineb atau Maneb pada
konsentrasi yang dianjurkan.

3) Tepung mildew
Penyebab: cendawan Oidium sp. Gejala: terdapat tepung/lapisan putih pada
permukaan daun sebelah bawah dan atas. Daun/bagian tanaman yang terserang
akan berubah warna dari hijau menjadi kemerah-merahan, lambat laun kekuning-
kuningan dan akhirnya daun-daun cepat rontok (gugur). Pengendalian non-
kimiawi: memetik daun yang terserang untuk dimusnahkan dan menjaga
kebersihan kebun (sanitasi). Pengendalian kimiawi: disemprot fungisida
Belerang, atau mengandung bahan aktif Pirazifos.

4) Bengkak pangkal batang


Penyebab: bakteri Agrobacterium tumefacien (E.F Sm et Town.) Conn. Gejala:
terjadi pembengkakan pada pangkal batang dekat permukaan tanah, sehingga
tanaman menjadi kerdil dan akhirnya mati. Pengendalian non-kimiawi: mencabut
tanaman yang sakit untuk dimusnahkan dan sewaktu pemeliharaan tanaman
(pemangkasan) menggunakan gunting pangkas yang bersih dan steril.
Pengendalian kimiawi: disemprot oleh bakterisida yang berbahan aktif
Streptomisin atau Oksitetrasikin.

5) Mosaik (belang-belang)
Penyebab: virus (Virus Mosaik Mawar) (Rose mosaic Virus). Gejala: daun
menguning dan belang-belang, tulang-tulang daunnya seperti jala. Pengendalian:
penanaman bibit yang sehat, pemeliharaan tanaman secara intensif,
penyemprotan insektisida untuk pengendalian serangga vektor, dan membongkar

Hal. 11/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

(eradikasi) tanaman yang sakit untuk dimusnahkan agar tidak menular kepada
tanaman yang lainnya.

6) Bercak daun
Penyebab: dua patogen, yaitu cendawan Cercospora rosicola Pass. dan
Alternaria sp. Gejala: serangan cercospora bercak-bercak coklat pada daun-daun
tua, sedangkan bercak alternaria berwarna kehitam-hitaman. Pengendalian non-
kimiawi: memotong/memetik daun yang sakit untuk dimusnahkan dan menjaga
kebersihan kebun (sanitasi). Pengendalian kimiawi: disemprot fungisida yang
mengandung bahan aktif Tembaga (Cu).

7) Jamur upas
Penyebab: cendawan Corticium salmonicolor (Berk. et Br.) Tjokr. Gejala: terdapat
lapisan kerak berwarna merah pada batang, dan lambat laun batang akan
membusuk serta mati. Pengendalian non-kimiawi: mengelupaskan kulit dan
mengerok bagian tanaman yang sakit, kemudian diolesi cat/ter, dapat pula
sekaligus memotong bagian batang yang terinfeksi berat. Pengendalian kimiawi:
disemprot fungisida yang berbahan aktif Tridemorf.

8) Busuk bunga
Penyebab: cendawan Botrytis cinerea Pers. Fr. Gejala: kuntum bunga yang telah
membuka membusuk berwarna coklat, dan berbintil-bintil hitam. Pengendalian
non-kimiawi: membungkus bunga yang mulai mekar dengan kantong kertas
minyak/plastik dan penanganan pasca panen bunga sebaik mungkin.
Pengendalian kimiawi: penyemprotan fungisida yang berbahan aktif Benomil.

9) Penyakit Fisiologis
Penyebab: kekurangan unsur hara (defisiensi), kurang Nitrogen, Phosfor, dan
Kalium. Gejala: kekurangan nitrogen menyebabkan warna daun hujau-muda
(pucat) kekuning-kuningan dan pertumbuhan tanaman menjadi lambat (kerdil).
Kekurangan phosfor menyebabkan tanaman menjadi kurus dan kerdil, sedangkan
kurang kalium daun-daun menjadi mengering di sepanjang tepi/pinggirannya.
Pengendalian: pemberian pupuk berimbang, terutama unsur N, P2O5, dan K2O
ataupun disemprot pupuk daun yang kandungan unsur haranya tinggi sesuai
dengan gejala defisiensi.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri-ciri bunga mawar siap dipetik (dipanen) untuk tujuan sebagai bunga potong :
kuntum bunganya belum mekar penuh dan berukuran normal. Untuk tujuan bunga
tabur pemetikan bunga pada stadium setelah mekar penuh.

Hal. 12/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Waktu panen yang ideal adalah pagi atau sore hari (saat suhu udara dan penguapan
air tidak terlalu tinggi). Di beberapa sentra produsen bunga potong melakukan
pemetikan bunga mawar pada malam hari.

8.2. Cara Panen

Cara panen bunga mawar adalah dengan memotong tangkai bunga pada bagian
dasar (pangkal) atau disertakan dengan beberapa tangkai daun. Alat pemotong
bunga mawar dapat berupa pisau ataupun gunting pangkas yang tajam, bersih dan
steril.

8.3. Periode Panen

Tanaman mawar yang bibitnya berasal dari stek ataupun okulasi dapat dipanen pada
umur 4-5 bulan setelah tanam atau tergantung varietas dan kesuburan
pertumbuhannya. Pembuangan ini akan produktif bertahun-tahun berkisar 3-5 tahun.

8.4. Prakiraan Produksi

Tanaman mawar yang dipelihara secara intensif dari jenis/varietas unggul dapat
menghasilkan 120.000–280.000 kuntum/hektar/tahun. Tingkat produksi ini
tergantung pada varietas mawar, kesuburan tanah, jarak dan tingkat perawatan
tanaman selama di kebun.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

1) Pengumpulan pascapanen bunga potong mawar:


a. Kumpulkan bunga segera seusai panen dan masukkan ke dalam wadah
(ember) yang berisi air bersih. Posisi tangkai bunga diatur sebelah bawah
terendam air.
b. Angkut seluruh hasil panen ke tempat pengumpulan hasil untuk memudahkan
penanganan berikutnya.
2) Pengumpulan pascapanen bunga mawar tabur:
Kumpulkan kuntum bunga mawar yang baru dipetik ke dalam suatu wadah
(keranjang plastik, tampah/ember berisi air bersih).

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

1) Sortir bunga yang rusak, layu dan busuk pisahkan secara tersendiri.
2) Klasifikasikan bunga berdasarkan jenis, ukuran bunga, panjang tangkai bunga dan
warna bunga yang seragam. Pengklasifikasian berdasarkan panjang tangkai

Hal. 13/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bunga dipisahkan ke dalam dua grade. Grade A bunga dengan panjang tangkai
lebih dari 60 cm, grade B panjang tangkai kurang dari 60 cm.

9.3. Penyimpanan

1) Untuk bunga potong mawar, simpan bunga yang telah dikemas ke dalam ruang
penyimpanan bersuhu dingin (cold storage) dengan kelembaban relatif stabil 90
%.
2) Untuk bunga mawar tabur, simpan di tempat/ruangan teduh, dingin, lembab, dan
sirkulasi udara baik.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

1) Ikat bunga yang telah diklasifikasikan dan disatukan menjadi suatu ikatan-ikatan.
Tiap ikatan berisi 20 tangkai bunga.
2) Kemas ikatan-ikatan bunga tadi ke dalam keranjang/dos karton dan sirkulasi
udara baik.
3) Angkut bunga mawar ke tempat sasaran pasar.
4) Alasi pangkai tangkai bunga dengan kapas basah atau masukkan ke dalam botol
plastik berisi air, terutama untuk tujuan pengiriman jarak jauh.
5) Tambahkan remukan es di sekitar wadah (kontainer) bunga mawar agar kondisi
ruangan alat angkut cukup dingin dan lembab.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha budidaya mawar seluas 1100 m2 selama 1 tahun yang
dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bogor. Produksi per m2/tahun minimal 50
kuntum bunga dan harga penjualan terendah Rp. 200,-/kuntum.

1) Biaya produksi
a. Sewa lahan Rp. 175.000,-
b. Bibit : ± 3300 batang Rp. 1.750.000,-
c. Pupuk
- Pupuk kandang 2.000 kg @ Rp.150,- Rp. 300.000,-
- Urea 30 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 45.000,-
- NPK 20 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
- TSP 100 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 180.000,-
- KCL 30 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 49.500,-
- Pupuk daun ± 5 liter @ Rp. 40.000,- Rp. 200.000,-
d. Pestisida
- Furadan 2 kg @ Rp. 16.000,- Rp. 32.000,-
- Insektisida 4 kg @ Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-

Hal. 14/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Fungisida 4 liter @ Rp. 50.000,- Rp. 200.000,-


e. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah borongan Rp. 100.000,-
- Pembuatan bedengan 10 HKP Rp. 100.000,-
- Pemasangan pupuk kandang Rp. 60.000,-
- Penanaman 10 HKW Rp. 75.000,-
- Pengairan selama 1 tahun Rp. 100.000,-
- Penyiangan & pemupukan susulan 1 th. Rp. 120.000,-
- Pemangkasan Rp. 30.000,-
- Penyemprotan selama 1 tahun Rp. 300.000,-
- Panen dan pascapanen Rp. 300.000,-
- Penunggu 1 orang 1 tahun Rp. 1.500.000,-
f. Biaya cadangan Rp. 500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 5.756.500,-

2) Pendapatan : 55.000 x Rp 200,- Rp. 11.000.000,-

3) Keuntungan Rp. 5.243.500,-

4) Keuntungan per bulan Rp. 436.950,-

5) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio output/input = 1,911

Catatan : HKP = Hari kerja Pria, HKW = Hari Kerja Wanita

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Bunga mawar mempunyai potensi ekonomi dan sosial yang tinggi. Salah satu negara
produsen bunga-bungaan terbesar di dunia adalah Belanda. Diantara 10 jenis bunga
potong Belanda, ternyata mawar menempati urutan teratas dan paling besar dalam
peraihan (perolehan) devisa negara tersebut.

Peningkatan permintaan bunga potong dan tanaman hias terjadi di Indonesia, karena
selama periode tahun 1985–1991 ekspor komoditas ini meningkat dari 476 ton
menjadi 4.881 ton.Berarti prospek pengembangan budidaya mawar di negeri kita
diperkirakan sangat cerah. Mawar diperdagangkan sebagai bunga potong, tabur dan
tanaman pot.

Mengingat kepentingan nilai ekonomi dan meningkatnya permintaan bunga potong


atupun tanaman hias di dalam dan luar negeri, maka pengembangan budidaya
mawar perlu diarahkan untuk skala agribisnis yang sesuai dengan permintaan pasar.

Permintaan bunga mawar di pasar dalam negeri (domestik) cenderung meningkat,


terutama di kota-kota besar. Jakarta menyerap bunga-bunga terbesar dengan omzet
dan peredaran uang mencapai Rp 25,8 miliar per tahun. Permintaan bunga mawar ±

Hal. 15/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

20.000 kuntum per hari hal ini memberikan gambaran cerah bagi kalangan
wirausahawan di berbagai daerah (wilayah) di Indonesia untuk mengelola agribisnis
bunga mawar, terutama yang lokasinya strategis dekat dengan kota-kota besar.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar mawar bunga potong meliputi ruang lingkup, deskripsi, klasifikasi, syarat
mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu mawar bunga potong di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional
Indonesia SNI–01-4491-1998.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Berdasarkan kualitasnya,mawar bunga potong diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu:


a) Mutu AA: sempurna, bunga dipanen pada stadia kuncup setengah mekar dan
berwarna, ditandai dengan kelopak bunga mekar 2 lembar, ukuran seragam,
bebas organisme pengganggu tumbuhan, tidak terjadi kerusakan mekanis/fisik,
tidak mengandung sisa pestisida serta kotoran dan duri telah dibersihkan dari
tangkai bunga.
b) Mutu A: sama dengan ciri AA dengan toleransi 5 % boleh menyimpang.
c) Mutu B: sama dengan ciri AA dengan toleransi 10 % boleh menyimpang
d) Mutui C: selain AA, A dan B

Adapun spesifikasi syarat dan mutu untuk mawar bunga potong adalah sebagai
berikut:
1) Panjang tangkai
a. Tipe standar (cm): mutu AA>65; mutu A=55-64; mutu B=40-54; mutu C=25-39
b. Type spray (cm): mutu AA>55; mutu A=46-55; mutu B=35-45; mutu C< 35
2) Diameter kuncup bunga 1/2 mekar
a. Type standar (cm): mutu AA>2.5; mutu A>2.5; mutu B>2.5; mutu C>2.0
b. Tipe spray (cm): mutu AA>1.5; mutu A>1.5; mutu B>1.5; mutu C>1.2
3) Jumlah Kuntum bunga ½ mekar per tangkai
a. Tipe spray (kuntum): mutu AA> 6; mutu A> 6; mutu B> 6; mutu C<6
4) Benda asing/kotoran (%):mutu AA=0; mutu A=0; mutu B=0; mutu C<5
5) Kesegaran bunga: mutu AA=segar toleransi 3; mutu A=idem; mutu B=idem; mutu
C=idem
6) Keseragaman kultivar: mutu AA=seragam; mutu A=idem; mutu B=idem; mutu
C=idem
7) Warna Bunga: mutu AA=seragam; mutu A=idem; mutu B=idem; mutu C=idem

Hal. 16/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8) Keadaan minimun tangkai bunga: mutu AA=kuat/lurus,tdk pecah, tdk bercabang;


mutu A=idem; mutu B=idem; mutu C=kurang kuat/lurus, tdk pecah, tidak
bercabang
9) Daun pada 2/3 bagian tangkai: mutu AA=lengkap & sehat; mutu A=idem; mutu
B=idem; mutu C=idem
10) Kerusakan/cacat (%):mutu AA= 0; mutu A=0; mutu B=0; mutu C<5
11) Organisme penggangu (%):mutu AA= 0; mutu A=0; mutu B=0; mutu C<5
12) Toleransi; (kualitas dan ukuran jumlah atau panjang) (%): mutu AA=3; mutu A=5;
mutu B=10; mutu C<15

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot bunga mawar segar terdiri atas maksimum 1.000 kemasan. Contoh
diambil secara acak dari jumlah kemasan.
a) Jumlah kemasan dalam partai 1 – 5, contoh yang diambil semua.
b) Jumlah kemasan dalam partai 6 – 100, contoh yang diambil sekurang-kurangnya
5.
c) Jumlah kemasan dalam partai 101 – 300, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 7.
d) Jumlah kemasan dalam partai 301 – 500, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 9.
e) Jumlah kemasan dalam partai 501 – 1000, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 10.

11.5. Pengemasan

Bunga mawar segar dikemas dengan kotak karton yang baru dan kokoh, baik, bersih
dan kering serta berventilasi. Jumlah tangkai sebanyak 15-20 tangkai diikat dan
dibungkus. Kemudian dimasukkan ke dalam kemasan karton. Kemasan lain dengan
bobot dan jumlah tangkai tertentu dapat digunakan atasdasar kesepakatan antara
pihak penjual dan pihak pembeli. Ujung tangkai bunga dimasukkan ke dalam
kantong plastik berisi kapas basah mengandung bahan pengawet.

Hal. 17/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rukmana, Rahmat. 1995. Mawar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
2) Soekarno dan Nampiah. 1990. Mawar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 18/ 18
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

MELATI
( Jasmine officinalle )

1. SEJARAH SINGKAT
Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup
menahun. Di Italia melati casablanca (Jasmine officinalle), yang disebut Spansish
Jasmine ditanam tahun 1692 untuk di jadikan parfum. Tahun 1665 di Inggris
dibudidayakan melati putih (J. sambac) yang diperkenalkan oleh Duke Casimo de’
Meici. Dalam tahun 1919 ditemukan melati J. parkeri di kawasan India Barat Laut,
Kemudian dibudidayakan di Inggris pada tahun 1923.

Di Indonesia nama melati dikenal oleh masyarakat di seluruh wilayah Nusantara.


Nama-nama daerah untuk melati adalah Menuh (Bali), Meulu cut atau Meulu Cina
(Aceh), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru (Menado), Mundu
(Bima dan Sumbawa) dan Manyora (Timor), serta Malete (Madura).

2. JENIS TANAMAN
Diantara 200 jenis melati yang telah diidentifikasi oleh para ahli botani baru sekitar 9
jenis melati yang umum dibudidayakan dan terdapat 8 jenis melati yang potensial
untuk dijadikan tanaman hias. Sebagian besar jenis melati tumbuh liar di hutan-hutan
karena belum terungkap potensi ekonomis dan sosialnya. Tanaman melati termasuk
suku melati-melatian atau famili Oleaceae.

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Kedudukan tanaman melati dalam sistematika/taksonomi tumbuhan adalah sebagai


berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Oleales
Famili : Oleaceae
Genus : Jasminum
Spesies : Jasminum sambac (L) W. Ait..

Jenis, Varietas dan Ciri-ciri penting (karakteristik) tanaman melati adalah sebagai
berikut:
a) Jasmine sambac Air (melati putih, puspa bangsa)
b) Jasmine multiflora Andr (melati hutan:melati gambir, poncosudo, Star Jasmine, J,.
pubescens willd).
c) Jasmine officinale (melati casablanca, Spanish Jasmine) sinonim dengan J.
floribundum=Jasmine grandiflorum).
perdu setinggi 1, 5 meter.
d) Jasmine rex (melati Raja, King Jasmine).
e) Jasmine parkeri Dunn (melati pot).
f) Jasmine mensyi (Jasmine primulinum, melati pimrose).
g) Jasmine revolutum Sims (melati Italia)
h) Jasmine simplicifolium ( melati Australia, J. volibile, m. bintang)
i) Melati hibrida. Bunga pink dan harum.

Adapun jenis dan varietes Melati yang ada di Pulau Jawa antara lain:
a) Jasmine. Sambac (melati Putih), antara lain varietas: Maid of Orleans, Grand
Duke of Tuscany, Menur dan Rose Pikeke
b) Jasmine. multiflorum (Star Jasmine)
c) Jasmine officinale (melati Gambir)

3. MANFAAT TANAMAN
Bunga melati bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan industri minyak wangi,
kosmetika, parfum, farmasi, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran atau
pengharum teh.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia Pusat penyebaran tanaman melati terkonsentrasi di Jawa Tengah,
terutama di Kabupaten Pemalang, Purbalingga dan Tegal.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Curah hujan 112–119 mm/bulan dengan 6–9 hari hujan/bulan, serta mempunyai
iklim dengan 2–3 bulan kering dan 5–6 bulan basah.
2) Suhu udara siang hari 28-36 derajat C dan suhu udara malam hari 24-30 derajat
C,
3) Kelembaban udara (RH) yang cocok untuk budidaya tanaman ini 50-80 %.
4) Selain itu pengembangan budi daya melati paling cocok di daerah yang cukup
mendapat sinar matahari.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman melati umumnya tumbuh subur pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning
(PMK), latosol dan andosol.
2) Tanaman melati membutuhkan tanah yang bertekstur pasir sampai liat, aerasi dan
drainase baik, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan memiliki.
3) Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman ini adalah pH=5–7.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman melati dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah
sampai dataran tinggi pada ketinggian 10-1.600 m dpl. Meskipun demikian, tiap jenis
melati mempunyai daya adaptasi tersendiri terhadap lingkungan tumbuh. Melati
putih (J,sambac) ideal ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl,
sedangkan melati Star Jasmine (J.multiflorum) dapat beradaptasi dengan baik
hingga ketinggian 1.600 m dpl. Di sentrum produksi melati, seperti di Kabupaten
Tegal, Purbalingga dan Pemalang (Jawa Tengah), melati tumbuh dengan baik di
dataran rendah sampai dataran menengah (0-700 m dpl).

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Teknik Penyemaian Benih

Tancapkan tiap stek pada medium semai 10–15 cm/sepertiga dari panjang stek.
Tutup permukaan wadah persemaian dengan lembar plastik bening (transparan)
agar udara tetap lembab.

2) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

a) Penyiapan tempat semai:

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Siapkan tempat/wadah semai berupa pot berukuran besar/polybag, medium


semai (campuran tanah, pasir steril/bersih).
- Periksa dasar wadah semai dan berilah lubang kecil untuk pembuangan air
yang berlebihan.
- Isikan medium semai ke dalam wadah hingga cukup penuh/setebal 20–30
cm. Siram medium semai dengan air bersih hingga basah.
b) Pemeliharaan bibit stek:
- Lakukan penyiraman secara kontinu 1–2 kali sehari.
- Usahakan bibit stek mendapat sinar matahari pagi.
- Pindahkan tanaman bibit stek yang sudah berakar cukup kuat (umur 1–23
bulan) ke dalam polybag berisi medium tumbuh campuran tanah, pasir dan
pupuk organik (1:1:1).
- Pelihara bibit melati secara intensif (penyiraman, pemupukan dan
penyemprotan pestisida dosis rendah) hingga bibit berumur 3 bulan.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Pembukaan Lahan

a) Bersihkan lokasi untuk kebun melati dari rumput liar (gulma), pepohonan yang
tidak berguna/batu-batuan agar mudah pengelolaan tanah.
b) Olah tanah dengan cara di cangkul/dibajak sedalam 30-40 cm hingga gembur,
kemudian biarkan kering angin selama 15 hari

2) Pembentukan Bedengan

Membentuk bedengan selebar 100-120 cm, tinggi 30-40 cm, jarak antara bedeng
40–60 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan.

3) Pengapuran

Tanah yang pH-nya masam dapat diperbaiki melalui pengapuran, misalnya


dengan kapur kalsit (CaCO3) dolomit {CaMg (CO3)2}, kapur bakar (Quick lime,
CaO)/kapur hidrat (Slakked lime,{Ca(OH)2}. Fungsi/kegunaan pengapuran tanah
masam adalah untuk menaikan pH tanah, serta untuk menambah unsur-unsur Ca
dan Mg.

4) Pemupukan

Tebarkan pupuk kandang di atas permukaan tanah, kemudian campurkan secara


merata dengan lapisan tanah atas. Pupuk kandang dimasukkan pada tiap lubang
tanam sebanyak 1-3 kg. Dosis pupuk kandang berkisar antara 10-30 ton/hektar.
Lubang tanam dibuat ukuran 40 x 40 x 40 cm dengan jarak antar lubang 100-150
cm. Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau/1-2 bulan
sebelum musim hujan.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Sebulan sebelum tanam, bibit melati diadaptasikan dulu disekitar kebun. Lahan
kebun yang siap ditanami diberi pupuk dasar terdiri atas 3 gram TSP ditambah 2
gram KCI per tanaman. Bila tiap hektar lahan terdapat sekitar 60.000 lubang
tanam (jarak tanam 1,0 m x 1,5 m), kebutuhan pupuk dasar terdiri atas 180 kg
TSP dan 120 kg KCI. Bersama pemberian pupuk dasar dapat ditambahkan
“pembenah dan pemantap tanah “ misalnya Agrovit, stratos/asam humus Gro-
Mate .

2) Pembuatan Lubang Tanam

Bibit melati dalam polybag disiram medium tumbuh dan akar-akarnya. Tiap lubang
tanam ditanami satu bibit melati. Tanah dekat pangkal batang bibit melati
dipadatkan pelan-pelan agar akar-akarnya kontak langsung dengan air tanah.

3) Cara Penanaman

Jarak tanam dapat bervariasi, tergantung pada bentuk kultur budidaya, kesuburan
tanah dan jenis melati yang ditanam, bentuk kultur perkebunan jarak tanam
umumnya adalah 1 x 1,5 m, sedang variasi lainnya adalah 40 x 40 cm, 40 x 25
cm dan 100 x 40 cm.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman.

Cara penyulaman adalah dengan mengganti tanaman yang mati/tumbuhan


abnormal dengan bibit yang baru. Teknik penyulaman prinsipnya sama dengan
tata laksana penanaman, hanya saja dilakukan pada lokasi/blok/lubang tanam
yang bibitnya perlu diganti. Periode penyulaman sebaiknya tidak lebih dari satu
bulan setelah tanam. Penyulaman seawal mungkin bertujuan agar tidak
menyulitkan pemeliharaan tanam berikutnya dan pertumbuhan tanam menjadi
seragam. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari, saat sinar
matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas.

2) Penyiangan

Pada umur satu bulan setelah tanam, kebun melati sering ditumbuhi rumput-
rumput liar (gulma). Rumput liar ini menjadi pesaing tanaman melati dalam
pemenuhan kebutuhan sinar matahari, air dan unsur hara.

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pemupukan

Pemupukan tanaman melati dilakukan tiap tiga bulan sekali. Jenis dan dosis
pupuk yang digunakan terdiri atas Urea 300-700 kg, STP 300-500 kg dan KCI
100-300 kg/ha/tahun.

Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara disebar merata dalam parit di
antara barisan tanaman/sekeliling tajuk tanaman sedalam 10-15 cm, kemudian
ditutup dengan tanah. Pemupukan dapat pula dengan cara memasukan pupuk ke
dalam lubang tugal di sekeliling tajuk tanaman melati. Waktu pemupukan adalah
sebelum melakukan pemangkasan, saat berbunga, sesuai panen bunga dan pada
saat pertumbuhan kurang prima.

Pemberian pupuk dapat meningkatkan produksi melati, terutama jenis pupuk yang
kaya unsur fosfor (P), seperti Gandasil B (6-20-30)/Hyponex biru (10-40-15) dan
waktu penyemprotan pupuk daun dilakukan pada pagi hari (Pukul 09.00) atau sore
hari (pukul 15.30-16.30) atau ketika matahari tidak terik menyengat.

4) Pengairan dan Penyiraman

Pada fase awal pertumbuhan, tanaman melati membutuhkan ketersediaan air


yang memadai. Pengairan perlu secara kontinyu tiap hari sampai tanaman
berumur kurang lebih 1 bulan. Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari yakni pada pagi
dan sore hari. Cara pengairan adalah dengan disiram iar bersih tiap tanam hingga
tanah di sekitar perakaran cukup basah.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Zat perangsang/zat pengatur Tumbuh (ZPT) dapat digunakan untuk


mempertahankan dan meningkatkan produksi bunga, zat perangsang bunga yang
berpengaruh baik terhadap pembungaan melati adalah Cycocel (Chloromiguat)
dan Etherel. Tanaman melati yang di semprot dengan Cycocel berkonsentrasi
5.000 ppm memberikan hasil bunga yang paling tinggi, yakni 1,45 kg/ tanaman.

Cara pemberiannya: zat perangsang bunga disemprotkan pada seluruh bagian


tanaman, terutama bagian ujung dan tunas-tunas pembungaan. Konsentrasi yang
dianjurkan 3.000 ppm–5.000 ppm untuk Cycocel atau 500-1.500 ppm bila
digunakan Ethrel.

6) Lain-lain

Tanaman melati umumnya tumbuh menjalar, kecuali pada beberapa jenis melati,
seperti varietas Grand Duke of tuscany yang tipe pertumbuhannya tegak. Tinggi
pemangkasan amat tergantung pada jenis melati, jenis melati putih (J.sambac)
dapat di pangkas pada ketinggian 75 cm dari permukaan tanah, sedangkan jenis

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

melati Spnish Jasmine (J. officinale var. grandiflorum) setinggi 90 cm dari


permukaan tanah.

7. HAMA DAN PENYAKIT


Tanaman melati tidak luput dari gangguan hama dan penyakit, prinsip pokok dan
prioritas teknologi pengendalian hama/penyakit .
a. Pengendalian hayati dilakukan secara maksimal dengan memanfaatkan musuh-
musuh alami hama (parasitoid, perdator, patogen) dengan cara:
- memasukan, memelihara, memperbanyak, melepaskan musuh alami
- mengurangi penggunaan pestisida organik sintetik yang berspektrum
lebar/menggunakan pestisida selektif.
b. Ekosistem pertanian dikelola dengan cara:
- penggunaan bibit sehat
- sanitasi kebun
- pemupukan berimbang
- pergiliran tanaman yang baik
- penggunaan tanaman perangkap,
c. Pestisida digunakan secara selektif berdasarkan hasil pemantauan dan analisis
ekosistem.

7.1. Hama

1) Ulat palpita (Palpita unionalis Hubn)


Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae, Stadium hama yang
merusak tanaman melati adalah larva (ulat). Pengendalian: dilakukan dengan
cara memotong bagian tanaman yang terserang berat dan menyemprotkan
insektisida yang mangkus dan sangkil, misalnya Decis 2,5 EC, Perfekthion 400
E/Curacron 500 EC .

2) Penggerek bunga (Hendecasis duplifascials)


Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Gejala: menyerang
tanaman melati dengan cara menggerek/melubangi bunga sehingga gagal mekar.
Kuntum bunga yang terserang menjadi rusak dan kadang-kadang terjadi infeksi
sekunder oleh cendawan hingga menyebabkan bunga busuk. Pengendalian:
disemprot dengan insektisida yang mangkus, misalnya Decis 2,5 EC, Cascade 50
EC/Lannate L .

3) Thips (Thrips sp)


Thrips termasuk ordo Thysanoptera dan famili Thripidae. Hama ini bersifat
pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Gejala: menyerang dengan cara
mengisap cairan permukaan daun, terutama daun-daun muda (pucuk).
Pengendalian: dilakukan dengan cara mengurangi ragam jenis tanaman inang di

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

sekitar kebun melati dan menyemprotkan insektisida yang mangkus : Mesurol 50


WP, Pegasus 500 SC/Dicarzol 25 SP .

4) Sisik peudococcus (Psuedococcus longispinus)


Hama ini termasuk ordo Pseudococcidae dan famili Homoptera yang hidup secara
berkelompok pada tangkai tunas dan permukaan daun bagian bawah hingga
menyerupai sisik berwarna abu-abu atau kekuning-kuningan. Gejala: menyerang
tanaman dengan cara mengisap cairan sel tanaman dan mengeluarkan cairan
madu. Pengendalian: dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang
mangkus, misalnya Bassa 500 EC/Nogos 50 EC.

5) Ulat nausinoe (Nausinoe geometralis)


Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Ciri: ngengat berwarna
coklat dengan panjang badan rata-rata 12 mm dan panjang rentang sayap kurang
lebih 24 mm berwarna coklat dan berbintik-bintik transparan. Gejala: menyerang
daun tanaman melati identik (sama) dengan serangan ulat P. unionalis.

6) Hama Lain.
Hama lain yang sering ditemukan adalah kutu putih (Dialeurodes citri) dan kutu
tempurung (scale insects). Bergerombol menempel pada cabang, ranting dan
pucuk tanaman melati, menyerang dengan cara mengisap cairan sel, sehingga
proses fotosintesis (metabolisme). Pengendalian dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida yang mangkus, seperti Perfekthion 400 EC/Decis 2,5
EC.

7.2. Penyakit

1) Hawar daun
Penyebab: cendawan (jamur) Rhizcotonia solani Kuhn. Gejala: menyerang daun
yang letaknya dekat permukaan tanah.

2) Hawar benang (Thread Blight)


Penyebab: jamur Marasmiellus scandens (Mass). Gejala: menyerang bagian
cabang tanaman melati.

3) Hawar bunga (Flower Blight)


Penyebab: cendawan (jamur) Curvularia sp. Fusarium sp dan Phoma sp,. Gejala:
bunga busuk, berwarna coklat muda dan kadang-kadang bunga berguguran.

4) Jamur upas
Penyebab: jamur Capnodium salmonicolor. Penyakit ini menyerang batang dan
cabang tanaman melati yang berkayu. Gejala: terjadi pembusukan yang tertutup
oleh lapisan jamur berwarna merah jambu pada bagian tanaman terinfeksi
apnodium sp. dan Meliola jasmini Hansf. et Stev. Gejala serangan capnodium
adalah permukaan atas daun tertutup oleh kapang jelaga berwarna hitam merata.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Bercak daun
Penyebab: jamur Pestaloita sp. Gejala: bercak-bercak berwarna coklat sampai
kehitam-hitaman pada daun.

6) Karat daun (Rust)


Penyebab: ganggang hijau parasit (Cephaleuros virescens Kunze). Gejala: pada
permukaan daun yang terserang tampak bercak-bercak kemerah-merahaan dan
berbulu. Penyakit ini umumnya menyerang daun-daun yang tua.

7) Antraknosa
Penyebab: jamur Colletotrichum gloesporoides. Gejala : terbentuk bintik-bintik
kecil berwarna kehitam-hitaman. Bintik-bintik tersebut membesar dan memanjang
berwarna merah jambu, terutama pada bagian daun. Serangan berat dapat
menyebabkan mati ujung (die back).

8) Penyakit lain
Busuk bunga oleh bakteri Erwinia tumafucuens. Bintil akar oleh nematoda
Meloidogyne incognito, penyebab abnormilitas perakaran tanaman. Virus kerdil
penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman melati, belang-belang daun dan
kadang-kadang seluruh ranting dan pucuk menjadi kaku.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Ciri-ciri bunga melati yang sudah saatnya dipanen adalah ukuran kuntum bunga
sudah besar (maksimal) dan masih kuncup/setengah mekar. Produksi bunga melati
di Indoensia masih rendah yakni berkisar antara 20-25 kg/hektar/hari.

Tanaman melati mulai berbunga pada umur 7-12 bulan setelah tanam. Panen bunga
melati dapat dilakukan sepanjang tahun secara berkali-kali sampai umur tanaman
antara 5-10 tahun. Setiap tahun berbunga tanaman melati umumnya berlangsung
selama 12 minggu (3 bulan).

8.2. Cara Panen

Pemetikan bunga melati sebaiknya dilakukan pada pagi sore, yakni saat sinar
matahari tidak terlalu terik/suhu udara tidak terlalu panas.

8.3. Periode Panen

Hasil panen bunga melati terbanyak berkisar antara 1-2 minggu. Selanjutnya,
produksi bunga akan menurun dan 2 bulan kemudian meningkat lagi

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.4. Prakiraan Produksi

Produksi bunga melati paling tinggi biasanya pada musim hujan, di Jawa Tengah,
panen bunga melati pada musim kemarau menghasilkan 5–10 kg/hektar, sedangkan
panen pada musim hujan mencapai 300-1.000kg/ha. Data produksi bunga melati di
Indonesia berkisar 1,5–2 ton/ha/th pada musim hujan dan 0,7-1 ton/ha/th pada
musim kemarau.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Di tempat terbuka bunga melati akan cepat layu untuk


mempertahankan/memperpanjang kesegaran bunga tersebut dihamparkan dalam
tampah beralas lembar plastik kemudian disimpan di ruangan bersuhu udara dingin
antara 0-5 derajat C.

9.2. Lain-lain

Salah satu produk pengolahan pascapanen bunga melati adalah Jasmine Oil.
a) Minyak melati istimewa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan
pelarut ether minyak bumi, sebagai bahan baku minyak wangi mutu tinggi.
b) Minyak melati biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati dengan
pelarut benzole, sebagai bahan baku minyak wangi mutu sedang.
c) Minyak pomade istimewa, yakni minyak yang diperoleh dengan teknik enfleurage
bunga melati, sebagai bahan baku minyak rambut.
d) Minyak pomade biasa, yakni minyak yang diekstraksi dari bunga melati bekas
enfleurage, sebagai pewangi teknis.

Teknik enfleurage disebut teknik olesan. Prinsip kerja ekstraksi bunga melati dengan
teknik olesan adalah sebagai berikut:
a) Oleskan lemak muri pada permukaan kaca tipis.
b) Letakan bunga melati yang masih segar (baru petik) diatas permukaan kaca .
c) Simpan kaca tipis bersama bunga melati dalam rak-rak penyimpanan yang terbuat
dari plastik, kayu/logam tahan karat.
d) Biarkan bunga melati selama 3-4 hari sampai bunga tersebut layu.
e) Bunga melati yang telah layu segera dibuang untuk diganti dengan bunga-bunga
baru/masih segar.
f) Lakukan cara tadi secara berulang-ulang selama 2-3 bulan hingga lemak dipenuhi
minyak wangi bunga melati.

Teknik ekstraksi minyak melati dapat dilakukan dengan teknik tabung hampa.

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

a) Masukan bunga melati segar ke dalam tabung, kemudian alirkan bahan pelarut
(alkohol, ether, chlorofrom, ecetone, lemak murni, ether minyak bumi) secara
berkesinambungan.
b) Salurkan cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur-unsur bunga
melati ke tabung hampa udara yang dipanaskan sekedarnya untuk menguapkan
bahan pelarut. Uap pelarut diallirkan kembali ke kondensor agar menjadi cairan.
c) Tambahkan ethanol ke dalam unsur bunga melati. Unsur bunga melati biasanya
berupa lilin padat (concrete) yang masih mengandung zat pewarna, damar dan
unsur lain yang tidak menguap.
d) Campurkan minyak tadi dengan alkohol kemudian saring kembali untuk
menghilangkan kandungan damar.
e) Lakukan penyulingan absolut dengan menggunakan sthlene glycol penyinaran
dengan sinar ultra violet untuk menghilangkan zat pewarna.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisa budidaya tanaman melati seluas 0,5 ha yang dilakukan pada tahun
1999 di daerah Bogor.

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 0,5 ha Rp. 750.000,-
2. Bibit Rp. 190.000,-
3. Pupuk Rp. 325.000,-
4. Pestisida Rp. 50. 000,-
5. Tenaga kerja Rp. 6.425.000,-
6. Alat (penyusunan alat-alat) Rp. 50.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 7.790.000,-

2) Pendapatan 15.555 kg @ Rp. 850,- Rp.12.750.000,-

3) Keuntungan bersih Rp. 4.960.000,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. O/I Ratio = 1,637
2. ROI = 0,698
3. BEP Rp. 1.696.352,84,-

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Pengembangan usaha tani melati skala komersial mempunyai prospek cerah


danpeluang pasarnya bagus. Tiap hari untuk keperluan tabur bunga dibutuhkan 600

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kilogram bunga melati. Pasar potensial bunga melati adalah Jepang, Korea,
Thailand, Taiwan dan Hongkong. Nilai ekonomi bunga melati semakin dibutuhkan
dalam kehidupan maju (modern) untuk bahan baku industri minyak wangi, kosmetik,
pewangi, penyedap the, cat, tinta, pestisida, pewangi sabun dan industri tekstil.

Meski peluang pasar bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, produksi
bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati
pasar dunia. Penomena ini menunjukan peluang yang perlu dimanfaatkan dengan
baik di Indonesia karena potensi sumber daya lahan amat luas dan agroekologinya
cocok untuk tani melati.

Hasil studi agribisnis melati yang dilakukan oleh pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura di daerah setrum produksi Tegal (Jawa Tengah)
menunjukan bahwa usaha tani melati menguntungkan dan layak dikembangkan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar melati meliputi ruang lingkup, deskripsi, klasifikasi, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat


ditentukan oleh negara pengimpor.

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot bunga melati segar terdiri atas maksimum 1.000 kemasan. Contoh
diambil secara acak dari jumlah kemasan.
a) Jumlah kemasan dalam partai 1 – 5, contoh yang diambil semua.
b) Jumlah kemasan dalam partai 6 – 100, contoh yang diambil sekurang-kurangnya
5.
c) Jumlah kemasan dalam partai 101 – 300, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 7.
d) Jumlah kemasan dalam partai 301 – 500, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 9.
e) Jumlah kemasan dalam partai 501 – 1000, contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 10.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

Bunga melati segar dikemas dengan kotak karton yang baru dan kokoh, baik, bersih
dan kering serta berventilasi. Jumlah tangkai sebanyak 15-20 tangkai diikat dan
dibungkus. Kemudian dimasukkan ke dalam kemasan karton. Kemasan lain dengan
bobot dan jumlah tangkai tertentu dapat digunakan atasdasar kesepakatan antara
pihak penjual dan pihak pembeli. Ujung tangkai bunga dimasukkan ke dalam
kantong plastik berisi kapas basah mengandung bahan pengawet.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rukmana H. Rahmat (1997). Usaha Tani Melati, Yogyakarta, Kanisus

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

MELON
( Cucumis melo L.)

1. SEJARAH SINGKAT
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk famili Cucurbitaceae,
banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas Persia atau
daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa
dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah dan ke Eropa.
Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan akhirnya ditanam
luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon tersebar keseluruh penjuru
dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia.

2. JENIS TANAMAN
Jenis-jenis melon yang terkenal adalah: melon Christianism (1850); melon Sill Hybrid
(1870); melon Surprise (1876); melon Ivondequoit, Miller Cream, Netted Gem,
Hacken Sack dan Osage (1881–1890); melon Honey Rock dan Improved Perfecto
(1933); melon Imperial (1935); melon Queen of Colorado dan Honey Gold (1939).
Untuk memudahkan sistem penanaman dan pengelompokan melon, para ahli
mengklasifikasikan melon dalam dua tipe, yaitu:

Hal. 1/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Tipe Netted-Melon
a. Ciri-ciri: kulit buah keras, kasar, berurat dan bergambar seperti jala (net); aroma
relatif lebih harum dibanding dengan winter–melon; lebih cepat masak antara
75–90 hari; awet dan tahan lama untuk disimpan.
b. Varietas: (1) Cucumis melo var. reticulatus, buah kecil, berurat seperti jala dan
harum; (2) Cucumis melo var. cantelupensis, buah besar, kulit bersisik dan
harum.

2) Tipe Winter-Melon
a. Ciri-ciri: kulit buah halus, mengkilat dan aroma buah tidak harum; buah lambat
untuk masak antara 90–120 hari; mudah rusak dan tidak tahan lama untuk
disimpan; tipe melon ini sering digunakan sebagai tanaman hias.
b. Varietas: (1) Cucumis melo var. inodorous, kulit buah halus, buah memanjang
dengan diameter 2,5–7,5 cm; (2) Cucumis melo var. flexuosus, permukaan
buah halus, buah memanjang antar 35–70 cm; (3) Cucumis melo var. dudain,
ukuran kecil-kecil, sering untuk tanaman hias; (4) Cucumis melo var. chito,
ukuran buah sebesar jeruk lemon, sering digunakan sebagai tanaman hias.

3. MANFAAT TANAMAN
Buah melon dimanfaatkan sebaga makanan buah segar dengan kandungan vitamin
C yang cukup tinggi.

4. SENTRA PENANAMAN
Sebelum tahun 1980, buah melon hadir di Indonesia sebagai buah impor. Kemudian
banyak perusahaan agribisnis yang mencoba menanam melon untuk dibudidayakan
daerah Cisarua (Bogor) dan Kalianda (Lampung) dengan varietas melon dari
Amerika, Taiwan, Jepang, Cina, Perancis, Denmark, Belanda dan Jerman.

Kemudian melon berkembang di daerah Ngawi, Madiun, Ponorogo sampai wilayah


eks-keresidenan Surakarta (Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar dan Klaten).
Daerah-daerah tersebut merupakan pemasok buah melon terbesar dibandingkan
dengan daerah asal melon pertama.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon, dapat
mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman.
2) Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk
dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi

Hal. 2/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

patogen. Saat tanaman melon menjelang panen, akan mengurangi kadar gula
dalam buah.
3) Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama
pertumbuhannya.
4) Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk pertumbuhannya.
Suhu pertumbuhan untuk tanam melon antara 25–30 derajat C. Tanaman melon
tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18 derajat C.
5) Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman
melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat berpasir yang
banyak mengandung bahan organik untuk memudahkan akar tanaman melon
berkembang. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah.
2) Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8–7,2.
3) Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak. Tetapi,
sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujan.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik pada ketinggian 300–900 meter
dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan
optimal.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal dari bibit tanaman
yang sehat, kuat dan terawat baik pada awalnya. Benih direndam kedalam larutan
Furadam dan Atonik selama 2 (dua) jam. Benih yang baik berada di dasar air, dan
benih yang kurang baik akan mengapung di atas permukaan air. Oleh sebab itu
pembibitan merupakan kunci keberhasilan suatu agribisnis melon.

2) Penyiapan Benih

a) Pengadaan benih secara generatif


Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase ini tanaman
memerlukan banyak unsur fosfor untuk memperkuat akar dan membentuk biji
pada buah. Pada fase ini apabila tanaman dalam kondisi sehat maka jaring-
jaring pada buah diharapkan muncul secara merata. Untuk mendukung
pertumbuhan generatif, tanaman disemprot dengan pupuk daun Complesal

Hal. 3/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

super tonic (merah) dengan konsentrasi 2 gram/liter seminggu sekali. Untuk


mencegah kekurangan unsur kalsium dan boron maka tanaman disemprot
dengan pupuk daun Ferti-cal dengan konsentrasi 2 ml/liter atau CaB dengan
konsentrasi 2 ml/liter.

b) Pengadaan benih secara vegetatif (Kultur Jaringan)


Dengan metoda kultur jaringan, pemilihan media tanam dan sumber eksplan
yang digunakan haruslah tepat agar memberikan hasil yang maksimal. Media
dasar yang dipakai tersusun dari garam-garam berdasarkan susunan
Murashige & Skoog (1962) dengan penambahan thiamin 0,04 mg/liter, myo-
inositol 100 mg/liter, surkosa 30 gram/liter berbagai kombinasi hormon tanaman
yang ditambahkan sesuai dengan perlakuan. Media dibuat dalam bentuk padat
dengan penambahan agar bacto 8 gram/liter, pH media dibuat 5,7 dengan
penambahan NaOH atau HCl 0,1 N. sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf
bertekanan 17,5 psi, suhu 120 derajat C selama 30 menit.Tanaman yang
didapat dari kultur jaringan membentuk bunga jantan dan bunga betina separti
halnya tanaman yang didapat dari biji.

c) Sumber benih
Untuk menanam melon kita harus mengetahui sumber benihnya terlebih
dahulu. Sebaiknya selalu menggunakan benih asli (F1 hibrid).

d) Cara penyimpanan benih


Benih harus disimpan ditempat yang kering dan tempat untuk menyimpan benih
dapat dibuatkan rumah pembibitan yang sederhana karena mengingat umur
benih hanya selama 10–14 hari, karena untuk melindungi benih tanaman yang
masih muda dari terik sinar matahari, air hujan, dan serangan hama maupun
penyakit. Alas rumah pembibitan, tempat polibag diletakkan dilapisi kertas
koran agar perakaran bibit tidak menembus ke dalam tanah.

e) Kebutuhan benih
Benih yang dibutuhkan sesuai dengan luas tanam ditambah 10% untuk
cadangan penyulaman.

f) Perlakuan benih
Benih melon memerlukan perlakuan yang lebih sederhana dibandingkan
dengan benih semangka non-biji. Hal ini karena kulit melon cukup tipis
sehingga tidak memerlukan perlakuan ekstra. Perlakuan untuk benih melon
adalah pencucian, perendaman, serta pemeraman benih.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Cara dan Waktu Penyemaian


Benih melon yang akan disemaikan, direndam terlebih dahulu di dalam air
selama 2–4 jam. Kemudian benih disemaikan pada kantong plastik, yang telah
diisi tanah dan pupuk kandang yang dicampur dengan perbandingan 5:1. Benih
disemaikan dalam posisi tegak dan ujung calon akarnya menghadap ke

Hal. 4/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bawah. Benih ditutup dengan campuran abu sekam dan tanah dengan
perbandingan 2:1 yang telah disiapkan, agar tanaman dapat tumbuh dengan
baik, tidak mudah rebah. Untuk merangsang perkecambahan benih dengan
menciptakan suasana hangat maka tutuplah permukaan persemaian dengan
karung goni basah. Apabila kecambah telah muncul kepermukaan media
semai (pada hari ke-3 atau ke-4) maka karung goni dapat dibuka.

b) Pembuatan Media Semai


Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntut media semai yang khusus
untuk pembibitannya. Medianya dapat dibuat dengan berbagai variasi,
contohnya dengan mencampurkan tanah, pasir dan pupuk kandang atau
kompos, asal perbandingannya sesuai misalnya 1:1:1. Untuk mendapatkan
hasil bibit melon yang kekar dan sehat maka komposisi media semai yang tepat
terdiri dari campuran tanah, pupuk kandang, pupuk SP-36 atau NPK ditambah
dengan insektisida karbofuran.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Setelah benih disemai di polybag akan tumbuh menjadi calon bibit, dan harus
mendapatkan pemeliharaan yang baik agar menjadi bibit melon yang sehat dan
kekar.

a) Cara dan Waktu Penyiraman


Bibit dipersemaian di siram setiap pagi hari. Mulai dari kecambah belum muncul
sampai bibit muncul kepermukaan tanah. Untuk penyiraman digunakan tangki
semprot. Saat menyemprot untuk penyiraman jangan terlalu kuat karena akan
mengikis tanah media dan melemparkan benih atau kecambah keluar dari
polibag. Apabila daun sejati keluar, penyiraman bibit baru dapat dilakukan
embrat atau gembor. Saat cuaca panas, tanah pada polybag kering dan
penyiraman perlu diulangi pada sore hari, jangan menyiram bibit tanaman pada
siang hari karena akan menyebabkan air dan zat-zat makanan tidak dapat
terserap akibatnya bibit menjadi kurus, kering dan layu.

b) Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan bibit-bibit yang sehat
dan kekar untuk ditanam. Penjarangan ini mulai dilakukan 3 hari sebelum
penanaman bibit ke lapangan. Bibit yang mempunyai pertumbuhan seragam
dikumpulkan menjadi satu. Bibit-bibit yang pertumbuhannya merana
disingkirkan dan tidak ditanam.

c) Pemupukan
Untuk pertumbuhan vegetatif bibit dapat dipacu dengan penyemprotan pupuk
daun yang mengandung unsur nitrogen tinggi. Pupuk daun cukup dilakukan
satu kali, yaitu pada saat umur bibit 7–9 HSS dengan konsentrasi 1,0–1,5
gram/liter. Pupuk akar berupa pupuk kimia maupun pupuk organik tidak perlu
ditambahkan selama pembibitan karena pupuk akar yang diberikan pada media
semai telah mencukupi.

Hal. 5/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Pemberian Pestisida Pada Masa Pembibitan


Pada masa pembibitan penyemprotan pestisida dilakukan apabila dianggap
perlu. Konsentrasi penuh akan menyebabkan daun-daun bibit melon ini
terbakar (plasmolisis). Penyomprotan ini dilakukan terutama pada saat 2-3 hari
sebelum bibit ditanam dilapangan. Contoh pestisida yang digunakan adalah
Insektisida Dicarzol 0,5 g/liter dan fungisida Previcur N 1,0 ml/liter.

5) Pemindahan Bibit

Bibit melon dipindahkan ke lapangan apabila sudah berdaun 4–5 helai atau
tanaman melon telah berusia 10–12 hari. Cara pemindahan tidak berbeda dengan
cara pemindahan tanaman lainnya, yaitu kantong plastik polibag dibuang secara
hati-hati lalu bibit berikut tanahnya ditanam pada bedengan yang sudah dilubangi
sebelumnya, bedenganpun jangan sampai kekurangan air.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

a) Pengukuran pH Tanah
Pengukuran pH tanah dengan menggunakan alat pH meter. Tanah yang akan
di ukur dibasahi terlebih dahulu. Pengambilan sampel dilakukan di 10 titik yang
berbeda, kemudian dihitung pH rata-rata.

b) Analisis Tanah
Berdasarkan fakta di lapangan tanaman melon dapat ditanam pada berbagai
jenis tanah terutama tanah andosol, latosol, regosol, dan grumosol, asalkan
kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan
pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan.

c) Penetapan Waktu/Jadwal Tanam


Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen suatu
varietas melon yang ditanam dan waktu panen varietas melon lainnya. Misalnya
waktu tanam melon pada bulan Maret adalah varietas ten me, April varietas
aroma, Mei varietas new century (hamiqua) dan seterusnya sehingga
petani/pengusaha agribisnis perlu menjadwal waktu tanaman varietas melon
yang dikehendaki pelanggan.

d) Penetapan Luas Areal Penanaman


Penetapan luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal, luas lahan
yang tersedia, musim dan permintaan pasar. Tanaman melon yang diusahakan
di lahan terbuka di musim hujan akan rusak terserang penyakit karena terguyur
hujan terus-menerus. Maka penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan
dengan sistem hidroponik.

Hal. 6/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Pengaturan Volume Produksi


Pengaturan volume produksi berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat
panen dan permintaan pasar. Cara penanaman melon dilakukan secara
bertahap. Misalnya penanaman pertama 20% di lokasi A, kedua 40% di lokasi
B, dan ketiga 40% di lokasi C. Interval penanaman berkisar 2 minggu.
Pengaturan ini lazim dilakukan pada agribisnis melon dengan sistem
hidroponik. Untuk menjaga kontinuitas produksi, biasanya interval tanamnya
berselang 1-2 minggu.

2) Pembukaan Lahan

a) Pembajakan
Untuk penanaman melon di dataran menengah-tinggi, struktur tanah biasanya
sudah sangat remah sehingga tidak memerlukan pembajakan. Lahan yang
dibajak harus digenangi air lebih dahulu selama semalam, kemudian keesokan
harinya dilakukan pembajakan ini cukup untuk membalik tanah sehingga cukup
dilakukan sekali dengan kedalaman balikan sekitar 30 cm.

b) Penggarukan dan Pencangkulan Lahan Serta Waktu Lahan Siap Tanam


Untuk pencangkulan dan penggarukan, keadaan tanahnya harus cukup kering.
Karena kita bisa mudah membentuk tanah yang semula berbongkah-bongkah
dan cukup liat, tanah yang beremah-remah dan cukup sarang (mudah diserap
air). Dengan tanah tersebut akan menguntungkan tanaman. Selain
perakarannya mudah menembus tanah, juga akan mudah bernapas.
Cara-cara pencangkulan adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula lakukan pembalikan tanah (tanahnya masih berbongkah-bongkah.
2. Tanah dari hasil pencangkulan pertama dihaluskan atau dihancurkan,
dengan kedalaman ± 30–50 cm. (untuk dua kali cangkulan)
3. Pencangkulan dilakukan kalau keadaan tanahnya betul-betul sudah
dikategorikan ke dalam tanah berat. Jika tidak, sekali cangkul tanah sudah
cukup beremah dan kita dapat mengerjakan pekerjaan yang lain.

3) Pembentukan Bedengan

a) Cara Pembuatan
Selama 5–7 hari lahan dibiarkan kering setelah dibajak (atau dibalik). Proses ini
akan membuat tanah menjadi lengket dan berbongkah sehabis dibajak menjadi
agak hancur karena mengalami proses pengeringan matahari dan
penganginan. Selama proses tersebut beberapa senyawa kimia yang beracun
dan merugikan tanaman dan akan hilang perlahan-lahan. Setelah kering,
bongkahan tanah dibuat petakan dengan tali rafia untuk membentuk bedengan
dengan ukuran panjang bedengan maksimum 12–15 m; tinggi bedengan 30–50
cm; lebar bedengan 100–110 cm; dan lebar parit 55–65 cm.

b) Bentuk Bedengan
Bedengan dibentuk dengan cara mencangkuli bongkahan tanah menjandi
struktur tanah yang remah/gembur. Bila telah bentuk bedengan terlihat, baik itu

Hal. 7/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bedengan kasar/setengah jadi bedengan tersebut dikeringanginkan lagi selama


seminggu agar terjadi proses oksidasi/penguapan dari unsur-unsur beracun
ada hingga menghilang tuntas.

c. Ukuran dan Jarak Bedengan


Dengan panjang maksimum 15 m tersebut akan memudahkan perawatan
tanaman dan mempercepat pembuangan air, terutama di musim hujan. Tinggi
bedengan dibuat sesuai dengan musim dan kondisi tanah. Pada musim hujan
tinggi bedengan 50 cm agar perakaran tanaman tidak terendam air jika hujan
deras. Dan pada musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm, karena untuk
memudahkan perawatan pada saat bedengan digenangi. Parit dibuat dengan
lebar 55–65 cm adalah untuk memudahkan perawatan pada saat
penyemprotan, pemasangan ajir, maupun penalian.

4) Pengapuran

Dengan pengapuran akan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan untuk
dinding sel tanaman. Pengapuran dapat menggunakan dolomit/calmag (CaCO3
MgCO3) kalsit/kaptan (CaCO3). Setelah diperoleh pH rata-rata, penentuan
kebutuhan dapat dilakukan dengan menggunakan data berikut ini :
a) < 4,0 (paling asam): jumlah kapur >10,24 ton/ha
b) 4,2 (sangat asam): jumlah kapur 9,28 ton/ha
c) 4,6 (asam): jumlah kapur 7,39 ton/ha
d) 5,4 (asam): jumlah kapur 3,60 ton/ha
e) 5,6 (agak asam): jumlah kapur 2,65 ton/ha
f) 6,1 – 6,4 (agak asam): jumlah kapur <0,75 ton/ha

5) Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP)

Mulsa PHP yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan berwarna perak di bagian
atas dan warna hitam dibagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak
pada mulsa akan memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis
menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi
serangan penyakit, dan mengusir serangga-serangga penggangu tanaman seperti
Thirps dan Aphids. Sedangkan warna hitam pada mulsa akan menyerap panas
sehingga suhu di perakaran tanaman menhadi hangat. Akibatnya, perkembangan
akar akan optimal. Selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari
menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan tumbuh
(kecuali teki dan anak pisang).

Pemasangan mulsa PHP sebaiknya dilakukan pada saat panas matahari terik
agar mulsa dapat memuai sehingga menutup bedengan dengan tepat. Teknis
pemasangannya cukup oleh 2 orang untuk satu bedengan. Caranya tariklah
kedua ujung mulsa pada bedengan, kaitkan salah satu ujungnya pada bedengan
menggunakan pasak penjepit mulsa kemudian ujung yang satunya. Setelah kedua
ujung mulsa PHP terkait erat pada bedengan, dengan cara bersamaan tariklah
mulsa pada kedua sisi bedengan setiap meternya secara bersamaan. Kaitkan

Hal. 8/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kedua sisi mulsa dan bedengan dengan pasak penjepit tadi sehingga seluruh sisi
mulsa terkait rapat pada bedengan. Setelah selesai pemasangan, bedengan-
bedengan dibiarkan tertutup mulsa PHP selama 3–5 hari sebelum dibuat lubang
tanam. Tujuan agar pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk
tersedia sehingga dapat diserap tanaman.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Tanaman melon merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam dengan pola
monokultur.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan pelat pemanas atau


memanfaatkan bekas kaleng susu kental. Plat pemanas yang berupa potongan
besi dengan diameter 10 cm, dibuat sedemikian rupa hingga panas yang
ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa PHP dengan cepat.
Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan membentuk segi
empat ati dia baros berhadap-hadapan membentuk segi tiga.

3) Cara Penanaman

Bibit yang telah di semai + 3 minggu dipindahkan kedalam besar beserta


medianya. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak saat menyobek polibag
kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan pada lubang yang
telah ditugal dan diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa mengakibatkan
kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dan penyulaman dilakukan bila dalam waktu 2 (dua) minggu setelah
tanam bibit tidak menunjukkan pertumbuhan normal. Tanaman dicabut beserta
akarnya kemudian diganti dengan bibit/tanaman baru. Hal ini sebaiknya dilakukan
pada sore hari agar tanaman muda ini dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan
barunya. Penyulaman dan penjarangan biasanya dilakukan selama 3 – 5 hari,
karena kemungkinan dalam seminggu pertama masih ada tanaman lainnya yang
perlu disulam. Saat setelah selesai penjarangan dan penyulaman tanaman baru
harus disiram air.

2) Penyiangan

Pada budidaya melon sistem mulsa PHP penyiangannya dilakukan pada lubang
tanam dan parit di antara dua bedengan. Gulma yang tidak dibersihkan

Hal. 9/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

menyebabkan lingkungan pertanaman lembab sehingga merangsang penyakit.


