You are on page 1of 187

TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PENGATURAN PRODUKSI ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Pola produksi tepat sasaran

2. PEDOMAN TEKNIS
1) Pengaturan perkawinan domba ditujukan untuk mengatur produksi anak
disesuaikan dengan target penjualan. Minimal target yang dikejar adalah
satu ekor per bulan dapat dijual.

2) Pejantan dan 8 ekor betina merupakan skala usaha terkecil untuk


menghasilkan anak satu setiap bulan. domba induk disatukan dengan
pejantan selama 2 bulan dan diganti setiap 2 bulan dengan induk berikutnya
tidak bunting.

3) Lama pemeliharaan anak bersama induk adalah 3 bulan dan disapih untuk
tujuan penggemukan atau bibit.

4) pakan untuk induk bunting dan menyusui ditambahkan pakan tambahan


disamping pakan dasar rumput/hijauan (1 1/2 % berat badan)

3. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 1/ 1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

INTENSIFIKASI
TERNAK AYAM BURAS

1. PENDAHULUAN
Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan
ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara
oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk
pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan
pendapatan.

Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam


buras sangat rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari
1,9 kg dan betina ± 1,2 ~ 1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang
intensif pada ayam buras, dapat meningkatkan produksi telur dan daging, dapat
mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

Sistem pemeliharaan ayam buras meliputi : bibit, pemeliharaan, perkandangan,


pakan dan pencegahan penyakit.

2. BIBIT
Ciri-ciri bibit yang baik :

a. Ayam jantan
- Badan kuat dan panjang.
- Tulang supit rapat.
- Sayap kuat dan bulu-bulunya teratur rapih.
- Paruh bersih.
- Mata jernih.
- Kaki dan kuku bersih, sisik-sisik teratur.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- Terdapat taji.

b. Ayam betina (petelur) yang baik


- Kepala halus.
- Matanya terang/jernih.
- Mukanya sedang (tidak terlalu lebar).
- Paruh pendek dan kuat.
- Jengger dan pial halus.
- Badannya cukup besar dan perutnya luas.
- Jarak antara tulang dada dan tulang belakang ± 4 jari.
- Jarak antara tulang pubis ± 3 jari.

3. PEMELIHARAAN
Ada 3 (tiga) sistem pemeliharaan :
a. Ekstensif (pemeliharaan secara tradisional = ayam dilepas dan mencari
pakan sendiri).
b. Semi intensif (ayam kadang-kadang diberi pakan tambahan).
c. Intensif (ayam dikandangkan dan diberi pakan).

Apabila dibedakan dari umurnya, ada beberapa macam pemeliharaan, yaitu :


a. Pemeliharaan anak ayam (starter) : 0 - 6 minggu, dimana anak ayam
sepenuhnya diserahkan kepada induk atau induk buatan.
b. Pemeliharaan ayam dara (grower) : 6 - 20 minggu.
c. Pemeliharaan masa bertelur (layer) : 21 minggu sampai afkir (± 2 tahun).

Untuk memperoleh telur tetas yang baik, diperlukan 1 (satu) ekor pejantan
melayani 9 (sembilan) ekor betina, sedangkan untuk menghasilkan telur
konsumsi, pejantan tidak diperlukan.

4. PERKANDANGAN
Fungsi kandang yaitu :
a. Untuk tempat berteduh dari panas dan hujan.
b. Sebagai tempat bermalam.
c. Untuk memudahkan tata laksana.

Syarat kandang yang baik, yaitu :


a. Cukup mendapat sinar matahari.
b. Cukup mendapat angin atau udara segar.
c. Jauh dari kediaman rumah sendiri.
d. Bersih.
e. Sesuai kebutuhan (umur dan keadannya).
f. Kepadatan yang sesuai.

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

g. Kandang dibuat dari bahan yang murah, mudah didapat dan tahan lama.

Kepadatan kandang :
a. Anak ayam beserta induk : 1 - 2 m2 untuk 20 - 25 ekor anak ayam dan 1 - 2
induk.
b. Ayam dara 1 m2 untuk 14 - 16 ekor.
c. Ayam masa bertelur, 1 - 2 m2 untuk 6 ekor dan pejantan 1 ekor.

5. PAKAN
Zat-zat makanan yang dibutuhkan terdiri dari : protein, energi, vitamin, mineral
dan air. Adapun konsumsi pakan adalah sebagai berikut :
- Anak ayam dara 15 gram/hari
- Minggu I-III 30 gram/hari
- Minggu III-V 60 gram/hari
- Minggu VI sampai menjelang bertelur 80 gram/hari
- Induk 100 gram/hari

Pemberian pakan adalah sehari dua kali, yaitu pagi dan sore, sedangkan air
minum diberikan setiap saat.

6. PENYAKIT DAN PENCEGAHAN


1) ND = Necastle Desease = Tetelo
Pencegahan: lakukan vaksinasi ND secara teratur pada umur 4 hari, 4
minggu dan 4 bulan diulangi lagi setiap 4 bulan sekali.

2) Cacingan
Pencegahan : hindarkan pemeliharaan tradisional.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3) CRD (pernafasan)
Pengobatan : Chlortetacyclin (dosis 100-200 gr/ton ransum) atau tylosin
(dosis 800 -1000 gr/ton ransum).

4) Berak Darah
Pengobatan : Prepara Sulfa atau anyrolium dilarutkan dalam air minum,
dosis 0,012 -0,024% untuk 3 - 5 hari.

5) Pilek
Pengobatan : sulfadimetoxine 0,05% dilarutkan dalam air minum selama 5 -
7 hari.

6) Cacar
Pencegahannya : vaksinasi 1 kali setelah lepas induk.

7. ANALISA USAHA AYAM BURAS


1) Pengeluaran
a. Bibit: 100 ekr x Rp. 12.000,- Rp. 1.200.000,-
b. Pakan100 ekr x 360 hr x 100 gr x Rp. 491,- / 1000 Rp. 1.767.600,-
c. Penyusutan kandang/th Rp. 500.000: Rp. 50.000/2 th Rp. 225.000,-
d. Tenaga kerja: 12 x Rp. 150.000,- /bulan Rp. 1.800.000,-
e. Vaksin dan Obat: 100 ekr x 4 kali x Rp. 50,- Rp. 20.000,-
Total 1) Rp. 5.012.600,-

2) Pendapatan
a) Penjualan telur/th 95%x100 ek x 25% x 360 hr x Rp. 300,- Rp 2.565.000,-
b) Penjualan kotoran ayam/th 25 grx95 ekrx360 x Rp. 2.000,-Rp. 34.200,-
c) Penjualan ayam afkir: 95 ekr x Rp. 13.500,- Rp. 1.282.500,-
Total 2) Rp. 3.881.700,-

Penghasilan/tahun: pendapatan - pengeluaran -Rp. 1.130.900,-

Karena keuntungannya negatif, maka sebaiknya untuk pemeliharaan 100 ekor


ayam, tenaga kerja cukup ditangani oleh peternak, sehingga biaya untuk
tenaga kerja Rp. 0,-. Dengan kata lain, untuk pemeliharaan 100 ekor ayam :
a. Pengeluaran Rp. 3.212.600,-
b. Pendapatan Rp. 3.881.700,-
c. Keuntungan Rp. 669.100,-
keuntungan/bln Rp. 55.758,-

Asumsi harga pasaran bulan Februari 1996


1. Harga bibit siap telur/ekor Rp. 12.000,-
2. Harga telur/butir Rp. 300,-
3. Harga pakan, dengan susunan:

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

30 kg pakan Rp. 300,- /kg


50 kg pakan layer (441) Rp. 605,- /kg
1 kg mineral Rp. 500,- /kg
4. Harga ayam apkir Rp. 13.500,-
5. Harga kotoran ayam 1 karung (50 kg) Rp. 2.000,-
6. Mortalitas (kematian) 5%
7. Produktivitas telur 25%
8. Biaya kandang ayam perekor Rp . 5.000,-
9. Biaya vaksin & obat perekor Rp. 50,-

8. SUMBER
Brosur Intensifikasi Ternak Ayam Buras, Dinas Peternakan, Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Jakarta (tahun 1996).

9. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Peternakan, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jl. Gunung
Sahari Raya No. 11 Jakarta Pusat, Tel. (021) 626 7276, 639 3771 atau 600
7252 Pes. 202.

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Tarwiyah

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PEMILIHAN BIBIT AYAM BURAS

1. KELUARAN
Teknik pembibitan bibit ayam buras yang baik

2. PEDOMAN TEKNIS
1) Calon induk betina:
- sehat dan tidak cacat
- lincah dan gesit
- mata bening dan bulat
- rongga perut elastis
- tidak mempunyai sifat kanibal
- bebas dari penyakit
- umur 5 - 12 bulan.
2) Calon pejantan:
- sehat dan tidak cacat
- penampilan tegap
- bulu halus dan mengkilap
- tidak mempunyai sifat kanibal
- umur 8 - 24 bulan.
Jumlah induk dan pejantan disesuaikan dengan kondisi dan umurnya
antara 8 - 10 : 1

3. SUMBER
Hompage Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu,
Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 1/ 1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PENETASAN ALAMI AYAM BURAS

1. KELUARAN
Sangkar tetas dengan hasil daya tetas tinggi.

2. BAHAN
Bambu, kawat, paku, rumput kering.

3. ALAT
Gergaji, pisau serut, palu, tang, dll.

4. PEDOMAN TEKNIS
1) Sangkar penetasan dibuat dari bambu berbentuk kerucut dengan suhu
penetasan dalam sangkar pengeraman cukup baik.

2) Cara pembuatan

a. Potong bambu berdiameter 25 - 50 cm sepanjang 125 cm, 1/3 bagian


harus berada di atas ruas sedangkan yang 2/3 bagiannya sebagai tiang
penyangga.
b. satu pertiga dari bambu bagian atas dibelah-belah kecil ( 1-1,5 cm),
dihaluskan, kemudian dianyam dengan belahan bambu tipis, dimulai dari
bagian ujung bawah belahan bambu, sehingga berbentuk kerucut.
c. Bagian ujung paling atas diikat dengan kawat tali, agar ayaman tidak
lepas.
d. Sangkar diletakkan di tempat yang aman dan jauh dari keramaian dan
terhindar dari gangguan hewan liar.
e. Bagian bawah sangkar dialasi dengan rumput kering, yang merupakan
alas/tempat diletakkannya telur dan sekaligus sebagai tempat penetasan.

3) Sangkar penetasan kerucut ini menghasilkan daya tetas telur 77,37 %,


kematian embriyo 16,64 %, suhu maksimum 102,30 C dan suhu minimum
83,50 C.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA AYAM RAS PEDAGING

1. SEJARAH SINGKAT
Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan
hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini
baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan
mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu
semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal
masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu
sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan
menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang
bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN
Ayam telah dikembangkan sangat pesat disetiap negara. Di Indonesia usaha
ternak ayam pedaging juga sudah dijumpai hampir disetiap propinsi

3. JENIS
Dengan berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah beredar
dipasaran, peternak tidak perlu risau dalam menentukan pilihannya. Sebab
semua jenis strain yang telah beredar memiliki daya produktifitas relatif sama.
Artinya seandainya terdapat perbedaan, perbedaannya tidak menyolok atau
sangat kecil sekali. Dalam menentukan pilihan strain apa yang akan dipelihara,
peternak dapat meminta daftar produktifitas atau prestasi bibit yang dijual di
Poultry Shoup. Adapun jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di

Hal. 1/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline,
Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres,
Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross,
Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707.

4. MANFAAT
Manfaat beternak ayam ras pedaging antara lain, meliputi:
1) penyediaan kebutuhan protein hewani
2) pengisi waktu luang dimasa pensiun
3) pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan dikalangan remaja
4) tabungan di hari tua
5) mencukupi kebutuhan keluarga (profit motif)

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi yang cukup jauh dari keramaian/perumahan penduduk.
2) Lokasi mudah terjangkau dari pusat-pusat pemasaran.
3) Lokasi terpilih bersifat menetap, artinya tidak mudah terganggu oleh
keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga)
unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding
(pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan)

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi:
persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban
berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan
aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan
tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan
dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan
memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan
memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa
dengan kandang postal atapun kandang bateray.

Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang
penting kuat, bersih dan tahan lama.

Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Peralatan

a. Litter (alas lantai)


Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang
bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal
litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam
dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasi serutan kayu
dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.

b. Indukan atau brooder


Alat ini berbentuk bundar atau persegi empat dengan areal jangkauan 1-3
m dengan alat pemanas di tengah. Fungsinya seperti induk ayam yang
menghangatkan anak ayamnya ketika baru menetas.

c. Tempat bertengger (bila perlu)


Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan
diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar.
Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari
tempat bertelur.

d. Tempat makan, minum dan tempat grit


Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu,
almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat.
Untuk tempat grit dengan kotak khusus

e. Alat-alat rutin
Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti: suntikan, gunting
operasi, pisau potong operasi kecil, dan lain-lain.

6.2. Pembibitan

Ternak yang dipelihara haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:


a) ternak sehat dan tidak cacat pada fisiknya
b) pertumbuhan dan perkembangannya normal
c) ternak berasal dari pembibitan yang dikenal keunggulannya.
d) tidak ada lekatan tinja di duburnya.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old


Chicken)/ayam umur sehari:
a. Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.
b. Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .
c. Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.
d. Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.
e. Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.

Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

f. Tidak ada letakan tinja diduburnya.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Dilakukan setiap saat, bila ada gejala kelainan pada ternak supaya segera
diberi perhatian secara khusus dan diberikan pengobatan sesuai petunjuk
Dinas Peternakan setempat atau dokter hewan yang bertugas di daerah
yang bersangkutan.

6.3. Pemeliharaan

1) Pemberian Pakan dan Minuman

Untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).

a. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:


- kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%,
lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%,
ME 2800-3500 Kcal.
- kuantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu
minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua
(umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66
gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor.
Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram.

b. Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:


- kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%;
lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%
dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.
- kuantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu:
minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut
37-43 hari) 129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146
gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor.
Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829
gram.

Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan


dalam 2 (dua) fase yaitu:

a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada
masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100
ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21
hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor.
Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah
sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama

Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air
minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.

b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing


minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6
(37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7
liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi
total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.

2) Pemeliharaan Kandang

Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan


usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga
yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada
ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry
shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka
bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu
dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera
disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa
maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang
dipelihara.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit

1) Berak darah (Coccidiosis)


Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi,
bulu kusam menggigil kedinginan. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan
lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule
diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air
minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.

2) Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)


Gejala: ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu,
mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang
spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu
dan lumpuh. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan
peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang
mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu
masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.

Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

7.2. Hama

1) Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu
karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus. Pengendalian: (1)
sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit
dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan
konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan
menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan
dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau
pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti
Nocotine sulfat atau Black leaf 40.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging
ayam

8.2. Hasil Tambahan

Usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran
kandang dan bulu ayam.

9. PASCAPANEN
9.1. Stoving

Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di


kandang penampungan (Houlding Ground)

9.2. Pemotongan

Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar


keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini
agar kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.

9.3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu

Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7-
54,4 derajat C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang
halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api
biru.

Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9.4. Pengeluaran Jeroan

Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela)
dikeluarkan. Isi perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap
dimasak dalam kemasan terpisah.

9.5. Pemotongan Karkas

Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah
semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki
ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian ayam didinginkan dan
dikemas.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Dasar perhitungan biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh


dalam analisis ini, antara lain adalah:
a) jenis ayam yang dipelihara adalah jenis ayam ras pedaging (broiler) dari
strain CP.707.
b) sistem pemeliharaan yang diterapkan dengan cara intensif pada kandang
model postal
c) luas tanah yang digunakan yaitu 200 m2 dengan nilai harga sewa tanah
dalam 1 ha/tahun adalah Rp 1.000.000,-.
d) kandang terbuat dari kerangka bambu, lantai tanah, dinding terbuat dari
bilah-bilah bambu denga alas dinding setinggi 30 cm, terbuat dari batu bata
yang plester dan atap menggunakan genting.
e) ukuran kandang, yaitu tinggi bagian tepinya 2,5 m, lebar kandang 5 m dan
lebar bagian tepi kandang 1,5 m.
f) lokasi peternakan dekat dengan sumber air dan listrik.
g) menggunakan alat pemanas (brooder) gasolec dengan bahan bakar gas.
h) penerangan dengan lampu listrik.
i) umur ayam yaitu dimulai dari bibit yang berumur 1 hari
j) litter/alas kandang menggunakan sekam padi.
k) jenis pakan yang diberikan adalah BR-1 untuk anak ayam umur 0-4 minggu
dan BR-2 untuk umur 4-6 minggu.
l) tingkat kematian ayam diasumsikan 6%.
m)lama masa pemeliharaan yaitu 6 minggu (42 hari).
n) berat rata-rata per ekor ayam diasumsikan 1,75 kg berat hidup pada saat
panen.
o. harga ayam per kg berat hidup, yaitu diasumsikan Rp 2500,-, walau kisaran
harga sampai mencapai Rp 3000,- ditingkat peternak/petani.
p) ayam dijual pada umur 6 mingu atau 42 hari.

Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

q) nilai pupuk kandang yaitu Rp 60.000,-.


r) bunga Bank yaitu 1,5%/bulan
s) nilai penyusutan kandang diperhitungkan dengan kekuatan masa pakai 6
tahun dan nilai penyusutan peralatan diperhitungkan dengan masa pakai 5
tahun.
t) perhitungan analisis biaya ini hanya diperhitungkan sebagai Pedoman dasar,
karena nilai/harga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.

Adapun rincian biaya produksi dan modal usaha tani adalah sebagai berikut :

1) Biaya prasarana produksi


a. Sewa tanah 200 m2 selama 2 bulan Rp. 20.000,-
b. Kandang ukuran 20 x 5 m
- Bambu 180 batang @ Rp 1250, Rp. 225.000,-
- Semen 4 zak @ Rp 7000, Rp. 28.000,-
- Kapur 30 zak @ Rp 6000, Rp. 18.000,-
- Genting 2600 bh @ Rp 90, Rp. 234.000,-
- Paku reng 5 kg @ Rp 2000, Rp. 10.000,-
- Paku usuk 7000 kg @ Rp 1800, Rp. 12.600,-
- Batu bata 1000 buah @ Rp 55, Rp. 55.000,-
- Pasir 1 truk Rp. 230.000,-
- Tali 28 meter @ Rp 5000, Rp. 14.000,-
- Tenaga kerja Rp. 400.000,-
c. Peralatan
- Tempat pakan 28 bh @ Rp 5000, Rp. 140.000,-
- Tempat minum 32 bh @ Rp 3880, Rp. 124.000,-
- Sekop 1 bh Rp. 7.000,-
- Ember 2 bh @ Rp 2000, Rp. 4.000,-
- Tong bak air 1 bh Rp. 15.000,-
- Ciduk 2 bh @ Rp 500, Rp. 1.000,-
- Tabung gas besar 1 bh Rp. 250.000,-
- Thermometer 1 bh Rp. 2.000,-
- Regulator 1 bh Rp. 52.500,-
- Brooder (gasolec) 1 bh Rp. 15.000,-
- Tali gantung tmp pakan 120 m @Rp 500,- Rp. 60.000,-
Jumlah biaya prasarana produksi Rp. 2.052.000,-

2) Biaya sarana produksi


a. Bibit DOC 1000 bh @ Rp 900,- Rp. 900.000,-
b. Pakan dan obat-obatan
- BR-1 31 zak (0-4 minggu) @Rp 36.000, Rp. 1.116.000,-
- BR-2 34 zak (4-6 mingu) @ Rp 34.000, Rp. 1.156.000,-
- obat-obatan @ Rp 150,-/ekor Rp. 150.000,-
c. tenaga kerja pelihara 1,5 bln @ Rp 105.000,- Rp. 157.500,-
d. Lain-lain Rp. 10.000,-
- sekam padi alas kandang 1 truk @Rp 60.000,- Rp. 60.000,-
- karung goni bekas 32 kantong @ Rp 300,- Rp. 2.400,-

Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- pemakaian listrik selama 0-6 minggu Rp. 7.000,-


- pemakaian gas Rp. 35.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 3.583.900,-

3) Biaya produksi
a. Sewa tanah 200 m2 selama 2 bulan Rp. 20.000,-
b. Nilai susut prasarana produksi/2 bln
- kandang Rp. 51.109,-
- Peralatan Rp 805.660,- : 30 Rp. 26.856,-
c. Bibit DOC 1000 ekor Rp. 900.000,-
d. Pakan dan obat-obatan Rp. 2.422.000,-
e. Tenaga kerja Rp. 157.500,-
f. lain-lain Rp. 104.400,-
g. Bunga modal 1,5% per bulan Rp. 84.543,-
h. Bulan modal 1,5 bulan Rp. 126.815,-
Jumlah biaya produksi Rp. 3.808.680,-

4) Pendapatan
a. Total produksi 1000X94%X1,75 kg X Rp 2500,- Rp. 4.112.500,-
b. Nilai Pupuk kandang Rp. 60.000,-
c. Jumlah pendapatan Rp. 4.172.500,-
d. Keuntungan Rp. 363.820,-

5) Parameter kelayakan usaha


a. BEP Volume Produksi = 870 ekor
b. BEP Harga Produksi Rp. 3.316.000,-
c. B/C Ratio = 1,09
d. ROI = 6,45 %
e. Rasio keuntungan terhadap pendapatan = 8,71 %
f. Tingkat pengembalian modal = 2,6 th.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Prospek agribisnis peternakan untuk ternak ayam broiler cukup baik dimana
permintaan pasar selalu meningkat, sejalan dengan kesadaran masyarakat
akan pentingnya gizi hewani. Produksi ternak ayam broiler saat ini berkembang
dengan pesat dan peluang pasar yang bisa dihandalkan.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Muhammad Rasyaf, Dr.,Ir. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar
Swadaya (anggota IKAPI) Jakarta.
2) Cahyono, Bambang, Ir.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras
Pedaging (Broiler). Penerbit Pustaka Nusatama Yogyakarta.

Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA AYAM PETELUR


(Gallus sp.)

1. SEJARAH SINGKAT
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk
diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan
itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun
demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para
pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan
tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak
dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi
daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal
dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur
hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat.
Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam
petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek
dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian
dikenal dengan ayam petelur unggul.

Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab
dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an,
oran mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai
membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah
Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan
ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu
memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam
luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu
masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa
dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar
ayam. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal
klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja,

Hal. 1/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun,
pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur
banyak tetapi tidak enak dagingnya.

Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah
ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa
produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga
menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam
broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur
dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai
sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan
pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan
daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur
ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai
terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah
menandakan maraknya peternakan ayam petelur.

Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur dan


dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam
dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam
kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam
kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga
ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik
dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan
produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di
Asia dan Afrika.

2. SENTRA PERIKANAN
Ayam telah dikembangkan sangat pesat di setiapa negara. Sentra peternakan
ayam petelur sudah dijumpai di seluruh pelosok Indonesia terutama ada di
Pulau Jawa dan Sumatera, tetapi peternakan ayam telah menyebar di Asia dan
Afrika serta sebagian Eropa.

3. JENIS
Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:

1) Tipe Ayam Petelur Ringan.


Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini
mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar.
Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari
galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan
komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit

Hal. 2/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan
(petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per
tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus
untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada
kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan
ini sensitif terhadapa cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget
dan bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila
kepanasan.

2) Tipe Ayam Petelur Medium.


Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di
antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini
disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga
tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan
daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna.
Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur
cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran
orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau
dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang
putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah
harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal
ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya
telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam
petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa
yang enak.

4. MANFAAT
Ayam-ayam petelur unggul yang ada sangat baik dipakai sebagai plasma
nutfah untuk menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari
pemotongan ayam petelur merupakan hasil samping yang dapat diolah menjadi
pupuk kandang, kompos atau sumber energi (biogas). Sedangkan seperti usus
dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai pakan ternak unggas setelah
dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga dalam upacara keagamaan.

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan penduduk.
2) Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran.
3) Lokasi terpilih bersifat menetap, tidak berpindah-pindah.

Hal. 3/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Kandang

Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2–35 derajat C, kelembaban berkisar antara
60–70%, penerangan dan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan
yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak
melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik, jangan
membuat kandang dengan permukaan lahan yang berbukit karena
menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air permukaan bila
turun hujan, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar
hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang.

Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang
penting kuat, bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan kandang
hendaknya disediakan selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat
minum, tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat
penerangan.

Bentuk-bentuk kandang berdasarkan sistemnya dibagi menjadi dua: a)


Sistem kandang koloni, satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari
ribuan ekor ayam petelur; b) Sistem kandang individual, kandang ini lebih
dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh individu
di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang
untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam
peternakan ayam petelur komersial.

Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1)


kandang dengan lantai liter, kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi
kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada
kandang sistem koloni; 2) kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai
untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu kaso dengan lubang-lubang
diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke
tempat penampungan; 3) kandang dengan lantai campuran liter dengan
kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas
liter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan
dan 30% di kiri).

2) Peralatan

a. Litter (alas lantai)


Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang
bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal

Hal. 4/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam
dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasi serutan kayu
dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.

b. Tempat bertelur
Penyediaan tempat bertelur agar mudah mengambil telur dan kulit telur
tidak kotor, dapat dibuatkan kotak ukuran 30 x 35 x 45 cm yang cukup
untuk 4–5 ekor ayam. Kotak diletakkan dididing kandang dengan lebih
tinggi dari tempat bertengger, penempatannya agar mudah pengambilan
telur dari luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta dimakan.
Dasar tempat bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung ke
luar sarang setelah bertelur dan dibuat lubah yang lebih besar dari besar
telur pada dasar sarang.

c. Tempat bertengger
Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan
diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar.
Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari
tempat bertelur.

d. Tempat makan, minum dan tempat grit


Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu,
almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat.
Untuk tempat grit dengan kotak khusus

6.2. Penyiapan Bibit

Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai


berikut, antara lain:
a) Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya.
b) Pertumbuhan dan perkembangan normal.
c) Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya.

Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken)
/ayam umur sehari:
a) Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.
b) Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .
c) Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.
d) Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.
e) Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.
f) Tidak ada letakan tinja diduburnya.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Penyiapan bibit ayam petelur yang berkreteria baik dalam hal ini tergantung
sebagai berikut:

Hal. 5/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

a. Konversi Ransum.
Konversi ransum merupakan perabandingan antara ransum yang
dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering
disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam yang baik akan makan
sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih banyak/lebih besar
daripada sejumlah ransum yang dimakannya. Bila ayam itu makan terlalu
banyak dan bertelur sedikit maka hal ini merupakan cermin buruk bagi
ayam itu. Bila bibit ayam mempunyai konversi yang kecil maka bibit itu
dapat dipilih, nilai konversi ini dikemukakan berikut ini pada berbagai bibit
ayam dan juga dapat diketahui dari lembaran daging yang sering
dibagikan pembibit kepada peternak dalam setiap promosi penjualan bibit
ayamnya.

b. Produksi Telur.
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian. Dipilih bibit yang dapat
memproduksi telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap utama sebab
ayam yang produksi telurnya tinggi tetapi makannya banyak juga tidak
menguntungkan.

c. Prestasi bibit dilapangan/dipeternakan.


Apabila kedua hal diatas telah baik maka kemampuan ayam untuk
bertelur hanya dalam sebatas kemampuan bibit itu. Contoh prestasi
beberapa jenis bibit ayam petelur dapat dilihat pada data di bawah ini.
- Babcock B-300 v: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)
270, ransum 1,82 kg/dosin telur.
- Dekalb Xl-Link: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)
255-280, ransum 1,8-2,0 kg/dosin telur.
- Hisex white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 288,
ransum 1,89 gram/dosin telur.
- H & W nick: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 272,
ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.
- Hubbarb leghorn: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen
house)260, ransum 1,8-1,86 kg/dosin telur.
- Ross white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 275,
ransum 1,9 kg/dosin telur.
- Shaver S 288: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)280,
ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.
- Babcock B 380: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house) 260-275, ransum 1,9 kg/dosin telur.
- Hisex brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house)272, ransum 1,98 kg/dosin telur.
- Hubbarb golden cornet: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi
telur(hen house) 260, ransum 1,24-1,3 kg/dosin telur.
- Ross Brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house)
270, ransum 2,0 kg/dosin telur.
- Shaver star cross 579: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi
telur(hen house) 265, ransum 2,0-2,08 kg/dosin telur.

Hal. 6/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- Warren sex sal link: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house) 280, ransum 2,04 kg/dosin telur.

