Professional Documents
Culture Documents
Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
YOS MERIZAL
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
ABSTRAKSI
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh Jumlah tamatan pendidikan SMU (X1),
Tingkat Upah Minimum Kabupaten (UMK) per bulan (X2), Kesempatan Kerja (X3)
terhadap Jumlah Pengangguran Terdidik (Y) di Kabupaten Semarang.
Data yang digunakan adalah data time series berupa data sekunder dengan jangka waktu
16 (enam belas) tahun dari tahun 1991-2006. Uji analisis yang digunakan adalah regresi
linear berganda dengan menggunakan uji statistik parsial (uji t) dengan derajat keyakinan
95 persen. Dilakukan Uji F dan diukur dengan Uji R2 (uji determinan). Disamping itu
juga dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik berupa uji multikolinearitas, autokorelasi,
heterokedastisitas dan normalitas.
Hasil penelitian ini telah menggunakan hipotesis bahwa apabila jumlah tamatan SMU
(X1) naik maka akan menurunkan Jumlah pengangguran terdidik (Y). Apabila tingkat
UMK/Upah Minimum Kabupaten (X2) naik maka akan menurunkan Jumlah
pengangguran terdidik (Y). Apabila jumlah kesempatan kerja (X3) naik maka akan
menurunkan Jumlah pengangguran terdidik (Y).
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan ini adalah bahwa kenaikan tenaga
terdidik akan tidak mempengaruhi kenaikan angka pengangguran terdidik Tingkat
perubahan UMK tidak mempengaruhi perubahan angka pengangguran terdidik meski
tidak konsisten dengan teori oleh karena itu angka pengangguran terdidik di Kabupaten
Semarang dipengaruhi oleh besar kecilnya UMK. Kesempatan kerja tidak mengalami
peranan penting dalam mempengaruhi peningkatan atau penurunan angka pengangguran
terdidik
Kata Kunci : Jumlah tamatan pendidikan SMU (X1), Tingkat Upah Minimum Kabupaten
(UMK) per bulan (X2), Kesempatan Kerja (X3), Jumlah Pengangguran
Terdidik (Y)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita
penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang (Lincolin Arsyad, 2001). Tujuan
mempunyai kemampuan sumber daya manusia yang cukup untuk dikembangkan dan di
seperti perkembangan jumlah angkatan kerja yang pesat namun tidak diikuti tersedianya
lapangan pekerjaan yang cukup. Kendala lain yang merupakan kendala pokok di bidang
ketenagakerjaan yaitu, penawaran tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau
kualifikasi yang dituntut oleh pasar tenaga kerja, meskipun permintaan sangat tinggi,
sehingga timbul angka pengangguran yang tinggi. Sejalan dengan pembangunan ekonomi
nasional, maka adanya kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja dan
Kuncoro, 2004)
perhatian pemerintah daerah. Pemerintah daerah baik Kota maupun Kabupaten dalam
sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan. Untuk
meningkatan kualitas subser daya manusia, tamatan pendidikan, tingkat upah dan
formal dari penduduk suatu negara. Semakin tingginya tamatan pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula kemampuan kerja (the working capacity) atau produktivitas
seseorang dalam bekerja. Pendidikan formal merupakan persyaratan teknis yang sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kesempatan kerja. Selain itu, tingkat upah juga
memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semakin
tinggi tingkat upah maka semakin tinggi pula kemampuan untuk meningkatkan kualitas
seseorang.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui tamatan pendidikan dan tingkat upah
pekerjaan formal. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kualitas seseorang (tenaga kerja)
maka peluang untuk bekerja semakin luas. Pada umumnya untuk bekerja di bidang
(tenaga kerja) berkualitas, profesional dan sehat agar mampu melaksanakan tugas-tugas
Dewasa ini di Kabupaten Semarang setiap tahun, jumlah tamatan pendidikan SMU
semakin meningkat, dan tidak diikuti tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai.