Gulma juga dapat sebagai inang hama dan nematoda yang merugikan.

3) Pembubunan

Untuk pembubunan pertama-tama kita lakukan adalah pemupukan awal dan


mensterilkan lahan di situ. Tujuannya adalah setelah tanah diolah dan dipupuk,
tanah akan menjadi subur dan akan terbebas dari hama dan penyakit. Saat
melakukan pemupukan, tanah yang sebelumnya sudah diolah, telah dikelentang
selama 2 minggu. Dengan begitu, diharapkan tanah yang cukup lama terkena terik
matahari tersebut, cukup sehat untuk ditanami.

4) Perempalan

Perempelan dilakukan terhadap tunas/cabang air yang bukan merupakan cabang


utama.

5) Pemupukan

Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 20 hari setelah ditanam, tanaman


berusia 40 hari (ketika akan melakukan penjarangan buah) dan pada saat
tanaman berusia 60 hari (saat menginjak proses pematangan). Caranya sebarkan
secara merata di atas tanah bedengan pada pinggiran kiri dan kanannya (10–15
cm). Kemudian tanah dibalik dengan hati-hati supaya tidak merusak perakaran
tanaman, dan agar pupuk tersebut bisa aman terpendam dalam tanah. Untuk
memudahkan dalam pemupukan, dibuat data mengenai rangkaian pemupukan
sejak awal.
a) Pupuk kandang/kompos: pupuk dasar=10–20 ton/ha.
b) Urea: pupuk dasar=440 kg/ha; pupuk susulan I=330 kg/ha; pupuk susulan
II=220 kg/ha; pupuk susulan III=440 kg/ha.
c) TSP: pupuk dasar=1.200 kg/ha; pupuk susulan I=220 kg/ha; pupuk susulan
II=550 kg/ha.
d) KCl: pupuk dasar=330-440 kg/ha; pupuk susulan II=160 kg/ha.

Keterangan pupuk dasar: pemupukan pada pengolahan tanah (sebelum tanam);


pupuk susulan I : umur ± 20 hari; pupuk susulan II: umur + 40 hari; pupuk susulan
III: umur + 60 hari.

6) Pengairan dan Penyiraman

a) Pengairan
Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi
tanah harus lembab. Pengairan harus dilakukan jika hari tidak hujan. Pengairan
dilakukan pada sore atau malam hari.
b) Penyiraman
Tanaman di siram sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai tanaman akan
dipetik buahnya. Saat menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun

Hal. 10/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dan air dari tanah jangan terkena daun dan buahnya. Tujuannya adalah supaya
tanaman tidak dijangkiti penyakit yang berasal dari percikan tersebut, kalau
daun basah kuyup akan mengundang jamur sangat besar. Penyiraman
dilakukan pagi-pagi sekali atau malam hari. Oleh karena itu ada pengairan di
sekitar kebun besar sekali manfaatnya.

7) Waktu Penyemprotan Pestisida

a) Tindakan preventif, benih direndam dalam larutan bakterisida Agrimycin


(oxytetracycline dan streptomycin sulfate) atau Agrept (streptomycin sulfate)
dengan konsentrasi 1,2 gram/liter dan penyemprotan bakterisida pada umur 20
HST.
b) Penyemprotan fungisida Previcur N (propamocarb hydrochloride) dengan
konsentrasi 2–3 ml/liter apabila serangan telah melewati ambang ekonomi.
c) Fungisida Derasol 500 SC (carbendazim) dengan konsentrasi 1–2 ml/liter.
Pangkal batang yang terserang dioles dengan larutan fungisida Calixin 750 EC
(tridemorph) dengan konsentrasi 5 ml/liter.

8) Pemeliharaan Lain

a) Pemasangan Ajir
Ajir atau tongkat dari kayu atau bilahan bambu, untuk rambatan dapat di
pasang setelah selesai membuat pembubunan dan selesai mensterilkan kebun.
Atau dapat juga ajir dipasang sesudah bibit ditanam, dan bibit sudah
mengeluarkan sulur-sulurnya kira-kira tingginya adalah 50 cm. Ajir harus
terbuat dari bahan yang kuat sehingga mampu menahan beban buah dengan
bobot kira-kira 2–3 kg. Tempat ditancapkannya ajir dengan jarak kira-kira 25 cm
dari pinggir guludan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh lagi, kita
bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga
antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di
belakangnya.

b) Pemangkasan
Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk
memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat
rata-rata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari
tanaman tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering,
supaya bekas luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap
10 hari sekali, yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan
tanah dan sisakan dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh lalu
dipangkas dengan menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika
ketinggian tanamannya sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25.

Hal. 11/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu aphids (Aphis gossypii Glover )

Ciri: Hama ini mempunyai getah cairan yang mengandung madu dan di lihat dari
kejauhan mengkilap. Hama ini menyerang tanaman melon yang ada di lahan
penanaman. Aphids muda yang menyerang melon berwarna kuning, sedangkan
yang dewasa mempunyai sayap dan berwarna agak kehitaman. Gejala: daun
tanaman menggulung dan pucuk tanaman menjadi kering akibat cairan daun yang
dihisap hama. Pengendalian: (1) gulma harus selalu dibersihkan agar tidak
menjadi inang hama; (2) tanaman yang terserang parah harus disemprot secara
serempak dengan insektisida Perfekthion 400 EC (dimethoate) dengan
konsentrasi 1,0–2,0 ml/liter; (3) tanaman yang telah terjangkit virus harus dicabut
dan dibakar (dimusnahkan).

2) Thirps (Thirps parvispinus Karny)

Ciri: Hama ini menyerang saat fase pembibitan sampai tanaman dewasa. Nimfa
thirps berwarna kekuning-kuningan dan thirps dewasa berwarna coklat kehitaman.
Thirps berkembang biak sangat cepat secara partenogenesis (mampu melahirkan
keturunan meskipun tidak kawin). Serangan dilakukan di musim kemarau. Gejala:
daun-daun muda atau tunas-tunas baru menjadi keriting, dan bercaknya
kekuningan; tanaman keriting dan kerdil serta tidak dapat membentuk buah
secara normal. Kalau gejala ini timbul harus diwaspadai karena telah tertular virus
yang dibawa hama thirps. Pengendalian: menyemprot dengan racun kontak, 3–4
hari sekali.

7.2. Penyakit

1) Layu bakteri

Penyebab: bakteri Erwina tracheiphila E.F.Sm. Penyakit ini dapat disebarkan


dengan perantara kumbang daun oteng-oteng (Aulacophora femoralis
Motschulsky). Gejala: daun dan cabang layu dan terjadi pengkerutan pada daun,
warna daun menguning, mengering dan akhirnya mati; daun tanaman layu satu
per satu, meskipun warnanya tetap hijau, kemudian tanaman layu secara
keseluruhan. Apabila batang tanaman yang dipotong melintang akan
mengeluarkan lendir putih kental dan lengket bahkan dapat ditarik seperti benang.
Pengendalian: (1) sebelum ditanami, lahan disterilisasi dengan Basamid G
dengan dosis 40 g/m2; (2) benih di rendam dalam bakterisida Agrimyciin
(oxytetracycline dan streptomycin sulfate) atau Agrept (streptomycin sulfate)
dengan konsentrasi 1,2 gram/liter ; (3) penyemprotan bakterisida ini pada umur 20
HST.

Hal. 12/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyakit busuk pangkal batang (gummy stem bligt)

Penyebab: Cendawan Mycophaerekka melonis (Passerini) Chiu et Walker. Gejala:


pangkal batang yang terserang mula-mula seperti tercelup minyak kemudian keluar
lendir berwarna merah coklat dan kemudian tanaman layu dan mati; daun tanaman
yang terserang akan mengering apabila diremas seperti kerupuk dan berbunyi
kresek-kresek apabila diterpa angin. Pengendalian: (1) penggunaan mulsa PHP
untuk mencegah kelembaban di sekitar pangkal batang dan mencegah luka di
perakaran maupun pangkal batang karena penyiangan; (2) daun-daun tanaman yang
terserang dibersihkan lalu disemprot dengan fungisida Derasol 500 SC
(carbendazim) dengan konsentrasi 1–2 ml/liter; (3) pangkal batang yang terserang
dioles dengan larutan fungisida Calixin 750 EC (tridemorph) dengan konsentrasi 5
m/liter.

7.3. Gulma

Gulma (tumbuhan pengganggu) merugikan tanaman, karena bersaing zat hara,


tempat tumbuh dan cahaya. Pencabutan gulma harus dilakukan sejak tumbuhan
masih kecil, karena jika sudah besar akan merusak perakaran tanaman melon.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

a) Tanda/ciri Penampilan Tanaman Siap Panen


1) Ukuran buah sesuai dengan ukuran normal
2) Serat jala pada kulit buah sangat nyata/kasar
3) Warna kulit hijau kekuningan.

b) Umur Panen + 3 bulan setelah tanam.

c) Waktu Pemanenan yang baik adalah pada pagi hari.

8.2. Cara Panen

1) Potong tangkai buah melon dengan pisau, sisakan minimal 2,0 cm untuk
memperpanjang masa simpan buah.
2) Tangkai dipotong berbentuk huruf “T”, maksudnya agar tangkai buah utuh dan
kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah dipotong daunnya.
3) Pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah yang benar-
benar telah siap dipanen.
4) Buah yang telah dipanen dikumpulkan disuatu tempat untuk disortir. Kerusakan
buah akibat terbentur/cacat fisik lainnya, sebaiknya dihindari karena akan
mengurangi harga jual terutama di swalayan.

Hal. 13/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.3. Periode Panen

Panen dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah yang benar-benar


telah siap panen. Seandainya dalam jangka waktu 3-5 bulan mendatang harga
melon diramalkan jatuh. Maka alternatif untuk rotasi tanaman yang dapat
menggunakan lahan bekas menanam melon adalah cabai. Karena lahan yang
tersedia tidak perlu diubah. Hanya mulsa PHP dibuka dan dosis pemupukan
ditambahkan 50%.

Bila dalam jangka waktu 4 bulan berikutnya dinyatakan harga melon meningkat,
maka lahan bekas sawah ditanami padi terlebih dahulu untuk satu musim tanam.
Alasannya adalah dari segi kormesial tanaman padi kurang menguntungkan, tapi
dari segi pemutusan siklus hidup hama dan penyakit sangat menguntungkan. Hal ini
disebabkan karena hama dan penyakit yang mengisap oksigen (aerob) akan mati
dengan kondisi tanah yang terendam air (anaerob). Setelah menanam padi selesai,
tanaman melon yang ditanam akan berproduksi tinggi dengan risiko serangan hama
dan penyakit yang lebih rendah.

8.4. Prakiraan Produksi

Untuk mengetahui jumlah produksi yang akan dihasilkan bagian pemasaran harus
melakukan penelitian pasar. Untuk luas satu hektar tanaman melon diperkirakan
akan menghasilkan buah melon 10–15 ton, maka memanennya harus dilakukan
secara bertahap. Misalnya minggu I menanam seluas 2.000 m2, minggu II menanam
seluas 2.000 m2, dan seterusnya. Hal ini untuk tingkat kontinuitas produksi akan
tercapai dan resiko tidak terjualnya buah melon akan terhindar.

9. PASCAPANEN
Pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah melon
dipanen. Kesalahan penanganan dalam pascapanen akan mempengaruhi
kwalitas/penampilan buah melon.

9.1. Pengumpulan

Buah-buah melon yang telah dipanen dikumpulkan pada suatu tempat untuk segera
disortir. Saat panen kerusakan buah sebaiknya dihindari akibat terbentur atau cacar
fisik lainnya, karena akan mengurangi harga jual terutama untuk konsumsi pasar
swalayan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Melon yang telah dipanen, diangkut dan dikumpulkan di suatu tempat kemudian di
sortasi. Buah yang sehat dan utuh dipisahkan dari buah yang cacat fisik maupun

Hal. 14/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

cacat karena serangan hama dan penyakit. Buah melon yang berkualitas bagus
kemudian di lakukan penggolongan melon berdasarkan tiga kelas.
1) Kelas M1 yaitu melon berbobot 1,5 kg/lebih jaring berbentuk sempurna.
2) Kelas M2 yaitu melon berbobot 1–1,5 kg jaringnya terbentuk hanya 70% saja.
3) Kelas M3 yaitu bobot buahnya bervariasi dengan jaring sedikit atau tidak
berbentuk sama sekali. Hal ini terjadi karena tanaman belum saatnya dipanen tapi
telah mati terlebih dahulu akibat serangan hama.

9.3. Penyimpanan

Buah melon yang sudah dipetik, tidak boleh ditumpuk satu sama lain, dan buah yang
belum terangkut dapat disimpan dalam gudang penyimpanan. Buah ditata secara
rapi dengan dilapisi jerami kering. Tempat penyimpanan buah harus bersih, kering
dan bebas dari hama seperti kecoa atau tikus. Melon yang sudah terlalu masak
jangan disatukan dengan buah yang setengah masak (mengkal). Bila ada buah yang
mulai busuk harus di jauhkan dari tempat penyimpanan.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Kemasan untuk melon dapat dibuat dari kayu biasa dan banyak memiliki lubang
angin. Cara menyusunnya, bagian dasar kotak diberi jerami kering yang cukup tebal,
kemudian melon diberikan jerami juga dibagian atas buahnya. Sebelum kotak
ditutup, buah melon diberi lapisan jerami lagi.

Selain dari kotak, pengemasan bisa juga menggunakan rajutan benang yang mirip
jala, kemudian dimasukkan dalam kemasan karton. Dalam karton masih dilapisi
dengan jerami kering atau kertas hancuran. Dengan kemasan seperti ini akan lebih
terjamin dibanding dengan menggunakan kotak dari kayu (cara tradisional).

Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut buah melon yang akan dibawa ke
pasar tergantung jarak yang ditempuh. Buah yang akan di ekspor biasanya dipak
secara khusus dengan peti kemas yang terbuat dari kayu, karton atau kotak plastik.
Di kargo pesawat, peti kemas melon dimasukkan ke dalam kontainer pendingin agar
buah tetap segar jika sampai ke tempat tujuan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Contoh analisis pasar pada penanaman melon dilahan terbuka dengan


menggunakan mulsa PHP. Luas lahan 1 ha, populasi 3.000 tanaman di daerah Jawa
Barat pada tahun 1999.

Hal. 15/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Biaya produksi
1. Penyiapan lahan/pembentukan bedengan
- Sewa tanah 1 musim tanam (4 bulan) Rp. 850.000,-
- Pembukaan/pembersihan lahan 50 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 350.000,-
- Pembentukan bedengan kasar 100 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-
- Tenaga pengapuran 20 HKP @ Rp.7.000,- Rp. 140.000,-
- Penebaran pupuk kandang 45 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 315.000,-
- Penebaran pupuk kimia,pasang. mulsa 65 HKP @ Rp. 5.000,- Rp. 455.000,-
2. Benih dan mulsa PHP
- Benih melon 500 g Rp. 2.301.350,-
- Mulsa PHP 10 rol (200 kg) @ Rp. 5.725,- Rp. 1.145.000,-
3. Pupuk dan kapur pertanian
- Pupuk kandang 27 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 4.050.000,-
- ZA 630 kg @ Rp. 1.250,-,- Rp. 787.500,-
- Urea 450 kg @ Rp. 1.500,-,- Rp. 675.000,-
- TSP/SP-36 900 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 1.620.000,-
- KCl 720 kg @ Rp. 1.650,-,- Rp. 1.188.000,-
- Borate/Fertibor 18 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 90.000,-
- Kapur pertanian 1.800 kg @ Rp. 300,- Rp. 540.000,-
4. Penyiapan bibit dan penanaman
- Plastik semai polibag 5 kg @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-
- Plastik transparan 50 m @ Rp. 1.800,- Rp. 90.000,-
- Tenaga kerja semai 75 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 375.000,-
- Penanaman 50 HKW @ Rp. 5.000,- + 30 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 460.000,-
5. Pestisida dan pupuk daun
- Karbofuran 36 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 180.000,-
- Insektisida semprot 15 liter @ Rp. 80.000,- Rp. 1.200.000,-
- Fungisida 25 kg @ Rp. 50.000,- Rp. 1.250.000,-
- Pupuk daun 10 kg @ Rp. 10.000,- Rp. 100.000,-
- Perekat-perata 10 liter @ Rp. 10.000,- Rp. 100.000,-
6. Pemeliharaan tanaman
- Tenaga semprot 60 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 420.000,-
- Pemupukan NPK/KNO3 80 kg @ Rp. 2.400,- Rp. 108.000,-
- Tenaga pemupukan kocoran & penyiangan 25 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 96.250,-
- Pemangkasan cabang 15 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 75.000,-
7. Panen
- Tenaga panen 20 HKP @ Rp. 7.000,- + 10 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 190.000,-
8. Lain-lain
- Belanja peralatan (3 sprayer, embrat, drum, dsb) Rp. 900.000,-
- Gubuk tempat tinggal dan penyimpanan alat Rp. 375.100,-
- Tenaga keamanan (1 bulan) Rp. 150.000,-
Biaya tak terduga sebesar 5% Rp. 1.066.310,-
Jumlah biaya produksi Rp. 22.392.510,-

2) Penerimaan
1. Misalnya rata-rata produksi tanaman 2,25 kg (rata-rata dipelihara 1 buah) maka
produksi per 1.000 m2 ditaksir mencapai 6.750 kg.

Hal. 16/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. Jika diperhitungkan tingkat kerusakan tanaman (loss) 5% maka hasil yang


hilang sebesar 337.5 kg melon sehingga produksi bersih melon menjadi 6750
kg – 337.5 kg = 6412.5 kg.
3. Sebagai contoh hasil yang diperoleh terdiri dari 65% kelas M1 ; 25% kelas M2
dan 10% kelas M3. Jika harga melon kelas M1. Rp. 4.000,-; kelas M2 Rp. 3.000,-
; kelas M3 Rp. 2.500,- maka penerimaan penjualan melon.
Kelas M1 = 65% x 6412.5 kg x Rp. 5.000,- Rp. 20.840.625,-
Kelas M2 = 25% x 6412.5 kg x Rp. 4.000,- Rp. 6.412.500,-
Kelas M3 = 10% x 6412.5 kg x Rp. 3.000,- Rp. 1.923.750,-
Jumlah penerimaan Rp. 29.176.875,-

3) Keuntungan Rp. 6.748.365,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio biaya dan Pendapatan (Benefit Cost Ratio/BCR) = 1,30

Catatan: HKP = hari kerja pria (8 jam sehari), HKW = hari kerja wanita (6 jam sehari).

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Agribisnis melon harus dilakukan secara cermat dan tetap selalu waspada. Walau
berdasarkan analisis budidaya agribisnis melon menunjukkan prospek yang
menjanjikan, tapi suatu ketika penyemprotan tertunda atau hal-hal sepele lainnya
tidak diperhatikan maka keuntungan yang sudah dapat dibayangkan akan menjadi
sirna seketika.

Di era perdagangan menuju pasar bebas, persaingan semakin ketat. Perlu dicarikan
pasar khusus untuk dapat mendongkrak harga jual. Buah yang berkualitas tinggi
yang ditawarkan akan layak mendapatkan harga jual yang tinggi pula. Informasi
harga pasar dicari sebanyak-banyaknya sebelum panen berlangsung. Rantai tata
niaga dipelajari seteliti mungkin. Diusahakan rantai teRp.endek untuk mendapatkan
harga jual tertinggi.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, khususnya petani


melon, Pemerintah menetapkan kebijaksanaan dalam memilih urutan jenis tanaman
pertanian/hortikultura. Dalam ruang lingkup berikut telah disusun beberapa pedoman
sebagai berikut:
1) Mengutamakan jenis tanaman melon yang bernilai ekonomi tinggi, untuk
meningkatkan pendapatan petani melon, baik untuk konsumsi dalam maupun luar
negeri.

Hal. 17/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Mengutamakan jenis tanaman yang dapat memberi kesempatan tenaga kerja


lebih banyak.
3) Mengutamakan jenis tanaman melon yang mempunyai prospek pasar dan
pemasaran yang baik.
4) Mengutamakan jenis tanaman melon yang dapat mempertinggi nilai gizi
masyarkat.

11.2. Diskripsi

Berdasarkan uraian diatas, tanaman melon merupakan salah satu tanaman prioritas
utama yang perlu mendapatkan perhatian diantara tanaman-tanaman hortikultura.
Buah melon mempunyai harga yang relatif lebih tinggi dibanding tanaman
hortikultura pada umumnya. Hal ini memberi banyak keuntungan kepada petani atau
pengusaha pertanian tanaman melon. Dan ini memungkinkan adanya perbaikan tata
perekonomian Indonesia, khususnya dari bidang pertanian.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Untuk klasifikasi standar mutu dan syarat produk yang berlaku dipasaran maka kita
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Melon yang diproduksi harus diberi merek, yaitu dengan menempelkan stiker pada
buah;
2) Kepercayaan yang telah diberikan oleh pelanggan harus dijaga;
3) Pangsa pasar harus diperkuat, dan kontinuitas (keberlanjutan) produksi melon
harus dijaga;
4) Buah melon yang berkualitas (kelas M1) harus dikemas sedemikian rupa untuk
memberikan kepuasan pelanggan.

11.4. Pengambilan Contoh

Dalam pengambilan contoh untuk penanganan produksi selanjutnya, umur melon


kurang lebih 56–65 HST, buah melon yang berukuran besar mempunyai berat rata-
rata 2,5 kg, ukuran sedang 1,0–2,5 kg, dan ukuran kecil berat buah sekitar 400 gram.

11.5. Pengemasan

Untuk pengemasan yang standar dapat menggunakan kotak kayu atau dapat juga
menggunakan rajutan benang yang mirip dengan jala. Dengan kemasan rajutan
benang akan lebih terjamin dibanding dengan menggunakan kotak kayu.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Final, Prajnanta, Ir., Melon Pemeliharaan Secara Intensif Kiat Sukses
Beragribisnis Cetakan ke-2, (Jakarta: Penebar Swadaya, 1998).
2) Setiadi, Bertanam Melon, Cetakan ke-4, (Jakarta: Penebar Swadaya, 1998)

Hal. 18/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Sudarsono dan Winata, Livy, Fakultas Pertanian IPB. Pemakaian Teknik Kultur
Jaringan Sebagai Perbanyakan Melon (Cucumis melo L.)
4) Tjahjadi, Nur, Ir.,Bertanam Melon, 24352, (Jakarta: Kanisius, 1987).
5) Fakultas Pertanian IPB, Bogor, 1984. Karya Ilmiah Mahasiswa Jurusan Budidaya
Pertanian.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 19/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

NANAS
( Ananas comosus )

1. SEJARAH SINGKAT
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas
comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam
bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.
Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana
sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke
Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599).
Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas
dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini
dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman nanas adalah:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae

Hal. 1/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Genus : Ananas
Species : Ananas comosus (L) Merr

Kerabat dekat spesies nanas cukup banyak, terutama nanas liar yang biasa
dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schultes, A. Fritzmuelleri, A.
erectifolius L.B. Smith, dan A. ananassoides (Bak) L.B. Smith.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis
golongan nanas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen
(daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun
panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan
Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas
cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan
Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico,
Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini
ragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor,
Subang dan Palembang.

3. MANFAAT TANAMAN
Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah buahnya.
Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan
dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis
sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah
nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim
bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau
peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula
dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana.

Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit
sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah.
Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah
nanas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk
pakan ternak.

4. SENTRA PENANAMAN
Penanaman nanas di dunia berpusat di negara-negara Brazil, Hawaii, Afrika Selatan,
Kenya, Pantai Gading, Mexico dan Puerte Rico. Di Asia tanaman nanas ditanam di
negara-negara Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia terdapat di daerah
Sumatera utara, Jawa Timur, Riau, Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Pada masa
mendatang amat memungkinkan propinsi lain memprioritaskan pengembangan
nanas dalam skala yang lebih luas dari tahun-tahun sebelumnya.

Hal. 2/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Luas panen nanas di Indonesia + 165.690 hektar atau 25,24% dari sasaran panen
buah-buahan nasional (657.000 hektar). Beberapa tahun terakhir luas areal tanaman
nanas menempati urutan pertama dari 13 jenis buah-buahan komersial yang
dibudidayakan di Indonesia.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan iklim basah maupun kering, baik
tipe iklim A, B, C maupun D, E, F. Tipe iklim A terdapat di daerah yang amat
basah, B (daerah basah), C (daerah agak basah), D (daerah sedang), E (daerah
agak kering) dan F (daerah kering).
2) Pada umumnya tanaman nanas ini toleran terhadap kekeringan serta memiliki
kisaran curah hujan yang luas sekitar 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman
nanas tidak toleran terhadap hujan salju karena rendahnya suhu.
3) Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33-
71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000
jam.
4) Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah 23-32 derajat C, tetapi
juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10 derajat C.

5.2. Media Tanam

1) Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok
untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis tanah yang
mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik serta
kandungan kapur rendah.
2) Derajat keasaman yang cocok adalah dengan pH 4,5-6,5. Tanah yang banyak
mengandung kapur (pH lebih dari 6,5) menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan
klorosis. Sedangkan tanah yang asam (pH 4,5 atau lebih rendah) mengakibatkan
penurunan unsur Fosfor, Kalium, Belerang, Kalsium, Magnesium, dan Molibdinum
dengan cepat.
3) Air sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman nanas untuk penyerapan
unsur-unsur hara yang dapat larut di dalamnya. Akan tetapi kandungan air dalam
tanah jangan terlalu banyak, tidak becek (menggenang). Hal yang harus
diperhatian adalah aerasi dan drainasenya harus baik, sebab tanaman yang
terendam akan sangat mudah terserang busuk akat.
4) Kelerengan tanah tidak banyak berpengaruh dalam penanaman nanas, namun
nanas sangat suka jika ditanam di tempat yang agak miring, sehingga begitu ada
air yang melimpah, begitu cepat pula tanah tersebut menjadi kering.

Hal. 3/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.3. Ketinggian Tempat

Nanas cocok ditanam di ketinggian 800-1200 m dpl. Pertumbuhan optimum tanaman


nanas antara 100-700 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Keberhasilan penanaman nanas sangat ditentukan oleh kualitas bibit. Nanas dapat
dikembangbiakan dengan cara vegetatif dan generatif. Cara vegetatif digunakan
adalah tunas akar, tunas batang, tunas buah, mahkota buah dan stek batang. Cara
generatif dengan biji yang ditumbuhkan dengan persemaian, (jarang digunakan).
Kualitas bibit yang baik harus berasal dari tanaman yang pertumbuhannya normal,
sehat serta bebas dari hama dan penyakit.

1) Persyaratan Benih

Bibit yang baik harus mempunyai daun-daun yang nampak tebal-tebal penuh
berisi, bebas hama dan penyakit, mudah diperoleh dalam jumlah banyak,
pertumbuhan relatif seragam serta mudah dalam pengangkutan terutama untuk
bibit stek batang. Tunas batang dan stek batang.

2) Penyiapan Benih

Benih nanas dari biji (generatif) jarang digunakan karena membutuhkan teknik
khusus dan beberapa jenis nanas tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri dan
tidak menghasilkan biji. Cara perbanyakan secara vegetatif (tunas akar)
mempunyai ciri khusus: tunas yang tumbuh dari bagian batang yang terletak di
dalam tanah, jumlah tunas akar per rumpun relatif sedikit, bentuk daun lebih
langsing, masa remaja tunas akar relatif pendek. Cara vegetatif lain (tunas
batang) mempunyai ciri-ciri tunas yang tumbuh dari batang dan jumlah tunas per
rumpun relatif sedikit. Tunas batang mempunyai ciri-ciri tunas yang tumbuh pada
tangkai buah di bawah tangkai buah dan di atas tunas batang, jumlah tunas buah
per tanaman relatif banyak hingga mencapai 10 tunas dan ukuran tunas yang
bervariasi tergantung dari pertumbuhan tanaman. Untuk cara vegetatif dengan
mahkota buah ciri-cirinya adalah tunas yang ditumbuhkan dari mata tunas yang
non-aktif pada batang, kemudian disemaikan dalam media steril dengan perlakuan
khusus serta jumlah bibit yang dihasilkan banyak, seragam, dan mudah dalam
pengangkutan.

Penyiapan benih (bibit) untuk tanaman nanas dibedakan menjadi bibit tunas
batang dan bibit nanas dari stek. Penyiapan bibit tunas batang: memilih tunas
batang pada pohon induk yang sedang berbuah/setelah panen. Tunas batang
yang baik adalah panjang 30-35 cm. Daun-daun dekat pangkal pohon dipotong

Hal. 4/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

untuk mengurangi penguapan dan mempermudah pengangkutan, setelah itu


biarkan selama beberapa hari di tempat teduh dan bibit siap angkut ke tempat
penanaman langsung segera ditanam.

Untuk penyiapan bibit nanas dari stek, langkah pertama yang dilakuakan adalah
memotong batang nanas yang sudah dipanen buahnya sepanjang 2,5 cm,
kemudian potongan dibelah menjadi 4 bagian yang mengandung mata tunas.
Media semai berupa pasir bersih dalam bak tanam. Bibit yang dihasilkan dengan
tinggi 25-35 cm atau berumur 3-5 bulan dicabut, ditanam di kebun. Bila bibit akan
diangkut dalam jarak jauh, akar-akarnya dibungkus dengan humus lembab.

Benih yang disiapkan harus disesuaikan dengan luas areal penanaman.


Kepadatan tanaman yang ideal berkisar antara 44.000-77.000 bibit tanaman per
Ha, tergantung jarak tanam, jenis nanas, kesuburan tanah, sistem tanam dan jenis
bibit. Penanaman dengan sistem persegi (jarak tanam 150 x 150 cm)
membutuhkan sekitar 3556 bibit bila lahan yang mangkus ditanami 80%. Atau
12.698 - 15.875 bibit pada sistem tanam kereta api dengan jarak tanam 60 x 60
cm dan jarak antar barisan sebelah kanan/kiri dari kereta api adalah 150 cm.

3) Teknik Penyemaian

Persemaian untuk nanas memerlukan perlakuan khusus. Langkah dalam


menyiapkan media semai dalam bak persemaian berupa tepung (misalnya
Rootone) pada permukaan belahan batang untuk mempercepat pertumbuhan
akar. Belahan batang pada bak persemaian disemaikan sedalam 1,5 - 2,5 cm dan
jarak tanam 5-10 cm. Kondisi media persemaian dijaga agar tetap lembab dan
sirkulasi udara baik, dengan menutup bak persemaian dengan lembar plastik
tembus cahaya (bening).

Stek batang nanas dibiarkan bertunas dan berakar. Tempat persemaian baru
yang medianya disuburkan dengan pupuk kandang disiapkan. Campuran media
berupa tanah halus, pasir dan pupuk kandang halus (1:1:1) atau pasir dengan
pupuk kandang halus (1:1). Langkah terakhir adalah memindahtanamkan bibit
nanas dari persemaian perkecambahan ke persemaian pembesaran bibit.

4) Pemeliharan Pembibitan

Pemeliharaan pembibitan/persemaian penyiraman dilakukan secara berkala


dijaga agar kondisi media tanam selalu lembab dan tidak kering supaya bibit tidak
mati. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang dengan
perbandingan kadar yang sudah ditentukan. Penjarangan dan pemberian
pestisida dapat dilakukan jika diperlukan.

5) Pemindahan Bibit

Pemindahan bibit dapat dilakukan jika ukuran tinggi bibit mencapai 25-30 cm atau
berumur 3-5 bulan.

Hal. 5/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penanaman nanas dapat dilakukan pada lahan tegalan atau ladang. Waktu
persiapan dan pembukaan lahan yang paling baik adalah disaat waktu musim
kemarau, dengan membuang pepohonan yang tidak diperlukan. Pengolahan
tanah dapat dilakukan pada awal musim hujan. Derajat keasaman tanah perlu
diperhatikan karena tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik pada pH sekitar
5,5. Jumlah bibit yang diperlukan untuk suatu lahan tergantung dari jenis nanas,
tingkat kesuburan tanah dan ekologi pertumbuhannya.

2) Pembukaan Lahan

Untuk membuka suatu lahan, perlu dilakukan: membuang dan membersihkan


pohon-pohon atau batu-batuan dari sekitar lahan kebun ke tempat penampungan
limbah pertanian. Mengolah tanah dengan dicangkul/dibajak dengan traktor
sedalam 30-40 cm hingga gembur, karena, bisa berakibat fatal pada produksi
tanaman. Biarkan tanah menjadi kering minimal selama 15 hari agar tanah benar-
benar matang dan siap ditanami.

3) Pembentukan Bedengan

Pembentukan bedengan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah


untuk kedua kalinya yang sesuai dengan sistem tanam yang dipakai. Sistem
petakan cukup dengan cara meratakan tanah, kemudian di sekililingnya dibuat
saluran pemasukan dan pembuangan air. Sistem bedengan dilakukan dengan
cara membuat bedengan-bedengan selebar 80-120 cm, jarak antar bedengan 90-
150 cm atau variasi lain sesuai dengan sistem tanam. Tinggi petakan atau
bedengan adalah antara 30-40 cm.

4) Pengapuran

Derajat kemasaman tanah yang sesuai untuk tanaman nanas adalah 4,5-6,5.
Pengapuran tanah dilakukan dengan Calcit atau Dolomit atau Zeagro atau bahan
kapur lainnya dengan cara ditaburkan merata dan dicampurkan dengan lapisan
tanah atas terutama tanah-tanah yang bereaksi asam (pH dibawah 4,5). Dosis
kapur disesuaikan dengan pH tanah, namun umumnya berkisar antara 2-4 ton/ha.
Bila tidak turun hujan, setelah pengapuran segera dilakukan pengairan tanah agar
kapur cepat melarut.

5) Pemupukan

Dalam penanaman nanas dilakukan pemberian pupuk kandang dengan dosis 20


ton per hektar. Cara pemberian: dicampurkan merata dengan lapisan tanah atas
atau dimasukkan per lubang tanam. Juga digunakan pupuk anorganik NPK dan

Hal. 6/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

urea. Nitrogen (N) sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, fosfor


diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan sedangkan Kalium
diperlukan untuk perkembangan buah, khususnya nanas. Pupuk urea
penggunaannya dikombinasikan dengan perangsang pembungaan.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Pola tanam merupakan pengaturan tata letak tanaman dan urutan jenis tanaman
dengan waktu tertentu, dalam kurun waktu setahun. Dalam teknik penanaman
nanas ada beberapa sistem tanam, yaitu: sistem baris tunggal atau persegi
dengan jarak tanam 150 x 150 cm baik dalam maupun antar barisan; 90 x 30 cm
jarak dalam barisan 30 cm, dan jarak antar barisan adalah 90 cm. Sistem baris
rangkap dua dengan jarak tanam 60 x 60 cm, dan jarak antar barisan sebelah kiri
dan kanan dari 2 barisan adalah 150 cm dan jarak tanam 45 x 30 cm, dan jarak
antar barisan tanaman sebelah kiri dan kanan dari 2 barisan tanaman adalah 90
cm. Sistem baris rangkap tiga dengan jarak tanam 30 x 30 cm membentuk
segitiga sama sisi dengan jarak antar barisan sebelah kiri/ kanan dari 3 barisan
tanaman: 90 cm dan jarak tanam 40 x 30 cm dengan jarak antar barisan sebelah
kiri/kanan dari 3 barisan adalah 90 cm serta sisitem baris rangkap empat dengan
jarak 30 x 30 cm dan jarak antar barisan sebelah kiri/kanan dari 4 barisan
tanaman 90 cm.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam pada jarak tanam yang dipilih sesuai dengan sistem
tanam. Ukuran lubang tanam: 30 x 30 x 30 cm. Untuk membuat lubang tanam
digunakan pacul, tugal atau alat lain.

3) Cara Penanaman

Penanaman yang baik dilakukan pada awal musim hujan. Langkah-langkah yang
dilakukan: (1) membuat lubang tanam sesuai dengan jarak dan sistem tanam
yang dipilih; (2) mengambil bibit nanas sehat dan baik dan menanam bibit pada
lubang tanam yang tersedia masing-masing satu bibit per lubang tanam; (3) tanah
ditekan/dipadatkan di sekitar pangkal batang bibit nanas agar tidak mudah roboh
dan akar tanaman dapat kontak langsung dengan air tanah; (4) dilakukan
penyiraman hingga tanah lembab dan basah; (5) penanaman bibit nanas jangan
terlalu dalam, 3-5 cm bagian pangkal batang tertimbun tanah agar bibit mudah
busuk.

Hal. 7/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan nanas tidak dilakukan karena tanaman nanas spesifik dan tidak
berbentuk pohon. Kegiatan penyulaman nanas diperlukan, sebab ceding-ceding
bibit nanas tidak tumbuh karena kesalahan teknis penanaman atau faktor bibit.

2) Penyiangan

Penyiangan diperlukan untuk membersihkan kebun nanas dari rumput liar dan
gulma pesaing tanaman nanas dalam hal kebutuhan air, unsur hara dan sinar
matahari. Rumput liar sering menjadi sarang dari dan penyakit. Waktu
penyiangan tergantung dari pertumbuhan rumput liar di kebun, namun untuk
menghemat biaya penyiangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan
pemupukan.

Cara penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput dengan


tangan/kored/cangkul. Tanah di sekitar bedengan digemburkan dan ditimbunkan
pada pangkal batang nanas sehingga membentuk guludan.

3) Pembubunan

Pembubunan diperlukan dalam penanaman nanas, dilakukan pada tepi bedengan


yang seringkali longsor ketika diairi. Pembubunan sebaiknya mengambil tanah
dari selokan atau parit di sekeliling bedengan, agar bedengan menjadi lebih tinggi
dan parit menjadi lebih dalam, sehingga drainase menjadi normal kembali.
Pembubunan berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah dan akar yang keluar di
permukaan tanah tertutup kembali sehingga tanaman nanas berdiri kuat.

4) Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan dengan pupuk buatan.
Pemupukan susulan berikutnya diulang tiap 3-4 bulan sekali sampai tanaman
berbunga dan berbuah. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan adalah:
a) Pupuk NPK tablet (Pamafert)
1. Komposisi kandungan N-P2O5-K2O-MgO-CaO adalah 17-8-12-0-2+mikro
2. Bentuk pupuk berupa tablet, berat 4 gram setiap tablet
3. Dosisi anjuran satu tablet tiap tanaman
b) Pupuk tunggal berupa campuran ZA, TSP, atau SP-36 dan KCl
1. Dosis anjuran 1: ZA 100 kg + TSP atau SP-36 60 kg + KCl 50 kg per hektar.
Pupuk susulan diulang setiap 4 bulan sekali dengan dosis yang sama.
2. Dosis anjuran 2: mulai umur 3 bulan setelah tanam dipupuk dengan ZA 125
kg atau urea 62,5 kg + TSP atau SP-36 75 kg/ha. Pada umur 6 bulan
dipupuk kandang 10 ton/ha.

Hal. 8/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Cara pemberian pupuk dibenamkan/dimasukkan ke dalam parit sedalam 10-15 cm


diantara barisan tanaman nanas, kemudian tutup dengan tanah. Cara lain:
disemprotkan pada daun terutama pupuk Nitrogen dengan dosis 40 gram Urea
per liter atau ± 900 liter larutan urea per hektar.

5) Pengairan dan Penyiraman

Sekalipun tanaman nanas tahan terhadap iklim kering, namun untuk pertumbuhan
tanaman yang optimal diperlukan air yan cukup. Pengairan /penyiraman dilakukan
1-2 kali dalam seminggu atau tergantung keadaan cuaca. Tanaman nanas
dewasa masih perlu pengairan untuk merangsang pembungaan dan pembuahan
secara optimal. Pengairan dilakukan 2 minggu sekali. Tanah yang terlalu kering
dapat menyebabkan pertumbuhan nanas kerdil dan buahnya kecil-kecil. Waktu
pengairan yang paling baik adalah sore dan pagi hari dengan menggunakan
mesin penyemprot atau embrat.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Penggerak buah (Thecla basilides Geyer)

Ciri: kupu-kupu berwarna coklat dan kupu-kupu betina meletakkan telurnya pada
permukaan buah, kemudian menetas menjadi larva; bentuk larva pada bagian
tubuh atas cembung, bagian bawah datar dan tubuh tertutup bulu-bulu halus
pendek. Gejala: menyerang buah dengan cara menggerek/melubangi daging
buah; buah nanas yang diserang hama ini berlubang dan mengeluarkan getah,
kemudian membusuk karena diikuti serangan cendawan atau bakteri.
Pengendalian: (1) non kimiawi dengan menjaga kebersihan kebun serta
membuang bagian tanaman yang terserang hama; (2) kimiawi dengan
menyemprot insektisida yang mangkus dan sangkil, seperti Basudin 60 EC atau
Thiodan 35 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.

2) Kumbang (Carpophilus hemipterus L.)

Ciri: berupa kumbang kecil, berwarma coklat/hitam; larva berwarna putih


kekuningan, berambut tipis, bentuk langsing berkaki 6. Gejala: menyerang
tanaman nanas yang gluka sehingga bergetah dan busuk oleh mikroorganisme
lain (cendawan dan bakteri). Pengendalian: dilakukan dengan menjaga
kebersihan kebun dan pemberian insektisida.

3) Lalat buah (Atherigona sp.)

Ciri: Lalat berukuran kecil, meletakkan telur pada bekas luka bagian buah,
kemudian menjadi larva berwarna putih. Gejala: merusak/ memakan daging buah

Hal. 9/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

hingga menyebabkan busuk lunak. Pengendalian: (1) non kimiawi dengan


menjaga kebersihan kebun, membuang buah yang terserang lalat buah; (2)
kimiawi dengan cara disemprot insektisida yang mangkus dan sangkil, seperti
Thiodan 35 EC atau Basudin EC pada konsentrasi yang dianjurkan.

4) Thrips (Holopothrips ananasi Da Costa Lima)

Ciri: Tubuh thrips berukuran sangat kecil panjang sekitar 1,5 mm, berwarna
coklat, dan bermata besar. Gejala: menyerang tanaman dengan cara menghisap
cairan sel daun sehingga menimbulkan bintik-bintik berwarna perak; pada tingkat
serangan yang berat menyebabkan pertumbuhan tanaman muda terhambat.
Pengendalian: (1) secara non kimiawi dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan kebun dan mengurangi ragam tanaman inang; (2) secara kimiawi
dilakukan dengan penyemprotan insektisida: Mitac 200 EC atau Dicarol 25 SP
pada konsentrasi yang dianjurkan.

5) Sisik (Diaspis bromeliae Kerne)

Ciri: Serangga berukuran kecil diameter ± 2,5 mm, bulat dan datar, berwarna
putih kekuningan/keabu-abuan, bergerombol menutupi buah dan daun, sehingga
menyebabkan ukuran buah kecil dan pertumbuhan tanaman terhambat.
Pengendalian: dapat disemprot dengan insektisida Decis 2,5 EC atau Curacron
500 EC pada konsentrasi yang dianjurkan.

6) Ulat buah (Tmolus echinon L)

Ciri: Serangga muda/dewasa berupa kupu-kupu berwarna coklat serta larva/ulat


tertutup rambut halus dan kepalanya kecil. Gejala: menyerang buah nanas
dengan cara menggerek dan membuat lubang yang menyebabkan buah
berlubang, bergetah dan sebagian buah memotong bagian tanaman yang
terserang berat. Pengendalian dilakukan dengan mengumpulkan/membunuh ulat
secara mekanis, serta disemprot insektisida: Buldok 25 EC atau Thiodan 35 EC
pada konsentrasi yang dianjurkan

7) Hama lain: rayap, tikus, nematoda, bintil akar dan kutu tepung jeruk juga kadang-
kadang menyerang tanaman nanas.

7.2. Penyakit

1) Busuk hati dan busuk akar

Penyebab: cendawan Phytophthora parasitica Waterh dan P. cinnamomi Rands.


Penyakit busuk hati disebut hearth rot, sedangkan busuk akar dinamakan root rot.
Penyebaran penyakit dibantu bermacam-macam tanaman inang, air yang
mengalir, alat-alat pertanian, curah hujan tinggi, tanah yang mengandung bahan
organik dan kelembaban tanah tinggi antara 25-35 derajat C. Gejala: pada daun
terjadi perubahan warna menjadi hijau belang-belang kuning dan ujungnya

Hal. 10/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

nekrotis; daun-daun muda mudah dicabut bagian pangkalnya membusuk dengan


bau busuk berwarna coklat, dan akhirnya tanaman mati; pembusukan pada sistem
perakaran. Pengendalian: (1) non kimiawi dilakukan dengan cara perbaikan
drainase tanah, mengurangi kelembapan sekitar kebun, dan memotong/mencabut
tanaman yang sakit; (2) kimiawi dengan pencelupan bibit dalam larutan fungisida
sebelum tanam, seperti Dithane M-45 atau Benlate.

2) Busuk pangkal

Penyebab: cendawan Thielaviopsis paradoxa (de Seyn) Hohn atau Ceratocystis


paradoxa (Dade) C. Moreu. Penyakit ini sering disebut base rot. Penyebaran
penyakit dibantu tanaman inangnya, adanya luka-luka mekanis pada tanaman,
angin, hujan dan tanah. Gejala: pada bagian pangkal batang, daun, buah dan bibit
menampakkan gejala busuk lunak berwarna coklat atau hitam, berbau khas, atau
bercak-bercak putih kekuning-kuningan. Pengendalian: (1) non kimiawi dengan
melakukan penyimpanan bibit sementara sebelum tanamn agar luka cepat
sembuh, menanam bibit pada cuaca kering, dan menghindari luka-luka mekanis;
(2) kimiawi dengan perendaman bibit dalam larutan fungisida Benlate.

3) Penyakit Lain

Penyakit adalah busuk bercak gabus pada buah disebabkan oleh cendawan
Pinicillium funiculosum Thom, busuk bibit oleh cendawan Pythium sp., layu dan
bercak kuning oleh virus yang belum diketahui secara pasti jenisnya.
Pengendalian: harus dilakukan secara terpadu, meliputi penggunaan bibit yang
sehat, perbaikan kultur teknik budidaya secara intensif, pemotongan/pencabutan
dan pemusnahan tanaman yang sakit.

7.3. Gulma

Penurunan produksi nanas dapat disebabkan oleh banyak dan dominannya gulma
karena pemberian mulsa yang kurang baik sehingga pertumbuhan rumput subur.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Panen buah nanas dilakukan setelah nanas berumur 12-24 bulan, tergantung dari
jenis bibit yang digunakan. Bibit yang berasal dari mahkota bunga berbuah pada
umur 24 bulan, hingga panen buah setelah berumur 24 bulan. Tanaman yang
berasal dari tunas batang dipanen setelah umur 18 bulan, sedangkan tunas akar
setelah berumur 12 bulan. Ciri-ciri buah nanas yang siap dipanen:
a) Mahkota buah terbuka.
b) Tangkai ubah mengkerut.
c) Mata buah lebih mendatar, besar dan bentuknya bulat.

Hal. 11/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Warna bagian dasar buah kuning.


e) Timbul aroma nanas yang harum dan khas.

8.2. Cara Panen

Tata cara panen buah nanas: memilih buah nanas yang menunjukkan tanda-tanda
siap panen. Pangkal tangkai buah dipotong secara mendatar/miring dengan pisau
tajam dan steril. Pemanenan dilakukan secara hati-hati agar tidak rusak dan memar.

8.3. Periode Panen

Tanaman nanas dipanen setelah berumur 12-24 bulan. Pemanenan buah nanas
dilakukan bertahap sampai tiga kali. Panen pertama sekitar 25%, kedua 50%, dan
ketiga 25% dari jumlah yang ada. Tanaman yang sudah berumur 4-5 tahun perlu
diremajakan karena pertumbuhannya lambat dan buahnya kecil. Cara peremajaan
adalah membongkar seluruh tanaman nanas untuk diganti dengan bibit yang baru.
Penyiapan lahan sampai penanaman dilakukan seperti cara bercocok tanam pada
lahan yang baru.

8.4. Prakiraan Produksi

Potensi produksi per hektar pada tanaman nanas yang dibudidayakan intensif dapat
mencapai 38-75 ton/hektar. Pada umumnya rata-rata 20 ton/hektar, tergantung jenis
nanas dan sistem tanam.

9. PASCAPANEN
Buah nanas termasuk komoditi buah yang mudah rusak, susut dan cepat busuk.
Oleh karena itu, setelah panen memerlukan penanganan pascapanen yang
memadai.

9.1. Pengumpulan

Setelah panen dilakukan pengumpulan buah ditempat penampungan hasil atau


gudang sortasi.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Kegiatan sortasi dimulai dengan memisahkan buah yang rusak, memar, busuk, atau
mentah secara tersendiri dari buah yang bagus dan normal. Klasifikasi buah
berdasarkan bentuk dan ukuran yang seragam, jenis maupun tingkat
kematangannya.

Hal. 12/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan jika harga turun, sehingga untuk menunggu harga naik
maka dilakukan penyimpanan. Buah nanas biasanya disimpan dalam peti kemas
dalam ruangan dingin yang suhunya sekitar 5 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Kegiatan pengemasan dimulai dengan mengeluarkan buah nanas dari lemari


pemeraman, lalu dipilih (sortasi) berdasarkan tingkat kerusakannya agar seragam.
Kemudian buah nanas dibungkus dengan kertas pembungkus lalu dikemas dalam
keranjang bambu atau peti kayu atau dos karton bergelombang. Ukuran wadah
pengemasan 60 x 30 x 30 cm yang diberi lubang ventilasi. Proses pengangkutan
dimulai dengan memasukkan peti kemas secara teratur pada alat pengangkutan,
buah nanas diangkut dan dipasarkan ke tempat pemasaran.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya nanas dengan luas lahan 1 hektar di daerah Jawa Barat
pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi
1. Nilai sewa tanah per tahun Rp. 2.500.000,-
2. Sprayer dan alat pertanian Rp. 600.000,-
3. Bibit 45.000 batang @ Rp. 150,- Rp. 6.750.000,-
4. Pupuk
- Pupuk kandang 20 ton @ RP. 150.000,- Rp. 3.000.000,-
- ZA 300 kg @ Rp. 1.250,- Rp. 375.000,-
- TSP (SP-36) 200 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 360.000,-
- KCl 150 Kg @ Rp. 1.650,- Rp. 247.500,-
5. Pestisida Rp. 400.000,-
6. Pengolahan tanah borongan Rp. 1.500.000,-
7. Pemupukan & penanaman 10 HKP @ Rp.7.000,- +100 HKW Rp. 570.000,-
8. Pemeliharaan tanaman 200 HKW @ RP. 5.000,- +20 HKP Rp. 1.140.000,-
9. Panen dan pascapanen 100 HKW +10 HKP Rp. 570.000,-
10.Biaya lain-lain (tidak terduga 10%) Rp. 1.801.250,-
Jumlah biaya produksi Rp. 19.813.750,-

2) Hasil penjualan dan laba (keuntungan)


1. Produksi tahun ke-1: 75% x 45.000 x Rp 750,- /buah Rp. 25.312.500,-
2. Biaya produksi tahun ke-1 Rp. 19.813.750,-
3. Keuntungan tahun ke-1 Rp. 5.498.750,-
4. Produksi tahun ke-2: 80% x 45.000 x Rp. 750,-/buah Rp. 27.000.000,-

Hal. 13/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. Biaya produksi tanpa dihitung bibit & alat pertanian tahun ke-2 Rp. 12.463.750,-
6. Keuntungan ke-2 Rp. 7.350.000,-

3) Parameter kelayakan usaha


1. B/C ratio = 1,28

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Prospek komoditas buah nanas sangat besar, terutama bila nanas diolah menjadi
makanan kaleng seperti selai nanas, sirup buah nanas dan sirup kulit buah nanas.
Pabrik pengalengan buah nanas sudah banyak di bangun, diantarnya dilakukan oleh
PT Great Giant Pineapple di Lampung. Negara tujuan ekspor adalah Perancis,
Jerman, dan Amerika Serikat. Walaupun daerah penghasil nanas sudah menyebar
merata, Indonesia hingga saat ini hanya mampu mengekspor sebagian kecil saja
dari kebutuhan dunia, 5%. Padahal menurut proyeksi, kebutuhan nanas dunia tahun
1996 akan naik sebesar 5% kebutuhan dunia saat ini. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan ini diperlukan pasokan nanas yang sangat besar. Tentu saja hal ini akan
menjadi prospek yang baik bagi Indonesia.

Hal yang perlu untuk dicermati adalah ekspor buah nanas Indonesia meningkat
dalam 10 tahun terakhir. Ekspor Indonesia tahun 1987 sebesar 26.952 ton
meningkat menjadi 83.997 ton pada tahun 1996. Dari segi nilai, Ekspor Indonesia
pada tahun 1987 sebesar US$ 60.766 ribu pada tahun 1996. Sedangkan untuk impor
nanas Indonesia mengalami peningkatan namun dalam jumlah kecil. Impor nanas
meningkat dari 0,16 ton pada tahun 1987, meningkat menjadi 10,36 ton pada tahun
1995.

Dalam era globalisasi ini, peluang pasar dunia semakin terbuka lebar untuk semua
komoditas. Demikian juga komoditi nanas cukup besar peluang untuk memasuki
pasar dunia baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk buah kaleng. Negara-
negara di Asia Tenggara merupakan eksportir utama buah nanas dunia. Thailand
merupakan negara eksportir terbesar pada tahun 1995, yaitu sekitar 39% dari ekspor
nanas dunia.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi syarat mutu, cara uji, cara pengambilan contoh dan cara
pengemasan nanas.

11.2. Diskripsi

Standar mutu buah nanas sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI 01-3166-
1992.

Hal. 14/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Nanas digolongkan dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan II.
a) Kesamaan sifat varientas: mutu I=seragam; mutu II=seragam; cara uji
organoleptik.
b) Tingkat ketuaan: mutu I=tua, tidak terlalu matang dan tidak lunak; mutu II=tua,
tidak terlalu matang dan tidak lunak; cara uji organoleptik.
c) Kekerasan: mutu I=keras, mutu II=keras; cara uji organoleptik.
d) Ukuran: mutu I=seragam, diameter min. 9,5 cm; mutu II=kurang seragam; cara uji
SP-SMP-309-1981.
e) Gagang: mutu I=teropong rapi; mutu II=teropong rapi; cara uji organoleptik.
f) Mahkota: mutu I=satu, utuh rapi, ukuran normal; mutu II=tidak dipersyaratkan;
cara uji organoleptik.
g) Kerusakan (%): mutu I=maksimum 5; mutu II=maksimum 10; cara uji SP-SMP-
310-1981.
h) Busuk (%): mutu I=maksimum 1; mutu II=maksimum 2; cara uji SP-SMP-311-
1981.
i) Kadar total padatan terlarut (%): mutu I=minimum 12; mutu II=minimum 12; cara
uji SP-SMP-321-1981
j) Kotoran: mutu I=bebas kotoran; mutu II=bebas kotoran; cara uji organoleptik.

11.4. Pengambilan Contoh

1) Produk dalam ikatan/kemasan


Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan/ikatan diambil contohnya sebanyak 5 buah nanas, dari bagian
atas, tengah dan bawah. Contoh-contoh tersebut diacak bertingkat (stratified
random sampling) sampai diperoleh minimum 5 buah untuk dianalisis.
1. Jumlah ikatan/kemasan dalam partai adalah sampai dengan 100 : jumlah
contoh 5
2. Jumlah ikatan/kemasan dalam partai adalah 101 sampai 300 : jumlah contoh 7
3. Jumlah ikatan/kemasan dalam partai adalah 301 sampai 500 : jumlah contoh 9
4. Jumlah ikatan/kemasan dalam partai adalah 501 sampai 20 : jumlah contoh 10
5. Jumlah ikatan/kemasan dalam partai adalah Lebih dari 1000 : jumlah contoh 15
(min)
Catatan: Khusus untuk pengujian kerusakan dan busuk, jumlah contoh akhir
sebanyak 100 buah. Pengujian dapat dilakukan di lapangan.

2) Produk dalam curah (in bulk)


Sekurang-kurangnya 5 contoh diambil secara acak sesuai dengan jumlah berat
total seperti terlihat di bawah ini. Contoh-contoh tersebut yang diambil dari bagian
atas, tengah dan bawahserta berbagai sudut dicampur, kemudian diacak
bertingkat (stratified random sampling) sampai diperoleh minimum 10 kg untuk
dianalisa. Dalam hal berat nanas yang diambil contohnya lebih dari 2 kg/buah,
setiap pengambilan contoh sekurang-kurangnya terdiri dari 5 buah nanas.
1. Jumlah berat lot s/d 200 kg berat : contoh minimal yang diambil 10 kg

Hal. 15/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. 201 s/d 500 kg berat : contoh minimal yang diambil 20 kg


3. 501 s/d 1000 kg berat : contoh minimal yang diambil 30 kg
4. 1001 s/d 5000 kg berat : contoh minimal yang diambil 60 kg
5. Lebih dari 5000 kg berat : contoh minimal yang diambil 100 kg
Catatan: Khusus untuk pengujian kerusakan dan busuk, jumlah contoh akhir
sebanyak 100 buah. Pengujian dapat dilakukan dilapangan.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah
berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu
badan hukum.

11.5. Pengemasan

Nanas dikemas dalam keranjang bambu, peti kayu ataupun karton dengan atau
tanpa bahan penyakit dengan berat bersih maksimum 40 kg. Atau diikat dengan tali,
masing-masing ikatan terdiri dari maksimum 10 buah nanas.

Pemberian merek untuk nanas yang dikemas dalam kemasan pada bagian luar
kemasan diberi label yang bertuliskan:
a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/kode perusahaan/eksportir.
d) Berat bersih.
e) Jumlah nanas/kemasan.
f) Daerah asal.
g) Produksi Indonesia.
h) Tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) AAK. 1998. Bertanam Pohon Buah-buahan. Kanisius. Yogyakarta
2) Ashari, Semeru. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press
(UI-Press). Jakarta
3) Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Kanisius. Yogyakarta
4) E.W.M., Verheij & R.E. Coronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara II;
Buah-buahan Yang Dapat Dimakan. PT. Gramedia Pustaka Utama dan Prosea
Indonesia & European Commission. Jakarta.
5) Natawidjaja, P. Suparman. 1983. Mengenal Buah-buahan yang Bergizi. Pustaka
Dian. Jakarta.

Hal. 16/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Rukmana, Rahmat. 1996. Nanas Budidaya dan Pascapanen. Kanisius.


Yogyakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 17/ 17
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

PADI
( Oryza Sativa )

1. SEJARAH SINGKAT
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian
kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti
sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai
pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar
Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal
padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam.

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp.

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies
yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi
dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi
dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan.

Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur
(dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varitas
unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah
jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34,
PB 36 dan PB 48 (dataran rendah).

3. MANFAAT TANAMAN
Beras merupakan makanan sumber karbohidrat yang utama di kebanyakan negara
Asia. Negara-negara lain seperti di benua Eropa, Australia dan Amerika
mengkonsumsi beras dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada negara Asia.
Selain itu jerami padi dapat digunakan sebagai penutup tanah pada suatu usaha
tani.

4. SENTRA PENANAMAN
Pusat penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa (Karawang, Cianjur), Bali,
Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun 1992 luas panen padi
mencapai 10.869.000 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun. Produksi padi
nasional adalah 47.293.000 ton. Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi padi
nasional dipasok dari Jawa Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi Jawa
Barat seperti Karawang dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang berarti.