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan


usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga
yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada
ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry
shoup.

2) Pemberian Pakan

Untuk pemberian pakan ayam petelur ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).

a. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:


- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%,
lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%,
ME 2800-3500 Kcal.
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu
minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua
(umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor; minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66
gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor.
Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram.

b. Kwalitas dan kwantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:


- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%;
lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; Phospor (P) 0,7-0,9%
dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur
yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor; minggu ke-6
(umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor; minggu ke-7 (umur 44-50 hari)
146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161
gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari
adalah 3.829 gram.

Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam, dalam hal ini


dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:

a. Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada
masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100
ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor; minggu ke-3 (15-21
hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor.

Hal. 7/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah
sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama
hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air
minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.

b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing


minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-6
(37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor; minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7
liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi
total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.

3) Pemberian Vaksinasi dan Obat

Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang


menulardengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara
teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi 2
macam yaitu:

Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang


ditimbulkan lebih lama daripada dengan vaksin inaktif/pasif.

Vaksin inaktif, adalah vaksin yang mengandung virus yang telah


dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur antigenic, hingga mampu
membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek,
keuntungannya disuntikan pada ayam yang diduga sakit.

Macam-macam vaksin:
a) Vaksin NCD vrus Lasota buatan Drh Kuryna
b) Vaksin NCD virus Komarov buatan Drh Kuryna (vaksin inaktif)
c) Vaksin NCD HB-1/Pestos.
d) Vaksin Cacar/pox, virus Diftose.
e) Vaksin anti RCD Vaksin Lyomarex untuk Marek.

Persyaratan dalam vaksinasi adalah:


a) Ayam yang divaksinasi harus sehat.
b) Dosis dan kemasan vaksin harus tepat.
c) Sterilisasi alat-alat.

4) Pemeliharaan Kandang

Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan


kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan
dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera
disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa
maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang
dipelihara.

Hal. 8/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit karena Bakteri

1) Berak putih (pullorum)


Menyerang ayam kampung dengan angka kematian yang tinggi. Penyebab:
Salmonella pullorum. Pengendalian: diobati dengan antibiotika

2) Foel typhoid
Sasaran yang disering adalah ayam muda/remaja dan dewasa. Penyebab:
Salmonella gallinarum. Gejala: ayam mengeluarkan tinja yang berwarna
hijau kekuningan. Pengendalian: dengan antibiotika/preparat sulfa.

3) Parathyphoid
Menyerang ayam dibawah umur satu bulan. Penyebab: bakteri dari genus
Salmonella. Pengendalian: dengan preparat sulfa/obat sejenisnya.

4) Kolera
Penyakit ini jarang menyerang anak ayam atau ayam remaja tetapi selain
menyerang ayam menyerang kalkun dan burung merpati. Penyebab:
pasteurella multocida. Gejala: pada serangan yang serius pial ayam
(gelambir dibawah paruh) akan membesar. Pengendalian: dengan
antibiotika (Tetrasiklin/Streptomisin).

5) Pilek ayam (Coryza)


Menyerang semua umur ayam dan terutama menyerang anak ayam.
Penyebab: makhluk intermediet antara bakteri dan virus. Gejala: ayam yang
terserang menunjukkan tanda-tanda seperti orang pilek. Pengendalian:
dapat disembuhkan dengan antibiotia/preparat sulfa.

6) CRD
CRD adalah penyakit pada ayam yang populer di Indonesia. Menyerang
anak ayam dan ayam remaja. Pengendalian: dilakukan dengan antibiotika
(Spiramisin dan Tilosin).

7) Infeksi synovitis
Penyakit ini sering menyerang ayam muda terutama ayam broiler dan
kalkun. Penyebab: bakteri dari genus Mycoplasma. Pengendalian: dengan
antibiotika.

7.2. Penyakit karena Virus

1) Newcastle disease (ND)


ND adalah penyakit oleh virus yang populer di peternak ayam Indonesia.
Pada awalnya penyakit ditemukan tahun 1926 di daerah Priangan.

Hal. 9/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Penemuan tersebut tidak tersebar luas ke seluruh dunia. Kemudian di Eropa,


penyakit ini ditemukan lagi dan diberitakan ke seluruh dunia. Akhirnya
penyakit ini disebut Newcastle disease.

2) Infeksi bronchitis
Infeksi bronchitis menyerang semua umur ayam. Pada dewasa penyakit ini
menurunkan produksi telur. Penyakit ini merupakan penyakit pernafasan
yang serius untuk anak ayam dan ayam remaja. Tingkat kematian ayam
dewasa adalah rendah, tapi pada anak ayam mencapai 40%. Bila
menyerang ayam petelur menyebabkan telur lembek, kulit telur tidak normal,
putih telur encer dan kuning telur mudah berpindah tempat (kuning telur yang
normal selalu ada ditengah). Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini tetapi
dapat dicegah dengan vaksinasi.

3) Infeksi laryngotracheitis
Infeksi laryngotracheitis merupakan penyakit pernapasan yang serius terjadi
pada unggas. Penyebab: virus yang diindetifikasikan dengan Tarpeia avium.
Virus ini di luar mudah dibunuh dengan desinfektan, misalnya karbol.
Pengendalian: (1) belum ada obat untuk mengatasi penyakit ini; (2)
pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan sanitasi yang ketat.

4) Cacar ayam (Fowl pox)


Gejala: tubuh ayam bagian jengger yang terserang akan bercak-bercak
cacar. Penyebab: virus Borreliota avium. Pengendalian: dengan vaksinasi.

5) Marek
Penyakit ini menjadi populer sejak tahun 1980-an hingga kini menyerang
bangsa unggas, akibat serangannya menyebabkan kematian ayam hingga
50%. Pengendalian: dengan vaksinasi.

6) Gumboro
Penyakit ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva
Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya
menyerang anak ayam umur 3–6 minggu.

7.3. Penyakit karena Jamur dan Toksin

Penyakit ini karena ada jamur atau sejenisnya yang merusak makanan. Hasil
perusakan ini mengeluarkan zak racun yang kemudian di makan ayam. Ada
pula pengolahan bahan yang menyebabkan asam amino berubah menjadi zat
beracun. Beberapa penyakit ini adalah :

1) Muntah darah hitam (Gizzerosin)


Ciri kerusakan total pada gizzard ayam. Penyebab: adalah racun dalam
tepung ikan tetapi tidak semua tepung ikan menimbulkan penyakit ini. Timbul

Hal. 10/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

penyakit ini akibat pemanasan bahan makanan yang menguraikan asam


amino hingg menjadi racun. Pengendalian: belum ada.

2) Racun dari bungkil kacang


Minyak yang tinggi dalam bungkil kelapa dan bungkil kacang merangsang
pertumbuhan jamur dari grup Aspergillus. Untuk menghindari keracunan
bungkil kacang maka dalam rancung tidak digunakan antioksidan atau
bungkil kacang dan bungkil kelapa yang mengandung kadar lemak tinggi.

7.4. Penyakit karena Parasit

1) Cacing
Karena penyakit cacing jarang ditemukan di peternakan yang bersih dan
terpelihara baik. Tetapi peternakan yang kotor banyak siput air dan minuman
kotor maka mungkin ayam terserang cacingan. Ciri serangan cacingan
adalah tubuhnya kurus, bulunya kusam, produksi telur merosot dan kurang
aktif.

2) Kutu
Banyak menyerang ayam di peternakan Indonesia. Dari luar kutu tidak
terlihat tapi bila bulu ayam disibak akan terlihat kutunya. Tanda fisik ayam
terserang ayam akan gelisah. Kutu umum terdapat di kandang yang tidak
terkena sinar matahari langsung maka sisi samping kandang diarahkan
melintang dari Timur ke Barat. Penggunaan semprotan kutu sama dengan
cara penyemprotan nyamuk. Penyemprotan ini tidak boleh mengenai tangan
dan mata secara langsung dan penyemprotan dilakukan malam hari
sehingga pelaksanaannya lebih mudah karena ayam tidak aktif.

7.5. Penyakit karena Protozoa

Penyakit ini berasal dari protozoa (trichomoniasis, Hexamitiasis dan Blachead),


penyakit ini dimasukkan ke golongan parasit tetapi sebenarnya berbeda.
Penyakit ini jarang menyerang ayam lingkungan peternakan dijaga kebersihan
dari alang-alang dan genangan air.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang diahsilkan
oelh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar
kerusakan isi tlur yang disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi.
Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-11.00; pengambilan

Hal. 11/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga (terakhir)sambil mengecek


seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.

8.2. Hasil Tambahan

Hasil tambahan yang dapat dinukmati dari hasil budidaya ayam petelur adalah
daging dari ayam yang telah tua (afkir) dan kotoran yang dapat dijual untuk
dijadikan pupuk kandang.

8.3. Pengumpulan

Telur yang telah dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray (nampan
telur). Dalam pengambilan dan pengumpulan telur, petugas pengambil harus
langsung memisahkan antara telur yang normal dengan yang abnormal. Telur
normal adalah telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus serta beratnya 57,6
gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal misalnya telurnya
kecil atau terlalu besar, kulitnya retak atau keriting, bentuknya lonjong.

8.4. Pembersihan

Setelah telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena terkena litter
atau tinja ayam dibershkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan dengan
amplas besi yang halus, dicuci secara khusus atau dengan cairan pembersih.
Biasanya pembersihan dilakukan untuk telur tetas.

9. PASCAPANEN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya ayam petelur buras (150 ekor) tahun 1998 di
Bintaro, Jakarta.

1) Biaya produksi
a. Modal tetap (investasi)
- Kandang dan atap Rp. 225.000,-
- Induk 150 ekor @ Rp. 17.500,- Rp. 2.626.000,-
Jumlah biaya modal tetap Rp. 2.850.000,-
b. Modal kerja/variabel

Hal. 12/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- Pakan 90 gr x 150 x Rp. 1.210,-/kg x 30 Rp. 490.000,-


- Penyusutan kandang (4tahun) Rp. 4.700,-
- Penyusutan induk (umur produktif 2 tahun) Rp. 109.375,-
- Obat-obatan Rp. 1.000,-
- Resiko kematian 3% per tahun Rp. 6.565,-
Jumlah biaya modal kerja Rp. 611.640,-
Jumlah biaya produksi Rp. 611.640,-

2) Pendapatan
a. Telur 60 x Rp. 650,- x 30 Rp. 1.170.000,-
b. Ayam afkir 141 ekor x Rp. 10.000,- Rp. 58.750,-
Jumlah pendapatan Rp. 1.228.750,-

3) Keuntungan
a. Rp. 1228.750,- – Rp. 611.640,- = Rp. 617.110,-

4) Parameter kelayakan usaha


a. B/C ratio = 2,0

Keterangan :
- Perhitungan biaya dan pendapatan dilakukan dalam 1 bulan
- Harga-harga diperhitungkan pada bulan November 1998
- Diperlukan luas tanah 40 m2

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Dewasa ini kebutuhan telur dalam negeri terus meningkat sejalan dengan
peningkatan pola hidup manusia dalam meningkatkan kebutuhan akan protein
hewani yang berasal dari telur. Selain itu juga adanya program pemerintah
dalam meningkatkan gizi masyarakat terutama anak-anak. Kebutuhan akan
telur yang terus meningkat tidak diimbangi dengan produksi telur yang besar
sehingga terjadilah kekurangan persediaan telur yang mengakibatkan harga
telur mahal.

Dengan melihat kondisi tersebut budidaya ayam petelur dapat memberikan


keuntungan yang menjanjikan bila di kelola secara intensif dan terpadu.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Muhammad Rasyaf, Dr.,Ir. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar
Swadaya (anggota IKAPI) Jakarta.
2) Cahyono, Bambang, Ir.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras
Pedaging (Broiler). Penerbit Pustaka Nusatama Yogyakarta.

Hal. 13/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 14/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA BEKICOT
( Achanita spp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Bekicot berasal dari Afrika Timur, tersebar keseluruh dunia dalam waktu relatif
singkat, karena berkembang biak dengan cepat. Bekicot tersebar ke arah Timur
sampai di kepulauan Mauritius, India, Malaysia, akhirnya ke Indonesia. Bekicot
sejak tahun 1933 telah ada disekitar Jakarta, sumber lain menyatakan bahwa
bekicot jenis Achatina fulica masuk ke Indonesia pada tahun 1942 (masa
pendudukan Jepang). Sampai saat ini, bekicot jenis Achanita fulica banyak
terdapat di Pulau Jawa.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan bekicot banyak ditemukan di masyarakat pedesaan Jawa
Timur, Bogor (Jawa Barat), Sumatera Utara dan Bali.

3. JENIS
Bekicot diternakkan umumnya jenis Achatina fulica yang banyak disenangi
orang, karena bekicot jenis ini banyak mengandung daging. Konon di Eropa,
bekicot jenis ini digunakan sebagai bahan baku makanan yang disebut
Escargot. Escargot semula berbahan baku Helix pomatia. Karena Helix pomatia

Hal. 1/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

lama kelamaan sulit diperoleh maka bekicot jenis Achatina fulica


menggantikannya sebagai bahan baku Escargot.

4. MANFAAT
Selain pakan ternak bekicot merupakan sumber protein hewani yang bermutu
tinggi karena mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap.
Masyarakat yang menggemari makanan dari bahan baku bekicot (sate bekicot,
keripik bekicot ) adalah masyarakat Kediri.

Disamping itu bekicot juga kerap dipakai dalam pengobatan tradisional, karena
ekstrak daging bekicot dan lendirnya sangat bermanfaat untuk mengobati
berbagai macam penyakit seperti abortus, sakit waktu menstruasi, radang
selaput mata, sakit gigi, gatal-gatal, jantung dan lain-lain. Sedangkan kulit
bekicot sangat mujarab untuk penyakit tumor. Sejenis obat yang dikenal berasal
dari kulit bekicot, dinamakan Maulie., yang dapat menyembuhkan berbagai
penyakit seperti kekejangan, jantung suka berdebar, tidak bisa tidur/insomania,
leher membengkak dan penyakit kaum wanita termasuk keputihan

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi perlu dipilih yang dekat dengan jalan, agar mudah penanganannya, baik
saat pembuatan kandang, saat pengontrolan maupun penanganannya
pascapanen, artinya pada saat membawa hasil panen tersebut tidak kesulitan
dalam transportasinya. Lokasi yang sesuai untuk budidaya bekicot adalah
lokasi yang basah serta lembab dan terlindung dari cahaya matahari secara
langsung. Selain itu juga tanah yang disukai adalah tanah yang banyak
mengandung kapur sebagai zat untuk pembentukan cangkang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Walaupun lahan yang diperlukan tidaklah terlalu luas namun persyaratan


mengenai kelembaban dan keteduhan perkandangan perlu diperhatikan,
karena dalam aslinya dan untuk berkembang biak secara baik bekicot
senang dengan keadaan yang lembab dan teduh. Kandang didirikan di tanah
kering, teduh, lembab dengan suhu udara berkisar 25–30 derajat C.

Cara pemeliharaan bekicot tidak terlalu sulit. Bisa dilakukan secara terpisah,
artinya bekicot yang kecil dipelihara terpisah dari yang besar. Bisa juga

Hal. 2/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

dilakukan secara campuran, yaitu bekicot kecil dan besar dipelihara dalam
satu kandang tanpa melihat umur/besarnya. Bila dilakukan secara terpisah
resikonya harus dibuat beberapa kandang. Fungsi kandang itu antara lain
untuk penetasan, pembesaran dan sebagai kandang induk.

Ada tiga cara berternak bekicot di dalam kandang, antara lain:

a. Kandang kotak kayu


Kandang terbuat dalam lembaran kayu tripleks yang berkaki. Untuk
kerangkanya dapat digunakan kayu kaso. Ukuran panjang dan lebar
kandang adalah 1 x 1 meter, tinggi 1,25 meter. Di atas kotak tersebut
diberi kawat kasa, agar bekicot tidak keluar dari dalam kandang.
Sebaiknya di atas kotak perlu dibuatkan tempat berteduh, agar keadaan
tempat selalu gelap/tidak langsung kena sinar matahari.

b. Kandang dari bak semen


Pembuatan kandang ini sama dengan kandang kotak kayu. Dalam bak
semen yang perlu diperhatikan adalah alasnya. Untuk menciptakan
suasana lembab, alas semen perlu diberi tanah dan cacing untuk
menggemburkan tanah dan menyerap kotoran yang dikeluarkan bekicot.
Tebal lapisan tanah di dalam bak sekitar 30 cm. Zat-zat makanan yang
diperlukan bekicot hendaklah selalu tersedia di dalam bak.

c. Kandang galian tanah


Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 x 1 x 1 m. Perlu
diperhatikan sebaiknya tanah galian yang akan digunakan untuk kandang
dipilih yang agak kering. Sebaiknya kandang dibuat di bawah pohon yang
rimbun, kalau dindingnya terlalu basah perlu diberi lapisan pasir.

Untuk menjaga keadaan selalu gelap, seperti cara pertama dan kedua, di
atas kandang perlu dibuatkan bedeng sebagai penutup. Masa panen, bila
kandangnya terbuat dari tanah galian, cara pengambilannya dilakukan
dengan menggunakan galah yang bisa menjepit bekicot agar bekicot dan
telurnya tidak rusak.

2) Peralatan

Alat-alat yang diperlukan untuk pembuatan kandang: kayu, semen, bata


pasir, kain kasa dan cangkul.

6.2. Pembibitan

Tidak semua jenis bekicot cocok untuk dibudidayakan. Dua jenis bekicot yang
biasa diternakkan, yaitu spesies Achatina fulica dan Achatina variegata. Ciri
bekicot jenis Achanita fulica biasanya warna garis-garis pada
tempurung/cangkangnya tidak begitu mencolok. Sedangkan jenis Achatina
variegata warna garis-garis pada cangkangnya tebal dan berbuku-buku.

Hal. 3/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1) Pemilihan Bibit Calon Induk

Jika bibit unggul belum tersedia maka sebagai langkah pertama dapat
digunakan bibit lokal dengan jalan mengumpulkan bekicot yang banyak
terdapat di kebun pisang, kelapa, serta semak belukar. Bekicot yang baik
dijadikan bibit adalah yang tidak rusak/cacat yang sementara waktu dan
yang besar dengan berat lebih kurang 75-100 gram/ekor.

2) Reproduksi dan Perkawinan

Bekicot biasanya mulai kawin pada usia enam sampai tujuh bulan ditempat
pemeliharaan yang cukup memenuhi syarat. Pada masa kawin bekicot
betina mulai menyingkir ke tempat yang lebih aman. Bekicot bertelur di
sembarang tempat. Jumlah telurnya setiap penetasan biasanya lebih dari
lima puluh butir (50-100). Jumlah produksi telur tergantung masa subur
bekicot itu sendiri. Besar telur bekicot tidak lebih dari 2 mm.

3) Proses Kelahiran

Telur bekicot akan menetas setelah usianya cukup. Pada waktu telur itu
menetas dan menjadi anak cangkang, biasanya tidak ditunggui induknya.
Begitu bekicot selesai bertelur, telurnya ditinggalkan begitu saja. Telur
bekicot akan pecah sendiri melalui proses alam.

Penetasan bekicot hingga menjadi anak tergantung pada keadaan tempat


dan waktu tetas. Bilamana tempat itu memenuhi syarat (sempurna) seperti
kelembaban tanah, iklim dan cahaya yang mencukupi, maka telur akan cepat
menetas. Sebaliknya jika keadaan tanah/iklim kering dan tempatnya kurang
menguntungkan maka telur akan lambat menetas.

6.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan bekicot bisa dilakukan dengan cara terpisah dan bisa juga secara
campuran di dalam suatu tempat. Meskipun cara terpisah membutuhkan tempat
khusus tetapi ada keuntungannya. Misalnya, anak bekicot bisa diketahui
perkembangannya secara tepat, baik besarnya maupun usianya. Dengan
demikian, tidak sulit untuk memberikan perawatan secara khusus. Bagi
peternak bekicot sangat mudah kiranya apabila perawatan anak bekicot itu
dilakukan di tempat khusus. Adapun makanan anak bekicot bisa diberi
makanan dengan sejenis ganggang (lumut), pupus daun dan sedikit zat kapur.
Harus diingat hendaklah tempatnya selalu teduh dan lembab. Setelah anak
bekicot berusia dua/tiga bulan, hendaklah dipindahkan kekandang pembesaran.

Keberhasilan budidaya bekicot tergantung pada cara perawatan dan


pemeliharaan teknis selama diternakkan. Beberapa perawatan teknis dalam
budidaya bekicot diantaranya meliputi:

Hal. 4/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1) Menjaga kelembaban lingkungan

Bekicot sangat suka tempat yang lembab sehingga untuk mempertahankan


kelembaban lingkungan dapat digunakan atap atau perlindungan lain. Pada
musim panas kelembaban lingkungan dapat dipertahankan dengan
menyiramkan air lokasi peternakan setiap hari.

2) Mempertahankan kondisi lingkungan

Bekicot menyukai tempat yang lembab, namun bukan berarti pada tanah
yang becek. Sehingga diperlukan usaha untuk mempertahankan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan yang dikehendaki bekicot.

3) Pemberian pakan yang bermutu secara teratur

Agar hasil budidaya berhasil dengan baik diperlukan pemberian pakan yang
bermutu dan teratur. Pemberian pakan berpedoman pada mutu pakan dan
kebiasaan waktu makan. Mutu makan yang baik akan menentukan kualitas
daging bekicot. Mutu pakan yang baik dapat dipenuhi dengan memberi
pakan berupa daun-daunan yang disukai dan buah-buahan. Misalnya; daun
dan buah pepaya, daun bayam, buah terung mentimun, swai dan lain
sebagainya.

4) Menjaga areal agar tidak dimasuki hewan lain

Agar bekicot dapat tumbuh baiak tanpa gangguan dari hewan yang
merupakan musuhnya dan hewan yang dapat merebut makanannya maka
lahan budidaya harus dijaga agar tidak dapat dimasuki hewan-hewan lain.

5) Menjaga bekicot agar tidak keluar dari areal pemeliharaan

Untuk menjaga agar bekicot tidak keluar dari areal dapat dilakukan hal
sebagai berikut:
a. membuat tutup kandang (bila budidaya bekicot dalam kandang)
b. membuat pagar yang bagian atasnya diolesi dengan detergen
c. menabur abu atau garam disekeliling pagar bagian dalam.

7. HAMA DAN PENYAKIT


Sampai saat ini belum banyak diketahui tentang adanya hama atau penyakit
yang dapat menyebabkan kematian bekicot, kecuali semut, bebek dan itik.

Hal. 5/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8. PANEN
Dengan pemeliharaan cukup baik, bekicot mulai dapat dipanen setelah 5-8
bulan. secara fisik dapat dilihat apabila panjang cangkang telah mencapai 8-10
Cm, maka bekicot telah siap untuk diambil dagingnya.

Hasil utama dari ternak bekicot adalah dagingnya, yang dapat diolah langsung
dengan dibuat sate, keripik, dendeng/masakan segar lainnya dan dapat juga
diolah dalam bentuk kalengan. Ada juga permintaan dalam keadan hidup.
Disamping itu daging dari bekicot ini dapat dijadikan tepung, yang
pengolahannya melalui proses pengeringan terlebih dahulu.

8.1. Hasil Tambahan

Disamping diambil dagingnya, kulit/cangkang bekicot juga laku untuk dijual.


Baik untuk bahan dasar obat-obatan/dibuat tepung untuk tambahan makanan
untuk hewan ternak yang membutuhkan tepung berbahan dasar yang
mengandung zat kapur.

8.2. Penangkapan

Bekicot dikumpulkan di dalam kotak kardus/peti dari kayu dan jangan


menggunakan karung goni karena dapat mengakibatkan kulit bekicot pecah.
Setelah dimasukkan dalam peti, pertama sekali perlu dilakukan pencucian agar
terhindar dari semua kotoran dan lumpur yang melekat pada cangkangnya.
Pencucian ini dengan cara menyemprot bekicot dengan air bersih. Setelah itu,
Bekicot di karantina selama 1-2 hari/malam tanpa diberikan makan agar
kotoran dan lendirnya keluar sebanyak mungkin.

9. PASCAPANEN
Setelah dilakukan penagkapan dan pengumpulan bekicot lalu dilakukan
penyortiran dengan jalan membuang bekicot yang mati atau terlalu kecil untuk
diolah. Kemudian dilakukan penggaraman, dengan memberikan garam 10-15%
dari berat total bekicot, dengan cara diaduk rata. Penggaraman dapat
mematikan bekicot sekaligus mengeluarkan lendir sebanyak mungkin.

Setelah melalui tahapan penggaraman, segera direbus dengan air garam 3%


selama 10 menit, kemudian diangkat dan disemprot dengan air dingin, baru
dilakukan pencukilan daging. Perebusan kedua dilakukan setelah bagian perut
dibuang dan kotoran lainnya dalam larutan garam 3%. Cara ini bertujuan untuk
menghilangkan lendir dan daging menjadi lebih lunak. Kemudian daging
tersebut dibungkus dan dikemas dalam karton.

Hal. 6/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya bekicot metoda kebun di daerah Kediri (Jawa


Timur) dengan luas lahan 4.000 m2 pada tahun 1999.

1) Biaya Produksi
a. Sewa Lahan 4.000 m2 Rp. 200.000,-
b. Bibit induk 100 ekor @ Rp. 50,- Rp. 5.000,-
c. Pembuatan Pagar dan saluran 5 HOK @ Rp. 5.000,- Rp. 25.000,-
d. Bambu pagar 10 btg @ Rp. 2.000,- Rp. 20.000,-
e. Pakan dan Pemeliharaan Rp. 120.000,-
f. Panen dan pasca panen Rp. 100.000,-
g. Lain-lain Rp. 30.000,-
Jumlah Biaya Produksi Rp. 500.000,-

2) Pendapatan
- Bekicot siap panen 30.000 ekor = 100 kg @ Rp. 100,- Rp. 10.000,-
- Anak bekicot 60.000,-
- Telur bekicot 9.030.000 butir
Selanjutnya hasil panen dapat dilakukan setiap hari 100 kg dan pendapatan
tiap bulan adalah Rp. 300.000,- dan perkembangan bekicot dari telur menjadi
bekicot dan bekicot bertelur dan seterusnya.

3) Keuntungan
Dari budidaya bekicot tersebut dapat didapat keuntungan Rp. 180.000,-
setiap bulannya dan Rp. 6.000,- setiap harinya.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Daging bekicot merupakan komoditi eksport yang menjanjikan, karena


harganya yang cukup mahal dipasaran internasional. Pada periode Januari-Juli
1988 harga ekspor daging bekicot US $ 1,82 per kg. Hal ini menyebabkan
menculnya Peternakan Inti Rakyat (PIR) dengan komoditi bekicot. Kini telah
banyak berdiri perusahaan-perusahaan pengelola daging bekicot, yang dapat
memperlancar pemasaran pasaran sebagai komoditi eksport.

Hal. 7/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Kusnin Asa. 1984. Budidaya Bekicot. Bhratara Karya Aksara. Jakarta
2) Pinus L. 1988. Beternak Bekicot untuk Perancis, dalam Trubus, Febuari
3) Victor Zebua (1988). Bekicot Melimpah Cacing Daun Bertingkah, dalam
Harian Kedaulatan Rakyat, 17 September 1988.
4) Naryo Sadhori S. 1997. Teknik Budidaya Bekicot. Balai Pustaka. Jakarta.

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 8/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA BURUNG PUYUH


( Coturnix-coturnix Japonica )

1. SEJARAH SINGKAT
Puuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif
kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bhs.
Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung
(liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Dan terus
dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal,
dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di kandang-
kandang ternak yang ada di Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah

3. JENIS
Kelas : Aves (Bangsa Burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix

Hal. 1/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Species : Coturnix-coturnix Japonica

4. MANFAAT
1) Telur dan dagingnya mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat
2) Bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya
3) Kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat
digunakan sebagai pupuk tanaman

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi jauh dari keramaian dan pemukiman penduduk
2) Lokasi mempunyai strategi transportasi, terutama jalur sapronak dan jalur-
jalur pemasaran
3) Lokasi terpilih bebas dari wabah penyakit
4) Bukan merupakan daerah sering banjir
4) Merupakan daerah yang selalu mendapatkan sirkulasi udara yang baik.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur


kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25 derajat C; kelembaban
kandang berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 25-
40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca
mendung/musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar
matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.

Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu
sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang
untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjuntnya menjadi 60 ekor
untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2
sampai masa bertelur.

