You are on page 1of 14

Resume TEORI HUKUM

Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali

Prof. Dr. H.r. Otje Salman. S., S.H

Anthon F. Susanto, S.H, M.Hum

BAGIAN SATU

Apakah Hukum itu ?

A. Memahami Permainan Bahasa.

Perlu cara untuk memandu sesorang agar memperoleh gambaran yang jelas
tentang apa hukum itu. Banyak literatur yang mencoba memecahkan persoalan ini,
demikian halnya dengan teori dan filsafat hukum. Keragamanan tidak harus
membingungkan, paling tidak menurut tulisan dalam buku ini akrena pada dasarnya
argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam yang dilator
belakangi oleh pendidikan serta kehidupan seharai-hari yang berbeda pula.

Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum) satu aliran pemikiran


akan bergantung pada aliran pemikiran lainnya sebagai sandaran kritik untuk
membengun kerangka teoritik berikutnya. Munculnya aliran pemikiran baru tidak
otomatis bahwa aliran atau pemikran lama ditinggalkan. Sulitnya untuk meramu
seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan yaitu :

1. Hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun)


sebagaimana kaum konstrukvitis menjelaskan, diciptakan menurut istilah
positivistic atau menggunakan bahasa kaum hermeniam ‘ditafsirkan’ sehingga
dengan demikian cara pandang seseorang tentang hukum akan ditentukan oleh
bagimana orang tersebut mengonstruksi, menciptakan atau menafsirkan mengenai
apa yang disebut hukum itu.
2. Satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang atau sudut pandang
yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain, ini merupakan ragam kelemahan
dan keunggulan masing-masing. Kondisi ini pada dasarnya memberikan
keleluasaan karena hukum akan menjadi wilayah terbuka yang mungkin saja
hailnya lebih positif.

Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum
sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam
konteksnya yang sederhana. Namun dalam sudut pandang yang paling umum
sekalipun, hukum mancakup banyak aktivitas dan ragam aspek kehidupan manusia.

B. Mengapa Pertanyaan itu penting.

Seberapa penting pertanyaan itu diajukan, terdapat alas an tertentu tetapi tentu
saja sepeerti yang dijelaskan oleh Nonet-Selznick gambaran hukum pada dasarnya
menarahkan kepada sekumpulan orang buta yang berkerumun untuk memegang
gajah. Namun pada prinsipnya devinisi hukum diharapkan mampu memberikan
penjelasan terhadap teori yang telah disusun sebagaimana dijelaskan bahwa
sebaiknya devinisi harus memiliki hubungan analitis dengan konteks teori yang lebih
luas.

Hukum adalah sebuah wilayah dimana setiap orang harus mengkonstruksi,

menciptakan atau menafsirkan (sesuatu yang artificial), barulah kemudian dia akan
mempu menjelaskan apakah hukum itu.

C. Mencari Alternatif.

Menurut Smith dalam penjelasannya bahwa hukum seyogyanya dilihat


sebagai model jaringan yang memiliki posisi atau kedudukan sederajat dengan
disiplin lain. Karena itu hukum harus memiliki kemampuan yang setara atau bahkan
lebih dari disiplin lain itu untuk menyelesaikan problem baik kedalam (ilmu itu
sendiri atau teoritis) maupun keluar (praktis atau pragmatis). Kedua, dengan
posisinya itu berarti hukum manjadi wilayah yang bersifat terbuka dan peka, artinya
hukum bukan semata-mata wilayah yang steril namun sebuah sebuah wilayah yang
bersifat multi dan interdisipliner sehingga perubahan yang terjadi dalam dunia ilmu
(pada umumnya) harus bisa dicerna (dirasakan pengaruhnya) oleh hukum, demikian
pula sebaliknya.

1. Hukum Sebagai Jaringan

Ada semacam perdebatan yang terus berlangsung dlaam ranah keilmuan


hukum, apakah hukum sebagai ilmu atau bukan, ini semacam problem filosofi yang
apabila dicarikan jawabannya akan berputar-putar seperti lingkaran tak berujung.
Sebagai bagian dari jaringan (dalam) ilmu pengetahuan, maka syarat keilmua harus
melekat didalamnya, tidak hanya itu, sebagai jaringan, ruang komunikasi harus
terbuka sedemikian rupa sehingga hukum dapat memecahkan problem bersihat lintas
disiplin.
2. Hukum Sebuah Wilayah Terbuka.

