You are on page 1of 13

KATA PENGANTAR

Masalah perekonomian merupakan masalah yang tiada batasnya. Indonesia merupakan


salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan India yang tetap tumbuh positif saat
Negara lain terpuruk akibat krisis finansial global. Ini merupakan suatu prestasi dan
optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia. Dengan kondisi ini, pemerintah
mengadakan Asean-China Trade Agreement (ACFTA) guna menghadapi persaingan global.
Makalah ini disusun untuk membahas mengenai dampak ACFTA terhadap
perekonomian Indonesia. Namun, selain itu penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih atas pihak-pihak yang
terkait yang telah memberikan dukungan dan dorongan dalam bentuk apapun sehingga dapat
terlaksananya penyusunan makalah ini. Semoga makalah in dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berterima
kasih atas saran dan kritik yang membangun agar dalam penyusunan makalah yang
selanjutnya dapat lebih disempurnakan. Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih.

Penyusun

Leni Dewi Anggraeni

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

Pendahuluan 3

ISI :

Bab I Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi ACFTA 5

Bab II Absennya Strategi Indonesia Untuk Menghadapi ACFTA 6

BAB III Dampak ACFTA Terhadap Perekonomian Indonesia 7

BAB IV Testimoni Dari Para Pelaku Ekonomi Akan Adanya ACFTA 10

Penutup 11

Daftar Pustaka 12

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persaingan global merupakan momok yang mengerikan bagi para pengusaha industri
terutama industri menengah dan kecil. Dengan adanya ACFTA, hal in menjadi monster yang
menyeramkan. Permasalahan ekonomi kerap kali muncul mengenai berbagai pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang semakin beragam dan meningkat. Maka dari itu, dampak akan
perekonomian Indonesia adanya perjanjian AFTA-China harus lebih diperhatikan. Hal ini
perlu adanya solusi, pemikiran dan sikap/ mental yang harus dipersiapkan dalam menghadapi
persaingan global ini.

B. Maksud dan Tujuan


• Tujuan diadakannya penyusunan makalah in adalah guna memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia.
• Maksud dari adanya penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) menilai dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA
b) mengetahui sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi persaingan
global.
c) Menganalisis strategi persiapan Indonesia yang dilakukan sebelum
terlaksananya perjanjian ACFTA

C. ISI
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membahas mengenai :
a) BAB I Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi ACFTA; bab ini berisi mengenai
langkah-langkah yang dilakukan Indonesia sebelum terlaksananya Perjanjian
Pasar global-China sebelum awal Januari 2010.
b) BAB II Absennya Strategi Indonesia dalam menghadapi ACFTA; dalam bab ini
dibahas mengenai kelemahan strategi Indonesia sebagai bentuk dari
ketidaksiapan Indonesia untuk bersaing dengan negara China.
c) BAB III Dampak ACFTA terhadap Perekonomian Indonesia; dalam pembahasan kali
ini penulis menganalisa mengenai dampak positif dan negatif dari adanya
ACFTA.

3
d) BAB IV Testimoni dari para pelaku Ekonomi terhadap adanya ACFTA; bab ini
menjelaskan mengenai pendapat para produsen, pakar ekonomi dan pihak yang
terkait akan perekonomian Indonesia.
D. Metode Penelaahan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode pustaka, berbagai
referensi dari artikel koran serta pencarian situs website.

4
BAB I
PERSIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ACFTA

ACFTA merupakan salah satu bentuk kerja sama liberalisasi ekonomi yang banyak
dilakuakn Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini. Awal januari 2010 muai pemberlakuan
mengenai Asean China Free Trade Agreement. Ini merupakan perang mutu, harga, kuantitas
akan suatu pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China. Mengapa China?
Seperti yang kita ketahui, harga barang produksi China relatif murah dan diminati konsumen
Indonesia. Hal in itidak terlepas dari kualitas barang yang dihasilkan oleh China. Dengan
adanya fenomena ini, Indonesia perlu mempersiapkan tim yang diharapkan mampu memberi
kontribusi positif memperkuat daya saing global.
Pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi
Indonesia (Apindo) membetuk tim bersama ASEAN-China Free Trade Agreement. Tim ini
berperan menampung keluhan terkait hambatan pengusaha menghadapi pelaksanaan ACFTA
yang dimulai awal Januari 2010. Tim yang dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian,
Deputi Menko (Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan) Edi Putra ini menyoroti
kebijakan, potensi gangguan ekspor impor dan pemanfaatan peluang.
Dengan adanya tim ini dapat dipantau perbandingan seberapa besar kekuatan barang
kompetitor. Keluhan-keluhan dari para pengusaha bisa dipakai untuk mengidentifikasi
berbagai masalah yang perlu ditangani demi memperkuat daya saing industri nasional di ajang
kompetisi ACFTA. Namun, pada kenyataannya, pembentukan tim tersebut kurang cukup
membantu dalam menghadapi persaingan global. Hal ini dikarenakan masih minimnya daya
saing produk Indonesia yang menjadi tombak perekonomian. Banyak faktor yang
menentukan tinggi rendahnya daya saing. Salah satunya adalah peran dari strategi
perdagangan dan industri. Tanpa strategi industri dan perdagangan, suatu negara tidak
mungkin membangun industri yang kompetitif dan produktif.
Apabila dilihat dari daya saing produk industri, indonesia masih minim dalam
menghadapi persaingan, sedikitnya ada 14 sektor usaha yang harus dirundingkan ulang
(renegoisasi) untuk penangguhan keikutsertaan dalam ACFTA selama 2-5 tahun kedepan

5
(Media Indonesia, edisi 19 Januari 2010). Maka dari itu, kalangan industri harus melakukan pembenahan
karena persaingna terbuka tidak bisa dihindari.