Adapun kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh


adalah:
a. Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpegaruh langsung terhadap produktifitas dan kemampuan
mneghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang

Hal. 2/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara.
Idealnya satu ekor puyuh dewasamembutuhkan luas kandang 200 m2.

b. Kandang untuk induk petelur


Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini
mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama.
Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.

c. Kandang untuk anak puyuh/umur stater(kandang indukan)


Kandang ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter,
yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu.
Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih
memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang
sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas.
Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang
100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor
anak puyuh).

d. Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6
minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk
petelur. Alas kandang biasanya berupa kawat ram.

2) Peralatan

Perlengkapan kandang berupa tempat makan, tempat minum, tempat


bertelur dan tempat obat-obatan.

6.2. Penyiapan Bibit

Yang perlu diperhatikan oleh peternak sebelum memulai usahanya, adalah


memahami 3 (tiga) unsur produksi usaha perternakan yaitu bibit/pembibitan,
pakan (ransum) dan pengelolaan usaha peternakan.

Pemilihan bibit burung puyuh disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan, ada 3


(tiga) macam tujuan pemeliharaan burung puyuh, yaitu:

a. Untuk produksi telur konsumsi, dipilih bibit puyuh jenis ketam betina yang
sehat atau bebas dari kerier penyakit.
b. Untuk produksi daging puyuh, dipilih bibit puyuh jantan dan puyuh petelur
afkiran.
c. Untuk pembibitan atau produksi telur tetas, dipilih bibit puyuh betina yang
baik produksi telurnya dan puyuh jantan yang sehat yang siap membuahi
puyuh betina agar dapat menjamin telur tetas yang baik.

Hal. 3/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan


lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini
mungkin.

2) Pengontrolan Penyakit

Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda


yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan
sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau
petunjuk dari Poultry Shoup.

3) Pemberian Pakan

Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Karena puyuh yang
suka usil memtuk temannya akan mempunyai kesibukan dengan mematuk-
matuk pakannya. Pemberian ransum puyuh anakan diberikan 2 (dua) kali
sehari pagi dan siang. Sedangkan puyuh remaja/dewasa diberikan ransum
hanya satu kali sehari yaitu di pagi hari. Untuk pemberian minum pada anak
puyuh pada bibitan terus-menerus.

4) Pemberian Vaksinasi dan Obat

Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis separo dari dosis untuk
ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air
minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat
gejala-gejala sakit dengan meminta bantuan petunjuk dari PPL setempat
ataupun dari toko peternakan (Poultry Shoup), yang ada di dekat Anda
beternak puyuh.

7. HAMA DAN PENYAKIT


1) Radang usus (Quail enteritis)
Penyebab: bakteri anerobik yang membentuk spora dan menyerang usus,
sehingga timbul pearadangan pada usus. Gejala: puyuh tampak lesu, mata
tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berair dan mengandung asam urat.
Pengendalian: memperbaiki tata laksana pemeliharaan, serta memisashkan
burung puyuh yang sehat dari yang telah terinfeksi.

Hal. 4/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)


Gejala: puyuh sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu,
mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang
spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu
dan lumpuh. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan
peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang
mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu
masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.

3) Berak putih (Pullorum)


Penyebab: Kuman Salmonella pullorum dan merupakan penyakit menular.
Gejala: kotoran berwarna putih, nafsu makan hilang, sesak nafas, bulu-bulu
mengerut dan sayap lemah menggantung. Pengendalian: sama dengan
pengendalian penyakit tetelo.

4) Berak darah (Coccidiosis)


Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi,
bulu kusam menggigil kedinginan. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan
lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule
diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air
minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox

5) Cacar Unggas (Fowl Pox)


Penyebab: Poxvirus, menyerang bangsa unggas dari semua umur dan jenis
kelamin. Gejala: imbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu,
seperti pial, kaki, mulut dan farink yang apabila dilepaskan akan
mengeluarkan darah. Pengendalian: vaksin dipteria dan mengisolasi
kandang atau puyuh yang terinfksi.

6) Quail Bronchitis
Penyebab: Quail bronchitis virus (adenovirus) yang bersifat sangat menular.
Gejala: puyuh kelihatan lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan
bersi, mata dan hidung kadang-kadang mengeluarkan lendir serta
kadangkala kepala dan leher agak terpuntir. Pengendalian: pemberian
pakan yang bergizi dengan sanitasi yang memadai.

7) Aspergillosis
Penyebab: cendawan Aspergillus fumigatus. Gejala: Puyuh mengalami
gangguan pernafasan, mata terbentuk lapisan putih menyerupai keju,
mengantuk, nafsu makan berkurang. Pengendalian: memperbaiki sanitasi
kandang dan lingkungan sekitarnya.

8) Cacingan
Penyebab: sanitasi yang buruk. Gejala: puyuh tampak kurus, lesu dan
lemah. Pengendalian: menjaga kebersihan kandang dan pemberian pakan
yang terjaga kebersihannya.

Hal. 5/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Pada usaha pemeliharaan puyuh petelur, yang menjadi hasil utamanya adalah
produksi telurnya yang dipanen setiap hari selama masa produksi berlangsung.

8.2. Hasil Tambahan

Sedangkan yang merupakan hasil tambahan antara lain berupa daging afkiran,
tinja dan bulu puyuh.

9. PASCAPANEN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

1) Investasi
a. kandang ukuran 9 x 0,6 x 1,9 m
(1 jalur + tempat makan dan minum) Rp. 2.320.000,-
b. kandang besar Rp. 1.450.000,-

2) Biaya pemeliharaan (untuk umur 0-2 bulan)


a. ay Old Quail (DOQ) x Rp 798 (Harga DOQ) Rp. 1.596.000,-
b. Obat (Vitamin + Vaksin) Rp. 145.000,-
c. Pakan (selama 60 hari) Rp. 2.981.200,-
Jumlah biaya produksi Rp. 4.722.200,-
Keadaan puyuh:
- Jumlah anak 2000 ekor (jantan dan betina)
- Resiko mati 5%, sisa 1900
- Resiko kelamin 15% jantan, 85% betina (285 jantan, 1615 betina)
- Setelah 2 bulan harga puyuh bibit Rp 3.625,- betina dan Rp 725 jantan
- Penjualan puyuh bibit umur 2 bulan Rp. 4.408.000,-
Minus Rp. -314.200,-

3) Biaya pemeliharaan (0-4 bulan)


- 200 DOQ x Rp 798,- Rp. 159.600,-
- Obat (vitamin dan Vaksinasi) Rp. 290.000,-
- Pakan (sampai dengan umur 3 minggu) Rp. 2.459.925,-
Pakan (s/d minggu ke 4) betina

Hal. 6/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1615 ekor dan 71 ekor jantan (25% jantan layak bibit) Rp. 5.264.051,-
Jumlah biaya produksi Rp. 8.173.576,-
Keadaan puyuh:
- Mulai umur 1,5 bulan puyuh bertelur setiap hari rata-rata 85%, jumlah telur
1373 butir
- Hasil telur 75 hari x 1373 x Rp 75,- Rp. 7.723.125,-
- Puyuh betina bibit 1615 ekor @ Rp 3.625,- Rp. 5.854.375,-
- Puyuh jantan bibit 75 ekor @ Rp 798,- Rp. 59.850,-
- Puyuh jantan afkiran 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

4) Keuntungan dari hasil penjualan Rp. 5.618.924,-

5) Biaya pemeliharaan (sampai umur 8 bulan)


a. Biaya untuk umur 4-8 bulan Rp. 1.625.137,-

6) Pendapatan
a. Hasil telur (0,5 bulan) 195 x 1373 x Rp 75,- Rp. 20.080.125,-
b. Hasil puyuh afkir 1615 ekor @ Rp 798,- Rp. 1.288.770,-
c. Hasil jantan afkir 71 ekor @ Rp 725,- Rp. 51.475,-
d. Hasil jantan afkir (2 bln) 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

7) Keuntungan beternak puyuh petelur dan afkiran jual Rp. 10.950.113,-

Jadi peternak lebih banyak menjumlah keuntungan bila beternak puyuh petelur,
baru kemudian puyuh afkirannya di jual daripada menjual puyuh bibit. Analisa
usaha dihitung berdasarkan harga-harga yang berlaku pada tahun 1999.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Beternak burung puyuh, 1981. Nugroho, Drh. Mayen 1 bk. Dosen umum
Ternak Unggas Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas
Udayana.
2) Puyuh, Tatalaksana Budidaya secara komersil, 1992. Elly Listyowati, Ir.
Kinanti Rospitasari, Penebar Swadaya, Jakarta.
3) Memelihara burung puyuh, 1985. Muhammad Rasyaf, Ir. Penerbit Kanisius
(Anggota KAPPI), Yogyakarta.
4) Beternak burung puyuh dan Pemeliharaan secara komersil, tahun 1985.
Wahyuning Dyah Evitadewi dkk. Penerbit Aneka Ilmu Semarang

Hal. 7/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 8/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA BURUNG WALET


( Collacalia fuciphaga )

1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak
pernah hinggap di pohon.

Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah


yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-
langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah

Hal. 1/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga

4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.

5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan

Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan


penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar
antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.

Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:


a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu
lubang, berdiameter 4 cm.

Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.


e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.

2) Bentuk dan Konstruksi Gedung

Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi


dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan
tinggi.

Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen
dapat disirami air setiap hari.

Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayu-
kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat.
Atapnya terbuat dari genting.

Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputar-
putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang.
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang
dicat hitam.

6.2. Pembibitan

Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.


Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi,
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu
waktu burung kembali mencari makan.

Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet
yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.

a. Memilih Telur Walet


Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya.
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan
peneropongan.

b. Membawa Telur Walet


Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan
telur tua lebih rendah.

3) Penetasan Telur Walet

a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.

Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.

Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta
mencari makan.

Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas

Suhu mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk


memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air
didalam cawan tersebut tidak habis.

Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan
sampai hari ke-12.

Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan


pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.

6.3. Pemeliharaan

1) Perawatan Ternak

Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.

Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet


dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak.

Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet
dewasa.

2) Sumber Pakan

Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.


Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan

Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk


mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.

3) Pemeliharaan Kandang

Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung.

7. HAMA DAN PENYAKIT


1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang
akan digunakan untuk sarang tikus.

2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi umpan
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu
semut disiram dengan air panas.

3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida,
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang
agar tidak menjadi tempat persembunyian.

4) Cicak dan Tokek


Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.

Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.

Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:

1) Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan
waktu untuk membuat sarang dan bertelur.

2) Panen Buang Telur


Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk
menetaskan telurnya.

3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman
sehingga polulasi burung dapat meningkat.

Adapun waktu panen adalah:

1) Panen 4 kali setahun


Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen
selanjutnya dengan pola buang telur.

Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Panen 3 kali setahun


Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan
dan buang telur.

3) Panen 2 kali setahun


Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk
memperbanyak populasi burung walet.

9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-
kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang
walet yang bersih dengan yang kotor.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:

1) Modal tetap
a. Gedung Rp. 13.000.000,-
b. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
c. Perlengkapan Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-

2) Modal Kerja
a. Biaya Pengadaan
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
- Transportasi Rp. 100.000,-
- Makan Rp. 50.000,-
b. Biaya Kerja
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
- Panen Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-

3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi


a. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
b. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-

Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Jumlah modal Rp. 14.185.000,-

4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :


a sarang burung walet menghasilkan 1 kg
b sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
c untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg
d untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg

5) Biaya produksi
a. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
b. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-

6) Penjualan
a. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
b. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-
Untuk 5 tahun
a. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
b. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-

7) Break Even Point


a. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
b. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
c. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
d. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
e. BEP 232.919

8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.


Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan
masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang
telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang
burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.

Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2) Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3) Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4) Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta: Penebar
Swadaya, 1994.

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA CACING TANAH


( Lumbricus sp.)

1. SEJARAH SINGKAT
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang
belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili
terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae

Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi
masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat
menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-
Sumedang dan sekitarnya.

3. JENIS
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili
Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia,
Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.

Hal. 1/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain:
Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai
bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan.

Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen
yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32.
Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya
lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi
jenis lain.

Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen.


Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan
silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis
Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.

Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah
kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada
segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam
pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.

Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua


jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat
badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak
banyak bergerak

4. MANFAAT
Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga
memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan
penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan
meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga
cacing tanah dapat digunakan sebagai:
1) Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan
kodok.
2) Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam,
menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit
gigi dan tipus.
3) Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan
baku pembuatan lipstik.
4) Makanan Manusia

Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan


sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam
jumlah yang besar.
2) Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur),
kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai
bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh
tubuhnya.
3) Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit
asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam
tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan
atau fermentasi.
4) Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
cacing tanah adalah antara 15-30 %.
5) Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan
kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang
lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan
kelembaban optimal.
6) Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan
pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung,
misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus
(permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan
sinar dan tidak menyimpan panas.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan


mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah
liat.

Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah
yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak
bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang
dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka).

Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk,


pancing bertingkat atau pancing berjajar..

Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.2. Pembibitan

Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu


media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan
kandang pelindung.

1) Pemilihan Bibit Calon Induk

Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit


yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila
akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam,
yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan
kotoran hewan.

2) Pemeliharaan Bibit Calon Induk

Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:


a. pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang
digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika
sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang
lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
b. pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah
bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
c. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
d. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke
bak lain.
e. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.

3) Sistem Pemuliabiakan

Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada,
maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan.
Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media,
tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah
diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke
dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain
dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di
atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam
waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu
betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing
akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus
segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara
disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat
berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).

4) Reproduksi, Perkawinan

Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin


jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan,
tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah,
masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.

Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api.
Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon
akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor.
Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam
waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang
ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama
7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.

6.3. Pemeliharaan

1) Pemberian Pakan

Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat
cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang
harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah
berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai
media.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah,
antara lain :
- pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara
diblender.
- bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh
permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
- pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus
cahaya.
- pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu,
harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
- bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai
perbandingan air 1:1.

3) Penggantian Media

Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur
(kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak
dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata
penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.

4) Proses Kelahiran

Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan,


dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar,
kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu.

Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai
bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk
kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan
persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap
basah.

7. HAMA DAN PENYAKIT


Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap
hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah
antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai,
ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.

Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing
tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini
diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut
merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi
air cukup.

8. PANEN
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat
diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).

Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah
dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon
atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka
akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan
cacing tanah itu dengan medianya.

Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik
sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul,
kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.

Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka
sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30
hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat
diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya
siap di panen.

Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9. PASCAPANEN
….

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya cacing tanah di Bandung (Jawa Barat) pada ahun
1999 adalah sebagai berikut:

1) Modal tetap
a. Sewa tanah seluas 200 m2/tahun Rp. 120.000,-
b. Kandang pelindung:bahan bambu & atap rumbia Rp. 150.000,-
c. Kandang ternak uk 1,5X18 m2 , Tg 50 Cm :11 bh Rp. 600.000,-
d. Media :
- Bahan media 6 Ton, @ Rp. 100,00 Rp. 600.000,-
- Plastik 200 m, @ Rp. 1600,00/m Rp. 320.000,-
- Pelepah Pisang Rp. 25.000,-
Jumlah Rp. 1.815.000,-

2. Biaya Penyusutan
a. Tanah Rp. 40.000,-
b. Kandang Pelindung Rp. 16.667,-
c. Kandang Ternak Rp. 66.667,-
d. Media
- Bahan Media Rp. 300.000,-
- Plastik Rp. 160.000,-
- Pelepah Pisang Rp. 6.250,-
Jumlah Rp. 589.584,-

3. Modal Kerja
a. Bibit sebanyak 40 Kg, @ Rp. 200.000,00/Kg Rp. 8.000.000,-
b. Pakan dalam bentuk limbah sayur(petsai, Mentimun)
5 Ton @Rp. 500,- Rp. 2.500.000,-
c. Tenaga Kerja 4 orang @ Rp. 100.000,-/bulan Rp. 400.000,-
Jumlah Rp. 10.900.000,-

4. Jumlah modal yang dibutuhkan :


a. Modal tetap Rp. 1.815.000,-
b. Modal kerja Rp. 10.900.000,-
Jumlah Rp. 12.715.000,-

5. Produksi/4 bulan
Selama 4 bulan 1600 Kg, @ Rp.210.000,-/Kg Rp. 336.000.000,-

Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. Biaya produksi/4 bulan


a. Biaya penyusutan Rp. 589.584,-
b. Modal kerja Rp. 10.900.000,-
Jumlah Rp. 11.489.584,-

7. Keuntungan/4 bulan
a. Produksi/4 bulan Rp. 336.000.000,-
b. Biaya produksi/4 bulan Rp. 1.489.584,-
Jumlah Rp. 324.510.416,-

8. Break Even Point


a. Keuntungan/4 bulan Rp. 324.510.416,-
b. Biaya Produksi/4 bulan Rp. 11.489.584,-
Jumlah Rp. 313.020.822,-

Keuntungan selama 4 bulan Rp. 313.020.822,-


Untung bersih Produksi Rp. 313.020.822,-/120 hr Rp. 2.608.506,-

BEP = Biaya Tetap [ 1 - (Biaya Penyusutan : Keuntungan)]


= Rp. 1.815.000,00 [ 1 - (Rp. 589.584 : Rp. 324.510.416,-)]
= Rp. 1.815.000,00 [ 1- 0.0018 ]
= Rp. 1.815.000,00 X 0.9982
= Rp. 1.811.733,00

Artinya tingkat hasil penjualan sebesar Rp. 1.811.733,00/4 bulan

9. Tingkat Pengembalian Modal

Jumlah Modal Yang Diperlukan


Modal Kembali = __________________________ X 1bulan
(keuntungan + penyusutan)

= 1,733 bulan atau 2 bulan dalam 1 kali Produksi

Jadi tempo yang diperlukan untuk menutupi kembali Investasi adalah dalam
1 kali panen atau 2 bulan.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat


respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan
karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi
cacing tanah. Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar
dengan penanganan yang baik.

Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Asep, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2
Juli 1999).
2) Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, Cacing Tanah (Jakarta : Penebar
Swadaya, 1992).
3) Endang, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
4) Hamzah, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
5) Hud, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
6) Rudi, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2 Juli
1999).
7) Sayuti, Fahri, Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah (Bandung : Pusat
Latihan Dan Pengembangan, 1999).
8) Syaeful, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
9) Waluyo,Neno, Wawancara dengan Mahasiswa Peternak Cacing Tanah
(Bogor : Kamis, 24 Juni l999).

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK DOMBA


( Bovidae )

1. SEJARAH SINGKAT
Domba yang kita kenal sekarang merupakan hasil dometikasi manusia yang
sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon)
yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) berasal dari
Asia Tenggara, Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia.

2. SENTRA PERIKANAN
Di Indonesia sentra peternakan domba berada di daerah Aceh dan Sumatra
Utara. Di Aceh pada tahun 1993 tercatat sekitar 106 ribu ekor domba,
sementara di Sumatera Utara sekitar 95 ribu ekor domba yang diternakan.
Lahan yang digunakan untuk berternak di daerah Aceh berdasarkan data Puslit
Tanah dan Agroklimat Deptan tahun 1979, seluas 5,5 juta hektar mulai dari
kemampuan kelas I sampai VIII, sedangkan di Sumatera Utara luas lahan yang
digunakan sekitar 7 juta hektar.

3. JENIS
Domba seperti halnya kambing, kerbau dan sapi, tergolong dalam famili
Bovidae. Kita mengenal beberapa bangsa domba yang tersebar diseluruh
dunia, seperti:
1) Domba Kampung adalah domba yang berasal dari Indonesia

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Domba Priangan berasal dari Indonesia dan banyak terdapat di daerah Jawa
Barat.
3) Domba Ekor Gemuk merupakan domba yang berasal dari Indonesia bagian
Timur seperti Madura, Sulawesi dan Lombok.
4) Domba Garut adalah domba hasil persilangan segi tiga antara domba
kampung, merino dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan.

Di Indonesia, khususnya di Jawa, ada 2 bangsa domba yang terkenal, yakni


domba ekor gemuk yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur dan domba ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat

4. MANFAAT
Daging domba merupakan sumber protein dan lemak hewani. Walaupun belum
memasyarakat, susu domba merupakan minuman yang bergizi. Manfaat lain
dari berternak domba adalah bulunya dapat digunakan sebagai industri tekstil.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi untuk peternakan domba sebaiknya berada di areal yang cukup luas,
udaranya segar dan keadaan sekelilingnya tenang, dekat dengan sumber
pakan ternak, memiliki sumber air, jauh dari daerah pemukiman dan sumber air
penduduk (minimal 10 meter), relatif dekat dari pusat pemasaran dan pakan
ternak.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Kandang harus kuat sehingga dapat dipakai dalam waktu yang lama, ukuran
sesua dengan jumlah ternak, bersih, memperoleh sinar matahari pagi,
ventilasi kandang harus cukup dan terletak lebih tinggi dari lingkungan
sekitarnya agar tidak kebanjiran. Atap kandang diusahakan dari bahan yang
ringan dan memiliki daya serap panas yang relatif kecil, misalnya dari atap
rumbia.

Kandang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsinya, yaitu:


a) Kandang induk/utama, tempat domba digemukkan. Satu ekor domba
membutuhkan luas kandang 1 x 1 m.

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

b) Kandang induk dan anaknya, tempat induk yang sedang menyusui


anaknya selama 3 bulan. Seekor induk domba memerlukan luas 1,5 x 1 m
dan anak domba memerlukan luas 0,75 x 1 m.
c) Kandang pejantan, tempat domba jantan yang akan digunakan sebagai
pemacak seluas 2 x 1,5 m/pemancak.

Di dalam kandang domba sebaiknya terdapat tempat makan, palung


makanan dan minuman, gudang makanan, tempat umbaran (tempat domba
saat kandang dibersihkan) dan tempat kotoran/kompos.

Tipe dan model kandang pada hakikatnya dapat dibedakan dalam 2 tipe,
yaitu:
a. Tipe kandang Panggung
Tipe kandang ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung
kotoran. Kolong digali dan dibuat lebih rendah daripada permukaan tanah
sehingga kotoran dan air kencingnya tidak berceceran. Alas kandang
terbuat dari kayu/bambu yang telah diawetkan, Tinggi panggung dari
tanah dibuat minimal 50 cm/2 m untuk peternakan besar. Palung makanan
harus dibuat rapat, agar bahan makanan yang diberikan tidak tercecer
keluar.
b. Tipe kandang Lemprak
Kandang tipe ini pada umumnya digunakan untuk usaha ternak domba
kereman. Kandang lemprak tidak dilengkapi dengan alas kayu, tetapi
ternak beralasan kotoran dan sisa-sisa hijauan pakan. Kandang tidak
dilengkapi dengan palung makanan, tetapi keranjang rumput yang
diletakkan diatas alas. Pemberian pakan sengaja berlebihan, agar dapat
hasil kotoran yang banyak. Kotoran akan dibongkar setelah sekitar 1-6
bulan.

6.2. Penyiapan Bibit

Domba yang unggul adalah domba yang sehat dan tidak terserang oleh hama
penyakit, berasal dari bangsa domba yang persentase kelahiran dan kesuburan
tinggi, serta kecepatan tumbuh dan persentase karkas yang baik. Dengan
demikian keberhasilan usaha ternak domba tidak bisa dipisahkan dengan
pemilihan induk/pejantan yang memiliki sifat-sifat yang baik.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

a) Calon Induk: berumur 1,5-2 tahun, tidak cacat, bentuk perut normal,
telinga kecil hingga sedang, bulu halus, roman muka baik dan memiliki
nafsu kawin besar dan ekor normal.
b) Calon Pejantan: berumur 1,5-2 tahun, sehat dan tidak cacat, badan
normal dan keturunan dari induk yang melahirkan anak 2 ekor/lebih,
tonjolan tulang pada kaki besar dan mempunyai buah zakar yang sama
besar serta kelaminnya dapat bereaksi, mempunyai gerakan yang lincah,
roman muka baik dan tingkat pertumbuhan relatif cepat.

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Reproduksi dan Perkawinan

Hal yang harus di ketahui oleh para peternak dalam pengelolaan reproduksi
adalah pengaturan perkawinan yang terencana dan tepat waktu.
a) Dewasa Kelamin, yaitu saat ternak domba memasuki masa birahi yang
pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini dicapai
pada saat domba berumur 6-8 bulan, baik pada yang jantan maupun yang
betina.
b) Dewasa tubuh, yaitu masa domba jantan dan betina siap untuk
dikawinkan. Masa ini dicapai pada umur 10-12 bulan pada betina dan 12
bulan pada jantan. Perkawinan akan berhasil apabila domba betina dalam
keadaan birahi.

3) Proses Kelahiran

Lama kebuntingan bagi domba adalah 150 hari (5 bulan). Menjelang


kelahiran anak domba, kandang harus bersih dan diberi alas yang kering.
Bahan untuk alas kandang dapat berupa karung goni/jerami kering. Obat
yang perlu dipersiapkan adalah jodium untuk dioleskan pada bekas potongan
tali pusar.

Induk domba yang akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik
dan perilakunya sebagai berikut:
a. Keadaan perut menurun dan pinggul mengendur.
b. Buah susu membesar dan puting susu terisi penuh.
c. Alat kelamin membengkak, berwarna kemerah-merahan dan lembab.
d. Ternak selalu gelisah dan nafsu makan berkurang.
e. Sering kencing.

Proses kelahiran berlangsung 15-30 menit, jika 45 menit setelah ketuban


pecah, anak domba belum lahir, kelahiran perlu dibantu. Anak domba yang
baru lahir dibersihkan dengan menggunakan lap kering agar dapat bernafas.
Biasanya induk domba akan menjilati anaknya hingga kering dan bersih.

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan membersihkan kandang dan


peralatan dari sarang serangga dan hama. kandang terutama tempat pakan
dan tempat minum dicuci dan dikeringkan setiap hari. Perlu dilakukan
pembersihan rumput liar di sekitar kandang. Kandang ternak dibersihkan
seminggu sekali.

2) Pengontrolan Penyakit

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Domba yang terserang penyakit dapat segera diobati dan dipisahkan dari
yang sehat. Lakukan pencegahan dengan menyuntikan vaksinasi pada
domba-domba yang sehat.

3) Perawatan Ternak

Induk bunting diberi makanan yang baik dan teratur, ruang gerak yang
lapang dan dipisahkan dari domba lainnya. induk yang baru melahirkan
diberi minum dan makanan hijauan yang telah dicampurkan dengan
makanan penguat lainnya. Selain itu, induk domba harus dimandikan. Anak
domba (Cempe) yang baru dilahirkan, dibersihkan dan diberi makanan yang
terseleksi. Cempe yang disapih perlu diperhatikan. pakan yang berkualitas
dalam bentuk bubur tidak lebih dari 0,20 kg satu kali sehari.

Perawatan ternak dewasa meliputi:


a. Memandikan ternak secara rutin minimal seminggu sekali. dengan cara
disikat dan disabuni. pada pagi hari, kemudian dijemur dibawah sinar
matahari pagi.
b. Mencukur Bulu
Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini. dilakukan
minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5
cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat
dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada
saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah
dengan punggung domba.
c. Merawat dan Memotong Kuku
Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan golok, pahat
kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting.

4) Pemberian Pakan

Zat gizi makanan yang diperlukan oleh ternak domba dan mutlak harus
tersedia dalam jumlah yang cukup adalah karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. Bahan pakan untuk domba pada umumnya
digolongkan dalam 4 golongan sebagai berikut:
a. Golongan Rumput-rumputan, seperti rumput gajah, benggala, brachiaria,
raja, meksiko dan rumput alam.
b. Golongan Kacang-kacangan, seperti daun lamtoro, turi, gamal daun
kacang tanah, daun kacang-kacangan, albisia, kaliandra, gliricidia dan
siratro.
c. Hasil Limbah Pertanian, seperti daun nangka, daun waru, daun dadap,
daun kembang sepatu, daun pisang, daun jagung, daun ketela pohon,
daun ketela rambat dan daun beringin.
d. Golongan Makanan Penguat (Konsentrat), seperti dedak, jagung karing,
garam dapur, bungkil kelapa, tepung ikan, bungkil kedelai, ampas tahu,
ampas kecap dan biji kapas.