Secara teoritis maupun praktis hukum sebagai sebuah disiplin hendaknya


memiliki model analisis dan mampu menyelesaikan ragam persoalan. Sebagai
wilayah yang terbuka hukum menjadi domain bagi telaah disiplin lain, sebagaimana
deskripsi Satjipto Rahardjo bahwa ilmu hukum berkembang dari yang terkotak-kotak
menuju holistic (Teching Orders finding Disorder).

D. Pintu Masuk

Memahami hukum berarti memahami manusia, ini merupakan bukan semata-


mata gambaran secara umum tentang hukum yang ada selama ini, pandangan yang
mengarah kepada “the man behin the gun” membuktikan bahwa actor dibelakang
memegang peran yang lebih dominant dari sekedar persoalan struktur. Apabila Cicero
mengatakan bahwa ada masyarakat ada hukum, maka yang sebenarnya dia bicarakan
adalah hukum hidup ditengatengah masyarakat (manusia). Hukum dan manusia
memiliki kedekatan yang khas dan tidak dapat dipisahkan, artinya tanpa manusia
hukum tidak dapat disebut sebagai hukum. Dalam hukum manusia adalah sebagai
actor kreatif, manusia membangun hukum, menjadi taat hukum namun tidak
terbelenggu oleh hukum.

BAGIAN DUA

Teori – Apakah itu ?

A. Pemaknaan dan Kesalahpahaman.

Terdapat pemehaman bahwa istilah teori bukanlah sesuatu yang harus


dijelaskan tetapi sebagai sesuatu yang sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami
maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila tidak
berkait dengan kata yang menjadi padanannya. Ada kesimpang siuran atau tumpang
tindih dalam penggunaan istilah teori, misalnya dengan istilah ‘model,. ‘aliran’,
‘paradigma’, dogma, ‘doktrin’ dan istilah lainnya. Pada tataran tertentu pangguaan
istila ‘teori’ banyak yang tidak tepat dan asal-asalan, hanya untuk memberikan kesan
bahwa hal itu terlihat ilmiah. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengenai itu,
diantaranya :

1. Istilah teori bukan lagi makna ekslusifini yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan untuk menjelasan fenomena atau keadaan tertentu namun lebih
merupakan istilah umum yang dibicarakan oleh siapa saja.
2. Kerumitan dan sedemikian tipisnya batasan makna yang terkandung didalam
banyak peristilahan yang disebutkan diatas, sehingga menimbulkan kekeliruan
atau tumpang tindih dalam penggunaannya.
3. Merupakan hal yang penting, seberapa ketat sebetulnya setiap orang
menggunakan istilah ini dalam kajian keilmuannya artinya seberapa jauh dia
terikat untuk menggunakannya sesuai dengan pakem yang ada atau sebaliknya.

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti
“perenungan”, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani
yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dari kata dasar
thea ini pula dating ata modern “teater” yang berarti “pertunjukan” atau “tontonan”.
Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan
bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis, empiris juga simbolis. Berikut
beberapa pengertian teori secara luas :

1. Pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara
satu sama lain. Berlawanan dengan eksistensi factual dan/atau praktek.

2. Prinsip abstrak atau umum didalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu
pandangan yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana
dalam teori seni dan teori atom.

3. Model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan
gejala-gejala, sebagaimana dala teori seleksi alam.

4. Hipotesis, suposisi atau bangun yang dianggap betul dan yang berlandaskan
atasnya gejala-gejala dapat diperkirakan dan/atau dijelaskan dan yang darinya
didedukasikan pengetahuan yang lebih lanjut.

5. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan faktafakta maupun
hipotesis. Dalam bidang ilmu alam, suatu deskripsi dan penjelasan fakta yang
didasarkan atas hukum-hukum dan sebab-sebab niscaya, mengikuti konfirmasi fakta-
fakta itu dengan pengalaman dan percobaan (eksperimen). Deskripsi ini sifatnya
pasti, nonkontradiksi, dan matematis.