Produksi padi nasional sampai Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi
areal panen 9.881.764 ha. Karena pemeliharaan yang kurang intensif, hasil padi
gogo hanya 1-3 ton/ha, sedangkan dengan kultur teknis yang baik hasil padi sawah
mencapai 6-7 ton/ha.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS


dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.
b) Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun.
Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi
meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air
melimpah prduksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif.
c) Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur
22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur
19-23 derajat C.
d) Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan.
e) Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang
akan merobohkan tanaman.

5.2. Media Tanam

a) Padi gogo
1. Padi gogo harus ditanam di lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup
mengandung air dan udara.
2. Memerlukan ketebalan tanah 25 cm, tanah yang cocok bervariasi mulai dari
yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang
tersedia diperlukan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada
harus < 50%.
3. Keasaman tanah bervariasi dari 4,0 sampai 8,0.

b) Padi sawah
1. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki
lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.
2. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.
3. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan
mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur
dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami
penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung
oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan
tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Syarat benih yang baik:


a) Tidak mengandung gabah hampa, potongan jerami, kerikil, tanah dan hama
gudang.
b) Warna gabah sesuai aslinya dan cerah.
c) Bentuk gabah tidak berubah dan sesuai aslinya.
d) Daya perkecambahan 80%.

2) Penyiapan Benih

Benih dimasukkan ke dalam karung goni dan direndam 1 malam di dalam air
mengalir supaya perkecambahan benih bersamaan.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Padi sawah
Untuk satu hektar padi sawah diperlukan 25-40 kg benih tergantung pada jenis
padinya. Lahan persemaian dipersiapkan 50 hari sebelum semai. Luas
persemaian kira-kira 1/20 dari aeral sawah yang akan ditanami. Lahan
persemaian dibajak dan digaru kemudian dibuat bedengan sepanjang 500-600
cm, lebar 120 cm dan tinggi 20 cm. Sebelum penyemaian, taburi pupuk urea
dan SP-36 masing-masing 10 gram/meter persegi. Benih disemai dengan
kerapatan 75 gram/meter persegi.
b) Padi Gogo
Benih langsung ditanam di ladang.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 5 cm. Semprotkan pestisida


pada hari ke 7 dan taburi pupuk urea 10 gram/meter persegi pada hari ke 10.

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Pemindahan benih

Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 25-40 hari, berdaun 5-7
helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang
hama dan penyakit.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Pengolahan Lahan Padi Sawah

a) Bersihkan saluran air dan sawah dari jerami dan rumput liar.
b) Perbaiki pematang serta cangkul sudut petak sawah yang sukar dikerjakan
dengan bajak.
c) Bajak sawah untuk membalik tanah dan memasukkan bahan organik yang ada
di permukaan. Pembajakan pertama dilakukan pada awal musim tanam dan
dibiarkan 2-3 hari setelah itu dilakukan pembajakan ke dua yang disusul oleh
pembajakan ketiga 3-5 hari menjelang tanam.
d) Ratakan permukaan tanah sawah, dan hancurkan gumpalan tanah dengan cara
menggaru. Permukaan tanah yang rata dapat dibuktikan dengan melihat
permukaan air di dalam petak sawah yang merata.
e) Lereng yang curam dibuat teras memanjang dengan petak-petak yang dibatasi
oleh pematang agar permukaan tanah merata.

3) Pengolahan Lahan Padi Gogo

Waktu yang tepat adalah di akhir musim kemarau atau menjelang musim hujan.
Cara pengolahan tanah adalah sebagai berikut:
a) Lahan dibersihkan dari tanaman penggangu dan rumput sambil memperbaiki
pematang dan saluran drainase.
b) Tanah dibajak dua kali pada kedalaman 25-30 cm, tanah dibalik.
c) Pemupukan organik diberikan pada waktu pembajakan yang kedua sebanyak
20 ton/ha.
d) Untuk menghaluskan tanah, tanah digaru lalu diratakan.
e) Tanah dibiarkan sampai hujan turun.

6.3. Teknik Penanaman

1) Pola Tanam

Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi 3 x setahun, tetapi pada sawah
tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran
tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi, biasanya setelah satu tahun
menanam padi.

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari


dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi
gogo di antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah,
tanaman tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa kacang-
kacangan.

2) Penanaman Padi Sawah

Bibit ditanam dalam larikan dengan jarak tanam 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, 22 x 22


cm atau 30 x 20 cm tergantung pada varitas padi, kesuburan tanah dan musim.
Padi dengan jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam yang lebih
lebar. Pada tanah subur jarak tanam lebih lebar. Jarak tanam di daerah
pegunungan lebih rapat karena bibit tumbuh lebih lambat. 2-3 batang bibit ditanam
pada kedalaman 3-4 cm.

3) Penanaman Padi Gogo

Penanaman dilakukan pada awal musim hujan setelah dua atau tiga kali turun
hujan di bulan Oktober-November. Penanaman dilakukan dengan cara:
a) Di dalam lubang tanam
Kedalaman lubang 3-5 cm dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Satu lubang diisi
dengan 5-7 butir benih dan ditutup dengan pupuk kandang dan abu, debu atau
tanah halus.
b) Di dalam larikan
Terlebih dahulu dibuat alur tanam dengan bantuan kayu berujung runcing
dengan jarak antar aluran 60 cm dan kedalaman 3 cm. Benih ditaburkan ke
dalam aluran.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman Padi Sawah

Penyulaman tanaman yang mati dilakukan paling lama 14 hari setelah tanam.
Bibit sulaman harus dari jenis yang sama yang merupakan bibit cadangan pada
persemaian bibit.

2) Penyiangan Padi Sawah

Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang dikerjakan


sekaligus dengan menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu
pada saat berumur 3 dan 6 minggu dengan menggunakan landak (alat penyiang
mekanis yang berfungsi dengan cara didorong) atau cangkul kecil.

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pengairan Padi Sawah

Syarat penggunaan air di sawah:


a) Air berasal dari sumber air yang telah ditentukan Dinas Pengairan/ Dinas
Pertanian dengan aliran air tidak deras.
b) Air harus bisa menggenangi sawah dengan merata.
c) Lubang pemasukkan dan pembuangan air letaknya bersebrangan agar air
merata di seluruh lahan.
d) Air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang diendapkan pada petak
sawah. Kotoran berfungsi sebagai pupuk.
e) Genangan air harus pada ketinggian yang telah ditentukan.

Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit demi
sedikit. Sejak padi berumur 8 hari genangan air mencapai 5 cm. Pada waktu padi
berumur 8-45 hari kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm.

Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, pada
waktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit-demi sedikit.

4) Pemupukan Padi Sawah

Pupuk kandang 5 ton/ha diberikan ke dalam tanah dua minggu sebelum tanam
pada waktu pembajakan tanah sawah. Pupuk anorganik yang dianjurkan
Urea=300 kg/ha, TSP=75-175 kg/ha dan KCl=50 kg/ha.

Pupuk Urea diberikan 2 kali, yaitu pada 3-4 minggu, 6-8 minggu setelah tanam.
Urea disebarkan dan diinjak agar terbenam. Pupuk TSP diberikan satu hari
sebelum tanam dengan cara disebarkan dan dibenamkan. Pupuk KCl diberikan 2
kali yaitu pada saat tanam dan saat menjelang keluar malai.

5) Penyiangan dan Pembumbunan Padi Gogo

Dilakukan secara mekanis dengan cangkul kecil, sabit atau dengan tangan waktu
tanaman berumur 3-4 minggu dan 8 minggu. Pembumbunan dilakukan
bersamaan dengan penyiangan pertama dan 1-2 minggu sebelum muncul malai.

6) Penyulaman Padi Gogo

Dilakukan pada umur 1-3 minggu setelah tanam.

7) Pemupukan Padi Gogo

a) Pupuk organik
Berasal dari tanaman pupuk hijau seperti Crotalaria juncea yang berumur 4-6
bulan atau dari pupuk kandang yang telah matang. Pupuk organik dibenamkan
ke tanah dengan dosisi 10-30 ton/ha.

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Pupuk anorganik
Pupuk yang diberikan berupa 150-200 kg/ha Urea, 75 kg/ha TSP dan 50 kg/ha
KCl. Pupuk TSP dan KCl diberikan saat tanam dan urea pada 3-4 minggu dan 8
minggu setelah tanam.

8) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan pestisida dilakukan 1-2 minggu sekali tergantung dari intensitas


serangan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama Hama di Persemaian Basah (untuk padi sawah)

a) Hama di Persemaian Basah (untuk padi sawah)

1. Hama putih (Nymphula depunctalis)


Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang
sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Pengendalian: (1) pengaturan
air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami,
menggugurkan tabung daun; (2) penyemprotan insektisida Kiltop 50 EC atau
Tomafur 3G.

2. Padi trip (Trips oryzae)


Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan,
pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi.
Pengendalian: insektisida Mipein 50 WP atau Dharmacin 50 WP.

3. Ulat tentara (Pseudaletia unipuncta, berwarna abu-abu; Spodoptera litura,


berwarna coklat hitam; S. exempta, bergaris kuning)
Gejala: ulat memakan helai daun, tanaman hanya tinggal tulang-tulang daun.
Pengendalian: cara mekanis dan insektisida Sevin, Diazenon, Sumithion dan
Agrocide.

7.2. Hama di Sawah

a) Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng
padi berpunggung putih (Sogatella furcifera).
Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi. Saat ini hama wereng paling
ditakuti oleh petani di Indonesia. Wereng ini dapat menularkan virus. Gejala:
tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tnaman seperti
terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1)
bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

48, IR 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami
seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemportan insektisida
Applaud 10 WP, Applaud 400 FW atau Applaud 100 EC.

b) Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N.
impicticep).
Merusak dengan cara mengisap cairan daun. Gejala: di tempat bekas hisapan
akan tumbuh cendawan jelaga, daun tanaman kering dan mati. Tanaman ada
yang menjadi kerdil, bagian pucuk berwarna kuning hingga kuning kecoklatan.
Malai yang dihasilkan kecil.

c) Walang sangit (Leptocoriza acuta)


Menyerang buah padi yang masak susu. Gejala: dan menyebabkan buah hampa
atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada
daun terdapat bercak bekas isapan dan buah padi berbintik-bintik hitam.
Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatan kebersihan, mengumpulkan
dan memunahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik; (2)
menyemprotkan insektisida Bassa 50 EC, Dharmabas 500 EC, Dharmacin 50 WP,
Kiltop 50 EC.

d) Kepik hijau (Nezara viridula)


Menyerang batang dan buah padi. Gejala: pada batang tanaman terdapat bekas
tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan dan pertumbuhan
tanaman terganggu. Pengendalian: mengumpulkan dan memusnahkan telur-
telurnya, penyemprotan insektisida Curacron 250 ULV, Dimilin 25 WP, Larvin 75
WP.

e) Penggerek batang padi terdiri atas: penggerek batang padi putih (Tryporhyza
innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu
(Sesamia inferens).
Dapat menimbulkan kerugian besar. Menyerang batang dan pelepah daun.
Gejala: pucuk tanaman layu, kering berwarna kemerahan dan mudah dicabut,
daun mengering dan seluruh batang kering. Kerusakan pada tanaman muda
disebut hama “sundep” dan pada tanaman bunting (pengisian biji) disebut “beluk”.
Pengendalian: (1) menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan
lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong
mati, membakar jerami; (2) menggunakan insektisida Curaterr 3G, Dharmafur 3G,
Furadan 3G, Karphos 25 EC, Opetrofur 3G, Tomafur 3G.

f) Hama tikus (Rattus argentiventer)


Tanaman padi akan mengalami kerusakan parah apabila terserang oleh hama
tikus dan menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup besar. Menyerang
batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala: adanya tanaman padi yang roboh
pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman.

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Pengendalian: pergiliran tanaman, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami


seperti ular dan burung hantu, penggunaan pestisida dengan tepat, intensif dan
teratur, memberikan umpan beracun seperti seng fosfat yang dicampur dengan
jagung atau beras.

g) Burung (manyar Palceus manyar, gelatik Padda aryzyvora, pipit Lonchura


lencogastroides, peking L. puntulata, bondol hitam L. ferraginosa dan bondol putih
L. ferramaya).
Menyerang padi menjelang panen, tangkai buah patah, biji berserakan.
Pengendalian: mengusir dengan bunyi-bunyian atau orang-orangan.

7.3. Penyakit

a) Bercak daun coklat


Penyebab: jamur Helmintosporium oryzae). Gejala: menyerang pelepah, malai,
buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak
coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan
kecambah mati. Pengendalian: (1) merendam benih di dalam air panas,
pemupukan berimbang, menanam padi tahan penyakit ini, menaburkan serbuk air
raksa dan bubuk kapur (2:15); (2) dengan insektisida Rabcide 50 WP.

b) Blast
Penyebab: jamur Pyricularia oryzae. Gejala: menyerang daun, buku pada malai
dan ujung tangkai malai. Serangan menyebabakn daun, gelang buku, tangkai
malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk. Proses pemasakan
makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Pengendalian: (1)
membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam varitas unggul Sentani,
Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk N di saaat pertengahan fase vegetatif
dan fase pembentukan bulir; (2) menyemprotkan insektisida Fujiwan 400 EC,
Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50 WP.

c) Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot,)


Penyebab: jamur Cercospora oryzae. Gejala: menyerang daun dan pelepah.
Tampak gari-garis atau bercak-bercak sempit memanjang berwarna coklat
sepanjang 2-10 mm. Proses pembungaan dan pengisian biji terhambat.
Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini seperti Citarum,
mencelupkan benih ke dalam larutan merkuri; (2) menyemprotkan fungisida
Benlate T 20/20 WP atau Delsene MX 200.

d) Busuk pelepah daun


Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. Gejala: menyerang daun dan pelepah daun,
gejala terlihat pada tanaman yang telah membentuk anakan dan menyebabkan
jumlah dan mutu gabah menurun. Penyakit ini tidak terlalu merugikan secara
ekonomi. Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini; (2)
menyemprotkan fungisida pada saat pembentukan anakan seperti Monceren 25
WP dan Validacin 3 AS.

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda,
malai dan biji menjadi kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar
membusuk, tanaman padi. Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah.
Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan
merkuri.

f) Penyakit noda/api palsu


Penyebab: jamur Ustilaginoidea virens. Gejala: malai dan buah padi dipenuhi
spora, dalam satu malai hanya beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak
menimbulkan kerugian besar. Pengendalian: memusnahkan malai yang sakit,
menyemprotkan fungisida pada malai sakit.

g) Penyakit kresek/hawar daun


Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae) Gejala: menyerang daun
dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan
berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Serangan menyebabkan
gagal panen. Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR
46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2)
pengendalian kimia dengan bakterisida Stablex WP.

h) Penyakit bakteri daun bergaris/Leaf streak


Penyebab: bakteri X. translucens. Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh.
Terdapat garis basah berwarna merah kekuningan pada helai daun sehingga
daun seperti terbakar. Pengendalian: menanam varitas unggul, menghindari luka
mekanis, pergiliran varitas dan bakterisida Stablex 10 WP.

i) Penyakit kerdil
Penyebab: virus ditularkan oleh serangga Nilaparvata lugens. Gejala: menyerang
semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-
kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil.
Penyakit ini sangat merugikan. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan
dilakukan dengan memusnahkan tanaman yang terserang ada memberantas
vektor.

j) Penyakit tungro
Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng Nephotettix impicticeps. Gejala:
menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna,
daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda,
malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti
Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.4. Gulma

Gulma yang tumbuh di antara tanaman padi adalah rumput-rumputan seperti rumput
teki (Cytorus rotundus) dan gulma berdaun lebar. Pengendalian dengan cara
mekanis (mencabut, menyiangi), jarak tanam yang tepat dan penyemprotan
herbisida Basagran 50 ML, Difenex 7G, DMA 6 dll.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Padi siap panen: 95 % butir sudah menguning (33-36 hari setelah berbunga), bagian
bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21-26 %, butir hijau
rendah.

8.2. Cara Panen

Keringkan sawah 7-10 hari sebelum panen, gunakan sabit tajam untuk memotong
pangkal batang, simpan hasil panen di suatu wadah atau tempat yang dialasi.

Panen dengan menggunakan mesin akan menghemat waktu, dengan alat Reaper
binder, panen dapat dilakukan selama 15 jam untuk setiap hektar sedangkan dengan
Reaper harvester panen hanya dilakukan selama 6 jam untuk 1 hektar.

8.3. Perkiraan Produksi

Dengan penanaman dan pemeliharaan yang intensif, diharapkan produksi mencapai


7 ton/ha. Saat ini hasil yang didapat hanya 4-5 ton/ha.

9. PASCAPANEN

a) Perontokan. Lakukan secepatnya setelah panen, gunakan cara diinjak-injak (±60


jam orang untuk 1 hektar), dihempas/dibanting (± 16 jam orang untuk 1 hektar)
dilakukan dua kali di dua tempat terpisah. Dengan menggunakan mesin perontok,
waktu dapat dihemat. Perontokan dengan perontok pedal mekanis hanya
memerlukan 7,8 jam orang untuk 1 hektar hasil panen.
b) Pembersihan. Bersihkan gabah dengan cara diayak/ditapi atau dengan blower
manual. Kadar kotoran tidak boleh lebih dari 3 %.
c) Jemur gabah selama 3-4 hari selama 3 jam per hari sampai kadar airnya 14 %.
Secara tradisional padi dijemur di halaman. Jika menggunakan mesin pengering,
kebersihan gabah lebih terjamin daripada dijemur di halaman.

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Penyimpanan. Gabah dimasukkan ke dalam karung bersih dan jauhkan dari beras
karena dapat tertulari hama beras. Gabah siap dibawa ke tempat penggilingan
beras (huller).

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Harga padi yang sangat ditentukan pemerintah menyebabkan petani sering kali
merugi karena modal dasar tidak seimbang dengan harga gabah. Keadaan ini
semakin memburuk dengan dihilangkannya subsidi pupuk. Petani menjual padi ke
Bulog dengan harga yang ditentukan pemerintah (saat ini seharga Rp. 2.100-
1.500/kg). Pada saat penen raya, bulog tidak memiliki cukup uang untuk membeli
padi rakyat sehingga menunggak pembayaran ke petani. Keadaan ini sangat
merugikan petani. Budidaya padi untuk mencapai keuntungan yang layak sulit
diwujudkan.

Perkiraan analisis budidaya padi (nasional) permusim panen dengan luas lahan 1
hektar masa tanam tahun 1999. (sumber: Departemen Pertanian)

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan Rp. 600.000,-
2. Bibit: benih 25 kg @ Rp. 3.000,- Rp. 75.000,-
3. Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp. 1.115,- Rp. 223.000,-
- ZA: 50 kg @ Rp. 1.000,- Rp. 50.000,-
- SP-35: 100 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 160.000,-
- KCl: 75 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 123.750,-
- PPC/ZPT Rp. 64.000,-
4. Pestisida Rp. 600.000,-
5. Tenaga kerja
- Persemaian 5 HOK @ Rp. 8.000,- Rp. 40.000,-
- Pengolahan tanah dgn mesin 15 HOK @ Rp. 15.000 Rp. 220.000,-
- Menanam 20 HOK @ Rp. 6.000,- Rp. 120.000,-
- Penyiangan 15 HOK @ Rp. 8.000,- Rp. 120.000,-
- Pemupukan 9 HOK @ Rp. 8.000,- Rp. 72.000,-
- Pemberantasan OPT 4 HOK @ Rp. 8.000,- Rp. 32.000,-
6. Panen dan pascapanen
- Merontok, keringkan, angkut 72 HOK @ Rp. 8.000,- Rp. 576.000,-
- Ongos angkut ke pasar Rp. 26.918,-
7. Bunga bank Rp. 148.037,-
Jumlah biaya produksi Rp. 2.994.705,-

b) Pendapatan 4.201 kg (GKG) @ Rp.1.450,- Rp. 6.091.450,-

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Keuntungan Rp. 3.096.745,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. B/C Ratio = 1,03

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Beras adalah makanan pokok sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi di
dunia. Kebutuhan beras nasional tidak terpenuhi oleh produksi beras dalam negeri
karena itu kita masih selalu mengimpor beras. Pemerintah, pada tahun 1998
mengimpor 3,1 juta ton beras untuk mengantisipasi kebutuhan beras masyarakat.

Dengan memperhatikan hal di atas seharusnya agribisnis padi dapat menarik banyak
para investor. Namun demikiaan, dilain pihak, harga beras sangat ditentukan
pemerintah dan tidak dinamis seperti halnya tanaman hortikultur atau perkebunan
sehingga umumnya petani padi sering merugi. Tanpa perubahan tata niaga beras
dan pengurangan campur tangan pemerintah, agribisnis padi akan tetap tidak
banyak diperhitungkan dan diminati oleh investor di bidang pertanian.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu gabah di Indonesia tercantum dalam SNI 0224-1987-0.

11.3. Klasifikasi dan Standar mutu

a) Persyaratan kualitatif
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya.
3. Bebas dari bahan-bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida
dan bahan kimia lainnya.
4. Gabah tidak boleh panas.

b) Persyaratan kuantitatif
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=14,0; mutu II=14,0; mutu III=14,0.
2. Gabah hampa maksimum (%): mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=3,0.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. Butir rusak dan butir kuning maksimum (%): mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu
III=7,0.
4. Butir rusak dan gabah muda maksimum (%): mutu I=1,0; mutu II=5,0; mutu
III=10,0.
5. Butir merah maksimum (%): mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=4,0.
6. Benda asing maksimum (%): mutu I tidak ada; mutu II=0,5; mutu III=1,0.
7. Gabah varientas lain maksimum (%): mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu III=10,0.

Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah tingkat mutu gabah tidak
memenuhi persyaratan tingkat mutu I,II dan III tidak memenuhi persyaratan kualitatif.

11.4. Pengambilan Contoh

Sedangkan untuk cara pengujian mutu dan pengambilan contoh terdapat dalam
“Petunjuk pengujian mutu dan pengambilan contoh “ yang disajikan tersendiri dalam
pelaksanaan standar (implementasi).

11.5. Pengemasan

Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit


mulutnya, berat netto maksimum 75 kg dan tahan mengalami “handling” baik waktu
pemuatan maupun pembongkaran.

Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman
yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


a) AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
b) Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. 1982. Petunjuk Perlakuan Pasca Panen
Tanaman Padi.
c) Griest, D.H. Rice. Longman. Singapore

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Suparyono, Dr & Agus Setyono, Dr. 1994. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

PALA
( Myristica Fragan Haitt )

1. SEJARAH SINGKAT
Pala (Myristica Fragan Haitt) merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi asli
Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman pala
menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang
melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala
terus meluas sampai Sumatera.

2. JENIS TANAMAN
Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain: 1) Myristica fragrans Houtt, 2)
Myristica argentea Ware, 3) Myristica fattua Houtt, 4) Myristica specioga Ware, 5)
Myristica Sucedona BL, 6) Myristica malabarica Lam.

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jenis pala yang banyak diusahakan adalah terutama Myristica fragrans, sebab
jenis pala ini mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya. Disusul
jenis Myristica argentea dan Myristica fattua. Jenis Myristica specioga, Myristica
sucedona, dan Myristica malabarica produksinya rendah sehingga nilai ekonomisnya
pun rendah pula.

3. MANFAAT TANAMAN
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil
minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan
kosmetik.
1) Kulit batang dan daun
Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan “kino” hanya dimanfaatkan sebagai
kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri
2) Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti
anyaman pala, disebut “bunga pala”. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak
dijual didalam negeri.
3) Biji pala
Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempah-
rempah. Buah pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa
nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan
usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-
muntah dan lain-lainya.
4) Daging buah pala
Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah
diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala,
marmelade, selai pala, kKristal daging buah pala.

4. SENTRA PENANAMAN
Jika dilihat data pada tahun 1971 lalu, luas tanaman pala di Indonesia sekitar 22.809
hektar dengan daerah penyebaran yang terpusat di Sulawesi, Irian Jaya. Aceh dan
Maluku.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Tanaman pala juga membutuhkan iklim yang panas dengan curah hujan yang
tinggi dan agak merata/tidak banyak berubah sepanjang tahun.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Suhu udara lingkungan 20-30 derajat C sedangkan, curah hujan terbagi secara
teratur sepanjang tahun. Tanaman pala tergolong jenis tanaman yang tahan
terhadap musim kering selama beberapa bulan.

5.2. Media Tanam

1) Tanaman ini membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok pada
tanah vulkasnis yang mempunyai pembuangan air yang baik. Tanaman pala
tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan
bahan organis yang tinggi.
2) Sedangkan pH tanah yang cocok untuk tanaman pala adalah 5,5 – 6,5. Tanaman
ini peka terhadap gangguan air, maka untuk tanaman ini harus memiliki saluran
drainase yang baik.
3) Pada tanah-tanah yang miring seperti pada lereng pegunungan, agar tanah tidak
mengalami erosi sehingga tingkat kesuburannya berkurang, maka perlu dibuat
teras-teras melintang lereng.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman pala dapat tumbuh baik di daerah yang mempunyai ketinggian 500-700 m
dpl. Sedangkan pada ketinggian di atas 700 m, produksitivitas tanaman akan rendah.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Perbanyakan Cara Generatif (Biji)

a) Pemilihan Biji

Perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan mengecambahkan biji. Dalam


hal ini biji yang digunakan berasal dari:
1. Biji sapuan: biji yang dikumpulkan begitu saja tanpa diketahui secara jelas
dan pasti mengenai pohon induknya.
2. Biji terpilih: biji yang asalnya atau pohon induknya diketahui dengan jelas.
Dalam hal ini ada 3 macam biji terpilih, yaitu: (1) biji legitiem, yaitu biji yang
diketahui dengan jelas pohon induknya (asal putiknya jelas diketahui); (2) biji
illegitiem, yaitu biji yang berasal dari tumpang sari tidak diketahui, tetapi asal
putiknya jelas diketahui; (3) biji Propellegitiem, yaitu biji yang terjadi hasil
persilangan dalam satu kebun yang terdiri dua klon atau lebih.

Biji-biji yang akan digunakan sebagai benih harus berasal dari buah pala yang
benar-benar masak. Buah pala bijinya akan digunakan sebagai benih
hendaknya berasal dari pohon pala yang mempunyai sifat-sifat: (1) pohon

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dewasa yang tumbuhnya sehat; (2) mampu berproduksi tinggi dan kwalitasnya
baik.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: KB.


010/42/SK/ DJ. BUN/9/1984, telah ditetapkan dan dipilih pohon induk yang
dapat dipergunakan sebagai sumber benih yang tersebar di 4 propinsi, yaitu:
Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Biji-biji dari pohon
induk terpilih yang akan digunakan sebagai benih harus diseleksi, yaitu dipilih
biji-biji yang ukurannya besar dengan bobot minimum 50 gram/biji, berbentuk
agak bulat dan simetris, kulit biji berwarna coklat kehitam-hitaman dan
mengkilat, tidak terserang oleh hama dan penyakit.

Buah pala yang dipetik dari pohon dan akan dijadikan benih harus segera
diambil bijinya, paling lambat dalam waktu 24 jam biji-biji tersebut harus sudah
disemaikan. Hal ini disebabkan oleh sifat biji pala yang daya berkecambahnya
dapat cepat menurun.

b) Penyemaian

Tanah tempat penyemaian harus dekat sumber air untuk lebih memudahkan
melakukan penyiraman pesemaian. Tanah yang akan dipakai untuk
penyemaian harus dipilih tanah yang subur dan gembur. Tanah diolah dengan
cangkul dengan kedalaman olakan sekitar 20 cm dan dibuat bedengan dengan
ukuran lebar sekitar 1,5 cm dan panjangnya 5-10 cm, tergantung biji pala yang
akan disemaikan. Bedengan dibuat membujur Utara-Selatan. Kemudian tanah
yang sudah diolah tersebut dicampuri dengan pupuk kandang yang sudah jadi
(sudah tidak mengalami fermentasi) secara merata secukupnya supaya tanah
bedengan tersebut menjadi gembur. Sekeliling bedengan dibuka selokan kecil
yang berfungsi sebagai saluran drainase.

Bedengan diberi peneduh dari anyaman daun kelapa/jerami dengan ukuran


tinggi sebelah Timur 2 m dan sebelah Barat 1 m. maksud pemberian peneduh
ini adalah agar pesemaian hanya terkena sinar matahari pada pagi sampai
menjelang siang hari dan pada siang hari yang panas terik itu persemaian itu
terlindungi oleh peneduh.

Tanah bedengan disiram air sedikit demi sedikit sehingga kebasahannya


merata dan tidak sampai terjadi genangan air pada bedengan. Kemudian biji-biji
pala disemaikan dengan membenamkan biji pala sampai sedalam sekiat 1 cm
di bawah permukaan tanah bedengan. Jarak persemaian antar-biji adalah
15X15 cm. Posisi dalam membenamkan biji/benih harus rapat, yakni garis putih
pada kulit biji terletak di bawah. Pemeliharaan pesemaian terutama adalah
menjaga tanah bedengan tetap dalam keadaan basah (disiram dengan air) dan
menjaga agar tanah bedengan tetap bersih dari gulma).

Setelah biji berkecambah yaitu sudah tumbuh bakal batangnya. Maka bibit
pada pesemaian tersebut dapat dipindahkan ke kantong polybag yang berisi

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

media tumbuh berupa tanah gembur yang subur dicampur dengan pupuk
kandang. Pemindahan bibit dari pesemaian ke kantong polybag harus
dilakukan secara hati-hati agar perakarannya tidak rusak.

Polybag yang sudah berisi bibit tanaman harus diletakkan pada tempat yang
terlindung dari sinar matahari/diletakkan berderet-deret dan diatasnya diberi
atap pelindung berupa anyaman daun kelapa/jerami.

Pemeliharaan dalam polybag terutama adalah menjaga agar media tumbuhnya


tetap bersih dari gulma dan menjaga media tumbuh dalam keadaan tetap
basah namun tidak tergantung air. Agar tidak tergenang air, bagian bawahnya
dari polybag harus diberi lubang untuk jalan keluar air siraman/air hujan.

Bibit-bibit tersebut dapat dilakukan pemupukan ringan, yakni dengan pupuk


TSP dan urea masing-masing sektar 1 gram tiap pemupukan. Pupuk ditaruh di
atas permukaan media tumbuh kemudian langsung disiram. Pemupukan
dilakukan 2 kali dalam setahun, yakni pada awal musim hujan dan pada akhir
musim hujan. Setelah bibit tanaman mempunyai 3–5 batang cabang, maka bibit
ini dapat dipindahkan/ditanam di lapangan.

2) Perbanyakan Cara Cangkok (Marcoteren)

Perbanyakan tanaman pala dengan cara mencangkok bertujuan untuk


mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat-sifat asli induknya (pohon yang
dicangkok).

Hal yang diperhatikan dalam memilih batang/cabangyang akan dicangkok adalah


dari pohon yang tumbuhnya sehat dan mampu memproduksi buah cukup banyak,
pohon yang sudah berumur 12–15 tahun. Batang/cabang yang sudah berkayu,
tetapi tidak terlalu tua/terlalu muda.

Cara mencangkok (marcotern):


a) Batang/cabang dikelupas kulitnya dengan pisau tajam secara melingkar
sepanjang 3–4 cm. Posisi cangkokan sekitar 25 cm dari pangkal
batang/cabang. Lendir/kambium yang melapisi kayu dihilangkan dengan cara
disisrik kambiumnya, batang yang akan dicangkok tersebut dibiarkan selama
beberapa jam sampai kayunya yang tampak itu kering benar.
b) Ambillah tanah yang gembur dan sudah dicampuri dengan pupuk kandang
dalam keadaan basah dan menggumpal. Kemudian tanah tersebut
ditempelkan/dibalutkan pada bagian batang yang telah dikuliti berbentuk
gundukan tanah. Gundukan tanah tersebut kemudian dibalut dengan sabut
kelapa/plastik. Agar tanah dapat melekat erat pada batang yang sudah dikuliti,
maka sabut kelapa/plastik pembalut itu diikat dengan tali secara kuat pada
bagian bawa, bagian tengah dan bagian atas. Bila menggunakan pembalut dari
palstik, maka bagian atas dan bagian bawah harus diberi lubang kecil untuk
memasukkan air siraman (lubang bagian atas) dan sebagai saluran drainase
(lubang bagian bawah).

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Bila pencangkokkan ini berhasil dengan baik, maka setelah 2 bulan akan tumbuh
perakarannya. Jika perakaran cangkokkan itu sudah siap untuk dipotong dan
dipindahkan keranjang atau ditanam langsung di lapangan.

3) Perbanyakan Cara Peyambungan (Enten Dan Okulasi)

Sistem penyambungan ini adalah menempatkan bagian tanaman yang dipilih


pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga membentuk satu tanaman
bersama. Sistem penyambungan ini ada dua cara, yakni:
a) Penyambungan Pucuk (entern, grafting)
Penyambungan pucuk ini ada tiga macam yaitu :
1. Enten celah (batang atas dan batang bawah sama besar)
2. Enten pangkas atau kopulasi
3. Enten sisi (segi tiga)
b) Penyambungan mata (okulasi)
Penyambungan mata ada tiga macam yaitu :
1. Okulasi biasa (segi empat)
2. Okulasi “T”
3. Forkert

Setelah 3-4 bulan sejak penyambungan dengan sistem enten atau okulasi itu
dilakukan dan jika telah menunjukkan adanya pertumbuhan batang atas (pada
penyambungan enten) dan mata tunas (pada penyambungan okulasi), tanaman
sudah dapat ditanam di lapangan.

4) Perbanyakan Cara Penyusuan (Inarching Atau Approach Grafting)

Dalam sistem penyusuan ini, ukuran batang bawah dan batang atas harus sama
besar (kurang lebih besar jari tangan orang dewasa). Cara melakukannya adalah
sebagai berikut:
a) Pilihlah calon bawah dan batang atas yang mempunyai ukuran sama.
b) Lakukanlah penyayatan pada batang atas dan batang bawah dengan bentuk
dan ukuran sampai terkena bagian dari kayu.
c) Tempelkan batang bawah tersebut pada batang atas tepat pada bekas sayatan
tadi dan ikatlah pada batang atas tepat pada bekas sayatan dan ikat dengan
kuat tali rafia.

Setelah beberapa waktu, kedua batang tersebut akan tumbuh bersama-sama


seolah-olah batang bawah menyusu pada batang atas sebagai induknya. Dalam
waktu 4–6 minggu, penyusuan ini sudah dapat dilihat hasilnya. Jika batang atas
daun-daunnya tidak layu, maka penyusuan itu dapat dipastikan berhasil. Setelah 4
bulan, batang bagian bawah dan bagian atas sudah tidak diperlukan lagi dan
boleh dipotong serta dibiarkan tumbuh secara sempurna. Jika telah tumbuh
sempurna, maka bibit dari hasil penyusuan tersebut sudah dapat ditanam di
lapangan.

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Perbanyakan Cara Stek

Tanaman pala dapat diperbanyak dengan stek tua dan muda yang dengan 0,5%
larutan hormaon IBA. Penyetekan menggunakan hormon IBA 0,5%, biasanya
pada umur 4 bulan setelah dilakukan penyetekan sudah keluar akar-akarnya.
Kemudian tiga bulan berikutnya sudah tumbuh perakaran yang cukup banyak.
Percobaan lain adalah dengan menggunakan IBA 0,6% dalam bentuk kapur.
Penyetekan dengan menggunakan IBA 0,6%, biasanya setelah 8 minggu sudah
terbentuk kalus di bagian bawah stek. Kemudian jika diperlukan untuk kedua
kalinya dengan larutan IBA 0,5%, maka setelah 9 bulan kemudian sudah tampak
perakaran.

6.2. Pengolahan Media Tanam

Kebun untuk tanaman pala perlu disiapkan sebaik-baiknya, di atas lahan masih
terdapat semak belukar harus dihilangkan. Kemudian tanah diolah agar menjadi
gembur sehingga aerasi (peredaran udara dalam tanah) berjalan dengan baik.
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan pada musim kemarau supaya proses
penggemburan tanah itu dapat lebih efektif.

Pengolahan tanah pada kondisi lahan yang miring harus dilakukan menurut arah
melintang lereng. Pengolahan tanah dengan cara ini akan membentuk alur yang
dapat mencegah aliran permukaan tanah/menghindari erosi.

Pada tanah yang kemiringan 20% perlu dibuat teras-teras dengan ukuran lebar
sekitar 2 m, dapat pula dibuat teras tersusun dengan penanaman sistem kountur,
yaitu dapat membentuk teras guludan, teras kredit/teras bangku.

6.3. Teknik Penanaman

Penanaman bibit dilakukan pada awal musim hujan. Hal ini untuk mencegah agar
bibit tanaman tidak mati karena kekeringan, bibit tanaman yang berasal dari biji dan
sudah mempunyai 3–5 batang cabang biasanya sudah mampu beradaptasi dengan
kondisi lingkungan sehingga pertumbuhannya dapat baik.

Penanaman yang berasal dari biji dilakukan dengan cara sebagai berikut: polybag
(kantong pelastik) di lepaskan terlebih dahulu, bibit dimasukkan kedalam lubang
tanam dan permukaan tanah pada lubang tanam tersebut dibuat sedikit dibawah
permukaan lahan kebun. Setelah bibit-bibit tersebut ditanam, kemudian lubang
tanam tersebut disiram dengan air supaya media tumbuh dalam lubang menjadi
basah.

Bila bibit pala yang berasal dari cangkok, maka sebelum ditanam daun-daunnya
harus dikurangi terlebih dahulu untuk mencegah penguapan yang cepat. Lubang
tanam untuk bibit pala yang berasal dari cangkang perlu dibuat lebih dalam. Hal ini
dimaksudkan agar setelah dewasa tanaman tersebut tidak roboh karena sistem

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

akaran dari bibit cangkokan tidak memiliki akar tunggang. Setelah bibit di tanam,
lubang tanam harus segera disiram supaya media tumbuhan menjadi basah.

Penanaman bibit pala yang berasal dari enten dan okulasi dapat dilakukan seperti
menanam bibit-bibit pala yang berasal dari biji. Lubang tanaman perlu dipersiapkan
satu bulan sebelum bibit ditanam. Hal ini bertujuan agar tanah dalam lubangan
menjadi dayung (tidak asam), terutama jika pembuatannya pada musim hujan,
lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm untuk jenis tanah ringan dan
ukuran 80x80x80 cm untuk jenis tanah liat.

Dalam menggali lubang tanam, lapisan tanah bagian atas harus dipisahkan dengan
lapisan tanah bagian bawah, sebab kedua lapisan tanah ini mengandung unsur yang
berbeda. Setelah beberapa waktu, tanah galian bagian bawah di masukkan lebih
dahulu, kemudian menyusul tanah galian bagian atas yang telah dicampur dengan
pupuk kandang secukupnya.

Jarak tanam yang baik untuk tanaman pala adalah: pada lahan datar adalah 9x10
m. Sedangkan pada lahan bergelombang adalah 9x9 m.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

Untuk mencegah kerusakan atau bahkan kematian tanaman, maka perlu di


usahakan tanaman pelindung yang pertumbuhannya cepat, misalnya tanaman jenis
Clerisidae atau jauh sebelumnya bibit pala di tanam, lahan terlebih dahulu di tanami
jenis tanaman buah-buahan/tanaman kelapa.

1) Penyulaman harus dilakukan dilakukan jika bibit tanaman pala itu


mati/pertumbuhannya kurang baik.
2) Pada akhir musim hujan, setelah pemupukan sebaiknya segera dilakukan
penyiraman agar pupuk dapat segera larut dan diserap akar. Pada waktu tanaman
masih muda, pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk organik (pupuk kandang)
dan pupuk anorganik ( pupuk kimia sama dengan pupuk buatan) yaitu berupa
TSP, Urea dan KCl. Namun jika tanaman sudah dewasa/sudah tua, pemupukan
yang dan lebih efektif adalah pupuk anorganik. Pemupukan dilakukan dua kali
dalam setahun, yaitu pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan.
3) Sebelum pemupukan dilakukan, hendaknya dibuat parit sedalam 10 cm dan lebar
20 cm secara melingkar di sekitar batang pokok tanaman selebar kanopi (tajuk
pohon), kemudian pupuk TSP, Urea dan KCl ditabur dalam parit tersebut secara
merata dan segera ditimbun tanah dengan rapat. Jika pemupukan di lakukan pada
awal musim hujan, setelah dilakuakan pada akhir musim hujan, maka untuk
membantu pelarutan pupuk dapat dilakukan penyiraman, tetapi jika kondisinya
masih banyak turun hujan tidak perlu dilakukan penyiraman.

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Penggerek batang (Batocera sp)

Tanaman pala yang terserang oleh hama ini dalam waktu tertentu dapat
mengalami kematian. Gejala: terdapat lubang gerekan pada batang diameter 0,5–
1 cm, di mana didapat serbuk kayu. Pengendalian: (1) menutup lubang gerekan
dengan kayu/membuat lekukan pada lubang gerekan dan membunuh hamanya.
(2) memasukkan/menginjeksikan (menginfuskan) racun serangga seperti Dimicron
199 EC dan Tamaran 50 EC sistemik ke dalam batang pohon pala menggunakan
alat bor, dosis yang dimasukkan sebanyak 15–20 cc dan lubang tersebut segera
ditutup kembali.

2) Anai-Anai / Rayap

Hama anai-anai mulai menyerang dari akar tanaman, masuk ke pangkal batang
dan akhirnya sampai ke dalam batang. Gejala: terjadinya bercak hitam pada
permukaan batang, jika bercak hitam itu dikupas, maka sarang dan saluran yang
dibuat oleh anai-anai (rayap) akan kelihatan. Pengendalian: menyemprotkan
larutan insektisida pada tanah di sekitar batang tanaman yang diserang,
insektisida disemprotkan pada bercak hitam supaya dapat merembes kedalam
sarang dan saluran-saluran yang dibuat oleh anai-anai tersebut.

3) Kumbang Aeroceum fariculatus

Hama kumbang berukuran kecil dan sering menyerang biji pala. Imagonnya
menggerek biji dan meletakkan telur di dalamnya. Di dalam biji tersebut, telur akan
menetas dan menjadi larva yang dapat menggerek biji pala secara keseluruhan.
Pengendalian: mengeringkan secepatnya biji pala setelah diambil dari buahnya.

7.2. Penyakit

1) Kanker batang

Gejala: terjadinya pembengkakan batang, cabang atau ranting tanaman yang


diserang. Pengendalian: membersihkan kebun dari semak belukar, memangkas
bagian yang terserang dan dibakar.

2) Belah putih

Penyebab: cendawan coreneum sp. yang dapat menyebabkan buah terbelah dan
gugur sebelum tua. Gejala: terdapat bercak-bercak kecil berwarna ungu kecoklat-
coklatan pada bagian kuliat buah. Bercak-bercak tersebut membesar dan
berwarna hitam. Pengendalian: (1) membuat saluran pembuangan air (drainase)

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yang baik; (2) pengasapan dengan belerang di bawah pohon dengan dosis 100
gram/tanaman.

3) Rumah Laba-Laba

Menyerang cabang, ranting dan daun. Gejala: daun mengering dan kemudian
diikuti mengeringnya ranting dan cabang. Pengendalian: memangkas cabang,
ranting dan daun yang terserang, kemudian dibakar.

4) Busuk buah kering

Penyebab: jamur Stignina myristicae. Gejala: berupa bercak berwarna coklat,


bentuk bulat dan cekung dengan ukuran bercak bervariasi, yakni dari yang
berukuran sangat kecil sampai sekitar 3 cm; pada kulit buah tampak gugusan-
gugusan jamur berwarna hijau kehitam-hitaman dan akhirnya bercak-bercak
tersebut terjadi kering dan keras. Pengendalian: (1) kondisi kelembaban di sekitar
pohon pala perlu dikurangi, misalnya dengan mengurang kerimbunan pohon-
pohon lain di sekitar pala dengan memangkas sebagian cabang-cabangnya yang
berdaun rimbun, kemudian tanah di sekitar pohon dibersihkan, tidak terdapat
gulma atau tanaman-tanaman perdu lainnya; (2) buah pala dan daun yang
terserang penyakit ini segera dipetik dan dipendam dalam tanah; (3) dapat
dilakukan dengan penyemprotan fungisida secara yang rutin, yakni 2–4 minggu
sekali, baik pada saat ada serangan maupun tidak ada serangan dari penyakit ini,
fungsida yang dapat digunakan adalah yang mengandung bahan aktif mancozeb,
karbendazim dan benomi.

5) Busuk buah basah

Penyebab: jamur Collectotrichum gloeosporiodes, yang menyerang atau


menginfeksi buah yang luka. Gejala: buah pala tampak busuk warna coklat yang
sifatnya lunak dan basah; gejala ini timbul pada sekitar tangkai buah yang melekat
pada buah sehingga buah mudah gugur. Pengendalian: dengan busuk buah
kering.

6) Gugur buah muda

Gejala: adanya buah muda yang gugur. Penyebab: penyakit ini belum diketahui
dengan jelas. Pengendalian: dengan mengkombinasikan (memadukan) antara
pemupukan dan pemberian fungisida.

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Umumnya pohon pala mulai berbuah pada umur 7 tahun dan pada umur 10 tahun
telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi pada akan terus meningkat dan
pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Pohon pala terus berproduksi
sampai umur 60–70 tahun. Buah pala dapat dipetik (dipanen) setelah cukup masak
(tua), yakni yaitu sekitar 6–7 bulan sejak mulai bunga dengan tanda-tanda buah pala
yang sudah masak adalah jika sebagian dari buah tersebut tersebut murai merekah
(membelah) melalui alur belahnya dan terlihat bijinya yang diselaputi fuli warna
merah. Jika buah yang sudah mulai merekah dibiarkan tetap dipohon selama 2-3
hari, maka pembelahan buah menjadi sempurna (buah berbelah dua) dan bijinya
akan jatuh di tanah.

Di Daerah Banda, dikenal 3 macam waktu panen tiap tahun, yaitu: (1) panen
raya/besar (pertengahan musim hujan); panen lebih sedikit (awal musim hujan) dan
panen kecil (akhir musim hujan). Panen buah pala pada permulaan musim hujan
memberikan hasil paling baik (berkualitas tinggi) dan bunga pala (fuli) yang paling
tebal.

8.2. Cara Pemetikan

Pemetikan buah pala dapat dilakukan dengan galah bambu yang ujungnya
diberi/dibentuk keranjang (jawa: sosok). Selain itu dapat pula dilakukan dengan
memanjat dan memilih serta memetik buah-buah pala yang sudah masak benar.

9. PASCAPANEN
9.1. Pemisahan Bagian Buah

Setelah buah-buah pala masak dikumpulkan, buah yang sudah masak dibelah dan
antara daging buah, fuli dan bijinya dipisahkan. Setiap bagian buah pala tersebut
ditaruh pada wadah yang kondisinya bersih dan kering. Biji-biji yang terkumpul perlu
disortir dan dipilah-pilahkan menjadi 3 macam yaitu: (1) yang gemuk dan utuh; (2)
yang kurus atau keriput; dan (3) yang cacat.

9.2. Pengeringan Biji

Biji pala yang diperoleh dari proses ke-I tersebut segera dijemur untuk menghindari
serangan hama dan penyakit. Biji dijemur dengan panas matahari pada lantai
jemur/tempat lainnya. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang lebih
tinggi akan mengakibatkan biji pala pecah. Biji pala yang telah kering ditandai
dengan terlepas bagian kulit biji (cangkang), jika digolongkan akan kocak dan kadar
airnya sebesar 8–10 %.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Biji-biji pala yang sudah kering, kemudian dipukul dengan kayu supaya kulit buijinya
pecah dan terpisah dengan isi biji. Isi biji yang telah keluar dari cangkangnya
tersebut disortir berdasarkan ukuran besar kecilnya isi biji:
a) Besar: dalam 1 kg terdapat 120 butir isi biji.
b) Sedang: dalam 1 kg terdapat sekitar 150 butir isi biji.
c) Kecil: dalam 1 kg terdapat sekitar 200 butir isi biji.

Isi biji yang sudah kering, kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran biji pala
yang banyak dilakukan adalah pengapuran secara basah, yaitu:
a) Kapur yang sudah disaring sampai lembut dibuat larutan kapur dalam bak
besar/bejana (seperti yang digunakan untuk mengapur atau melabur
dinding/tembok).
b) Isi biji pala ditaruh dalam keranjang kecil dan dicelupkan dalam larutan kapur
sampai 2–3 kali dengan digoyang-goyangkan demikian rupa sehingga air kapur
menyentuh semua isi biji.
c) Selanjutnya isi biji itu diletakkan menjadi tumpukan dalam gudang untuk diangin-
anginkan sampai kering.

Setelah proses pengapuran perlu diadakan pemeriksaaan terakhir untuk mencegah


kemungkinan biji-biji pala tersebut cacat, misalnya pecah yang sebelumnya tidak
diketahui.

Pengawetan biji pala juga dapat dilakukan dengan teknologi baru, yakni dengan
fumigasi dengan menggunakan zat metil bromida (CH3 B1) atau karbon bisulfida
(CS2)

9.3. Pengeringan Bunga Pala (Fuli)

Fuli dijemur pada panas matahari secara perlahan-lahan selama beberapa jam,
kemudian diangin-anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli itu kering.
Warna fuli yang semula merah cerah, setelah dikeringkan menjadi merah tua dan
akhirnya menjadi jingga. Dengan pengeringan seperti ini dapat menghasilkan fuli
yang kenyal (tidak rapuh) dan berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun
tinggi pula.

9.4. Pemecahan Tempurung Biji

Pemecahan tempurung biji pala dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:


a) Dengan tenaga manusia
Cara memecah tempurung dari biji pala dilakukan dengan cara memukulnya
dengan kayu sampai tempurung tersebut pecah. Cara memecah tempurung biji
pala memerlukan keterampilan khusus, sebab kalau tidak isi biji akan banyak yang
rusak (pecah) sehingga kulitasnya turun.
b) Dengan mesin
Cara ini banyak digunakan petani pala. Secara sederhana dapat diterangkan
bahwa mekanisme kerja dan alat ini sama dengan yang dilakukan oleh manusia,

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yakni bagian tertentu dari mesin menghancurkan kulit buah pala sehingga yang
tinggal adalah isi bijinya. Keuntungan dari penggunaan mesin adalah tenaga,
waktu dan biaya operasionalnya dapat ditekan. Disamping itu kerusakan mekanis
dari isi biji juga lebih kecil.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Produksi pala (biji dan fuli) setiap tahun terus meningkat. Produksi pala pada tahun
1962 sebesar 3.200 ton meningkat menjadi 10.327 ton pada tahun 1971. Dalam
jangka waktu 10 tahun tersebut, kenaikan produksi pada rata-rata 22% pertahun luas
areal pala nasional pada tahun 1985 diperkirakan 70,192 hektar dengan jumlah
produksi sekitar 18.649 ton pertahun kenaikan produksi itu terutama disebabkan
untuk perluasan tanaman pala yang sekiatar 90% merupakan pertanaman rakyat.
Peranan ekspor pala itu cukup besar bagi petani, terutama di daerah-daerah Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya. Jawa Barat dan Aceh.

Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan dipasaran dunia karena memiliki aroma
yang khas dan memiliki rendaman minyak yang tinggi. Hanya sekitar 40% kebutuhan
pala dunia dipenuhi dari Granada, India dan beberapa negara penghasil pala lainya
sedangkan 60% kebutuhan pala dunia dipenuhi Indonesia, yakni berupa biji pala dan
selaput biji (fuli) kering yang dapat menghasilkan devisa cukup besar.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Untuk menentukan kualitas dari inti biji pala yang dihasilkan, kriteria yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Pala kupas ABCD:
1. bji relatif berat
2. bentuknya sempurna dan tidak keriput
3. tidak diserang hama/penyakit
4. tidak pecah/rusak mekanis.
2) Pala kupas RIMPEL:
1. biji relatif berat
2. berkeriput
3. tidak pecah
4. tidak diserang hama/penyekit
3) Pala kupas B.W.P.
1. berkeriput
2. ada kerusakan mekanis
3. diserang hama dan penyakit
4. ringan

Dari hasil penyortiran kualitas biji tersebut, kita akan mendapatkan berat rata-rata
yang berbeda, yakni:
a) Pala kupas ABCD dalam satu sak berat (90 kg).
b) Pala kupas RIMPEL dalam satu sak berat (80 kg).
c) Pala kupas B.W.P. dalam satu sak berat (75 kg).

Kriteria untuk menentukan standar kualitas fuli didasarkan pada warna, bentuk serta
kematangan dari fuli. Kriteria kualitas fuli adalah:
a) Fuli I (moce one): dari buah yang sudah tua; keadaan fuli utuh; warnanya bagus
(merah).
b) Fuli II (moce two): dari buah yang sudah tua; keadaan fuli tidak utuh lagi;
c) Gruis I dan II: fuli hancur; lapuk dan mudah pecah; warnanya hitam.
Khusus untuk Gruise II digunakan mesin penghancur untuk lebih menghaluskan
fuli.

Kualitas biji pala ditentukan oleh:


a) Jarak tanam: jarak tanam bukan saja mempengaruhi kuantitas, tetapi menentukan
kualitas pala yang dihasilkan. Dengan jarak tanam yang rapat biasanya kita akan
dapatkan buah-buah yang kecil.
b) Pemeliharaan: pemeliharaan juga mempengaruhi kualitas pala yang dihasilkan.
Akibat dari pemeliharaan yang tidak baik buah pala mudah diserang oleh hama
atau penyakit (terbelah putih) sehingga kualitas buah kurang baik.
c) Cara pemetikan dan prosesing: buah yang dipetik pada waktu masih muda, biji
dan fuli yang kita dapatkan kualitasnya akan rendah. Demikian pula dengan
prosesing yang kurang baik, misalnya penjemuran yang dilakukan secara tergesa-
gesa, biji pala yang dihasilkan tentu akan banyak yang pecah.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.4. Pengambilan Contoh

Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang
diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang
diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang
diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang


berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum.

11.5. Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah mencegah kerusakan produk hingga ke tangan


konsumen. Pengemasan yang umum adalah dengan karung plastik karena dapat
mencegah kerusakan dalam waktu yang relatif lama.

Pengepakan biji dan fuli pala dilakukan secara sederhana. Pala yang telah disortir
dipak dengan menggunakan karung goni berlapis dua. Rata-rata dari setiap kualitas
pala adalah sebagai berikut:
a) Pala kupas ABCD dalam satu sak berat 90 kg.
b) Pala kupas RIMPEL dalam satu sak berat 80 kg.
c) Pala kupas B.W.P. dalam satu sak berat 75 kg.

Khusus untuk pengepakan fuli biasanya dilakukan dalam peti kayu (triplek) dengan
berat rata-rata 70-75 kg/peti. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan
pengepakan adalah: fuli yang akan dipak harus difumigasi terlebih dahulu.
Pemberian fumigant pada biji pala dan fuli harus dilakukan di suatu ruang yang
tertutup rapat selama 2 x 24 jam. Fumigant yang biasa digunakan adalah Methyl
Bromida.

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Sunanto,Hatta. Budidaya Pala Komoditas Ekspor . Yogyakarta: kanisius.1993.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

PEPAYA
(Cacarica papaya, L)

1. SEJARAH SINGKAT
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang
berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan
Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun
sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan
pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan
bergizi yang tinggi.

2. JENIS TANAMAN
1) Pepaya Jantan
Pohon pepaya ini memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan
bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai. Ciri-ciri bunga
jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak berkepala, benang sari
tersusun dengan sempurna.
2) Pepaya Betina
Pepaya ini memiliki bunga majemuk artinya pada satu tangkai bunga terdapat
beberapa bunga. Tangkai bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina
kecil dan besar. Bunga yang besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang
sempurna, tetapi tidak mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga
sepanjang tahun.

Hal. 1 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Pepaya Sempurna
Memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang sari dapat
melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian. Terdapat 3 jenis
pepaya sempurna, yaitu:
1. Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat.
2. Berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong.
3. Berbenang sari 2 - 10 dan bakal buah mengkerut.
Pepaya sempurna mempunyai 2 golongan:
1. Yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun.
2. Yang berbuah musiman.

Jenis pepaya yang banyak dikenal orang di Indonesia, yaitu:


1 Pepaya semangka, memiliki daging buah berwarna merah semangka, rasanya
manis.
2) Pepaya burung, warna daging buah kuning, harum baunya dan rasanya manis-
asam.

3. MANFAAT TANAMAN
1) Buah masak yang populer sebagai “buah meja”, selain untuk pencuci mulut juga
sebagai pensuplai nutrisi/gizi terutama vitamin A dan C. Buah pepaya masak yang
mudah rusak perlu diolah dijadikan makanan seperti sari pepaya, dodol pepaya.
Dalam industri makanan buah pepaya sering dijadikan bahan baku pembuatan
(pencampur) saus tomat yakni untuk penambah cita rasa, warna dan kadar
vitamin.
2) Dalam industri makanan, akarnya dapat digunakan sebagai obat penyembuh sakit
ginjal dan kandung kencing.
3) Daunnya sebagai obat penyembuh penyakit malaria, kejang perut dan sakit
panas. Bahkan daun mudanya enak dilalap dan untuk menambah nafsu makan,
serta dapat menyembuhkan penyakit beri-beri dan untuk menyusun ransum ayam.
4) Batang buah muda dan daunnya mengandung getah putih yang berisikan enzim
pemecah protein yang disebut “papaine” sehingga dapat melunakan daging untuk
bahan kosmetik dan digunakan pada industri minuman (penjernih), industri
farmasi dan textil.
5) Bunga pepaya yang berwarna putih dapat dirangkai dan digunakan sebagai
“bunga kalung” pengganti bunga melati atau sering dibuat urap. Batangnya dapat
dijadikan pencampur makanan ternak melalui proses pengirisan dan
pengeringanu.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi tanaman
perkarangan. Senrta penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa
barat (kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (kabupaten Malang), Pasar Induk Kramat

Hal. 2 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jati DKI, Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja),


Sulawesi Utara (Manado).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Angin diperlukan untukpenyerbukan bunga. Angin yang tidakterlalu kencang


sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman.
2) Tanaman pepaya tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000-
2000 mm/tahun.
3) Suhu udara optimum 22-26 derajat C.
4) Kelembaban udara sekitar 40%.

5.2. Media Tanam

1) Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah ynag subur dan banyak
mengandung humus. Tanah itu harus banyak menahan air dan gembur.
2) Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7.
3) Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan tanaman
ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar hingga
tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, nama tamanan akan kurus, daun,
bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada 50–150
cm dari permukaan tanah.

5.3. Ketinggian Tempat

Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m–1000 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit/Benih

Sebagai bibit dipergunakan biji, meskipun pohon pepaya dapat di okulasi. Untuk
memperoleh biji bakal bibit yang baik dan murni dilakukan melalui pembijian
sendiri dengan jalan perkawinan buatan. Cara perkawinan buatan ada 2 yaitu:
a) Bunga-bunga dari tanaman betina ambil yang besar, dibungkus dengan kertas
plastik selama 2 hari, sebelumnya bunga-bunga betina membuka. Pada waktu
bunga-bunga itu membuka lakukan penyerbukan dengan bungan-bunga jantan
yang di kepyok-kepyokan di atas bunga betina. Perkawinan di lakukan hingga 3
kali.