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Pakan untuk domba berupa campuran dari keempat golongan di atas yang
disesuaikan dengan tingkatan umur. Adapun proporsi dari campuran tersebut
adalah:
a. Ternak dewasa: rumput 75%, daun 25%
b. Induk bunting: rumput 60%, daun 40%, konsentrat 2-3 gelas
c. Induk menyusui: rumput 50%, daun 50% dan konsentrat2-3 gelas
d. Anak sebelum disapih: rumput 50%, daun 50%
e. Anak lepas sapih: rumput 60%, daun 40% dan konsentrat 0,5–1 gelas

Sedangkan dosis pemberian ransum untuk pertumbuhan domba adalah


sebagai berikut:
a. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=180 kg/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
b. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=340 kg/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
c. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=410 kg/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari
d. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=110 kg/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
e. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=280 kg/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
f. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=440 kg/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari
g. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=160 gram/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
h. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=320 gram/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
i. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=470 gram/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari
j. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=100 gram/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
k. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=260 gram/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
l. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=410 gram/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari
m.Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=60 gram/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
n. Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=180 gram/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
o. Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=340 gram/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari
p. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=50 gram/hari, pertambahan bobot=50
gram/hari
q. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=110 gram/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
r. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=260 gram/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

s. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=40 gram/hari, pertambahan bobot=50


gram/hari
t. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=280 gram/hari, pertambahan bobot=100
gram/hari
u. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=440 gram/hari, pertambahan bobot=150
gram/hari

5) Pemberian Vaksinasi dan Obat

Pemberian vaksinasi dapat dilakukan setiap enam bulan sekali vaksinasi


dapat dilakukan dengan menyuntikan obat kedalam tubuh domba. Vaksinasi
mulai dilakukan pada anak domba (cempe) bila telah berusia 1 bulan,
selanjutnya diulangi pada usia 2-3 bulan. Vaksinasi yang biasa diberikan
adalah jenis vaksin Spora (Max Sterne), Serum anti anthrax, vaksin AE, dan
Vaksin SE (Septichaemia Epizootica).

6) Pemeliharaan Kandang

Pemeliharaan kandang meliputi pembersihan kotoran domba menimal satu


minggu sekali, membuang kotoran ke tempat penampungan limbah,
membersihkan lantai atau alas, penyemprotan dan pengapuran kandang
untuk disinfektan.

7. HAMA DAN PENYAKIT


1) Penyakit Mencret
Penyebab: bakteri Escherichia coli yang menyerang anak domba berusia 3
bulan. Pengobatan: antibiotika dan sulfa yang diberikan lewat mulut.

2) Penyakit Radang Pusar


Penyebab: alat pemotongan pusar yang tidak steril atau tali pusar tercemar
oleh bakteri Streptococcus, Staphyloccus, Escherichia coli dan Actinomyces
necrophorus. Usia domba yang terserang biasanya cempe usia 2-7 hari.
Gejala: terjadi pembengkakan di sekitar pusar dan apabila disentuh domba
akan kesakitan. Pengendalian: dengan antibiotika, sulfa dan pusar
dikompres dengan larutan rivanol (Desinfektan).

3) Penyakit Cacar Mulut


Penyakit ini menyerang domba usia sampai 3 bulan. Gejala: cempe yang
terserang tidak dapat mengisap susu induknya karena tenggorokannya
terasa sakit sehingga dapat mengakibatkan kematian. Pengendalian:
dengan sulfa seperti Sulfapyridine, Sulfamerozine, atau pinicillin.

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

4) Penyakit Titani
Penyebab: kekurangan Defisiensi Kalsium (Ca) dan Mangan (Mn). Domba
yang diserang biasanya berusia 3-4 bulan. Gejala: domba selalu gelisah,
timbul kejang pada beberapa ototnya bahkan sampai keseluruh badan.
Penyakit ini dapat diobati dengan menyuntikan larutan Genconos calcicus
dan Magnesium.

5) Penyakit Radang Limoah


Penyakit ini menyerang domba pada semua usia, sangat berbahaya,
penularannya cepat dan dapat menular ke manusia. Penyebab: bakteri
Bacillus anthracis.. Gejala: suhu tubuh meninggi, dari lubang hidung dan
dubur keluar cairan yang bercampur dengan darah, nadi berjalan cepat,
tubuh gemetar dan nafsu makan hilang. Pengendalian: dengan menyuntikan
antibiotika Pracain penncillin G, dengan dosis 6.000-10.000 untuk /kg berat
tubuh domba tertular.

6) Penyakit Mulut dan kuku


Penyakit menular ini dapat menyebabkan kematian pada ternak domba, dan
yang diserang adalah pada bagian mulut dan kuku. Penyebab: virus dan
menyerang semua usia pada domba Gejala: mulut melepuh diselaputi lendir.
Pengendalian: membersihkan bagian yang melepuh pada mulut dengan
menggunakan larutan Aluminium Sulfat 5%, sedangkan pada kuku dilakukan
dengan merendam kuku dalam larutan formalin atau Natrium karbonat 4%.

7) Penyakit Ngorok
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida. Gejala: nafsu makan domba
berkurang, dapat menimbulkan bengkak pada bagian leher dan dada.
Semua usia domba dapat terserang penyakit ini, domba yang terserang
terlihat lidahnya bengkak dan menjulur keluar, mulut menganga, keluar lendir
berbuih dan sulit tidur. Pengendalian: menggunakan antibiotika lewat air
minum atau suntikan.

8) Penyakit perut Kembung


Penyebab: pemberian makanan yang tidak teratur atau makan rumput yang
masih diselimuti embun. Gejala: lambung domba membesar dan dapat
menyebabkan kematian. Untuk itu diusahakan pemberian makan yang
teratur jadwal dan jumlahnya jangan digembalakan terlalu pagi
Pengendalian: memberikan gula yang diseduh dengan asam, selanjutnya
kaki domba bagian depan diangkat keatas sampai gas keluar.

9) Penyakit Parasit Cacing


Semua usia domba dapat terserang penyakit ini. Penyebab: cacing Fasciola
gigantica (Cacing hati), cacing Neoascaris vitulorum (Cacing gelang), cacing
Haemonchus contortus (Cacing lambung), cacing Thelazia rhodesii (Cacing
mata). Pengendalian: diberikan Zanil atau Valbazen yang diberikan lewat
minuman, dapat juga diberi obat cacing seperti Piperazin dengan dosis 220
mg/kg berat tubuh domba.

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

10) Penyakit Kudis


Merupakan penyakit menular yang menyerang kulit domba pada semua usia.
Akibat dari penyakit ini produksi domba merosot, kulit menjadi jelek dan
mengurangi nilai jual ternak domba. Penyebab: parasit berupa kutu yang
bernama Psoroptes ovis, Psoroptes ciniculi dan Chorioptes bovis. Gejala:
tubuh domba lemah, kurus, nafsu makan menurun dan senang menggaruk
tubuhnya. Kudis dapat menyerang muka, telinga, perut punggung, kaki dan
pangkal ekor. Pengendalian: dengan mengoleskan Benzoas bensilikus 10%
pada luka, menyemprot domba dengan Coumaphos 0,05-0,1%.

11) Penyakit Dermatitis


Adalah penyakit kulit menular pada ternak domba, menyerang kulit bibit
domba. Penyebab: virus dari sub-group Pox virus dan menyerang semua
usia domba. Gejala: terjadi peradangan kulit di sekitar mulut, kelopak mata,
dan alat genital. Pada induk yang menyusui terlihat radang kelenjar susu.
Pengendalian: menggunakan salep atau Jodium tinctur pada luka.

12) Penyakit Kelenjar Susu


Penyakit ini sering terjadi pada domba dewasa yang menyusui, sehingga air
susu yang diisap cempe tercemar. Penyebab: ambing domba induk yang
menyusui tidak secara ruti dibersihkan. Gejala: ambing domba bengkak, bila
diraba tersa panas, terjadi demam dan suhu tubuh tinggi, nafsu makan
kurang, produsi air susu induk berkurang. Pengendalian: pemberian obat-
obatan antibiotika melalui air minum.

Secara umum pengendalian dan pencegahan penyakit yang terjadi pada


domba dapat dilakukan dengan:
a) Menjaga kebersihan kandang, dan mengganti alas kandang.
b) Mengontrol anak domba (cempe) sesering mungkin.
c) Memberikan nutrisi dan makanan penguat yang mengandung mineral,
kalsium dan mangannya.
d) Memberikan makanan sesuai jadwal dan jumlahnya, Hijauan pakan yang
baru dipotong sebaiknya dilayukan lebih dahulu sebelum diberikan.
e) Menghindari pemberian makanan kasar atau hijauan pakan yang
terkontaminasi siput dan sebelum dibrikan sebainya dicuci dulu.
f) Sanitasi yang baik, sering memandikan domba dan mencukur bulu.
g) Tatalaksana kandang diatur dengan baik.
h) Melakukan vaksinasi dan pengobatan pada domba yang sakit.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya domba adalah karkas (daging)

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8.2. Hasil Tambahan

Hasil tambahan dari budidaya domba adalah bulunya (wool) yang dapat di
jadikan sebagai bahan tekstil.

8.3. Pembersihan

Sebelum dipotong ternak dibersihkan dengan cara mencuci kaki domba dan
menyemprotkan air diatas kepala ternak agar karkas yang dihasilkan tidak
tercemar oleh bakteri dan kotoran.

9. PASCAPANEN
9.1. Stoving

Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan


domba agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1) Ternak domba harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2) Ternak domba harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat
mencemari daging.
3) Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang
diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara
tuntas.
4) Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah
dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.

9.2. Pengulitan

Pengulitan pada domba yang telah disembelih dapat dilakukan dengan


menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit domba
dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika
sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit domba dijemur
dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan
sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.

9.3. Pengeluaran Jeroan

Setelah domba dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan
jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut
domba.

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9.4. Pemotongan Karkas

Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas
tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha
depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan
menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas
harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak,
terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh
peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha domba selama 136 hari di Bogor tahun 1995 adalah
sebagai berikut:

1) Biaya produksi
a. Lahan
- Sewa tanah 700 m2 (5 bulan) Rp. 100.000,-
b. Bibit
- Domba lepas sapih 100 ekor@ Rp.40.000,- Rp. 4.000.000,-
c. Bangunan dan peralatan
- Kandang ukuran 3,5 m x 18,75 m (2 buah) :
- Bambu 360 batang @ Rp. 2.000,- Rp. 720.000,-
- Papan kayu panjang 2 m (352 buah) @ Rp. 2.000,- Rp. 704.000,-
- Paku reng 8 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 32.000,-
- Paku usuk 10 kg @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
- Genting 6.480 buah @ Rp. 200,- Rp. 1.296.000,-
- Tali 42 m @ Rp. 700,00 Rp. 29.400,-
- Base Camp + gudang ukuran 5 m x 6 m :
- Bambu 28 batang @ Rp.2.000,- Rp. 56.000,-
- Papan kayu panjang 2 m 60 buah @ Rp.1.800,- Rp. 108.000,-
- Paku reng 2 kg @ Rp.4.000,00 Rp. 8.000,-
- Paku usuk 3 kg @ Rp.2.500,00 Rp. 7.500,-
- Genting 1.200 buah @ Rp.200,- Rp. 240.000,-
- Tali 15 m @ Rp. 700,- Rp. 10.500,-
- Peralatan
- Tempat minum dia 25 cm(100 buah) @ Rp.2.500,- Rp. 250.000,-
- Sekop 2 buah @ Rp.12.500,- Rp. 25.000,-
- Ember plastik diameter 25 cm (3 bh) @ Rp.2.500,- Rp. 7.500,-
- Tong bak air (2 buah) @ Rp.35.000,- Rp. 70.000,-
- Ciduk (4 buah) @ Rp.1.500,- Rp. 6.000,-
d. Pakan
- Hijauan/rumput 34.000 kg @ Rp.500,- Rp. 17.000.000,-

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- Konsentrat Rp. 2.450.000,-


- Dedak 1.780 kg @ Rp.600,- Rp. 1.068.000,-
- Bungkil kelapa 890 kg @ Rp.1.250,- Rp. 1.112.500,-
- Tepung jagung 534,1 kg @ Rp.900,- Rp. 480.690,-
- Bungkil kacang tanah 284,9 kg @ Rp.1800,- Rp. 512.820,-
- Garam dapur 35,598 kg @ Rp.500,- Rp. 17.800,-
- Tepung tulang 23,472 kg @ Rp.600,- Rp. 14.100,-
- Kapur 23,472 kg @ Rp.600,- Rp. 14.100,-
e. Tenaga kerja
- Tenaga kerja 112 HKSP @ Rp.7.000,- Rp. 784.000,-
- Tenaga kerja 15 HKSP @ Rp.7.000,- Rp. 105.000,-
- Tenaga kerja pemeliharaan selama 136 hari Rp. 884.000,-
f. Biaya tak terduga 10% Rp. 3.213.800,-
Total Modal Usaha Tani Rp. 35.351.710,-

2) Pendapatan
a. Nilai penjualan ternak100 x 95% x Rp.400.000,- Rp. 38.000.000,-
b. Nilai penjualan pupuk kandang Rp 250.000,-
Total Pendapatan (II) Rp. 38.250.000,-

c) Keuntungan usaha : (II - I) Rp. 2.898.290,-

4) Parameter kelayakn usaha


Total Pendapatan
a. B/C Ratio =  = 1,08
Total biaya produksi

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

11. DAFTAR PUSTAKA


a) Bambang agus murtidjo. 1993. Memelihara Domba, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
b) Bambang Cahyono. 1998. Beternak Domba dan Kambing, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
c) Bambang Sugeng. 1990. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta,
d) Joko santoso dkk. 1991. Pengembangan Ternak Potong di Pedesaan
(Prosiding), Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto.
e) Warta pertanian No. 125/Th.X/1993, Peternakan, Jakarta, 1993.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA GAMAL UNTUK PAKAN SUPLEMEN


TERNAK RUMINANSIA

1. KELUARAN
Produksi daun gamal

2. BAHAN
Stek gamal atau biji, pupuk organik dan anorganik

3. PEDOMAN TEKNIS
1) Penanaman
Penanaman dilakukan dengan stek batang atau biji, (biji disarankan untuk
perakaran yang dalam). Stek batang yang baik berasal dari batang bawah,
dan tengah yang telah berumur lebih dari 12 bulan. Diameter stek 3-5 cm
dan panjang stek 50 cm. Stek terlebih dahulu disemaikan dalam kantong
plastik. Setelah bertunas 15-20 cm tingginya (berumur 2-3 bulan) dapat
ditanam langsung di lapangan. Jarak tanam dengan jarak antara barisan 1-2
m. Waktu tanam dianjurkan pada awal musim hujan.

2) Panen
Pemotongan pertama pohon gamal dianjurkan setelah tanaman berumur 1
tahun. Selang waktu atau interval pemotongan selanjutnya setiap 3 bulan
sekali. Rata-rata produksi hijauan segar berkisar 2-5 kg per potong per
pohon.

3) Pemupukan
Pemberian pupuk kandang atau pupuk buatan seperti pupuk P sebanyak 35-
40 kg per hektar per tahun.

4) Pemberian pada ternak


Untuk pertama kali, ternak umumnya menolak akan tetapi setelah dibiasakan
(dengan cara pemberian bertahap) maka berikan gamal dalam bentuk layu.

5) Banyaknya pemberian daun gamal


a. Pemberian daun gamal secara bebas sebagai tambahan pakan dasar
rumput.
b. Pemberian gamal baik bagi pertumbuhan ternak ruminansia.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

4. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

5. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu,
Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK I T I K
( Anas spp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Itik dikenal juga dengan istilah Bebek (bhs.Jawa). Nenek moyangnya berasal
dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard. Terus
menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang
yang disebut Anas domesticus (ternak itik).

2. SENTRA PERIKANAN
Secara internasional ternak itik terpusat di negara-negara Amerika utara,
Amerika Selatan, Asia, Filipina, Malaysia, Inggris, Perancis (negara yang
mempunyai musim tropis dan subtropis). Sedangkan di Indonesia ternak itik
terpusatkan di daerah pulau Jawa (Tegal, Brebes dan Mojosari), Kalimantan
(Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai) dan Bali serta Lombok.

Hal. 1/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. JENIS
Klasifikasi (penggolongan) itik, menurut tipenya dikelompokkan dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1) Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington) dan
CV 2000-INA;
2) Itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, Cayuga; (3). Itik
ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call),
Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.

Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik
petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik
CV 2000-INA dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari
BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor.

4. MANFAAT
1) Untuk usaha ekonomi kerakyatan mandiri.
2) Untuk mendapatkan telur itik konsumsi, daging, dan juga pembibitan ternak
itik.
3) Kotorannya bisa sebagai pupuk tanaman pangan/palawija.
4) Sebagai pengisi kegiatan dimasa pensiun.
5) Untuk mencerdaskan bangsa melalui penyediaan gizi masyarakat.

5. PERSYARATAN LOKASI
Mengenai lokasi kandang yang perlu diperhatikan adalah: letak lokasi lokasi
jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak transportasi yang
mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi lingkungan kandang
mempunyai iklim yang kondusif bagi produksi ataupun produktivitas ternak. Itik
serta kondisi lokasi tidak rawan penggusuran dalam beberapa periode produksi.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


Sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri,
terutama dalam hal pemahaman tentang pancausaha beternak yaitu (1).
Perkandangan; (2). Bibit Unggul; (3). Pakan Ternak; (4). Tata Laksana dan (5).
Pemasaran Hasil Ternak.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Persyaratan temperatur kandang ± 39 derajat C.

Hal. 2/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%

3) Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan kandang


agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian kandang

4) Model kandang ada 3 (tiga) jenis yaitu:


a. kandang untuk anak itik (DOD) oada masa stater bisa disebut juga
kandang box, dengan ukuran 1 m2 mampu menampung 50 ekor DOD
b. kandang Brower (untuk itik remaja) disebut model kandang Ren/kandang
kelompok dengan ukuran 16-100 ekor perkelompok
c. kandang layar ( untuk itik masa bertelur) modelnya bisa berupa kandang
baterei ( satu atau dua ekor dalam satu kotak) bisa juga berupa kandang
lokasi ( kelompok) dengan ukuran setiap meter persegi 4-5 ekor itik
dewasa ( masa bertelur atau untuk 30 ekor itik dewasa dengan ukuran
kandang 3 x 2 meter).

5) Kondisi kandang dan perlengkapannya


Kondisi kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup sederhana
asal tahan lama (kuat). Untuk perlengkapannya berupa tempat makan,
tempat minum dan mungkin perelengkapan tambahan lain yang bermaksud
positif dalam managemen

6.2. Pembibitan

Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang
telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan.

1) Pemilihan bibit dan calon induk

Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik
adalah sebagai berikut :
a. membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
b. memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul untuk
mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam
atau mesin tetas
c. membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal
mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas
peternakan setempat.Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit)
dengan warna bulu kuning mengkilap.

2) Perawatan bibit dan calon induk

a. Perawatan Bibit
Bibit (DOD) yang baru saja tiba dari pembibitan, hendaknya ditangani
secara teknis agar tidak salah rawat. Adapun penanganannya sebagai
berikut: bibit diterima dan ditempatkan pada kandang brooder (indukan)
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dan hal-hal yang perlu diperhatikan

Hal. 3/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

dalam brooder adalah temperatur brooder diusahakan yang anak itik


tersebar secara merata, kapasitas kandang brooder (box) untuk 1 m2
mampu menampung 50 ekor DOD, tempat pakan dan tempat minum
sesuai dengan ketentuan yaitu jenis pakan itik fase stater dan
minumannya perlu ditambah vitamin/mineral.
b. Perawatan calon Induk
Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi
dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan keduanya sama saja,
perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada
pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.

3) Reproduksi dan Perkawinan

Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur


tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan. Sedangkan sistem
perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand mating/pakan itik yang
dibuat oleh manusia dan nature mating (perkawinan itik secara alami).

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan


preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk
mewaspadai timbulnya penyakit.

2) Pengontrol Penyakit

Dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan
tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik.

3) Pemberian Pakan

Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8
minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan fase layar (umur 18–27
minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara
praktisnya) dengan kode masing-masing fase. Cara memberi pakan tersebut
terbagi dalam empat kelompok yaitu:
a. umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
b. umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
c. umur 21 hari samapai 18 minggu disebar dilantai.
d. umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara
pakan peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur
sampai produksi mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara
ad libitum (terus menerus).

Hal. 4/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Dalam hal pakan itik secara ad libitum, untuk menghemat pakan biaya baik
tempat ransum sendiri yang biasa diranum dari bahan-bahan seperti jagung,
bekatul, tepung ikan, tepung tulang, bungkil feed suplemen

Pemberian minuman itik, berdasarkan pada umur itik juga yaitu :


a. umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama iar minum ditambah vitamin dan
mineral, tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
b. umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan
secara ad libitum (terus menerus)
c. umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan
ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari
dibersihkan.

4) Pemeliharaan Kandang

Kandang hendaknya selalu dijaga kebersihannya dan daya gunanya agar


produksi tidak terpengaruh dari kondisi kandang yang ada.

7. HAMA DAN PENYAKIT


Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
1) penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri dan
protozoa
2) penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana
perkandangan yang kurang tepat

Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:

1) Penyakit Duck Cholera


Penyebab: bakteri Pasteurela avicida. Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning
kehijauan. Pengendalian: sanitasi kandang,pengobatan dengan suntikan
penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.

2) Penyakit Salmonellosis
Penyebab: bakteri typhimurium.Gejala: pernafasan sesak, mencret.
Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone melalui
pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin yang dicampur
air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik

Hal. 5/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8.2. Hasil Tambahan

Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran
ternak sebagai pupuk tanam yang berharga

9. PASCAPANEN
Kegiatan pascapanen yang bias dilakukan adalah pengawetan. Dengan
pengawetan maka nilai ekonomis telur itik akan lebih lama dibanding jika tidak
dilakukan pengawetan. Telur yang tidak diberikan perlakuan pengawetan hanya
dapat tahan selama 14 hari jika disimpan pada temperatur ruangan bahkan
akan segera membusuk. Adapun perlakuan pengawetan terdiri dari 5 macam,
yaitu:
a) Pengawetan dengan air hangat
Pengawetan dengan air hangat merupakan pengawetan telur itik yang paling
sederhana. Dengan cara ini telur dapat bertahan selama 20 hari.
b) Pengawetan telur dengan daun jambu biji
Perendaman telur dengan daun jambu biji dapat mempertahankan mutu telur
selama kurang lebih 1 bulan. Telur yang telah direndam akan berubah warna
menjadi kecoklatan seperti telur pindang.
c) Pengawetan telur dengan minyak kelapa
Pengawetan ini merupakan pengawetan yang praktis. Dengan cara ini warna
kulit telur dan rasanya tidak berubah.
d) Pengawetan telur dengan natrium silikat
Bahan pengawetan natrium silikat merupkan cairan kental, tidak berwarna,
jernih, dan tidak berbau. Natirum silikat dapat menutupi pori kulit telur
sehingga telur awet dan tahan lama hingga 1,5 bulan. Adapun caranya
adalah dengan merendam telur dalam larutan natrium silikat10% selama
satu bulan.
e) Pengawetan telur dengan garam dapur
Garam direndam dalam larutan garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 25-
40% selama 3 minggu.

Hal. 6/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya itik di Semarang tahun 1999 adalah sebagai


berikut:.

1) Permodalan
a. Modal kerja
- Anak itik siap telur um 6 bl 36 paketx500 ek x Rp 6.000 Rp 108.000.000,-
- Biaya kelancaran usaha dan lain-lain Rp 4.000.000,-
b. Modal Investasi
- Kebutuhan kandang 36 paket x Rp 500.000,- Rp 18.000.000,-
Jumlah kebutuhan modal : Rp 130.000.000,-
Prasyaratan kredit yang dikehendaki:
- Bunga (menurun) 20% /tahun
- Masa tanggung angsuran 1 tahun
- Lama kredit 3 tahun

2) Biaya-biaya
a. Biaya kelancaran usaha dan lain-lain Rp 4.000.000,-
b. Biaya tetap
- Biaya pengambalian kredit:
- Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun I Rp 14.723.000,-
- Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun II Rp 86.125.000,-
- Biaya pengambalian angsuran dan bunga tahun III Rp 73.125.000,-
- Biaya penyusutan kandang:
- biaya penyusutan kandang tahun I Rp 3.600.000,-
- biaya penyusutan kandang tahun II Rp 3.600.000,-
- biaya penyusutan kandang tahun III Rp 3.600.000,-

3) Biaya tidak tetap


a. Biaya pembayaran ransum:
- biaya ransum tahun I Rp 245.700.000,-
- biaya ransum tahun II Rp 453.600.000,-
- biaya ransum tahun III Rp 453.600.000,-
b. Biaya pembayaran itik siap produksi:
- pembayaran tahun I Rp 108.000.000,-
- pembayaran tahun II -
- pembayaran tahun III -
c. Biaya pembayaran obat-obatan:
- biaya pembayaran obat-obatan tahun I Rp 2.457.000,-
- biaya pembayaran obat-obatan tahun II Rp 4.536.000,-
- biaya pembayaran obat-obatan tahun III Rp 4.436.000,-
(Biaya obat-obatan adalah 1% dari biaya ransum)

Hal. 7/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

4) Pendapatan
a. Penjualan telur tahun I Rp 384.749.920,-
b. Penjualan telur tahun II Rp 615.600.000,-
c. Penjualan telur tahun III Rp 615.600.000,-
d. Penjualan itik culling 2 x 1.425 x Rp 2.000,- Rp 5.700.000,-

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan
keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat
besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat
bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara
pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi
yang menjanji untuk dikembangkan secara intensif.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Bambang Suharno, Ir. dan Khairul Amri. Beternak itik secara intensif.
Penerbit Penebar Swadaya. Tahun 1998
2) Redaksi Trubus. Beternak Itik CV. 2000-INA. Penerbit Penebar Swadaya.
Tahun 1999
3) Prawoto; Peternak ternak itik. Desa Sitemu Kec. Taman Kabupaten
Pemalang, Jawa Tengah 52361

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 8/ 8
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK JANGKRIK


( Gryllus mitratus Burm )

1. SEJARAH SINGKAT
Dewasa ini pada masa krisis ekonomi di Indonesia, budidaya jangkrik
(Liogryllus Bimaculatus) sangat gencar, begitu juga dengan seminar-seminar
yang diadakan dibanyak kota. Kegiatan ini banyak dilakukan mengingat waktu
yang dibutuhkan untuk produksi telur yang akan diperdagangkan hanya
memerlukan waktu ± 2-4 minggu. Sedangkan untuk produksi jangkrik untuk
pakan ikan dan burung maupun untuk diambil tepungnya, hanya memerlukan 2-
3 bulan. Jangkrik betina mempunyai siklus hidup ± 3 bulan, sedangkan jantan
kurang dari 3 bulan. Dalam siklus hidupnya jangkrik betina mampu
memproduksi lebih dari 500 butir telur.

Penyebaran jangkrik di Indonesia adalah merata, namun untuk kota-kota besar


yang banyak penggemar burung dan ikan, pada awalnya sangat tergantung
untuk mengkonsumsi jangkrik yang berasal dari alam, lama kelamaan dengan
berkurangnya jangkrik yang ditangkap dari alam maka mulailah dicoba untuk
membudidayakan jangkrik alam dengan diternakkan secara intensif dan usaha
ini banyak dilakukan dikota-kota dipulau jawa.

2. SENTRA PERIKANAN
Telah diutarakan didepan bahwa untuk sementara ini, sentra peternakan
jangkrik adalah dikota-kota besar dipulau jawa karena kebutuhan dari jangkrik
sangat banyak. Sedangkan diluar pulau jawa sementara ini masih banyak
didapatkan dari alam, sehingga belum banyak peternakan-peternakan jangkrik.

3. JENIS
Ada lebih dari 100 jenis jangkrik yang terdapat di Indonesia. Jenis yang banyak
dibudidayakan pada saat ini adalah Gryllus Mitratus dan Gryllus testaclus,
untuk pakan ikan dan burung. Kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk
tubuhnya, dimana Gryllus Mitratus wipositor-nya lebih pendek disamping itu
Gryllus Mitratus mempunyai garis putih pada pinggir sayap punggung, serta
penampilannya yang tenang.

Hal. 1/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

4. MANFAAT
Jangkrik segar yang sudah diketahui baik untuk pakan burung berkicau seperti
poksay, kacer dan hwambie serta untuk pakan ikan, baik juga untuk
pertumbuhan udang dan lele dalam bentuk tepung.