B. Teori dan Realitas Sebagaimana disebutkan bahwa teori senantiasa berkaitan


dengan apa yang disebut realitas. Apabila ditelaah secara historis bahwa realitas dapat

dipandang dari bebrapa sudeut pandang sebagai berikut :

1. Dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas akal
budi (ide, gagasan, esensi).
2. Realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat actual, nyata, ada
3. dan objektif yang hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme
4. intuisi dan indra.
5. Dan terakhir yaitu sebuah realitas yang muncul ketika sains dan tekhnologi
dengan kecanggihannya mampu menciptakan sebuah dunia artificial, yaitu
realitas yang tidak dapat dimasukan pada kedua relitas yang disebutkan diatas
karena telah melampaui batas realitas yang ada (hyper reality).

C. Menuju Pilihan Cara

Beberapa ahi berkeyakinan, sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah.
Hal ini (kebanyakan) didasarkan kepada pertimbangan filsafat dan logika, sedangkan
selebihnya didasarkan pada analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan tentang
teori-teori ilmiah modern.

Namun klaim (pandangan) tersebut tidak dapat diterima begitu saja, karena
sebagaimana dikatakan sebagian ilmuwan masa kini, teori ilmiah tidak dapat
dibuktikan konklusif benar atau salah dan bahwa rekonstruksi para filsuf hanya
mempunyai sedikit kesamaan dengan apa yang terjadi secara actual dalam ilmu.
Seperti pendapat Paul Feyeraben “ilmu tidak mempunyai segisegi istimewa yang
dapat menyatakan dirinya mempunyai keunggulan secara hakikat terhadap cabang-
cabang pengetahuan lain seperti mitos purba atau voodoo”.

1. Induksi dari Alam Pengalaman

Menurut pandangan ini teori ditarik secara ketat dari fakta (di alam
pengalaman) yang diperoleh melalui teknik observasi dan atau eksperimen. Dan pada
dasarnya cara penarikan teori dari alam pengalaman ini dapat disebut cara induksi.
Sebagaimana aliran Postivisme Logikal menyebutkan bahwa suatu teori tidak hanya
dibenarkan sejauh ia dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui
obsrevasi, tetapi juga dipertimbangkan mempunyai makna.

1. Deduktif Hipotesis.
Bagi pandangan ini, teori tidaklah sesuatu yang begitu saja dpaat diambil

dari hasil pengamatan (observasi) tetapi lebih jauh dari pada itu pandangan ini
menyatakan pentingnya penarikan hipotesis yaitu menyusun pernyataan logis yang
menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara
benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Karena pandanagn ini berpendpat bahwa
hipotesis dapat menolong memberikan ramalan dan menenukan fakta baru.

3. Program Riset Lakatosian.

Pandangan Imre Lakatos menjelaskan tantang usaha menganalisis teoriteori

sebagai struktur terorganisasi. Program riset Lakatosian adalah struktur yang


memberikan bimbingan untuk riset di masa depan dengan cara positif (bimbingan
garis besar yang memperlihatkan bagaiana program riset dapat dikembangkan)
maupun cara negatif (program terperinci yang menetapkan bahwa asumsi dasar yang
melandasi program itu).

4. Evolusi Kritis Thomas Kuhn.

Bagi Thomas Khun pandangan tradisonal tentang ilmu baik induktivis


maupun falsikasionis semuanya tidak mampu bertahan dalma sejarah.

Kemudian teorinya dikembangkan sebagai usaha untuk manjadikan teori tentang ilmu
lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana dilihat oleh Khun dengan menitik
beratkan peran yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologi masyarakat ilmiah.

5. Anti Fundationalis Feyerabend

Pandangan yang cukup provokatif tentang ilmu pengetahuan dijelaskan oleh

seseorang yang bernama Paul Feyerabend. Menurutnya tidak ada metodologi ilmu
yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Lebih lanjut dikatakan
olehnya bahwa mengingat kompleksitas sejarah, maka paling tidak masuk akal untuk
mengharapkan bahwa ilmu dapat diterangkan hanya atas dasar beberapa hukum-
hukum metodologi ysng sederhana.

Gagasan Feyerabend sering disebut sebagai teori anarkisme epistemelogis


yang didalamnya terdapat bentuk anarkisme yang berusaha mempertahankan
kemapanan sekaligus menyingkirkan kemapanan. Ia pembela status quo sekaligus
anti status quo, hal ini ditempuh untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan
metode-metode alternative agar manusia dapat mengambil keputusan bebas yaitu
mengatur perjuangan antara ideologi-ideologi untuk menjamin setiap individu
mempertahankan kebebasan memilih dan tidak ada ideologi yang memaksakan
kepadanya secara bertentangan dengan kehendaknya.
BAGIAN TIGA

TEORI HUKUM

A. Dua Pandangan Besar

Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang kita pahami dengan hukum
positif. Ada kajian filosofis didalam teori hukum sebagaimana dikatakan Radbruch
bahwa tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat
hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi. Sehingga akan nampak
kesulitan untuk membedakannya dengan kajian yang disebut filsafat hukum, karena
teroi hukum juga akan mempersalahkan hal mengenai :

- Mengapa hukum berlaku.