Hal. 3 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Cari pepaya yang berbunga dan berbuah terus menerus pilihlah bunga
elongata yang terbesar yang hampir mekar dan terletak pada ujung tangkai.
Kemudian bunga tersebut dibungkus dengan kantung agar tidak diserbuki
secara alami oleh bunga lain selama 10 hari.

Biji-biji yang digunakan sebagai bibit diambil dari buah-buah yang telah masak
benar dan berasal dari pohon pilihan. Buah pilihan tersebut di belah dua untuk
diambil biji-bijinya. Biji yang dikeluarkan kemudian dicuci bersih hingga kulit yang
menyelubungi biji terbuang lalu dikeringkan ditempat yang teduh.

Biji yang segar digunakan sebagai bibit. Bibit jangan diambil dari buah yang sudah
terlalu masak/tua dan jangan dari pohon yang sudah tua.

2) Penyiapan Benih

Kebutuhan benih perhektar 60 gram (± 2000 tanaman). Benih direndam dalam


larutan fungisida benomyl dan thiram ( Benlate T) 0,5 gram/liter kemudian disemai
dalam polybag ukuran 20 x 15 cm. Media yang digunakan merupakan campuran 2
ember tanah yang di ayak ditambah 1 ember pupuk kandang yang sudah matang
dan diayak ditambah 50 gram TSP dihaluskan ditambah 29 gram curater/petrofar.
Biji-biji yang sudah dikeringkan, jika hendak ditanam harus diuji terlebih dahulu.
Caranya biji-biji, yang ditangguhkan dipergunakan sebagai bibit.

3) Teknik Penyemaian Benih

Benih dimasukan pada kedalaman 1 cm kemudian tutup dengan tanah. Disiram


setiap hari. Benih berkecambah muncul setelah 12-15 hari. Pada saat
ketinggiannya 15-20 cm atau 45-60 hari bibit siap ditanam.

Biji-biji tersebut bisa langsung ditanam/disemai lebih dahulu. Penyemaian


dilakukan 2 atau 3 bulan sebelum bibit persemaian itu dipindahkan kekebun.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Pada persemaian biji-biji ditaburkan dalam larikan (barisan ) dengan jarak 5-10
cm. Biji tidak boleh dibenam dalam-dalam, cukup sedalam biji, yakni 1 cm.
Dengan pemeliharaan yang baik, biji-biji akan tumbuh sesudah 3 minggu ditanam.

5) Pemindahan Bibit

Bibit-bibit yang sudah dewasa, siktar umur 2-3 bulan dapat dipindahkan pada
permulaan musim hujan.

Hal. 4 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Lahan dibersihkan dari rumput, semak dan kotoran lain, kemudian


dicangkul/dibajak dan digemburkan.

2) Pembentukan Bedengan

Bentuk bedengan berukuran lebar 200-250 cm, tinggi 20-30 cm, panjang
secukupnya, jarak antar bedengan 60 cm. Buat lobang ukuran 50 x 50 x 40 cm di
atas bedengan, dengan jarak tanam 2 x 2,5 m.

3) Pengapuran

Apabila tanah yang akan ditanami pepaya bersifat asam (pH kurang dari 5),
setelah diberi pupuk yang matang, perlu ditambah ± 1 kg dolomit dan biarkan 1-2
minggu.

4) Pemupukan

Sebelum diberi pupuk, tanah yang akan ditanami pepaya harus dikeringkan satu
minggu, setelah itu tutup dengan tanah campuran 3 blek pupuk kandang yang
telah matang.

6.3. Teknik Penanaman

1) Pembuatan Lubang Tanam

Untuk biji yang disemai, sebelum bibit ditanamkan bibit, terlebih dahulu harus
dibuatkan lubang tanaman. Lubang-lubang berukuran 60 x 60 x 40 cm, yang digali
secara berbaris. Selama lubang-lubang dibiarkan kosong agar memperoleh cukup
sinar matahari. Setelah itu lubang-lubang diisi dengan tanah yang telah dicampuri
dengan pupuk kandang 2-3 blek. Lubang-lubang yang ditutupi gundukan tanah
yang cembung dibiarkan 2-3 hari hingga tanah mengendap. Setelah itu baru
lubang-lubang siap ditanami. Lubang-lubang tersebut diatas dibuat 1-2 bulan
penanaman.

Apabila biji ditanam langsung ke kebun, maka lubang-lubang pertanaman harus


digali terlebih dahulu. Lubang-lubang pertanaman untuk biji-biji harus selesai ± 5
bulan sebelum musim hujan.

2) Cara Penanaman

Tiap-tiap lubang diisi dengan 3-4 buah biji. Beberapa bulan kemudian akan dapat
dilihat tanaman yang jantan dan betina atau berkelamin dua.

Hal. 5 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan tanaman dilakukan untuk memperoleh tanaman betina disamping


beberapa batang pohon jantan. Hal ini dilakukan pada waktu tanaman mulai
berbunga.

2) Penyiangan

Kebun pepaya sama halnya dengan kebun buah-buahan lainnya, memerlukan


penyiangan (pembuangan rumput). Kapan dan berapa kalli kebun tersebut harus
disiangi tak dapat dipastikan dengan tegas, tergantung dari keadaan.

3) Pembubunan

Kebun pepaya sama halnya dengan kebun buah-buahan lainnya, memerlukan


pendangiran tanah. Kapan dan berapa kalli kebun tersebut harus didangiri tak
dapat dipastikan dengan tegas, tergantung dari keadaan.

4) Pemupukan

Pohon pepaya memerlukan pupuk yang banyak, khususnya pupuk organik,


memberikan zat-zat makanan yang diperlukan dan dapat menjaga kelembaban
tanah. Cara pemberian pupuk:
a) Tiap minggu setelah tanam beri pupuk kimia, 50 gram ZA, 25 gram Urea, 50
gram TSP dan 25 gram KCl, dicampur dan ditanam melingkar.
b) Satu bulan kemudian lakukan pemupukan kedua dengan komposisi 75 gram
ZA, 35 gram Urea, 75 gram TSP, dan 40 gram KCl.
c) Saat umur 3-5 bulan lakukan pemupukan ketiga dengan komposisi 75 gram
ZA, 50 gram Urea, 75 gramTSP, 50 gram KCl.
d) Umur 6 bulan dan seterusnya 1 bulan sekali diberi pupuk dengan 100 gram ZA,
60 gram Urea, 75 gramTSP, dan 75 gram KCl.

5) Pengairan dan Penyiraman

Tanaman pepaya memerlukan cukup air tetapi tidak tahan air yang tergenang.
Maka pengairan dan pembuangan air harus diatur dengan seksama. Apalagi di
daerah yang banyak turun hujan dan bertanah liat, maka harus dibuatkan parit-
parit. Pada musim kemarau, tanaman pepaya harus sering disirami.

Hal. 6 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu tanaman (Aphid).

Ciri: badan halus panjang 2-3 mm berwarna hijau, kuning atau hitam. Memiliki
sepasang tonjolan tabung pada bagian belakang perut, bersungut dan kaki
panjang. Kutu dewasa, ada yang bersayap dan tidak. Merusak tanaman dengan
cara menghisap cairan dengan pencucuk penghisap yang panjang di bagian
mulut. Pemberantasan: tungau tungau daun diberantas dengan penyemprotan
tepung derris atau tepung belerang.

7.2. Penyakit

Penyakit yang sering merugikan tanaman pepaya adalah penyakit yang disebabkan
oleh jamur, virus mosaik, roboh semai, busuk buah,leher akar, pangkal batangdan
nematoda.

Penyaklit mati bujang diisebabkan oleh jamur Phytphthora parasitica, P. palmivora


dan Pythium aphanidermatum. Menyerang buah dan batang pepaya. Cara
pencegahan: perawatan kebun yang baik, menjaga kebersihan, dan drainase
sedangkan penyakit busuk akar disebabkan oleh jamur Meloidogyne incognita.

Nematoda. Apabila lahan telah ditanami pepaya, disarankan agar tidak menanam
pepaya kembali, untuk mencegah timbulnya serangan nematoda. Tanaman yang
terinfeksi oleh nematoda menyebabkan daun menguning, layu dan mati.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman pepaya dapat dipanen setelah berumur 9-12 bulan. Buah pepaya dipetik
harus pada waktu buah itu memberikan tanda-tanda kematangan: warna kulit buah
mulai menguning. Tetapi masih banyak petani yang memetiknya pada waktu buah
belum terlalu matang.

8.2. Cara Panen

Panen dilakukan dengan berbagai macam cara, pada umumnya panen/pemetikan


dilakukan denggan menggunakan “songgo” (berupa bambu yang pada ujungnya
berbentuk setengah kerucut yang berguna untuk menjaga agar buah tersebut tidak
jatuh pada saat dipetik).

Hal. 7 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.3. Periode Panen

Panen dilakukan setiap 10 hari sekali.

8.4. Prakiraan Produksi

Tiap pohon kira-kira dapat menghasilkan 30 buah, bahkan sampai 150 buah. Setelah
panen pertama, pohon pepaya akan terus menerus berbuah. Tetapi sebaiknya
sesudah 4 tahun kebun itu harus dibongkar.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah dipanen buah diletakan disuatu tempat yang cukup, dekat dari lokasi dan
diberi alas plastik/ koran atau apa saja hingga buah terhindar dari kerusakan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pilihlah buah secara selektif, perhatikan bentuk, warna dan ukuran. Tempatkan buah
pada kelompoknya masing-masing, misalnya: kelompok A adalah buah yang belum
masak, kelompok B buah yang sudah siap dimasak, kelompok C buah yang cacat
dan seterusnya. Sehingga akan mempermudah mengklasifikasikan.

9.3. Penyimpanan

Supaya buah itu matang petani perlu melakukan pengemposan (buah disimpan
ditempat yang mempunyai suhu yang tinggi).

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Biasanya buah dikemas dengan keranjang dalam jumlah banyak yang dilapisi
kertas/kantong bekas semen untuk menghindari luka pada buah /pada peti yang juga
dilapisi dengan kantong semen dan sejenisnya, setelah itu dimasukan kedalam truk
untuk diangkut.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Analisis budidaya pepaya selama masa tanam 4 tahun dengan luas lahan 1 hektar di
daerah Bogor tahun 1999.

Hal. 8 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 ha selama 4 tahun Rp. 8.000.000,-
2. Bibit 2.000 pohon @ Rp. 300,- Rp. 600.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang 500 karung @ Rp. 1.500,-
Tahun ke-1 Rp. 750.000,-
Tahun ke-2 s/d ke-4 @ Rp. 3.000.000,- Rp. 9.000.000,-
- NPK 2000 pohon @ Rp. 4.000,-
Tahun ke-1 Rp. 240.000,-
Tahun ke-2 s/d ke-4 @ Rp. 8.000.000,- Rp. 24.000.000,-
- Tatal Tanduk 2.000 kg @ Rp. 400,-
Tahun ke-3 dan ke-4 @ Rp. 800.000,- Rp. 1.600.000,-
- Pengangkutan tahun ke 1 s/d ke-4 @ Rp. 70.000,- Rp.. 280.000,-
4. Pestisida
- Dithene 2 liter/tahun @ Rp. 88.600,- Rp. 708.800,-
5. Peralatan
- Cangkul 5 buah @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-
- Koret 5 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 25.000,-
- Arit 5 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 25.000,-
6. Pemeliharaan
- Pemupukan 10 HKP/tahun @ Rp. 7.500,- Rp. 300.000,-
- Pengendalian HPT 4 HKP/tahun @ Rp. 7.500,- Rp. 120.000,-
- Penyiangan rumput 30 HKW /tahun @ Rp. 5000,- Rp. 600.000,-
- Pembubunan 50 HKP/tahun, @ Rp. 7.500,- (th ke-2s/d ke4) Rp. 1.125.000,-
7. Tenaga kerja
- Pengolahan lahan 30 HKP @ Rp. 7.500,- Rp. 225.000,-
- Pembuatan lubang tanam 200 HKP @ Rp. 7.500,- Rp. 1.500.000,-
- Penanaman 10 HKP @ Rp. 7.500,- Rp. 75.000,-
- Lain-lain 10 HKP/tahun @ Rp. 7.500,- Rp. 300.000,-
8. Panen dan pascapanen
- Panen 75 HKP. @ Rp. 7.500,-
Tahun Ke-1 Rp. 45.000,-
Tahun ke-2 s/d ke-4 @ Rp. 562.500,- Rp. 2.250.000,-
- Biaya lain @ Rp. 150.000,-/tahun Rp. 600.000,-
Total biaya produksi Rp. 52.418.800,-

2) Pendapatan
1. Tahun ke-1, 6.000 kg @ Rp. 700,- Rp. 4.200.000,-
2. Tahun ke-2, 45.000 kg @ Rp. 700,- Rp. 31.500.000,-
3. Tahun ke-3, 45.000 kg @ Rp. 700,- Rp. 31.500.000,-
4. Tahun ke-4, 45.000 kg @ Rp. 700,- Rp. 31.500.000,-
Total Pendapatan selama 4 tahun Rp. 98.700.000,-

3) Keuntungan
1. Keuntungan selama 4 tahun Rp. 46.281.200,-
2. Keuntungan rata-rata per tahun Rp. 11.570.300,-

Hal. 9 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Parameter kelayakan usaha


1. B/C ratio = 1,88

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Selama periode 1989-1991, ekspor pepaya Indonesia masih berfluktuasi. Prospek


ekspor pepaya ke pasar dunia sesungguhnya cukup cerah, terutama untuk melayani
permintaan Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Swedia, yang mencapai 1000 ton
per tahun.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi diskripsi, klasifikasi dan syarat mutu, cara pengambilan contoh,
cara uji, cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar buah pepaya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia SNI 01–4230–
1996.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Pepaya malang segar digolongkan dalam 4 ukuran yaitu kelas A, B, C dan D


berdasarkan berat tiap buah, yang masing masing digolongkan dalam 3 jenis mutu.
Kelas A : Berat per buah 2,5 kg – 3,0 kg
Kelas B : Berat per buah 1,8 kg – 2,4 kg
Kelas C : Berat per buah 1,5 kg – 1,7 kg
Kelas D : Berat per buah < 1,5 kg atau > 3 kg

Kriteria dalam menentukan jenis mutu buah pepaya Malang segar dinilai dari tingkat
ketuaan dimana jumlah strip berwarna jingga pada permukaan kulit buah yang
berwarna hijau botol saat dipanen, kebenaran kultivar. Keseragaman ukuran berat,
tingkat kerusakan, kebusukan dan kadar kotoran serta tingkat kesegaran.
a) Tingkat ketuaan warna kulit (jumlah strip warna jingga): Mutu I 3 strip, Mutu II 2-3
strip, Mutu III 1 strip.
b) Kebenaran kulrivar : mutu I benar 97%, mutu II benar 95% , Mutu III benar 90%
c) Keseragaman ukuran berat: mutu I seragam 97%, mutu II seragam 95%, mutu III
seragam 90%.
d) Keseragaman ukuran bentuk: mutu I seragam 97%, mutu II seragam 95%, mutu III
seragam 90%.
e) Buah cacat dan busuk : mutu I 0%, mutu II 0%, mutu III 0%
f) Kadar kotor: mutu I 0%, mutu II 0%, mutu III 0%
g) Serangga hidup/mati: mutu I 0%, mutu II 0%, mutu III 0%.

Hal. 10 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

h) Tingkat kesegaran: mutu I segar 100%, mutu II segar < 25%, mutu III segar > 25%

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai buah Pepaya Malang Segar terdiri dari maksimum 1000 kemasan, contoh
diambil secara acak.
a) Jumlah kemasan dalam partai/lot 1 s/d 5: contoh yang diambil semua
b) Jumlah kemasan dalam partai/lot 6 s/d 100: contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 5
c) Jumlah kemasan dalam partai/lot 101 s/d 300: contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 7
d) Jumlah kemasan dalam partai/lot 301 s/d 500: contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 9
e) Jumlah kemasan dalam partai/lot 501 s/d 1000: contoh yang diambil sekurang-
kurangnya 10

Dari kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya 3 buah pepaya
kemudian dicampur. Dari jumlah buah yang terkumpul kemudian diambil secara acak
contoh sekurang-kurangnya 5 buah untuk diuji.

Petugas pengambil contoh adalah orang yang telah berpengalaman atau dilatih
terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Untuk pasaran ekspor masing-masing buah Pepaya Malang Segar dibungkus


dengan kantong terbuat dari bahan yang empuk untuk mengcegah cacat karena
benturan selama transportasi.
Buah kemudian dikemas ke dalam kotak karton dengan ujung tangkai menghadap
kebawah. Berat bersih masing-masing kemasan 10 kg berisikan ± 4 s/d 6 buah
Pepaya Malang segar.

Untuk pasaran lokal masing-masing buah pepaya malang segar dibungkus dengan
kertas koran mulai dari ujung tangkai dikemas dalam keranjang bambu atau plastik
dengan berat masing-masing 30 kg berisikan 12 s/d 20 buah Papaya Malang Segar.
Dapat juga digunakan peti kayu.

Hal. 11 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) AAK. 1975. Bertanam Pohon Buah-Buahan. Yogyakarta : Kanisius.
2) Suwarno. Pengaruh Cahaya dan Perlakuan Benih Terhadap Perkecambahan
Benih Pepaya. Dalam Buletin Agricultural Vol. XV No. 3
3) Tohir, Kaslan A. 1978. Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta : Pradnya
Paramita.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12 / 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

PISANG
( Musa spp )

1. SEJARAH SINGKAT
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan
Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp.

Jenis pisang dibagi menjadi tiga:


1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var
Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya
pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.

Hal. 1 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma


typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk
dan kepok.
3) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya.
Misalnya pisang batu dan klutuk.
4) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).

3. MANFAAT TANAMAN
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral
dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan
tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses
fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus
berbagai macam makanan trandisional Indonesia.

Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang
yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak
ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput
tidak/kurang tersedia.

Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri
dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat
sakit kencing dan penawar racun.

4. SENTRA PENANAMAN
Hampir di setiap tempat dapat dengan mudah ditemukan tanaman pisang. Pusat
produksi pisang di Jawa Barat adalah Cianjur, Sukabumi dan daerah sekitar Cirebon.
Tidak diketahui dengan pasti berapa luas perkebunan pisang di Indonesia. Walaupun
demikian Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok pisang
segar/kering ke Jepang, Hongkong, Cina, Singapura, Arab, Australia, Negeri
Belanda, Amerika Serikat dan Perancis. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 1997
adalah ke Cina.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun
demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air,
pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi
produksinya tidak dapat diharapkan.

Hal. 2 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
3) Curah hujan optimal adalah 1.520–3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering. Variasi
curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah tidak
tergenang.

5.2. Media Tanam

1) Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah
berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah
berhumus dengan pemupukan.
2) Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman
pisang harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah 50
- 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50 - 150
cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen pisang
yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada tanah
yang mengandung garam 0,07%.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya dapat
tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon,
nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Pisang diperbanyak dengan cara vegetatif berupa tunas-tunas (anakan).

1) Persyaratan Bibit

Tinggi anakan yang dijadikan bibit adalah 1-1,5 m dengan lebar potongan umbi
15-20 cm. Anakan diambil dari pohon yang berbuah baik dan sehat. Tinggi bibit
akan berpengaruh terhadap produksi pisang (jumlah sisir dalam tiap tandan). Bibit
anakan ada dua jenis: anakan muda dan dewasa. Anakan dewasa lebih baik
digunakan karena sudah mempunyai bakal bunga dan persediaan makanan di
dalam bonggol sudah banyak. Penggunaan bibit yang berbentuk tombak (daun
masih berbentuk seperti pedang, helai daun sempit) lebih diutamakan daripada
bibit dengan daun yang lebar.

2) Penyiapan Bibit

Bibit dapat dibeli dari daerah/tempat lain atau disediakan di kebun sendiri.
Tanaman untuk bibit ditanam dengan jarak tanam agak rapat sekitar 2 x 2 m. Satu

Hal. 3 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

pohon induk dibiarkan memiliki tunas antara 7-9. Untuk menghindari terlalu
banyaknya jumlah tunas anakan, dilakukan pemotongan/penjarangan tunas.

3) Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam

Untuk menghindari penyebaran hama/penyakit, sebelum ditanam bibit diberi


perlakuan sebagai berikut:
a) Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.
b) Simpan bibit di tempat teduh 1-2 hari sebelum tanam agar luka pada umbi
mengering. Buang daun-daun yang lebar.
c) Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam insektisida 0,5–1% selama
10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.
d) Jika tidak ada insektisida, rendam umbi bibit di air mengalir selama 48 jam.
e) Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air
panas beberapa menit.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Pembukaan Lahan

Pemilihan lahan harus mempertimbangkan aspek iklim, prasarana ekonomi dan


letak pasar/industri pengolahan pisang, juga harus diperhatikan segi keamanan
sosial.

Untuk membuka lahan perkebunan pisang, dilakukan pembasmian gulma, rumput


atau semak-semak, penggemburan tanah yang masih padat; pembuatan
sengkedan dan pembuatan saluran pengeluaran air.

2) Pembentukan Sengkedan

Bagian tanah yang miring perlu disengked (dibuat teras). Lebar sengkedan
tergantung dari derajat kemiringan lahan. Lambung sengkedan ditahan dengan
rerumputan atau batu-batuan jika tersedia. Dianjurkan untuk menanam tanaman
legum seperti lamtoro di batas sengkedan yang berfungsi sebagai penahan erosi,
pemasuk unsur hara N dan juga penahan angin.

3) Pembuatan Saluran Pembuangan Air

Saluran ini harus dibuat pada lahan dengan kemiringan kecil dan tanah-tanah
datar. Di atas landasan dan sisi saluran ditanam rumput untuk menghindari erosi
dari landasan saluran itu sendiri.

Hal. 4 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Jarak tanam tanaman pisang cukup lebar sehingga pada tiga bulan pertama
memungkinkan dipakai pola tanam tumpang sari/tanaman lorong di antara
tanaman pisang. Tanaman tumpang sari/lorong dapat berupa sayur-sayuran atau
tanaman pangan semusim.

Di kebanyakan perkebunan pisang di wilayah Asia yang curah hujannya tinggi,


pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi, kakao, kelapa
dan arecanuts. Di India Barat, pisang untuk ekspor ditanam secara permanen
dengan kelapa.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Ukuran lubang adalah 50 x 50 x 50 cm pada tanah berat dan 30 x 30 x 30 cm atau


40 x40 x 40 cm untuk tanah-tanah gembur. Jarak tanam 3 x 3 m untuk tanah
sedang dan 3,3 x 3,3 m untuk tanah berat.

3) Cara Penanaman

Penanaman dilakukan menjelang musim hujan (September-Oktober). Sebelum


tanam lubang diberi pupuk organik seperti pupuk kandang/kompos sebanyak 15–
20 kg. Pemupukan organik sangat berpengaruh terhadap kualitas rasa buah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan

Untuk mendapatkan hasil yang baik, satu rumpun harus terdiri atas 3-4 batang.
Pemotongan anak dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam satu rumpun
terdapat anakan yang masing-masing berbeda umur (fase pertumbuhan). Setelah
5 tahun rumpun dibongkar untuk diganti dengan tanaman yang baru.

2) Penyiangan

Rumput/gulma di sekitar pohon induk harus disiangi agar pertumbuhan anak dan
juga induk baik. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penggemburan dan
penimbunan dapuran oleh tanah agar perakaran dan tunas bertambah banyak.
Perlu diperhatikan bahwa perakaran pisang hanya rata-rata 15 cm di bawah
permukaan tanah, sehingga penyiangan jangan dilakukan terlalu dalam.

3) Perempalan

Daun-daun yang mulai mengering dipangkas agar kebersihan tanaman dan


sanitasi lingkungan terjaga. Pembuangan daun-daun ini dilakukan setiap waktu.

Hal. 5 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pemupukan

Pisang sangat memerlukan kalium dalam jumlah besar. Untuk satu hektar, pisang
memerlukan 207 kg urea, 138 kg super fosfat, 608 kg KCl dan 200 kg batu kapur
sebagai sumber kalsium.

Pupuk N diberikan dua kali dalam satu tahun yang diletakkan di dalam larikan
yang mengitari rumpun tanaman. Setelah itu larikan ditutup kembali dengan tanah.
Pemupukan fosfat dan kalium dilaksanakan 6 bulan setelah tanam (dua kali dalam
setahun).

5) Pengairan dan Penyiraman

Pisang akan tumbuh subur dan berproduksi dengan baik selama pengairannya
terjaga. Tanaman diairi dengan cara disiram atau mengisi parit-parit/saluran air
yang berada di antara barisan tanaman pisang.

6) Pemberian Mulsa

Tanah di sekitar rumpun pisang diberi mulsa berupa daun kering ataupun basah.
Mulsa berguna untuk mengurangi penguapan air tanah dan menekan gulma,
tetapi pemulsaan yang terus menerus menyebabkan perakaran menjadi dangkal
sehingga pada waktu kemarau tanaman merana. Karena itu mulsa tidak boleh
dipasang terus menerus.

7) Pemeliharaan Buah

Jantung pisang yang telah berjarak 25 cm dari sisir buah terakhir harus dipotong
agar pertumbuhan buah tidak terhambat. Setelah sisir pisang mengembang
sempurna, tandan pisang dibungkus dengan kantung plastik bening. Kantung
plastik polietilen dengan ketebalan 0,5 mm diberi lubang dengan diameter 1,25
cm. Jarak tiap lubang 7,5 cm. Ukuran kantung plastik adalah sedemikian rupa
sehingga menutupi 15-45 cm di atas pangkal sisir teratas dan 25 cm di bawah
ujung buah dari sisir terbawah. Untuk menjaga agar tanaman tidak rebah akibat
beratnya tandan, batang tanaman disangga dengan bambu yang dibenamkan
sedalam 30 cm ke dalam tanah.

Hal. 6 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Ulat daun (Erienota thrax.)

Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun menggulung seperti selubun g
dan sobek hingga tulang daun. Pengendalian: dengan menggunakan insektisida
yang cocok belum ada, dapat dicoba dengan insektisida Malathion.

2) Uret kumbang (Cosmopolites sordidus)

Bagian yang diserang adalah kelopak daun, batang. Gejala: lorong-lorong ke


atas/bawah dalam kelopak daun, batang pisang penuh lorong. Pengendalian:
sanitasi rumpun pisang, bersihkan rumpun dari sisa batang pisang, gunakan bibit
yang telah disucihamakan.

3) Nematoda (Rotulenchus similis, Radopholus similis).

Bagian yang diserang adalah akar. Gejala: tanaman kelihatan merana, terbentuk
rongga atau bintik kecil di dalam akar, akar bengkak. Pengendalian: gunakan
bibit yang telah disucihamakan, tingkatkan humus tanah dan gunakan lahan
dengan kadar lempung kecil.

4) Ulat bunga dan buah (Nacoleila octasema.)

Bagian yang diserang adalah bunga dan buah. Gejala: pertumbuhan buah
abnormal, kulit buah berkudis. Adanya ulat sedikitnya 70 ekor di tandan pisang.
Pengendalian: dengan menggunakan insektisida.

7.2. Penyakit

1) Penyakit darah

Penyebab: Xanthomonas celebensis (bakteri). Bagian yang diserang adalah


jaringan tanaman bagian dalam. Gejala: jaringan menjadi kemerah-merahan
seperti berdarah. Pengendalian: dengan membongkar dan membakar tanaman
yang sakit.

2) Panama

Penyebab: jamur Fusarium oxysporum. Bagian yang diserang adalah daun.


Gejala: daun layu dan putus, mula-mula daun luar lalu daun di bagian dalam,
pelepah daun membelah membujur, keluarnya pembuluh getah berwarna hitam.
Pengendalian: membongkar dan membakar tanaman yang sakit.

Hal. 7 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Bintik daun

Penyebab: jamur Cercospora musae. Bagian yang diserang adalah daun dengan
gejala bintik sawo matang yang makin meluas. Pengendalian: dengan
menggunakan fungisida yang mengandung Copper oksida atau Bubur Bordeaux
(BB).

4) Layu

Penyebab: bakteri Bacillus . Bagian yang diserang adalah akar. Gejala: tanaman
layu dan mati. Pengendalian: membongkar dan membakar tanaman yang sakit.

5) Daun pucuk

Penyebab: virus dengan perantara kutu daun Pentalonia nigronervosa. Bagian


yang diserang adalah daun pucuk. Gejala: daun pucuk tumbuh tegak lurus secara
berkelompok. Pengendalian: cara membongkar dan membakar tanaman yang
sakit.

7.3. Gulma

Tidak lama setelah tanam dan setelah kanopi dewasa terbentuk, gulma akan
menjadi persoalan yang harus segera diatasi. Penanggulangan dilakukan dengan:
1) Penggunaan herbisida seperti Paraquat, Gesapax 80 Wp, Roundup dan dalapon.
2) Menanam tanaman penutup tanah yang dapat menahan erosi, tahan naungan,
tidak mudah diserang hama-penyakit, tidak memanjat batang pisang. Misalnya
Geophila repens.
3) Menutup tanah dengan plastik polietilen.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Pada umur 1 tahun rata-rata pisang sudah berbuah. Saat panen ditentukan oleh
umur buah dan bentuk buah. Ciri khas panen adalah mengeringnya daun bendera.
Buah yang cukup umur untuk dipanen berumur 80-100 hari dengan siku-siku buah
yang masih jelas sampai hampir bulat. Penentuan umur panen harus didasarkan
pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan
sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan konsumen. Sedikitnya
buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah diterima konsumen.

8.2. Cara Panen

Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang


diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan

Hal. 8 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik
supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah.
Dengan posisi ini buah pisang terhindar dari luka yang dapat diakibatkan oleh
pergesekan buah dengan tanah.

Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali.
Jika tersedia tenaga kerja, batang pisang bisa saja dipotong sampai setinggi 1 m dari
permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan
tunas.

8.3. Periode Panen

Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3-10 hari sekali
tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif.

8.4. Perkiraan Produksi

Belum ada standard produksi pisang di Indonesia, di sentra pisang dunia produksi 28
ton/ha/tahun hanya ekonomis untuk perkebunan skala rumah tangga. Untuk
perkebunan kecil (10-30 ha) dan perkebunan besar (> 30 ha), produksi yang
ekonomis harus mencapai sedikitnya 46 ton/ha/tahun.

9. PASCAPANEN
Secara konvensional tandan pisang ditutupi dengan daun pisang kering untuk
mengurangi penguapan dan diangkut ke tempat pemasaran dengan menggunakan
kendaraan terbuka/tertutup. Untuk pengiriman ke luar negeri, sisir pisang dilepaskan
dari tandannya kemudian dipilah-pilah berdasarkan ukurannya. Pengepakan
dilakukan dengan menggunakan wadah karton. Sisir buah pisang dimasukkan ke
dos dengan posisi terbalik dalam beberapa lapisan. Sebaiknya luka potongan di
ujung sisir buah pisang disucihamakan untuk menghindari pembusukan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya pisang dengan luasan 1 ha di daerah Jawa Barat pada
tahun 1999.

1) Biaya produksi 1 ha pisang dari tahun ke-1 sampai ke-4 adalah:


1. Tahun ke-1 Rp. 5.338.000,-
2. Tahun ke-2 Rp. 4.235.000,-
3. Tahun ke-3 Rp. 4.518.000,-
4. Tahun ke-4 Rp. 4.545.300,-

Hal. 9 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penerimaan tahun ke I sampai IV *)


1. Tahun ke-1: 0,8 x 1.000 tandan Rp. 6.000.000,-
2. Tahun ke-2: 0,8 x 2.000 tandan Rp. 12.000.000,-
3. Tahun ke-3: 0,8 x 2.000 tandan Rp. 12.000.000,-
4. Tahun ke-4: 0,8 x 2.000 tandan Rp. 12.000.000,-

3) Keuntungan
1. Keuntungan selama 4 tahun penanaman Rp. 23.363.700,-
2. Keuntungan/tahun Rp. 5.840.925,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. Output/Input rasio = 2,150

Keterangan : *) perkiraan harga 1 tandan Rp. 7.500,-

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Perkebunan pisang yang permanen (diusahakan terus menerus) dengan mudah


dapat ditemukan di Meksiko, Jamaika, Amerika Tengah, Panama, Kolombia,
Ekuador dan Filipina. Di negara tersebut, budidaya pisang sudah merupakan suatu
industri yang didukung oleh kultur teknis yang prima dan stasiun pengepakan yang
modern dan pengepakan yang memenuhi standard internasional. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pisang memang komoditas perdagangan yang sangat tidak
mungkin diabaikan. Permintaan pisang dunia memang sangat besar terutama jenis
pisang Cavendish yang meliputi 80% dari permintaan total dunia.

Selain berpeluang dalam ekspor pisang utuh, saat ini ekspor pure pisang juga
memberikan peluang yang baik. Pure pisang biasanya dibuat dari pisang cavendish
dengan kadar gula 21-26 % atau dari pisang lainnya dengan kadar gula < 21%.

Di Indonesia pisang hanya ditanam dalam skala rumah tangga atau kebun yang
sangat kecil. Standard internasional perkebunan pisang kecil adalah 10-30 ha.
Angka ini belum dicapai di Indonesia. Tanah dan iklim kita sangat mendukung
penanaman pisang, karena itu secara teknis pendirian perkebunan pisang mungkin
dilakukan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi: klasifikasi dan, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.

Hal. 10 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.2. Diskripsi

Standar buah pisang ini mengacu kepada SNI 01-4229-1996.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

a) Tingkat Ketuaan Buah (%): Mutu I=70-80; Mutu II <70 & >80
b) Keseragaman Kultivar: Mutu I=seragam; Mutu II=seragam
c) Keseragaman Ukuran: Mutu I=seragam; Mutu II=seragam
d) Kadar kotoran (% dalam bobot kotoran/bobot): Mutu I=0; Mutu II= 0
e) Tingkat kerusakan fisik/mekanis (% Bobot/bobot): Mutu I=0; Mutu II=0
f) Kemulusan Kulit (Maksimum): Mutu I=Mulus; Mutu II=Mulus
g) Serangga: Mutu I=bebas; Mutu II=bebas
h) Penyakit: Mutu I=bebas; Mutu II=bebas

Adapun persyaratan berdasarkan klasifikasi pisang adalah sebagai berikut:


a) Panjang Jari (cm): Kelas A 18,1-20,0; Kelas B 16,1-18,0; Kelas C 14,1-16,0
b) Berat Isi (kg): Kelas A > 3,0; Kelas B 2,5-3,0; Kelas C < 2,5
c) Dimeter Pisang (cm): Kelas A 2,5; Kelas B > 2,5; Kelas C < 2,5

Untuk mencapai dan mengetahui syarat mutu harus dilakukan pengujian yang
meliputi :
a) Penentuan Keseragaman Kultivar.
Cara kerja dari pengujian adalah ; Hitung jumlah dari seluruh contoh buah pisang
segar, amati satu persatu secara visual dan pisahkan buah yang tidak sesuai
dengan untuk kultivar ang besangkutan. Hitung jumlah jari buah pisang yang tidak
sesuai dengan kultivar tersebut. Hitung persentase jumlah jari buah pisang yang
dinilai mempunyai bentuk dan warna yang tidak khas untuk kultivar yang
bersangkutan terhadap jumlah jari keseluruhannya.
b) Penentuan Keseragaman Ukuran Buah.
Ukur panjang dari setiap buah contoh dan dihitung mulai dari ujung buah sampai
pangkal tangkai dari seluruh contoh uji dengan menggunakan alat pengukur yang
sesuai. Ukur pula garis tengah buah dengan menggunakan mistar geser.
Pisahkan sesuai dengan penggolongan yang dinyatakan pada label di kemasan.
c) Penentuan Tingkat Ketuaan.
Perhatikan sudut-sudut pada kulit buah pisang segar. Buah yang tidsak bersudut
lagi (hampir bulat) berati sudah tua 100%, sedangkan yang masih sangat nyata
sudutnya berarti tingkat ketuaan masih 70% atau kurang.
d) Penentuan Tingkat Kerusakan Fisik/Mekanis
Hitung jumlah jari dari seluruh contoh buah pisang. Amati satu persatu jari buah
secara visual dan pisahkan buah yang dinilai mengalami kerusakan mekanis/fisik
berupa luka atau memar. Hitung jumlah yang rusak lalu bagi dengan jumalh
keseluruhannya dan dikalikan dengan 100%.
e) Penentuan Kadar Kotoran
Timbang seluruh contoh buah yang diuji, amati secara visual kotorang yang ada,
pisahkan kotoran yang ada pada buah dan kemasannya seperti tanah, getah,
batang, potongan daun atau benda lain yang termasuk dalam istilah kotoran yang

Hal. 11 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

menempel pada buah dan kemasan, lalu timbang seluruh kotorannya. Berat
kotoran per berat seluruh contoh buah yang diuji kali dengan 100%.

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot buah pisang segar terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh
diambil secara acak sebanyak jumlah kemasan.

a) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 1–5 : contoh semua


b) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 6–100 : contoh : sekurang-
kurangnya 5
c) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 101–300 : contoh sekurang-
kurangnya 7
d) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 301–500 : contoh sekurang-
kurangnya 9
e) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 501–1000 : contoh sekurang-
kurangnya 10

11.5. Pengemasan

Untuk pisang tropis, kardus karton yang digunakan berukuran 18 kg atau 12 kg.
Kardus dapat dibagi menjadi dua ruang atau dibiarkan tanpa pembagian ruang.
Sebelum pisang dimasukkan, alasi/lapisi bagian bawah dan sisi dalam kardus
dengan lembaran plastik/kantung plastik. Setelah pisang disusun tutup pisang
dengan plastik tersebut. Dapat saja kelompok (cluster) pisang dibungkus dengan
plastik lembaran/kantung plastik sebelum dimasukkan ke dalam kardus karton.

Pada bagian luar dari kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama kultivar pisang
c) Nama perusahaan/ekspotir
d) Berat bersih
e) Berat kotor
f) Identitas pembeli
g) Tanggal panen
h) Saran suhu penyimpanan/pengangkutan

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Rismunandar. 1990. Bertanam Pisang. C.V. Sinar Baru. Bandung
2) Rismunandar. 1990. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. C.V. Sinar Baru.
Bandung.
3) Stover, R.H & N.W. Simmonads. 1993. Banana. Tropical Agriculture Series.
Longman Scientific ang Technical. New York.

Hal. 12 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Hendro Soenarjono. 1998. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik.
Trubus no. 341.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13 / 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

RAMBUTAN
( Nephelium sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon
dengan famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya
disebut Hairy Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar di
daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan
ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis.

2. JENIS TANAMAN
Dari survey yang telah dilakukan terdapat 22 jenis rambutan baik yang berasal dari
galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur
yang berbeda. Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat
buah (dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari
sejumlah jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari
orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi diantaranya:

1) Rambutan Rapiah buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit
berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan beramut agak jarang, daging
buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan
daya tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik.

2) Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil
rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus,

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah
dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.

3) Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat per
pohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan
agak jarang, rasa manis, sedikit berair tetapi kurang tahan dalam pengangkutan.

4) Rambutan Binjai yang merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia
dengan buah cukup besar, dengan kulit berwarna merah darah sampai merah tua
rambut buah agak kasar dan jarang, rasanya manis dengan asam sedikit,
hasilbuah tidak selebat aceh lebak bulus tetapi daging buahnya ngelotok.

5) Rambutan Sinyonya, jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai
terutama orang Tionghoa, dengan batang yang kuat cocok untuk diokulasi, warna
kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut halus dan rapat,rasa
buah manisa sam, banyak berair, lembek dan tidak ngelotok.

3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman buah rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yang
mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat protein
dan asam amino, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial dan nonesensial, vitamin
dan zat mineral makro, mikro yang menyehatkan keluarga, tetapi ada pula
sementara masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon pelindung di
pekarangan, sebagai tanaman hias.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia yang menjadi sentra penanaman rambutan adalah di Jawa khususnya
yang sangat besar produksi buah rambutan antara lain di Bekasi, Kuningan, Malang,
Probolinggo, Lumajang dan di Garut.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Dalam budidaya rambutan angin berperan dalam penyerbukan bunga.


2) Intensitas curah hujan yang dikehendaki oleh pohon rambutan berkisar antara
1.500-2.500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun
3) Sinar matahari harus dapat mengenai seluruh areal penanaman sejak dia terbit
sampai tenggelam, intensitas pancaran sinar matahari erat kaitannya dengan
suhu lingkungan.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Tanaman rambutan akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan


optimal pada suhu sekitar 25 derajat C yang diukur pada siang hari. Kekurangan
sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna
(kempes).
5) Kelembaban udara yang dikehendaki cenderung rendah karena kebanyakan
tumbuh di dataran rendah dan sedang. Apabila udara mempunyai kelembaban
yang rendah, berarti udara kering karena miskin uap air. Kondisi demikian cocok
untuk pertumbuhan tanaman rambutan.

5.2. Media Tanam

1) Rambutan dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta sedikit
mengandung pasir, juga dapat tumbuh baik pada tanah yang banyak mengandung
bahan organik ataui pada tanah yang keadaan liat dan sedikit pasir.
2) Pada dasarnya tingkat/derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda
dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia yaitu antara 6-6,7 dan kalau
kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
3) Kandungan air dalam tanah idealnya yang diperlukan untuk penanaman pohon
rambutan antara 100-150 cm dari permukaan tanah.
4) Pada dasarnya tanaman rambutan tidak tergantung pada letak dan kondisi tanah,
karena keadaan tanah dapat dibentuk sesuai dengan tata cara penanaman yang
benar (dibuatkan bedengan) sesuai dengan petunjuk yang ada.

5.3. Ketinggian Tempat

Rambutan dapat tumbuh subur pada dataran rendah dengan ketinggian antara 30-
500 m dpl. Pada ketinggian dibawah 30 m dpl rambutan dapat tumbuh namun tidak
begitu baik hasilnya.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Benih yang diambil biasanya dipilih dari benih-benih yang disukai oleh masyarakat
konsumen antara lain: Rambutan Rapiah, Rambutan Aceh, Lebak bulus,
Rambutan Cimacan, Rambutan, Rambutan Sinyonya.

2) Penyiapan Benih

Persiapan benih biji yang dipergunakan sebagai pohon pangkal setelah buah
dikupas dan diambil bijinya dengan jalan fermentasi biasa (ditahan selama 1-2
hari) sesudah itu di angin-anginkan selama 24 jam (sehari semalam) dan biji siap
disemaikan. Disamping itu dapat pula direndamdengan larutan asam dengan

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

perbandingan 1:2 dari air dan larutan asam yang terdiri dari asam chlorida (HCl)
25% atau Asam Sulfat (H2S04) BJ = 1.84, caranya direndam selama 15 menit
kemudian dicuci dengan air tawar yang bersih sebanyak 3 kali berulang dengan
air yang mengalir selama 10 menit dan dianginkan selama 24 jam. Untuk
menghidari jamur biji dapat dibalur dengan larutan Dithane 45, Attracol 70 WP
atau fungisida lainnya.

3) Teknik Penyemaian Benih

Teknik penyemaian benih dipilih lahan yang gembur dan mudah mendapat
pengairan serta mudah dikeringkan disamping itu mudah diawasi seperti:
mencangkul tanah sedalam 20-30 cm sambil dibersihkan dari rumput-rumput,
batu-batu dan sisa pepohonan dan benda keras lainnya. Kemudian tanah
dihaluskan sehingga menjadi gembur dan buatkan bedang-bedeng yang
berukuran 1-1,5 m lebar dan tinggi sekitar 30 cm, panjang disesuaikan dengan
luas pekarangan/persawahan. Tetapi idealnya panjang bedengan sekitar 10 m,
dengan keadaan arah membujur dari Utara ke Selatan, supaya mendapatkan
banyak sinar matahari walaupun setelah diberi atap pelindung, dengan jarak
antara bedeng 30 cm dan untuk menambah kesuburan dapat diberi pupuk hijau,
kompos/pupuk kandang yang sudah matang dan benih siap disemaikan. Selain
dengan melalui proses pengecambahan juga biji dapat langsung ditunggalkan
pada bedeng-bedeng yang sudah disiapkan, untuk menyiapkan pohon pangkal
lebih baik melalui proses pengecambahan, biji-biji tersebut ditanam pada bedeng-
bedeng yang berjarak 10 X 10 cm setelah berkecambah dan berumur 1-1,5 bulan
dan sudah tumbuh daun sekitar 2-3 helai maka bibit dapat dipindahkan dari
bedeng persemaian ke bedeng penanaman.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Setelah bibit berkecambang dan telah berumur 1-1,5 bulan disiram pagi sore,
setelah kecambah dipindah ke bedeng pembibitan penyiraman cukup 1 kali tiap
pagi hari sampai menjelang mata hari terbit, dengan menggunakan "gembor"
supaya merata dan tidak merusak bedengan dan diusahakan air dapat menembus
sedalam 3-4 cm dari permukaan. Kemudian dilakukan pendangiran bedengan
supaya tetap gembur dan dilakukan setiap 2-3 minggu sekali, rumput yang
tumbuh disekitarnya supaya disiangi, hindarkan dari serangan hama dan penyakit,
sampai umur kurang lebih 1 tahun persemaian yang dilakukan terhadap pohon
baru setelah itu dapat dilakukan pengokulasian yang ditentukan dengan sistem
Fokkert yang sudah disempurnakan yang sebelumnya daun-daun dirontokkan
pada pohon induk yang telah dipilih mata kulitnya dan kemudian setelah disiapkan
tempat untuk penempelan mata kulit tersebut sampai mata kulit itu tumbuh tunas,
setelah itu tunas asli pada pohon induk yang telah ditempel dipangkas, kemudian
rawat dengan penyiraman 2 kali sehari dan mendangir serta membersihkan
rumput-rumput yang ada disiangi, kemudian dapat juga diberi pupuk urea 10 gram
untuk tiap 1 m² untuk 25 tanaman rambutan.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Pemindahan Bibit

Cara pemindahan bibit yang telah berkecambah atau di cangkok maupun


diokulasi dapat dengan mencungkil/membuka plastik yang melekat pada media
penanaman dengan cara hati-hati jangan sampai akar menjadi rusak dan
dilakukan penyungkilan sekitar 5 cm dan agar tumbuh akar lebih banyak maka
dalam penanaman kembali akar tunggangnya dapat dipotong sedikit untuk
menjaga penguapan kemudian lebar daun dipotong separuh serta keping yang
menempel dibiarkan sebab berfungsi sebagai cadangan makanan sebelum dapat
menerima makanan dari tanah yang baru. Dan ditanam pada bedeng pembibitan
dengan jarak 30-40 cm dan ditutupi dengan atap yang dipasang miring lebih tinggi
di Timur dengan harapan dapat lebih banyak kena sinar mata hari pagi.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Pilihlah tanah yang subur, hindari daerah yang berkondisi tanahnya terlampau liat
dan tidak memiliki sirkulasi yang baik, meskipun pada daerah perbukitan tetapi
tanahnya subur dengan cara membuat sengkedan (teras) pada bagian yang
curam, kemudian untuk menggemburkan tanah perlu dibajak atau cukup dicangkul
dengan kedalaman sekitar 30 cm secara merata.

2) Pembukaan Lahan

Tanah yang akan dipergunakan untuk kebun rambutan dikerjakan semua secara
bersama, tanaman pengganggu seperti semak-semak dan rerumputan dibuang
dan benda-benda keras disingkirkan kemudian tanah dibajak/dicangkul. Bila bibit
berasal dari cangkokan pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam tetapi kalau
dari hasil okulasi perlu pengolahan yang cukup dalam. Kemudian dibuatkan
saluran air selebar 1 meter dan kedalam disesuaikan dengan kedalaman air
tanah, guna mengatasi sistem pembuangan air yang kurang lancar. Tanah yang
kurus dan kurang humus atau tanah cukup liat diberikan pupuk hijau yang dibuat
dengan cara mengubur ranting-ranting dan dedaunan dan kondisi ini dibiarkan
selama kurang lebih 1 tahun sebelumnya.

3) Pembentukan Bedengan

Setelah tanah keadaan gembur dan buatkan bedeng-bedengan yang berukuran 8


m lebar dan tinggi sekitar 30 cm dengan perataan dasar atasnya guna menopang
bibit yang akan ditanam, panjang disesuaikan dengan luas
pekarangan/persawahan. Tetapi idealnya panjang bedengan sekitar 10 m, dengan
keadaan arah membujur dari utara ke selatan, supaya mendapatkan banyak sinar
matahari pagi walaupun setelah diberi atap pelindung, dengan jarak antara
bedeng 1 m yang diharapkan untuk lalu-lintas para pekerja dan dapat
dipergunakan sebagai saluran air pembuangan, dan untuk menambah kesuburan
dapat diberi pupuk hijau, kompos/pupuk kandang yang sudah matang

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengapuran

Pengapuran pada dataran yang berasal dari tambak dan juga dataran yang baru
terbentuk tidak bisa ditanami, selain tanah masih bersifat asam juga belum terlalu
subur, setelah lobang-lobang itu digali dengan ukuran penanaman di pekarangan
dan dasarnya ditaburkan kapur sebanyak 0,5 liter untuk setiap lobang guna
menetralkan pH tanah hingga mencapai 6-6,7 sebagai syarat tumbuhnya tanaman
rambutan, setelah 1 minggu dari penaburan kapur diberi pupuk kandang supaya
tanah menjadi subur.

5) Pemupukan

Setelah jangka waktu 1 minggu dari pemberian kapur pada lubang-lubang yang
ditentukan kemudian diberikan pupuk kandang sebanyak 25 kg (kurang lebih 1
blek) dan setelah 1 minggu lahan baru siap untuk ditanami bibit rambutan yang
telah jadi.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Penyiapan pohon pangkal sebaiknya melalui proses perkecambahan kemudian


ditanam dengan jarak 10 x 10 cm setelah berkecambah dan berumur 1-1,5 bulan
atau telah tumbuh daun sebanyak 3 helai maka bibit/zaeling dapat dipindahkan
pada bedeng ke dua dengan jarak 1-14 meter. Untuk menghindari sengatan sinar
matahari secara langsung dibuat atap yang berbentuk miring lebih tinggi ke Timur
dengan maksud supaya mendapatkan sinar matahari pagi hari secara penuh.

2) Pembuatan Lubang Tanaman

Pembuatan lubang pada bedeng-bedeng yang telah siap untuk tempat


penanaman bibit rambutan yang sudah jadi dilakukan setelah tanah diolah secara
matang kemudian dibuat lobang-lobang dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 m yang
sebaiknya telah dipersiapkan 3-4 pekan sebelumnya dan pada waktu penggalian
tanah yang diatas dan yang dibawah dipisahkan yang nantinya dipergunakan
untuk penutup kembali lubang yang telah diberi tanaman, sedangkan jarak antar
lubang sekitar 12-14 m.

3) Cara Penanaman

Setelah berlangsung selama 2 pekan lubang ditutup dengan susunan tanah


seperti sedia kala dan tanah yang bagian atas dikembalikan setelah dicampur
dengan 3 blek (1 blek kurang lebih 20 liter) pupuk kandang yang sudah matang,
dan kira-kira 4 pekan dan tanah yang berada di lubang bekas galian tersebut
sudah mulai menurun baru rambutan ditanam dan tidak perlu terlalu dalam

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

secukupnya, maksudnya batas antara akar dan batang rambutan diusahakan


setinggi permukaan tanah yang ada disekelilingnya.

4) Lain-lain

Pada awal penanaman di kebun perlu diberi perlindungan yang rangkanya dibuat
dari bambu/bahan lain dengan dipasang posisi agak tinggi disebelah Timur, agar
tanaman mendapatkan lebih banyak sinar matahari pagi dari pada sore hari, dan
untuk atapnya dapat dibuat dari daun nipah, kelapa/tebu. Sebaiknya penanaman
dilakukan pada awal musim penghujan, agar kebutuhan air dapat dipenuhi secara
alamiah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Karena kondisi tanah telah gembur dan mudah tanaman lain akan tumbuh kembali
terutama Gulma (tanaman pengganggu), seperti rumput-rumputan dan harus
disiangi sampai radius 1-2 m sekeliling tanaman rambutan. Apabila bibit tidak
tumbuh dengan baik segera dilakukan penggantian dengan bibit cadangan.

2) Perempalan

Agar supaya tanaman rambutan mendapatkan tajuk yang rimbun, setelah


tanaman berumur 2 tahun segera dilakukan peempelan/ pemangkasan pada
ujung cabang-cabangnya. Disamping untuk memperoleh tajuk yang seimbang
juga berguna memberi bentuk tanaman, memperbanyak dan mengatur produksi
agar tanaman tetap terpelihara. Pemangkasan juga perlu dilakukan setelah masa
panen buah berakhir dengan harapan muncul tajuk-tajuk baru sebagai tempat
munculnya bunga baru pada musim berikutnya dan hasil berikutnya dapat
meningkat.

3) Pemupukan

Untuk menjaga agar kesuburan lahan tanaman rambutan tetap stabil perlu
diberikan pupuk secara berkala dengan aturan:
a) Pada tahun ke 2 setelah penanaman bibit diberikan pada setiap pohon dengan
campuran 30 kg pupuk kandang, 50 kg TSP, 100 gram Urea dan 20 germ ZK
dengan cara ditaburkan disekeliling pohon/dengan jalan menggali disekeliling
pohon sedalam 30 cm selebar antara 40-50 cm, kemudian masukkan campuran
tersebut dan tutup kembali dengan tanah galian sebelumnya.
b) Tahun berikutnya perlu dosis pemupukan perlu ditambah dengan komposisi 50
kg pupuk kandang, 60 kg TSP, 150 gr Urea dan 250 gr ZK dengan cara
pemupukan yang sama, apabila menggunakan pupuk NPK maka
perbandingannya 15:15:15 dengan ukuran diantara 75-125 kg untuk setiap ha,
dan bila ditabur dalam musim hujan dan dengan komposisi 250-350 kg apabila
dilakukan saat awal musim penghujan.

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengairan dan Penyiraman

Selama dua minggu pertama setelah bibit yang berasal dari cangkokan/okulasi
ditanam, penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari, pagi dan sore. Dan
minggu-minggu berikutnya penyiraman dapat dikurangi menjadi satu kali sehari.
Apabila tanaman rambutan telah tumbuh benar-benar kuat frekuensi penyiraman
bisa dikurangi lagi yang dapat dilakukan saat-saat diperlukan saja. Dan bila
turunterlalu lebat diusahakan agar sekeliling tanaman tidak tegenang air dengan
cara membuat lubang saluran untuk mengalirkan air.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Guna mencegah kemungkinan tumbuhnya penyakit/hama karena kondisi


cuaca/hewan-hewan perusak maka perlu dilakukan penyemprotan pestisida
umumnyadilakukan antara 15-20 hari sebelum panen dan juga apabila
kelembaban udara terlalu tinggi akan tumbuh cendawan, apabila musim
penghujan mulai tiba perlu disemprot fungisida beberapa kali selama musim hujan
pestisida dan insektisida

6) Pemeliharaan Lain

Untuk memacu munculnya bunga rambutan diperlukan larutan KNOƒ (Kalsium


Nitrat) yang akan mempercepat 10 hari lebih awal dari pada tidak diberi KNOƒ dan
juga mempunyai keunggulan memperbanyak "dompolan" bunga (tandan)
rambutan pada setiap stadium (tahap perkembangan) serta mempercepat
pertumbuhan buah rambutan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama pada Daun

Hama tanaman rambutan berupa serangga seperti semut, kutu, kepik, kalong dan
bajing serta hama lainya seperti, keberadaan serangga ini dipengaruhi faktor
lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. misal: ulat penggerek buah
(Dichocricic punetiferalis) warna kecoklat-coklatan dengan ciri-ciri buah menjadi
kering dan berwarna hitam, Ulat penggerek batang (Indrabela sp) membuat kulit
kayu dan mampu membuat lobang sepanjang 30 cm, Ulat pemakan daun (Ploneta
diducta/ulat keket) memakan daun-daun terutama pada musim kemarau. Ulat
Jengkal (Berta chrysolineate) pemakan daun muda sehingga penggiran daun
menjadi kering, keriting berwarna cokelat kuning.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.2. Penyakit

Penyakit tanaman rambutan disebabkan organisme semacam ganggang


(Cjhephaleusos sp) yang diserang umumnya daun tua dan muncul pada musim
hujan dengan ciri-ciri adanya bercak-bercak kecil dibagian atas daun disertai serat-
serat halus berwarna jingga yang merupakan kumpulan sporanya. Ganggang
Chaphaleuros kesimbiose dengan lumut kerek (lichen) dan dapat dijumpai pada
daun dan batang rambutan, yang nampak seperti panu sehingga ranting yang
diserang dapat mati; Penyakit akar putih disebabkan oleh cendawan (jamur)
Rigidoporus Lignosus dengan tanda rizom berwarna putih yang menempel pada akar
dan apabila akar yang kena dikupas akan nampak warna kecoklatan.

7.3. Gulma

Segala macam tumbuhan pengganggu tanaman rambutan yang berbentuk


rerumputan yang berada disekitar tanaman rambutan yang akan mengganggu
pertumbuhan perkembangan bibit rambutan oleh sebab itu perlu dilakukan
penyiangan secara rutin.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Buah rambutan yang telah matang dengan ciri-ciri melihat warna yang disesuikan
dengan jenis rambutan yang ada juga dengan mencium baunya serta yang terakhir
dengan merasakan rambutan yang sudah masak dibandingkan dengan rambutan
yang belum masak, dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan sekitar bulan
Nopember sampai Februari, juga dapat dipengaruhi musim kemarau atau musim
penghujan.

8.2. Cara Panen

Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta tungkalnya yang sudah matang
(hanya yang sudah masak) sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar tidak
menjadi rusak. Pemangkasan dilakukan sekaligus panen agar dapat bertunas
kembali cepat berbuah apabila pemetikan tidak terjangkau dapat dilakukan dengan
menggunakan galah untuk mengkait tangkai buah rambutan secara benar.

8.3. Periode Panen

Periode pemanenan buah rambutan dilakukan pada sekitar bulan Nopember sampai
dengan Februari (masa musim penghujan). Dengan dicari buah yang masak dan
yang belum masak supaya ditinggal dulu dan kemudian dipanen kembali

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.4. Prakiraan Produksi

Apabila penanganan dan pemeliharaan semenjak pembibitan hingga panen


dilakukan secara baik dan benar serta memenuhi aturan yang ada maka dapat
diperkirakan mendapatkan hasil yang maksimal. Setiap pohonnya dapat mencapai
hasil minimal 0,10 kuintal, dan maksimal dapan mencapai 1,75 kuintal setiap
pohonnya.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah rambutan harus diikat secara baik,
biasanya dikumpulkan tidak jauh dari lokasi pohon sehingga selesai pemanenan
secara keseluruhan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Tujuan penyortiran buah rambutan yang bagus agar harga jualnya tinggi, biasanya
dipilih berdasarkan ukuran dan mutunya, buah yang kecil tetapi baik mutunya dapat
dicampur dengan buah yang besar dengan sama mutunya, yang biasanya dijual
dalam bentuk ikatan dan perlu diingat bahwa dalam 1 ikatan diusahakan sama besar
dan sama baik mutunya. Dan dilakukan sesuai dengan jenis rambutan, jangan
dicampur adukkan dengan jenis yang lain.