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi budidaya harus tenang, teduh dan mendapat sirkulasi udara yang
baik.
2) Lokasi jauh dari sumber-sumber kebisingan seperti pasar, jalan raya dan lain
sebagainya.
3) Tidak terkena sinar matahari secara langsung atau berlebihan.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


Menurut Farry, 1999, ternak jangkrik merupakan jenis usaha yang jika tidak
direncanakan dengan matang, akan sangat merugikan usaha. Ada beberapa
tahap yang perlu dilakukan dalam merencanakan usaha ternak jangkrik, yaitu
penyusunan jadwal kegiatan, menentukan struktur organisasi, menentukan
spesifikasi pekerjaan, menetapkan fasilitas fisik, merencanakan metoda
pendekatan pasar, menyiapkan anggaran, mencari sumber dana dan
melaksanakan usaha ternak jangkrik.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Karena jangkrik biasa melakukan kegiatan diwaktu malam hari, maka kandang
jangkrik jangan diletakkan dibawah sinar matahari, jadi letakkan ditempat yang
teduh dan gelap. Sebaiknya dihindarkan dari lalu lalang orang lewat terlebih lagi
untuk kandang peneluran.

Untuk menjaga kondisi kandang yang mendekati habitatnya, maka dinding


kandang diolesi dengan lumpur sawah dan diberikan daun-daun kering seperti
daun pisang, daun timbul, daun sukun dan daun-daun lainnya untuk tempat
persembunyian disamping untuk menghindari dari sifat kanibalisme dari
jangkrik. Dinding atas kandang bagian dalam sebaiknya dilapisi lakban keliling
agar jangkrik tidak merayap naik sampai keluar kandang.

Disalah satu sisi dinding kandang dibuat lubang yang ditutup kasa untuk
memberikan sirkulasi udara yang baik dan untuk menjaga kelembapan
kandang. Untuk ukuran kotak pemeliharaan jangkrik, tidak ada ukuran yang
baku. Yang penting sesuai dengan kebutuhan untuk jumlah populasi jangkrik
tiap kandang. Menurut hasil pemantauan dilapangan dan pengalaman

Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

peternak, bentuk kandang biasanya berbentuk persegi panjang dengan


ketinggian 30-50 cm, lebar 60-100 cm sedangkan panjangnya 120-200 cm.

Kotak (kandang) dapat dibuat dari kayu dengan rangka kaso, namun untuk
mengirit biaya, maka dinding kandang dapat dibuat dari triplek. Kandang
biasanya dibuat bersusun, dan kandang paling bawah mempunyai minimal
empat kaki penyangga. Untuk menghindari gangguan binatang seperti semut,
tikus, cecak dan serangga lainnya, maka keempat kaki kandang dialasi
mangkuk yang berisi air, minyak tanah atau juga vaseline (gemuk) yang
dilumurkan ditiap kaki penyangga.

6.2. Pembibitan

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Bibit yang diperlukan untuk dibesarkan haruslah yang sehat, tidak sakit, tidak
cacat (sungut atau kaki patah) dan umurnya sekitar 10-20 hari. Calon induk
jangkrik yang baik adalah jangkrik-jangkrik yang berasal dari tangkapan alam
bebas, karena biasanya memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik. Kalaupun
induk betina tidak dapat dari hasil tangkapan alam bebas, maka induk dapat
dibeli dari peternakan. Sedangkan induk jantan diusahakan dari alam bebas,
karena lebih agresif.

Adapun ciri-ciri indukan, induk betina, dan induk jantan yang adalah sebagai
berikut:

a. Indukan:
- sungutnya (antena) masih panjang dan lengkap.
- kedua kaki belakangnya masih lengkap.
- bisa melompat dengan tangkas, gesit dan kelihatan sehat.
- badan dan bulu jangkrik berwarna hitam mengkilap.
- pilihlah induk yang besar.
- dangan memilih jangkrik yang mengeluarkan zat cair dari mulut dan
duburnya apabila dipegang.

b. Induk jantan:
- selalu mengeluarkan suara mengerik.
- permukaan sayap atau punggung kasar dan bergelombang.
- tidak mempunyai ovipositor di ekor.
- Induk betina:
- tidak mengerik.
- permukaan punggung atau sayap halus.
- ada ovipositor dibawah ekor untuk mengeluarkan telur.

Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Perawatan jangkrik yang sudah dikeluarkan dari kotak penetasan berumur


10 hari harus benar-benar diperhatikan dan dikontrol makanannya, karena
pertumbuhannya sangat pesat. Sehingga kalau makanannya kurang, maka
anakan jangkrik akan menjadi kanibal memakan anakan yang lemah. Selain
itu perlu juga dikontrol kelembapan udara serta binatang pengganggu, yaitu,
semut, tikus, cicak, kecoa dan laba-laba. Untuk mengurangi sifat kanibal dari
jangkrik, maka makanan jangan sampai kurang. Makanan yang biasa
diberikan antara lain ubi, singkong, sayuran dan dedaunan serta diberikan
bergantian setiap hari.

3) Sistem Pemuliabiakan

Sampai saat ini pembiakan Jangkrik yang dikenal adalah dengan


mengawinkan induk jantan dan induk betina, sedangkan untuk bertelur ada
yang alami dan ada juga dengan cara caesar. Namun risiko dengan cara
caesar induk betinanya besar kemungkinannya mati dan telur yang diperoleh
tidak merata tuanya sehingga daya tetasnya rendah.

4) Reproduksi dan Perkawinan

Induk dapat memproduksi telur yang daya tetasnya tinggi ± 80-90 % apabila
diberikan makanan yang bergizi tinggi. Setiap peternak mempunyai ramuan-
ramuan yang khusus diberikan pada induk jangkrik antara lain: bekatul
jagung, ketan item, tepung ikan, kuning telur bebek, kalk dan kadang-kadang
ditambah dengan vitamin.

Disamping itu suasana kandang harus mirip dengan habitat alam bebas,
dinding kandang diolesi tanah liat, semen putih dan lem kayu, dan diberi
daun-daunan kering seperti daun pisang, daun jati, daun tebu dan serutan
kayu.

Jangkrik biasanya meletakkan telurnya dipasir atau tanah. Jadi didalam


kandang khusus peneluran disiapkan media pasir yang dimasukkan dipiring
kecil. Perbandingan antara betina dan jantan 10 : 2, agar didapat telur yang
daya tetasnya tinggi. Apabila jangkrik sudah selesai bertelur sekitar 5 hari,
maka telur dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan induknya kemudian
kandang bagiab dalam disemprot dengan larutan antibiotik
(cotrymoxale).Selain peneluran secara alami, dapat juga dilakukan peneluran
secara caesar. Akan tetapi kekurangannya ialah telur tidak merata
matangnya (daya tetas).

5) Proses kelahiran

Sebelum penetasan telur sebaiknya terlebih dahulu disiapkan kandang yang


permukaan dalam kandang dilapisi dengan pasir, sekam atau handuk yang

Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

lembut. Dalam satu kandang cukup dimasukkan 1-2 sendok teh telur dimana
satu sendok teh telur diperkirakan berkisar antara 1.500-2.000 butir telur.
Selama proses ini berlangsung warna telur akan berubah warna dari bening
sampai kelihatan keruh. Kelembaban telur harus dijaga dengan menyemprot
telur setiap hari dan telur harus dibulak-balik agar jangan sampai berjamur.
Telur akan menetas merata sekitar 4-6 hari.

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa dalam pengelolaan peternakan jangkrik


ini sanitasi merupakan masalah yang sangat penting. Untuk menghindari
adanya zat-zat atau racun yang terdapat pada bahan kandang, maka
sebelum jangkrik dimasukkan kedalam kandang, ada baiknya kandang
dibersihkan terlebih dahulu dan diolesi lumpur sawah. Untuk mencegah
gangguan hama, maka kandang diberi kaki dan setiap kaki masing-masing
dimasukkan kedalam kaleng yang berisi air.

2) Pengontrolan Penyakit

Untuk pembesaran jangkrikn dipilih jangkrik yang sehat dan dipisahkan dari
yang sakit. Pakan ternak harus dijaga agar jangan sampai ada yang
berjamur karena dapat menjadi sarang penyakit. Kandang dijaga agar tetap
lembab tetapi tidak basah, karena kandang yang basah juga dapat
menyebabkan timbulnya penyakit.

3) Perawatan Ternak

Perawatan jangkrik disamping kondisi kandang yang harus diusahakan sama


dengan habitat aslinya, yaitu lembab dan gelap, maka yang tidak kalah
pentingnya adalah gizi yang cukup agar tidak saling makan (kanibal).

4) Pemberian Pakan

Anakan umur 1-10 hari diberikan Voor (makanan ayam) yang dibuat
darikacang kedelai, beras merah dan jagung kering yang dihaluskan. Setelah
vase ini, anakan dapat mulai diberi pakan sayur-sayuran disamping jagung
muda dan gambas.

Sedangkan untuk jangkrik yang sedang dijodohkan, diberi pakan antara lain :
sawi, wortel, jagung muda, kacang tanah, daun singkong serta ketimun
karena kandungan airnya tinggi. Bahkan ada juga yang menambah pakan
untuk ternak yang dijodohkan anatar lain : bekatul jagung, tepung ikan, ketan
hitam, kuning telur bebek, kalk dan beberapa vitamin yang dihaluskan dan
dicampur menjadi satu.

Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5) Pemeliharaan Kandang

Air dalam kaleng yang terdapat dikaki kandang, diganti setiap 2 hari sekali
dan kelembapan kandang harus diperhatikan serta diusahakan agar bahaya
jangan sampai masuk kedalam kandang.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1.Penyakit, Hama dan Penyebabnya

Sampai sekarang belum ditemukan penyakit yang serius menyerang jangkrik.


Biasanya penyakit itu timbul karena jamur yang menempel di daun. Sedangkan
hama yang sering mengganggu jangkrik adalah semut atau serangga kecil,
tikus, cicak, katak dan ular.

7.2. Pencegahan Serangan Hama dan Penyakit

Untuk menghindari infeksi oleh jamur, maka makanan dan daun tempat
berlindung yang tercemar jamur harus dibuang. Hama pengganggu jangkrik
dapat diatasi dengan membuat dengan membuat kaleng yang berisi air, minyak
tanah atau mengoleskan gemuk pada kaki kandang.

7.3. Pemberian Vaksinasi dan Obat

Untuk saat ini karena hama dan penyakit dapat diatasi secara prefentif, maka
penyakit jangkrik dapat ditekan seminimum mungkin. Jadi pemberian obat dan
vaksinasi tidak diperlukan.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Peternak jangkrik dapat memperoleh 2 (dua) hasil utama yang nilai


ekonomisnya sama besar, yaitu: telur yang dapat dijual untuk peternak lainnya
dan jangkrik dewasa untuk pakan burung dan ikan serta untuk tepung jangkrik.

8.2. Penangkapan

Telur yang sudah diletakkan oleh induknya pada media pasir atau tanah,
disaring dan ditempatkan pada media kain yang basah. Untuk setiap lipatan
kain basah dapat ditempatkan 1 sendok teh telur yang kemudian untuk diperjual
belikan.

Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Sedangkan untuk jangkrik dewasa umur 40-55 hari atau 55-70 hari dimana
tubuhnya baru mulai tumbuh sayap, ditangkap dengan menggunakan tangan
dan dimasukkan ketempat penampungan untuk dijual.

9. PASCAPANEN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya telur jangkrik sebanyak 10 kotak untuk 1 periode


pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya Produksi
a. Biaya Tidak Tetap
- Indukan
- Induk Jantan 1.000 ekor @ Rp.700,- Rp . 700.000,-
- Induk Betina 5.000 ekor @ Rp. 500,- Rp. 2.500.000,-
- Makanan dan Vitamin
- Sayuran Rp. 100.000,-
- Konsentrat 10 kg @ Rp.5.000,- Rp. 50.000,-
- Vitamin 10 btl @ Rp. 5.000,- Rp. 50.000,-
- Tenaga Kerja 60 HOK @ Rp. 10.000,- Rp. 600.000,-
b. Biaya Tetap
- Bunga modal Investasi 20 %/ th Rp. 118.916,67
- Bunga biaya tidak tetap 20 %/ th Rp. 133.333,33
- Penyusutan kotak Rp. 38.583,33
- Penyusutan alat Rp. 7.875,-
- Pemeliharaan kotak + alat 5 %/ th Rp. 2.322,92
- Sewa Lokasi Rp. 250.000,-
- Listrik Rp. 50.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 4.601.031,25,-

2) Pendapatan 830 sdm @ Rp. 10.000,- Rp. 8.300.000,-

3) Keuntungan Rp. 3.698.968,75

4) Parameter kelayakan usaha


- B/C ratio = 1,8

Berikut ini adalah analisis usaha pembesaran jangkrik sebanyak 100 kotak
untuk 1 periode pada tahun 1999.

Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1) Biaya Produksi
a. Biaya Tidak Tetap
- Telur 100 sdk @ Rp.10.000,- Rp. 1.000.000,-
- Makanan dan Vitamin
- Sayuran Rp. 300.000,-
- Konsentrat50 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Vitamin50 btl @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tenaga Kerja300 HOK @ Rp.10.000,- Rp. 3.000.000,-
b. Biaya Tetap
- Bunga modal Investasi 20 %/ th Rp. 360.800,-
- Bunga biaya tidak tetap 20 %/ th Rp. 240.000,-
- Penyusutan kotak Rp. 455.625,-
- Penyusutan alat + bahan Rp. 71.375,-
- Pemeliharaan kotak 5 %/ th Rp. 52.700,-
- Sewa Lokasi Rp. 375.000,-
- Listrik Rp. 50.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 6.404.700,-

2) Penghasilan 830 sdm @ Rp. 10.000,- Rp.12.000.000,-

3) Keuntungan Rp. 5.595.300,-

4) Parameter kelayakan usaha


- B/C ratio = 1,87

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Penggunaan pestisida yang selama ini didapati pada lahan-lahan pertanian


merupakan salah satu penyebab berkurangnya populasi jangkrik, demikian juga
penangkapan jangkrik dialam yang dilakukan selama ini membuat penurunan
drastis jumlah populasinya.

Dengan alasan-alasan tersebut dan naiknya permintaan jangkrik, maka


peternak tidak membiarkan begitu saja kesempatan untuk memperoleh
keuntungan dengan membudidayakan jangkrik dengan intensif karena dengan
waktu yang relatif singkat untuk memelihara jangkrik sudah mendapat
keuntungan yang berlipat ganda.

Dengan semakin banyaknya peternak-peternak jangkrik ini, permintaan untuk


telur jangkrik semakin besar juga, jadi banyak peternak yang hanya
memproduksi telur jangkrik karena resikonya lebih kecil dan lebih cepat lagi
mendapatkan laba untuk sekitar 25-30 hari, dibandingkan proses pembesaran
sampai dengan 3 bulan.

Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Anonim, Bisnis Telur Jangkrik, Info Peluang No. 33, Edisi 1 Juli 1999
2) ----------, Beternak Jangkrik Ala Samin, Info Agribisnis Trubus No.354, Edisi
Mei 1999
3) ----------, Jangkrik Peliha Untuk Tangkar, Info Agribisnis Trubus No. 355, Edisi
Juni - 1999.
4) ----------, Langkah Demi Langkah Beternak Jangkrik Produktif, Info Agribisnis
Trubus-No. 356, Edisi Juli 1999.
5) Adihendro, Rahasia Beternak Jangkrik, Ardy Agency, Jakarta, 1999.
6) Arnett, Russ H., Jr. and Richard L. Jacques., Jr, Guide To Insects ( New York
: Simon - and Schuster Inc., 1981)
7) Borror, Donald J., Charles A. Triplehorn, Norman F. Johnson, Pengenalan
Pelajaran -
8) Serangga, Edisi 6, terjemahan Soetiyono Partosoedjono ( Yagyakarta;
Universitas-Gajah Mada Press, 1992 ).
9) Paimin B. Farry dan Pudjastuti L.E, Sukses Beternak Jangkrik, Penebar
Swadaya, Jakarta, 1999.

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK KELINCI

1. SEJARAH SINGKAT
Ternak ini semula hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000
tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai hewan
percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci
mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di
hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi
penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan
yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut
trewelu dan sebagainya.

2. SENTRA PERIKANAN
Di Indonesia masih terbatas daerah tertentu dan belum menjadi sentra
produksi/dengan kata lain pemeliharaan masih tradisional.

3. JENIS
Menurut sistem Binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Sub famili : Leporine
Genus : Lepus, Orictolagus
Spesies : Lepus spp., Orictolagus spp.

Jenis yang umum diternakkan adalah American Chinchilla, Angora, Belgian,


Californian, Dutch, English Spot, Flemish Giant, Havana, Himalayan, New
Zealand Red, White dan Black, Rex Amerika. Kelinci lokal yang ada
sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah bercampur dengan jenis lain

Hal. 1/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White dan Californian sangat baik
untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk bulu.

4. MANFAAT
Manfaat yang diambil dari kelinci adalah bulu dan daging yang sampai saat ini
mulai laku keras di pasaran. Selain itu hasil ikutan masih dapat dimanfaatkan
untuk pupuk, kerajinan dan pakan ternak.

5. PERSYARATAN LOKASI
Dekat sumber air, jauh dari tempat kediaman, bebas gangguan asap, bau-
bauan, suara bising dan terlindung dari predator.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


Yang perlu diperhatikan dalam usaha ternak kelinci adalah persiapan lokasi
yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan bibit dan penyediaan pakan.

6.1. Penyiapan Sarana dan Perlengkapan

Fungsi kandang sebagai tempat berkembangbiak dengan suhu ideal 21 derajat


C, sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi
ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci dibedakan menjadi
kandang induk. Untuk induk/kelinci dewasa atau induk dan anak-anaknya,
kandang jantan, khusus untuk pejantan dengan ukuran lebih besar dan
Kandang anak lepas sapih.

Untuk menghindari perkawinan awal kelompok dilakukan pemisahan antara


jantan dan betina. Kandang berukuran 200x70x70 cm tinggi alas 50 cm cukup
untuk 12 ekor betina/10 ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak) ukuran
50x30x45 cm.

Menurut bentuknya kandang kelinci dibagi menjadi:


1) Kandang sistem postal, tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam
ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2) Kandang sistem ranch ; dilengkapi dengan halaman pengumbaran.
3) Kandang battery; mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu
ekor dengan konstruksi Flatdech Battery (berjajar), Tier Battery (bertingkat),
Pyramidal Battery (susun piramid).

Perlengkapan kandang yang diperlukan adalah tempat pakan dan minum yang
tahan pecah dan mudah dibersihkan.

Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.2. Pembibitan

Untuk syarat ternak tergantung dari tujuan utama pemeliharaan kelinci tersebut.
Untuk tujuan jenis bulu maka jenis Angora, American Chinchilla dan Rex
merupakan ternak yang cocok. Sedang untuk tujuan daging maka jenis Belgian,
Californian, Flemish Giant, Havana, Himalayan dan New Zealand merupakan
ternak yang cocok dipelihara.

1) Pemilihan bibit dan calon induk

Bila peternakan bertujuan untuk daging, dipilih jenis kelinci yang berbobot
badan dan tinggi dengan perdagingan yang baik, sedangkan untuk tujuan
bulu jelas memilih bibit-bibit yang punya potensi genetik pertumbuhan bulu
yang baik. Secara spesifik untuk keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi,
tidak mudah nervous, tidak cacat, mata bersih dan terawat, bulu tidak kusam,
lincah/aktif bergerak.

2) Perawatan Bibit dan calon induk

Perawatan bibit menentukan kualitas induk yang baik pula, oleh karena itu
perawatan utama yang perlu perhatian adalah pemberian pakan yang cukup,
pengaturan dan sanitasi kandang yang baik serta mencegah kandang dari
gangguan luar.

3) Sistem Pemuliabiakan

Untuk mendapat keturunan yang lebih baik dan mempertahankan sifat yang
spesifik maka pembiakan dibedakan dalam 3 kategori yaitu:
a. In Breeding (silang dalam), untuk mempertahankan dan menonjolkan sifat
spesifik misalnya bulu, proporsi daging.
b. Cross Breeding (silang luar), untuk mendapatkan keturunan lebih
baik/menambah sifat-sifat unggul.
c. Pure Line Breeding (silang antara bibit murai), untuk mendapat
bangsa/jenis baru yang diharapkan memiliki penampilan yang merupakan
perpaduan 2 keunggulan bibit.

4) Reproduksi dan Perkawinan

Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5


bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan dan
mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya
kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore
hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan,
setelah itu pejantan dipisahkan.

Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5) Proses Kelahiran

Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30-32 hari.


Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina
12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi
kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang
beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara
merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari
dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak
yang dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor.

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Tempat pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak jadi sarang


penyakit. Tempat yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah pilek
dan terserang penyakit kulit.

2) Pengontrolan Penyakit

Kelinci yang terserang penyakit umumnya punya gejala lesu, nafsu makan
turun, suhu badan naik dan mata sayu. Bila kelinci menunjukkan hal ini
segera dikarantinakan dan benda pencemar juga segera disingkirkan untuk
mencegah wabah penyakit.

3) Perawatan Ternak

Penyapihan anak kelinci dilakukan setelah umur 7-8 minggu. Anak sapihan
ditempatkan kandang tersendiri dengan isi 2-3 ekor/kandang dan disediakan
pakan yang cukup dan berkualitas. Pemisahan berdasar kelamin perlu untuk
mencegah dewasa yang terlalu dini. Pengebirian dapat dilakukan saat
menjelang dewasa. Umumnya dilakukan pada kelinci jantan dengan
membuang testisnya.

4) Pemberian Pakan

Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan meliputi rumput lapangan,


rumput gajah, sayuran meliputi kol, sawi, kangkung, daun kacang, daun turi
dan daun kacang panjang, biji-bijian/pakan penguat meliputi jagung, kacang
hijau, padi, kacang tanah, sorghum, dedak dan bungkil-bungkilan. Untuk
memenuhi pakan ini perlu pakan tambahn berupa konsentrat yang dapat
dibeli di toko pakan ternak.

Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Pakan dan minum diberikan dipagi hari sekitar pukul 10.00. Kelinci diberi
pakan dedak yang dicampur sedikit air. Pukul 13.00 diberi rumput
sedikit/secukupnya dan pukul 18.00 rumput diberikan dalam jumlah yang
lebih banyak. Pemberian air minum perlu disediakan di kandang untuk
mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya.

5) Pemeliharaan Kandang

Lantai/alas kandang, tempat pakan dan minum, sisa pakan dan kotoran kelinci
setiap hari harus dibersihkan untuk menghindari timbulnya penyakit. Sinar
matahari pagi harus masuk ke kandang untuk membunuh bibit penyakit.
Dinding kandang dicat dengan kapur/ter. Kandang bekas kelinci sakit
dibersihkan dengan kreolin/lysol.

7. HAMA DAN PENYAKIT


1) Bisul
Penyebab: terjadinya pengumpulan darah kotor di bawah kulit.
Pengendalian: pembedahan dan pengeluaran darah kotor selanjutnya
diberi Jodium.

2) Kudis
Penyebab: Darcoptes scabiei. Gejala: ditandai dengan koreng di tubuh.
Pengendalian: dengan antibiotik salep.

3) Eksim
Penyebab: kotoran yang menempel di kulit. Pengendalian: menggunakan
salep/bedak Salicyl.

4) Penyakit telinga
Penyebab: kutu. Pengendalian: meneteskan minyak nabati.

5) Penyakit kulit kepala


Penyebab: jamur. Gejala: timbul semacam sisik pada kepala.
Pengendalian: dengan bubuk belerang.

6) Penyakit mata
Penyebab: bakteri dan debu. Gejala: mata basah dan berair terus.
Pengendalian: dengan salep mata.

7) Mastitis
Penyebab: susu yang keluar sedikit/tak dapat keluar. Gejala: puting
mengeras dan panas bila dipegang. Pengendalian: dengan tidak menyapih
anak terlalu mendadak.

Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8) Pilek
Penyebab: virus. Gejala: hidung berair terus. Pengendalian:
penyemprotan antiseptik pada hidung.

9) Radang paru-paru
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida. Gejala: napas sesak, mata dan
telinga kebiruan. Pengendalian: diberi minum Sul-Q-nox.

10) Berak darah


Penyebab: protozoa Eimeira. Gejala: nafsu makan hilang, tubuh kurus,
perut membesar dan mencret darah. Pengendalian: diberi minum
sulfaquinxalin dosis 12 ml dalam 1 liter air.

11) Hama pada kelinci umumnya merupakan predator dari kelinci seperti
anjing.

Pada umumnya pencegahan dan pengendalianhama dan penyakit dilakukan


dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, pemberian pakan yang
sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran sesegera mungkin ternak yang
sakit.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama kelinci adalah daging dan bulu

8.2. Hasil Tambahan

Hasil tambahan berupa kotoran untuk pupuk

8.3. Penangkapan

Kemudian yang perlu diperhatikan cara memegang kelinci hendaknya yang


benar agar kelinci tidak kesakitan.

9. PASCAPANEN
9.1. Stoving

Kelinci dipuasakan 6-10 jam sebelum potong untuk mengosongkan usus.


Pemberian minum tetap .

Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9.2. Pemotongan

Pemotongan dapat dengan 3 cara:


1) Pemukulan pendahuluan, kelinci dipukul dengan benda tumpul pada kepala
dan saat koma disembelih.
2) Pematahan tulang leher, dipatahkan dengan tarikan pada tulang leher. Cara
ini kurang baik.
3) Pemotongan biasa, sama seperti memotong ternak lain.

9.3. Pengulitan

Dilaksanakan mulai dari kaki belakang ke arah kepala dengan posisi kelinci
digantung.

9.4. Pengeluaran Jeroan

Kulit perut disayat dari pusar ke ekor kemudian jeroan seperti usus, jantung dan
paru-paru dikeluarkan. Yang perlu diperhatikan kandung kemih jangan sampai
pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas.

9.5. Pemotongan Karkas

Kelinci dipotong jadi 8 bagian, 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2
potong bagian dada dan 2 potong bagian belakang. Presentase karkas yang
baik 49-52%.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya kelinci didasarkan pada jumlah ternak per 20 ekor
induk:

1) Biaya Produksi
a. Kandang dan perlengkapan Rp. 1.000.000,-
b. Bibit induk 20 ekor @ Rp. 30.000, Rp. 600.000,-
c. Pejantan 3 ekor @ Rp. 20.000,- Rp. 60.000,-
d. Pakan
- Sayur + rumput Rp. 1.000.000,-
- Konsetrat (pakan tambahan) Rp. 2.000.000,-
e. Obat Rp. 1.000.000,-
f. Tenaga kerja 2 x 12 x Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 9.260.000,-

Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Pendapatan
Kelahiran hidup/induk/tahun = 31 ekor
Penjualan:
a. Bibit: 20 x 15 x Rp. 20.000,- Rp. 6.000.000,-
b. Kelinci potong 20 x 15 x Rp. 50.000,- Rp. 15.000.000,-
c. Feses/kotoran Rp. 60.000,-
d. Bulu Rp. 750.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 21.810.000,-

3) Keuntungan Rp. 12.550.000,-

4) Parameter kelayakan usaha


- B/C ratio = 2,36

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Gerakan peningkatan gizi yang dicanangkan pemerintah terutama yang berasal


dari protein hewani sampai saat ini masih belum terpenuhi. Kebutuhan daging
kita masih banyak dipenuhi dari impor. Kelinci yang punya keunggulan dalam
cepatnya berkembang, mutu daging yang tinggi, pemeliharaan mudah dan
rendahnya biaya produksi menjadikan ternak ini sangat potensial untuk
dikembangkan. Apalagi didukung dengan permintaan pasar dan harga daging
maupun bulu yang cukup tinggi.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Anonymous, 1986, Pemeliharaan Kelinci dan Burung Puyuh, Yasaguna,
Jakarta.
2) Kartadisastra. HR, 1995, Beternak Kelinci Unggul, Kanisius, Yogyakarta.
3) Sarwono. B, 1985, Beternak Kelinci Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta.
4) Yunus. M dan Minarti. S, 1990, Aneka Ternak, Universitas Brawijaya,
Malang.

Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA KODOK

1. SEJARAH SINGKAT
Budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara beriklim
panas maupun beriklim 4 musim. Tercatat negara-negara Eropa yang telah
membudidayakan kodok antara lain : Prancis, Belanda, Belgia, Albania,
Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark dan Yunani, Amerika Serikat dan
Meksiko. Sedangkan di Asia, Cina, Bangladesh, Indonesia, Turki, India dan
Hongkong yang telah membudidayakan kodok.

Sejarah kodok tidak diketahui asalnya, karena hampir ditemukan di mana-


mana, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekitarnya. Kodok yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Rana catesbeiana
) berasal dari Taiwan, kendati kodok itu semula berasal dari Amerika Selatan.