Jumlah tamatan SMU di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
TABEL 1.1
di Kabupaten Semarang
Pada Tabel 1.1 bahwa jumlah tamatan pendidikan formal khususnya SMU dan Perguruan
Tinggi setiap tahunnya rata-rata mengalami kenaikan, kecuali pada tahun 1994, 1998 dan
2001 untuk jumlah tamatan SMU serta pada tahun 1995, 2001 dan 2006 untuk jumlah
tamatan Perguruan Tinggi. Dapat dilihat bahwa di Kabupaten Semarang ini rata-rata
kenaikan jumlah tamatan SMU sebesar 7,79 setiap tahunnya. Sedangkan untuk jumlah
terdidik atau sumber daya manusia pada daerah tersebut. Semakin tinggi tamatan
pendidikan maka semakin tinggi pula keinginan untuk bekerja. Dengan kata lain,
semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK). Dimana TPAK merupakan perbandingan antara angkatan kerja
Tingkat upah dari setiap tenaga kerja selalu berbeda. Suatu kunci terhadap perbedaan
tingkat upah terletak pada kualitas yang sangat berbeda diantara tenaga kerja (Samuelson,
1993: 280). Perbedaan kualitas ini disebabkan oleh pembawaan mental, kemampuan
fisik, jumlah tamatan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman. Penyebab yang paling
berpengaruh yaitu tamatan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman seseorang. Setiap
orang berbeda dalam kemampuan dan kontribusinya bagi pendapatan yang diterima oleh
perusahaan. Semakin tinggi kualitas seseorang maka akan semakin besar kontribusinya
bagi perusahaan, sehingga upah yang diterima juga semakin besar. Tingkat upah terendah
yang diberikan oleh perusahaan adalah tingkat upah minimum. Tingkat upah minimum
merupakan tingkat upah bagi tenaga kerja yang ditentukan oleh pihak perusahaan
(Pengusaha), serikat pekerja dan pemerintah kabupaten, yang tiap tahunnya mengalami
TABEL 1.2
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa tingkat Upah Minimum Kabupaten Semarang
terus meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan sebesar 19,75 persen. Dengan
adanya kenaikan UMK tiap tahunnya menunjukkan bahwa kebutuhan hidup manusia juga
Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia dilanda krisis yang berkepanjangan. Hal ini
angka pengangguran yang semakin meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat
ada yang mempunyai inisiatif untuk membuat lapangan pekerjaan sendiri. Akan tetapi
untuk melaksanakan hal tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit, jadi tetap ada
banyak orang yang menganggur. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat masa kini
lebih memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidangnya (ilmu yang diperoleh),
dengan anggapan bahwa lebih baik bekerja dari pada tidak bekerja. Berikut jumlah
Tabel 1.3
Dari Tabel 1.3 tersebut dapat kita lihat bahwa jumlah kesempatan kerja rata-rata
mengalami kenaikan tiap tahunnya, kecuali pada tahun 1993, 1999, 2000 dan 2002
mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,81 persen, 2,97 persen, 3,6 persen dan
0,15 persen. Jumlah kesempatan kerja di Kabupaten Semarang ini rata-rata mengalami
Kemajuan perekonomian negara yang diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, telah
Hampir semua ahli ekonomi menduga bahwa pengangguran banyak dipengaruhi oleh
Sedangkan ahli sosial mempunyai dugaan bahwa disamping variabel ekonomi, terdapat
dimana meliputi tamatan pendidikan dan jenis pendidikan. Hal tersebut diduga
Pada tabel di bawah ini tertulis jumlah pengangguran terdidik di Kabupaten Semarang:
Tabel 1.4
Pada Tabel 1.4 di atas terlihat bahwa pengangguran terdidik semakin meningkat tiap
tahunnya dimana pada tahun 1997 dan 2000 mengalami kenaikan yang sangat besar dari
tahun sebelumnya yaitu sebesar 63,14 persen dan 35,89 persen. Rata-rata kenaikan
jumlah pengangguran terdidik di Kabupaten Semarang ini mencapai 6,95 persen tiap
tahunnya. Pengangguran terdidik di sini dimaksudkan yaitu tamatan SMU dan Perguruan
cukup besar pada pengangguran. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan antara Tabel 1.1
dan 1.4 bahwa rata-rata lebih dari separuh tamatan SMU dan Perguruan Tinggi
menganggur tiap tahunnya. Untuk tamatan SMU tidak semuanya bisa mengenyam
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan tidak adanya biaya, jadi para
tamatan SMU lebih memilih untuk bekerja. Padahal kenyataan yang terjadi bahwa
lapangan pekerjaan yang tersedia tidak cukup untuk menampung mereka. Selain itu para
tamatan SMU terkadang merasa cukup tinggi tingkat pendidikannya sehingga enggan
untuk mengerjakan pekerjaan kasar, jadi mereka lebih cenderung memilih untuk
menganggur dan mencari pekerjaan yang cocok bagi dirinya. Sedangkan untuk tamatan
Perguruan Tinggi juga banyak yang menganggur dikarenakan persaingan dunia kerja
semakin ketat. Tidak semua tamatan Perguruan Tinggi bisa langsung bekerja. Sebagian
besar tamatan Perguruan Tinggi ingin bekerja sebagai ahli profesional/ahli dan tenaga
kepemimpinan. Padahal untuk mencapai hal tersebut, seorang tamatan Perguruan Tinggi
harus bekerja dari tingkat/level bawah dulu. Selain itu, ketidaksesuaian antara ilmu yang
diperoleh dengan pekerjaan yang diinginkan juga menjadi salah satu faktor penyebab
pengangguran tamatan Perguruan Tinggi. Karena itu, sebagian tamatan Perguruan Tinggi
lebih memilih untuk bekerja tidak sesuai dengan bidangnya daripada menganggur.