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan yang terbaik untuk mengawetkan buah rambutan biasanya dilakukan


dengan jalan dibuat asinan/manisan dan dimasukkan dalam kaleng/botol atau dapat
juga dengan menggunakan kantong plastik. Hal ini dapat menjaga kesterlilan dan
ketahanan serta lama penyimpanannya.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Hasil jual dapat tinggi tidak tergantung dari rasanya saja,tetapi pada kenampakandan
cara pengikatannya,apabilaakan dijual tidak jauh dari lokasi maka cukup diikat dan
kemudian di angkut dengan kendaraan/dimasukkan dalam karung. Untuk pengiriman
dengan jarak yang agak jauh (antar pulau) yang membutuhkan waktu hingga 2-3 hari
lamanya perjalanan rambutan. Caranya di pak dengan menggunakan peti sebelum
dipilih dan di pak sebaiknya dicuci terlebih dahulu dengan air sabun dan dibilas
kemudian dikeringkan, setelah dipisah dari tangkainya, apabila ada yang terkena
jamur sebaiknya direndam dulu dengan larutan soda 1,5% selama 3-5 menit
kemudian disikat dengan sikat yang lunak. Setelah itu disusun berderet berbentuk
sudut terhadap sisi peti, yang sebelumnya dialasi dengan lumut/ sabut kelapa,
setelah itu dilapisi dengan kertas minyak. Setelah penuh lapisan atas dilapisi lagi

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dengan kertas minyak dan dengan sabut kelapa yang terakhir ditutup dengan papan,
sebaiknya kedua sisi panjang dibentuk agak gembung, biasanya penempatan peti
bagian yang pendek ditempatkan dibawah didalam perjalanan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Untuk mendukung perhitungan analisis usaha tani rambutan secara konvensional


ada beberapa hal yang perlu diketahui antara lain:
1) Tanaman rambutan dibudidayakan secara pencangkokan atau mengokulasi
dengan jarak tanam 12-14 m sehingga populasi tanaman setiap hektar mencapai
1000 tanaman.
2) Varietas tanaman rambutan yang dibudidayakan merupakan jenis yang disukai
konsumen.
3) Di lokasi penanaman diusahakan yang dekat dengan sumber air, dekat dengan
sipekerja.
4) Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yakni tenaga kerja pria (HKP) dan tenaga
kerja wanita (HKW), dengan ongkostenaga kerja pria lebih tinggi dari pada tenaga
kerja wanita dengan jam kerja per harinya 8 jam.
5) Budidaya rambutan dilakukan pada musim (Maret-September).

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Buah rambutan merupakan buah populer di kawasan ASEAN, khususnya di tanh air
dn di negara Jiran Malaysia tempat asal buah rambutan. Buah rambutan dapat
dikonsumsi langsung (buah segar) ataupun diolah menjadi buah kalen dan manisan
buah rambutan.

Rambutan selain sebagai buah segar yang digemari, hasil olahannya pun menjadi
komoditi primadona yang memiliki prospek cukup cerah di Asia dan di negara-negara
lainnya. Pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri masih merupakan lahan
pemasaran yang menjanjikan. Sehingga sangat tepat untuk membudidayakan buah
rambutan secara intensif dengan didukung kondisi alam yang ada.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standard produksi ini meliputi: klasifikasi/penggolongan dan syarat mutu, cara


pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan.

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.2. Diskripsi

Buah rambutan segar adalah buah dari tanaman rambutan (Nephelium lappaceum
Linn) dalam tingkat ketuaan optimal, utuh, segar dan bersih. Standar buah rambutan
di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3210-1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Buah rambutan segar untuk masing-masing kultvar, digolongkan dalam 2 buah jenis,
yaitu: Mutu I dan Mutu II.

Klasifikasi berdasarkan ukuran berat adalah sebagai berikut:


a) Binjai: besar maksimum 20 kg; kecil : > 20 kg
b) Lebak Bulus: besar maksimum 35 kg; kecil > 35 kg
c) Rapiah: besar maksimum 30 kg; kecil > 30 kg
d) Simacan: besar maksimum 40 kg; kecil > 40 kg

Persyaratan mutu untuk buah rambutan adalah sebagai berikut:


a) Keseragaman Kultivar: mutu I seragam; mutu II seragam
b) Keseragaman Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam
b) Tingkat Kesatuan Buah: mutu I tepat; mutu II kurang Tepat
c) Tingkat Kesegaran Buah: mutu I segar; mutu II kurang segar
d) Buah cacat/busuk: mutu I 0%; mutu II 0%
e) Bentuk ikatan: mutu I maksimum 10 cm; mutu II maksimum 10 cm
f) Bentuk buah lepas: mutu I maksimum. 0,5 cm; mutu II maksimum 0,5 cm
g) Kadar Kotoran: mutu I 0%; mutu II 0%
h) Serangga hidup/mati: mutu I tidak ada; mutu II tidak ada

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot buah rambutan segar terdiri dari maksimum 1.000 kemasan. Contoh
diambil secara acak dari jumlah kemasan dalam 1 (satu) partai/lot.
a) Jumlah kemasan dalam partai/lot 1 s/d 5, contoh pengambilan semua
b) Jumlah kemasan dalam partai/lot 6 s/d 100, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 5
c) Jumlah kemasan dalam partai/lot 101 s/d 300, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 7
d) Jumlah kemasan dalam partai/lot 301 s/d 500, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 9
e) Jumlah kemasan dalam partai/lot 501 s/d 1000, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 10

Petugas pengambil contoh harus orang yang memenuhi persyaratan yaitu orang
yang telah berpengalaman atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan
suatu badan hukum.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

Buah rambutan segar disajikan dalam bentuk ikatan atau lepas, dibungkus bahan
kertas, jaring plastik atau bahan laian yang sesuai, lalu dikemas dengan keranjang
bambu atau kotak karton/kayu/bahan lain yang sesuai dengan atau tanpa
penyangga, dengan berat bersih maksimum 10 kg.

Pada bagian luar kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain :
a) Dihasilkan di Indonesia.
b) Nama barang/kultivar.
c) Golongan ukuran.
d) Jenis mutu.
e) Nama perusahaan/eksportir.
f) Berat bersih/kotor.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Mahisworo, Kusno Susanto dan Agustinus Anung, Bertanam Rambutan; Jakarta:
Penebar Swadaya, 1991, cet ke-3. 80p; 21 cm.
2) Rahardi F.; Rina Nirwan S. dan Iman Satyawibawa, Agribisnis tanaman
perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya, 1994. Vi + 67p; ilus.; 21 p.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

SAGU
( Metroxylon sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang
pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia
Bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian
penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya
dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.

Tanaman sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu,
rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di
Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman sagu:
Ordo : Spadiciflorae
Famili : Palmae

Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah
dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya
cukup tinggi.

Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu:
yang berbunga/berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga/berbuah sekali
(Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan
karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting, yaitu:
a) Metroxylon sagus, Rottbol atau sagu Molat.
b) Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
c) Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu Ihur.
d) Metroxylon rumphii, Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru.
e) Metroxylon rumphii, Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan.

Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni,
dan Molat.

3. MANFAAT TANAMAN
a) Pelepahnya dipakai sebagai dinding atau pagar rumah.
b) Daunnya untuk atap.
c) Kulit atau batangnya merupakan kayu bakar yang bagus.
d) Aci sagu (bubuk yang dihasilkan dengan cara mengekstraksi pati dari umbi atau
empulur batang) dapat diolah menjadi berbagai makanan.
e) Sebagai makanan ternak.
f) Serat sagu dapat dibuat hardboard atau bricket bangunan bila dicampur semen.
g) Dapat dijadikan perekat (lem) untuk kayu lapis.
h) Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong menjadi 3-5 rantai glukosa (modifief
starch) dapat dipakai untuk menguatkan daya adhesive dari proses pewarnaan
kain pada industri tekstil.
i) Dapat diolah menjadi bahan bakar metanol-bensin.

4. SENTRA PENANAMAN
Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang
diperkirakan luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000
ha. Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar untuk kedua negara
tersebut diperkirakan mencapai 2.000.000 ha. Adapun sentra penanaman tanaman
sagu di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan
Kalimantan.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2000-4000
mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun.
b) Sagu dapat tumbuh baik di daerah 10 derajat LS – 15 derajat LU dan 90 – 180
derajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun.
c) Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40 prosen.
Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60 prosen.
d) Suhu yang optimal bagi pertumbuhan sagu adalah rata-rata 24-30 derajat C.

5.2. Media Tanam

a) Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut
dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa
yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi. Tanah mineral di rawa-rawa air tawar
dengan kandungan tanah liat > 70 prosen dan bahan organik 30 prosen.
b) Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau
hitam dengan kadar bahan organis tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah
vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan
tipe-tipe tanah lainnya.
c) Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan
yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organisnya tinggi dan
bereaksi sedikit asam pH =5,5-6,5.
d) Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang
surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang
paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar
nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur
hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan
magnesium.

5.3. Ketinggian Tempat

Sagu dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl.
Ketinggian tempat yang optimal adalah 400 m dpl.

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih/Bibit

Syarat bibit untuk pembibitan cara generatif: biji yang digunakan sudah tua, tidak
cacat fisik, besarnya rata-rata dan bertunas.

Syarat bibit untuk pembibitan cara vegetatif: berasal dari tunas atau anakan yang
umurnya kurang dari 1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg. Tinggi
anakan ±1 meter dan punya pucuk daun 3-4 lembar.

2) Penyiapan Benih/Bibit

a) Cara generatif
Biji yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan jatuh/rontok dari pohon
induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang wajar
serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut adalah buah yang
tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
b) Cara vegetatif
Pembiakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa
anakan yang melekat pada pangkal batang induknya yang disebut dangkel atau abut
(jangan yang berasal dari stolon). Adapun cara pengadaan dangkel adalah:
1. Pengambilan dangkel dipilih yang terletak di permukaan atas.
2. Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang
akar serabutnya.
3. Dangkel yang telah dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan ditempatkan
pada tempat yang mendapat cahaya matahari langsung dengan bagian permukaan
belahan tepat pada tempat di mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
4. Luka bekas irisan dangkel yang masih tertanam segera dilumuri dengan zat
penutup luka (seperti: TB-1982 atau Acid Free Coalteer) untuk mencegah hama dan
penyakit.
5. Bibit sagu direndam dalam air aerobik selama 3-4 minggu. Setelah itu bibit
ditanam.
6. Penyiapan dangkel sebaiknya dilakukan pada waktu menjelang sore hari,
kemudian pada sore hari dangkel dikumpulkan dan pada waktu malam hari dangkel
diangkut ke lahan, untuk menghindari kerusakan dangkel oleh cahaya matahari.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Cara generatif:
1. Perkecambahan tak langsung:

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Penyiapan media: Wadah/bak dari bata/bambu berukuran tinggi 30-40 cm,


panjang tidak lebih dari 2 meter dan lebar 1,2-1,5 cm. Selanjutnya sepertiga bagian
bawah diisi pasir dan atasnya serbuk gergaji basah.
- Penataan bibit: Bibit ditata dengan jarak 10x10 cm; 10x15 cm; atau 15x15 cm
dengan posisi miring/tegak, bagian lembaga diletakkan di bawah, ¾ bagian bibit
ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban media dijaga antara 80-90 %. Setelah
umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke bedeng pembibitan.
2. Pembibitan (Perkecambahan tak langsung di media pembibitan):
- Penyiapan media: Tanah diolah sedalam 45-60 cm, digemburkan dan ditambah
pupuk dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar 1,25 m; dan panjang ± 8-10 dengan
jarak antar bedengan 30-50 cm.
- Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan: Bibit ditanam dengan jarak 25x25
cm sampai dengan 40x40 cm.
- Pengaturan pembibitan dengan penjarangan: Pada mulanya bibit ditanam
dengan jarak rapat, yaitu 12,5x12,5 cm; 15x15 cm; atau 20x20 cm.

4) Pemeliharaan Penyemaian

Cara generatif dengan penjarangan:


a) Dilakukan setelah satu bulan, yaitu menjadi 25x25 cm; 30x30 cm; atau 40x40
cm.
b) Selama masa penyemaian kelembaban dipertahankan 80-90%.
c) Diberi naungan agar tidak kena cahaya matahari langsung.
d) Penyiraman dilakukan setiap saat.

5) Pemindahan Bibit

a) Cara generatif:
Bibit yang berumur 6-12 bulan dapat dipindahkan atau ditanam. Cara
pengangkatannya ke kebun atau tempat penanaman mudah dan murah.
b) Cara vegetatif:
Setelah diambil dapat langsung ditanam.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

a) Lahan dipilih yang sesuai dengan ketentuan.


b) Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku, penanaman sagu dilakukan
pada awal musim hujan.

2) Pembukaan Lahan

a) Lahan dibersihkan dari semua vegetasi di bawah diameter 30 cm dekat


permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal.

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Vegetasi bawah dan ranting-ranting kecil tersebut dibakar dan abunya untuk
pupuk.
c) Pokok-pokok batang yang besar, yang sulit penggaliannya dapat ditinggalkan
begitu saja di lahan, kecuali pokok-pokok yang berada pada calon baris tanaman
harus dibersihkan.

3) Pembentukan Bedengan

Dilakukan untuk penanaman dengan cara blok (biasanya dilakukan perusahaan


perkebunan sagu). Adapun tata cara pembangunan blok adalah:
a) Ukuran blok 400x400 m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di tengah-
tengah blok dibangun kanal tersier.
b) Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu: kanal utama, kanal sekunder,
dan kanal tersier.
c) Kanal utama adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun di
setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain adalah
800 m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai ke dalam blok-blok sagu, dan
sebagai jalur transportasi utama dari kebun ke sungai dan sebaliknya, serta untuk
penyanggah pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
d) Kanal sekunder adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama
(melintang pada blok dan kanal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara
empat blok sagu di sebelahnya; sebagai jalur transportasi sagu dari kebun dan atau
kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder adalah 2 m.
e) Kanal tersier adalah kanal yang digali pada pertengahan blok atau di antara
dua blok atau melintangi di antara blok-blok yang saling berseberangan. Fungsinya :
drainase per blok; batas antar blok yang saling berseberangan dan sebagai jalur
transportasi dari kebun sagu bagian dalam, ke sungai atau kanal utama, atau ke
kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan sebaliknya. Lebar kanal
tersier adalah 1,5 m.
f) Saluran drainase lebarnya 0,75-1,00 m.

4) Lain-lain

a) Menentukan sistem dan alat transportasi, karena lahan penanaman sagu


didominasi oleh lahan yang berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi
pasang surut.
b) Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus terdiri atas
sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

a) Penanaman dengan sistem blok: Jarak tanam/jarak lubang antar bervariasi


antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menampung ± 150 buah.
b) Jarak tanam yang dianggap ideal adalah:

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1. Sagu Tuni 8x8 m atau 9x9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar
akan memuat 143 tanaman.
2. Sagu Ihur 9x9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat
143 tanaman.
3. Sagu Molat 7x7 m, hubungan segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat
2043 tanaman.
4. Jika ketiga varietas ditanam secara bersama-sama, maka ditanam secara
terpisah menurut blok.

2) Pembuatan Lubang Tanam

a) Lubang tanam digali sebulan/selambat-lambatnya 1 minggu sebelum


penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm.
b) Hasil galian tanah bagian atas dipisahkan dari tanah lapisan bawah dan
dibiarkan beberapa hari.
c) Pada lubang tanaman itu ditempatkan pancang-pancang bambu, tiap lubang 2
pacang.

3) Cara Penanaman

a) Membenamkan dangkel ke dalam lubang tanaman.


b) Bagian pangkal dangkel ditutup dengan tanah remah bercampur gambut.
Tanah penutup jangan ditekan tapi dangkel jangan sampai bergerak.
c) Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang apabila mungkin
dicampur puing-puing.
d) Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak
ditekan sedikit ke dalam tanah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

a) Dapat dilakukan setiap waktu, agar tidak terjadi kekosongan dalam areal.
Kesulitan penyulaman sering terjadi bila lahan kekurangan air sebab akan gagal.
b) Penyulaman menggunakan bibit cadangan yang sudah ditanam di lahan
bersamaan dengan waktu tanam, pada salah satu ujung barisan tanaman atau
dangkel.
c) Penyulaman dapat dilakukan sampai umur 3 tahun. Lebih dari 3 tahun hasilnya
kurang baik, sebab sulaman sudah akan dilindungi oleh canopy sagu yang sudah
mulai meluas, sehingga kesulitan untuk mendapatkan cahaya matahari.
d) Penjarangan idealnya dilakukan sekali dalam setahun.
e) Jumlah pohon yang disisakan tergantung dari jenis dan spesies sagu dan
tingkat pertumbuhan.
f) Jumlah tegakan(jumlah pohon dalam satu rumpun) yang ideal adalah sebagai
berikut:
1. Ihur: semai=3; sapihan=2-3; tiang=1-2; pohon=1; jumlah=7-9

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. Tuni: semai=3-4; sapihan=2-3; tiang=1-2; pohon=1-2; jumlah=7-11


3. Molat: semai=1-2; sapihan=1; tiang=1; pohon=1; jumlah=4-5
Catatan:
Semai: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun 0-0,5 m
Sapihan: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun 0,5-1,5 m.
Tiang: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun 1,5-5 m.
Pohon: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun >5 m.

2) Penyiangan

a) Penyiangan dilakukan terhadap gulma dan dilakukan pada sagu muda (3-5
tahun), sebab rawan terhadap serangan hama. Gulma juga akan memperbesar
peluang kebun dilanda kebakaran.
b) Penyiangan dapat menggunakan tangan, sabit, parang, cangkul dan
sebagainya.
c) Hasilnya dipendam/dikomposkan. Bila gulma mengandung hama/vektor dan
kayu, dibakar dan abunya dijadikan pupuk.

3) Pemupukan

a) Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, yaitu Kalsium,
Kalium dan Magnesium.
b) Macam dan dosis pupuk:
1. Umur 0: Urea=0; PA=300; TSP=0; KCl=0; KIES=0
2. Umur 1: Urea=100; PA=0; TSP=100; KCl=50; KIES=0
3. Umur 2: Urea=150; PA=0; TSP=150; KCl=100; KIES=0
4. Umur 3: Urea=200; PA=0; TSP=200; KCl=150; KIES=30
5. Umur 4: Urea=250; PA=250; TSP=0; KCl=250; KIES=40
6. Umur 5: Urea=300; PA=0; TSP=300; KCl=250; KIES=50
7. Umur 6: Urea=400; PA=400; TSP=0; KCl=400; KIES=80
8. Umur 7: Urea=500; PA=0; TSP=500; KCl=500; KIES=100
9. Umur 8: Urea=500; PA=500; TSP=0; KCl=600; KIES=120
10. Umur ≥ 9: Urea=500; PA=0; TSP=500; KCl=700; KIES=140
Keterangan: PA = Phosphat Alam ; KIES = Kieserite (mg)
c) Cara pemupukan:
1. Dibenamkan dalam tanah, agar tidak terbawa air sebelum terabsorbsi oleh akar
tanaman, terutama lahan yang berada di daerah rawa/dataran rendah dan pasang
surut yang sering terjadi luapan air.
2. Pemupukan dapat dilaksanakan secara lingkaran di sekeliling rumpun atau
secara lokal di dau sisi rumpun pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk
dengan pohon/rumpun sagu.
d) Waktu pemupukan:
1. Untuk sagu muda sampai 1 tahun menjelang panen, pemupukan dilakukan 1-2
kali setahun.
2. Pemupukan sekali setahun, dilakukan pada awal musim hujan.

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. Pemupukan dua kali setahun, dilakukan pada awal dan akhir musim hujan,
masing-masing dengan 1/2 dosis.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)


Ciri: Tubuhnya berbulu pendek dan sangat rapat pada bagian ekornya.
Kepompong berwarna kuning dengan ukuran yang lebih kecil daripada lundi,
terbungkus dalam bahan yang terbuat dari tanah. Kumbang dewasa berwarna
merah sawo, berukuran 3-5 cm. Imago (kumbang dewasa) meninggalkan rumah
kepompongnya pada malam hari dan terbang ke pohon sagu. Gejala: terdapat
lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, setelah berkembang tampak
terpotong seperti digunting dalam bentuk segitiga. Bila titik tumbuhnya rusak, sagu
tidak mampu membentuk daun lagi dan akhirnya mati. Pengendalian mekanis:
pohon-pohon sagu yang mendapat serangan ditebang dan dibakar, sedangkan
pucuknya dibelah-belah, kemudian diberi Aldrin 40% WP yang dipakai sebagai
perangkap. Penebangan pohon menggunakan gergaji mekanis atau kapak. Bila
menyerang sagu muda, maka Oryctes dapat dimatikan dengan kawat runcing
yang ditusukkan ke Oryctes pada lubang gerekan sampai tembus badannya dan
ditarik keluar. Pengendalian: pada pucuk pohon diberi Heptachlor 10 gram,
Diazinon 10 gram, dan BHC. Sedang cara biologis adalah dengan Oryctes dapat
diserang oleh cendawan (Meterrhizium anisopliae) yang sifatnya sebagai parasit
pada stadium larva, tetapi daya bunuhnya terlalu rendah.

b) Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)


Terdapat beberapa jenis, yaitu: (1) Rhynchophorus ferrugineus, Oliv (kumbang
sagu); (2) Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Schach, F dan (3)
Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch. Perbedaannya
terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa. Ciri serangan sekunder
setelah kumbang Oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas Oryctes. Bila
serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon.
Pengendalian: sama dengan kumbang Oryctes.

c) Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. atau Brachartona catoxantha)


Ciri: (1) kupu-kupu Artona catoxantha, Hamps. berukuran panjang 10-15 mm,
dengan jarak sayap 13-16 mm, sayapnya berwarna hitam merah kecoklatan. Pada
punggung depan, bagian perut dan pinggir sayap depannya bersisik kuning. Kupu-
kupu Artona bergerak aktif siang hari dan malam hari; (2) Ulat Artona berwarna
putih kuning berukuran sampai 11 mm. Pada pungungnya terdapat garis lebar
berwarna kemerah-merahan. Bagian depan badannya lebih besar dibanding
bagian balakang. Stadium ulat ini berlangsung selama 17-22 hari. Pada stadium
inilah kerusakan tanaman sagu terjadi, yaitu dengan menggerek anak daun sagu.

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Gejala: (1) tingkat serangan titik adalah ulat/larva yang baru menetas masuk
dalam jaringan daun dan memakan daging anak daun, bekas serangan ini dari
bawah tampak sebagai bintik-bintik kecil yang tidak tembus; (2) tingkat serangan
garis adalah ulat Artona yang lebih besar menyusup lebih meluas, sehingga bekas
serangga tampak seperti garis-garis; (3) tingkat serangan pinggir adalah yang
menggerek daun sagu adalah ulat Artona yang lebih besar/tua, berpindah tempat
ke bagian pinggir dan memakan bagian anak daun pinggir; (4) tingkat serangan
akhir adalah pada tingkatan ini daun-daun menjadi sobek-sobek. Daun yang
paling disenangi adalah daun tua. Daun bekas serangan seperti terbakar.
Pengendalian mekanis: daun-daun yang diserang Artona dipangkasi, serangan
Artona yang berat akan mengakibatkan pelepah daun tinggal memliki 2/3 daun
saja. Waktu pemangkasan daun-daun yang diserang Artona adalah bilamana
dalam 200-300 daun sagu yang diambil secara acak, mengandung lima atau lebih
stadium hidup Artona (telur, larva, kepompong, atau kupu-kupu). Pemangkasan
harus sudah dilakukan dua minggu sesudah Artona memiliki panjang 8 mm,
sehingga banyak Artona yang gagal menjadi kupu-kupu. Pengendalian biologis:
menggunakan parasit, antara lain: (1) taburkan (Apanteles artonae) yang biasanya
menyerang ulat Artona pada instar kedua; (2) Lalat Ptychomyia remota atau
Caudurcia leefmansii yang menyerang ulat Artona pada instar berikutnya.
Pengendalian kimiawi: menggunakan bahan kimia Arcotine D-25 - EC, dengan
dosis 4 kg/ha.

d) Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun), memakan
umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian: memburu dan
membunuhnya agar populasi terkendali, sehingga kerusakan yang ditimbulkan
berkurang. Selain itu dengan umpan yang diberi racun fosfor sebanyak 2-5 gram.

e) Kera (Macaca irus)


Kera yang hanya terdapat di daerah pegunungan dengan 1500 m dpl, merusak
bagian sagu muda, yaitu umbutnya. Binatang ini mempunyai kebiasaan selalu
merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian: sama dengan
pengendalian babi hutan.

7.2. Penyakit

a) Bercak kering
Penyebab: cendawan Cercospora. Gejala: daun berbercak-bercak coklat dan
dapat mengakibatkan seluruh daun berbercak-bercak kering atau berlubang-
lubang. Bila serangan cukup hebat, kanopi tanaman sagu nampak meranggas.
Pengendalian: belum ada secara khusus, hanya pemakaian fungisida dan
sanitasi lingkungan.

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.3. Gulma

Pengendalian gulma dapat diperjarang atau dihentikan sama sekali bila sagu sudah
berumur lima tahun ke atas. Pengendalian secara mekanis adalah gulma dibersihkan
dan dimatikan dengan sabit, parang, cangkul, dan sebagainya. Gulma hasil
penyiangan dijadikan pupuk kompos. Sedangkan secara kimiawi adalah dengan cara
penyemprotan herbisida yang dilakukan secara teratur, misalnya 2-4 minggu sekali,
disesuaikan dengan kondisi gulmanya. Herbisida yang dianjurkan adalah herbisida
kontak, seperti PARACOL.

Pengendalian secara kultur teknis dilakukan jika lahan tidak diganggu banjir dan
kondisi tanah tidak terlalu basah. Caranya dengan menanam tanaman penutup
tanah leguminosa (Leguminosa Ground Cover=LCG). Dengan penanaman LCG,
maka akan diperoleh manfaat ganda, yaitu pertumbuhan gulma dapat ditekan
semaksimal mungkin dan tanah mendapat perbaikan kondisi kimiawi, biologis, dan
fisis. LCG yang dapat digunakan adalah: Calopogonium sp.; Centrocema sp.; Vigna
husei.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Panen dapat dilakukan mulai umur 6-7 tahun, atau bila ujung batang mulai
membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih
terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10-15 m, diameter 60-70 cm, tebal kulit
luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-60 cm. Ciri pohon sagu
siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri,
pucuk dan batang.

Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku:


a) Tingkat Wela/putus duri, yaitu suatu fase di mana sebagian duri pada pelepah
daun telah lenyap. Kematangannya belum sempurna dan kandungan acinya
masih rendah, tetapi dalam keadaaan terpaksa pohon ini dapat dipanen.
b) Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah daun, duri yang terdapat
pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada bagian pangkal
pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin
pendek dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah
siap dipanen, karena kandungan acinya sangat tinggi.
c) Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase di mana semua pelepah daun
telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan acinya telah padat
mulai dari pangkal batang sampai ujung batang merupakan fase yang tepat untuk
panen sagu Ihur (Metroxylon sylvester Martius).
d) Tingkat Siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga
sagu telah mekar dan bercabang menyerupai tanduk rusa dan buahnya mulai

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

terbentuk. Fase ini merupakan saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis
Metroxylon longispium Martius.

Ciri-ciri pohon yang sagu yang siap dipanen menurut masyarakat Irian Jaya adalah:
a) Pelepah daun menjadi lebih pendek.
b) Kuncup bunga mulai tampak dan pucuk pohon mendatar bila dibandingkan
dengan pohon sagu yang lebih muda.
c) Batang sagu dilubangi kira-kira 1 m di atas tanah, kemudian diambil empulurnya
dan dikunyah serta diperas. Apabila air perasannya keruh berarti kandungan
acinya sudah cukup dan pohon siap dipanen.

8.2. Cara Panen

a) Dilakukan pembersihan untuk membuat jalan masuk ke rumpun dan pembersihan


batang yang akan dipotong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan
hasil tebangan.
b) Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan menggunakan
kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
c) Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya karena acinya
rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6-15 meter.
Gelondongan dipotong-potong menjadi 1-2 meter untuk memudahkan
pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah ± 120 kg dengan diameter 45 cm dan
tebal kulit 3,1 cm.

8.3. Periode Panen

Pemanenan kedua dilakukan dengan jangka waktu ± 2 tahun.

8.4. Prakiraan Produksi

Perkiraan hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar dengan produksi
40-60 batang/ha/tahun dengan jumlah empulur 1 ton/batang, dengan kandungan aci
sagu 18,5 prosen, dapat diperkirakan hasil per hektar per tahun adalah 7-11 ton aci
sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat dihasilkan 100-600
kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan yang ideal adalah 15 prosen.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

a) Gelondongan yang telah dipotong dapat langsung dibawa ke parit/sumber air


terdekat, kemudian langsung ditokok/diekstraksi.
b) Atau gelondongan dialirkan lewat kanal lalu dihalau/dihanyutkan menuju tempat
pengolahan.

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Sagu-sagu yang dihanyutkan ditangkap dengan jala-jala yang diletakkan pada


sebuah ban pengangkut barang.
d) Ban tersebut akan membawa gelondongan ke pabrik.
e) Kalau ada jalan darat yang memadai, pengangkutan menggunakan truk atau
gerobak.

9.2. Pengambilan Aci Sagu

a) Cara Maluku:
1. Potongan pohon sagu dibelah dua.
2. Belahan pohon sagu ditokok dengan suatu alat yang disebut "nani". Caranya
empulur ditetak-tetak sedikit demi sedikit dari salah satu ujung sampai ke
pangkalnya. Empulur dijaga jangan sampai kering.
3. Hasil tokokan empulur yang disebut "ela", dikumpulkan, kemudian disaring.
4. Di tempat penyaringan, ela disiram dengan air bersih, maka aci akan keluar
bersamaan dengan air siraman, selanjutnya disaring dalam "goti".
5. Air siraman ela yang diperoleh, diendapkan. Hasil endapan dipisahkan dari air
yang sudah mulai jernih, sehingga diperoleh aci sagu basah.
6. Aci sagu dimasukkan dalam "tumang" atau "tappiri" (suatu wadah dari batang
sagu), untuk disimpan atau diproses lebih lanjut.
b) Cara Fabrikasi:
Semua pabrik pengambil empulur mengguankan pemarut silinder yang
disambungkan pada motor, sedangkan di Serawak digunakan pemarut Cakera
(dari Jerman) yang besar. Setelah diperoleh “ela”, lalu diproses menjadi zat
tepung seperti pengambilan pati yang dilakukan pabrik tapioka biasa, yaitu
dengan menggunakan sistem pemisah zat tepung dari ampas secara sentrifugal.
Kapasitas produksi pabrik tersebut berkisar antara 1-10 pokok/hari.

9.3. Pemutihan Aci Sagu

a) Dibuat larutan kaporit 3 prosen, caranya 300 gram kaorit dilarutkan dalam 10 liter
air bersih.
b) Aci sagu dimasukkan dalam larutan kaporit dengan perbandingan 1 bagian tepung
2 bagian larutan kaporit.
c) Larutan diaduk sampai homogen, kira-kira selama 1 menit, kemudian diendapkan
dan didiamkan selama 1/2 jam.
d) Cairan bening yang terdapat pada bagian atas tepung dikeluarkan dan ditampung
pada ember lain, cairan ini masih dapat digunakan untuk mencuci 2-3 kali lagi.
e) Netralkan aci sagu tersebut dengan memasukkan air bersih dalam aci lalu diaduk
sampai rata kira-kira selama 1 menit.
f) Sebelum larutan aci dalam ember tenang, larutan itu segera disaring lalu
diendapkan. Cairan bagian atas dibuang kemudian ditambah air lagi, diaduk,
diendapkan, cairan bening dibuang. Pekerjaan ini diulang 3-4 kali sampai bau
kaporit hilang.
g) Aci sagu yang sudah tampak putih dan tidak berbau kaporit segera dikeringkan
pada para-para yang dialasi plastik, sampai kering.

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Pada pertengahan tahun 1989 didirikan industri pengolahan sagu oleh PT. Sagindo
Sari Lestari di Arandai, Bintuni, Manokwari, Irian Jaya dengan kapasitas produksi
berkisar antara 36-150 ribu ton/tahun

Propek pasar sagu sebenarnya cukup baik. Permintaan terus meningkat baik untuk
kebutuhan ekspor maupun domestik. Secara nasional permintaan diperkirakan
mencapai ±300.000 ton, sedangkan produksi hanya 48.822 ton pada tahun 1988 dan
70.000 ton pada tahun 1989. Permintaan pasar baik luar maupun dalam negeri terus
meningkat. Pasar ekspor yang potensial adalah Jepang, Kanada, Amerika Serikat,
Inggris, Thailand dan Singapura. Permintaan dalam negeri meningkat, karena
perkembangan industri makanan, farmasi, maupun industri lainnya.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

Standar mutu tepung sagu di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia
SNI 01-3729-1995.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Klasifikasi dan standar mutu tepung sagu adalah sebagai berikut:


a) Keadaan
1. Bau: normal
2. Warna: normal
3. Rasa: normal
b) Benda asing: tidak boleh ada
c) Serangga (bentuk stadia dan potongannya): tidak boleh ada
d) Jenis pati selain pati sagu : tidak boleh ada

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

e) Air (%) : maksimum 13


f) Abu (%): maksimum 0,5
g) Serat kasar (%): maksimum 0,1
h) Derajat asam (Ml NaOH 1N/100 gram): maksimum 4
i) SO2 (Mg/kg): maksimum 30
j) Bahan tambahan makanan (bahan pemutih): sesuai SNI 01-0222-1995
k) Kehalusan,lolos ayakan 100 mesh (%):minimum 95
l) Cemaran logam
1. Timbal (Pb) Mg/kg: maksimum 1,0
2. Tembaga (Cu)Mg/kg: maksimum 10,0
3. Seng (Zn)Mg/kg: maksimum 40,0
4. Raksa (Hg)Mg/kg: maksimum 0,05
m)Cemaran arsen (As)Mg/kg: maksimum 0,5
n) Cemaran mikroba
1. Angka lempengan total koloni/gram: maksimum 106
2. E. Coli APM/gram: maksimum 10
3. Kapang koloni: maksimum 104

Untuk mendapatkan mutu sagu yang sesuai dengan standar maka harus dilakukan
bebrapa pengujian mutu, yaitu:
a) Cara uji serangga: timbang lebih kurang 25 gram contoh kemudian tekan sampai
ketebalan 2-5 mm dengan menggunakan 2 lempeng kaca. Setelah itu diamkan
selama 24 jam dan amati permukaan kaca dengan menggunakan kaca pembesar,
apakah ada jejak-jejak bekas ulat. Larva, kepompong atau serangga dan
potongan-potongannya dengan mengayak contoh, sedang telurnya dilihat
mikroskop.
b) Cara uji jenis pati selain pati sagu (granula pati sagu): taburkan sedikit contoh
pada kaca obyek tambahkan sedikit air, kemudian ratakan, tutup dengan kaca
penutup dan amati dengan kaca mikroskop pada pembesaran tertentu.
Bandingkan bentuk granula pati contoh dengan standar bentuk granula pati sagu.
Adanya pati selain pati sagu menandakan tepung sagu tersebut dicampur dengan
tepung lainnya.
c) Sedangkan cara uji dengan benda asing, air, SO2, abu, serat kasar dan
kehalusan sesuai dengan cara uji makanan dan minuman SNI 01-289-1992; cara
uji derajat asam SNI 01-3555-1992; cara uji minyak dan lemak; cara uji cemaran
logam dirinci, cemaran logam, cemaran logam raksa (Hg) dan cemaran arsen
sesuai dengan SNI 19-2896-1992; cara uji cemaran logam dan cemaran mikroba
sesuai dengan SNI 19-2897-1992.

11.4. Pengambilan Contoh

Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-04528-1989, petunjuk


pengambilan contoh.

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.5. Pengemasan

Produk dikemas dalam wadah yang tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi,
selama penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan penandaan sesuai dengan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

12. DAFTAR PUSTAKA


a) Anonimous. 1994. Sagu, Komoditi Pertanian yang Dilupakan. Dalam Kumpulan
Kliping Sagu. Trubus.
b) Anwar, I. 1994. Sagu Tulehu. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
c) Harsanto, 1990. Budidaya dan pengolahan sagu. Kanisius. Yogyakarta.
d) Haryanto, B. dan Panglali, P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
e) Hiberna, N. 1994. Sagu sebagai Sumber Karbohidrat dan Pembudidayaannya.
Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
f) Karyanto dan Soemodipoero, B. 1994. Formula Makanan Bayi Sagu dan Tepung
Tempe ? Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
g) Rukmana, R. 1994. Cerah, Prospek Budidaya Sagu. Dalam Kumpulan Kliping
Sagu. Trubus.
h) Sundoro, S. 1994. Sagu Kalsel jadi Lem Kayu Lapis. Dalam Kumpulan Kliping
Sagu. Trubus.
i) Suparto, T.I. 1994. Hutan Sagu dan Nipah masih merupakan Potensi Tidur. Dalam
Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
j) Surenggan, S. 1994. Sagu sebagai Sumber Pakan Ternak. Dalam
k) Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.Suriawiria, U. 1994. Sagu, Sumber Pangan yang
Digalakkan. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
l) Susanta, J. 1994. Manfaatkan Sagu sebagai Media Tumbuh Jamur. Dalam
Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.
m)Wisastro, S.J. 1994. Sagu Bengkalis. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

SALAK
( Salacca edulis )

1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai
prospek baik untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari
Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak
(Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak
dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai
ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai.

2. JENIS TANAMAN
Di dunia ini dikenal salak liar, seperti Salacca dransfieldiana JP Mo-gea; S.
magnifera JP Mogea; S. minuta; S. multiflora dan S. romosiana. Selain salak liar itu,
masih dikenal salak liar lainnya seperti Salacca rumphili Wallich ex. Blume yang
juga disebut S. wallichiana, C. Martus yang disebut rakum/kumbar (populer di
Thailand) sebagai pembuat masam segar pada masakan. Kumbar ini tidak berduri,
bunganya berumah 2 (dioeciious). Salak termasuk famili: Palmae (palem-paleman),

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

monokotil, daun-daunnya panjang dengan urat utama kuat seperti pada kelapa yang
disebut lidi. Seluruh bagian daunnya berduri tajam Batangnya pendek, lama-
kelamaan meninggi sampai 3 m atau lebih, akhirnya roboh tidak mampu membawa
beban mahkota daun terlalu berat (tidak sebanding dengan batangnya yang kecil).

Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesi. Ada yang masih muda sudah
terasa manis, Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah untuk
dikembangkan ialah: salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, gula batu (Bali), dan
lain-lain. Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada 3 perbedaan yang
menyolok, yakni: salak Jawa Salacca zalacca (Gaertner) Voss yang berbiji 2-3 butir,
salak Bali Slacca amboinensis (Becc) Mogea yang berbiji 1- 2 butir, dan salak
Padang Sidempuan Salacca sumatrana (Becc) yang berdaging merah. Jenis salak
itu mempunyai nilai komersial yang tinggi.

3. MANFAAT TANAMAN
Buah salak hanya dimakan segar atau dibuat manisan dan asinan. Pada saat ini
manisan salak dibuat beserta kulitnya, tanpa dikupas. Batangnya tidak dapat
digunakan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Buah matang disajikan sebagai
buah meja. Buah segar yang diperdagangkan biasanya masih dalam tandan atau
telah dilepas (petilan). Buah salak yang dipetik pada bulan ke 4 atau ke 5 biasanya
untuk dibuat manisan.

4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman salak banyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Maluku, Bali, NTB dan Kalimantan Barat.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Tanaman ssalak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa bcd, Babc dan
Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12 bulan/tahun), B: 8-10 bulan/tahun
dan C : 5-7 bulan/tahun.
2) Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun
200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah
tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau
kelembaban yang tinggi.
3) Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup
50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Suhu yang paling baik antara 20-30°C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi,
tetapi tidak tahan genangan air.

5.2. Tanah

1) Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab.


2) Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 - 7,5.
Kebun salak tidak tahan dengan genangan air. Untuk pertumbuhannya
membutuhkan kelembaban tinggi.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100-500 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman salak
adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman salak merupakan tanaman
tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam
pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan
kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah
tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan salak yang baik. Pembibitan salak dapat
berasal dari biji (generatif) atau dari anakan (vegetatif).

Pembibitan secara generatif adalah pembibitan dengan menggunakan biji yang baik
diperoleh dari pohon induk yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu: cepat berbuah,
berbuah sepanjang tahun, hasil buah banyak dan seragam, pertumbuhan tanaman
baik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta pengaruh lingkungan yang
kurang menguntungkan.

Keuntungan perbanyakan bibit secara generatif:


a) dapat dikerjakan dengan mudah dan murah
b) diperoleh bibit yang banyak
c) tanaman yang dihasilkan tumbuh lebih sehat dan hidup lebih lama
d) untuk transportasi biji dan penyimpanan benih lebih mudah
e) tanaman yang dihasilkan mempunyai perakaran kuat sehingga tahan rebah dan
kekeringan
f) memungkinkan diadakan perbaikan sifat dalam bentuk persilangan.

Kekurangan perbanyakan secara generatif:


a) kualitas buah yang dihasilkan tidak persis sama dengan pohon induk karena
mungkin terjadi penyerbukan silang

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) agak sulit diketahui apakah bibit yang dihasilkan jantan atau betina.

1) Persyaratan Bibit

Untuk mendapatkan bibit yang baik harus dilakukan seleksi terhadap biji yang
akan dijadikan benih. Syarat-syarat biji yang akan dijadikan benih :
a) Biji berasal dari pohon induk yang memenuhi syarat.
b) Buah yang akan diambil bijinya harus di petik pada waktu cukup umur.
c) Mempunyai daya tumbuh minimal 85 %.
d) Besar ukuran biji seragam dan tidak cacat.
e) Biji sehat tidak terserang hama dan penyakit.
f) Benih murni dan tidak tercampur dengan kotoran lain.

2) Penyiapan Bibit

a) Bibit dari Biji:


1. Biji salak dibersihkan dari sisa-sisa daging buah yang masih melekat.
2. Rendam dalam air bersih selama 24 jam, kemudian dicuci.
b) Bibit dari Anakan:
1. Pilih anakan yang baik dan berasal dari induk yang baik
2. Siapkan potongan bambu, kemudian diisi dengan media tanah

3) Teknik Penyemaian Bibit

a) Bibit dari Biji:


1. Biji salak yang telah direndam dan dicuci, masukkan kedalam kantong plastik
yang sudah dilubangi (karung goni basah), lalu diletakkan di tempat teduh
dan lembab sampai kecambah berumur 20-30 hari
2. Satu bulan kemudian diberi pupuk Urea, TSP dan KCl, masing-masing 5
gram, tiap 2-3 minggu sekali
3. Agar kelembabannya terjaga, lakukan penyiraman setiap hari

b) Bibit dari Anakan dengan pesemaian bak kayu:


1. Buat bak kayu dengan ukuran tinggi 25 cm, lebar dan panjang disesuaikan
dengan kebutuhan
2. Diisi dengan tanah subur dan gembur setebal 15-20 cm
3. Diatas tanah diiisi pasir setebal 5-10 cm
4. Arah pesemaian Utara Selatan dan diberi naungan menghadap ke Timur
5. Benih direndam dalam larutan hormon seperti Atonik selama 1 jam,
konsentrasi larutan 0,01-0,02 cc/liter air
6. Tanam biji pada bak pesemaian dengan jarak 10 x 10 cm
7. Arah biji dibenamkan dengan posisi tegak, miring/rebah dengan mata tunas
berada dibawah.

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Untuk pembibitan dari biji, media pembibitan adalah polybag dengan ukuran 20 x
25 cm yang diisi dengan tanah campur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.
Setelah bibit atau kecambah berumur 20-30 hari baru bibit dipindahkan ke polibag.

Pembibitan dengan sistem anakan, bambu diletakkan tepat di bawah anakan


salak, kemudian disiram setiap hari. Setelah 1 bulan akar telah tumbuh dan
anakan dipisahkan dari induknya, kemudian ditanam dalam polybag. Pupuk Urea,
TSP, KCl diberikan 1 bulan sekali sebanyak 1 sendok teh.

5) Pemindahan Bibit

Untuk bibit dari biji, setelah bibit salak berumur 4 bulan baru dipindahkan ke lahan
pertanian. Untuk persemaian dari anakan, setelah 6 bulan bibit baru bisa
dipindahkan ke lapangan.

6.2. Pengolahan Lahan

1) Persiapan

Penetapan areal untuk perkebunan salak harus memperhatikan faktor kemudahan


transportasi dan sumber air.

2) Pembukaan Lahan

a) Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta


menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
b) Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.

6.3. Teknik Penanaman

1) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak tanam 1 x 4


m; 2 x 2 m atau 1,5 x 2,5 m. Ukuran lubang dapat juga dibuat 50 x 50 x 40 cm,
dengan jarak antar 2 x 4 m atau 3 x 4 m. Setiap lubang diberi pupuk kandang
yang telah jadi sebanyak 10 kg.

2) Cara Penanaman

Biji ditanam langsung dalam lubang sebanyak 3- 4 biji per lubang. Sebulan
kemudian biji mulai tumbuh

3) Lain-lain

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Untuk menghindari sinar matahari penuh, tanaman salak ditanam di bawah


tanaman peneduh seperti tanaman kelapa, durian, lamptoro dan sebagainya.
Apabila lahan masih belum ada tanaman peneduh, dapat ditanam tanaman
peneduh sementara seperti tanaman pisang. Jarak tanam pohon peneduh
disesuaikan menurut ukuran luas tajuk misalnya kelapa ditanam dengan jarak 10 x
10 m, durian 12 x 12 m dan lamtoro 12 x 12 m.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

Setelah selesai ditanam, tanaman salak perlu dipelihara dengan benar dan teratur
sehingga diperoleh produksi kebin yang baik dan produktif. Pemeliharaan ini
dilakukan sampai berakhirnya masa produksi tanaman salak.

1) Penjarangan dan Penyulaman

Untuk memperoleh buah yang berukuran besar, maka bila tandan sudah mulai
rapat perlu dilakukan penjarangan. Biasanya penjarangan dilakukan pada bulan
ke 4 atau ke 5.

Penyulaman dilakukan pada tanaman muda atau yang baru ditanam, tetapi mati
atau pertumbuhannya kurang bagus atau kerdil, atau misalnya terlalu banyak
tanaman betinanya. Untuk keperluan penyulaman kita perlu tanaman cadangan
(biasanya perlu disediakan 10%) dari jumlah keseluruhan, yang seumur dengan
tanaman lainnya. Awal musim hujan sangat tepat untuk melakukan penyulaman.
Tanaman cadangan dipindahkan dengan cara putaran, yaitu mengikutsertakan
sebagian tanah yang menutupi daerah perakarannya. Sewaktu membongkar
tanaman, bagian pangkal serta tanahnya kita bungkus dengan plastik agar akar-
akar di bagian dalam terlindung dari kerusakan, dilakukan dengan hati-hati.

2) Penyiangan

Penyiangan adalah membuang dan memebersihan rumput-rumput atau tanaman


pengganggu lainnya yang tumbuh di kebun salak. Tanaman pengganggu yang
lazim di sebut gulma ini bila tidak diberantas akan menjadi pesaing bagi tanaman
salak dalam memperebutkan unsur hara dan air.

Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 2 bulan setelah bibit
ditanam, penyiangan berikutnya dilakukan tiap 3 bulan sekali sampai tanaman
berumur setahun. Setelah itu penyiangan cukup dilakukan setiap 6 bulan sekali
atau 2 kali dalam satu tahun, dilakukan pada awal dan akhir musim penghujan.

3) Pembubunan

Sambil melakukan penyiangan, dilakukan pula penggemburan dan pembumbunan


tanah ke pokok tanaman salak. Hal ini dilakukan untuk menghemat ongkos kerja
juga untuk efisiensi perawatan. Tanah yang digemburkan dicangkul membentuk
gundukan atau bumbunan yang berfungsi untuk menguatkan akar dan batang

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanaman salak pada tempatnya. Bumbunan jangan sampai merusak parit yang
ada.

4) Perempalan dan Pemangkasan

Daun-daun yang sudah tua dan tidak bermanfaat harus dipangkas. Juga daun
yang terlalu rimbun atau rusak diserang hama. Tunas-tunas yang terlalu banyak
harus dijarangkan, terutama mendekati saat-saat tanaman berbuah (perempalan).
Dengan pemangkasan, rumpun tanaman salak tidak terlalu rimbun sehingga
kebun yang lembab serta pengap akibat sirkulasi udara yang kurang lancar
diperbaiki. Pemangkasan juga membantu penyebaran makanan agar tidak hanya
ke daun atau bagian vegetatif saja, melainkan juga ke bunga, buah atau bagian
generatif secara seimbang.

Pemangkasan dilakukan setiap 2 bulan sekali, tetapi pada saat mendekati masa
berbunga atau berbuah pemangkasan kita lakukan lebih sering, yaitu 1 bulan 1
kali.

Apabila dalam rumpun salak terdapat beberapa anakan, lakukanlah pengurangan


anakan menjelang tanaman berbuah. Satu rumpun salak cukup kita sisakan 1
atau 2 anakan. Jumlah anakan maksimal 3-4 buah pada 1 rumpun. Bila lebih dari
itu anakan akan mengganggu produktivitas tanaman.

Pemangkasan daun salak sebaiknya sampai pada pangkal pelepahnya. Jangan


hanya memotong setengah atau sebagian daun, sebab bagian yang disisakan
sebenarnya sudah tidak ada gunanya bagi tanaman.

Pemangkasan pada saat lewat panen harus tetap dilakuakan. Alat pangkas
sebaiknya menggunakan golok atau gergaji yang tajam. Pemangkasan yang
dilaksanakan pada waktu dan cara yang tepat akan membantu tanaman tumbuh
baik dan optimal.

5) Pemupukan

Semua bahan yang diberikan pada tanaman dengan tujuan memberi tambahan
unsur hara untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman disebut
pupuk. Ada pupuk yang diberikan melalui daerah perakaran tanaman (pupuk
akar). Pupuk yang diberikan dengan cara penyemprotan lewat daun tanaman
(pupuk daun). Jenis pupuk ada 2 macam: pupuk organik dan anorganik. Pupuk
organik adalah pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, abu tanaman, tepung darah
dan sebagainya. Pupuk anorganik adalah: Ure, TSP, Kcl, ZA, NPK Hidrasil,
Gandasil, Super Fosfat, Bay folan, Green Zit, dan sebagainya. Pupuk organik
yang sering diberikan ke tanaman salak adalah pupuk kandang.

Umur tanaman :
a) 0-12 bulan (1 x sebulan): Pupuk kandang 1000, Urea 5 gram, TSP 5 gram, KCl
5 gram.

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) 12-24 bulan (1 x 2 bulan): Urea 10 gram, TSP 10 gram, KCl 10 gram.


c) 24-36 bulan (1 x 3 bulan): Urea 15 gram, TSP 15 gram, KCl 15 gram.
d) 36–dst (1 x 6 bulan): Urea 20 gram, TSP 20 gram, KCl 20 gram.

6) Pengairan dan Penyiraman

Air hujan adalah siraman alami bagi tanaman, tetapi sulit untuk mengatur air hujan
agar sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Air hujan sebagian besar akan
hilang lewat penguapan, perkolasi dan aliran permukaan. Sebagian kecil saja
yang tertahan di daerah perakaran, air yang tersisa ini sering tidak memenuhi
kebutuhan tanaman. Dalam budidaya salak, selama pertumbuhan, kebutuhan
akan air harus tercukupi, untuk itu kita perlu memberi air dengan waktu, cara dan
jumlah yang sesuai.

7) Pemeliharaan Lain

Setelah ditanam di kebun kita buatkan penopang dari bambu atau kayu untuk
menjaga agar tanaman tidak roboh.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu wol /putih (Cerataphis sp.)

Hama ini bersembunyi di sela-sela buah.

2) Kumbang penggerek tunas (Omotemnus sp..)

3) Kumbang penggerek batang

Menyerang ujung daun yang masih muda (paling muda), kemudian akan masuk
ke dalam batang. Hal ini tidak menyebabkan kematian tanaman, tetapi akan
tumbuh anakan yang banyak di dalam batang tersebut. Pengendalian: dimatikan
atau dengan cara meneteskan larutan insektisida (Diazenon) dengan dosis 2 cc
per liter pada ujung daun yang terserang atau dengan cara menyemprot. Dalam
hal ini diusahakan insektisida dapat masuk ke dalam bekas lubang yang digerek.
Memasukkan kawat yang ujungnya lancip ke dalam lubang yang dibuat kumbang
hingga mengenai hama.

4) Babi hutan, tupai, tikus dan luwak

Pengendalian: (1) untuk memberantas babi hutan, dilaksanakan dengan


penembakan khusus, atau memagari kebun salak dengan salak-salak jantan
yang rapat. Akan lebih baik lagi kalau memagari kebun salak dengan kawat

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

berduri; (2) untuk memberantas Tikus, digunakan Zink phosphit, klerat dan lain-
lain; (3) untuk memberantas Luwak dan Tupai, dapat digunakan umpan buah
pisang yang dimasuki Furadan 3 G. Caranya: buah pisang dibelah, kurang lebih
0,5 gram Furadan dimasukkan ke dalamnya, kemudian buah pisang tersebut
dijahit dan dijadikan umpan.

7.2. Penyakit

1) Penyakit yang sering menyerang salak adalah sebangsa cendawan putih,

Gejala: busuknya buah. Buah yang terserang penyakit ini kualitasnya jadi
menurun, karena warna kulit salak jadi tidak menarik. Pengendalian: mengurangi
kelembaban tanah, yaitu mengurangi pohon-pohon pelindung.

2) Noda hitam

Penyebab: cendawan Pestalotia sp. Gejala: adanya bercak-bercakhitam pada


daun salak.

3) Busuk merah (pink)

Penyebab: cendawan Corticium salmonicolor. Gejala: adanya pembusukan pada


buah dan batang. Pengendalian: tanaman yang sakit dan daun yang terserang
harus dipotong dan dibakar di tempat tertentu.

7.3. Gulma

Di beberapa tempat di Pulau Jawa, lahan salak dibangun di bekas persawahan.


Sehingga otomatis gulma yang merajai kebun adalah gulma-gulma yang biasa
terdapat di sawah. Karena lahan sawah yang biasa tergenang air dikeringkan dan
dibumbun tanahnya maka gulma yang mampu bertahan adalah gulma berdaun
sempit dan tumbuh menjalar yang sedikit sekali terdapat di sawah. Gulma yang
berbatang kurus tegak, berdaun panjang yang umumnya di persawahan kurang
mampu bertahan. Itulah sebabnya mengapa gulma di lahan bekas persawahan
relatif lebih sedikit. Pengendalian secara manual dengan dikored atau dicangkul pun
sudah memadai.

Pemberantasan gulma secara kimia di kebun-kebun salak belum lazim dilaksanakan.


Untuk lahan yang tidak seberapa luas, para petani masih menggunakan cara manual
(mencabuti rumput-rumputan dengan tangan, dikored atau dicangkul). Bila lahan
salak cukup luas, serta baru dibuka, gulma yang terdapat tentu banyak sekali dan
sulit diberantas hanya dengan cara manual. Untuk situasi seperti ini perlu
menggunakan herbisida, sebab biaya tenaga kerja relatif murah dan hasilnya lebih
cepat. Reaksi bahan kimia dalam membunuh tanaman liar juga sangat cepat.
Herbisida memiliki pengruh negatif, sebab racun yang dikandungnya dapat
membahayakan mahluk hidup lain termasuk ternak dan manusia. Herbisida yang
akan digunakan perlu sesuai dengan jenis gulma yang akan diberantas. Pilihan yang

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kurang tepat akan memboroskan biaya. Gulma dari golongan rumput-rumputan


dapat dibasmi dengan herbisida Gramoxone, Gesapas, Basta atau Diuron. Dari
golongan teki-tekian dapat diberantas dengan Goal. Alang-alang dapat dibasmi
dengan Round-up atau Sun-up. Sedangkan tanaman yang berdaun lebar dapat
diatasi dengan Fernimine. Ada juga herbisida yang dapat memberantas beberapa
jenis gulma.

8. PANEN
Mutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat
kemasakan yang baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa
sepet dan tidak manis. Maka pemanenan dilakukan dengancara petik pilih, disinilah
letak kesukarannya. Jadi kita harus benar-benar tahu buah salak yang sudah tua
tetapi belum masak.

8.1. Ciri dan Umur Panen

Buah salak dapat dipanen setelah matang benar di pohon, biasanya berumur 6 bulan
setelah bunga mekar (anthesis). Hal ditandai oleh sisik yang telah jarang, warna kulit
buah merah kehitaman atau kuning tua, dan bulu-bulunya telah hilang. Ujung kulit
buah (bagian buah yang meruncing) terasa lunak bila ditekan. Tanda buah yang
sudah tua, menurut sumber lain adalah: warnanya mengkilat (klimis), bila dipetik
mudah terlepas dari tangkai buah dan beraroma salak.

8.2. Cara Panen

Cara memanen: karena buah salak masaknya tidak serempak, maka dilakukan petik
pilih. Yang perlu diperhatikan dalam pemetikan apakah buah salak tersebut akan
disimpan lama atau segera dimakan. Bila akan disimpan lama pemetikan dilakukan
pada saat buah salak tua (Jawa: gemadung), jadi jangan terlalu tua dipohon. Buah
salak yang masir tidak tahan lama disimpan. Pemanenan buah dilakukan dengan
cara memotong tangkai tandannya.

8.3. Periode Panen

Tanaman salak dalam masa panennya terdapat 4 musim:


1) Panen raya pada bulan Nopember, Desember dan Januari
2) Panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli
3) Panen kecil pada bulan-bulan Pebruari, Maret dan April.
4) Masa kosong/istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober. Bila
pada bulan-bulan ini ada buah salak maka dinamakan buah slandren. Menurut
sumber lain panen besar buah salak adalah antara bulan Oktober - Januari.

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.4. Prakiraan Produksi

Dalam budidaya tanaman salak, hasil yang dapat dicapai dalam satu musim tanam
adalah 15 ton per hektar.

9. PASCAPANEN
Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama.
Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta
berwarna kecoklat-coklatan. Setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses
hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna, pernafasan, proses biokimia dan
perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad renik). Sehingga
buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan
penanganan pascapanen.

9.1. Pengumpulan

Gudang pengumpulan berfungsi sebagai tempat penerima buah salak yang berasal
dari petani atau kebun. Dalam gudang pengumpulan ini dilakukan: sortasi, grading
dan pengemasan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Sortasi/pemilihan bertujuan untuk memilih buah yang baik, tidak cacat, dan layak
ekspor. uga bertujuan untuk membersihkan buah-buah dari berbagai bahan yang
tidak berguna seperti tangkai, ranting dan kotoran. Bahan-bahan tersebut dipotong
dengan pisau, sabit, gunting pangkas tajam tidak berkarat sehinga tidak
menimbulkan kerusakan pada buah.