2. SENTRA PERIKANAN
Mulanya uji coba budidaya kodok dilakukan di Klaten (Balai bibit ikan), yang
kemudian meluas ke Jawa tengah. Di Jawa Barat pembudidayaan kodok
banyak ditemui di daerah pesisir Utara, disamping membudidayakan kodok
masyarakat pesisir Utara juga menangkap dari alam. Kemudian di Sumatera
Barat dan Bali juga merupakan sentra pembudidayaan kodok.

Hal. 1/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. JENIS
Kodok tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Pada
ordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies.

Terdapat 4 jenis kodok asli Indonesia yang di konsumsi oleh masyarakat kita
yaitu:
1) Rana Macrodon (kodok hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol
coklat kehijauan dan tumbuh mencapai 15 cm.
2) Rana Cancrivora (kodok sawah ), hidup di sawah-sawah dan badannya
dapat mencapai 10 cm, badan berbercak coklat dibadannya.
3) Rana Limnocharis (kodok rawa), mempunyai daging yang rasanya paling
enak, ukurannya hanya 8 cm.
4) Rana Musholini (kodok batu/raksasa). Hanya terdapat di Sumatera, terutama
Sumatera Barat. mencapai berat 1.5 kg. Dan panjang mencapai 22 cm.

4. MANFAAT
Daging kodok adalah sumber protein hewani yang tinggi kandungan gizinya.
Limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat
dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam. Kulit kodok yang
telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit kodok. Kepala
kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan
dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam pembuahan buatan. Daging
kodok dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit.

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Ketinggian lokasi yang ideal untuk budidaya kodok adalah 1600 dpl.
2) Tanah tidak terlalu miring namun dan tidak terlalu datar, kemiringan ideal 1-
5%, artinya dalam jarak 100 m jarak kemiringan antara ujung-ujungnya 1-5
m.
3) Air yang jernih atau sedikit tercampur lumpur tersedia sepanjang masa. Air
yang jernih akan memperlancar proses penetasan telur.
4) Kodok bisa hidup di air yang bersuhu 2–35 drajat C. Suhu saat penetasan
telur ialah anata 24–27 derajat C, dengan kelembaban 60–65%.
5) Air mengandung oksigen sekitar 5-6 ppm, atau minimum 3 ppm.
Karbondioksida terlarut tidak lebih dari 25 ppm.
6) Dekat dengan sumber air dan diusahakan air bisa masuk dan keluar dengan
lancar dan bebas dari kekeringan dan kebanjiran.

Hal. 2/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Persiapan Sarana dan Peralatan

1) Kolam

Dalam proses pembuatan kolam, tidak boleh hanya menggali atau


menimbun saja melainkan harus menggabungkan keduanya sehingga akan
mendapatkan bentuk dan konstruksi kolam yang ideal.

Untuk memasukkan air ke dalam kolam diperlukan saluran yang


konstruksinya dibuat dari pasangan bata merah atau batako yang diperkuat
dengan semen dan pasir. Bentuk dari saluran ini biasanya trapesium terbalik
dan pada beberapa tempat pemasukan air ke kolam dibuat kobakan kecil
untuk menjebak air agar mudah masuk kedalam kolam-kolam.

Kolam yang diperlukan antara lain: kolam perawatan kodok, kolam


penampungan induk sebelum dikawinkan, kolam pemijahan, kolam
penetasan, kolam perawatan kecebong, kolam pembesaran percil dan kolam
pembesaran kodok remaja. Kebutuhan kolam ini masih ditambah dengan
kolam pemeliharaan calon induk.

a. Kolam Perawatan Kodok


Luasnya 15 meter persegi dengan ukuran 3 x 5 m, yang terdiri dari dinding
tembok 0,40 m dan dinding kawat plastik setinggi 1 m, lantainya terbuat
dari semen dan bata yang terdiri dari 2/3 bagian kolam terisi air setinggi
10-15 cm dan 1/3 bagian kering.

b. Kolam Pemijahan.
Kolam dibuat dari semen dan diatasnya dinding kawat plastik. Kedalaman
air di kolam ini sekitar 0,30–0,40 m dan ditengahnya dibuatkan daratan.
Padat pemeliharaan 15 ekor setiap meter perseginya, dengan
perbandingan tiga betina dan satu jantan.
Supaya lebih nyaman, sebaiknya lantai daratan tengah tidak berlumpur,
dan kolam ditanami enceng gondok. sediakan makanan berupa ikan
kecil, ketam dan bekicot Masa kawin ditandai dengan suara merdu. Tak
lama kemudian, telur mereka mengambang di air kolam dan segera
dipindahkan ke kolam penetasan.

c. Kolam Penetasan
Kolam penetasan dibuat beberapa buah, dari tembok dengan air sedalam
30 cm dan air mengalir atau diberi aerasi yang luas. Luas kolam
seluruhnya 10 m2 .

d. Kolam Kecebong

Hal. 3/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Terdiri dari beberapa kolam yang masing-masing luasnya berkisar anta 5


m2–6 m2, dengan dasar lantai terbuat dari semen.

e. Kolam Kodok Muda


Di kolam ini kodok yang dipelihara berumur kurang dari 2 bulan. Dibuat
beberapa buah dengan masing-masing luasnya 15 m2, dengan dinding
tembok dan kawat. Lantai miring dengan daerah air 1/3 bagian dengan
kedalaman 15–35 Cm.

f. Kolam Kodok Dewasa.


Pada kolam ini kodok sudah berusia antara 2–6 bulan. Kolam yang
diperlukan terdiri dari 2, dengan masing masing luas kira–kira 20 m2 ,
dengan konstruksi dasar dan dinidng tembok dan kawat. Kedalaman air
yang diperlukan antara 30–40 Cm.

2) Mempersiapkan Kolam Produksi

Bila lantai dasar kolam terbuat dari tanah, dasar kolam diolah dan dicangkul-
cangkul dan ditebari pupuk sampai dianggap siap huni. Kolam dibiarkan dulu
tidak terpakai selama sebulan. Selama itu kolam dimasukkan air, didiamkan
dan dikeluarkan berulang-ulang. Persiapkan alat-alat untuk membuat hujan
buatan, baik dari drum bekas maupun dengan menggunakan springkel
karena untuk proses perkawinan kodok biasanya terjadi pada masa
penghujan.

Sebaiknya kolam ditanami teratai, eceng gondok, genjer dan ganggang yang
berfungsi untuk tempat biang kodok bercumbu rayu dan menempelkan
telurnya serta meningkatkan kualitas air kolam dan mempertinggi kandungan
oksigen.

6.2. Pembibitan

Untuk pembudidayaan kodok yang banyak dicari adalah dari jenis kodok
banteng Amerika (Bull frog), diamping rasanya enak juga beratnya bisa sampai
1,5 kg. Bisa juga jenis kodok batu dari Sumatera Barat yang sampai saat ini
belum dibudidayakan secara optimal, karena masyarakat masih mengambilnya
dari alam.

Adapun syarat ternak yang baik adalah bibit dipilih yang sehat dan matang
kelamin. Sehat, tidak cacat, kaki tidak bengkok dan normal kedudukannya,
serta gaya berenang seimbang. Pastikan kaki kodok tidak mengidap penyakit
kaki merah ( red legs ).

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Pilihlah kodok yang sehat dan berukuran besar. Disamping itu perhatikan
juga tanda-tanda kelamin sekundernya. Pisahkan induk berdasarkan jenis

Hal. 4/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

kelaminnya. Pemisahan dilakukan sekitar 1–2 hari dimaksudkan untuk lebih


merangsang nafsu diantara mereka apabila saatnya mereka dipertemukan.

Untuk induk-induk yang hendak dikawinkan sebaiknya diberikan makanan


cincangan daging bekicot yang masih segar dan makanan buatan lainnya.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Induk jantan dan betina berumur 4 bulan disuntik perangsang pertumbuhan


Gonadotropin intramuskular dengan dosis 200-250 IU/ekor/bulan.

3) Sistem Pemijahan

a. Secara Alami
Induk jantan dan betina yang telah dipisah selama 1-2 hari disatukan di
kolam pemijahan. Ikan liar dapat mengganggu hasil pemijahan.
Perhatikan agar telur kodok tidak ikut terbuang air pembuangan. Di sore
atau pagi hari pada saat suhu mulai menurun, barulah kita perlu
membantu kelancaran proses pemijahan, yaitu dengan membuat hujan
buatan.

b. Sistem Hipofisasi
Cara mutakhir untuk memijahkan kodok adalah dengan cara sistem kawin
suntik menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa untuk merangsang kodok
agar kawin sesuai waktu yang kita inginkan. Dengan sistem ini kita bisa
mengintensifkan pembenihan, mengurangi kematian, merawat telur-telur
kodok yang telah dibuahi dalam tempat tersendiri, memberi jaminan
bahwa telur-telur akan terbuahi oleh sperma seluruhnya dan tidak
memerlukan hujan buatan.
Penyuntikan pada tubuh betina lazimnya pada punggung, rongga perut
dan bagian kepala. cara penyuntikan pada rongga perut banyak dipilih.

4) Reproduksi dan Perkawinan

Kodok yang hendak disuntik ditampung pada akuarium yang diberi sedikit air
dan ditutup dengan kawat kasa untuk memudahkan penangkapan. kodok-
kodok tersebut telah cukup umur dan dalam keadaan matang telur. Saat
penyuntikan kodok dibalut dengan kain hapa agar tidak meronta.

Kodok yang telah disuntik kemudian dilepas dalam akuarium lain dan
dipantau setiap jam. Setelah 12 jam, kodok tadi disuntik kembali agar
mereka mampu bertelur seluruhnya. Setelah yang betina 2 kali disuntik dan
menunjukkan akan bertelur, maka kita mempersiapkan testis dari induk
jantan. Sperma dikeluarkan dari testis dengan cara memotongnya dengan
jarum kecil yang tajam dan dimasukkan ke cawan petri yang sudah diisi
dengan air kolam yang bersih. Setelah air dalam cawan menjadi keruh dan
testis sudah kosong, maka cairan testis dibiarkan selama 10 menit dalam

Hal. 5/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

suhu ruangan. Jika sperma aktif (dapat kita lihat dibawah mikroskop), maka
kodok betina bertelur diurut perutnya agar telurnya keluar. Telur diusahakan
jatuh di atas cairan sperma, lalu digoyang-goyangkan dan biarkan selama
beberapa menit. Telur yang mengalami pembuahan akan mengalami rotasi.

Telur kemudian ditetaskan dan airnya diganti setiap hari dengan menjaga
suhu pada kisaran 24-27 derajat C dan pH air juga diamati.

Pada sistem secara alamiah, digunakan hujan buatan untuk merangsang


proses perkawinan kodok, sebagaimana dijelaskan diatas.

6.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan pada setiap tahap pertumbuhan kodok, Pertumbuhan


dan kesehatan kodok terrgantung pada makanan dan kecocokan tempat
tinggalnya. Kodok diberi makan 1 kali sehari, air di kolam diganti dan
dibersihkan seminggu sekali.

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Telur yang sudah dibuahi, dipindahkan pada kolam penetasan. Kolam


dibersihkan dari hama dan kotoran sebelum digunakan. Telur harus
dipisahkan dari induknya sehingga telur tidak terganggu proses
penetasannya dan tidak dimakan oleh induknya. Memindahkan telur jangan
sampai pecah sarangnya atau lendirnya. Telur-telur akan menetas setelah
48–72 jam pada suhu air 24–27 derajat C. Bila sudah menetas dipelihara
pada kolam yang sama selama 10 hari.

2) Perawatan Ternak

Kodok muda yang telah mengalami metamorphose ditempatkan pada kolam


permanen. Pemasukan dan pengeluaran air harus diberi penyaring untuk
menghindari hama dan mencegah kodok lepas ke peraiaran umum. Padat
penebaran 50-100 ekor/m2. Bila kita memelihara jenis kodok banteng yang
tidak suka makanan yang tidak bergerak, makanan harus diletakkan dibawah
aliran air/pancuran. Setelah berumur 3 bulan, kodok diseleksi berdasarkan
kaki belakang, kulit dan ukuran badannya. Jumlah yang di seleksi 20% dari
total dan dipindahkan ke kolam calon induk, sedangkan sisanya tetap
dipelihara sampai masa panen pada umur 4-5 bulan.

Kodok dewasa (matang gonada) untuk bibit unggul, baik jantan maupun
betina di suntik dengan kelenjar hiphopisa kodok sebanyak 1 dosis.
Penyuntikan dilakukan 1 bulan sekali (bila memakai sistem hiphopisa) dan
padat tanam sebanyak 20-25 ekor/m2.

3) Pemberian Pakan

Hal. 6/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Terdapat berbagai macam makanan yang dapat diberikan untuk kodok di


kolam pembesaran persil maupun di kolam pembesaran kodok remaja.
Makanan percil sampai kodok dewasa berupa cincangan daging bekicot,
cincangan daging ikan, ulat, belatung, serangga, mie, bakso dan berbagai
benih ikan serta ketam-ketaman kecil dan lainnya.
Dapat juga diberikan makanan buatan, dengan meramu makanan buatan
kita bisa menyusun sesuai dengan tingkat umur kodok, yang terkadang sulit
dilakukan apabila kita memberinya makanan yang langsung didapat dari
alam. Dengan demikian maka problem yang sering dialami seperti ukuran
makanan lebih besar dari lebar bukaan mulut kodok tidak perlu terjadi lagi.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit, Hama dan Penyebabnya

Penyakit kodok umumnya disebabkan oleh serangan jamur dan bakteri. Paha
kaki berwarna merah, luka dan kulit melepuh adalah penyakit yang menyerang
kodok yang berumur 1-2 bulan, menular dan menyerang sistem saraf, sehingga
akan mati dalam beberapa jam.

7.2. Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama

Bakteri bisa menyerang kecebong, gejalanya ekor luka dan berwarna putih.
Penanggulangannya dengan memisahkan kecebong yang terserang, kolam
dibersihkan dengan PK, dosis 0,05 gram/ liter 15 hari sekali, jangan
memberikan makanan yang kandungan proteinnya melebihi dosis 10–15%
karena perut kodok akan menjadi kembung. Pengobatan dengan antibiotika
streptomisin/tetrasiklin, obat luar dengan penggunaan betadine, atau direndam
dalam NaCl 0,15 gram/liter air selama 30 menit, diulang sampai 4 kali.

7.3. Pemberian Vaksinasi dan Obat

Pengobatan kaki merah dan bisul pada kodok, dengan memandikan kodok
dalam larutan Nifurene 50–100 gram/m2 air, atau dengan suntikan teramisin 25
mg/kg, atau streptomycin 20 mg/kg berat kodok. Penyakit dubur keluar diobati
dengan cara pisahkan dan istirahatkan 2–3 hari dan tidak diberi makan.
Penyakit lainnya adalah dubur keluar (ambaien) pada percil (kodok muda).
Untuk mengatasinya, populasi tidak boleh terlalu padat dan kolam harus bersih
dan pemberian kadar kalori dalam makanan tidak boleh melebihi dosis 3400
cl/kg makanan.

Hal. 7/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama yang dihasilkan adalah dagingnya

8.2. Hasil Tambahan

Sedangkan hasil tambahan yang dapat diperoleh adalah dengan mengolah


limbah hasil pemotongan untuk dijadikan silase; dengan penambahan propionat
dan asam formiat dengan jalan digiling bersama sama maka makanan untuk
ternak ini tahan hingga 2 bulan pada suhu sedang. Hasil sampingan lainnya
adalah dengan dijadikan tepung, dimana kandungan mineral dan proteinnya
masih cukup tinggi untuk dijadikan bahan tambahan pakan ternak. Kodok yang
tidak dijual/afkir dapat diambil hiphofisanya untuk proses pemijahan berikutnya.

8.3. Penangkapan

Sebelum disiangi, biasanya kodok-kodok tersebut ditempatkan pada


penampungan. Tempat penampungan kodok bisa berupa kotak kayu atau bak
semen yang drainasenya lancar.

9. PASCAPANEN
Proses penanganan pasca panen juga sangatlah mudah. Untuk menjaga agar
kodok tetap hidup dan segar, maka kita bisa menggunakan karung goni atau
tas kain yang dibasahi. Pengangkutan paling aman dilakukan pada pagi hari
atau sore hari. Apabila pengangkutan dilakukan untuk jarak jauh maka perlu
dibuatkan kotak kayu yang didesain secara khusus, dan kapasitasnya
disesuaikan dengan besarnya kotak kayu tersebut.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Gambaran analisis ekonomi usaha budidaya kodok lembu (rana catesbeiana),


untuk memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh dan untuk menghindari
pos-pos yang tidak penting.

Adapun usaha pembenihan kodok skala kecil 200 M2 dengan anggapan


sebagai berikut:
a) Luas Tanah : 200 m2
b) Luas Kolam : 125 m2
- kolam penyimpanan induk: 9 m2

Hal. 8/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- kolam induk jantan: 3m2


- kolam induk betina: 3 m2
- kolam pemijahan/perkawinan: 9 m2
- kolam penetasan: 8 m2
- kolam kecebong: 21 m2
- kolam percil: 20 m2
- kolam kodok dewasa: 30 m2
- saluran air dan lainnya: 22 m2
c) Jumlah Induk.
- induk betina: 6 ekor, jantan: 4 ekor
- induk yang dikawinkan: 3 betina 2 jantanr
- telur yang dihasilkan sebanyak + 30,000 butir/pemijahan.
d) Lama pemeliharaan: 5 bulan
e) Frekuensi pemijahan: 3 kali / setahun
f) Jenis makanan yang diberikan : cacing, belatung, anak ikan, cincangan
bekicot, tepung dengan kadar protein + 35 %.

Sedangkan perkiraan analisis usaha ekonomi budidaya kodok sebagai berikut:

1) Modal investasi
a. pembangunan kolam/kandang 125 m2 Rp. 2.500.000,-
b. alat-alat dan induk Rp. 500.000,-

2) Modal kerja ( operasional )


a. Biaya tetap
- penyusutan bangunan ( 8 % ) Rp. 200.000,-
- penyusutan peralatan ( 20 %) Rp. 100.000,-
- bunga modal ( 18 %) Rp. 540.000,-
- upah ( 1 orang setahun ) Rp. 360.000,-
b. Biaya variabel
- pakan kodok 4.500 kg @ Rp. 250,- Rp. 1.125.000,-
- pakan kecebong 200 kg 2 Rp. 400,- Rp. 80.000,-
- perbaikan kandang ( 5% ) Rp. 150.000,-
- sewa tanah Rp. 35.000,-
- administrasi dan pemasaran Rp. 200.000,-
- lain-lain Rp. 292.500,-
Jumlah modal yang dibutuhkan Rp. 6.082.500,-

3) Penjualan
a. Produksi percil 45.000 ekor * @ Rp. 100 Rp. 4.500.000,-
b. Produksi kodok niaga** 2 x 1.500 @ Rp. 300 Rp. 900.000,-
Jumlah pemasukan Rp. 5.400.000,-

4) Biaya Operasional
a. Biaya tetap Rp. 1.200.000,-
b. Biaya variabel Rp. 1.882.500,-
Jumlah biaya operasional Rp. 3.082.500,-

Hal. 9/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5) Pendapatan bersih sebelum pajak Rp. 2.317.500,-

6) Pajak 15 % Rp. 347.625,-

7) Pendapatan bersih Rp. 1.969.875,-

8) P V = 0,61

9) Break event point ( B.E.P ) Rp. 1.843.317,90

10) BC = 1,75

11) Waktu pengembalian kredit ( PPC ) = 1.5 tahun

Sumber: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar ( Balitkanwar ) Bogor, ( Jl.


Sempur No 1. Bogor )

Keterangan:
- Produksi percil dihitung hanya yang hidup, sekitar 55% dari 3 kali pemijahan.
Mortalitas sekitar 45%.
- Diantara percil yang hidup, kurang lebih 1.500 ekor dibesarkan menjadi
kodok niaga. Selama setahun produksi kodok niaga bisa dipanen 2 kali.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Kodok merupakan komoditi ekspor nonmigas yang cukup potensial. Sejak


tahun 1969 Indonesia telah mengeskpor paha kodok ke berbagai negar.
Bahkan Indonesia sebagai negara pengekspor paha kodok terbesar ketiga
setelah India dan Bangladesh. Kini semakin langkanya kodok di alam akibat
pemburuan besar-besaran sehingga semakin berkurangnya persediaan akan
daging kodok. Hal ini menuntut diadakannya budidaya kodok secara intensif
untuk menghasilkan daging kodok yang masih menjadi budidaya ekspor yang
dapat memberikan keuntungan.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Susanto, Heru, Budidaya Kodok Unggul, Penebar Swadaya, jakarta
1998,126 hal
2) Membudidayakan Katak Hijau di Pekarangan, Sinar Tani, 23 Juni 1993
3) Budidaya Kodok Lembu, Dinas Perikanan Propinsi DT I Jawa Barat,1990
4) Pengganggu Kodok Lembu, Tumbuh, Oktober 1992.

Hal. 10/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5) Triwibowo,R,drh, Teknik Pemijahan Ternak Kodok, Trubus, 10 oktober


1993.
6) Budidaya Kodok Unggul, Trubus, Oktober 1989.
7) Limbah Kodok Alternatif Tepung Ikan, Surabaya Post, 6 Juli 1993.
8) Tepung Kodok Pakan Ternak Berprotein Tinggi, Agrobis, 8 Nopember 1993

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 11/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK LEBAH

1. SEJARAH SINGKAT
Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia.
Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang
pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga
menghasilkan produk yang yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan
yaitu royal jelly, pollen, malam (lilin) dan sebagainya. Selanjutnya manusia
mulai membudidayakan dengan memakai gelodog kayu dan pada saat ini
dengan sistem stup.

Di Indonesia lebah ini mempunyai nama bermacam-macam, di Jawa disebut


tawon gung, gambreng, di Sumatera barat disebut labah gadang, gantuang,
kabau, jawi dan sebagainya. Di Tapanuli disebut harinuan, di Kalimantan
disebut wani dan di tataran Sunda orang menyebutnya tawon Odeng.

2. SENTRA PERIKANAN
Di Indonesia sentra perlebahan masih ada di sekitar Jawa meliputi daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dengan jumlah produksi sekitar 2000–2500
Ton untuk lebah budidaya. Kalimantan dan Sumbawa merupakan sentra untuk
madu dari perburuan lebah di hutan. Sedang untuk sentra perlebahan dunia
ada di CIS (Negara Pecahan Soviet), Jerman, Australia, Jepang dan Italia.

Hal. 1/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. JENIS
Lebah termasuk hewan yang masuk dalam kelas insekta famili Apini dan genus
Apis. Spesiesnya bermacam-macam, yang banyak terdapat di Indonesia
adalah A. cerana, A. Dorsata A. Florea. Jenis unggul yang sering
dibudidayakan adalah jenis A. mellifera.

Menurut asal-usulnya lebah dibagi 4 jenis berdasar penyebarannya:


1) Apis cerana, diduga berasal dari daratan Asia menyebar sampai
Afghanistan, Cina maupun Jepang.
2) Apis mellifera, banyak dijumpai di daratan Eropa, misalnya Prancis, Yunani
dan Italia serta di daerah sekitar Mediterania.
3) Apis Dorsata, memiliki ukuran tubuh paling besar dengan daerah
penyebaran sub tropis dan tropis Asia seperti Indonesia, Philipina dan
sekitarnya. Penyebarannya di Indonesia merata mulai dari Sumatera sampai
Irian.
4) Apis Florea merupakan spesies terkecil tersebar mulai dari Timur Tengah,
India sampai Indonesia. Di Indonesia orang menyebutnya dengan tawon
klanceng.

4. MANFAAT
Produk yang dihasilkan madu adalah:

1) Madu sebagai produk utama berasal dari nektar bunga merupakan makanan
yang sangat berguna bagi pemeliharaan kesehatan, kosmetika dan farmasi.
2) Royal jelly dimanfaatkan untuk stamina dan penyembuhan penyakit, sebagai
bahan campuran kosmetika, bahan campuran obat-obatan.
3) Pollen (tepung sari) dimanfaatkan untuk campuran bahan obat-
obatan/kepentingan farmasi.
4) Lilin lebah (malam) dimanfaatkan untuk industri farmasi dan kosmetika
sebagai pelengkap bahan campuran.
5) Propolis (perekat lebah) untuk penyembuhan luka, penyakit kulit dan
membunuh virus influensa.

Keuntungan lain dari beternak lebah madu adalah membantu dalam proses
penyerbukan bunga tanaman sehingga didapat hasil yang lebih maksimal.

5. PERSYARATAN LOKASI
Suhu ideal yang cocok bagi lebah adalah sekitar 26 derajat C, pada suhu ini
lebah dapat beraktifitas normal. Suhu di atas 10 derajat C lebah masih

Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

beraktifitas. Di lereng pegunungan/dataran tinggi yang bersuhu normal (25


derajat C) seperti Malang dan Bandung lebah madu masih ideal dibudidayakan.
Lokasi yang disukai lebah adalah tempat terbuka, jauh dari keramaian dan
banyak terdapat bunga sebagai pakannya.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


Dalam pembudidayaan lebah madu yang perlu dipersiapkan yaitu:
Lokasi budidaya, kandang lebah modern (stup), pakaian kerja dan peralatan

Syarat yang utama yang harus yang dipenuhi dalam budidaya lebah adalah ada
seekor ratu lebah dan ribuan ekor lebah pekerja serta lebah jantan. Dalam satu
koloni tidak boleh lebih dari satu ratu karena antar ratu akan saling bunuh untuk
memimpin koloni.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

a. Suhu
Perubahan suhu dalam stup hendaknya tidak terlalu cepat, oleh karena itu
ketebalan dinding perlu diperhatikan untuk menjaga agar suhu dalam stup
tetap stabil. Yang umum digunakan adalah kayu empuk setebal 2,5 cm.

b. Ketahanan terhadap iklim


Bahan yang dipakai harus tahan terhadap pengaruh hujan, panas, cuaca
yang selalu berubah, kokoh dan tidak mudah hancur atau rusak.

c. Konstruksi
Konstruksi kandang tradisional dengan menggunakan gelodok dari
bambu, secara modern menggunakan stup kotak yang lengkap dengan
framenya.

2) Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam budidaya lebah terdiri dari: masker,


pakaian kerja dan sarung tangan, pengasap, penyekat ratu, sangkar ratu,
sapu dan sikat, tempat makan, pondamen sarang, alat-alat kecil, peralatan
berternak ratu dan lain-lain.

Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.2. Pembibitan

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Bibit lebah unggul yang di Indonesia ada dua jenis yaitu A. cerana (lokal) dan
A. mellifera (impor). Ratu lebah merupakan inti dari pembentukan koloni
lebah, oleh karena itu pemilihan jenis unggul ini bertujuan agar dalam satu
koloni lebah dapat produksi maksimal. ratu A. cerana mampu bertelur 500-
900 butir per hari dan ratu A. mellifera mampu bertelur 1500 butir per hari.

Untuk mendapatkan bibit unggul ini sekarang tersedia tiga paket pembelian
bibit lebah:
a. paket lebah ratu terdiri dari 1 ratu dengan 5 lebah pekerja.
b. paket lebah terdiri dari 1 ratu dengan 10.000 lebah pekerja.
c. paket keluarga inti terdiri dari 1 ratu dan 10.000 lebah pekerja lengkap
dengan 3 sisiran sarang.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Lebah yang baru dibeli dirawat khusus. Satu hari setelah dibeli, ratu
dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam stup yang telah disiapkan. Selama 6
hari lebah-lebah tersebut tidak dapat diganggu karena masih pada masa
adaptasi sehingga lebih peka terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan. Setelah itu baru dapat dilaksanakan untuk perawatan dan
pemeliharaan rutin.

3) Sistem Pemuliabiakan

Pemuliabiakan pada lebah adalah menciptakan ratu baru sebagai upaya


pengembangan koloni. Cara yang sudah umum dilaksanakan adalah dengan
pembuatan mangkokan buatan untuk calon ratu yang diletakkan dalam
sisiran. Tetapi sekarang ini sudah dikembangkan inseminasi buatan pada
ratu lebah untuk mendapatkan calon ratu dan lebah pekerja unggul.
Pemuliabiakan lebah ini telah berhasil dikembangkan oleh KUD Batu
Kabupaten Malang.

4) Reproduksi dan Perkawinan

Dalam setiap koloni terdapat tiga jenis lebah masing-masing lebah ratu,
lebah pekerja dan lebah jantan. Alat reproduksi lebah pekerja berupa
kelamin betina yang tidak berkembang sehingga tidak berfungsi, sedangkan
alat reproduksi berkembang lebah ratu sempurna dan berfungsi untuk
reproduksi.

