You are on page 1of 2

METODE ILMIAH DALAM ILMU PENGETAHUAN

http://teorionline.wordpress.com

Metode ilmiah merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu


pengetahuan. Metode ilmiah dianggap merupakan metode terbaik untuk
mendapatkan pengetahuan karena metode ini menggunakan pendekatan yang
sistematis, objektif, terkontrol, dan dapat diuji, yang dilakukan melalui metode
induktif maupun deduktif. Beberapa metode lain yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan selain metode ilmiah adalah melalui intuisi, rasionalisme, dan empiris.

Beberapa perbedaan metode ilmiah dengan non ilmiah menurut Shaugnessy dan
Zechmeister (dalam Liche Seniati, dkk, 2005:10) antara lain :

Aspek NON ILMIAH ILMIAH


Pendekatan Intuitif Empiris
masalah
Konsep/Teori Ambigu dengan arti yang Jelas, operasional dan
berlebihan spesifik
Hipotesis Tidak dapat dibuktikan Dapat dibuktikan
Observasi gejala Tidak terkontrol, Sistematis , terkontrol
seadanya
Alat Ukur Tidak akurat Akurat, tepat, sesuai
Pengukuran Tidak Valid dan reliabel Valid dan reliabel
Kontrol Tidak ada Selalu dilakukan
Pelaporan Hasil Bias, Subjektif Tdk Bias, Objektif
Penelitian
Sikap Peneliti Apa adanya Kritis, Skeptis, mencari
bukti
Sifat Penelitian Tidak dapat diulang Dapat diulang

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari metode ilmiah
adalah empiris, teori yang jelas, operasional dan spesifik, dapat dibuktikan,
sistematis, alat ukur disesuaikan, perhatian terhadap validitas dan reliabilitas,
objektif, sikap peneliti yang cenderung kritis dan mencari pembuktian, dan dapat
diulang.

1. Empiris menekankan bahwa setiap pernyataan harus dapat dibuktikan.


Artinya, suatu penjelasan dianggap benar jika sesuai dengan pengalaman
atau observasi. Secara sederhana, empirisme akan selalu sesuai dengan
kenyataan karena kenyataan selalu dapat dialami dan diobservasi. Misalnya
pernyataan ”Langit Mendung Sebentar Lagi Akan Hujan”. Pernyataan ini
didasarkan pada pengalaman terdahulu yang dapat diobservasi atau dialami
semua orang.
2. Teori yang jelas, operasional dan spesifik artinya bahwa teori-teori yang
digunakan haruslah jelas, operasional (dapat diukur) dan spesifik. Misalnya
motivasi yang didefinisikan oleh Robbins sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannya.
Selanjutnya, motivasi ini dioperasionalisasi ke dalam lima dimensi (misalnya :
kerja keras, orientasi masa depan, tingkat cita-cita tinggi, ketekunan, usaha
untuk maju). Dari lima dimensi ini kemudian dijelaskan lagi secara spesifik
dalam bentuk indikator.
3. Hipotesis yang dapat dibuktikan artinya hipotesis (dugaan sementara) yang
diajukan oleh peneliti harus dapat dibuktikan melalui suatu pengujian
hipotesis yang metode / teknik nya disesuaikan dengan jenis penelitian, jenis
data, dan berbagai aturan dalam pengujian hipotesis ilmiah.
4. Observasi yang terkontrol artinya setiap tindakan observasi yang dilakukan
terkontrol secara ketat dan sistematis. Misalnya penelitian tentang pengaruh
motivasi terhadap hasil belajar. Adanya kontrol yang ketat ini untuk
meminimalisir pengaruh variabel lain (misalnya : Inteligensia) dengan cara
memperhatikan homogenitas subjek penelitian atau subjek diambil dengan
karakteristik yang relatif homogen baik dalam hal IQ, Usia, dll.
5. Alat ukur atau instrumen yang digunakan haruslah tepat. Misalnya untuk
mengukur motivasi belajar maka instrumen yang digunakan dapat berupa
angket atau lembar observasi, dll.
6. Perhatian terhadap validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ilmiah, validitas
dan reliabitas merupakan pra-syarat penelitian. Salah satu penelitian yang
mengalami kritikan karena aspek validitas dan reliabitas ini adalah penelitian
mengenai Emotional Quotient oleh Goleman. Salah satu ahli yang
mengkritiknya adalah Stolzt (penggagas teori AQ / Adversity Quotient) yang
menganggap bahwa EQ tidak didasarkan pada standar pengukuran yang valid
dan metode yang jelas untuk mengukurnya.
7. Bersikap kritis, skeptis dan mencari pembuktian. Dari sisi peneliti, sikap kritis,
skeptis dan mencari pembuktian merupakan salah satu orientasi penelitian
ilmiah. Artinya, seorang peneliti tidak boleh menerima begitu saja penjelasan
dari hasil penelitian orang lain dan tetap mengembangkan berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian, metode ilmiah selalu
terbuka untuk menerima pendapat yang berbeda dan setiap pendapat
terbuka untuk diuji ulang. (seperti keraguan Stolzt pada poin 6 di atas).

Dirangkum dari :
Liche Seniati, dkk. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta : Indeks.

You might also like