Grading/penggolongan bertujuan untuk:


a).mendapat hasil buah yang seragam (ukuran dan kualitas)
b).mempermudah penyusunan dalam wadah/peti/alat kemas
c).mendapatkan harga yang lebih tinggi
d).merangsang minat untuk membeli
e).agar perhitungannya lebih mudah
f). untuk menaksir pendapatan sementara.

Penggolongan ini dapat berdasarkan pada : berat, besar, bentuk, rupa, warna, corak,
bebas dari penyakit dan ada tidaknya cacat/luka. Semua itu dimasukkan kedalam
kelas dan golongan sendiri-sendiri.
a. Salak mutu AA (betul-betul super, kekuningan, 1kg= 12 buah)
b. Salak mutu AB (tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, dan sehat)
c. Salak mutu C (untuk manisan, 1kg = 25 - 30 buah)
d. Salak mutu BS (busuk atau 1/2 pecah), tidak dijual.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Pengemasan dan Pengangkutan

Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan,


mempermudah dalam penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam
gudang penyimpanan dan untuk mempermudah perhitungan. Ada pengemasan
untuk buah segar dan untuk manisan salak.

Pengemasan untuk buah segar:


a).alat pengemas harus berlubang
b).harus kuat, agar buah salak terlindung tekanan dari luar
c).dapat diangkut dengan mudah
d).ukuran pengemas harus disesuaikan dengan jumlah buah.

Pengemasan untuk manisan salak: dikemas dalam kaleng yang ditutup rapat yang
telah dipastursasi sehingga semua mikroba seperti jamur, ragi, bakteri dan enzim
dapat mati dan tidak akan menimbulkan proses pembusukan. Untuk manisan yang
dikeringkan, umumnya dikemas dalam plastik.

Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan


dan distribusi buah-buahan. Syarat-syarat pengangkutan untuk buah-buahan:
a) Pengangkutan harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
b) Pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya
mutu yang tinggi.
d) Harapan adanya keuntungan yang cukup dengan menggunakan fasilitas
pengangkutan yang memadai.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Prakiraan anilisis budidaya salak dengan luas lahan 1 ha selama masa produksi 5
tahun di daerah Jawa Barat tahun 1999.

1) Biaya produksi
1. Bibit
- Bibit salak 2.000 pohon/ha @ Rp 15.000,- Rp. 30.000.000,-
2. Pupuk
- Pupuk kandang 20 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.000.000,-
- Urea tahun ke-1, 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 225.000,-
- Urea tahun ke-2, 150 kg Rp. 225.000,-
- Urea tahun ke-3, 150 kg Rp. 225.000,-
- Urea tahun ke-4, 100 kg Rp. 150.000,-
- Urea tahun ke-5, 100 kg Rp. 150.000,-
- TSP tahun ke-1, 150 kg @ Rp.1.800,- Rp. 270.000,-
- TSP tahun ke-2, 150 kg Rp. 270.000,-

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- TSP tahun ke-3, 150 kg Rp. 270.000,-


- TSP tahun ke-4, 100 kg Rp. 180.000,-
- TSP tahun ke-5, 100 kg Rp. 180.000,-
- KCl tahun ke-1, 150 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 247.500,-
- KCl tahun ke-2, 150 kg Rp. 247.500,-
- KCl tahun ke-3, 150 kg Rp. 247.500,-
- KCl tahun ke-4, 100 kg Rp. 165.000,-
- KCl tahun ke-5, 100 kg Rp. 165.000,-
3. Obat dan pestisida : tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 500.000,-
4. Peralatan Rp. 600.000,-
5. Tenaga kerja
- Penanaman Rp. 700.000,-
- Pengolahan tanah Rp. 1.400.000,-
- Penyulaman Rp. 105.000,-
- Penyiangan: tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 315.000,-
- Pemangkasan tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 210.000,-
- Pemberantasan hama/penyakit tahun ke-1 s.d. th ke-5 Rp. 210.000,-
- Pemupukan tahun ke-1 s.d. tahun ke-5 Rp. 420.000,-
- Panen dan pascapanen tahun ke-2 Rp. 525.000,-
- Panen dan pascapanen tahun ke-3 Rp. 700.000,-
- Panen dan pascapanen tahun ke-4 Rp. 700.000,-
- Panen dan pascapanen tahun ke-5 Rp. 875.000,-
Jumlah biaya produksi selama 5 tahun Rp. 43.477.500,-

2) Pendapatan
1. Produksi tahun ke-2 rata-rata 1 kg/pohon @ Rp. 4.250,- Rp. 8.500.000,-
2. Produksi tahun ke-3 rata-rata 1,5 kg/pohon Rp. 12.750.000,-
3. Produksi tahun ke-4 rata-rata 1,5 kg/pohon Rp. 12.750.000,-
4. Produksi tahun ke-2 rata-rata 2 kg/pohon Rp. 17.000,000,-
Jumlah pendapatan selama 5 tahun Rp. 51.000.000,-

3) Keuntungan
1. Keuntungan dalam 5 tahun Rp. 7.522.500,-
2. Keuntungan rata-rata per tahun Rp. 1.504.500,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. B/C ratio = 1,17

10.2. Analisis Agrobisnis

Sebagai tanaman asli Indonesia salak mempunyai masa depan yang cerah untuk
dikembangkan baik untuk memenuhi pasaran lokal ataupun pasaran luar negeri. Di
Indonesia produksi buah ini mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 1983-
1987. Bila di tahun 1983 produksinya hanya 52.014 ton dan menurun sedikit di tahun
1984 menjadi 46.456 ton, maka tahun-tahun berikutnya produksi buah salak
melonjak dengan sangat pesat. Produksi tahun 1987 tiga kali lipat lebih banyak dari

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

produksi tahun 1983. Akan tetapi, produksi pada tahun 1988 dan tahun 1989
mengalami penurunan. Data pada tabel di bawah ini.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan
cara pengemasan salak.

11.2. Diskripsi

Salak adalah buah dari tanamn salak (Salacca adulia Reinw) dalam keadaan cukup
tua, utuh, segar dan bersih. Standar mutu salak di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia SNI 01-3167-1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Jenis mutu salak dalam tiga ukuran, yaitu ukuran besar, sedang dan kecil.
Berdasarkan berat, masing-masing digolongkan menjadi dua jenis mutu yaitu Mutu I
dan Mutu II, ukuran besar, berat 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang, berat
33 – 60 gram per buah dan ukuran kecil, berat 32 gram atau kurang per buah.
a) Tingkat Ketuaan: mutu I seragam tua, mutu II tidak terlalu matang, cara uji
organoleptik
b) Kekerasan: mutu I keras, mutu II keras, cara uji organoleptik
c) Kerusakan Kulit Buah: mutu I kulit buah utuh, mutu II utuh , cara uji Organoleptik
d) Ukuran: mutu I seragam, mutu II seragam, cara uji SP-SMP-310-1981
e) Busuk (bobot/bobot) : mutu I 1%, mutu II 1 %, cara uji SP-SMP-311-1981
f) Kotoran: mutu I bebas, mutu II bebas, cara uji organoleptik

11.4. Pengambilan Contoh

1) Salak Dalam Kemasan

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat d bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 2 kg dari bagian atas,tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (stratified random sampling) sampai
diperoleh minimum 2 kg untuk dianalisa.
1. Jumlah kemasan dalam partai (lot): s/d100, contoh yang diambil 5.
2. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 101-300 contoh yang diambil 7.
3. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 301-500 contoh yang diambil 9.
4. Jumlah kemasan dalam partai (lot): 501-1000 contoh yang diambil 10.
5. Jumlah kemasan dalam partai (lot) >1000 contoh yang diambil min 15.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Salak dalam Curah (in bulk)

Contoh diambil secara acak sesuai dengqan jumlah berat total seperti terlihat di
bawah ini. Contoh-contoh tersebut yang diambil bagian atas, tengah, bawah serta
berbagai sudut dicampur, kemudian diacak bertingkat (stratified random sampling)
sampai diperoleh minimum 2 kg untuk dianalisa.
1. Jumlah berat lot (kg): < 200, contoh yang diambil <10.
2. Jumlah berat lot (kg): 201–500, contoh yang diambil 20.
3. Jumlah berat lot (kg): 501–1000, contoh yang diambil 30.
4. Jumlah berat lot (kg): 1.001–5.000, contoh yang diambil 60.
5. Jumlah berat lot (kg): > 5.000, contoh yang diambil min. 100.

11.5. Pengemasan

Salak dikemas dalam besek, keranjang bambu, peti kayu ataupun kemasan lain
yang sesuai dengan berat bersih maksimum 40 kg. Daun kering, kertas atau bahan
lain dapat dipakai sebagai penyekat. Isi dari kemasan tidak melebihi tutupnya

Dibagian luar keranjang/kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain :


a) Nama barang
b) Jenis mutu
c) Nama/kode perusahaan/eksportir
d) Golongan ukuran
e) Berat bersih
f) Produksi Indonesia
g) Negara/tempat tujuan
h) Daerah asal

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Balai Informasi Pertanian. (1992). Budidaya Tanaman Salak. LIPTAN Lembar
Informasi Pertanian. Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Nopember.
2) Balai Informasi Pertanian (1994-1995). Pembibitan Tanaman Salak. LIPTAN.
Lembar Informasi Pertanian. Sumatera Barat.
3) Departemen Pertanian. (1995). Salak Pondoh. Proyek Informasi Pertanian.
Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Sunarjono, Hendro. (1998). Prospek Berkebun Buah. Jakarta, Penebar Swadaya.
5) Tim Penulis Penebar Swadaya. (1998). 18 Varietas Salak: Budidaya, Prospek
Bisnis, Pemasaran. Jakarta, Penebar Swadaya.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

SAWO
( Acrhras zapota. L )

1. SEJARAH SINGKAT
Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah berupa yang
berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di
Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran
rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura.

2. JENIS TANAMAN
Tanaman sawo dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Ebenales
Famili : Sapotaceae
Genus : Achras atau Manilkara
Spesies : Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras

Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Sawo Liar atau Sawo Hutan


Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik
atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) Sawo kecik dimanfaatkan sebagai
tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 - 20
meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk
dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah

Hal. 1/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan


sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.

2) Sawo Budidaya
Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu:
a. Sawo Manilas
Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak
mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila
antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo
maja dan sawo alkesa.
b. Sawo Apel
Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip
buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk
dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo
Duren

3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan
olahan seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi anggur atau cuka.
Selain itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupan manusia adalah:
1) Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis.
2) Tanaman hias dalam pot dan apotik hidup bagi keluarga;
3) Tanaman penghasil buah yang bergizi tinggi; dan dapat dijual di dalam dan luar
negeri yang merupakan sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga dan negara;
4) Tanaman penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet;
5) Tanaman penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah
tangga.

4. SENTRA PENANAMAN
Pengembangan budidaya sawo sudah meluas hampir di seluruh Indonesia. Pada
tahun 1990 areal penanaman sawo terdapat di 22 propinsi, kecuali N.T.T, Maluku,
Irian Jaya, dan Timor Timur. Provinsi yang termasuk katagori lima besar sentra
produsen sawo pada tahun 1993 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I.
Yogyakarta, dan Kalimantan Barat.

Produksi dan perdagangan mancanegara sawo manila sangat populer di Asia


Tenggara. Data statistik menunjukkan bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan
produsen utama buah sawo manila ini. Pada tahun 1987, Thailand menghasilkan
53.650 ton dari jumlah 18.950 ha, Filipina menghasilkan 11.900 ton dari lahan 4.780
ha, dan Semenanjung Malaysia menghasilkan 15.000 ton dari lahan 1.000 ha.

Hal. 2/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim

1) Tanaman ini optimal dibudidayakan pada daerah yang beriklim basah sampai
kering.
2) Curah hujan yang dikehendaki yaitu 12 bulan basah atau 10 bulan basah dengan
2 bulan kering atau 9 bulan basah dengan 3 bulan kering atau 7 bulan basah
dengan 5 bulan kering dan 5 bulan basah dengan 7 bulan kering atau
membutuhkan curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm/tahun.
3) Tanaman sawo dapat berkembang baik dengan cukup mendapat sinar matahari
namun toleran terhadap keadaan teduh (naungan).
4) Tanaman sawo tetap dapat berkembang baik pada suhu antara 22-32 derajat C.

5.2. Media Tanam

1) Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman sawo adalah tanah lempung berpasir
(latosol) yang subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik.
Tetapi hampir semua jenis tanah yang diginakan untuk pertanian cocok untuk
ditanami sawo, seperti jenis tanah andosol (daerah vulkan), alluvial loams (daerah
aliran sungai), dan loamy soils (tanah berlempung).
2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk perkembangan tanaman
sawo adalah antara 6–7.
3) Kedalaman air tanah yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo, yaitu
antara 50 cm sampai 200 cm.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman sawo dapat hidup baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai
dengan ketinggian 1.200 m dpl. Tetapi ada daerah-daerah yang cocok sehingga
tanaman sawo dapat berkembang dan berproduksi dengan baik, yaitu dari dataran
rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Saat ini tanaman sawo sudah dapat dikembangkan dalam dua tempat, yaitu di
kebun dan di dalam pot. Bibit yang dipilih sebaiknya bibit yang berasal dari
cangkok atau sambung, sebab bibit yang berasal dari biji lambat dalam
menghasilkan buah. Bibit dipilih yang sehat dengan daun yang kelihatan hijau
segar dan mengembang sempurna serta bebas hama dan penyakit. Bibit dari
cangkok dipilih yang memiliki cabang atau ranting yang bagus dan sehat.

Hal. 3/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyiapan Bibit

Untuk memperoleh bibit tanaman sawo ada beberapa cara, misalnya dari biji,
sambung, dan cangkok.

a) Pembenihan biji
Perbanyakan tanaman sawo secara generatif dengan biji memiliki keunggulan
dan kelemahan. Bibit yang berasal dari biji memiliki perakaran yang kuat dan
dalam. Akan tetapi perbanyakan secara generatif hampir selalu memberikan
keturunan yang berbeda dengan induknya karena ada pencampuran sifat
kedua tetua atau terjadi proses segregasi genetis. Tanaman sawo yang berasal
dari biji mulai berbuah pada umur ± 7 tahun. Teknik pembibitan tanaman sawo
dari biji melalui tahap tahap sebagai berikut:
1. Pemilihan buah
Pilih buah tua yang matang di pohon, sehat, bentuknya normal dan berasal
dari pohon induk varietas unggul yang telah berbuah.
2. Pengambilan biji
- Belah buah menjadi beberapa bagian.
- Ambil dan kumpulkan biji-biji sawo yang baik saja, kemudian tampung
dalam wadah.
- Cuci dalam air yang mengalir atau air yang disemprotkan sampai biji
benar-benar bersih.
- Keringkan biji selama 3 hari sampai 7 hari agar kadar air biji berkisar
antara 12-14%.
- Masukkan biji ke dalam wadah tertutup rapat untuk disimpan beberapa
waktu.
3. Pengecambahan benih
- Siapkan bak pengecambahan yang telah diisi media pasir bersih setebal
10–15 cm.
- Sebarkan biji sawo pada permukaan media, kemudian tutup dengan pasir
setebal 1–2 cm.
- Siram media dalam bak pengecambahan dengan air bersih hingga cukup
basah.
- Tutup permukaan bak pengecambahan dengan lembaran plastik bening
(tembus cahaya) untuk menjaga kestabilan kelembaban media.
- Biarkan biji berkecambah ditempat yang teduh selama 7 hari sampai 15
hari. Biji sawo yang telah berkecambah atau keluar akar sepanjang 2-5
mm dapat segera dipindahsemikan.

b) Bibit Asal Enten (Grafting)


Penyambungan tanaman sawo sebagai batang atas dilakukan dengan tanaman
ketiau atau melali (Bassia sp.) sebagai batang bawahnya. Metoda
penyambungan yang dilakukan adalah metoda sambung pucuk (top grafting).
Tata laksana memproduksi bibit sawo dengan cara sambung pucuk (top
grafting) adalah sebagai berikut:

Hal. 4/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1. Persiapan
Siapkan alat dan bahan berupa pisau tajam, tali rafia atau lembar plastik,
gunting, kantong plastik bening, batang bawah melali atau bassia umur 3-6
bulan atau berdiameter batang 0,3–0,7 cm, dan cabang atau tunas entres.
2. Pelaksanaan sambung pucuk
- Potong ujung batang tanaman bassia pada ketinggian 15–20 cm dari
permukaan tanah.
- Sayat batang bawah membentuk celah atau huruf V sepanjang 3–5 cm.
- Sayat cabang entres sepanjang 4 cm membentuk baji seukuran sayatan
batang bawah dan buang sebagian daunnya.
- Masukkan pangkal cabang entres ke celah batang bawah hingga pas
benar.
- Ikat erat-erat hasil sambungan tadi dengan tali rafia atau lembaran plastik.
- Kerudungi hasil sambungan dengan kantong plastik bening selama 10-15
hari.
3. Pengakhiran
Hasil sambungan dapat diperiksa setelah 10 hari sampai 15 hari kemudian.
Caranya adalah dengan membuka kerudung kantong plastik, kemudian mata
entres atau bidang sambungan diperiksa. Jika mata entres berwarna hijau
dan segar berarti penyambungan berhasil. Sebaliknya, bila mata entres
berwarna coklat dan kering berarti penyambungan gagal.

c) Bibit Cangkok
Perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cangkok paling umum
dipraktekkan oleh pembibit tanaman tahunan, khususnya buah-buahan.
Kelemahan bibit cangkok adalah sistem perakaran kurang kuat karena tidak
memiliki akar tunggang. Keuntungan perbanyakan tanaman dengan cangkok,
antara lain adalah sebagai berikut: (1) cangkok mempercepat kemampuan
berbuah karena pada umur kurang dari satu tahun tanaman sudah mulai
berbunga atau berbuah; (2) cangkok memperoleh kepastian kelamin serta sifat
genetiknya sama dengan pohon induk; (3) Habitus tanaman pada umumnya
pendek (dwarfing) sehingga memudahkan pemeliharaan dan panen. Tata
laksana pembibitan tanaman sawo dengan cangkok adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Siapkan alat dan bahan yang terdiri dari pisau, sabut kelapa atau lembaran
plastik, tali pembalut, kotak alat, tali, media atau campuran tanah subur
dengan pupuk kandang (1:1), dan cabang yang cukup umur.
2. Pelaksanaan mencangkok
- Pilih cabang yang memenuhi persyaratan, yaitu berukuran cukup besar,
tidak terlalu muda ataupun tua, pertumbuhannya baik, sehat dan tidak
cacat, serta lurus.
- Tentukan tempat untuk keratan pada bagian cabang yang licin.
- Buat dua keratan (irisan) melingkar cabang dengan jarak antara 3–5 cm.
- Lepaskan kulit cabang bidang keratan tadi.
- Kerik kambium hingga tampak kering.
- Biarkan bekas keratan mengering antara 3 hari sampai 5 hari.

Hal. 5/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

- Olesi bidang sayatan dengan zat pengatur tumbuh akar, seperti Rootone
F.
- Ikat pembalut cangkok pada bagian bawah keratan.
- Letakkan media pada bidang karatan sambil dipadatkan membentuk
bulatan setebal ± 6 cm.
- Bungkus media dengan pembalut sabut kelapa atau lembaran plastik.
- Ikat ujung pembalut (pembungkus) di bagian ujung keratan.
- Ikat bagian tengah pembungkus cangkok, dan buat lubang-lubang kecil
dengan cara ditusuk-tusuk lidi.
3. Pemotongan bibit cangkok
Setelah bibit cangkok menunjukkan perakarannya (1,5–3,5 bulan dari
pencangkokan), potong bibit cangkok dari pohon tepat dibawah bidang
keratan.
4. Pendederan bibit cangkok
- Siapkan polybag berdiameter antara 15-25 cm atau sesuai dengan ukuran
bibit cangkok.
- Isi polybag dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang
matang (1:1) hingga mencapai setengah bagian polybag.
- Lepaskan (buka) pembalut bibit cangkok.
- pangkas sebagian dahan, ranting, dan daun yang berlebihan untuk
mengurangi penguapan.
- Tanamkan bibit cangkok tepat di tengah-tengah polybag sambil mengatur
perakarannya secara hati-hati.
- Penuhi polybag dengan media hingga cukup penuh sambil memadatkan
pelan-pelan pada bagian pangkal batang bibit cangkok.
- Siram media dalam polybag dengan air bersih hingga cukup basah.
- Simpan bibit cangkok di tempat yang teduh dan lembab.
- Biarkan dan pelihara bibit cangkok selama 1-1,5 bulan agar beradaptasi
dengan lingkungan setempat dan tumbuh tunas-tunas dan akar baru.
- Pindah tanamkan bibit cangkok yang sudah tumbuh cukup kuat ke kebun
atau dalam pot.
5. Pengakhiran
Berhasil tidaknya cangkok dapat diketahui setelah 1,5-3,5 bulan kemudian.
Berdasarkan pengalaman para pembibit tanaman buah-buahan,
pembungkus (pembalut) cangkok yang berupa lembaran plastik lebih cepat
menumbuhkan akar dibandingkan sabut kelapa.

3) Teknik Penyemaian Benih

a) Pembuatan media persemaian


Persemaian dapat dilakukan pada bedengan persemaian atau menggunakan
polybag. Tata laksana penyiapan lahan persemaian berupa bedengan adalah
sebagai berikut:
1. Buat bedengan persemaian berukuran 100-150 cm, tinggi 30-40 cm, panjang
tergantung keadaan lahan, dan jarak tanam antar bedengan 50-60 cm.
2. Sebarkan pupuk kandang sebanyak 2 kg/m2 sampai 3 kg/m2 luas bedengan,
lalu campurkan merata dengan lapisan tanah atas.

Hal. 6/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. Buat tiang-tiang persemaian setinggi 100-150 cm di sebelah dan 75-100 cm


di sebelah barat, kemudian pasang palang-palang dan atap persemaian
yang terbuat dari plastik atau daun kering.
4. Ratakan dan rapikan bedengan persemaian, lalu siram dengan air bersih
hingga cukup basah.
Tata cara penyiapan tempat semai dalam polybag adalah sebagai berikut:
1. Siapkan polybag berdiameter 10-15 cm, media campuran tanah subur,
pupuk kandang halus (diayak), dan pasir (1:1:1), atau campuran tanah
dengan pupuk kandang (1:1).
2. Lubangi bagian dasar polybag untuk pembuangan air.
3. Isikan media ke dalam polybag hingga cukup penuh.
4. Simpan polybag yang telah diisi media di tempat yang rata mirip bedengan
dan diberi naungan.

b) Penyemaian
1. Semaikan biji sawo yang sudah berkecambah (7-15 hari setelah tahap
pengecambahan biji) pada bedengan penyemaian atau dalam polybag
sedalam 1-2 cm. Jarak semai antar biji yang disemai pada bedengan
penyemaian diatur 10 cm x 10 cm atau 15 cm x 15 cm. Penyemaian dalam
polybag cukup diisi satu butir biji sawo tiap polybag.
2. Siram media dengan air bersih hingga cukup basah.
3. Biarkan biji tumbuh menjadi bibit muda.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Tata laksana pemeliharaan bibit dalam tempat penyemaian adalah sebagai


berikut:
a) Lakukan penyiraman secara kontinu tiap hari 1 kali sampai 2 kali, atau
tergantung pada cuaca dan keadaan media.
b) Pupuklah tanaman muda tiap 1 bulan sampai 3 bulan sekali dengan pupuk NPK
(15-15-15 atau 16-16-16) sebanyak 10 gram sampai 25 gram, yang dilarutkan
dalam 10 liter air untuk disiramkan pada media.
c) Lakukan penyemprotan pestisida bila ditemukan serangan hama dan penyakit
dengan menggunakan dosis rendah (30-50% dari dosis anjuran).
d) Pindah tanamkan bibit dari bedengan persemaian secara cabutan ke dalam
polybag, atau dari polybag lama ke polybag baru yang ukurannya lebih besar.
e) Pelihara bibit sawo sampai cukup besar atau setinggi 50-100 cm untuk siap
ditanam.

5) Pemindahan Bibit

Bibit sawo yang telah siap dipindahkan adalah bibit yang telah mencapai
ketinggian 50-100 cm.

Hal. 7/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penetapan areal untuk perkebunan sawo harus memperhatikan faktor kemudahan


transportasi dan sumber air.

2) Pembukaan Lahan

a) Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta


menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
b) Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Untuk tujuan mendapatkan buah yang banyak, menanam sawo di kebun memang
lebih tepat. Penanaman tidak hanya dilakukan dengan satu atau dua buah pohon,
tetapi dalam jumlah yang banyak.

Tanaman sawo di kebun dapat tumbuh besar dengan tajuk yang lebar. Mengingat
hal ini maka penanaman sawo harus dilakukan dengan jarak yang tidak terlalu
rapat antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain. Jarak tanam untuk
sawo yang dianggap cukup adalah 12 m x 12 m. Dengan jarak tanam seperti ini,
antara tanaman sawo yang satu dengan yang lain tidak bersentuhan yang dapat
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. Penanaman sebaiknya dilakukan
pada waktu musim penghujan.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih


baik bagi bibit yang akan ditanam. Untuk itu tanah tempat penanaman dalam
lubang tanam haru gembur karena sistem perakaran bibit yang masih lemah.

Lubang tanam untuk sawo dapat dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm.


Tanah galian bagian atas ± 30 cm dipisah dengan tanah bagian bawah. Keduanya
kemudian dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 20 kg sampai rata. Pupuk
kandang ini berfungsi sebagai pupuk dasar. Selama dua minggu lubang tanam ini
dibiarkan terjemur sinar matahari.

Bila bibit telah siap, bisa langsung ditanam di lubang tanam. Tetapi bila bibit belum
siap tanam, maka tanah galian bagian bawah dikembalikan ke bawah dan tanah
galian atas dikembalikan ke bagian atas. Sebagai tanda bahwa di tempat itu ada
lubang tanam, dapat ditandai dengan kayu yang ditancapkan pada lubang
tersebut. Setelah bibit siap tanam maka lubang tanam digali lagi.

Hal. 8/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Cara Penanaman

Sebelum ditanam, pembungkus (polybag) harus dilepas dengan hati-hati agar


tanahnya tidak berantakan dan perakaran tidak rusak. Penanaman dilakukan
sedalam leher akar tegak di tengah lubang tanam.Masukkan tanah bagian atas
bekas galian lebih dahulu, baru disusul tanah bagian bawah bekas galian. Tanah
di sekeliling akar tanaman dipadatkan agar tidak terjadi rongga-rongga udara yang
dapat menyulitkan akar mencari makan.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan

Setelah satu bulan sampai dua bulan tanam, perlu dilakukan penyiangan tanaman
sawo untuk membersihkan rumput dan gulma yang menggangu. Jika tanaman
sudah tumbuh besar gangguan tersebut tidak berarti, tetapi jika tanaman masih
kecil akan sangat berarti karena akan mengganggu pertumbuhan tanaman sawo.

Gangguan tumbuhan parasit seperti benalu juga harus diperhatikan. Jika kelihatan
pada ranting pohon sawo terdapat benalu atau parasit agar segera dibersihkan
dengan cara memotong ranting tempat benalu menempel. Pemotongan sebaiknya
dilakukan sebelum benalu berbunga. Perlu pula dilakukan pemberantasan benalu
pada pohon lain di dekat tanaman sawo untuk mencegah penularan.

2) Pembubunan

Pada saat melakukan penyiangan tanaman sawo, dapat juga dilakukan


pembubunan tanah di sekitar tanaman. Pembubunan dilakukan untuk
menggemburkan tanah di sekitar tanaman sawo dan untuk memperkokoh batang
tumbuhnya.

3) Pemupukan

Sebagai pedoman pemupukan dapat diberikan 250-500 gram urea/pohon/tahun


sebelum tanaman sawo berbuah. Pemupukan ini dimaksudkan untuk merangsang
pertumbuhan batang dan daun, karena urea adalah sumber N yang berfungsi
untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun.

Bila tanaman sudah waktunya berbuah, kurang lebih berumur 4 tahun, dilakukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk NPK (10-20-15) yang
kandungan fosfor (P) dan kaliumnya (K) tinggi sebanyak 500 gram per pohon tiap
tahun. Bila tidak ada NPK bisa diganti dengan pupuk urea, DS, dan KCl sebanyak
108 gram, 277 gram, dan 144 gram. Unsur P bagi tanaman berfungsi untuk
mempercepat pembungaan, sedangkan unsur K berfungsi untuk menjaga bunga
dan buah supaya tidak mudah gugur.

Hal. 9/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jumlah pupuk tersebut secara bertahap ditingkatkan sampai 2 kg/pohon tiap


tahun untuk tanaman sawo yang telah berumur 15 tahun. Selain urea dan NPK
yang diberikan, perlu juga diberikan pupuk kandang sebanyak 10 kg/pohon untuk
memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk lanjutan tersebut dilakukan dua kali
dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Dosis yang diberikan
setengah dari yang disebutkan di atas.

Cara pemberian pupuk dengan menaburkan pupuk ke dalam parit yang digali di
bawah pohon mengelilingi lingkaran tajuk dengan lebar dan kedalaman ± 10 cm.
Dapat juga ditanam pada empat lubang di bawah tajuk pohon dengan ukuran 20
cm x 20 cm x 20 cm untuk tiap lubang.

4) Penyiraman

Pada awal tanaman sawo memulai kehidupannya, perlu dilakukan penyiraman


paling sedikit dua minggu sekali jika tidak ada hujan. Pemberian air pada tanaman
sawo perlu dilakukan sampai tanaman berumur 3-4 tahun. Semakin tua tanaman,
semakin tahan terhadap kekeringan.

Kekurangan air pada waktu tanaman sawo sedang berbunga atau berbuah dapat
menyebabkan bunga atau buah mudah gugut. Pemberian air yang baik dan
teratur akan menghasilkan buah dengan jumlah dan kualitas yang baik.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan dengan pestisida atau insektisida dapat dilakukan jika pada


tanaman sawo terdapat hama dan penyakit yang menyerangnya, yaitu:
a) Penyemprotan dengan insektisida jenis Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4
cc/liter air untuk membunuh lalat buah (Ceratitis capitata atau Dacus sp.).
b) Penyemprotan dengan insektisida jenis Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2
cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air untuk membunuh kutu
hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan kutu coklat (Saissetia nigra)
yang menyerang ranting muda dan daun-daun tanaman sawo yang
menyebabkan ranting dan daun mengkerut, layu, kering, dan terhambat
pertumbuhannya.
c) Penyemprotan dengan fungisida Cuspravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air
setiap tiga minggu sekali untuk mengatasi dan mencegah serangan jamur upas
yang disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor.
d) Penyemprotan dengan fungisida Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air
atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi
penyakit jamur jelaga yang disebabkan oleh jamur Capnodium sp.
Penyemprotan dengan fungisida Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4
gram/liter air untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur
Phytopthora valmivora Butl. Yang menyebabkan busuk buah sawo.

Hal. 10/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Pemangkasan

Jika dibiarkan tumbuh secara alami, tanaman sawo dapat mencapai ketinggian 20
m. Pohon dengan ketinggian seperti itu akan menyulitkan dalam pemetikan buah.
Agar tanaman sawo tidak terlalu tinggi, maka dilakukan pemangkasan.
Pemangkasan juga bertujuan membentuk sistem percabangan yang baik dan
kuat.

Ada dua tahap pemangkasan pada tanaman sawo, yaitu pemangkasan bentuk
dan pemangkasan pemeliharaan.

a) Pemangkasan Bentuk
Pemangkasan bentuk ditujukan untuk mengatur tinggi rendah dan bentuk tajuk
untuk memudahkan dalam pemetikan buah serta pengontrolan terhadap hama
dan penyakit.
Pemangkasan pertama dilakukan ketika tanaman telah mencapai tinggi 100-
160 cm. Pemangkasan dilakukan pada musim penghujan dengan memotong
ujung batang hingga ketinggiannya tinggal 75-150 cm. Tempat pemangkasan
harus sedikit di atas ruas batang. Untuk mencegah penyakit, luka bekas
pangkasan dapat ditutup dengan cat meni atau parafin. Beberapa hari setelah
pemangkasan akan tumbuh tunas-tunas baru. Tiga dari tunas yang tumbuh
sehat dan tidak saling berdekatan dipilih sebagai cabang primer dan tunas
lainnya dibuang.
Pemangkasan ke dua dilakukan pada awal musim penghujan berikutnya, tunas
yang telah berumur satu tahun dipangkas lagi hingga panjangnya tinggal 25-40
cm. Pemangkasan ini dilakukan tepat di atas mata tunas. Akibat pemangkasan
ini akan muncul tunas-tunas baru. Tiga sampai empat tunas yang sehat
dibiarkan tumbuh menjadi cabang sekunder dan tunas yang lain dipotong.
Pemangkasan ke tiga yang merupakan pemangkasan terakhir dilakukan pada
awal musim penghujan berikutnya, cabang-cabang sekunder dipotong untuk
membentuk cabang-cabang tersier. Pemotongan dilakukan sampai jumlah
cabang-cabang sekunder tinggal dua pertiganya. Setelah pemangkasan ini
akan muncul tunas-tunas baru. Dua atau tiga tunas dari masing-masing cabang
sekunder dibiarkan tumbuh, yang lainnya dibuang setelah tumbuh sepanjang
10 cm.

b) Pemangkasan Pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharaan ditujukan untuk mencegah serangan penyakit,
menumbuhkan tunas baru untuk mengganti cabang tua yang tidak berproduktif
lagi, serta mengurangi kerimbunan sehingga sinar matahari dapat dimasukkan
ke mahkota tajuk.
Dalam pemangkasan ini yang perlu dipangkas adalah cabang-cabang air yaitu
cabang-cabang yang tumbuh lurus ke atas dengan kecepatan pertumbuhan
lebih besar dibandingkan cabang-cabang lain. Warna cabang air ini lebih muda
dengan jarak antar ruas cabang yang lebih panjang. Selain cabang air yang
perlu dihilangkan adalah cabang yang tumbuh liar, cabang yang sakit atau

Hal. 11/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

rusak, dan cabang yang terlalu rendah. Pemangkasan pemeliharaan ini dapat
dilakukan setiap saat jika diperlukan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Lalat buah(Dacus sp.)

Gejala: terdapat bintik-bintik kecil berwarna hitam atau cokelat pada permukaan
kulit, tetapi dagin buah sudah membusuk. Pengendalian: (1) membersihkan
(sanitasi) sisa-sisa tanaman di sekitar tanaman dan kebun; (2) membungkus buah
sejak stadium muda; (3) memasang perangkap lalat buah yang mengandung
bahan metyl eugenol, misalnya M-Atraktan, dalam botol plastik bekas; (4)
menyemprotkan perangkap lalat buah, seperti Promar yang dicampur dengan
insektisida kontak atau sistemik; (5) menginfus akar tanaman dengan larutan
insektisida sistemik, seperti Tamaron, dengan konsentrasi 3-5% pada fase
sebelum berbunga; (6) menyemprot tanaman dengan insektisida kontak, seperti
Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4 cc/liter air.

2) Kutu hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan Kutu cokelat(Saissetia nigra)

Menyerang ranting muda dan daun tanaman sawo dengan cara menghisap cairan
yang terdapat di dalamnya. Selain menghisap cairan, kutu-kutu ini juga
menghasilkan embun madu yang dapat mengundang kehadiran cendawan jelaga.
Pengendalian: dengan penyemprotan insektisida, seperti Diasinon 60 EC dengan
dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air yang
disemprotkan langsung ke kutu-kutu tersebut.

7.2. Penyakit

1) Jamur upas

Penyebab: jamur Corticium salmonocolor. Spora dari jamur ini menular kemana-
mana oleh hembusan angin. Gejala: (1) Stadium rumah laba-laba, yaitu ditandai
dengan munculnya meselium tipis berwarna mengkilat seperti sutera atau perak.
pada stadium ini jamur belum masuk ke dalam kulit tanaman sawo; (2) Stadium
bongkol, yaitu stadium dimana jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di
depan lentisel; (3) Stadium corticium, yaitu stadium dimana jamur membentuk
kerak berwarna merah muda yang berangsur-angsur berubah menjadi lebih muda
lalu menjadi putih. Kerak yang terbentuk terdiri dari lapisan basidium yang pada
setiap basidiumnya terdapat basidiospora. Kulit tanaman sawo yang terdapat di
bawah kerak tersebut akhirnya busuk; (4) Stadium necator, yaitu stadium dimana
jamur membentuk banyak piknidium yang berwarna merah. Piknidium ini terdapat
pada sisi cabang atau ranting yang lebih kering. Pengendalian: (1) Pada stadium

Hal. 12/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

laba-laba, penyakit ini dapat diatasi dengan cara menggosok tempat yang
terserang jamur sampai hilang. Bekas luka gosokan diolesi dengan cat meni, ter,
atau carbolineum; (2) Penyemprotan dengan fungisida yang mengandung
tembaga berkadar tinggi seperti Cupravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air
setiap tiga minggu sekali untuk menghindari munculnya serangan lagi; (3)
Pemotongan pada bagian tanaman yang terserang apabila jamur sudah mencapai
stadium bongkol, corticium, atau necator. Pemotongan dilakukan pada bagian
yang sehat jauh dari batas bagian yang sakit. Bagian yang dipotong kemudian
diolesi dengan fungisida dan dibakar.

2) Jamur jelaga

Penyebab: jamur Capnodium sp. Gejala: serangan jamur ini berupa warna hitam
seperti beludru yang menutupi permukaan daun sawo. Serangan lebih lanjut dapat
menutupi seluruh daun dan ranting tanaman sawo.Jika serangan jamur ini
berjumlah banyak, proses fotosintesa tanaman sawo akan terganggu sehingga
pertumbuhan terhambat. Serangan yang terjadi pada saat tanaman berbunga
dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit. Jika yang terserang
adalah buah, dapat menyebabkan kerontokan atau berkurangnya kualitas buah.
Pengendalian: (1) melenyapkan serangga yang menghasilkan embun madu
terlebih dahulu dengan insektisida; (2) dilakukan penyemprotan dengan fungisida
seperti Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP
dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air.

3) Busuk buah

Penyebab: jamur Phytopthora palmivora Butl. Gejala: mula-mula kulit buah


berbercak-bercak kecil berwarna hitam atau cokelat, kemudian melebar dan
menyatu secara tidak beraturan, daging buah membusuk dan berair, serta
kadang-kadang buah berjatuhan (gugur). Pengendalian: (1) dengan cara
pemotongan buah yang sakit berat, pengumpulan dan pemusnahan buah yang
terserang; (2) penyemprotan fungisida, seperti Dithane M-45 80 WP dengan dosis
1,8 gr – 2,4 gram/liter air.

4) Hawar benang putih

Penyebab: jamur (cendawan) Marasmius scandens Mass, yang tumbuh pada


permukaan batang dan cabang tanaman sawo. Gejala: daun-daun mengering dan
berguguran. Pada ranting yang mengering terdapat benang-benang jamur
berwarna putih. Pengendalian: (1) dengan cara mengurangi kelembaban kebun,
memotong bagian tanaman yang sakit berat; (2) mengoleskan atau
menyemprotkan fungisida, seperti Benlate dengan dosis 2 gr/1 air.

Hal. 13/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman sawo yang dikembangbiakkan dengan pencangkokan dapat


menghasilakan buah hanya sampai 3-5 tahun, sedangkan yang melalui
penyambungan antara 5-6 tahun.

Buah sawo kadang-kadang matang tidak serempak sehingga pemanenan dilakukan


dengan bertahap dengan cara memilih buah yang sudah menunjukkan ciri fisiologis
untuk dipanen (tua). Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah
maksimal, kulit berwarna cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik
mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit. Pemetikan buah yang
masih muda sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk
pemeramannya dan rasa buah tidak manis (sepat).

8.2. Cara Panen

Umumnya pohon sawo cukup tinggi, buahnya terdapat di ujung batang muda yang
jumlahnya hanya sedikit, sehingga untuk mengetahui buah yang cukup tua sangat
sulit. Oleh karena itu, pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon. Apabila
belum mencapai buahnya, dapat disambung dengan galah. Namun penggunaan
galah ini sering menyebabkan buah jatuh dan pecah.

Pada buah yang jatuh tetapi tidak pecah, akan terjadi penggumpalan getah di sekitar
bijinya. Ada anggapan bahwa penggumpalan getah ini disebabkan karena buah
terserang penyakit. Walapun terdapat gumpalan getah di sekitar biji, tetapi tidak
mengurangi rasa manis buah sawo tersebut.

Untuk menjaga agar buah tidak pecah sewaktu dipetik, sebaiknya sebelum
pemetikan, pada bagian bawah pohon diberi jaring agar buah tidak langsung jatuh ke
tanah dan sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah terlalu tua.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Setelah semua buah yang sudah tua dipanen, kemudian dilakukan pengumpulan
buah-buah tersebut. Kumpulkan buah-buah tersebut dalam suatu wadah atau
tempat, setelah semua terkumpul, kemudian dilakukan pencucian untuk
menghilangkan kulit yang kasar atau kulit gabusnya.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Hal. 14/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Penyortiran dan penggolongan buah sawo hasil panen dilakukan untuk memisahkan
buah yang baik dari yang jelek dan memisahkan buah yang berukuran sama. Untuk
buah yang sudah sangat rusak, sebaiknya dibuang, tetapi buah yang rusak sedikit
dapat dipisahkan untuk dijual ketempat yang dekat dengan harga murah.

9.3. Penyimpanan

Buah sawo yang sudah diberi perlakuan (pencucian dan pengasapan) mempunyai
kulit yang sangat tipis sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama dalam
penyimpanannya. Ada beberapa cara penyimpanan agar buah lebih tahan lama,
salah satunya dengan mengatur temperatur ruang penyimpanan.

Buah sawo yang masak bila disimpan dalam temperatur ruang hanya tahan 2 hari
sampai 3 hari, tetapi bila dalam ruangan yang mempunyai temperatur 0 derajat C,
buah sawo tetap dalam keadaan baik selama 12 hari sampai 14 hari. Kelembaban
(nisbi) yang dibutuhkan dalam ruang penyimpanan adalah 85-90%. Buah sawo yang
yang belum masak akan tahan disimpan selama 17 hari dalam ruangan yang
bertemperatur 15 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

1) Pengemasan
Pengemasan buah-buahan di Indonesia, masih menggunakan keranjang bambu.
Bentuk dan kapasitasnya bervariasi, biasanya kapasitas kemasan antara 40 kg
sampai 100 kg. Dalam pengemasan buah digunakan bahan-bahan pembantu,
misalnya daun kering, daun pisang, merang, dan kertas koran.

2) Pengangkutan
Umumnya, petani penghasil buah di Indonesia mengangkut hasil panennya
dengan kreativitas sendiri. Pengangkutan hasil ini dalam volume kecil, yaitu dari
ladang ke tempat penampungan, pembeli, atau ke pusat-pusat pengumpul
sehingga pemasaran tahap pertama dapat berlangsung.

9.5. Pengasapan dan Pemeraman

Pengasapan dan pemeraman dilakukan agar buah cepat masak dan empuk. Tata
laksana pengasapan dan pemeraman adalah sebagai berikut:
1) Buat lubang pada tanah berbentuk segi empat. Ukuran lubang disesuaikan
dengan jumlah buah sawo.
2) Hamparkan dan gamal (Glyricidae) atau daun pisang di bagian dasar dan semua
sisi lubang.
3) Masukkan buah sawo secara teratur ke dalam lubang, kemudian tutup dengan
daun gamal atau daun pisang.
4) Masukkan potongan bambu gelondongan untuk menghembuskan asap ke dalam
lubang.
5) Timbun lubang tanah hingga cukup tebal.

Hal. 15/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Bakar dedaunan kering, lalu asapnya diarahkan ke dalam lubang melalui


potongan bambu.
7) Tutup atau ambil gelondongan bambu.
8) Biarkan buah sawo diperam selama sehari semalam.

9.6. Penanganan Lain

Buah sawo dapat diawetkan dalam air gula atau dibuat selai untuk pengoles roti, dan
dapat juga dibuat serbat atau dicampur ke dalam es krim. Sari buah sawo dapat
digodok menjadi sirup dan difermentasikan menjadi anggur dan cuka.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya sawo dalam lima tahun pertama seluas 0,5 ha di daerah
Bogor pada tahun 1999.

1) Biaya produksi lima tahun pertama


1. Nilai tanah : 1/2 ha, @ m2 x Rp. 10.000,- Rp. 5.000.000,-
2. Nilai sarana produksi
- Bibit: 35 batang @ Rp. 12.000,- Rp. 420.000,-
- Pupuk kandang: 1500 kg @ Rp. 100,- Rp. 150.000,-
- Urea: 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 240.000,-
- NPK: 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 240.000,-
- Hormon/mineral: 40 liter @ Rp. 3.500,- Rp. 140.000,-
- Insektisida: 35 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 175.000,-
- Fungisida: 35 liter @ Rp. 5.000,- Rp. 175.000,-
3. Nilai bangunan dan alat/perkakas
- Bangunan dan sumur @ Rp. 7.500,- Rp. 2.000.000,-
- Alat semprot: 2 unit @ Rp. 4.000,- Rp. 150.000,-
- Cangkul: 2 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 10.000,-
- Sabit: 2 buah @ Rp. 3.500,- Rp. 7.000,-
- Garpu: 2 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 6.000,-
- Golok: 2 buah @ Rp. 7.500,- Rp. 15.000,-
- Gunting pangkas: 3 buah @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
- Gergaji pangkas: 2 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 12.000,-
- Ember: 5 buah @ Rp. 3.000,- Rp. 15.000,-
4. Tenaga kerja tetap
- Upah 12 x 2 orang @ Rp. 250.000,- Rp. 6.000.000,-
- Pakaian 2 x 2 x Rp. 100.000,- Rp. 400.000,-
- THR 2 x Rp. 250.000,- Rp. 500.000,-
5. Tenaga kerja lepas
- Buat lubang tanam 15 OH Rp 10.000,- Rp. 150.000,-
- Pupuk dan tanam 25 OH Rp 10.000,- Rp. 250.000,-

Hal. 16/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jumlah seluruh investasi Rp. 16.070.000,-

2) Penerimaan dan keuntungan


1. Penerimaan th. ke-4 produk ke-1: 50%x35x60 kg x Rp.6.000,- Rp. 6.300.000,-
Keuntungan: - Rp. 15.770.000,-
2. Penerimaan th. ke-5 produk ke-2: 50%x 35 x 80 kg x Rp.6.000,- Rp. 8.400.000,-
Keuntungan: - Rp. 8.870.000,-
3. Penerimaan th. ke-6 produk ke-3: 50%x 35 x 120 kgx Rp.6.000 Rp. 12.600.000,-
Keuntungan: Rp. 2.230.000,-

3) Break Event Point BEP Rp. 166.666.666.7

4) R/C Rasio = Jumlah Penerimaan / Jumlah Biaya = 0,33

Catatan:
Biaya perawatan setiap tahun kurang lebih sekitar = Rp 1.500.000,-
Pada tahun ke-6 keuntungan sudah dapat menutupi investasi yang dikeluarkan

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Permintaan buah-buahan umumnya meningkat dengan makin meningkatnya


pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pertanaman buah-buahan memberikan
keuntungan dan peluang bisnis yang baik. Beberapa hal yang mendorong usaha
pengembangan pertanaman buah-buahan antara lain sebagai berikut:
a) Harga buah cukup baik, terutama di kota-kota besar dan jarang mengalami
penurunan harga.
b) Makin banyak sarana perhubungan, maka jalur pemasarannya makin lancar.
c) Adanya pengembangan industri pengolahan buah-buahan.
d) Sarana teknologi yang tersedia, misalnya pupuk dan obat-obatan.

Buah sawo di Indonesia sampai saat ini belum banyak diekspor ke luar negeri. Hasil
panennya hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri saja. Sebenarnya
perkembangan produksi buah sawo cenderung mengalamai peningkatan, tetapi
semua itu belum dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat. Dengan
demikian masih dibutuhkan investor yang mau menanamkan modalnya untuk
perluasan tanaman sawo.

Peluang bisnis buah sawo sangat besar karena konsumsi buah-buahan berkembang
dengan pesatnya. Untuk penduduk DKI Jakarta saja, konsumsi buah pada tahun
1988 sebanyak 8.438 orang dan telah berkembang menjadi 13.745 orang pada
tahun 1993. Apalagi begitu mudahnya menanam sawo dan dapat menghasilkan
buah sepanjang tahun.

Hal. 17/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar mutu: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan dan pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Satu Partai/lot mangga terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh diambil secara
acak dari jumlah kemasan dalam 1 partai/lot seperti terlihat dibawah ini:
a) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot sampai dengan 100 : contoh yang diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 101–300: contoh yang diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 301–500: contoh yang diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam 1 partai/lot 501–1000: contoh yang diambil 10.

11.5. Pengemasan

Pengemasan buah sawo dalam peti kayu, berat bersih setiap peti kayu maksimum
25 kg, susunan buah dalam peti kayu kompak dengan setiap buah yang diberi
pembungkus/ penyekat, atau kotak kotoran diberi penyekat dan lobang udara,
susunan buah dalam kotak karton satu lapis dengan berat bersih kotak karton
maksimum 10 kg.

Untuk pemberian merek di bagian luar kotak kayu di beri label yang dituliskan antara
lain:
a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/kode perusahaan/eksportir.
d) Berat bersih.
e) Produksi Indonesia.
f) Tempat/negara tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : PT. Penebar Swadaya

Hal. 18/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Rahardi, F. 1990. ‘Trend Baru Pohon Sawo dalam Pot’, Trubus (Agustus) No. 249
Th. XXI
3) Tim Penulis PS. 1993. Menanam Sawo di Pot dan di Kebun. Jakarta : PT.
Penebar Swadaya
4) Wudianto, Rini. 1987. Membuat Cangkok, Stek, dan Okulasi . Jakarta : PT.
Penebar Swadaya

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 19/ 19
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

SEMANGKA
(Citrullus vulgaris)

1. SEJARAH SINGKAT
Semangka merupakan tanaman buah berupa herba yang tumbuh merambat yang
dalam bahasa Inggris disebut Water Mellon. Berasal dari daerah kering tropis dan
subtropis Afrika, kemudian berkembang dengan pesat ke berbagai negara seperti:
Afrika Selatan, Cina, Jepang, dan Indonesia. Semangka termasuk dalam keluarga
buah labu-labuan (Cucurbitaceae) pada daerah asalnya sangat disukai oleh
manusia/binatang yang ada di benua tersebut, karena banyak mengandung air,
sehingga penyebarannya menjadi cepat.

2. JENIS TANAMAN
Terdapat puluhan varietas/jenis semangka yang dibudidayakan, tetapi hanya
beberapa jenis yang diminati para petani/konsumen. Di Indonesia varietas yang
cocok dibudidayakan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: Semangka Lokal (Semangka
hitam dari Pasuruan, Semangka Batu Sengkaling dan Semangka Bojonegoro) dan
Semangka Hibrida Impor (dari hasil silangan Hibridasi) yang mempunyai keunggulan
tersendiri. Semangka tersebut diklasifikasikan menurut benih murni negara asalnya:
benih Yamato, Sugar Suika, Cream Suika dan lainnya.

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman semangka dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai buah segar, tetapi
ada yang memanfaatkan daun dan buah semangka muda untuk bahan sayur-mayur.
Semangka yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan bijinya, yang memiliki aroma dan
rasa tawar, bijinya diolah menjadi makanan ringan yang disebut "kuwaci" (disukai
masyarakat sebagai makanan ringan). Kulit semangka juga dibuat asinan/acar
seperti buah ketimun atau jenis labu-labuan lainnya.

4. SENTRA PENANAMAN
Semangka banyak dibudidayakan di negara-negara seperti Cina, Jepang, India dan
negera-negara sekitarnya. Sentra penanaman di Indonesia terdapat di Jawa Tengah
(D.I. Yogyakarta, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kulonprogo); di Jawa Barat
(Indramayu, Karawang); di Jawa Timur ( Banyuwangi, Malang); dan di Lampung,
dengan rata-rata produksi 30 ton/ha/tahun.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Secara teoritis curah hujan yang ideal untuk areal penanaman semangka adalah
40-50 mm/bulan.
2) Seluruh areal pertanaman semangka perlu sinar matahari sejak terbit sampai
tenggelam. Kekurangan sinar matahari menyebabkan terjadinya kemunduran
waktu panen.
3) Tanaman semangka akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan
optimal pada suhu ± 25 derajat C (siang hari).
4) Suhu udara yang ideal bagipertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian
rata-rata yang berkisar 20–30 mm.
5) Kelembaban udara cenderung rendah bila sinar matahari menyinari areal
penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air. Kondisi demikian cocok
untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah asalnya tanaman
semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering. Sebaliknya,
kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur perusak
tanaman.

5.2. Media Tanam

1) Kondisi tanah yang cocok untuk tanaman semangka adalah tanah yang cukup
gembur, kaya bahan organik, bukan tanah asam dan tanah kebun/persawahan
yang telah dikeringkan.
2) Keasaman tanah (pH) yang diperlukan antara 6-6,7. Jika pH < 5,5 (tanah asam)
maka diadakan pengapuran dengan dosis disesuaikan dengan tingkat keasaman
tanah tersebut.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Tanah yang cocok untuk tanaman semangka adalah tanah porous (sarang)
sehingga mudah membuang kelebihan air, tetapi tanah yang terlalu mudah
membuang air kurang baik untuk ditanami semangka.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang ideal untuk areal penanaman semangka adalah: 100-300 m
dpl. Kenyataannya semangka dapat ditanam di daerah dekat pantai yang
mempunyai ketinggian di bawah 100 m dpl dan di atas perbukitan dengan ketinggian
lebih dari 300 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih

Pemilihan jenis benih semangka yang disemaikan adalah: Hibrida import,


terutama benih jenis Triploid (non biji) yang mempunyai kulit biji yang sangat keras
dan jenis Haploid (berbiji).

2) Penyiapan Benih

Jenis benih Hibrida impor, terutama jenis bibit triploid setelah dipilih disiapkan alat
bantu untuk menyayat/merenggangkan sedikit karena tanpa direnggangkan biji
tersebut sulit untuk berkecambah, alat bantu tersebut berbentuk gunting kuku
yang mempunyai bentuk segitiga panjang berukuran kecil dan disediakan tempat
kecil yang mempunyai permukaan lebar. Jenis Haploid dengan mudah disemai
karena bijinya tidak keras sehingga mudah membelah pada waktu berkecambah.

3) Teknik Penyemaian Benih

Teknik penyemaian benih semangka dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :


a) Perenggangan bibit biji semangka terlebih dahulu supaya untuk mempermudah
dalam proses pertumbuhannya;
b) Perendaman biji dalam suatu satuan obat yang diramu dari bahan-bahan: 1 liter
air hangat suhu 20-25 derajat C; 1 sendok teh hormon (Atornik, Menedael,
Abitonik); 1 sendok peres fungisida (obat anti jamur) seperti: Difoldhan 4T,
Dacosnil 75 WP, Benlate; 0,5 sendok teh peres bakterisida (Agrept 25 WP).
Setelah direndam 10-30 menit, diangkat dan ditiriskan sampai air tidak mengalir
lagi dan bibit siap dikecambahkan.

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Kantong-kantong persemaian diletakkan berderet agar terkena sinar matahari


penuh sejak terbit hingga tenggelam. Diberi perlindungan plastik transparan
serupa rumah kaca mini dan untuk salah satu ujungnya terbuka dengan pinggiran
yang terbuka. Pemupukan dilakukan lewat daun untuk memacu perkembangan
bibit dicampur dengan obat, dilakukan rutin setiap 3 hari sekali. Pada usia 14 hari,
benih-benih dipindahkan ke lapangan yang telah matang dan siap ditanami benih
tersebut.

5) Pemindahan Bibit

Setelah pengecambahan dilakukan penyemaian bibit menggunakan kantong-


kantong plastik berukuran : 12 cm x (0,2 - 0,3 )mm. Satu kantong ditanam satu
benih (sudut kantong dipotong secukupnya untuk pengurangan sisa air) dan diisi
campuran tanah dengan pupuk organik komposisi: 1 bagian tanah kebun, 1
bagian kompos/humus, 1 bagian pupuk kandang yang sudah matang. Setelah
bibit berumur 12-14 hari dan telah berdaun 2-3 helai, dipindahkan ke areal
penanaman yang telah diolah.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Bila areal bekas kebun, perlu dibersihkan dari tanaman terdahulu yang masih
tumbuh. Bila bekas persawahan, dikeringkan dulu beberapa hari sampai tanah itu
mudah dicangkul, kemudian diteliti pH tanahnya.

2) Pembukaan Lahan

Lahan yang ditanami dilakukan pembalikan tanah untuk menghancurkan tanah


hingga menjadi bongkahan-bongkahan yang merata. Tunggul bekas
batang/jaringan perakaran tanaman terdahulu dibuang keluar dari areal, dan juga
segala jenis batuan yang ada dibuang, sehingga tidak mempengaruhi
perkembangan tanaman semangka yang akan ditanam di areal tersebut.

3) Pembentukan Bedengan

Tanaman semangka membutuhkan bedengan supaya air yang terkandung di


dalam tanah mudah mengalir keluar melalui saluran drainase yang dibuat. Jumlah
bedengan tergantung jumlah baris tanam yang dikehendaki oleh si penanam
(bentuk bedengan baris tanaman ganda, bedengan melintang pada areal
penanaman). Lebar bedengan 7-8 meter, tergantung tebal tipis dan tinggi
bedengan (tinggi bedengan minimum 20 cm).

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Pengapuran

Dilakukan dengan pemberian jenis kapur pertanian yang me-ngandung unsur


Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang bersifat menetralkan keasaman tanah
dan menetralkan racun dari ion logam yang terdapat didalam tanah. Dengan kapur
Karbonat/kapur dolomit. Penggunaan kapur per 1000 m2 pada pH tanah 4-5
diperlukan 150-200 kg dolomit , untuk antara pH 5-6 dibutuhkan 75-150 kg dolomit
dan pH >6 dibutuhkan dolomit sebanyak 50 kg.

5) Pemupukan

Pupuk yang dipakai adalah pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk kandang
yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari hewan sapi/kerbau dan
dipilih pupuk kandang yang sudah matang. Pupuk kandang berguna untuk
membantu memulihkan kondisi tanah yang kurang subur, dengan dosis 2 kg/
bedengan. Caranya, ditaburkan disekeliling baris bedengan secara merata.
Pupuk tersebut terdiri atas: (a) Pupuk Makro yang terdiri dari unsur Nitrogen,
Phospor, Kalsium (dibuat dari pupuk ZA, TSP dan KCl); (b) Pupuk Mikro yang
terdiri dari Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Mangaan (Mn), Besi (Fe), Belerang (S),
Tembaga (Cu), Seng (Zn) Boron (Bo) dan Molibden (Mo). Pupuk tersebut, dijual
dengan beberapa merek seperti Mikroflex, Microsil dll. Penggunaannya, dicampur
1% obat anti hama penggerek batang.