Proses Perkawinan terjadi diawali musim bunga. Ratu lebah terbang keluar
sarang diikuti oleh semua pejantan yang akan mengawininya. Perkawinan
terjadi di udara, setelah perkawinan pejantan akan mati dan sperma akan

Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

disimpan dalam spermatheca (kantung sperma) yang terdapat pada ratu


lebah kemudian ratu kembali ke sarang. Selama perkawinan lebah pekerja
menyiapkan sarang untuk ratu bertelur.

5) Proses Penetasan

Setelah kawin, lebah ratu akan mengelilingi sarang untuk mencari sel-sel
yang masih kosong dalam sisiran. Sebutir telur diletakkan di dasar sel.
Tabung sel yang telah yang berisi telur akan diisi madu dan tepung sari oleh
lebah pekerja dan setelah penuh akan ditutup lapisan tipis yang nantinya
dapat ditembus oleh penghuni dewasa.

Untuk mengeluarkan sebutir telur diperlukan waktu sekitar 0,5 menit, setelah
mengeluarkan 30 butir telur, ratu akan istirahat 6 detik untuk makan. Jenis
tabung sel dalam sisiran adalah:
a. Sel calon ratu, berukuran paling besar, tak teratur dan biasanya terletak di
pinggir sarang.
b. Sel calon pejantan, ditandai dengan tutup menonjol dan terdapat titik
hitam di tengahnya.
c. Sel calon pekerja, berukuran kecil, tutup rata dan paling banyak
jumlahnya.

Lebah madu merupakan serangga dengan 4 tingkatan kehidupan yaitu telur,


larva, pupa dan serangga dewasa. Lama dalam setiap tingkatan punya
perbedaan waktu yang bervariasi. Rata-rata waktu perkembangan lebah:
a. Lebah ratu: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 1 hari,
iatirahat 2 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 3 hari,
total waktu jadi lebah 15 hari.
b. Lebah pekerja: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 2
hari, iatirahat 3 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7
hari, total waktu jadi lebah 21 hari.
c. Lebah pejantan: menetas 3 hari, larva 6 hari, terbentuk benang penutup 3
hari, iatirahat 4 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7
hari, total waktu jadi lebah 24 hari.

Selama dalam periode larva, larva-larva dalam tabung akan makan madu
dan tepung sari sebanyak-banyaknya. Periode ini disebut masa aktif,
kemudian larva menjadi kepompong (pupa). Pada masa kepompong lebah
tidak makan dan minum, di masa ini terjadi perubahan dalam tubuh pupa
untuk menjadi lebah sempurna. Setelah sempurna lebah akan keluar sel
menjadi lebah muda sesuai asal selnya.

Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi, Tindakan Preventif dan Perawatan

Pada pengelolaan lebah secara modern lebah ditempatkan pada kandang


berupa kotak yang biasa disebut stup. Di dalam stup terdapat ruang untuk
beberapa frame atau sisiran. Dengan sistem ini peternak dapat harus rajin
memeriksa, menjaga dan membersihkan bagian-bagian stup seperti
membersihkan dasar stup dari kotoran yang ada, mencegah semut/serangga
masuk dengan memberi tatakan air di kaki stup dan mencegah masuknya
binatang pengganggu.

2) Pengontrolan Penyakit

Pengontrolan ini meliputi menyingkirkan lebah dan sisiran sarang abnormal


serta menjaga kebersihan stup.

3) Pemberian Pakan

Cara pemberian pakan lebah adalah dengan menggembala lebah ke tempat


di mana banyak bunga. Jadi disesuaikan dengan musim bunga yang ada.
Dalam penggembalaan yang perlu diperhatikan adalah :
a. Perpindahan lokasi dilakukan malam hari saat lebah tidak aktif.
b. Bila jarak jauh perlu makanan tambahan (buatan).
c. Jarak antar lokasi penggembalaan minimum 3 km.
d. Luas areal, jenis tanaman yang berbunga dan waktu musim bunga.

Tujuan utama dari penggembalaan ini adalah untuk menjaga kesinambungan


produksi agar tidak menurun secara drastis. Pemberian pakan tambahan di
luar pakan pokok bertujuan untuk mengatasi kekurangan pakan akibat
musim paceklik/saat melakukan pemindahan stup saat penggeembalaan.
Pakan tambahan tidak dapat meningkatkan produksi, tetapi hanya berfungsi
untuk mempertahankan kehidupan lebah. Pakan tambahan dapat dibuat dari
bahan gula dan air dengan perbandingan 1:1 dan adonan tepung dari
campuran bahan ragi, tepung kedelai dan susu kering dengan perbandingan
1:3:1 ditambah madu secukupnya.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit

Di daerah tropis penyakit lebah jarang terjadi dibandingkan dengan daerah sub
tropis/daerah beriklim salju. Iklim tropis merupakan penghalang terjalarnya
penyakit lebah. Kelalaian kebersihan mendatangkan penyakit. Beberapa
penyakit pada lebah dan penyebabnya antara lain:

Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1) Foul Brood ; ada dua macam penyakit ini yaitu American Foul Brood
disebabkan oleh Bacillus larva dan European Foul Brood.
Penyebab: Streptococcus pluton. Penyakit ini menyerang sisiran dan
tempayak lebah.

2) Chalk Brood
Penyebab: jamur Pericustis Apis. Jamur ini tumbuh pada tempayak dan
menutupnya hingga mati.

3) Stone Brood
Penyebab: jamur Aspergillus flavus Link ex Fr dan Aspergillus fumigatus
Fress. Tempayak yang diserang berubah menjadi seperti batu yang keras.

4) Addled Brood
Penyebab: telur ratu yang cacat dari dalam dan kesalahan pada ratu.

5) Acarine
Penyebab: kutu Acarapis woodi Rennie yang hidup dalam batang
tenggorokkan lebah hingga lebah mengalami kesulitan terbang.

6) Nosema dan Amoeba


Penyebab: Nosema Apis Zander yang hidup dalam perut lebah dan parasit
Malpighamoeba mellificae Prell yang hidup dalam pembuluh malpighi lebah
dan akan menuju usus.

7.2. Hama

Hama yang sering mengganggu lebah antara lain:


1) Burung, sebagai hewan yang juga pemakan serangga menjadikan lebah
sebagai salah satu makanannya.
2) Kadal dan Katak, gangguan yang ditimbulkan sama dengan yang dilakukan
oleh burung.
3) Semut, membangun sarang dalam stup dan merampas makanan lebah.
4) Kupu-kupu, telur kupu-kupu yang menetas dalam sisiran menjadi ulat yang
dapat merusak sisiran.
5) Tikus, merampas madu dan merusak sisiran.

7.3. Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama

Upaya mencegah serangan penyakit dan hama tindakan yang perlu adalah:
1) Pembersihan stup setiap hari.
2) Memperhatikan abnormalitas tempayak, sisiran dan kondisi lebah.
3) Kaki-kaki stup harus diberi air untuk mencegah serangan semut.

Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

4) Pintu masuk dibuat seukuran lebah.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Madu merupakan hasil utama dari lebah yang begitu banyak manfaatnya dan
bernilai ekonomi tinggi.

8.2. Hasil Tambahan

Hasil tambahan yang punya nilai dan manfaat adalah royal jelly (susu ratu),
pollen (tepungsari), lilin lebah (malam) dan propolis (perekat lebah).

8.3. Pengambilan madu

Panen madu dilaksanakan pada 1-2 minggu setelah musim bunga. Ciri-ciri
madu siap dipanen adalah sisiran telah tertutup oleh lapisan lilin tipis.

Sisiran yang akan dipanen dibersihkan dulu dari lebah yang masih menempel
kemudian lapisan penutup sisiran dikupas. Setelah itu sisiran diekstraksi untuk
diambil madunya.

Urutan proses panen:


1) Mengambil dan mencuci sisiran yang siap panen, lapisan penutup dikupas
dengan pisau.
2) Sisiran yang telah dikupas diekstraksi dalam ekstraktor madu.
3) Hasil disaring dan dilakukan penyortiran.
4) Disimpan dalam suhu kamar untuk menghilangkan gelembung udara.
5) Pengemasan madu dalam botol.

9. PASCAPANEN

Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya lebah madu dengan jumlah 100 koloni lebahdalam
satu tahun pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya Produksi
a. Penyusutan kamar madu 16 m2 (0,05xRp.1.600.000,-) Rp. 80.000,-
b. Penyusutan rumah lebah 100 m2 (0,1xRp.2.500.000,-) Rp. 250.000,-
c. Paket lebah 100 buah @ Rp. 100.000,- Rp. 10.000.000,-
d. Penyusutan ekstraktor 1 buah (0,1xRp. 225.000,-) Rp. 22.500,-
e. Penyusutan pengasap 2 buah (0,5xRp. 50.000,-) Rp. 25.000,-
f. Penyusutan stup 100 buah (0,2xRp.2.500.000,-) Rp. 500.000,-
g. Perawatan bangunan (2%xRp.4.100.000,-) Rp. 82.000,-
h. Gaji 2 orang @ Rp. 200.000,-x12 Rp. 4.800.000,-
i. Pakai, sarung tangan, dll Rp. 250.000,-
j. Makanan Rp. 100.000,-
k. Botol dan lain-lain Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 16.509.500,-

2) Pendapatan
a. Madu 1200 kg @ Rp. 13.000,- Rp. 15.600.000,-
b. Paket lebah 30 buah @ Rp. 150.000,- Rp. 4.500.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 20.100.000,-

3) Keuntungandalam satu tahun Rp. 3.590.500,-

4) Parameter kelayakan usaha


a. B/C ratio = 1,22

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Beternak lebah madu memiliki prospek sangat cerah, karena kebutuhan madu
dalam negeri sampai saat ini masih belum mencukupi. Harga dari produk lebah
yang tinggi, biaya produksi yang relatif murah, tatalaksana pemeliharaan yang
mudah dan kondisi lingkungan yang mendukung merupakan peluang emas
yang perlu mendapat perhatian.

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Marhiyanto, B., 1999, Peluang Bisnis beternak Lebah, Gitamedia Press,
Surabaya.
2) Sumoprastowo, RM, Suprapto Agus, R,. 1993, Beternak Lebah Madu
Modern, Bhratara, Jakarta.

Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3) Trubus 4, 1988, Manisnya Rupiah dari Madu Lebah, Penebar Swadaya,


Jakarta.
4) ______________, Menghasilkan Madu Berkualitas Tinggi, Penebar
Swadaya, Jakarta.
5) Trubus 250, 1990, Petak Madu Uji Coba Untuk Menghasilkan Madu
Beraneka Rasa, Penebar Swadaya, Jakarta.
6) Trubus 273, 1992, Mutu Madu Indonesia Dibanding Impor, Penebar
Swadaya, Jakarta.
7) ______________, Menggembala Lebah Ala Australia, Penebar Swadaya,
Jakarta.
8) ______________, Pemasaran Madu Indonesia dihambat Kadar Air,
Penebar Swadaya, Jakarta.
9) Trubus 276, 1992, Beternak Lebah di Jerman, Penebar Swadaya, Jakarta.
10) Yunus, M, Minarti, S. 1995, Aneka Tetnak, Universitas Brawijaya, Malang.

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

AMONISASI JERAMI PADI UNTUK PAKAN

1. KELUARAN
Jerami padi dengan kecernaan lebih baik

2. BAHAN
1) Jerami padi
2) Urea
3) Molases

3. ALAT
1) Timbangan
2) Plastik
3) Ember
4) Skop
5) Cangkul
6) Sendok
7) Alat penyiram

4. PEDOMAN TEKNIS
1) Perlakuan amonisi jerami padi :
- 4 kg urea
- 100 kg bahan kering jerami padi

2) Cara perlakuan :
- Urea (4 kg) dicampur dengan air 100 liter
- Kemudian jerami padi disiram air larutan urea hingga merata lapis perlapis
- Kemudian tutup dengan plastik, hingga kedap udara
- Diamkan selama 1-2 minggu untuk proses amonisi

3) Proses amonisi dapat dilakukan di dalam tempat khusus misalnya drum


bekas atau di tempat lainnya, yang ditutup dengan plastik kedap udara.

4) Proses amonisi bila sempurna ditandai tekstur jerami relatif lebih mudah
putus, berwarna kuning tua atau coklat dan bau monia. Untuk mengurangi
bau amonia, jerami harus dianginkan selama 1-2 jam sebelum diberikan
pada ternak.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu,
Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

PAKAN CAMPURAN UNTUK AYAM BURAS

1. KELUARAN
Pakan cukup gizi dan disukai ayam buras

2. BAHAN DAN ALAT


Bahan pakan yang mudah didapat

3. PEDOMAN TEKNIS
1) Penyusunan ransum anak ayam
Susunan ransum anak ayam untuk 100 kg adalah sebagai berikut :
a. jagung giling 43 kg, dedak halus 35 kg, bungkil kedelai 10 kg,
b. tepung ikan 8,5 kg, kalsium karbonat 3,5 kg, garam 0,1 kg dan
c. premix A 0,4 kg.
d. Kandungan zat-zat nutrisi tersebut diatas adalah protein kasar 19,4% dan
energi metabolis 2537 kkal/kg.

2) Susunan ransum ayam buras periode produksi


Ransum campuran yang terdiri dari 3 bagian pakan komersil, 6 bagian dedak
halus dan 4 bagian jagung giling ditambah grit dan vitamin B-12 (sistem
intensif)

3) Susunan ransum ayam dara umur 12-20 minggu


Ada 4 jenis ransum ayam buras. Salah satunya adalah jagung giling 41 kg,
dedak halus 53 kg, tepung ikan 2 kg, bungkil kedelai 0,9 kg, tepung tulang
0,8 kg, kalsium karbonat 1,75 kg, premix A 0,25 kg, garam 0,2 kg dan lisin
0,1 kg. Kandungan zat nutrisi ransum ayam dara adalah sebagai berikut :
protein kasar 10-14%, energi metabolis 2700 kkal/kg ransum.

4) Susunan ransum ayam betina dewasa


Susunan ransum ayam betina dewasa untuk 100 kg adalah sebagai berikut :
a. jagung giling 28,2 kg, dedak halus 58,5 kg, tepung ikan 6,3 kg, kalsium
b. karbonat 6,5 kg, garam 0,2 kg dan premix A 0,3 kg. Kandungan zat nutrisi
tersebut diatas adalah protein kasar 15% dan energi metabolis 2312
kkal/kg.

5) Cara pencampuran sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pencampuran


dilakukan untuk kebutuhan satu minggu untuk menghindari makanan
berjamur.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERTANIAN

6) Cara pemberian untuk ayam muda - dewasa dilakukan 2 kali sehari (pagi
dan sore) berkisar 70-100 gram/ekor/hari. Untuk anak ayam umur 1 hari-12
minggu ransum dan air harus tersedia setiap saat dan tidak terbatas
jumlahnya. Hindari pemberian ransum yang berlebihan agar ransum tidak
terbuang dan berjamur.

4. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

5. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

PAKAN TERNAK

1. SEJARAH SINGKAT
Ternak-ternak dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga/diambil hasilnya dengan
cara mengembangbiakkannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan para
petani. Agar ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan
pemberian pakan. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk
pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan
menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa.
Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan
kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan
yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan
yang sering diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan
konsentrat (makanan penguat).

2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.

Hal. 1/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

3. JENIS
1) Hijauan Segar

Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak
dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia)
maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya
terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji-
bijian/jenis kacang-kacangan.

Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak,


mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di
daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak
sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa
yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum
maximum), rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria
(Brachiaria decumbens), rumput Mexico (Euchlena mexicana) dan rumput
lapangan yang tumbuh secara liar.
b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes
guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides,
Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.
c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.

2) Jerami dan hijauan kering


Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan
pakan ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat
kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).

3) Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar
biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.

4) Konsentrat (pakan penguat)


Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.

4. MANFAAT
1) Sumber energi

Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang
kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat

Hal. 2/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi


dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput
gajah, rumput benggala dan rumput setaria).

2) Sumber protein

Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang
mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman).
Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis
daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun
ketela rambat, ganggang dan bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra,
gamal dan sentero
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang
dan sebagainya).

3) Sumber vitamin dan mineral

Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun
hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi
sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan,
penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang).
Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan
penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi
kandungan vitamin dan mineralnya.

Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah
tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan
yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur,
Ca2PO4 dan beberapa mineral.

5. PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN/PENGOLAHAN


5.1. Kebutuhan Pakan

Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap


nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis
ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh
(normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi

Hal. 3/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda
kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.

Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National


Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan
dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia.
Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan
kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan
pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.

5.2. Konsumsi Pakan

Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang


berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan
kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan
pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya,
konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.

Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh
faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).

a) Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur
lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang
berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan
erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis
ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh
(kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat
pengaruh lingkungan.
Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi
pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya
menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi
temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan
panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada
temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan
karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan
pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan
cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.

b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat
dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang
dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar,
asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang
menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Hal. 4/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada
asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan
mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.

c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”.
Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus)
yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi
ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi
kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.

d) Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh
(misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi
konsumsi pakannya.

e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan
adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi
energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin
tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan
menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi
energi yang dikandung pakan rendah.

f) Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat
pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini
berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan
dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong
menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.

g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya.
Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan.
Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan
ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat
badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut.
Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di
lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang
badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan
menggunakan formula:

Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661

Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara


meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75

Hal. 5/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75

h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak
potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol.
Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya
terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih
rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya
(terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi
produksinya tidak optimal.

5.3. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak

Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada
ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi
yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan
keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi
tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan
secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin.
Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan
fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi
secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses
analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu
dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.

5.4. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak

1) Macam-Macam Silo

Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada lokasi,
kapasitas, bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia. Beberapa
silo yang sudah dikenal adalah:
a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris (seperti sumur) dan di
bangun di dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit dengan struktur membentuk
huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai pagar atau sekat yang
terbuat dari bambu atau kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk sebuah menara menjulang ke
atas yang bagian atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk seperti kotak.

Hal. 6/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

2) Cara Memformulasi Pakan

Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu


menggunakan Tabel Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan
nutrisi dalam penyusunan ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :

Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang
beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan
kandungan nutrisi sebagai berikut:
a. Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: Bahan Kering=6,4 Kg, ME=13
Mcal, Protein=570 gram, mineral=37 kg.
b. Laktasi I: Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6 gram,
Mineral=5 kg.
c. Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg, Protein=663,6
gram, Mineral=42 gram.

Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan


dengan suatu metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a. Rumput gajah: Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8
gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b. Rumput Kedele: Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal, Protein=44,9
gram%BK, Mineral=6,3 gram%BK
c. Bungkil kelapa: Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6
gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK

Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering


sebanyak 80%= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK.
Maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah:
sebanyak = 1,8/100 X 5,92 kg = 106,56 gram protein.

Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% =
37,64%.

Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 19,04/26,3 X


1,48 kg = 1,07 kg BK.

Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 X


1,48 kg = 0,41 kg BK.

Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi


kebutuhan ternak dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg
Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg
Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.

Hal. 7/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

3) Teknologi Pakan

Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan


pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya
cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan
tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi
produk yang berdaya guna.

Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan rumput


sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak yang
mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah
beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang
semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga
memudahkan mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.

Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim sub-


tropis dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak
ekonomis dan masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya,
terutama dalam penerapannya di tingkat peternak.

Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di


lapangan adalah:

a) Pembuatan Hay

Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput-


rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air:
20-30%.

Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak


mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang
seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus
pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang
berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim
kemarau.

Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:


1) Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan
hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar
matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang
dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda:
warna kecoklat-coklatan).
2) Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat
menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ±

Hal. 8/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang


berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air
optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna
“gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

b) Pembuatan Silase

Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau


leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses
ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di
musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin
dilakukan.

Prinsip utama pembuatan silase:


1. menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2. mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi
kedap udara.
3. menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.

Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan


kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara
organoleptik, yakni:
1. mempunyai tekstur segar
2. berwarna kehijau-hijauan
3. tidak berbau
4. disukai ternak
5. tidak berjamur
6. tidak menggumpal

Beberapa metode dalam pembuatan silase:


1. Metode Pemotongan
- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
- Tutup dengan plastik dan tanah
2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan
untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri
pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan
campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam
sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak
padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
- asam organik: 4-6kg
- molases/tetes: 40kg
- garam : 30kg
- dedak padi: 40kg
- menir: 35kg

Hal. 9/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

- onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke
seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan
molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian
pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah
dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.

3. Metode Pelayuan
- Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering
40% - 50%.
- Lakukan seperti metode pemotongan

c) Amoniasi

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah


pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda
(NaOH), sodium hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2.

Proses amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kimia agar


biayanya murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea yang
diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang
ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).

d) Pakan Pemacu

Merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan


dan peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat
merangsang penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan
meningkatkan produksi.

Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan


yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting.
Dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak, mengandung energi
cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa.

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.


Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein
kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif
terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.
1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
- Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu ± 50 derajat
C.
- Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai
13%).
- Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
- Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).

Hal. 10/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

- Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.


- Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk
hingga merata (±15 menit).
- Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan
padatkan.
- Simpan di tempat teduh dan kering.

2. Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi
tersebut mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi 1856 Kcal,
protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.

3. Jumlah dan Metode Pemberian


Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia
dalam rumen dari (60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah
pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis dan berat badan
ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba/kambing) maksimum 4
gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak ruminansia besar (sapi) 2
gram untuk setiap berat badan dan 3,8 gram untuk kerbau. Pemberian
pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang
digembalakan dan diberi sisa tanaman pangan seperti jerami atau
bahan pakan berkadar protein rendah.

e) Pakan Penguat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah
sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi
dan berperan sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari
campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber
protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat:
1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan
harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga
perunit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah
lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit
berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang
dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai
pedoman, setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 2500
Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12%.
3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan,
metode segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol,
metode ekuasi atau metode grafik.

Hal. 11/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

4. Prosedur Memformulasi
- Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan
nutrisinya (energi, potein), harga per unit berat, harga per unit energi
dan harga per unit protein.
- Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
- Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
- Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai
sumber vitamin dan mineral.
- Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan
energi lebih tinggi daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi
harga per unit energinya yang paling murah (dapat digunakan lebih
dari 1 macam bahan pakan).
- Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan
protein lebih tinggi daripada kandungan protein pakan penguat,
tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
- Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka
50% formula sudah diperoleh.
- Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas
nutrisi %0% formula dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.

6. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


6.1. Analisis Usaha Budidaya

6.2 Gambaran Peluang Agribisnis

Pakan mengambil 70% dari total biaya produksi peternakan, sehingga tetap
menjadi aktual untuk dijadikan suatu bisnis yang sangat cerah. Salah satu yang
memungkinkan proses agroindutri yang akan menjadi peluang bisnis yang
bagus yaitu mewujudkan industri pakan blok. Selain dari pada itu telah banyak
dilakukan penelitian terapan dibidang pakan blok yang sangat mungkin
dikembangkan.

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Kartadisastra, H.R. (1997). Penyediaan & Pengelolaan Pakan ternak
Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta, Kanisius
2) Budi Pratomo (1986). Cara Menyusun ransum ternak. Poultri Indonesia.
3) Suara Karya, 3 Maret 1992. Mengenal Pakan Ternak Jenis Unggul.
4) Neraca, 6 Juni 1991. Jenis Pakan Yang Cocok Untuk Ternak.
5) Suara Karya, 19 Januari 1993. Memanfaatkan Sisa Pakan.
6) Suara Karya, 2 Juni 1992. Silase, Pakan Ternak Musim Kemarau.

Hal. 12/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PERIKANAN

7) Neraca, 1 Juli 1991. Pemgolahan Jerami Menjadi Pakan Yang Disukai


ternak.
8) Pikiran Rakyat, 21 Mei 1990. Perlakuan Khusus Terhadap Biji-bijian Bahan
Pakan Ternak.
9) Neraca, 20 juli 1990. Pembuatan Hijauan Makanan Ternak.
10) Suara Karya, 15 September 1992. Cara Menanam Rumput Gajah.
11) Kedaulatan Rakyat, 21 Juni 1990. Prospek Industri Makanan Ternak
Limbah Coklat di Wonosari Cerah.

8. KONTAK HUBUNGAN
1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 13/ 13
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN CARA


PETANI KAB. MAGELANG
Oleh: Ir. P. Muhardi

1. PENDAHULUAN
Kabupaten Magelang terutama di Kecamatan Pakis, Ngablak, Dukun dan
Kajoran sangat potensial untuk diusahakan penggemukan sapi. Kondisi ini
didukung oleh mudahnya untuk memperoleh bahan pakan ternak baik yang
berupa Hijauan Makanan Ternak (HMT), limbah peternakan (bekatul/dedak)
ataupun makanan penguat lainnya seperti singkong.

2. CARA PEMIILIHAN BAKALAN


Bakalan yang baik untuk digunakan sebagai bahan penggemukan seperti yang
sering dilakukan di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang adalah : Sapi
sehat (tidak ada tanda penyakit); berkelamin jantan; dari jenis Limosin, Simetal,
Brahman atau ongole ataupun PFH; bentuk badan panjang/kaki
pendek/kuat/dada lebar dan dalam; umur antara 1-2 tahun (sapi muda) dan 2-3
tahun (sapi dewasa).

Sedangkan kalau kita mengikuti pengalaman dari Desa Sewukan Kecamatan


Dukun, bentuk kerangka yang besar dan panjang; kepala dan moncong besar;
tulang punggung biarpun kurus tapi lurus serta bulunya yang mengkilap sangat
diminati selain persyaratan-persyaratan lainnya.

Namun kenyataan dilapangan bahwa untuk memperoleh bakalan yang benar-


benar sempurna sesuai dengan persyaratan di atas adalah sangat sulit oleh
karena itu diusahakan agar kondisinya lebih mendekati persyaratan tersebut.

Cara modern yang saat ini digalakkan oleh pemerintah adalah dengan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik. Contohnya seperti apa yang
dilakukan oleh Bapak Sukardi dari Kecamatan Kajoran, dengan cara ini dapat
dipastikan akan memperoleh hasil bakalan yang baik dan terjamin.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. PERKANDANGAN
Dalam penggemukan sapi, kandang merupakan salah satu faktor penentu
dalam keberhasilan. Kalau kita salah dalam mendesain kandang maka akan
dihasilkan sapi yang kurang menguntungkan seperti terganggunya kesehatan
serta terhambatnya pertumbuhan berat badan.

Beberapa syarat kandang yang baik menurut Bapak Sugito dari Kelompok Tani
Sumber Rejeki Desa Daleman Kidul Kecamatan Pakis adalah sebagai berikut :

1) Lokasi kandang harus terpisah dari Rumah Tinggal.

2) Bahan kandang agar ekonomis dengan bahan lokal, lantai cukup dengan
batu kali yang disemen dengan kemiringan 5 derajat ke arah saluran
pembuangan

3) Cukup ventilasi sinar dan udara.

4) Tempat makan dibuat di depan dan dibuat berbentuk melengkung agar


mudah membersihkannya dari sisa-sisa makanan.

5) Bentuk kandang ada yang tunggal (satu baris) atau ganda (berhadapan atau
bertolak belakang).

6) Ukuran kandang 1 x 2 m2 untuk per ekor.

4. PEMBERIAN PAKAN
Cara-cara dan macam pakan yang baik untuk penggemukan versi peternak dari
Desa Sewukan Kecamatan Dukun adalah :
1) Macam pakan Hijauan (minimal 10% dari BB); Bekatul/Ubi (1% dari BB);
Garam dapur (secukupnya) dan Komboran/air minum (secukupnya).
2) Cara dan waktu pemberian pakan : Untuk hijauan (3 x per hari); Garam +
bekatul/ubi 2 x per hari); Komboran atau air secukupnya.

5. KESEHATAN TERNAK
Untuk mencegah penyakit yang akan timbul disarankan oleh bapak Sugito (
Pakis ) agar kandang tetap dijaga kebersihannya, ternak diumbar antara pukul
08.00 - 10.00 dan dimandikan setiap hari.

Demikian pula masalah penyakit kembung perut atau masuk angin, untuk dapat
segera di obati dan sering-sering berkonsultasi dengan aparat kesehatan.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. PANEN
Pengalaman di Desa Sewukan Kecamatan Dukun, panen dapat dilaksanakan
setelah berumur 3 sampai dengan 6 bulan pemeliharaan. Kenaikan rata-rata
yang bisa dicapai adalah 0,8 Kg per hari.