BAB II
ABSENSINYA STRATEGI INDONESIA

Strategi merupakan hal pokok yang harus dilaksanakan oleh setiap kompetitor. Cara
menghadapi persaingan yang tepat dan efisien diperlukan guna memenangkan persaingan
bebas. Namun, pada kenyataannya Indonesia absen strategi dibandingkan dengan China. Hal
ini dapat kita lihat dari 4 aspek, yakni sebagai berikut :
1) sebagai pusat industri di dunia, pemerintah China memilih untuk memprioritaskan
penyediaan listrik murah. Listrik merupakan faktor penting untuk menciptakan daya
saing dan menarik investasi. Karena itu dalam penyediaan listrik, China memilih
memanfaatkan batu bara yang melimpah. Sedangkan di Indonesia, rendahnya daya tarik
industri manufaktur, antara lain akibat kegagalan PLN menjaga pasokan listrik dan
tingkat harga. Tingginya biaya produksi terjadi karena PLN tidak mendapat dukungan
pasokan energi murah baik batu bara maupuan gas dari pemerintah. Padahal Indonesia
memiliki kekayaan energi alam yang tidak kalah jika dibandingkan dengan China.
Tetapi Indonesia lebih memilih menjadikan batu bara dan gas sebagai komoditas ekspor,
bukan modal untuk membangun Industri. Demikian juga pada pengolahan timah, China
tidak menjadikan komoditas ekspor yang didasarkan pada visi dan strategi China untuk
membangun struktur industri elektronik yang deep dan kompetitif. Sedangkan Indonesia
dibiarkan untuk diolah negara lain.
2) Dalam kebijakan keuangan, kegigihan China untuk tetap menjga nilai tukar yang
lemah dilakukan sesuai strategi untuk menjaga daya saiang produk industri. Bahkan
pada saat krisis, China membantu negara lain lewat special credit facility yakni
memberikan kemudahan pembayaran bagi importir yang dilakukan untuk menjaga
permintaan produk China. Sedangkan kebijakan Indonesia untuk memilih nilai tukar
rupiah yang kuat juga telah menggeruk daya saing berbagai produk ekspor. Tanpa
strategi industri, pilihan kebijakan fiskal dan moneter akhirnya memang tidak terarah
dan akhirnya meguntungkan sektor keuangan daripada riil.

6
3) Dalam hal sumber daya energi, Indonesia hanya memiliki industri perakitan (hulu)
untuk produk elektronika dan produksi. Namun, berbeda dengan China, dalam
membangun industri elektronika yang terintegrasi mulai dari pembangunan industri
pendukung dengan mengolah bahan baku.

BAB III
DAMPAK ACFTA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Dalam hal ini, terdapat dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA yang diberlakukan
oleh Indonesia.
a) Dampak Negatif
Pertama: serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran
sektor-sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah
mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industri pengolahan mengalami
penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke
depan penanaman modal di sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$ 5
miliar yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM
(industri kecil menegah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian
tahun 2008 mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari
jumlah tersebut, 85% di antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
persaingan dengan produk dari Cina (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).

Kedua: pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang
sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari
produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja. Sebagai
contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga
25%. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat
Usman, selisih 5% saja sudah membuat industri lokal kelabakan, apalagi perbedaannya
besar (Bisnis Indonesia, 9/1/2010). Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha
lokal untuk bertahan hidup adalah bersikap pragmatis, yakni dengan banting setir dari
produsen tekstil menjadi importir tekstil Cina atau setidaknya pedagang tekstil.

7
Sederhananya, “Buat apa memproduksi tekstil bila kalah bersaing? Lebih baik impor
saja, murah dan tidak perlu repot-repot jika diproduksi sendiri.”

Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun 2010. Misal, para pedagang jamu
sangat senang dengan membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganya
murah dan dianggap lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya,
produsen jamu lokal terancam gulung tikar.

Ketiga: karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.
Segalanya bergantung pada asing. Bahkan produk “tetek bengek” seperti jarum saja
harus diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-
sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka
apalagi yang bisa diharapkan dari kekuatan ekonomi Indonesia?

Keempat: jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana mungkin produk-produk
Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar ASEAN dan Cina? Data
menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004
hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesia
mencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin
berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai
tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yang
memang sedang “haus” bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan
ekonominya.