6) Lain-lain

Tahap penghalusan dan perataan bongkahan tanah pada sisi bedengan pada
tempat penanaman semangka dilakukan dengan cangkul. Di bagian tengah,
sebagai landasan buah pada bedengan, diratakan dan diatas lapisan ini diberi
jerami kering untuk perambatan semangka dan peletakan buah. Bedengan perlu
disiangi, disiram dan dilapisi jerami kering setebal 2-3 cm dan plastik mulsa
dengan lebar plastik 110-150 cm agar menghambat penguapan air dan tumbuh
tanaman liar. Pemakaian plastik lebih menguntungkan karena lebih tahan lama,
sampai 8-12 bulan pada areal terbuka (2 - 3 kali periode penanaman). Plastik sisa
yang berwarna perak yang memantulkan sinar matahari dan secara tidak
langsung membantu tanaman banyak mendapat sinar matahari untuk
pertumbuhannya.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman

Tanaman semangka merupakan tanaman semusim dengan pola tanam


monokultur.

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Pembuatan Lubang Tanaman

Penanaman bibit semangka pada lahan lapangan, setelah persemaian berumur


14 hari dan telah tumbuh daun ± 2-3 lembar. Sambil menunggu bibit cukup besar
dilakukan pelubangan pada lahan dengan kedalaman 8-10 cm.

Persiapan pelubangan lahan tanaman dilakukan 1 minggu sebelum bibit dipindah


ke darat. Berjarak 20-30 cm dari tepi bedengan dengan jarak antara lubang sekitar
80-100 cm/tergantung tebal tipisnya bedengan. Lahan tertutup dengan plastik
mulsa, maka diperlukan alat bantu dari kaleng bekas cat ukuran 1 kg yang diberi
lubang-lubang disesuaikan dengan kondisi tanah bedengan yang diberi lobang.

3) Cara Penanaman

Setelah dilakukan pelubangan, areal penanaman disiram secara massal supaya


tanah siap menerima penanaman bibit sampai menggenangi areal sekitar ¾ tinggi
bedengan, dan dibiarkan sampai air meresap. Sebelum batang bibit ditanam
dilakukan perendaman, agar mudah pelepasan bibit menggunakan kantong plastik
yang ada. Langkah imunisasi dilakukan dengan perendaman selama 5-10 menit
disertai campuran larutan obat obatan. Susunan obat terdiri dari: 1 sendok teh
hormon Atonik, Abitonik, dekamon, menedael, 1 sendok teh peres bakterisida
tepung, 1 sendok teh peres fungisida serbuk/tepung (Berlate, dithane M-45,
Daconiel).

Urutan penanaman adalah sebagai berikut:


a) Kantong plastik diambil hati-hati supaya akar tidak rusak.
b) Tanam dengan tanah posisi kantong dan masukkan ke lubang yang sudah
disiapkan
c) Celah-celah lubang ditutup dengan tanah yang telah disiapkan
d) Lubang tanaman yang tersisa ditutup dengan tanah dan disiram sedikit air agar
media bibit menyatu dengan tanah disekeliling dapat bersatu tanpa tersisa.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Tanaman semangka yang berumur 3-5 hari perlu diperhatikan, apabila tumbuh
terlalu lebat/tanaman mati dilakukan penyulaman/diganti dengan bibit baru yang
telah disiapkan dari bibit cadangan. Dilakukan penjarangan bila tanaman terlalu
lebat dengan memangkas daun dan batang yang tidak diperlukan, karena
menghalangi sinar matahari yang membantu perkembangan tanaman.

2) Penyiangan

Tanaman semangka cukup mempunyai dua buah saja, dengan pengaturan


cabang primer yang cenderung banyak. Dipelihara 2-3 cabang tanpa memotong
ranting sekunder. Perlu penyiangan pada ranting yang tidak berguna, ujung

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

cabang sekunder dipangkas dan disisakan 2 helai daun. Cabang sekunder yang
tumbuh pada ruas yang ada buah ditebang karena mengganggu pertumbuhan
buah. Pengaturan cabang utama dan cabang primer agar semua daun pada tiap
cabang tidak saling menutupi, sehingga pembagian sinar merata, yang
mempengaruhi pertumbuhan baik pohon/buahnya.

3) Pembubunan

Lahan penanaman semangka dilakukan pembubunan tanah agar akar menyerap


makanan secara maksimal dan dilakukan setelah beberapa hari penanaman.

4) Perempalan

Dilakukan melalui penyortiran dan pengambilan tunas-tunas muda yang tidak


berguna karena mempengaruhi pertumbuhan pohon/buah semangka yang sedang
berkembang. Perempelan dilakukan untuk mengurangi tanaman yang terlalu lebat
akibat banyak tunas-tunas muda yang kurang bermanfaat.

5) Pemupukan

Pemberian pupuk organik pada saat sebelum tanam tidak akan semuanya
terserap, maka dilakukan pemupukan susulan yang disesuaikan dengan fase
pertumbuhan. Pada pertumbuhan vegetative diperlukan pupuk daun (Topsil D),
pada fase pembentukan buah dan pemasakan diperlukan pemupukan Topsis B
untuk memperbaiki kualitas buah yang dihasilkan. Pemberian pupuk daun
dicampur dengan insekstisida dan fungisida yang disemprotkan bersamaan
secara rutin. Adapun penyemprotan dilakukan sebagai berikut:
a) Pupuk daun diberikan pada saat 7, 14, 21, 28 dan 35 hari setelah tanam;
b) Pupuk buah diberikan pada saat 45 dan 55 hari setelah tanam;
c) ZA dan NPK (perbandingan 1:1) dilakukan 21 hari setelah tanam sebanyak 300
ml, 25 hari setelah tanam sebanyak 400 ml dan 55 hari setelah tanam
sebanyak 400 ml.

6) Pengairan dan Penyiraman

Sistim irigasi yang digunakan sistem Farrow Irrigation: air dialirkan melalui saluran
diantara bedengan, frekuensi pemberian air pada musim kemarau 4-6 hari dengan
volume pengairan tidak berlebihan. Bila dengan pompa air sumur (diesel air)
penyiraman dilakukan dengan bantuan slang plastik yang cukup besar sehingga
lebih cepat. Tanaman semangka memerlukan air secara terus menerus dan tidak
kekurangan air.

7) Waktu Penyemprotan Pestisida

Selain pupuk daun, insktisida dan fungisida, ada obat lain yaitu ZPZ (zat
perangsang tumbuhan); bahan perata dan perekat pupuk makro (Pm) berbentuk
cairan. Dosis ZPT: 7,5 cc, Agristik: 7,5 cc dan Metalik (Pm): 10 cc untuk setiap 14-

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

17 liter pelarut. Penyemprotan campuran obat dilakukan setelah tanaman berusia


>20 hari di lahan. Selanjutnya dilakukan tiap 5 hari sekali hingga umur 70 hari.
Penyemprotan dilakukan dengan sprayer untuk areal yang tidak terlalu luas dan
menggunakan mesin bertenaga diesel bila luas lahan ribuan hektar.
Penyemprotan dilakukan pagi dan sore hari tergantung kebutuhan dan kondisi
cuaca.

8) Pemeliharaan Lain

Seleksi calon buah merupakan pekerjaan yang penting untuk memperoleh kualitas
yang baik (berat buah cukup besar, terletak antara 1,0-1,5 m dari perakaran
tanaman), calon buah yang dekat dengan perakaran berukuran kecil karena umur
tanaman relatif muda (ukuran sebesar telur ayam dalam bentuk yang baik dan
tidak cacat). Setiap tanaman diperlukan calon buah 1-2 buah, sisanya di pangkas.
Setiap calon buah ± 2 kg sering dibalik guna menghindari warna yang kurang baik
akibat ketidak-merataan terkena sinar matahari, sehingga warna kurang menarik
dan menurunkan harga jual buah itu sendiri.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

Hama tanaman semangka dapat digolongkan dalam 2 kelompok: hama yang tahan
dan tidak tahan terhadap peptisida.

Hama yang tidak tahan terhadap pestisida (Kutu daun, bentuk seperti kutu),
umumnya berwarna hijau pupus, hidup bergelombol, tidak bersayap, dan mudah
berkembang biak. Gejala yang terjadi daun berberecak kuning, pertumbuhannya
terhambat. Pengendalian dilakukan secara non kimiawi dan kimiawi dengan obat-
obatan. Hama kedua adalah hama yang tahan terhadap pestisida seperti: tikus,
binatang piaraan (kucing, anjing dan ayam). Pengendallian: menjaga pematang
selalu bersih, mendirikan pagar yang mengelilingi tanaman, pemasangan suatu alat
yang menghasilkan bunyi-bunyian bila tertiup angin dan diadakan pergiliran jaga.

1) Thrips

Berukuran kecil ramping, warna kuning pucat kehitaman, mempunyai sungut


badan beruas-ruas. Cara penularan secara mengembara dimalam hari, menetap
dan berkembang biak. Pengendalian: menyemprotkan larutan insektisida sampai
tanaman basah dan merata.

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Ulat perusak daun

Berwarna hijau dengan garis hitam/berwarna hijau bergaris kuning, tanda


serangan daun dimakan sampai tinggal lapisan lilinnya dan terlihat dari jauh
seperti berlubang. Pengendalian: dilakukan secara non kimiawi dan secara
kimiawi.

3) Tungau

Binatang kecil berwarna merah agak kekuningan/kehijauan berukuran kecil


mengisap cairan tanaman, membela diri dengan menggigit dan menyengat.
Tandanya, tampak jaring-jaring sarang binatang ini di bawah permukaan daun,
warna dedaunan akan pucat. Pengendalian: dilakukan secara non-kimiawi dan
dengan pestisida.

4) Ulat tanah

Berwarna hitam berbintik-bintik/bergaris-garis, panjang tubuh 2-5 cm, aktif


merusak dan bergerak pada malam hari. Menyerang daun, terutama tunas-tunas
muda, ulat dewasa memangsa pangkal tanaman. Pengendalian: (1) penanaman
secara serempak pada daerah yang berdekatan untuk memutus siklus hidup
hama dan pemberantasan sarang ngengat disekitarnya; (2) pengendalian secara
kimiawi, dengan obat-obatan sesuai dengan aturan penanaman buah semangka.

5) Kutu putih dan Lalat buah

Ciri-ciri mempunyai sayap yang transparan berwarna kuning dengan bercak-


bercak dan mempunyai belalai. Tanda-tanda serangan : terdapat bekas luka pada
kulit buah (seperti tusukan belalai), daging buah beraroma sedikit masam dan
terlihat memar. Pengendalian : dilakukan secara non kimiawi (membersihkan
lingkungan terutama pada kulit buah, tanah bekas hama dibalikan dengan
dibajak/dicangkul). Secara kimiawi : dengan obat-obatan.

7.2. Penyakit

1) Layu Fusarium

Penyebab: lingkungan/situasi yang memungkinkan tumbuh jamur (hawa yang


terlalu lembab). Gejala: timbul kebusukan pada tanaman yang tadinya lebat dan
subur, lambat laun akan. Pengendalian: (1) secara non kimiawi dengan pergiliran
masa tanam dan menjaga kondisi lingkungan, menanam pada areal baru yang
belum ditanami, atau menanam benih yang sudah direndam obat; (2) secara
kimiawi dilakukan penyemprotan bahan fungisida secara periodik.

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Bercak daun

Penyebab: spora bibit penyakit terbawa angin dari tanaman lain yang terserang.
Gejala: permukaan daun terdapat bercak-bercak kuning dan selanjutnya menjadi
coklat akhirnya mengering dan mati, atau terdapat rumbai-rumbai halus berwarna
abu-abu/ungu. Pengendalian: (1) secara non kimiawi seperti pada penyakit layu
fusarium; (2) tanaman disemprot dengan fungisida yang terdiri dari Dithane M 45
dosis 1,8-2,4 gram/liter; Delsene MX 200 dengan dosis 2-4 gram/liter, Trimoltix 65
Wp dosis 2-3 gram/liter dan Daconil 75 Wp dosis 1-1,5 gram/liter.

3) Antraknosa

Penyebab: seperti penyakit layu fusarium. Gejala: daun terlihat bercak-bercak


coklat yang akhirnya berubah warna kemerahan dan akhirnya daun mati. Bila
menyerang buah, tampak bulatan berwarna merah jambu yang lama kelamaan
semakin meluas. Pengendalian: (1) dilakukan secara non kimia sepeti
pengendalian penyakit layu fusarium; (2) menggunakan fungisida Velimex 80 WP
dosis 2-2,5 gram/liter air.

4) Busuk semai

Menyerang pada benih yang sedang disemaikan. Gejala: batang bibit berwarna
coklat, merambat dan rebah kemudian mati. Pengendalian: benih direndam di
dalam obat Benlate 20 WP dosis 1-2 gram/liter air dan Difolathan 44 FF dosis 1-2
cc/liter air.

5) Busuk buah

Penyebab: jamur/bakteri patogen yang menginfeksi buah menjelang masak dan


aktif setelah buah mulai dipetik. Pengendalian: hindari dan cegah terjadinya
kerusakan kulit buah, baik selama pengangkutan maupun penyimpanan,
pemetikan buah dilakukan pada waktu siang hari tidak berawan/hujan.

6) Karat daun

Penyebab: virus yang terbawa oleh hama tanaman yang berkembang pada daun
tanaman. Gejala: daun melepuh, belang-belang, cenderung berubah bentuk,
tanaman kerdil dan timbul rekahan membujur pada batang. Pengendalian: sama
seperti penyakit layu fusarium. Belum ditemukan obat yang tepat, sehingga
tanaman yang terlanjur terkena harus, supaya tidak menular pada tanaman sehat.

7.3. Gulma

Selain gangguan oleh hama dan penyakit, gangguan juga disebabkan


kekurangan/kelebihan unsur hara yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Pohon semangka yang kekurangan dan kelebihan unsur
hara tersebut, menderita akibat adanya gulma (tanaman pengganggu).

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen setelah 70-100 hari setelah penanaman. Ciri-cirinya: setelah terjadi
perubahan warna buah, dan batang buah mulai mengecil maka buah tersebut bisa
dipetik (dipanen). Masa panen dipengaruhi cuaca, dan jenis bibit (tipe hibrida/jenis
triploid, maupun jenis buah berbiji).

8.2. Cara Panen

Dalam pemetikan buah yang akan dipanen sebaiknya dilakukan pada saat cuaca
cerah dan tidak berawan sehingga buah dalam kondisi kering permukaan kulitnya,
dan tahan selama dalam penyimpananan ataupun ditangan para pengecer.
Sebaiknya pemotongan buah semangka dilakukan beserta tangkainya.

8.3. Periode Panen

Panen dilakukan dalam beberapa periode. Apabila buah secara serempak dapat
dipanen secara sekaligus, tetapi apabila tidak bisa bersamaan dapat dilakukan 2 kali.
Pertama dipetik buah yang sudah tua, ke-dua semuanya sisanya dipetik semuanya
sekaligus. Ke-tiga setelah daun-daun sudah mulai kering karena buah sudah tidak
dapat berkembang lagi maka buah tersebut harus segera dipetik.

8.4. Prakiraan Produksi

Hasil produksi dari masing-masing pohon semangka perlu diadakan pembatasan


hasil buahnya, sehingga dapat diperkirakan jumlah produksinya. Secara wajar,
jumlah buah berkisar antara 2-3 buah setiap pohon (1 buah pada cabang pohon dan
2 buah pada batang utama dari pohon), dengan berat buahnya ± 6-8 kg per pohon.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Pengumpulan hasil panen sampai siap dipasarkan, harus diusahakan sebaik


mungkin agar tidak terjadi kerusakan buah, sehingga akan mempengaruhi mutu
buah dan harga jualnya. Mutu buah dipengaruhi adanya derajat kemasakan yang
tepat, karena akan mempengaruhi mutu rasa, aroma dan penampakan daging buah,
dengan kadar air yang sempurna.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Penggolongan ini biasanya tergantung pada pemantauan dan permintaan pasaran.


Penyortiran dan penggolongan buah semangka dilakukan dalam beberapa klas
antara lain:
1) Kelas A: berat ≥ 4 kg, kondisi fisik sempurna, tidak terlalu masak.
2) Kelas B: berat ± 2-4 kg, kondisi fisik sempurna, tidak terlalu masak.
3) Kelas C: berat < 2 kg, kondisi fisik sempurna, tidak terlalu masak.

9.3. Penyimpanan

Penyimpanan buah semangka di tingkat pedagang besar (sambil menunggu harga


lebih baik) dilakukan sebagai berikut:
1) Penyimpanan pada suhu rendah sekitar 4,4 derajat C, dan kelembaban udara
antara 80-85%;
2) Penyimpanan pada atmosfir terkontrol (merupakan cara pengaturan kadar O2 dan
kadar CO2 dengan asumsi oksigen atau menaikan kadar karbon dioksida (CO2),
dapat mengurangi proses respirasi;
3) Penyimpanan dalam ruang tanpa pengatur suhu: merupakan penyimpanan jangka
pendek dengan cara memberi alas dari jerami kering setebal 10-15 cm dengan
disusun sebanyak 4-5 lapis dan setiap lapisnya diberi jerami kering.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Di dalam mempertahankan mutu buah agar kondisi selalu baik sampai pada tujuan
akhir dilakukan pengemasan dengan proses pengepakan yang secara benar dan
hati-hati.
1).Menggunakan tempat buah yang standar untuk mempermudah pengangkutan.
2).Melindungi buah saat pengangkutan dari kerusakan mekanik dapat dihindari.
3).Dibubuhi label pada peti kemas terutama tentang mutu dan berat buah.

9.5. Penanganan Lain

Pemasaran merupakan salah satu faktor penting, maka perlu diperhatikan nilai harga
dan jalur-jalur pemasaran mulai dari produsen (petani) sampai konsumen. Semakin
cepat dikonsumsi semakin tinggi harga jualnya. Pemasaran biasa dilakukan melalui
sistem borongan dengan harga yang lebih rendah, atau melalui beberapa tahapan
(seperti produsen, pengumpul, pengecer).

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya tanaman semangka dengan luas 1 hektar permusim


tanam (4 bulan) di daerah Jawa Barat tahun 1999.

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

1) Biaya produksi
1. Lahan
- Sewa lahan 1 ha per musim tanam Rp. 800.000,-
- Pembuatan bedengan 50 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 350.000,-
- Pupuk kotoran ayam 9 ton @ Rp. 75.000,- Rp. 675.000,-
- Dolomit 500 kg @ Rp. 250 Rp. 125.000,-
- Mulsa plastik 100 kg @ Rp. 7.500,- Rp. 750.000,-
- Pupuk kandang dan dolomit 11 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 77.000,-
2. Persemaian
- Benih semangka biji 20 gr 2 pak @ Rp. 20.000,- Rp. 40.000,-
- Benih semangka tanpa biji 200 gram 10 pak Rp. 800.000,-
- Polybang semai 3 kg @ Rp. 10.000,- Rp. 30.000,-
- Plastik transparan 20m @ Rp. 1.500,-,- Rp. 30.000,-
- Tenaga persemaian 12 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 60.000,-
3. Kebutuhan pupuk
- Urea 210 kg @ Rp.1.500,- Rp. 315.000,-
- ZA 520 kg @ Rp. 1.500,-,- Rp. 780.000,-
- TSP 140 kg @ Rp. 1.800,-,- Rp. 252.000,-
- KC1 455 kg @ Rp. 1.650,-,- Rp. 750.750,-
- Pupuk susulan NPK 60 kg @ Rp 2.400,- Rp. 144.000,-
4. Penanaman
- Penebaran pupuk dan mulsa plastik 40 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-
- Furadan 10 kg @ Rp. 6.500,- Rp. 65.000,-
- Pindah tanam 23 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 161.500,-
5. Pemeliharaan
- Pengairan 14 HKP @ Rp. 7.000 Rp. 98.000,-
- Pengukuran ranting 9 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 63.000,-
- Pemupukan susulan dan penyemprotan 33 HKP @ Rp. 7.000 Rp. 231.000,-
- Penyerbukan 27 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 189.000,-
- Seleksi buah 8 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 56.000,-
- Pembalikan tanah 10 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 70.000,-
- Pemangkasan ranting 12 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 84.000,-
6. Tenaga kerja
- Tenaga jaga kebun 10 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 70.000,-
7. Pembuatan gubug 1 lokasi @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
8. Panen dan pascapanen 22 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 7.600.250,-

2) Pendapatan
1. Semangka tanpa biji (22.872 kg x Rp.525,-) Rp. 12.007.800,-
2. Semangka berbiji (2.977 kg x Rp. 475,-) Rp. 1.414.075,-
Jumlah pendapatan Rp. 13.421.875,-

3) Keuntungan per hektar (dalam 1 musim) Rp. 5.821.625,-


Keuntungan per bulan Rp. 1.455.406,25

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

4) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio pendapatan dan biaya: B/C ratio = 1,76

Berdasarkan analisis kelayakan usaha tani diperoleh B/C ration = 1,76 berarti
dengan biaya produksi yang dikeluarkan sebesar 3.699.750 akan memperoleh
pendapatan 1,76 kali lipat.

10.2. Gambaran Peluang Agrobisnis

Teknik budidaya semangka secara konvensional telah dipahami. Akan lebih


sempurna bila diketahui pula nilai ekonominya. Hal ini penting untuk mengetahui
tingkat kelayakan usaha yang menyangkut biaya produksi dan pendapatan dalam
setiap hektarnya. Selain petani dapat memperkirakan luas areal penanaman
semangka yang dikehendaki, juga akan diusahakan sesuai modal yang dimiliki.

Untuk mendukung perhitungan analisis usaha tani semangka konvensional ada


beberapa hal yang perlu dikemukakan antara lain:
a) Tanaman semangka dibudidayakan secara monokultur dengan jarak tanam 5.0 m
x 0,8 m sehingga populasi tanaman setiap hektar mencapai 3.500 tanaman.
b) Varietas tanaman semangka yang dibudidayakan merupakan jenis unggul (F1
hibrid), yakni varietas mindful.
c) Di lokasi penanaman terdapat diesel air sebagai sumber air apabila diperlukan.
d) Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yakni tenaga kerja pria (HKP) dan tenaga
kerja wanita (HKW), dengan ongkos tenaga kerja pria lebih tinggi dari pada tenaga
kerja wanita, dengan jam kerja/hari : 8 jam.
e) Budidaya semangka dilakukan pada musim kemarau (Maret-September).

Analisis biaya dan pendapatan ini tidak bersifat tetap, tergantung pada besarnya
sewa lahan, upah pekerja, fluktuasi harga saprodi,dan harga produksi buah yang
didapatkan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, khususnya petani


semangka, Pemerintah menetapkan kebijaksanaan dalam memilih urutan jenis
tanaman pertanian/hortikultura. Dalam ruang lingkup berikut telah disusun beberapa
pedoman sebagai berikut:
a) Mengutamakan jenis tanaman semangka yang bernilai ekonomi tinggi, untuk
meningkatkan pendapatan petani semangka, baik untuk konsumsi dalam maupun
luar negeri.
b) Mengutamakan jenis tanaman yang dapat memberi kesempatan tenaga kerja
lebih banyak.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Mengutamakan jenis tanaman semangka yang mempunyai prospek pasar dan


pemasaran yang baik.
d) Mengutamakan jenis tanaman semangka yang dapat mempertinggi nilai gizi
masyarkat.

11.2. Diskripsi

Berdasarkan uraian diatas, tanaman semangka merupakan salah satu tanaman


prioritas utama yang perlu mendapatkan perhatian diantara tanaman-tanaman
hortikultura. Buah semangka mempunyai harga yang relatif lebih tinggi dibanding
tanaman hortikultura pada umumnya. Hal ini memberi banyak keuntungan kepada
petani atau pengusaha pertanian tanaman semangka. Dan ini memungkinkan
adanya perbaikan tata perekonomian Indonesia, khususnya dari bidang pertanian.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Untuk klasifikasi standar mutu dan syarat produk yang berlaku dipasaran maka kita
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Semangka yang diproduksi harus diberi merek, yaitu dengan menempelkan stiker
pada buah;
b) Kepercayaan yang telah diberikan oleh pelanggan harus dijaga;
c) Pangsa pasar harus diperkuat, dan kontinuitas (keberlanjutan) produksi semangka
harus dijaga;
d) Buah semangka yang berkualitas (kelas M1) harus dikemas sedemikian rupa
untuk memberikan kepuasan pelanggan.

11.4. Pengambilan Contoh

Dalam pengambilan contoh untuk penanganan produksi selanjutnya, umur


semangka kurang lebih 56–65 HST, buah semangka yang berukuran besar
mempunyai berat rata-rata 2,5 kg, ukuran sedang 1,0–2,5 kg, dan ukuran kecil berat
buah sekitar 400 gram.

11.5. Pengemasan

Untuk pengemasan yang standar dapat menggunakan kotak kayu atau dapat juga
menggunakan rajutan benang yang mirip dengan jala. Dengan kemasan rajutan
benang akan lebih terjamin dibanding dengan menggunakan kotak kayu.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) BUDI SAMADI (1996). Semangka Tanpa Biji. Yogyakarta, Kanisius. 76 halaman.
2) WIHARDJO, Suwandi. (1993). Bertanam Semangka. Yogyakarta, Kanisius, 107
halaman.

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) WINARTI, M.G. (1992). Pengaruh Pupuk dan OST Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman semangka (Citrulus Vulgaris Schrd)
4) Matarani, Jawaller. (1997). Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Kompos Terhadap
Pertumbuhan dan Produjsi Semangka. Media Unika.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

KETELA POHON / SINGKONG


( Manihot utilissima Pohl )

1. SEJARAH SINGKAT
Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi
kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari
negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika,
Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang
terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.

Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca,
Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2,
Malang 1, Malang 2, dan Andira 4

Hal. 1/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3. MANFAAT TANAMAN
Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras
dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki protein
cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya
bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai
kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon
dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain
itu digunakan pula pada industri obat-obatan.

4. SENTRA PENANAMAN
Di dunia ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negara-
negara sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra
utama ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500
mm/tahun.
b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C. Bila
suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit
terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari
terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.

5.2. Media Tanam

a) Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur
remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik.
Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih
mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon
yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro
maupun mikronya.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol,
podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar
antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH

Hal. 2/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral
bagi suburnya tanaman ketela pohon.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–700 m
dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu
dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Bibit

Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12 bulan).
b) Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta
seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus.
d) Belum tumbuh tunas-tunas baru.

2) Penyiapan Bibit

Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:


a) Bibit berupa stek batang.
b) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah.
c) Setelah stek terpilih kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah antara
25–30 batang stek.
d) Semua ikatan stek yang dibutuhkan, kemudian diangkut ke lokasi penanaman.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:


a) Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, pH
meter dan cairan pH tester.
b) Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan ditanami
untuk mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan organik.
c) Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen. Hal ini perlu
diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan dengan tanaman

Hal. 3/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

lainnya (tumpang sari), sehingga sekaligus dapat memproduksi beberapa


variasi tanaman yang sejenis.
d) Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan setiap petani
ketela pohon. Pengaturan volume produksi penting juga diperhitungkan karena
berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat panen dan pasar. Apabila
pada saat panen nantinya harga akan anjlok karena di daerah sentra
penanaman terjadi panen raya maka volume produksi diatur seminimal
mungkin.

2) Pembukaan dan Pembersihan Lahan

Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam
gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan
pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada.
Pembajakan dilakukan dengan hewan ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun
dengan mesin traktor.

Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau, pada tanah tegalan
yang arealnya relatif lebih sempit oleh alat bajak dan alat garu sampai tanah siap
untuk ditanami.

3) Pembentukan Bedengan

Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian. Bedengan
atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai dengan ukuran
yang dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk memudahkan
dalam pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar maupun
sehatnya pertumbuhan tanaman.

4) Pengapuran

Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat


masam/tanah gembut, perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang digunakan
adalah kapur kalsit/kaptan (CaCO3). Dosis yang biasa digunakan untuk
pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran diberikan pada waktu pembajakan
atau pada saat pembentukan bedengan kasar bersamaan dengan pemberian
pupuk kandang.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan
tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau
setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan pada pola

Hal. 4/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 X 100 cm, 100 X 60 cm atau 100 X
40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari bisa dengan jarak tanam 150
X 100 cm atau 300 X 150 cm.

2) Cara Penanaman

Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek ketela pohon
kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian stek
tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek ditanam
dangkal saja.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman

Untuk bibit yang mati/abnormal segera dilakukan penyulaman, yakni dengan cara
mencabut dan diganti dengan bibit yang baru/cadangan. Bibit atau tanaman muda
yang mati harus diganti atau disulam. Pada umumnya petani maupun pengusaha
mengganti tanaman yang mati dengan sisa bibit yang ada. Bibit sulaman yang
baik seharusnya juga merupakan tanaman yang sehat dan tepat waktu untuk
ditanam. Penyulaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca tidak
terlalu panas. Waktu penyulaman adalah minggu pertama dan minggu kedua
setelah penanaman. Saat penyulaman yang melewati minggu ketiga setelah
penanaman mengakibatkan perbedaan pertumbuhan yang menyolok antara
tanaman pertama dan tanaman sulaman.

2) Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman


liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim
penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.

3) Pembubunan

Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman


dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan
dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar
tanaman Ketela pohon terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga
perlu dilakukan pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.

4) Perempelan/Pemangkasa

Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas


karena minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini
agar batang pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam
mendatang.

Hal. 5/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5) Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K


dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk
tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan
dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis
N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.

6) Pengairan dan Penyiraman

Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan hendaknya
selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering perlu
dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat. Pengairan
dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram langsung akan tetapi
cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik digunakan adalah sistem
genangan sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan.
Pengairan dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali dan untuk
seterusnya diberikan berdasarkan kebutuhan.

7) Waktu Penyemprotan Pestisida

Jenis dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Penyemprotan


pestisida paling baik dilakukan pada pagi hari setelah embun hilang atau pada
sore hari. Dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama dan penyakit, baca
dengan baik penggunaan dosis pada label merk obat yang digunakan. Apabila
hama dan penyakit menyerang dengan ganas maka dosis pestisida harus lebih
akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena serangga yang
menguntungkan dapat ikut mati.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman. Gejala: tanaman mati pada yg usia muda,
karena akar batang dan umbi dirusak. Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan
organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.

b) Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)


Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun
tersebut. Gejala: daun akan menjadi kering. Pengendalian: menanam varietas
toleran dan menyemprotkan air yang banyak.

Hal. 6/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.2. Penyakit

a) Bercak daun bakteri


Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG . Gejala:
bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun
kering dan akhirnya mati. Pengendalian: menanam varietas yang tahan,
memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran
tanaman dan sanitasi kebun

b) Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)


Ciri: hidup di daun, akar dan batang. Gejala: daun yang mendadak jadi layu
seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan
seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan
tanaman yang sakit berat.

c) Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)


Penyebab: cendawan yang hidup di dalam daun. Gejala: daun bercak-bercak
coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang
tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.

d) Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)


Penyebab: cendawan yang hidup pada daun. Gejala: adanya bercak kecil dan
titik-titik, terutama pada daun muda. Pengendalian: memperlebar jarak tanam,
mengadakan sanitasi kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .

7.3. Gulma

Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur


dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat menekan
pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di parit/got dan lubang
penanaman.

Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas dengan cara
manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim tanam. Penyiangan
dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan
herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus
dilakukan dengan hati-hati.

Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang
penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai
yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput
grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput
sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan

Hal. 7/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida


berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Ketela pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang.
Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen tanaman ketela
pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9–12 bulan untuk
varietas Dalam.

8.2. Cara Panen

Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal
diambil dengan cangkul atau garpu tanah.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya dapat dilakukan pada
saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi ketela pohon dapat
dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat.
Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit
umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta
bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.

9.3. Penyimpanan

Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar ketela pohon
tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan disimpan.
b) Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan daun nangka
atau daun ketela pohon itu sendiri.

Hal. 8/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

c) Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara berlapis
kemudian masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di
atas atau jerami.
d) Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai lubang
permukaan tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini
cukup awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

Pengemasan umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan
selama dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap
segar. Khusus untuk pemasaran antar pulau maupun diekspor, biasanya umbi ketela
pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau dijadikan tepung tapioka. Kemasan
selanjutnya dapat disimpan dalam karton ataupun plastik-plastik dalam pelbagai
ukuran, sesuai permintaan produsen.

Setelah dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
gaplek ataupun tapioka diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional maupun
modern ke pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya singkong seluas 1 hektar pola monokultur dalam satu
musim tanam (8 bulan), dengan jarak tanam 100 X 100 cm (populasi + 9.998
tanaman) untuk daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah:

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan per musim (lahan kering) Rp. 500.000,-
2. Bibit + 11.000 stek @ Rp 30,- Rp. 330.000,-
3. Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp 1.000,- Rp. 200.000,-
- TSP: 100 kg @ Rp 1.800,- Rp. 180.000,-
- KCl: 200 kg @ Rp 1.650,- Rp. 330.000,-
4. Pestisida: 2 kg (liter) @ Rp 50.000,- Rp. 100.000,-
5. Pajak dan peralatan Rp. 300.000,-
6. Tenaga kerja
- Pengolahan lahan 70 HKP @ Rp 10.000,- Rp. 700.000,-
- Penanaman 5 HKP + 10 HKW Rp. 125.000,-
- Pemupukan 10 HKP +25 HKW Rp. 287.500,-
- Penyiangan dan pembubunan 20 HKP + 20 HKW Rp. 350.000,-
7. Panen dan pasca panen Rp. 250.000,-

Hal. 9/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Jumlah biaya produksi Rp. 3.652.500,-

b) Pendapatan 30.000 kg @ Rp 125,- Rp. 4.500.000,-

c) Keuntungan Rp. 847.500,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio Output/Input = 1,232

Catatan : HKP (Hari Kerja Pria); HKW (Hari Kerja Wanita)

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Di pasar Indonesia, produksi Ketela pohon rata-rata mencapai 8,24 ton/ha (data
tahun 1969-1978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha.

Peningkatan produksi umbi ketela pohon kurun waktu 1988-1992 terjadi karena
adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian, rata-rata
produktivitas usaha tani ketela pohon ditingkat petani (3 ton/ha) masih lebih rendah
dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha). Luas panen komoditas ketela
pohon yang cenderung terus menurun selama kurun waktu tersebut ternyata tidak
berpengaruh terhadap produksi total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas
panen per tahun masih tersebar di Pulau Jawa.

Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ketela pohon Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor ketela
pohon adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah tersebut sudah
menjadi 500 ton. Permintaan ketela pohon dalam bentuk tapioka maupun gaplek
pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini
merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk usaha agribisnis ketela pohon.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara
uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk tapioka.

11.2. Diskripsi

Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-345-1994.

Hal. 10/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Syarat mutu terdiri dari dua bagian :


a) Syarat organoleptik
1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam.
3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.

b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
2. Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
3. Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu
III=0,60.
4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu
III=92.
5. Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
7. Cemaran logam: ** OH/100 gram
- Timbal (Pb) (mg/kg): mutu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.
- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.
8. Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.
9. Cemara Mikroba:**
- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x100; mutu
I=1,0x100; mutu III=1,0x100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0x104 ; mutu II=1,0x104; mutu
III=1,0x104.

Keterangan:
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
1. Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam ketela pohon
dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
2. Kadar abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar pada suhu 500
derajat C yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
3. Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan dinyatakan dalam
persen berat bahan.
4. Benda asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil, logam-logam kecil) yang
tercampur pada ketela pohon, dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
5. Derajat putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada ketela pohon yang
dibandingkan dengan derajat putih BaSO4 = 100 % dinyatakan dalam angka.
6. Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan ketela pohon dinyatakan
dengan derajat Elger.

Hal. 11/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7. Derajat asam ialah derajat asam pada ketela pohon yang dinyatakan dalam
mililiter per gram.

Untuk mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus
dilakukan pengujian mutu singkong yang diantaranya adalah :
a) Kadar air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan dalam cawan
porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105 ± 1 derajat C
selama 5 jam. Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar, lalu
timbang. Panaskan lagi 30 menit lalu dinginkan dalam eksikator. Ulangi
pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat antara 2 penimbangan
berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
b) Kadar abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan porselen,/silika/platina yang
sudah ditimbang beratnya. Pijarkan cawan berisi contoh diatas pembakar mecer
kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil lalu api dibesarkan sampai terjadi perubahan
contoh menjadi arang. Sempurnakan pemijaran arang didalam tanur pada suhu
580-620 derajat C sampai menjadi abu. Pindahkan cawan dalam tanur kedalam
oven pada pada suhu sekitar 100 derajat C, selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi
abu dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar antara 15-30 derajat C, lalu
timbang. Ulangi pengerjaan pemijaran dan pendinginan, sehingga diperoleh
perbedaan berat antara dua pertimbangan berturut-turut lebih kecil daripada 0,001
gram.
c) Kadar serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang telah
dikeringkalalu dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam sulfat encer
1,25% yang telah dididih sebanyak 200 ml, pasangkan segera labu dengan
pendingin balik yang dialiri air. Panaskan abu hingga mendidih selama 30 menit,
pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan agar semua contoh terasam dan
tidak terjadi gosong pada dinding dalam labu. Tanggalkan labu, lalu saring dengan
kain halus 18 serat/cm yang dipasang pada corong penyaring. Cuci residu dengan
air mendidih sampai filtrat bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida
lalu pindahkan residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu selama 30
menit, lalu tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring kemudian cuci
residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral. Pindahkan residu
kedalam cawan Gooch yang telah dilapisi serat asbes dibantu pompa air, cuci
residu dengan air panas dan dibilas dengan 15 ml etil alkohol 95 %. Keringkan
cawan dan isinya pada suhu 104-106 derajat C dalam oven, kemudian dinginkan
hingga tercapai suhu kamar, lalu ditimbang. Ulangi pengeringan dan penurunan
suhu dalam eksikator 2-3 kali masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot
tetap. Pijarkan cawan gooch dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai
menjadi abu lalu tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30 menit,
dinginkan dalam eksikator sampai suhu kamar, lalu timbang. Ulangi pengeringan
dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali, masing masing 30 menit hingga
diperoleh bobot tetap (W2).
d) Derajat Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan reflaktan pada
skala 100, lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
e) Derajat kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam gelas piala
(500 ml) lalu tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah dinetralkan dengan

Hal. 12/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

indikator phenol ptalein, lalu kocok selama 1 jam pada alat penggosok mekanik
natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan cepat melalui kertas saring kering, pipet
50 ml saring, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titar saringan dengan
larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan indikator phenol ptalein.
f) Cemaran logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml H2SO4, 0,5
gram KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet hilang. Tamabah
0,2 gram KMn04 dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5 gram. Didihkan
kembali selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan Hydroxylamine Hydrochoride
samapi warna hilang, setelah itu tambahkan 1 ml Hydroxylamine hydrochoride dan
2 ml asam asetan, pindahkan larutan kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml
larutan Dhitizone, kocok selama 2 menit. Pindahkan lapisan chloroform ke dalam
corong pemisah yang mengandung 25 ml NH40H kemudian kocok, cuci dengan
10 ml H2S04 IN dan buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2 3H20 dalam
air, tambahkan 5 ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil 1
ml diencerkan menjadi 100 ml.

Sedangkan cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total, bakteri
coliform dan eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994, tapioka.

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.

11.5. Pengemasan

Tapioka dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik, bersih,
cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi paling banyak
untuk karung blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum 100 kg/bersih.

Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiortir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.

Hal. 13/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


a) Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
b) Danarti dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
c) Rahmat Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 14/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

STROBERI
( Fragaria chiloensis L. / F. vesca L. )

1. SEJARAH SINGKAT
Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di
Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L
menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain,
yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini
pula yang pertama kali masuk ke Indonesia.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman stroberi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragaria spp.

Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari
persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. chiloensis L.
var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrid yang merupakan
stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne.

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Varitas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia adalah Osogrande,


Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Bogota, Elvira, Grella dan Red Gantlet. Di
Cianjur ditanam varitas Hokowaze asal Jepang yang cepat berbuah. Petani
Lembang (Bandung) yang sejak lama menanam stroberi, menggunakan varitas lokal
Benggala dan Nenas yang cocok untuk membuat makanan olahan dari stroberi
seperti jam.

3. MANFAAT TANAMAN
Buah stroberi dimanfaatkan sebagai makanan dalam keadaan segar atau olahannya.
Produk makanan yang terbuat dari stroberi telah banyak dikenal misalnya sirup, jam,
ataupun stup (compote) stroberi.

4. SENTRA PENANAMAN
Dapat dikatakan bahwa budidaya stroberi belum banyak dikenal dan diminati.
Karena memerlukan temperatur rendah, budidaya di Indonesia harus dilakukan di
dataran tinggi. Lembang dan Cianjur (Jawa Barat) adalah daerah sentra pertanian di
mana petani sudah mulai banyak membudidayakan stroberi. Dapat dikatakan bahwa
untuk saat ini, kedua wilayah tersebut adalah sentra penanaman stroberi.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

1) Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600-
700 mm/tahun.
2) Lamanya penyinaran cahaya matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
adalah 8–10 jam setiap harinya.
3) Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran
tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20 derajat C.
4) Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi antara 80-
90%.

5.2. Media Tanam

1) Jika ditanam di kebun, tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir, subur,
gembur, mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara baik.
2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang ideal untuk budidaya stroberi di kebun
adalah 5.4-7.0, sedangkan untuk budidaya di pot adalah 6.5–7,0.

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Jika ditanam dikebun maka kedalaman air tanah yang disyaratkan adalah 50-100
cm dari permukaan tanah. Jika ditanam di dalam pot, media harus memiliki sifat
poros, mudah merembeskan airdan unsur hara selalu tersedia.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1.000-1.500 meter
dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Stroberi diperbanyak dengan biji dan bibit vegetatif (anakan dan stolon atau akar
sulur). Adapun kebutuhan bibit per hektar antara 40.000-83.350.

1) Perbanyakan dengan biji


1. Benih dibeli dari toko pertanian, rendam benih di dalam air selama 15 menit lalu
keringanginkan.
2. Kotak persemaian berupa kotak kayu atau plastik, diisi dengan media berupa
campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (kompos) halus yang bersih (1:1:1).
Benih disemaikan merata di atas media dan tutup dengan tanah tipis. Kotak
semai ditutup dengan plastik atau kaca bening dan disimpan pada temperatur
18-20 derajat C.
3. Persemaian disiram setiap hari, setelah bibit berdaun dua helai siap
dipindahtanam ke bedeng sapih dengan jarak antar bibit 2-3 cm. Media tanam
bedeng sapih sama dengan media persemaian. Bedengan dinaungi dengan
plastik bening. Selama di dalam bedengan, bibit diberi pupuk daun. Setelah
berukuran 10 cm dan tanaman telah merumpun, bibit dipindahkan ke kebun.

2) Bibit vegetatif untuk budidaya stroberi di kebun


Tanaman induk yang dipilih harus berumur 1-2 tahun, sehat dan produktif.
Penyiapan bibit anakan dan stolon adalah sebagai berikut:
1. Bibit anakan
Rumpun dibongkar dengan cangkul, tanaman induk dibagi menjadi beberapa
bagian yang sedikitnya mengandung 1 anakan. Setiap anakan ditanam dalam
polibag 18 x 15 cm berisi campuran tanah, pasir dan pupuk kandang halis
(1:1:1), simpan di bedeng persemaian beratap plastik.
2. Bibit stolon
Rumpun yang dipilih telah memiliki akar sulur pertama dan kedua. Kedua akar
sulur ini dipotong. Bibit ditanam di dalam atau polibag 18 x 15 cm berisi
campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1). Setelah tingginya 10 cm dan
berdaun rimbun, bibit siap dipindahkan ke kebun.

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

3) Bibit untuk budidaya stroberi di polibag


Pembibitan dari benih atau anakan/stolon dilakukan dengan cara yang sama,
tetapi media tanam berupa campuran gabah padi dan pupuk kandang (2:1).
Setelah bibit di persemaian berdaun dua atau bibit dari anakan/stolon di polibag
kecil (18 x15) siap pindah, bibit dipindahkan ke polibag besar ukuran 30 x 20 cm
berisi media yang sama. Di polibag ini bibit dipelihara sampai menghasilkan.

5.2. Pengolahan Media Tanam

1) Budidaya di Kebun Tanpa Mulsa Plastik

a) Di awal musim hujan, lahan diolah dengan baik sedalam 30-40 cm.
b) Keringanginkan selama 15-30 hari.
c) Buat bedengan: lebar 80 x 100 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan
dengan lahan, jarak antar bedengan 40 x 60 cm atau guludan: lebar 40 x 60
cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar guludan 40
x 60 cm.
d) Taburkan 20-30 ton/ha pupuk kandang/kompos secara merata di permukaan
bedengan/ guludan.
e) Biarkan bedengan/guludan selama 15 hari.
f) Buat lubang tanam dengan jarak 40 x 30 cm, 50 x 50 cm atau 50 x 40 cm.

2) Budidaya di Kebun Dengan Mulsa Plastik.

a) Di awal musim hujan, lahan diolah dengan baik dan keringanginkan 15-30 hari.
b) Buatlah bedengan: lebar 80 x 120 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan
dengan lahan, jarak antar bedengan 60 cm atau guludan: lebar bawah 60 cm,
lebar atas 40 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak
antar bedengan 60 cm.
c) Keringanginkan 15 hari.
d) Taburkan dan campurkan dengan tanah bedengan/guludan 200 kg urea, 250
kg SP-36 dan 100 kg/ha KCl.
e) Siram hingga lembab.
f) Pasang mulsa plastik hitam atau hitam perak menutupi bedengan/guludan dan
kuatkan ujung-ujungnya dengan bantuan bambu berbentuk U.
g) Buat lubang di atas plastik seukuran alas kaleng bekas susu kental manis.
Jarak antar lubang dalam barisan 30, 40 atau 50 cm, sehingga jarak tanam
menjadi 40 x 30, 50 x 50 atau 50 x 40 cm.
h) Buat lubang tanam di atas lubang mulsa tadi.

3) Pengapuran

Bila tanah masam, 2-4 ton/ha kapur kalsit/dolomit ditebarkan di atas


bedengan/guludan lalu dicampur merata. Pengapuran dilakukan segera setelah
bedengan/guludan selesai dibuat.

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.3. Teknik Penanaman

1) Siram polybag berisi bibit dan keluarkan bibit bersama media tanamnya dengan
hati-hati.
2) Tanam satu bibit di lubang tanam dan padatkan tanah di sekitar pangkal batang.
3) Untuk tanaman tanpa mulsa, beri pupuk dasar sebanyak 1/3 dari dosis pupuk
anjuran (dosis anjuran 200 kg/ha Urea, 250 kg SP-36 dan 150 kg/ha KCl). Pupuk
diberikan di dalam lubang sejauh 15 cm di kiri-kanan tanaman.
4) Sirami tanah di sekitar pangkal batang sampai lembab.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman

Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 15 hari setelah tanam.


Tanaman yang disulam adalah yang mati atau tumbuh abnormal.

2) Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada pertanaman stroberi tanpa ataupun dengan mulsa


plastik. Mulsa yang berada di antara barisan/bedengan dicabut dan dibenamkan
ke dalam tanah. Waktu penyiangan tergantung dari pertumbuhan gulma, biasanya
dilakukan bersama pemupukan susulan.

3) Perempelan/Pemangkasan

Tanaman yang terlalu rimbun, terlalu banyak daun harus dipangkas.


Pemangkasan dilakukan teratur terutama membuang daun-daun tua/rusak.
Tanaman stroberi diremajakan setiap 2 tahun.

4) Pemupukan

a) Pertanaman tanpa mulsa: Pupuk susulan diberikan 1,5-2 bulan setelah tanam
sebanyak 2/3 dosis anjuran. Pemberian dengan cara ditabur dalam larikan
dangkal di antara barisan, kemudian ditutup tanah.
b) Pertanaman dengan mulsa: Pupuk susulan ditambahkan jika pertumbuhan
kurang baik. Campuran urea, SP-36 dan KCl (1:2:1,5) sebanyak 5 kg dilarutkan
dalam 200 liter air. Setiap tanaman disiram dengan 350-500 cc larutan pupuk.

5) Pengairan dan Penyiraman

Sampai tanaman berumur 2 minggu, penyiraman dilakukan 2 kali sehari. Setelah


itu penyiraman dikurangi berangsur-angsur dengan syarat tanah tidak mengering.
Pengairan bisa dengan disiram atau menjanuhi parit antar bedengan dengan air.

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Pemasangan Mulsa Kering

Mulsa kering dipasang seawal mungkin setelah tanam pada bedengan/ guludan
yang tidak memakai mulsa plastik. Jerami atau rumput kering setebal 3–5 cm
dihamparkan di permukaan bedengan/guludan dan antara barisan tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

1) Kutu daun (Chaetosiphon fragaefolii)

Kutu berwarna kuning-kuning kemerahan, kecil (1-2 mm), hidup bergerombol di


permukaan bawah daun. Gejala: pucuk/daun keriput, keriting, pembentukan
bunga/buah terhambat. Pengendalian: dengan insektisida Fastac 15 EC dan
Confidor 200 LC.

2) Tungau (Tetranychus sp. dan Tarsonemus sp.)

Tungau berukuran sangat kecil, betina berbentuk oval, jantan berbentuk agak segi
tiga dan telur kemerah-merahan. Gejala: daun berbercak kuning sampai coklat,
keriting, mengering dan gugur. Pengendalian: dengan insektisida Omite 570 EC,
Mitac 200 EC atau Agrimec 18 EC.

3) Kumbang penggerek bunga (Anthonomus rubi), kumbang penggerek akar


(Otiorhynchus rugosostriatus) dan kumbang penggerek batang (O. sulcatus).

Gejala: di bagian tanaman yang digerek terdapat tepung. Pengendalian: dengan


insektisida Decis 2,5 EC, Perfekthion 400 EC atau Curacron 500 EC pada waktu
menjelang fase berbunga.

4) Kutu putih (Pseudococcus sp.)

Gejala: bagian tanaman yang tertutupi kutu putih akan menjadi abnormal.
Pengendalian: kimia dengan insektisida Perfekthion 400 EC atau Decis 2,5 EC.

5) Nematoda (Aphelenchoides fragariae atau A. ritzemabosi)

Hidup di pangkal batang bahkan sampai pucuk tanaman. Gejala: tanaman tumbuh
kerdil, tangkai daun kurus dan kurang berbulu. Pengendalian: dengan nematisida
Trimaton 370 AS, Rugby 10 G atau Nemacur 10 G.

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

7.2. Penyakit

1) Kapang kelabu (Botrytis cinerea)

Gejala: bagian buah membusuk dan berwarna coklat lalu mengering.


Pengendalian: dengan fungisida Benlate atau Grosid 50 SD.

2) Busuk buah matang (Colletotrichum fragariae Brooks)

Gejala: bah masak menjadi kebasah-basahan berwarna coklat muda dan buah
dipenuhi massa spora berwarna merah jambu. Pengendalian: dengan fungisida
berbahan aktif tembaga seperti Kocide 80 AS, Funguran 82 WP, Cupravit OB 21.

3) Busuk rizopus (Rhizopus stolonifer).

Gejala: (1) buah busuk, berair, berwarna coklat muda dan bila ditekan akan
mengeluarkan cairan keruh; (2) di tempat penyimpanan, buah yang terinfeksi akan
tertutup miselium jamur berwarna putih dan spora hitam. Pengendalian:
membuang buah yang sakit, pasca panen yang baik dan budidaya dengan mulsa
plastik.

4) Empulur merah (Phytophthora fragariae Hickman)

Gejala: jamur menyerang akar sehingga tanaman tumbuh kerdil, daun tidak segar,
kadang-kadang layu terutama siang hari.

5) Embun tepung (Sphaetotheca mascularis atau Uncinula necator).

Gejala: bagian yang terserang, terutama daun, tertutup lapisan putih tipis seperti
tepung, bunga akan mengering dan gugur. Pengendalian: dengan fungisida
Benlate atau Rubigan 120 EC.

6) Daun gosong (Diplocarpon earliana atau Marssonina fragariae)

Gejala: Daun berbercak bulat telur sampai bersudut tidak teratur, berwarna ungu
tua. Pengendalian kimia dengan fungisida Dithane M-45 atau Antracol 70 WP.

7) Bercak daun

Penyebab: (1) Ramularia tulasnii atau Mycosphaerella fragariae, Gejala: bercak


kecil ungu tua pada daun. Pusat bercak berwarna coklat yang akan berubah
menjadi putih; (2) Pestalotiopsis disseminata, Gejala: bercak bulat pada daun.
Pusat bercak berwarna coklat fua dikelilingi bagian tepi berwarna coklat
kemerahan atau kekuningan, daun mudah gugur; (3) Rhizoctonia solani, Gejala:
bercak coklat-hitam besar pada daun. Pengendalian kimia dengan fungisida

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

bahan aktif tembaga seperti Funguran 82 WP, Kocide 77 WP atau Cupravit OB


21.

8) Busuk daun (Phomopsis obscurans).

Gejala: noda bula berwarna abu-abu dikelilingi warna merah ungu, kemudian
noda membentuk luka mirip huruf V. Pengendalian: dengan Dithane M-45,
Antracol 70 WP atau Daconil 75 WP.

9) Layu vertisillium (Verticillium dahliae)

Gejala: daun terinfeksi berwarna kekuning-kuningan hingga coklat, layu dan


tanaman mati. Pengendalian: melalui fumigasi gas dengan Basamid-G.

10) Virus

Ditularkan melalui serangga aphids atau tungau. Gejala: terjadi perubahan warna
daun dari hijau menjadi kuning (khlorosis) sepanjang tulang daun atau totol-totol
(motle), daun jadi keriput, kaku, tanaman kerdil. Pengendalian: menggunakan
bibit bebas virus, menghancurkan tanaman terserang, menyemprot pestisida
untuk mengendalikan serangga pembawa virus.

Pencegahan hama dan penyakit umumnya dapat dilakukan dengan menjaga


kebersihan kebun/tanaman, menanam secara serempak (untuk memutus siklus
hidup), menanam bibit yang sehat, memberikan pupuk sesuai anjuran sehingga
tanaman tumbuh sehat, melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan
keluarga Rosaceae dan memangkas bagian tanaman/mencabut tanaman yang sakit.
Membudidayakan stroberi dengan mulsa plastik juga akan menekan pertumbuhan
hama/penyakit. Khusus untuk penyakit, perbaikan drainase biasanya dapat
menurunkan serangan.

8. PANEN
Tanaman asal stolon dan anakan mulai berbung ketika berumur 2 bulan setelah
tanam. Bunga pertama sebaiknya dibuang. Setelah tanaman berumur 4 bulan,
bunga dibiarkan tumbuh menjadi buah. Periode pembungaan dan pembuahan dapat
berlangsung selama 2 tahun tanpa henti.

8.1. Ciri dan Umur Panen

1) Buah sudah agak kenyal dan agak empuk.


2) Kulit buah didominasi warna merah: hijau kemerahan hingga kuning kemerahan.
3) Buah berumur 2 minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah awal
pembentukan buah.

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

8.2. Cara Panen

Panen dilakukan dengan menggunting bagian tangkai bunga dengan kelopaknya.


Panen dilakukan dua kali seminggu.

7.3. Perkiraan Produksi

Produktivitas tanaman stroberi tergantung dari varietas dan teknik budidaya:


a) Varitas Osogrande: 1,2 kg/tanaman/tahun.
b) Varitas Pajero: 0,8 kg/tanaman/tahun.
c) Varitas Selva: 0,6-0,7 kg/tanaman/tahun.

Teknik budidaya stroberi dengan naungan UV memberikan hasil 1-1,25


kg/tanaman/tahun.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Buah disimpan dalam suatu wadah dengan hati-hati agar tidak memar, simpan di
tempat teduh atau dibawa langsung ke tempat penampungan hasil. Hamparkan buah
di atas lantai beralas terpal/plastik. Cuci buah dengan air mengalir dan tiriskan di
atas rak-rak penyimpanan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pisahkan buah yang rusak dari buah yang baik. Penyortiran buah berdasarkan pada
varietas, warna, ukuran dan bentuk buah. Terdapat 3 kelas kualitas buah yaitu:
a) Kelas Ekstra: (1) buah berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies; (2) warna
dan kematangan buah seragam.
b) Kelas I: (1) buah berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies; (2) bentuk dan
warna buah bervariasi.
c) Kelas II: (1) tidak ada batasan ukuran buah; (2) sisa seleksi kelas ekstra dan
kelas I yang masih dalam keadaan baik.

9.3. Pengemasan dan Penyimpanan

Buah dikemas di dalam wadah plastik transparan atau putih kapasitas 0,25-0,5 kg
dan ditutup dengan plastik lembar polietilen. Penyimpanan dilakukan di rak dalam
lemari pendingin 0-1 derajat C.

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya 1 hektar stroberi selama 2 tahun dengan jarak tanam 50
x 40 cm mengunakan mulsa plastik hitam perak (MPHP) di daerah Jawa Barat pada
tahun 1999.

1) Biaya produksi
1. Sewa tanah selama 2 tahun Rp. 5.000.000,-
2. Bibit 50.000 anakan @ Rp. 1.000,- Rp. 50.000.000,-
3. Pupuk dan kapur
- Pupuk kandang 30 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 4.500.000,-
- Urea: 2 x 200 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 600.000,-
- SP-36: 2 x 250 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 900.000,-
- KCl: 2 x 100 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 360.000,-
- Kapur: 4 ton @ Rp. 400.000 Rp. 1.600.000,-
- Pupuk daun: 20 kg @ Rp. 20.000 Rp. 400.000,-
4. Pestisida 20 kg Rp. 1.300.000,-
5. Peralatan dan bangunan
- Mulsa plastik 20 rol @ Rp. 300.000,- Rp. 6.000.000,-
- Alat pertanian Rp. 1.250.000,-
- Gubug 1 unit Rp. 1.000.000,-
6. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah, buat bedeng: 150 HKP @ Rp.7.500,- Rp. 1.125.000,-
- Pupuk, kapur dan pasang mulsa 50 HKP Rp. 375.000,-
- Penanaman 10 HKP + 30 HKW (@ Rp. 5.000) Rp. 225.000,-
- Pemeliharaan 2 tahun 80 HKP + 100 HKW Rp. 1.100.000,-
- Gaji pekebun 2 orang selama 2 tahun Rp. 12.000.000,-
7. Panen dan pascapanen
- Panen dan pasca panen 100 HKP + 200 HKW Rp. 1.750.000,-
8. Lain-lain : Pajak dan iuran Rp. 500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 89.985.000,-

2) Produksi 1 th/ha: 0,45 kg/tahun x 40.000 tanaman x Rp. 5.500,- Rp.198.000.000,-

3) Keuntungan selama 2 tahun Rp.108.015.000,-


Keuntungan per tahun Rp. 54.007.500,-

4) Parameter kelayakan usaha


1. Output/Input rasio (dalam 1 tahun) = 1,1

Keterangan: HKP Hari kerja Pria, HKW Hari kerja wanita.

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Buah stroberi enak rasanya, harum dan sangat menarik dipandang, jadi pertanaman
stroberi bisa atau berpotensi dijadikan kawasan agrowisata dimana pengunjung
dapat memetik langsung buah di bawah pengawasan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standard ini meliputi klasifikasi/penggolongan dan syarat mutu, cara pengambilan


contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Berdasarkan ukurannya, stroberi diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu:


Kelas AA: > 20 gram/buah
Kelas A : 11-20 gram/buah
Kelas B : 7-12 gram/buah
Kelas C1 : 7-8 gram/buah

Kualitas stroberi ditentukan oleh rasa (manis-agak asam-asam), kemulusan kulit dan
luka mekanis akibat benturan atau hama-penyakit.