7. ANALISA USARA TANI


A. Versi Sewukan - Dukun (3 bulan untuk 1 ekor)

1) Biaya yang dikeluarkan :


- Bakalan : Rp. 2.500.000,-
- Katul (5 kg/Hr) : Rp. 225.000,-
- Obat : Rp. 6.000,-
- Ketela (2,5 Kg/Hr) : Rp. 33.750,-
- Penyusutan Kandang : Rp. 50.000,-
2) Pertambahan berat : 0,8 x 90 hari 72 Kg.
3) Harga Jual : Rp. 3.250.000,-
4) Untung : Rp. 435.250,-
(Hijauan dan Tenaga serta pupuk kandang tidak diperhitungkan).

B. Versi Bapak Sugito dari Pakis (selama 4 bulan, 2 ekor)

1) Bakalan (Lemosin) : Rp. 6.200.000,-


2) Ember, sabit, parang, cangkul, tali : Rp. 64.200,-
3) Pakan :
- Konsentrat (10 Kg x 120 Hr x Rp. 600) : Rp. 432.000,-
- Ketela (10 Kg x 120 Hr x Rp. 350) : Rp. 300.000,-
- Garam (48 Kg x Rp. 800) : Rp. 38.400,-
4) Hasil Jual : Rp. 9.450.000,-
5) Keuntungan : Rp. 2.415.400,-
(Rumput dan tenaga serta kendang tidak diperhitungkan).

8. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9. KONTAK HUBUNGAN
1) Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang; Jln. Sendangsono, KM. 0,5
Progowati Mungkid Magelang, 56511; Tel. (0293) 789455; Fax.(0293)
789455; bipp@magelang.wasantara.net.id

2) Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan


Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH


( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga
kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%)
kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi
berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus),
kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan
berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh
wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan
ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan
sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan
jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara
sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna
diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di
Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris,
Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan
Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan
produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu

Hal. 1/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu
berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit
unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang
mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini
produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone
yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10
liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8
liter/hari).

3. JENIS
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua,
yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi
yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok
dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal
dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi
Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat
Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red
Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang
paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah
Frisien Holstein.

4. MANFAAT
Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang
dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber
organik lahan pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya
cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan
sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan
lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah
sawah atau ladang.

Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah
sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada
satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda
penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau
saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur
untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk


tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila
kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus
lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih
banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya


berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah
dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai
alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci
hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-
bahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m
atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk
anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah.

Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan


kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah
(100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
(a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c)
berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu
tinggi, (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung
lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar
serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik,
apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-
kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris
dan tidak terlalu pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit
menular, dan (h) tiap tahun beranak.

Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang
menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak
tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan
pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup
lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih
dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4-
5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang
tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e)
besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan
yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g)
muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup
terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan
panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat,
bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan


lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.

Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit.


Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan
dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau
belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi
yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali
berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan
temperamennya.

3) Sistim Pemuliabiakan

Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk


mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu
dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi
kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga


peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif
pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan
hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki
konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih
banyak daripada tanpa naungan.

Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak
dikering kandangkan selama 1-2 bulan.

2) Perawatan Ternak

Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari
setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus
dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan
khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan,
sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat
dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut
harus dibongkar).

Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet
ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan
atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi
dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran
berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.

3) Pemberian Pakan

Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:


a) sistem penggembalaan (pasture fattening)
b) kereman (dry lot fattening)
c) kombinasi cara pertama dan kedua.

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa
jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput
benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan
sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan
tambahan sebanyak 1-2% dari BB.

Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan


sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa
rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).

Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek,
dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam
dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada
pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan
per hari.

Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas,


serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.

Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan


Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi
dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan
pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat
kakinya.

4) Pemeliharaan Kandang

Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2


minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara
didalamnya berjalan lancar.

Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum
sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan
dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau
tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat
permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan
lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit

1) Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung,
makanan/minuman atau pernafasan. Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah
dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar
dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah
berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan
vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa
bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendalian: vaksinasi, pengobatan
antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi
yang mati.

Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air
susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala: (1) rongga
mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan
bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun
drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4)
air liur keluar berlebihan. Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit
diasingkan dan diobati secara terpisah.

3) Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)


Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan
minuman yang tercemar bakteri. Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir
lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva
membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam
dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang
yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu
antara 12-36 jam. Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika
atau sulfa.

4) Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)


Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan
kotor. Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan
cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang
menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan

Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan


merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang
diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih
dan kering.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk
betina.

8.2. Hasil Tambahan

Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang
berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang
dihasilkan dari kotoran ternak.

Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9. PASCAPANEN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak
kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya
tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal,
serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi,
pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording,
pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani
mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang
diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan
tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet,
pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian
sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang
ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi
perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih
perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.

Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian
pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum
pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5-
4% dari bahan kering

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah


sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya
dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan rata-
rata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan
petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan
dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif
dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-
instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
2) Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak.
Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
3) Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau
Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
4) Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya
Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
5) Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui
peningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.
6) Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
6) Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey,
Prentice-Hall, Inc.: 278-279.
7) Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah.
Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
8) Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43
hal.
9) Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary
practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.
10) Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat
di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
11) Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong.
Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.
12) Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa
kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
13) Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and
health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference.
St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.
14) Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38;
133.
15) Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.
16) Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha
Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.
17) Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27)
1988: 34-38.

Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG


( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada
babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di
India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada
awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah
seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.

2. SENTRA PERIKANAN
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak
terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sapi jenis Aberdeen
angus banyak terdapat di Skotlandia.

Sapi Simental banyak terdapat di Swiss. Sapi Brahman berasal dari India dan
banyak dikembangkan di Amerika.

3. JENIS
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli
Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-
masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya
(ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).

Hal. 1/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi
Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi
Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong
yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi
Bali, sapi PO, Madura dan Brahman.

Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%.
Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk,
bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5
tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai
sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda
atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir,
ujung ekor berwarna putih.

Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase


karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan
yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan
dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih
kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas.

4. MANFAAT
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya
menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan
sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran
sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang
dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber
hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur
dan subur.

Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:


1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan
garang kerajinan
3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan
masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya
cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan
sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan

Hal. 2/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah


sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah
sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada
satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda
penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau
saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur
untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk


tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila
kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus
lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih
banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya


berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah
dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai
alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci
hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-
bahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m
atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk
anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah.

Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan


kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah
(100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan
kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi
konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.

1) Konstruksi dan letak kandang


Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk
kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat,
lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di

Hal. 3/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing
sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering.
Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal
dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak
terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar.
Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang
bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan
tidak boleh kehabisan setiap saat.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter
dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan
kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.

2) Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi
yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa
adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x
2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m.

3) Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum,
yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat
pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-
injak/tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen
berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.
Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya.
Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit,
dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk
membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit
sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.

6.2. Pembibitan

Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:


1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap
silsilahnya.
2) Matanya tampak cerah dan bersih.
3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari
hidung tidak keluar lendir.
4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6) Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8) Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan
bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.

Hal. 4/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali,
sapi Brahman, sapi PO, dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah
setempat. Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:
1) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2) kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3) laju pertumbuhannya relatif cepat.
4) efisiensi bahannya tinggi.

6.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan sapi potong mencakup penyediaan pakan (ransum) dan


pengelolaan kandang. Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah :
a) Melindungi sapi dari hujan dan panas matahari.
b) Mempermudah perawatan dan pemantauan.
c) Menjaga keamanan dan kesehatan sapi.

Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit


tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga
yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk
daging.

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga


peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif
pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan
hidup bebas.

2) Pemberian Pakan

Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi


dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh
memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan
(Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama
dan kedua.

Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput,


yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan
cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini,
maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah
memakan bermacam-macam jenis rumput.

Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal


dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari
ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira
sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari

Hal. 5/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil
kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam
rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat
berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan
jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.

Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara


penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam
hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu minosa) dan
tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput
gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.

Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan
tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering
adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb. yang biasa
digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang
banyak mengandung serat kasar.

Hijauan segar dapat diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan


silase ini dapat dijelaskan sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase
ditutup rapat, sehingga terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah
yang disebut silase. Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara
lain silase jagung, silase rumput, silase jerami padi, dll.

3) Pemeliharaan Kandang

Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2


minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara
didalamnya berjalan lancar.

Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum
sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan
dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau
tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat
permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan
lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

Hal. 6/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

7. HAMA DAN PENYAKIT


7.1. Penyakit

1) Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung,
makanan/minuman atau pernafasan. Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah
dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar
dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah
berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan
vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa
bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendalian: vaksinasi, pengobatan
antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi
yang mati.

2) Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air
susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala: (1) rongga
mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan
bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun
drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4)
air liur keluar berlebihan. Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit
diasingkan dan diobati secara terpisah.

3) Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)


Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan
minuman yang tercemar bakteri. Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir
lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva
membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam
dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang
yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu
antara 12-36 jam. Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika
atau sulfa.

4) Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)


Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan
kotor. Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan
cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang
menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pengendalian

Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan
tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi
adalah:

Hal. 7/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

1) Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan


sapi.
2) Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan
pengobatan.
3) Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4) Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai
petunjuk.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya

8.2. Hasil Tambahan

Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan kotorannya juga sebagai
hasil tambahan dari budidaya sapi potong.

9. PASCAPANEN
9.1. Stoving

Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan sapi
agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1) Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2) Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat
mencemari daging.
3) Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang
diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara
tuntas.
4) Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah
dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.

9.2. Pengulitan

Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan


menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi
dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika
sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur
dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan
sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.

Hal. 8/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

9.3. Pengeluaran Jeroan

Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan
dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.

9.4. Pemotongan Karkas

Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas


berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat
dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat
menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya
akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya
menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan
daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil
karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum
ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan
(grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong.

Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas
tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha
depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan
menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas
harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak,
terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh
peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai


dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di
daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah
pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung
dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah
bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk)
lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%,
nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian
bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging
bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian
dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%). Persentase
recahan karkas dihitung sebagai berikut:

Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %

Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan
yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran
kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

Hal. 9/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA


10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya sapi potong kereman setahun di Bangli skala 25


ekor pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1) Biaya Produksi
a. Pembelian 25 ekor bakalan : 25 x 250 kg x Rp. 7.800,- Rp. 48.750.000,-
b. Kandang Rp. 1.000.000,-
c. Pakan
- Hijauan: 25 x 35 kg x Rp.37,50 x 365 hari Rp. 12.000.000,-
- Konsentrat: 25 x 2kg x Rp. 410,- x 365 hari Rp. 7.482.500,-
d. Retribusi kesehatan ternak: 25 x Rp. 3.000,- Rp. 75.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 69.307.500,-

2) Pendapatan :
a. Penjualan sapi kereman
Tambahan berat badan: 25 x 365 x 0,8 kg = 7.300 kg
Berat sapi setelah setahu: (25 x 250 kg) + 7.300 kg = 13.550 kg
Harga jual sapi hidup: Rp. 8.200,-/kg x 13.550 kg Rp. 111.110.000,-
b. Penjualan kotoran basah: 25 x 365 x 10 kg x Rp. 12,- Rp. 1.095.000,-
Jumlah Pendapatan Rp. 112.205.000,-

3) Keuntungan
Tanpa memperhitungkan biaya tenaga internal keuntungan
Penggemukan 25 ekor sapi selama setahun. Rp. 42.897.500,-

4) Parameter kelayakan usaha


a. B/C ratio = 1,61

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak
potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai
kebutuhan daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri
pengolahan, perdagangan antar pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota
besar seperti kota metropolitan Jakarta.

Konsumen untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa


segmen yaitu :

a) Konsumen Akhir
Konsumen akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-
pembeli yang membeli untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
individunya. Golongan ini mencakup porsi yang paling besar dalam konsumsi

Hal. 10/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

daging, diperkirakan mencapai 98% dari konsumsi total. Mereka ini dapat
dikelompokkan lagi ke dalam ova sub segmen yaitu :
1. Konsumen dalam negeri ( Golongan menengah keatas )
Segmen ini merupakan segmen terbesar yang kebutuhan dagingnya
kebanyakan dipenuhi dari pasokan dalam negeri yang masih belum
memperhatikan kualitas tertentu sebagai persyaratan kesehatan maupun
selera.
2. Konsumen asing
Konsumen asing yang mencakup keluarga-keluarga diplomat, karyawan
perusahaan dan sebagian pelancong ini porsinya relatif kecil dan tidak
signifikan. Di samping itu juga kemungkinan terdapat konsumen manca
negara yang selama ini belum terjangkau oleh pemasok dalam negeri,
artinya ekspor belum dilakukan/jika dilakukan porsinya tidak signifikan.

b) Konsumen Industri
Konsumen industri merupakan pembeli-pembeli yang menggunakan daging
untuk diolah kembali menjadi produk lain dan dijual lagi guna mendapatkan
laba. Konsumen ini terutama meliputi: hotel dan restauran dan yang
jumlahnya semakin meningkat

Adapun mengenai tata niaga daging di negara kita diatur dalam inpres nomor 4
tahun 1985 mengenai kebijakansanakan kelancaran arus barang untuk
menunjang kegiatan ekonomi. Di Indonesia terdapat 3 organisasi yang
bertindak seperti pemasok daging yaitu :
a) KOPPHI (Koperasi Pemotongan Hewan Indonesia), yang mewakili pemasok
produksi peternakan rakyat.
b) APFINDO (Asosiasi Peternak Feedlot (penggemukan) Indonesia), yang
mewakili peternak penggemukan
c) ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia).

11. DAFTAR PUSTAKA


1) Abbas Siregar Djarijah. 1996, Usaha Ternak Sapi, Kanisius, Yogyakarta.
2) Yusni Bandini. 1997, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
3) Teuku Nusyirwan Jacoeb dan Sayid Munandar. 1991, Petunjuk Teknis
Pemeliharaan Sapi Potong, Direktorat Bina Produksi Peternaka
4) Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta Undang
Santosa. 1995, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi, Penebar Swadaya,
Jakarta.
5) Lokakarya Nasional Manajemen Industri Peternakan. 24 Januari
1994,Program Magister Manajemen UGM, Yogyakarta.
6) Kohl, RL. and J.N. Uhl. 1986, Marketing of Agricultural Products, 5 th ed,
Macmillan Publishing Co, New York.

Hal. 11/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

12. KONTAK HUBUNGAN


1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 12/ 12
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PENGEMUKAN SAPI POTONG SISTEM


KEREMAN

1. KELUARAN
Teknologi dan metoda pengemukan sapi

2. BAHAN
Sapi bakalan, hijauan segar, makanan penguat, konsentrat, vitamin, air minum
dan obat-obatan

3. ALAT
Timbangan, takaran, ember, sabit, cangkul, karung plastik, dll.

4. PEDOMAN TEKNIS
Penggemukan pada dasarnya adalah memanfaatkan potensi genetik untuk
tumbuh dan menyimpan lemak tubuh dalam jangka waktu maksimal 6 bulan.
Sistem kereman adalah pemeliharaan di kandang dengan diberi pakan dasar
hijauan (rumput dan leguminosa), dan pakan tambahan (konsentrat). Jumlah
pakan tambahan minimal 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 14 -
16 %.

1) Sapi bakalan

Umur sapi yang akan digemukkan adalah sapi jantan muda atau dewasa,
kurus dan sehat. Bobot badan sapi minimal 200 kg, dengan umur kurang
antara 1-1,5 tahun

2) Pakan tambahan (konsentrat)

Untuk mendapatkan pertambahan sapi dengan cepat maka perlu diimbangi


dengan penambahan makanan penguat, yang mudah didapat, antara lain
dengan batas penggunaan dalam ransum (9/100 gram) dedak padi/katul 60,
batang sagu (hati sagu) 6, bungkil kelapa 30, tepung ikan 3, garam dapur
0,5 dan mixed mineral 0,5.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3) Perkandangan

Kandang ternak harus berjarak 10 - 20 m dari rumah atau sumber air.


Ukuran kandang per ekor adalah : lebar 125 cm dan panjang 2 m, lantai
kandang usahakan dengan alas semen dan tidak becek/kotor. Tempat
makan, minum dan garam harus mudah terjangkau oleh ternak. Kotoran
ternak harus dibersihkan setiap hari dan buatkan penampungan kotoran
untuk kompos yang terpisah dari kandang.

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

SUSU TAMBAHAN UNTUK ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Teknologi pemberian susu tambahan

2. BAHAN
Air susu sapi/susu bubuk, minyak ikan, telur ayam, gula pasir.

3. PERALATAN
Sendok, dot susu, gelas

4. PEDOMAN TEKNIS
1) Cara membuat susu jolong (apabila induk mati atau anak domba lahir > 2
ekor) pada hari pertama dan kedua. Campurkan secara merata 0,25-0,5 liter
susu sapi, susu bubuk, atau susu kambing, tambahkan minyak ikan, 1 butir
telur ayam dan setengah sendok makan gula pasir. Aduk hingga merata dan
berikan 200 - 300 cc/hari.

2) Cara pemberian susu jolong adalah dengan botol susu (dot bayi manusia).
Berikan langsung secara disusukan 3 - 4 kali dengan letak botol lebih tinggi
dari anak domba.

3) Susu buatan dibuat dari 3-4 sendok makan susu bubuk (susu skim), 250-300
cc air matang hangat, tambahkan mentega dan 1/2 sensok makan gula pasir.
Aduk hingga merata dan berikan untuk satu hari.

4) Pemberian dengan botol sampai umur 2 bulan, setelah umur 1 bulan, berikan
makanan pakan hijauan dan konsentrat semaunya.

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

BUDIDAYA TERNAK DOMBA

1. KELUARAN
Ternak domba berproduksi optimal

2. PEDOMAN TEKNIS
1) Jenis domba asli di Indonesia adalah domba ekor tipis, Domba ekor gemuk
dan Domba garut

2) Memilih bibit
a. Pemilihan bibit, umur Domba > 12 bulan (2 buah gigi seri tetap), dengan
tubuh baik, bebas cacat tubuh, puting dua buah dan berat badan > 20 kg,
keturunan dari ternak yang beranak kembar.
b. Calon pejantan, umur > 1 1/2 tahun (2 gigi seri tetap), keturunan domba
beranak kembar, tidak cacat, skrotum symetris dan relatif besar, sehat dan
konfirmasi tubuh seimbang.

3) Pakan
a. Ternak domba menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan
dasar dan pakan tambahan (konsentrat).
b. Pakan tambahan dapat disusun (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak,
tepung ikan ditambah mineral dan vitamin.
c. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal,
daun nangka, dsb.
d. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan
kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)

4) Pemberian pakan induk


Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua
dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein
16 %.

5) Kandang
Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran
1 1/2 m2 untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran
kandang 2 m2, sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan
ukuran 1 m / ekor. Tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.

6) Pencegahan penyakit : sebelum dikandangkan, domba harus dibebaskan


dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal
dengan dimandikan.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

3. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

TERNAK KAMBING

1. PENDAHULUAN
Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai
usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil
produksi (baik daging, susu, kotoran maupun kulitnya) relatif mudah.

Meskipun secara tradisional telah memberikan hasil yang lumayan, jika


pemeliharaannya ditingkatkan (menjadi semi intensif atau intensif),
pertambahan berat badannya dapat mencapai 50 - 150 gram per hari. Ada tiga
hal pokok yang harus diperhatikan dalam usaha ternak kambing, yaitu: bibit,
makanan, dan tata laksana.

2. BIBIT
Pemilihan bibit harus disesuaikan dengan tujuan dari usaha, apakah untuk
pedaging, atau perah (misalnya: kambing kacang untuk produksi daging,
kambing etawah untuk produksi susu, dll).

Secara umum ciri bibit yang baik adalah yang berbadan sehat, tidak cacat, bulu
bersih dan mengkilat, daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan.

Ciri untuk calon induk:


1) Tubuh kompak, dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus,
tubuh besar, tapi tidak terlalu gemuk.
2) Jinak dan sorot matanya ramah.
3) Kaki lurus dan tumit tinggi.
4) Gigi lengkap, mampu merumput dengan baik (efisien), rahang atas dan
bawah rata.
5) Dari keturunan kembar atau dilahirkan tunggal tapi dari induk yang muda.
6) Ambing simetris, tidak menggantung dan berputing 2 buah.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Ciri untuk calon pejantan :


1) Tubuh besar dan panjang dengan bagian belakang lebih besar dan lebih
tinggi, dada lebar, tidak terlalu gemuk, gagah, aktif dan memiliki libido (nafsu
kawin) tinggi.
2) Kaki lurus dan kuat.
3) Dari keturunan kembar.
4) Umur antara 1,5 sampai 3 tahun.

3. MAKANAN
Jenis dan cara pemberiannya disesuaikan dengan umur dan kondisi ternak.
Pakan yang diberikan harus cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral,
mudah dicerna, tidak beracun dan disukai ternak, murah dan mudah diperoleh.

Pada dasarnya ada dua macam makanan, yaitu hijauan (berbagai jenis rumput)
dan makan tambahan (berasal dari kacang-kacangan, tepung ikan, bungkil
kelapa, vitamin dan mineral).

Cara pemberiannya :
- Diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), berat rumput 10% dari berat badan
kambing, berikan juga air minum 1,5 - 2,5 liter per ekor per hari, dan garam
berjodium secukupnya.
- Untuk kambing bunting, induk menyusui, kambing perah dan pejantan yang
sering dikawinkan perlu ditambahkan makanan penguat dalam bentuk bubur
sebanyak 0,5 - 1 kg/ekor/hari.

4. TATA LAKSANA
1) Kandang

Harus segar (ventilasi baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal
berjarak 5 meter dari rumah).

Ukuran kandang yang biasa digunakan adalah :


Kandang beranak : 120 cm x 120 cm /ekor
Kandang induk : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang anak : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang pejantan : 110 cm x 125 cm /ekor
Kandang dara/dewasa : 100 cm x 125 cm /ekor

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

2) Pengelolaan reproduksi

Diusahakan agar kambing bisa beranak minimal 3 kali dalam dua tahun.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Kambing mencapai dewasa kelamin pada umur 6 s/d 10 bulan, dan
sebaiknya dikawinkan pada umur 10-12 bulan atau saat bobot badan
mencapai 55 - 60 kg.
b. Lama birahi 24 - 45 jam, siklus birahi berselang selama 17 - 21 hari.
c. Tanda-tanda birahi : gelisah, nafsu makan dan minum menurun, ekor
sering dikibaskan, sering kencing, kemaluan bengkak dan mau/diam bila
dinaiki.
d. Ratio jantan dan betina = 1 : 10

Saat yang tepat untuk mengawinkan kambing adalah :


a. Masa bunting 144 - 156 hari (± 5 bulan).
b. Masa melahirkan, penyapihan dan istirahat ± 2 bulan.

3) Pengendalian Penyakit
a. Hendaknya ditekankan pada pencegahan penyakit melalui sanitasi
kandang yang baik, makanan yang cukup gizi dan vaksinasi.
b. Penyakit yang sering menyerang kambing adalah: cacingan, kudis
(scabies), kembung perut (bloat), paru-paru (pneumonia), orf, dan
koksidiosis.

4) Pasca Panen
a. Hendaknya diusahakan untuk selalu meningkatkan nilai tambah dari
produksi ternak, baik daging, susu, kulit, tanduk, maupun kotorannya. Bila
kambing hendak dijual pada saat berat badan tidak bertambah lagi (umur
sekitar 1 - 1,5 tahun), dan diusahakan agar permintaan akan kambing
cukup tinggi.
b. Harga diperkirakan berdasarkan : berat hidup x (45 sampai 50%) karkas x
harga daging eceran.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5. CONTOH ANALISA USAHA TERNAK KAMBING


1) Pengeluaran
a. Bibit
- Bibit 1 ekor pejantan = 1 x Rp. 250.000,- Rp. 250.000,-
- Bibit 6 ekor betina = 1 x Rp. 200.000,- Rp. 1.200.000,-
Total Rp. 1.450.000,-
b. Kandang Rp. 500.000,-
c. Makanan Rp. 200.000,-
d. Obat-obatan Rp. 100.000,-
Total Pengeluaran Rp. 2.250.000,-

2) Pemasukan
a. Dari anaknya
Jika setelah 1 tahun, ke 6 produk menghasilkan 2 ekor, jumlah kambing
yang bisa dijual setelah 1 tahun = 12 ekor.
Jika harga tiap ekor Rp. 150.000,- maka dari 12 ekor tersebut akan
dihasilkan : 12 x Rp. 150.000,- = Rp. 1.800.000,-
b. Dari induk
Pertambahan berat induk 50 gram per ekor per hari, maka setelah 2 tahun
akan dihasilkan pertambahan berat : 7 x 50 gr x 365 = 127,75 kg.
Total daging yang dapat dijual (7 x 15 kg) + 127,75 kg = 232,75 kg.
Pendapatan dari penjualan daging = 232,75 kg x Rp. 10.000,-=
Rp.2.327.500,-

c. Dari kotoran :
Selama 2 tahun bisa menghasilkan ± 70 karung x Rp. 1.000,- = Rp.
70.000,-

3) Keuntungan
a. Masuk:Rp.1.800.000+Rp. 2.327.500+Rp. 70.000 Rp. 4.197.500,-
b. Keluar:Rp.1.450.000+Rp.500.000+Rp.200.000+Rp.100.000 Rp. 2.250.000
c. Keuntungan selama 2 th: Rp. 4.197.500,- Rp. 2.250.000 Rp. 1.947.500,-
atau Rp. 81.145,- per bulan.

6. SUMBER
Brosur Ternak Kambing, Dinas Peternakan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta
Pusat (tahun 1997).

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Peternakan, Pemerintah DKI Jakarta, Jl. Gunung Sahari Raya No. 11
Jakarta Pusat, Tel. (021) 626 7276, 639 3771 atau 600 7252 Pes. 202

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Tarwiyah

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

VAKSIN PENYAKIT TETELO (ND) PER ORAL


UNTUK AYAM BURAS EKSTENSIF

1. KELUARAN
Teknik pembuatan vaksin ND per oral

2. BAHAN
Vaksin ND per-oral, gabah, beras (nasi aron), air

3. ALAT
Ember, gelas ukur, sendok dll

4. PEDOMAN TEKNIS
1) Cara pemberian vaksin
a. Pemberian vaksin ND per-oral merupakan cara baru dalam
pemberantasan penyakit tetelo, yaitu dengan cara mencampur vaksin
dengan pakan sebagai karier vaksin
b. Vaksin ND per-oral mengandung virus ND yang tidak ganas, dan tahan
selama dua minggu pada suhu 28øC, sedangkan pada suhu 4øC vaksin
tahan berbulan- bulan.
c. Jenis vaksin yang dipergunakan adalah vaksin RIVS 2 dan RIVS 3,
dengan daya kekebalan mencapai 60 %.

2) Jenis pakan sebagai karier


a. Gabah jenis kecil dapat langsung dipergunakan sebagai karier vaksin,
sedangkan gabah jenis besar perlu direbus selama 10 menit dalam air
mendidih, kemudian diangin-anginkan, jenis ini dapat dipergunakan
sebagai karier untuk ayam dewasa.
b. Nasi aron (beras yang direbus selama 10-20 menit) setelah dingin dapat
dipergunakan sebagai karier vaksin untuk anak ayam.

3) Cara pemakaian
a. Satu vial (botol kecil) vaksin ND per-oral sebanyak 2 ml dicampur dengan
air bersih sebanyak 200 ml, kemudian disimpan dalam ember plastik.
Kemudian campurkan pakan karier tersebut sebanyak 2 kg kedalam
larutan vaksin sedikit demi sedikit dan diaduk sampai rata.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

b. Pakan yang telah dicampur dengan vaksin tersebut kemudian diberikan


kepada ayam sebanyak 200 ekor, dengan cara ditaburkan ditempat
bersih, teduh dan terlindung dari sinar matahari langsung.
c. Pakan yang telah dicampur dengan vaksin tersebut harus habis
dipergunakan dalam waktu tidak kurang dari 4 jam.
d. Vaksinasi awal dilakukan dua kali (vaksinasi pertama dan booster) dengan
interval 3 minggu. Untuk vaksinasi booster dilakukan tiga minggu setelah
vaksin pertama, selanjutnya untuk vaksin ulangan dapat dilakukan setiap
bulan (bulanan). Pemberian vaksin hendaknya dilakukan di pagi hari
sebelum ayam mendapat makanan lain

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu,
Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

You might also like