-Apa dasar kekuatan mengikatnya.

-Apa yang menjadi tujuan hukum.

- Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami, dan sebagainya.

Meski agak rumit untuk memahami semua hal diatas karena ragam teori
masing-masing memiliki cara pandangan yang berbeda, dalam tulisan ini dilihat cara
pendekatannya ada dua karakteristik besar atau pandangan besar (grand theory) yang
keduanya bertolak belakang namun ada dalam satu realitas.

1. Pandangan Pertama.

Pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangan bahwa hukum
sebagai suatu system yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang
akurat tentang konisi sistem itu sekarang, perilaku system ditentukan sepenuhnya
oleh baian-bagian yang terkecil dari sistem itu, dan teori hukum mampu menjelaskan
persoalannya sebagaiana adanya tanpa keterkaitan dengan pengamatnya. Dalam
pandangan yang pertama ini sistem digunakan secara bebas terhadap banyak hal
dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat, termasuk hukum digambarkan dalam
bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanisme dan sistem. Dalam
pandanagan ini pula berpendapat bahwa kebanyakan teori hukum berpusat

pada salah satu dari ketiga jenis sistem (sumber dasar, kandungan dasar

dan fungsi dasar)

2. Pandangan Kedua.
Pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem
yang teratur tetap merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberaturan, tidak
dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh persepsi pengamat
dalam memaknai hukum tersebut. Menurut pandangan ini teori hukum sama sekali
tidak berada pada jalur yang disebut sebagai sistem. Pandanagan ini menolak bahwa
teori hukum harus selalu bersifat sistematis dan teratur, tetapi sebaliknya dimana teori
hukum dapat juga muncul dari situasi yang disebut dengan situasi keos, keserba tidak
beraturan, atau situasi yang tidak sistematis. Yang mana semuanya itu adalah
gambaran dinamika masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

B. Teori Hukum dalam Model Hukum Menurut Black dan Dragan Milovanovich.

Donal Black menjelaskan ada dua model hukum, meskipun hal ini bukan
berarti seolah-olah hukum dipilih sedemikian rupa sehingga akan menjadi
reduksionis, akan tetapi hal ini bertujuan agar dapat mempertajam wilayah analisis
terhadap keragaman teori yang sering kali dipahami secara campur aduk, sehingga
dengan demikan wilayah itu menjadi jelas ada pada posisi mana apabila seseorang
menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Dua model menurut Donal Black yang
senada dengan pendapat Dragan Milovanovick, yaitu :

- Jurisprudentie Model.

Dalam model ini kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan

(aturan/rules). Menurut model ini proses hukum berlangsung ditata dan diatur oleh
sesuatu yang diosebut sebagai logic (logika/sistem hukum). Hukum dilihat sebagai
sesuatu yang bersifat mekanisme dan mengatur dirinya sendiri melalui rules dan
logika, dan olehkarenanya penyelesaian masalahpun disini lebih mengandalkan
kemampuan logika tadi

- Sociological Model.

Dalam model ini fokus kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini

tentu saja lebih kompleks dari sekedar hukum sebagai produk. Dalam model sosiologi
ini yang dipentingkan adalah keragaman dan keunikan dan menempatkan seseorang
sebagai penliti agar memudahkan untuk melihat proses secara utuh dengan tujuan
akhir beraksud untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada dalam realitas
sebenarnya.
C. Teori Hukum Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke.

Jan Gijssels dan Mark van Hoecke adalah dua pemikir yang ada pada ranah

pemikiran kontinental. Menurut mereka teori hukum merupakan disiplin mandiri


yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan Ajaran Hukum
Umum. Kesinambungan antara Teori Hukum dengan Ajaran Hukum Umum yaitu :

- Teori hukum sebagai lanjutan dari ajaran hukum umum memiliki obejk disiplin
mandiri, suatu tempat diantara Dogmatik Hukum disatu sisi dan Filsafat Hukum disisi
lainnya.