11.4. Pengambilan Contoh

Satu partai/lot buah stroberi terdiri dari maksimum 1.000 kemasan. Contoh diambil
secara acak dari jumlah kemasan dalam 1 (satu) partai/lot.
a) Jumlah kemasan dalam partai/lot 1 s/d 5, contoh pengambilan semua
b) Jumlah kemasan dalam partai/lot 6 s/d 100, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 5
c) Jumlah kemasan dalam partai/lot 101 s/d 300, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 7
d) Jumlah kemasan dalam partai/lot 301 s/d 500, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 9
e) Jumlah kemasan dalam partai/lot 501 s/d 1000, contoh pengambilan sekurang-
kurangnya 10

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Petugas pengambil contoh harus orang yang memenuhi persyaratan yaitu orang
yang telah berpengalaman atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan
suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Buah stroberi segar disajikan dalam bentuk lepasan, dibungkus bahan kertas, jaring
plastik atau bahan laian yang sesuai, lalu dikemas dengan keranjang bambu atau
kotak karton/kayu/bahan lain yang sesuai dengan atau tanpa penyangga, dengan
berat bersih maksimum 10 kg.

Pada bagian luar kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain :
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang/kultivar.
c) Golongan ukuran.
d) Jenis mutu.
e) Nama Pprusahaan/eksportir.
f) Berat bersih/kotor.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) Dr. Livy Winata Gunawan, Ir. Stroberi. 1996. Penebar Swadaya. Jakarta
2) H.Rahmat Rukmana, Ir. 1998. Stroberi Budidaya dan Pascapanen. Penerbit
Kanisius Yogyakarta.
3) Onny Untung. 1999. Stroberi Pagi di Bali Sore di Jakarta. Trubus no. 350 hal. 52-
53.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

TALAS
( Colocasia esculenta (L.) Schott )

1. SEJARAH SINGKAT
Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas termasuk dalam
suku talas-talasan (Araceae), berperawakan tegak, tingginya 1 cm atau lebih dan
merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas mempunyai beberapa
nama umum yaitu Taro, Old cocoyam, ‘Dash(e)en’ dan ‘Eddo (e)’. Di beberapa
negara dikenal dengan nama lain, seperti: Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi
(India), Keladi (Malaya), Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China).

Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam
abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau
di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa di jumpai
hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di
atas 1000 m dpl., baik liar maupun di tanam.

2. JENIS TANAMAN
Tanaman talas mengandung asam perusi (asam biru atau HCN). Sistim perakaran
serabut, liar dan pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat
mencapai 4 kg atau lebih, berbentuk selinder atau bulat, berukuran 30 cm x 15 cm,
berwarna coklat. Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya, warna pelepah


bermacam-macam. Perbungaannya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai.
Bunga jantan dan bunga betina terpisah, yang betina berada di bawah, bunga jantan
di bagian atasnya, dan pada puncaknya terdapat bunga mandul. Buah bertipe buah
buni. Bijinya banyak, bentuk bulat telur, panjangnya ± 2 mm.

Berbagai jenis talas terdapat di daerah Bogor adalah Talas Sutera, Talas Bentul dan
Talas Ketan. Talas Sutera memiliki daun yang berwarna hijau muda dan dan berbulu
halus seperti Sutera. Di panen pada umur 5-6 bulan. Umbinya kecoklatan yang dapat
berukuran sedang sampai besar. Talas Bentul memiliki umbinya lebih besar dengan
warna batang yang lebih ungu di banding Talas Sutera. Talas Bentul dapat dipanen
setelah berumur 8-10 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan berwarna lebih
muda kekuning-kuningan. Talas Ketan warna pelepahnya hijau tua kemerahan. Di
Bogor dikenal pula jenis talas yang disebut Talas Mentega (Talas Gambir/Talas
Hideung), karena batang dan daunnya berwarna unggu gelap.

Jenis talas lain biasanya tidak di kosumsi karena rasanya tidak enak atau gatal.
Contohnya adalah Talas Sente yang berbatang dan berdaun besar, banyak
digunakan untuk pajangan dan daunnya sering digunakan untuk makanan ikan.
Sedang talas Bolang memunyai rasa yang gatal, dengan batang dan daun yang
bertotol-totol.

3. MANFAAT TANAMAN
Di Indonesia, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok dan makanan tambahan.
Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin.

Talas mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Umbi, pelepah daunnya banyak
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat maupun pembungkus. Daun, sisa umbi
dan kulit umbi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan secara langsung
maupun setelah difermentasi. Tanaman ini mempunyai keterkaitan dengan
pemanfaatan lingkungan dan penghijauan karena mampu tumbuh di lahan yang
agak berair sampai lahan kering.

4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia tempat pengembangan talas adalah Kota Bogor dan Malang yang
menghasilkan beberapa kultivar yang enak rasa umbinya. Tingkat produksi tanaman
talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi lingkungan tempat
tumbuh. Pada kondisi optimal produktivitas talas dapat memcapai 30 ton/hektar.

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Talas tumbuh tersebar di daerah tropis, sub tropis dan di daerah beriklim sedang.
Pembudidayaan talas dapat dilakukan pada daerah beriklim lembab (curah hujan
tinggi) dan daerah beriklim kering (curah hujan rendah), tetapi ada kecenderungan
bahwa produk talas akan lebih baik pada daerah yang beriklim rendah atau iklim
panas.
b) Curah hujan optimum untuk pertumbuhan tanaman talas adalah 175 cm pertahun.
Talas juga dapat tumbuh di dataran tinggi, pada tanah tadah hujan dan tumbuh
sangat baik pada lahan yang bercurah hujan 2000 mm/tahun atau lebih.
c) Selama pertumbuhan tanaman talas menyukai tempat terbuka dengan penyinaran
penuh serta tanaman ini mudah tumbuh pada lingkungan dengan suhu 25-30
derajat C dan kelembaban tinggi.

5.2. Media Tanam

a) Tanaman talas menyukai tanah yang gembur, yang kaya akan bahan organik atau
humus.
b) Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan berbagai jenis tanah, misal tanah
lempung yang subur berwarna coklat pada lapisan tanah yang bebas air tanah,
tanah vulkanik,andosol, tanah latosol.
b) Tanaman talas untuk mendapatkan hasil yang tinggi, harus tumbuh di tanah
drainase baik dan PH 5,5–6,5. Tanah yang bergambut sangat baik untuk talas
tetapi harus diberi kapur 1 ton/ha bila PH nya di bawah 5,0.
c) Tanaman talas membutuhkan tanah yang lembab dan cukup air. Apabila tidak
tersedia air yang cukup atau mengalami musim kemarau yang panjang, tanaman
talas akan sulit tumbuh. Musim tanam yang cocok untuk tanaman ini ialah
menjelang musim hujan, sedang musim panen tergantung kepada kultivar yang di
tanam.

5.3. Ketinggian Tempat

Talas dapat tumbuh pada ketinggian 0–1300 m dpl. Di Indonesia sendiri talas dapat
tumbuh di daerah pantai sampai pergunungan dengan ketinggian 2000 m dpl,
meskipun sangat lama dalam memanennya.

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Pembibitan tanaman talas dapat dilakukan dengan tunas atau umbi.

1) Penyiapan Bibit

Pada umumnya pertanaman talas masih dijalankan secara tradisional, dimana


bibit yang berupa anakan, diperoleh dari pertanaman sebelumnya. Bibit yang baik
merupakan anakan kedua atau ketiga dari pertanaman talas. Anakan tersebut
setelah dipisahkan dari tanaman induk, disimpan di tempat yang lembab, untuk
digunakan pada musim tanam berikutnya.

2) Teknik Penyemaian Bibit

Penanaman talas sangat mudah dilakukan hanya memerlukan ketekunan dan


keterampilan sederhana. Pertama persiapkan bibit yang berasal dari tunas atau
umbi. Bila bibit diambil dari tunas, maka tunas itu diperoleh dari talas yang telah
berumur 5–7 bulan, yaitu tunas kedua dan dan ketiga. Bila bibit berasal dari umbi,
sebaiknya dipilih bagian umbi yang dekat titik tumbuh, kemudian iris dan
tinggalkan satu mata bakal tunas. Umbi yang diiris dianginkan dulu dan waktu
disemaikan lapisan bagian dalam irisan dilapisi abu. Baru setelah berdaun 2-3
lembar, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah sampai gembur, dengan
jarak tanam 75 x 75 cm dan dalam 30 cm. Pengaturan jarak tanam tergantung dari
varietas dan ukuran tanaman. Talas biasanya ditanam dalam dua baris di
bedengan selebar 1,2 m, dengan jarak 45 cm di dalam baris.

3) Pemindahan bibit

Pemindahan bibit dapat dilakukan setelah tunas diperoleh dari talas yang telah
berumur 5–7 bulan, yaitu tunas kedua dan dan ketiga. Kalau bibit dari umbi, yaitu
setelah umbi berdaun 2-3 lembar, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah
sampai gembur, dengan jarak tanam 75 x 75 cm dan dalam 30 cm.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Penyiapan Lahan

Di dalam pengolahan maupun penyiapan lahan, tanahnya harus gembur dan


lepas. Cara pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
pengolahan tanah setelah tanaman padi dan setelah tanaman sayuran.
Pengolahan tanah setelah tanam padi mulai dengan pembabatan jerami. Jerami
tersebut kemudian ditumpuk kemudian di bakar. Tanah dibiarkan beberapa hari,
baru kemudian dicangkul, dihaluskan dan dibuat bedeng-bedengan dan

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

pemupukan dasar. Pengolahan tanah jika talas di tanam setelah tanaman


sayuran, dilakukan dengan menyiangi gulma, mencangkul, membuat bedeng-
bedengan dan pemupukan dasar.

2) Pembentukan Bedengan

Talas biasanya ditanam dalam dua baris di bedengan selebar 1,2 m, sedangkan
panjang bedengan disesuaikan dengan lebar petakan lahan dengan jarak 45 cm
atau berkisar 70 x 70 atau 50 x 70 cm atau kombinasi yang lain.

3) Pengapuran

Talas dapat tahan terhadap tanah basah tetapi tidak mendapatkan hasil tinggi,
tanah harus gembur dan lepas. Tanah yang bergambut sangat baik, tetapi harus
harus diberi 1 ton/ha kapur bila pH nya di bawah 5,0.

4) Pemupukan

Pemupukan talas dapat dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan
seperti urea, TSP dan KCl atau campuran ketiganya. Jumlah pupuk yang
diberikan tidak banyak, cukup 2 sendok saja (untuk pupuk buatan) dan dua
genggaman untuk pupuk kandang untuk satu tanaman. Setelah di pupuk, di
atasnya kemudian ditambahkan tanah yang dicampur dengan jerami.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Jarak tanam talas adalah 75 x 75 cm dan dalam 30 cm atau 70 x 70 cm atau 50 x


70 cm. Keragaman jarak tanam ini biasanya disesuaikan dengan kondisi tanah
dan keadaan musim. Penanaman di lahan sawah cenderung menggunakan jarak
tanam yang lebih rapat dari musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim panas
penyinaran cahaya matahari dapat berlangsung sepanjang hari sehingga dengan
jarak tanam yang rapat pun kelembaban udara di sekitar tanaman tetap optimum.
Jika pada musim hujan digunakan jarak tanam yang rapat maka tanaman akan
kurang menyerap sinar matahari dan kelembaban di sekitar tanaman menjadi
tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko serangan penyakit.

2) Cara Penanaman

Penanaman talas sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau bila curah
hujan merata sepanjang tahun. Cara penanaman bibit talas, yaitu meletakkan bibit
talas tegak lurus di tengah-tengah lubang, kemudian ditimbun sedikit dengan
tanah agar dapat berdiri tegak. Penimbunan ini kira-kira 7 cm, sehingga lubang
tanam tidak seluruhnya tertutup oleh tanah.

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyiangan dan Pembubunan

Penyiangan biasanya dilakuakn pada umur 1 bulan setelah tanam. Penyiangan


perlu dilakukan agar tanaman bebas dari gangguan gulma yang dapat menjadi
pesaing dalam penyerapan unsur-unsur hara. Untuk memperoleh umbi yang
besar dan bermutu maka perlu penyiangan terhadap rumput-rumput liar di sekitar
tanaman. Pembubunan perlu dilakukan untuk menutup pangkal batang dan akar-
akar bagian atas agar tanaman lebih kokoh dan tahan oleh terpaan angin.
Pembubunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.

2) Pemupukan

Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah yaitu


mencampur sebanyak 1 ton pupuk kandang/hektar. Sedangkan pemupukan
pertama dilakukan 1 bulan setelah bibit di tanam, yaitu dengan menggunakan
sebanyak 100 kg urea dan 50 kg TSP per hektar. Aplikasi pemupukan yaitu
dengan cara membuat lubang pupuk disamping lubang tanam 3 cm. Pemupukan
kedua dan ketiga dilakukan pada umur tanaman 3 bulan dan umur 5 bulan
masing-masing menggunakan urea sebanyak 100 kg per hektar. Aplikasi dapat
dilakukan dengan membuat larikan disamping baris tanaman sejauh 7 cm pada
pemupukan umur 3 bulan dan 10 cm pada pemupukan umur 5 bulan.

3) Pengairan dan Penyiraman

Talas membutuhkan tanah yang lembab dan cukup air. Sehingga bila tidak
tersedia air yang cukup atau mengalami musim kemarau yang panjang, tanaman
talas akan sulit tumbuh. Musim tanam yang cocok untuk tanaman talas ini ialah
menjelang musim hujan, sedangkan musim panen bergantung kepada kultivar
yang di tanam.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Serangga aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae)


Baik nimfa maupun dewasa yang bersayap dan tidak bersayap mengisap cairan
daun. Gejala: daun menjadi agak keriting. Aphis mengeluarkan cairan madu, yang
dapat menarik semut. Serangga ini tersebar di seluruh dunia kecuali di daerah
dingin seperti di Siberia dan Kanada. Selain talas hama ini juga menyerang melon,
timun, labu-labuan serta kapas. Pengendalian: dengan insektisida pada tanaman
talas dinilai kurang ekonomis, kecuali apabila tingkat serangan sangat tinggi pada

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanaman muda. Insektisida yang digunakan adalah carbaryl, diazinon dimetoat


dan malation cukup efektif untuk mengendalikan hama tersebut.

b) Ulat heppotion calerino (Lepidoptera: Sphingidae)


Gejala: ulat berukuran besar dan sangat rakus yang dapat memakan seluruh helai
daun, bahkan populasi tinggi dapat makan pelepah daun juga, sehingga tanaman
menjadi gundul. Selain talas ulat juga merusak tanaman kacang hijau, ubi jalar
dan gulam. Serangga ini tersebar di negara-negara tropika dan sub tropika,
Australia dan Pasifik. Pengendalian: mengambil dan memusnahkan ulat tersebut.
Selain itu, karena kepompong berada di dalam tanah, maka pembajakan lahan
setelah panen dapat memusnahkan hama tersebut. Usaha pengendalian dengan
insektisida telah dilakukan di Papua Nugini yaitu dengan Carbaryl jika kerusakan
mencapai 50 %.

c) Serangga agrius convolvuli (kupu-kupu: Sphingidae)


Serangga ini tersebar di Afrika, Australia, Bangladesh, Burma, Cina Selatan,
Eropa Selatan, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, kepulauan-kepulauan di
pasifik dan Papua Nugini (Anonymous, 1986). Ulat yang berukuran a populasi
yang tinggi, ulat juga makan tangkai daun sehingga tanaman menjadi gundul.
Selain tanaman talas ini juga merusak kacang hijau, ubi jalar dan gulma
(Kalshoven, 1931). besar sangat rakus memakan daun. Defoliasi dimulai dari tepi
daun. Pengendalian: kepompong terbentuk di dalam tanah, maka pembajakan
tanah setelah panen dapat memusnahakan hama tersebut. Selain itu pengambilan
ulat dan memusnahkannya merupakan cara pengendalian yang efektif untuk areal
kecil. Usaha pengendalian dengan insektisida yang efektif hendaknya dilakukan
pada saat ulat masih kecil dengan carbaryl 0,2 % (Anonymous, 1986).

d) Serangga tarophagus proserpina (Hemiptera: Delphacidae)


Gejala: serangga dewasa dan nimfa mengusap cairan pelepah daun, sehingga
warnanya berubah menjadi coklat. Serangga ini tersebar di kepulauan Pasifik,
Hawai, Indonesia, Philipina, Kepulauan Ryuku dan Quensland. Pengendalian:
diintroduksikan sejenis pemangsa yaitu Cyrtorthinus pulus atau dengan serangga
yang dinilai efektif untuk mengendalikan hama tersebut yaitu carbaryl, malation,
dan tri-chlorform.

e) Serangga bemisia tabaci (Hemiptera: Aleurodidae)


Serangga ini tersebar di daerah tropika dan sub tropika. Nimfa dan dewasanya di
permukaan bawah daun, dan mengisap cairan daun. Gejala: pada serangan yang
berat daun menjadi kering, pertumbuhan terhambat dan tanaman menjadi kerdil.
Selain talas, B. tabaci juga menyerang tanaman kedelai, ubi kayu, terung-
terungan dan kacang-kacangan lain. Pengendalian: menggunakan cabaryl,
malation, dan tri-chlorform.

f) Ulat spodoptera litura (kupu-kupu: Noctuidae


Gejala: daun yang terserang oleh kelompok ulat yang masih kecil akan kehilangan
lapisan epidermisnya sehingga menjadi transparan, dan akhirnya kering. Ulat

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

yang lebih besar akan tersebar dan masing-masing makan daun. Defoliasi yang di
sebabkan ulat yang besar mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh Agrius
convolvuli. Selain talas ulat juga menyerang tanaman jarak, tembakau, tomat,
jagung, ubi jalar, kubis, cabe dan kacang-kacangan. Diantara inang tersebut, daun
talas yang paling disukai, oleh karena itu dapat dimanfaatkan sebagai media
pembiakan massal ulat tersebut untuk tujuan penelitan. Pengendalian: dengan
insektisida dilakukan apabila kerusakan telah mencapai 50 % dengan insektisida
carbaryl dan dichorvos. Selain itu monokrotofos, kuinalfos dan endosulfan juga
efektif untuk mengendalikan S. litura. Pengendalian lebih efektif jika dilakukan
pada saat ulat masih kecil.

g) Serangga tetranychus cinnabarinus (Acarina: Tetranichidae)


Gejala: helai daun yang terserang nampak bintik-bintik putih atau kuning, karena
serangga tersebut mengisap cairan daun. Apabila populasi sangat tinggi daun
kelihatan memutih, kemudian layu dan mati. Apabila diamati nampak banyak
sekali tunggau yang berwarna merah terletak di permukaan bawah daun. Tunggau
disebarkan oleh manusia dan angin. Pengendalian: pestisida azodrin, caerol,
galecron, plictron, omite dan trition. Galecron dan plictron mempunyai residu yang
panjang dan juga sebagai ovisida. Fungisida dapat juga untuk mengendalikan
tungau yaitu Du Ter dan benlate.

h) Hepialiscus sordida (kupu-kupu: Hepialidae)


Gejala: daun yang terserang menjadi berlubang dengan garis tengah 5-10 cm,
dan di isi oleh kotorannya. Pada serangan berat seluruh umbi terserang sehingga
tinggal pangkal batangnya saja, sehingga tanaman mudah di cabut. Tanaman
yang terserang pertumbuhannya agak kurang tegar dibanding dengan tanaman
sehat. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini cukup besar pada lahan kering.
Serangan meningkat apabila petani menggunakan pupuk kandang.
Pengendalian: belum ada.

7.2. Penyakit

a) Penyakit hawar daun(Phytophtora colocasiae)


Gejala: terdapat bercak kecil berwarna kehitaman, kemudian membesar menjadi
hawar. Bagian daun yang terserang mengering, pada serangan berat seluruh
daun mengering. Pengendalian: menanam varietas tahan. Penyaringan klon-klon
merupakan salah satu tahapan dalam pembentukan varietas.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Pemanen talas dilakukan setelah tanaman berumur 6-9 bulan, tetapi ada yang
memanennya setelah berumur 1 tahun, dan ada pula kultivar yang 4-5 bulan sudah

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dapat dipanen; sebagai contoh: talas genjah masak cepat, talas kawara 5 bulan, dan
talas lenvi dan talas dalam. Misalkan di kota Bogor ada talas bentul, dipanen setelah
berumur 8-10 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan berwarna lebih muda
dan kekuning-kunigan dan masih ada lagi talas-talas lain, seperti: talas sutera yang
dipanen pada umur 5-6 bulan, yang umbinya berwarna kecoklat-coklatan yang dapat
berukuran sedang sampai besar dan masih banyak lagi talas yang ada di bogor
(talas mentega atau talas gambir, talas ketan, dan talas balitung).

8.2. Cara Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara menggali umbi talas, lalu pohon talas dicabut
dan pelepahnya di potong sepanjang 20-30 cm dari pangkal umbi serta akarnya
dibuang dan umbinya di bersihkan dari tanah yang melekat.

8.3. Periode Panen

Masa panen talas perlu mendapat perhatian yang cermat sebab waktu panen yang
tidak tepat akan menurunkan kualitas hasil. Panen yang terlalu cepat akan
menghasilkan talas yang tidak kenyal dan pulen, sebaliknya jika panen terlambat
akan menghasilkan umbi talas yang terlalu keras dan liat. Talas pada lahan sawah
dirotasikan dengan tanaman padi dan jenis sayuran lainnya. Tanaman padi ditanam
satu atau dua kali pada saat musim hujan yaitu sekitar bulan September sampai
Januari. Pada musim kemarau (bulan Februari sampai Mei) lahan sawah ditanami
sayuran kemudian talas sampai bulan Desember atau Januari.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pemilihan atau penyortiran umbi talas sebenarnya dapat dilakukan pada saat
pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi talas dapat dilakukan setelah
semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan
untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta
yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-
garis pada daging umbi.

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

9.3. Pengemasan dan Pengangkutan

Pengemasan umbi talas bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama
dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap
segar.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Analisis biaya budidaya talas hasil wawancara ke lapangan usaha budidaya talas
(Bapak Enju, Balumbang Jaya - Bogor). Menurut Bapak Enju di desa Balumbang
Jaya RT. 01/IX Bogor:
a) Usaha budidaya talas sangat menguntungkan, karena tidak banyak pekerjaan
dalam mengurusi tanaman talas.
b) Tanah yang telah diolah, didiamkan selama beberapa hari, kemudian baru di
tanam talas.
c) Tanaman talas menpunyai jarak tanam 60 x 60 cm dan di buat bedengan.
d) Pemupukkannya menurut Bapak Enju dilakukan setelah talas berusia 3 bulan.
e) Penjualan tanaman talas dilakukan melalui tengkulak kebun tanpa menjualnya lagi
kepasar.
f) Dalam waktu 7 bulan talas berproduksi 1 kali, Rata-rata produksi 5000 batang.

Analisis usaha budidaya tanaman talas dengan luas lahan 400 m2 dalam satu musim
tanam (7 bulan) di daerah Bogor pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan (400 m2) Rp. 200.000,-
2. Bibit: 5.000 batang @ Rp. 150,- Rp. 250.000,-
3. Pupuk
- Urea: 10 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 15.000,-
4. Pestisida
- Pembasmi serangga (Diodan) 1 botol Rp. 25.000,-
5. Peralatan
- cangkul Rp. 20.000,-
6. Tenaga kerja
- Mencangkul lahan 3 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 30.000,-
- Menanam bibit 2 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 20.000,-
7. Panen dan pasca panen
- Panen 2 OH @ Rp. 10.000,- Rp. 20.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 580.000,-

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Pendapatan : 5000 batang @ Rp. 200,- Rp. 1.000.000,-

c) Keuntungan Rp. 420.000,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. B/C Ratio = 1,724

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Selama ini masyarakat mengenal talas sebagai makanan pangan


pengganti/tambahan dalam keadaan darurat atau untuk konsumsi masyarakat
bawah. Akan tetapi saat ini potensi talas cukup baik yang dapat digunakan sebagai
bahan baku industri pakan. Begitu pula permintaan konsumsi lokal yang tiap
tahunnya meningkat.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.

11.5. Pengemasan

Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

b) Nama barang atau jenis barang.


c) Nama perusahaan atau eksportir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA


a) C.N, Williams. Produksi sayuran di daerah tropika. - Yogyakarta Gajah Mada
University Press, 1993.
b) Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Ubi-ubian.- Bogor : Balai Pustaka, 1977.
c) PROSEA. Menyiasati lahan dan iklim dalam pengusahaan pertumbuhan jenis-
jenis tanaman terpilih. – Bogor : PROSEA, 1994.
d) Rahmanto, Fajar. Skripsi. Teknologi pembuatan keripik simulasi dari talas Bogor
(Colocasia esculenta (L) SHOTT). - Bogor : Fateta-IPB, 1994.
e) Herawati, Lilis. Skripsi. Analisa rugi laba dan marjin tatniaga talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) (Studi kasus di Desa Sukaharja Kecamatan Cijeruk
Kabupaten Bogor). - Bogor : Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Pertanian-Fakultas
Pertanian-IPB, 1997.
f) Fatah, Zainal. Skripsi. Mempelajari pengaruh kadar amilosa pada pembuatan
ekstrudat talas (Colocasia esculenta (L.) SCHOTT).- Bogor : Fateta-IPB, 1995.
g) Rosmiatin, Enung. Skripsi. Prospek pengembangan talas talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) di Kabupaten Bogor serta proses pertumbuhannya pada
media casting. - Bogor : Jurusan Biologi-FMIFA-IPB, 1995.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TEMULAWAK
( Curcuma xanthorrhiza ROXB. )

1. SEJARAH SINGKAT

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang


semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede
sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia
merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat
ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina,
Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara
Eropa.

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
2.2 Deskripsi

Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk
dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang
mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai
bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap,
panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun
termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik
berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun
pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota
bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna
merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm

3. MANFAAT TANAMAN

Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang


temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 %
zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya
dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari
rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu
makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker,
dan anti mikroba.

4. SENTRA PENANAMAN

Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa


memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan
dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah
pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak
terutama di lahan yang teduh.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim

1) Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh


dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun
tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati.
Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di
tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah
beriklim tropis.
2) Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 o C
3) Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000
mm/tahun.

5.2. Media Tanam

Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis


tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat
yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal
diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian
pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara
yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang
mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak
mudah tergenang air.

5.3. Ketinggian Tempat

Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan


ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di
dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240
m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang
yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok
dikembangkan di dataran sedang.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-


rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang
anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000
kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.

1) Persyaratan Bibit
Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12
bulan.

2) Penyiapan Bibit
Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel
pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
a. Bibit rimpang induk
Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3
mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut.
Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
b. Bibit rimpang anak
Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap
selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula
dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat
teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai
keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong
menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam.
Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan.
Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak
berkurang akibat penyimpanan.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau
pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan
30 hari sebelum tanam.

2) Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat
mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm
sampai tanah menjadi gembur.

3) Pembentukan Bedengan
Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar
bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga
dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit
pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan
ditanam di musim hujan.

4) Pemupukan Organik (sebelum tanam)


Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2
kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton
karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman


Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada
awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang
waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan
banyak air.

2) Pembutan Lubang Tanam


Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30
x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60
cm.

3) Cara Penanaman
Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas
menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10
cm.
4) Perioda Tanam
Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen
musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini
memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang
memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penyulaman
Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan
bibit cadangan.

2) Penyiangan
Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas
bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan
dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat
bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya
penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk
mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan
kored/cangkul dengan hati-hati.

3) Pembubunan
Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-
rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik.
Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan
tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah
dilakukan penyiangan.

4) Pemupukan

a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia
termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara
organic yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organic atau pupuk
kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan
pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk
dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur
tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga
dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal
pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10
bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman.
Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan
penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

b. Pemupukan Konvensional
§ Pemupukan Awal
Pupuk dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100
kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan
tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada
jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang
pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan
tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.

§ Pemupukan Susulan
Pada waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk
kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea
dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur
tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis
masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan
merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang
tanaman lalu ditutup dengan tanah.

5) Pengairan dan Penyiraman


Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman
masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya
ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih
banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan
tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.

6) Waktu Penyemprotan Pestisida


Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama
penyakit.

7) Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk
menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak
gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan.
Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang
tanaman.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Hama temulawak adalah:


1) Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
2) Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan
3) Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart).
Pengendalian:
penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan
konsentrasi 0.1-0.2 %.

7.2. Penyakit
1) Jamur Fusarium
Penyebab:
F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp.
Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di
kebun atau setelah panen.
Gejala:
Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum
menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang
menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya
membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal
batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya
keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Pengendalian:
melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam
tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat
dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan
konsentrasi 0.1 - 0.2 %.

2) Penyakit layu
Penyebab:
Pseudomonas sp.
Gejala:
kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal
batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti
getah.
Pengendalian:
dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau
grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.

7.3. Gulma

Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara
lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar
lainnya.

7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik

Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia


berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya
dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan
hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit
unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
serangan hama dari sejak awal pertanaman
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya
tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus
penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan
dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang
diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan


digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk
serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat
syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga
seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone
untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung
azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama
pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen
utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman
yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah
menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning
kecoklatan.

8.2. Cara Panen


Tanah disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan
rimpangnya.

8.3. Periode Panen

Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim
kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas
tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau
tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun
berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang
dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif
karena lebih banyak kadar airnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen

Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak


10-20 ton/hektar.

9. PASCAPANEN

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian

Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran
berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah
bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air
bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan
pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar
kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar
kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,
tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang
tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah
plastik/ember.

9.2. Perajangan

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan,
timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari


atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari,
atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling
menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam
sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara
yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50o C - 60o C. Rimpang yang
akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak
saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang
dihasilkan

9.4. Penyortiran Kering.

Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan
cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah
atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).

9.5. Pengemasan

Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong


plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30o C
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari
langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun
2000 di daerah Sumedang Jawa Barat.
1) Biaya produksi
a. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 100.000,-
b. Bibit 250 kg @ Rp. 700,- Rp. 175.000,-
c. Pupuk
d. Pupuk kandang 1.000 kg @ Rp. 100,- Rp. 100.000,-
- Pupuk buatan: Urea 13.5 kg @ Rp. 1.200,- Rp. 16.200,-
- SP-36 10 kg @ Rp. 1700,- Rp. 17.000,-
- KCl 12.5 kg @ Rp. 1700,- Rp. 21.250,-
e. Pestisida Rp. 7.000,-
f. Alat Rp. 20.000,-
g. Tenaga kerja Rp. 112.000,-
h. Panen dan pasca panen Rp. 42.000,-
i. Lain-lain (Pajak 15%) Rp. 91.567,-
Jumlah biaya produksi Rp. 702.017,-
2) Pendapatan 2.000 kg @ Rp. 500,- Rp.1.000.000,-
3) Keuntungan Rp. 297.983,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. Rasio output/input = 1,42

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Temulawak merupakan tanaman obat yang secara alami sangat mudah


tumbuh di Indonesia dan telah lama digunakan sebagai bahan pembuatan
jamu. Setiap produsen jamu baik skala kecil atau skala industri selalu
memasukkan temulawak ke dalam racikan jamunya. Rimpang temulawak
yang dikeringkan juga sudah merupakan komoditi perdagangan antar negara.
Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dapat menjadi
produsen dan sekaligus pengekspor utama rimpang temu lawak dengan
syarat produks dan kualitas rimpang yang dihasilkan memenuhi syarat.
Kuantitas dan kualitas ini dapat ditingkatkan dengan mengubah pola tanam
temulawak dari tradisional ke “modern” yang mengikuti tata laksana
penanaman yang sudah teruji. Selama periode 1985-1989 Indonesia
mengekspor temulawak sebanyak 36.602 kg senilai US $ 21.157,2 setiap
tahun. Negara pengekspor lainnya adalah Cina, Indo Cina dan Bardabos.
Untuk dapat meningkatkan ekspor temulawak diperlukan sosialisasi tanaman
temulawak kepada masyarakat petani dan sekaligus memasyarakatkan cara
budidaya temu lawak yang benar dalam skala yang lebih besar.

11.STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh
dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

Standard mutu temulawak untuk pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
1) Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
2) Aroma : khas wangi aromatis
3) Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4) Kadar air maksimum : 12 %
5) Kadar abu : 3-7 %
6) Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7) Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %

11.4. Pengambilan Contoh

Dari jumlah kemasan dalam satu partai temulawak siap ekspor diambil
sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat
tiap partai 20 ton.
1) Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
2) Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil 7
3) Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil 9
4) Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5) Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil
minimum 15

Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak
sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk
kemasan temulawak berat 20 kg atau kurang, maka contoh yang diambil
sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk
ditentukan mutunya. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu
orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai
ikatan dengan suatu badan hukum.

11.5. Pengemasan

Irisan temulawak kering dikemas dalam kardus karton yang dilapisi plastik
dengan kapasitas 20 kg. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan
bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli

12.DAFTAR PUSTAKA

1) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida


Nabati. Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3) Anonimous. 2001. Profil Tanaman Obat di Kabupaten Sumedang.
Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal.
37.
4) Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Temulawak: Tanaman rempah dan obat.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
5) Sardiantho. 1997. Empat Tanaman Obat untuk Asam Urat. Trubus No. 331
Jakarta, Februari 2000 Sumber: Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

UBI JALAR / KETELA RAMBAT


( Ipomoea batatas )

1. SEJARAH SINGKAT
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika.
Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah
Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov,
seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi
jalar adalah Amerika Tengah.

Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika
pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia,
terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia.

2. JENIS TANAMAN
Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan
berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para
peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain: International
Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di Indonesia,
penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Peneliltian dan

Hal. 1/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan


Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian.

Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya
cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, kleneng,
gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan,
mendut, dan kalasan.

Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan


sebagai berikut:
a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.
b) Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.
c) Rasa ubi enak dan manis.
d) Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp.
e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gram.
f) Keadaan serat ubi relatif rendah.

Varietas unggul ubi jalar yang dianjurkan adalah daya, prambanan, borobudur,
mendut, dan kalasan. Deskripsi masing-masing varietas unggul ubi jalar adalah
sebagai berikut:
a) Daya
1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas (kultivar) putri selatan
x jonggol.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.
3. Umur panen 110 hari setelah tanam.
4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga muda.
5. Rasa ubi manis dan agak berair.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
b) Prambanan
1. Diperoleh dari hasil persilangan antara varietas daya x centenial II.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.
3. Umur panen 135 hari setelah tanam.
4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.
5. Rasa ubi enak dan manis.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
c) Borobudur
1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas daya x philippina.
2. Potensi hasil antara 25-35 ton per ha.
3. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.
4. Umur panen 120 hari setelah tanam.
5. Ubi berasa manis.
6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
d) Mendut
1. Varietas ini berasal dari klon MLG 12653 introduksi asal IITA, Nigeria tahun
1984.

Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2. Potensi hasil antara 25-50 ton per ha.


3. Umur panen 125 hari ssetelah tanam.
4. Rasa ubi manis.
5. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.
e) Kalasan
1. Varietas diintroduksi dari Taiwan.
2. Potensi hasil antara 31,2-42,5 ton/ha atau rata-rata 40 ton/ha.
3. Umur panen 95-100 hari setelah tanam.
4. Warna kulit ubi cokelat muda, sedangkan daging ubi berwarna orange muda
(kuning).
5. Rasa ubi agak manis, tekstur sedang, dan agak berair.
6. Varietas agak tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.).
7. Varietas cocok ditanam di daerah kering sampai basah, dan dapat beradaptasi
di lahan marjinal.

3. MANFAAT TANAMAN
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan
makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan
diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan
demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun

Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan.
Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat
berikut ini:
a) Daun: sayuran, pakan ternak
b) Batang: bahan tanam,pPakan ternak
c) Kulit ubi: pakan ternak
d) Ubi segar: bahan makanan
e) Tepung: makanan
f) Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat

4. SENTRA PENANAMAN
Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas ke seluruh provinsi di
Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor
empat di dunia. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatra Utara.

Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim

a) Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah
yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21-27
derajat C.
b) Daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari merupakan daerah yang
disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar
tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu
tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang
pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen.
c) Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000
mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun.

5.2. Media Tanam

a) Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk membudidayakan ubi jalar. Jenis
tanah yang paling baik adalah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung
bahan organik, aerasi serta drainasenya baik. Penanaman ubi jalar pada tanah
kering dan pecah-pecah sering menyebabkan ubi jalar mudah terserang hama
penggerek (Cylas sp.). Sebaliknya, bila ditanam pada tanah yang mudah becek
atau berdrainase yang jelek, dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar
kerdil, ubi mudah busuk, kadar serat tinggi, dan bentuk ubi benjol.
b) Derajat keasaman tanah adalah pH=5,5-7,5. Sewaktu muda memerlukan
kelembaban tanah yang cukup.
c) Ubi jalar cocok ditanam di lahan tegalan atau sawah bekas tanaman padi,
terutama pada musim kemarau. Pada waktu muda tanaman membutuhkan tanah
yang cukup lembab. Oleh karena itu, untuk penanaman di musim kemarau harus
tersedia air yang memadai.

5.3. Ketinggian Tempat

Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Tanaman ubi
jalar juga dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah
penyebaran terletak pada 300 LU dan 300 LS. Di Indonesia yang beriklim tropik,
tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Di
dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m dpl, ubi jalar masih dapat tumbuh dengan
baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah.

Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan

Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara
vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman secara
generatif hanya dilakukan pada skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru.

1) Persyaratan Bibit

Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dipraktekan adalah dengan
stek batang atau stek pucuk. Bahan tanaman (bibit) berupa stek pucuk atau stek
batang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
b) Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.
c) Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat,
normal, tidak terlalu subur.
d) Ukuran panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas-ruasnya
rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
e) Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.

Bahan tanaman (stek) dapat berasal dari tanaman produksi dan dari tunas-tunas
ubi yang secara khusus disemai atau melalui proses penunasan. Perbanyakan
tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus mempunyai
kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena
itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam
atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan.

2) Penyiapan Bibit

Tata cara penyiapan bahan tanaman (bibit) ubi jalar dari tanaman produksi adalah
sebagai berikut:
a) Pilih tanaman ubi jalar yang sudah berumur 2 bulan atau lebih, keadaan
pertumbuhannya sehat dan normal.
b) Potong batang tanaman untuk dijadikan stek batang atau stek pucuk sepanjang
20-25 cm dengan menggunakan pisau yang tajam, dan dilakukan pada pagi
hari.
c) Kumpulkan stek pada suatu tempat, kemudian buang sebagian daun-daunnya
untuk mengurangi penguapan yang berlebihan.
d) Ikat bahan tanaman (bibit) rata-rata 100 stek/ikatan, lalu simpan di tempat yang
teduh selama 1-7 hari dengan tidak bertumpuk.

Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penyiapan lahan bagi ubi jalar sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu
basah atau tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket, atau keras.
Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama ±1
minggu. Tahap berikutnya, tanah dibentuk guludan-guludan.
b) Tanah langsung diolah bersamaaan dengan pembuatan guludan-guludan.

2) Pembentukan Bedengan

Jika tanah yang akan ditanami ubi jalar adalah tanah sawah maka pertama-tama
jerami dibabat, lalu dibuat tumpukan selebar 60-100 cm. Kalau tanah yang
dipergunakan adalah tanah tegalan maka bedengan dibuat dengan jarak 1 meter.
Apabila penanaman dilakukan pada tanah-tanah yang miring, maka pada musim
hujan bedengan sebaiknya dibuat membujur sesuai dengan miringnya tanah.

Ukuran guludan disesuaikan dengan keadaan tanah. Pada tanah yang ringan
(pasir mengandung liat) ukuran guludan adalah lebar bawah ± 60 cm, tinggi 30-40
cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm. Pada tanah pasir ukuran guludan adalah
lebar bawah ±40 cm, tinggi 25-30 cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm. Arah
guludan sebaiknya memanjang utara-selatan, dan ukuran panjang guludan
disesuaikan dengan keadaan lahan.

Lahan ubi jalar dapat berupa tanah tegalan atau tanah sawah bekas tanaman
padi. Tata laksana penyiapan lahan untuk penanaman ubi jalar adalah sebagai
berikut :
a) Penyiapan Lahan Tegalan
1. Bersihkan lahan dari rumput-rumput liar (gulma)
2. Olahan tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur sambil
membenamkan rumput-rumput liar
3. Biarkan tanah kering selama minimal 1 minggu
4. Buat guludan-guludan dengan ukuran lebar bawah 60 cm, tinggi 30-40 cm,
jarak antar guludan 70-100 cm, dan panjang guludan disesuaikan dengan
keadaan lahan
5. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air diantara guludan.
b) Penyiapan Lahan Sawah Bekas Tanaman Padi
1. Babat jerami sebatas permukaan tanah
2. Tumpuk jerami secara teratur menjadi tumpukan kecil memanjang berjarak 1
meter antar tumpukan
3. Olah tanah di luar bidang tumpukan jerami dengan cangkul atau bajak,
kemudian tanahnya ditimbunkan pada tumpukan jerami sambil membentuk

Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

guludan-guludan berukuran lebar bawah ± 60 cm, tinggi 35 cm, dan jarak


antar guludan 70-100 cm. Panjang disesuaikan dengan keadaan lahan
4. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan. Pembuatan
guludan di atas tumpukan jerami atau sisa-sisa tanaman dapat menambah
bahan organik tanah yang berpengaruh baik terhadap struktur dan
kesuburan tanah sehingga ubi dapat berkembang dengan baik dan
permukaan kulit ubi rata. Kelemahan penggunaan jerami adalah
pertumbuhan tanaman ubi jalar pada bulan pertama sedikit menguning,
namun segera sembuh dan tumbuh normal pada bulan berikutnya. Bila
jerami tidak digunakan sebagai tumpukan guludan, tata laksana penyiapan
lahan dilakukan sebagai berikut :
- Babat jerami sebatas permukaan tanah
- Singkirkan jerami ke tempat lain untuk dijadikan bahan kompos
- Olah tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur
- Biarkan tanah kering selama minimal satu minggu
- Buat guludan-gululdan berukuran lebar bawah ±60 cm, tinggi 35 cm dan
jarak antar guludan 80-100 cm.
- Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan.

Hal yang penting diperhatikan dalam pembuatan guludan adalah ukuran tinggi
tidak melebihi 40 cm. Guludan yang terlalu tinggi cenderung menyebabkan
terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam sehinggga menyulitkan pada saat
panen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi, dan memudahkan serangan
hama boleng atau lanas oleh Cylas sp.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Sistem tanam ubi jalar dapat dilakukan secara tunggal (monokultur) dan tumpang
sari dengan kacang tanah.
a) Sistem Monokultur
1. Buat larikan-larikan dangkal arah memanjang di sepanjang puncak guludan
dengan cangkul sedalam 10 cm, atau buat lubang dengan tugal, jarak antar
lubang 25-30 cm.
2. Buat larikan atau lubang tugal sejauh 7-10 cm di kiri dan kanan lubang tanam
untuk tempat pupuk.
3. Tanamkan bibit ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga angkal batang
(setek) terbenam tanah 1/2-2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat
pangkal setek (bibit).
4. Masukkan pupuk dasar berupa urea 1/3 bagian ditambah TSP seluruh
bagian ditambah KCl 1/3 bagian dari dosis anjuran ke dalam lubang atau
larikan, kemudian ditutup dengan tanah tipis-tipis. Dosis pupuk yang
dianjurkan adalah 45-90 kg N/ha (100-200 kg Urea/ha) ditambah 25 kg
P2O5/ha (50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O/ha (100 kg KCl/ha). Pada saat

Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

tanam diberikan pupuk urea 34-67 kg ditambah TSP 50 kg ditambah KCl 34


kg per hektar. Tanaman ubi jalar amat tanggap terhadap pemberian pupuk N
(urea) dan K (KCl).
b) Sistem Tumpang Sari
Tujuan sistem tumpang sari antara lain untuk meningkatkan produksi dan
pendapatan per satuan luas lahan. Jenis tanaman yang serasi
ditumpangsarikan dengan ubi jalar adalah kacang tanah. Tata cara penanaman
sistem tumpang sari prinsipnya sama dengan sistem monokultur, hanya di
antara barisan tanaman ubi jalar atau di sisi guludan ditanami kacang tanah.
Jarak tanam ubi jalar 100 cm x 25-30 cm, dan jarak tanam kacang tanah 30 x
10 cm.

2) Cara Penanaman

Bibit yang telah disediakan dibawa ke kebun dan ditaruh di atas bedengan. Bibit
dibenamkan kira-kira 2/3 bagian kemudian ditimbun dengan tanah kemudian
disirami air.

Bibit sebaiknya ditanam mendatar, dan semua pucuk diarahkan ke satu jurusan.
Dalam satu alur ditanam satu batang, bagian batang yang ada daunnya tersembul
di atas bedengan.

Pada tiap bedengan ditanam 2 deretan dengan jarak kira-kira 30 cm. Untuk areal
seluas 1 ha dibutuhkan bibit stek kurang lebih 36.000 batang. Penanaman ubi
jalar di lahan kering biasanya dilakukan pada awal musim hujan (Oktober), atau
awal musim kemarau (Maret) bila keadaan cuaca normal. Dilahan sawah, waktu
tanam yang paling tepat adalah segera setelah padi rendengan atau padi gadu,
yakni pada awal musim kemarau.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Selama 3 (tiga) minggu setelah ditanam, penanaman ubi jalar harus harus diamati
kontinu, terutama bibit yang mati atau tumbuh secara abnormal. Bibit yang mati
harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati,
kemudian diganti dengan bibit yang baru, dengan menanam sepertiga bagian
pangkal setek ditimbun tanah.

Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, pada saat sinar
matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas. Bibit (setek) untuk
penyulaman sebelumnya dipersiapkan atau ditanam ditempat yang teduh.

Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

2) Penyiangan

Pada sistem tanam tanpa mulsa jerami, lahan penanaman ubi jalar biasanya
mudah ditumbuhi rumput liar (gulma). Gulma merupakan pesaing tanaman ubi
jalar, terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan air, unsur hara, dan sinar
matahaari. Oleh karena itu, gulma harus segera disiangi. Bersama-sama kegiatan
penyiangan dilakukan pembumbunan, yaitu menggemburkan tanah guludan,
kemudian ditimbunkan pada guludan tersebut.

3) Pembubunan

Penyiangan dan pembubunan tanah biasanya dilakukan pada umur 1 bulan


setelah tanam, kemudian diulang saat tanaman berumur 2 bulan. Tata cara
penyiangan dan pembumbunan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a) Bersihkan rumput liar (gulma) dengan kored atau cangkul secara hati-hati agar
tidak merusak akar tanaman ubi jalar.
b) Gemburkan tanah disekitar guludan dengan cara memotong lereng guludan,
kemudian tanahnya diturunkan ke dalam saluran antar guludan.
c) Timbunkan kembali tanah ke guludan semula, kemudian lakukan pengairan
hingga tanah cukup basah.

4) Pemupukan

Zat hara yang terbawa atau terangkut pada saat panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu
terdiri dari 70 kg N (± 156 kg urea), 20 kg P2O5 (±42 kg TSP), dan 110 kg K2O (±
220 kg KCl) per hektar pada tingkat hasil 15 ton ubi basah. Pemupukan bertujuan
menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen, menambah kesuburan
tanah, dan menyediakan unsur hara bagi tanaman.

Dosis pupuk yang tepat harus berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di
daerah setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan secara umum adalah 45-90kg
N/ha (100-200 kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha (±50 kg TSP/ha) ditambah
50 kg K2O/ha (±100 kg KCl/ha).

Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem larikan (alur) dan sistem tugal.
Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula buat larikan (alur) kecil di sepanjang
guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman, sedalam 5-7 cm, kemudian
sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah.

5) Pengairan dan Penyiraman

Meskipun tanaman ubi jalar tahan terhadap kekeringan, fase awal pertumbuhan
memerlukan ketersediaan air tanah yang memadai. Seusai tanam, tanah atau
guludan tempat pertanaman ubi jalar harus diairi, selama 15-30 menit hingga
tanah cukup basah, kemudian airnya dialirkan keseluruh pembuangan. Pengairan

Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

berikutnya masih diperlukan secara kontinu hingga tanaman ubi jalar berumur 1-2
bulan. Pada periode pembentukan dan perkembangan ubi, yaitu umur 2-3 minggu
sebelum panen, pengairan dikurangi atau dihentikan.

Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari. Di daerah
yang sumber airnya memadai, pengairan dapat dilakukan kontinu seminggu
sekali. Hal Yang penting diperhatikan dalam kegiatan pengairan adalah
menghindari agar tanah tidak terlalu becek (air menggenang).

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Hama

a) Penggerek Batang Ubi Jalar


Stadium hama yang merusak tanaman ubi jalar adalah larva (ulat). Cirinya adalah
membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di
dalam lubang tersebut dapat ditemukan larva (ulat). Gejala: terjadi pembengkakan
batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu, dan
akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati. Pengendalian: (1) rotasi tanaman
untuk memutus daur atau siklus hama; (2) pengamatan tanaman pada stadium
umur muda terhadap gejala serangan hama: bila serangan hama >5 %, perlu
dilakukan pengendalian secara kimiawi; (3) pemotongan dan pemusnahan bagian
tanaman yang terserang berat; (4) penyemprotan insektisida yang mangkus dan
sangkil, seperti Curacron 500 EC atau Matador 25 dengan konsentrasi yang
dianjurkan.

b) Hama Boleng atau Lanas


Serangga dewasa hama ini (Cylas formicarius Fabr.) berupa kumbang kecil yang
bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, namun toraknya berwarna merah.
Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di
tempat yang terlindung (ternaungi). Telur menetas menjadi larva (ulat),
selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang
terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejala: terdapat lubang-lubang kecil bekas
gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama
ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa
oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan
kuantitas dan kualitas produksi secara nyata. Pengendalian: (1) pergiliran atau
rotasi tanaman dengan jenis tanaman yang tidak sefamili dengan ubi jalar,
misalnya padi-ubi jalar-padi; (2) pembumbunan atau penimbunan guludan untuk
menutup ubi yang terbuka; (3) pengambilan dan pemusnahan ubi yang terserang
hama cukup berat; (4) pengamatan/monitoring hama di pertanaman ubi jalar
secara periodik: bila ditemukan tingkat serangan > 5 %, segera dilakukan tindakan
pengendalian hama secara kimiawi; (5) penyemprotan insektisida yang mangkus
dan sangkil, seperti Decis 2,5 EC atau Monitor 200 LC dengan konsentrasi yang

Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

dianjurkan; (6) penanaman jenis ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah banyak;
(7) pemanenan tidak terlambat untuk mengurangi tingkat kerusakan yang lebih
berat.

c) Tikus (Rattus rattus sp)


Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau
sudah pada stadium membentuk ubi. Hama Ini menyerang ubi dengan cara
mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan.
Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti
dengan gejala pembusukan ubi. Pengendalian: (1) sistem gerepyokan untuk
menangkap tikus dan langsung dibunuh; (2) penyiangan dilakukan sebaik
mungkin agar tidak banyak sarang tikus disekitar ubi jalar; (3) pemasangan umpan
beracun, seperti Ramortal atau Klerat.

7.2. Penyakit

a) Kudis atau Scab


Penyebab: cendawan Elsinoe batatas. Gejala: adanya benjolan pada tangkai
sereta urat daun, dan daun-daun berkerut seperti kerupuk. Tingkat serangan yang
berat menyebabkan daun tidak produktif dalam melakukan fotosintesis sehingga
hasil ubi menurun bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Pengendalian: (1)
pergiliran/rotasi tanaman untuk memutus siklus hidup penyakit; (2) penanaman ubi
jalar bervarietas tahan penyakit kudis, seperti daya dan gedang; (3) kultur teknik
budi daya secara intensif; (4) penggunaan bahan tanaman (bibit) yang sehat.

b) Layu fusarium
Penyebab: jamur Fusarium oxysporum f. batatas. Gejala: tanaman tampak lemas,
urat daun menguning, layu, dan akhirnya mati. Cendawan fusarium dapat
bertahan selama beberapa tahun dalam tanah. Penularan penyakit dapat terjadi
melalui tanah, udara, air, dan terbawa oleh bibit. Pengendalian: (1) penggunaan
bibit yang sehat (bebas penyakit); (2) pergiliran /rotasi tanaman yang serasi di
suatu daerah dengan tanaman yang bukan famili; (3) penanaman jenis atau
varietas ubi jalar yang tahan terhadap penyakit Fusarium.

c) Virus
Beberapa jenis virus yang ditemukan menyerang tanaman ubi jalar adalah Internal
Cork, Chlorotic Leaf Spot, Yellow Dwarf. Gejala: pertumbuhan batang dan daun
tidak normal, ukuran tanaman kecil dengan tata letak daun bergerombol di bagian
puncak, dan warna daun klorosis atau hijau kekuning-kuningan. Pada tingkat
serangan yang berat, tanaman ubi jalar tidak menghasilkan. Pengendalian: (1)
penggunaan bibit yang sehat dan bebas virus; (2) pergiliran/rotasi tanaman
selama beberapa tahun, terutama di daerah basis (endemis) virus; (3)
pembongkaran/eradikasi tanaman untuk dimusnahkan.

Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

d) Penyakit Lain-lain
Penyakit-penyakit yang lain adalah, misalnya, bercak daun cercospora oleh jamur
Cercospora batatas Zimmermann, busuk basah akar dan ubi oleh jamur Rhizopus
nigricans Ehrenberg, dan klorosis daun oleh jamur Albugo ipomeae pandurata
Schweinitz. Pengendalian: dilakukan secara terpadu, meliputi perbaikan kultur
teknik budi daya, penggunaan bibit yang sehat, sortasi dan seleksi ubi di gudang,
dan penggunaan pestisida selektif.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen

Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri
fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum,
ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak
serta tidak berair.

Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas
ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan
varietas berumur panjang (dalam) sewaktu berumur 4,5-5 bulan.

Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling
lambat sampai umur 4 bulan. Panen pada umur lebih dari 4 bulan, selain resiko
serangan hama boleng cukup tinggi, juga tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi.

8.2. Cara Panen

Tata cara panen ubi jalar melalui tahapan sebagai berikut:


a) Tentukan pertanaman ubi jalar yang telah siap dipanen.
b) Potong (pangkas) batang ubi jalar dengan menggunakan parang atau sabit,
kemudian batang-batangnya disingkirkan ke luar petakan sambil dikumpulkan.
c) Galilah guludan dengan cangkul hingga terkuak ubi-ubinya.
d) Ambil dan kumpulkan ubi jalar di suatu tempat pengumpulan hasil.
e) Bersihkan ubi dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel.
f) Lakukan seleksi dan sortasi ubi berdasarkan ukuran besar dan kecil ubi secara
terpisah dan warna kulit ubi yang seragam. Pisahkan ubi utuh dari ubi terluka
ataupun terserang oleh hama atau penyakit.
g) Masukkan ke dalam wadah atau karung goni, lalu angkut ke tempat penampungan
(pengumpulan) hasil.

8.3. Prakiraan Produksi

Tanaman ubi jalar yang tumbuhnya baik dan tidak mendapat serangan hama
penyakit yang berarti (berat) dapat menghasilkan lebih dari 25 ton ubi basah per

Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

hektar. Varietas unggul seperti borobudur dapat menghasilkan 25 ton, prambanan 28


ton, dan kalasan antara 31,2-47,5 ton per hektar.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan

Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pemilihan atau penyortiran ubi jalar sebenarnya dapat dilakukan pada saat
pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran ubi jalar dapat dilakukan setelah
semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan
untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta
yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-
garis pada daging umbi.

9.3. Penyimpanan

Penanganan pascapanen ubi jalar biasanya ditujukan untuk mempertahankan daya


simpan. Penyimpanan ubi yang paling baik dilakukan dalam pasir atau abu. Tata
cara penyimpanan ubi jalar dalam pasir atau abu adalah sebagai berikut:
a) Angin-anginkan ubi yang baru dipanen di tempat yang berlantai kering selama 2-3
hari.
b) Siapkan tempat penyimpanan berupa ruangan khusus atau gudang yang kering,
sejuk, dan peredaran udaranya baik.
c) Tumpukkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu
setebal 20-30 cm hingga semua permukaan ubi tertutup.

Cara penyimpanan ini dapat mempertahankan daya simpan ubi sampai 5 bulan. Ubi
jalar yang mengalami proses penyimpanan dengan baik biasanya akan
menghasilkan rasa ubi yang manis dan enak bila dibandingkan dengan ubi yang
baru dipanen.

Hal yang penting dilakukan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan
pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka, dan tempat (ruang)
penyimpanan bersuhu rendah antara 27-30 derajat C (suhu kamar) dengan
kelembapan udara antara 85-90 %.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya ubi jalar dengan luas lahan 1 hektar per musim tanam (6
bulan) di daerah Bogor pada tahun 1999.

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan 6 bulan Rp. 750.000,-
2. Bibit: 50.000 stek (500 kg) Rp. 100.000,-
3. Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp. 1.100,- Rp. 220.000,-
- TSP: 50 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 90.000,-
- KCl: 100 g @ Rp. 1.650,- Rp. 165.000,-
4. Pestisida: 2 liter (kg) Rp. 100.000,-
5. Tenaga kerja
- Pengolahan tanah dan pengguludan 100 HKP Rp. 1.000.000,-
- Penyiapan bibit 4 HKP+8 HKW Rp. 100.000,-
- Penanaman 10 HKP+40 HKW Rp. 400.000,-
- Pembongkaran guludan dan penyiangan 20 HKP Rp. 200.000,-
- Pupuk, balik batang dan pengguludan 40 HKP Rp. 400.000,-
- Pengairan 2 kali (8 HKP) Rp. 80.000,-
- Pengendalian hama penyakit 4 HKP Rp. 40.000,-
6. Panen dan pasca panen 20 HKP+20 HKW Rp. 350.000,-
7. Alat dan penyusutan Rp. 150.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 4.145.000,-

b) Pendapatan : 25 ton @ Rp. 200.000,- Rp. 5.000.000,-

c) Keuntungan Rp. 855.000,-

d) Parameter kelayakan usaha


1. Rasio Output/Input = 1,205

Catatan : HKP= Hari Kerja Pria; HKW=Hari kerja Wanita

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Selama ini masyarakat mengenal ubi jalar sebagai makanan pangan


pengganti/tambahan dalam keadaan darurat atau untuk konsumsi masyarakat
bawah. Akan tetapi saat ini potensi ubi jalar cukup baik yang dapat digunakan
sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini terlihat dari
meningkatnya permintaan Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang dan
Malaysia akan ubi jalar sebagai bahan baku berbagai industri. Begitu pula kebutuhan
dalam negeri cukup tinggi dimana pada tahun 2000 ini Pemerintah merencanakan
kebutuhan akan umbi-umbian sekitar 17 juta ton. Sedangkan rata-rata produksi
ubijalar dari tahun 1983-1991 hanya 1,8 juta ton.

Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

11. STANDAR PRODUKSI


11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu

11.4. Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.

11.5. Pengemasan

Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiortir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.

Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

12. DAFTAR PUSTAKA


a) Rukmana, Rahmat. (1997). Ubi jalar: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius,1997.
b) Najiyati, Sri. (1998). Palawija: budidaya dan analisis usaha tani. Jakarta:
PT.Penebar Swadaya, 1998.

Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek


PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

You might also like