Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
dirasakan semakin mahal dan mengarah pada komersialisasi pendidikan, baik
pendidikan tinggi negeri maupun swasta. Misalnya dengan kebijakan perubahan status
beberapa perguruan tinggi negeri, seperti UI, UGM, ITB dan lain-lain menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN). Sementara secara kualitas, di bandingkan dengan
negara-negara lain mutu pendidikan tinggi di Indonesia relatif masih di urutan bawah.
Terlepas dari masalah tersebut, terdapat fenomena menarik dalam kurun waktu
dasawarsa terakhir ini, yaitu mengenai pendidikan tinggi, khususnya di bidang
kesehatan. Sejarah perkembangan pendidikan di dunia kesehatan memang sejak awal
didominasi oleh upaya pengobatan sehingga banyak dikenal umumnya di bidang medis
(kedokteran) dengan profesi-profesi medis dan paramedis, seperti dokter, perawat dan
bidan. Sejalan dengan itu, banyak muncul pendidikan yang melahirkan profesi tersebut.
Di Indonesia cukup banyak di buka fakultas kedokteran di beberapa perguruan tinggi,
akademi-akademi keperawatan dan kebidanan. Bidang kesehatan lain yang kemudian
berkembang sangat pesat saat ini adalah bidang kesehatan masyarakat. Pada tahun 1996
hanya terdapat 5 perguruan tinggi negeri yang membuka fakultas kesehatan masyarakat,
yakni UI, UNAIR, UNDIP, USU dan UNHAS ditambah 2 perguruan tinggi swasta,
yaitu perguruan tinggi Muhammadiyah di Aceh dan Jakarta. Dengan digencarkannya
paradigma baru pembangunan bidang kesehatan, yaitu paradigma sehat selanjutnya
pada tahun 1997 hingga sekarang banyak sekali pendidikan tinggi kesehatan masyarakat
dalam bentuk fakultas di bawah universitas maupun program studi di bawah fakultas
ilmu-ilmu kesehatan, fakultas kesehatan masyarakat, fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan maupun sekolah-sekolah tinggi. Sejak tahun 2003 berdiri Asosiasi Institusi
Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) yang menghimpun
berbagai pendidikan tinggi yang membuka program kesehatan masyarakat dengan
lulusan bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Data AIPTKMI (2005)
memperlihatkan jumlah Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia
sampai tahun 2005 melebihi 50 buah.
2
KIA, pemberantasan penyakit menular dan pencukupan obat esensial). Khusus di
tempat kerja atau industri muncul masalah-masalah kesehatan, diantaranya adalah
sebagai dampak dari pemakaian bahan-bahan material berbahaya, proses produksi,
limbah dan sistem kerja atau lingkungan kerja yang tidak ergonomis selalu ada dalam
bentuk gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Kita menghadapi tantangan
pembangunan kesehatan berupa transisi demografi & epidemiologi, kecenderungan
meningkatnya penyakit degeneratif, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung,
penyakit akibat gizi yang kurang seimbang, masih kurangnya perilaku hidup sehat
sebagian masyarakat, serta tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
bermutu, ancaman penyakit menular, HIV/AIDS serta dalam bentuk penyakit akibat
kerja dan penyakit yang berhubungan dengan kerja/pekrjaan. Departemen Kesehatan
telah menetapkan sasaran pembangunan kesehatan yang mencakup lingkungan sehat,
perilaku sehat, pemberdayaan masyarakat, peningkatan upaya kesehatan, perbaikan gizi
masyarakat, meningkatkan sumber daya kesehatan, pengawasan obat, makanan & bahan
berbahaya, peningkatan kebijakan & manajemen pembangunan kesehatan. Selain itu,
Departemen Kesehatan secara khusus juga telah menetapkan upaya kesehatan di tempat
kerja yang tercantum dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
C. Identifikasi Masalah
D. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
3
PEMBAHASAN
4
industri dan lain-lain. Struktur pendidikan bidang ilmu kesehatan masyarakat dapat
dikategorikan menjadi 4, yaitu program doktor, program magister, program pendidikan
sarjana kesehatan masyarakat dan program diploma (Husin, 2003). Konsep Program
Pendidikan SKM telah memiliki arah pengembangan dan landasan akademik
profesional yang mencakup paradigma kesehatan masyarakat, misi kesehatan
masyarakat, tujuan pendidikan SKM, orientasi pendidikan tinggi kesehatan masyarakat
dan kelompok ilmu dalam program SKM. SKM memiliki kemampuan profesional dan
spesifik bidang kesehatan masyarakat, yaitu:
5
mengelompokkan peran SKM menjadi 4, yaitu leader (baik dalam organisasi formal
maupun nonformal), ilmuwan (berfikir logis, curious, analits), agen pembaharu (cepat
tanggap dan proaktif terhadap permasalahan) dan sebagai pengelola program tingkat
menengah (middle level manager). Ditambahkan mengenai kompetensi SKM yang
dibutuhkann adalah kemampuan untuk memantau status kesehatan untuk
mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, kemampuan untuk menetukan
diagnosis dan menyelidiki health hazard dan health risk di masyarakat, kemampuan
untuk menyampaikan isu kesehatan, mendidik dan memberdayakan masyarakat untuk
mengatasinya, kemampuan untuk membangun kemitraan dan menggerakkan
masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan, kemampuan untuk mengembangkan
kebijakan dan rencana yang mendukung upaya kesehatan dan kemampuan untuk
menjaga diberlakukannya peraturan dan perundangan yang melindungi kesehatan.