-Sama seperti ajaran hukum umum dewasa ini, Teori Hukum setidaknya oleh
kebanyakan dipandang sebagai ilmu a normatif yang bebas nilai, ini yang persisnya
membedakan Teori Hukum dan Ajaran Hukum

kum merupakan suatu norma dasar).

TEORI KEOS DALAM HUKUM

A. Adakah Teori Keos ?

Didalam teori Keos ini mencoba menerangkan secara lebih baik suatu tatanan
akan selalu bergerak dinamis, berubah terus menerus dan sulit diprediksi yang intinya
melihat dunia secara berbeda dan dari pandangan yang statis dan kaku yang menurut
beberapa ahli diantaranya Edward Lorenz, Benoit Mandelbrot, James Gleick bahwa
Teori Keos adalah sesuatu yang susah diprediksi dan ada dimana-mana.

B. Teori Keos Dalam Hukum

Teori Keos mulai dikenal didalam sistem hukum adalah pada akhr tahun
1980-an yang dikemukakan Charles Sampford dalam bukunya The Disorder of Law;
A Critique of Legal Theory, yang berpendapat bahwa teori hukum tidak hanya
muncul atau berasal dari suatu sistem yang sistematis tetapi dapat juga muncul dari
suatu keadaan atau kondisi masyarakat yang mana masyarakat selalu menjalin
hubungan yang tidak dapat diprediksi dan tidak sistematis (teori keos).

C. Mengapa Teori Sistem Gagal ?

Menurut Sampford, Teori sistem gagal dikarenakan bahwa masing-masing


mencakup pembentukan sistem untuk menggabungkan prestasi dari banyak
pemikiran dalam sistem itu, apakah untuk penciptaan peranan, muatan prinsip-prinsip
atau fungsi dari lembaga-lembaga. Kebanyakan hanya untuk mengejar sasaran sehari-
hari secara normal saja, tetapi hal ini tidak dapat mewakili cakupan aktivitas yang
dihasilkan oleh pemikiran lain karena aktivitas tidak dapat dilambangkan sebagai
sistematis walaupun banyak usaha untuk membuatnya jadi sistematik tetapi seperti
yang dikatakan oleh Dewey, bahwa “bekerja atas fakta” baik dengan membuat sistem
yang sesuai dengan fakta maupun dengan mengubah fakta hingga sesuai dengan
sistem dan sebagaimana konsekuensi bahwa fakta itu sendiri tidak dipandang sebagai
terorganisir dan sistematis.

D. Teori Keos Dari Jacques Derrida

Pandangan lain tentang Keos adalah menurut Derrida yaitu Dekonstruksi,

pengertiannya adalah alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun


bentuk kesimpulan yang baku. Dekonstruksi dapat juga dijadikan sebagai upaya
membalik secara terus menerus hirarkis oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa
sebagai medannya.

Derrida sebagai salah seorang pemikir post-strukturalis lebih mampu mengakomidasi


dinamika, ketidakpastian, gejolak dan kegelisahankegelisanan yang mencirikan
budaya Keos yang menurutnya kegelisahan merupakan akibat dari cara tertentu yang
diimplikasikan dalam permainan sehingga dapat menciptakan kreatif tanda dan kode-
kode yang tanpa batas dan tidak terbatas.

Dekonstruksi Derrida bagi Ilmu Hukum memberikan alternatif pemahaman teks,


yang berbeda dari model pemahaman teks yang konvensional dan formal dalam
hukum yang cendrung dianggap sesuatu yang sudah jadi yang mana gangguan kecil
yang muncul dianggap sebagai perusak yang pada akhirnya tidak dapat memberikan
jaminan kepastian teks, tetapi menurut Derrida bahwa ada dua cara penafsiran yaitu
upaya untuk merekonstruksi makna atau kebenaran awal/orisinil dan secara eksplisit
membuka pintu indeterminasi makna didalam sebuah permainan bebas sehingga
pemikiran Derrida merupakan bentuk perlawanan terhadap model penafsiran teks
yang sudah mapan, yang dalam ilmu hukum cenderung untuk ditolak, dianggap pasti
dan sudah jadi.
MENUJU PEMAHAMAN HUKUM POST – MODERNIS

A. Pesona Post – Modernis

Post – Modernis ini merupakan istilah yang kontroversial. Di salah satu pihak
istilah ini kerap digunakan dengan cara sini dan berolok-olok, baik dibidang seni dan
filsafat, yaitu dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong
atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubahan sosial
yang kini berlangsung, bahkan dalam kamus The Modern – Day Dictionary of
Received Ideas merumuskan “Post Modernis adalah kata yang tidak punya arti.