Kelima: peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar
nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangan
kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2
juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka di
Indonesia mencapai 8,96 juta orang.

b) Dampak Positif dari adanya ACFTA


Pertama: ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari
investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang
tidak menjadi peserta ACFTA

8
Kedua : dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. Hal ini di
motivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun
para importir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas
sumber yang diproduksi

Ketiga : ACFTA akan berpengaruh positif pada proyeksi laba BUMN 2010 secara
agregat. Namun disamping itu faktor laba bersih, prosentase pay out ratio atas laba juga
menentukan besarnya dividen atas laba BUMN. Keoptimisan tersebut, karena dengan
adanya AC-FTA, BUMN akan dapat memanfaatkan barang modal yang lebih murah
dan dapat menjual produk ke Cina dengan tarif yang lebih rendah pula ( pemaparan Menkeu Sri
Mulyani dalam Rapat Kerja ACFTA dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Rabu (20/1).

Porsi terbesar (91 persen) penerimaan pemerintah atas laba BUMN saat ini berasal dari
BUMN sektor pertambangan, jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi. BUMN
tersebut membutuhkan impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat menjual
sebagian produknya ke pasar Cina.

9
BAB IV
TESTIMONI ACFTA

Dengan adanya ACFTA terjadilah Pros dan cons diantara para pelaku ekonom, maka dari itu
terdapat beberapa testimoni mengenai ACFTA yang berdampak bagi perekonomian
Indonesia.

1) Ketua Komisi VI DPR F-Partai Golkar, Airlangga Hartarto :


“Kita minta kepada pemerintah secepatnya membuat kebijakan yang tepat untuk menyambut
ACFTA, karena kita paham tak semua sektor riil itu siap menghadapi ACFTA, jadi memang
ada beberapa yang belum siap, bahkan tak siap,” katanya,.

2) Jakarta, 19 Januari 2010 (Business News) :


”Dengan dibukanya perdagangan ASEAN - China Free Trade Agreement (AC-AFTA) cukup
mengerikan bagi Indonesia”, ujar Benny A. Kusbini selaku Ketua Harian Dewan Hortikultura
Indonesia, dalam perbincangannya dengan Business News, Senin (19/1) mengatakan, sebab
tanpa ada FTA saja, produk China sudah banyak melanglang buana di Indonesia.

3) Harga menentukan kualitas begitu bukan pak Erias, “You Get What You Pay For”.
Barang2 China mungkin cocok untuk masyarakat kita yang daya belinya rendah, sedangkan
dengan harga dan kualitas produk lokal yang tinggi bisakah kita “menggempur” pasar luar
yang memang memiliki selera tinggi? (Herdy FN, mahasiswa Trisakti)

4) Uki Masduki Mahasiswa STIE Ahmad Dahlan, Jakarta :


Dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas dengan negara-negara lain, Indonesia
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Bukan karena

10
dilatarbelakangi ketakutan terhadap dampak trade diversion, yaitu ketakutan
kehilangan potensi ekspor ke negara tertentu. Dengan jumlah penduduk China yang
besar dan tingkat tarif relatif rendah, ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk
memasuki pasar Negeri Tirai Bambu itu.

PENUTUP

Kesimpulan
1) ACFTA merupakan ajang persaingan global dalam bidang produksi barang maupun
jasa yang diadakan sesuai dengan perjanjian Indonesia dan China pada awal januari
2010.
2) Kalahnya strategi persaingan bangsa Indonesia terhadap China mendominasi
perekonomian semakin terpuruk. Sikap pesimisme para produsen indonesia mewarnai
perang industri ini dan dijadikan estimasi Indonesia untuk kalah bersaing.
3) ACFTA dipandang terlalu agresif untuk melakukan liberalisasi ekonomi Indonesia
yang menjadikan keterpurukan Indonesia semakin dalam.
4) ACFTA menimbulkan dampak Positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia.
Namun hal ini tidak bisa dipungkiri dampak negatif dari adanya ACFTA mendominasi
akan keterpurukan perekonomian Indonesia yang menjadi Bom Bunuh Diri bagi industri
negara ini.

Saran
1) Pemerintah sepatutnya melakukan langkah antisipatif untuk memberikan kesempatan
industri lokal berkembang, peningkatan kapasitas terpasang di seluruh cabang industri
manufaktur, deregulasi perizinan, perbaikan infrastruktur listrik, jalan, dan pelabuhan,
serta akses intermediasi perbankan yang menarik bagi investor dan peduli terhadap
Market Domestic Obligation (MDO).
2) UKM (usaha kecil menengah) perlu ditingkatkan guna memajukan daya saing produk
yang semakin ketat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan keringanan
terhadap para wirausahawan dalam memperoleh kredit usaha.

11
3) Pemerintah harus tetap konsisten dengan kewajiban penggunaan bahan baku lokal
untuk berbagai sektor infrastruktur

DAFTAR PUSTAKA

- Koran Media Indonesia, edisi senin 21 Desember 2009


- Koran Media Indonesia, edisi senin 28 Desember 2009
- Koran Media Indonesia, edisi Selasa 19 Januari 2010-01-20
- Koran KOMPAS, edisi Rabu 30 Desember 2009
- Situs www.bataviase. Com
- Situs www.okezone.com
- Situs pencarian www.google.com
- Situs www.Inilah.com
- Berbgai macam Blog

12
13

You might also like