6
konsultan, auditor dan profesi lain di bidang K3. Dilihat dari isi mata ajaran,
kompetensi SKM peminatan K3 mencakup:
7
11. Mampu memahami mengenai ruang lingkup sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja. Dibahas elemen-elemen manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja, juga metoda implementasi audit.
8
1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja.
9
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus.
14. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan
kerja.
Pada beberapa sektor industri formal berskala menengah dan besar pada
umumnya pelaksanaan kesehatan kerja sudah cukup baik yang dilakukan secara
terintegrasi dalam suatu kesisteman yang dikenal dengan Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (SMK3). Untuk usaha-usaha informal dan indsutri-industri
kecil, Departemen Kesehatan maupun Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
sudah melakukan upaya kesehatan kerja, misalnya dalam bentuk pembinaan dan
pelatihan-pelatihan serta penyusunan berbagai pedoman pelaksanaan kesehatan kerja.
Namun, diakui upaya yang telah dilakukan belum bisa menyentuh/menjangkau seluruh
usaha informal dan industri kecil yang jumlahnya cukup besar. Selain adanya persoalan
keterbatasan sumber daya manusia atau petugas dan kesadaran para pengelola usaha
dalam memperhatikan kesehatan kerja.
10
C. Peran SKM Dalam Kesehatan Kerja
Jumlah institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan SKM saat ini sangat
banyak. Potensi ini akan sangat berarti ketika kita melihat kenyataan bahwa di
Indonesia jumlah angkatan kerja adalah terbesar nomor 4 di dunia, yaitu berjumlah
sekitar 152 juta jiwa (Survey BPS 2003, untuk penduduk di atas 15 tahun) dan jumlah
industri yang cukup besar sekitar 102.000 perusahaan. Selain di perusahaan, SKM
dengan kompetensi bidang K3 juga diperlukan di instansi pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam menjalankan fungsinya membuat regulasi, melakukan supervisi,
bimbingan dan evaluasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat bidang K3, SKM
juga dapat memainkan peran di LSM-LSM bidang kesehatan yang tentunya dapat
membuat program intervensi kesehatan di tempat kerja. Hal penting untuk dicatat
adalah pentingnya pemberdayaan potensi tenaga SKM sesuai kompetensinya untuk
dapat menjadi pelaksana upaya kesehatan kerja baik bekerja langsung di perusahaan,
ditempatkan di instansi pemerintah maupun bergerak melaui LSM-LSM. Kebijakan
kesehatan kerja yang telah dikeluarkan pemerintah harus didukung oleh jejaring terkait.
Disamping pemerintah itu sendiri, juga oleh para pengusaha atau pelaku usaha dan para
11
pekerja. Kebutuhan SDM bidang kesehatan kerja selain tenaga medis dan paramedis,
seperti dokter dan perawat juga sangat dibutuhkan tenaga-tenaga yang mampu
melakukan upaya-upaya kesehatan kerja yang lebih bersifat peningkatan, perlindungan
dan pencegahan, yaitu tenaga ini adalah SKM.
Dapat digarisbawahi di sini mengenai peran SKM dalam upaya kesehatan kerja,
kita dapat melihatnya dari titik temu antara kompetensi yang dimiliki SKM khususnya
peminatan K3 dengan tujuan dan tugas pokok kesehatan kerja dan standar upaya
kesehatan kerja yang biasa diterapkan di tempat kerja dalam bentuk Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kompetensi SKM sangat sesuai sebagai bagian dari
profesi lain dalam upaya kesehatan kerja, yaitu sebagai pengelola program dan dapat
melakukan fungsinya untuk melakukan/ mengkoordinasikan langkah-langkah
identifikasi potensi bahaya kesehatan, penilaian bahaya kesehatan dan pengendalian
melalui berbagai program, pembinaan, pengawasan serta pendidikan dan pelatihan.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
2. Harrington, JM, Gill, FS, 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Alih Bahasa
Sudjoko Kuswadji. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Rahmat, Hapsara Habib, 2003. Situasi Kesehatan Global dan Regional serta
Implikasinya terhadap Kurikulum Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Makalah
Lokakarya Akademik Fikes Uhamka.
14