Sedangkan Post Modernisme lebih mengedepankan pandangan bahwa


berbagai lapangan dan spesialisasi ilmu merupakan strategi utama atau kesepakatan
dimana realitas dapat dibagi, terutama sebagai upaya serius untuk mencapai
kebenaran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam mencari kekuasaan.
Pandangan ini sekaligus menjelaskan sentralitas tesis Nietzsche kehendak untuk
kuasa dalam epistimologis kontemporer dimana pencaharian kebenaran selalu
diartikan membangun kekuasaan. Penekanannya terhadap sifat arbiter dari struktur
argumen dan retorika bahasa tetap merupakan bagian yang penting sebagai senjata
kritik dekonstruksi postmodernisme. Menurut Lyotard, postmodernisme lebih kepada
sebuah gagasan untuk meruntuhkan atau menolak metanarasi.

B. Teori Hukum Postmodernis

Hukum dalam dunia Postmodernis merupakan wilayah yang memiliki pesona


berbeda dengan pandangan modernitas, karena dalam dunia Postmodernis
sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang tokohnya yang paling berkibar Jean
Baudrillard, wilayah ini merupakan suatu wilayah imajinasi, wajah simulacra yang
beranak-pinak dan berekstase sedemikian rupa hingga mencapai dunia imajiner
hyperrealnya sendiri. Seluruh realitas akan digenang oleh berlapis-lapis duplikasi
simulacra sehingga tidak ada kemungkinan lagi untuk membuat semacam jarak
reflektif, inilah salah satu bentuk paradoks dan hingar bingarnya Postmodernis. Indah
namun absurd dan membingungkan.

Dapat dipastikan bahwa pengaruh Postmodernis secara fundamental hanya


melintas sebagai suatu wacana kritis dan alternatif dalam tataran teoritis mengingat
sulitnya aliran ini untuk dipahami secara utuh. Meski ilmu hukum sendiri bersifat
terbuka terhadap berbagai serangan, termasuk aliran postmodernis namun gaungnya
hanya berkisar diantara/terhadap dasar keilmuan, landasan totalisasi atau kelemahan-
kelemahan lainnya.

Ini dapat dipahami karena perbedaan fundamental teori hukum modern dan
post modernis. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa teori (hukum) modern
cenderung menjadi absolut, rasional dan menerima posibilitas penemuan kebenaran,
namun sebaliknya dengan hal itu teori post modernis cenderung menjadi relatifistik
dan terbuka kemungkinan irasionalitas karena kecenderungannya membuka
fenomena model emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal
dan lain-lain.

C. Critical Legal Studies

Ada beberapa varian dalam arus pemikiran ini, pertama, mencoba


mengintegrasikan dua paradigma yang bersaing yakni konflik dan konsensus
(Roberto M. Unger). Kedua, pemikiran Marxis yang mewarisi kritik terhadap hukum
liberal yang hanya dianggap melayani sistem kapitalis (David Kairys). Ketiga,
metode ekletis yang membaurkan sekaligus perspektif strukturalis fenomenologis dan
neo Marxis.

Gerakan studi hukum kritis meski hanya sebuah fenomena di Amerika,

percaya bahwa logika dan struktur hukum muncul dari adanya power relationships
dalan masyarakat. Kepentingan hukum hanyalah untuk mendukung kepentingan atau
kelas dalam masyarakat yang membentuk hukum tersebut. Penganut aliran ini
bermaksud membongkar atau menjungkirbalikkan struktur hierarkis dalam
masyarakat yang tercipta karena adanya dominasi, dan usaha-usaha itu akan dapat
dicapai dengan menggunakan hukum sebagai sarananya, dengan itu maka gerakan ini
tidak lagi bertumpu pada konteks dimana hukum eksis dan melihat hubungan kausal
antara doktrin dan teks dengan realitas.
mata hanya berbicara tentang persoalan hukum negara tetapi lebih jauh

memahami konteks yang realistis dari upaya pembangunan hukum yang

lebih terarah.

You might also like