Hubungan atau pengaruh dari Variabel tersebut di ats dapat digambarkan dalam
grafik 1.1 berikut ini :
Gambar 1.1
Bertitik tolak dari semua uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan
Kabupaten Semarang.
Semarang, maka penulis membatasi masalah yaitu dengan mengambil beberapa variabel
yang mungkin berpengaruh. Antara lain variabel yang diukur melalui tingkat pendidikan
terakhir yang dimiliki, variabel yang diukur melalui tingkat UMK per bulan yang
diterima oleh tenaga kerja serta variabel yang diukur melalui kesempatan kerja.
Penelitian ini mengambil periode analisis dibatasi yakni dari tahun 1991-2006.
2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh tingkat UMK per bulan terhadap jumlah
membacanya maupun yang secara langsung terkait didalamnya. Adapun manfaat dari
1. Manfaat praktis
Berguna sebagai salah satu informasi dan atau untuk mengetahui seberapa besar
1. Manfaat teoritis
Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan serta dapat digunakan sebagai
landasan atau pangkal tolak bagi penelitian di bidang yang sama di masa yang akan
datang.
pengaruh kualitas sumber daya manusia menurut tamatan pendidikan, tingkat upah, dan
BAB I : PENDAHULUAN
mempengaruhinya yaitu disini diambil tiga variabel saja antara lain lain tamatan
Dalam hal ini berisi seputar deskripsi obyek penelitian serta penjelasan atau
pembahasan mengenai hasil analisis data dengan metode analisis yang dipakai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
1.
Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa antara pendidikan dan
pembangunan bangsa terdapat hubungan timbal balik. Jika kita ingin memajukan
pendidikan, maka proses pembangunan harus dipercepat, sebaliknya jika kita ingin
memajukan pembangunan maka harus digarap sektor pendidikan terlebih dahulu.
Pembangunan pendidikan harus dilihat secara menyeluruh yaitu dari sudut
peningkatan kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi.
1.
1.
Dalam teori ekonomi pengertian upah dilihat dari dua pihak. Pertama pihak
pengusaha, upah merupakan pembayaran atas jasa-jasa fisik atau mental yang
disediakan oleh tenaga kerja. Kedua pihak tenaga kerja, upah merupakan imbalan
jasa fisik atau mental yang diberikan pada pengusaha. Dari pengertian tersebut
maka upah berperan penting dalam menentukan permintaan dan penawaran tenaga
kerja.
Upah tenaga kerja dibedakan atas dua jenis, yaitu upah uang dan upah rill.
Upah uang adalah jumlah uang yang diterima uang yang diterima pekerja dari para
pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga fisik/mental pekeja yang digunakan
dalam proses produksi. Upah rill adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut
kemampuan upah tersebut membeli barang/jasa yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pekerja (Sukirno, 1994, 93). Untuk itu upah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah upah rill yang diterima oleh tenaga kerja perbulan.
Dalam pencapaian kesejahteraan tenaga kerja, upah memegang peranan
yang sangat penting. Pada prinsipnya sistim pengupahan adalah mampu menjamin
kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya dan mencerminkan pemberian
imbalan terhadap hasil kerja seseorang.
Gambar 2.1
Unemployment (pengangguran)
sebagai beban, karena semakin besar upah yang dibayarkan pada karyawan,
semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Dipihak lain, karyawan dan
keluarga biasanya menganggap upah sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk
uang.
misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur
dan lain-lain.
3. Masalah ketiga yang dihadapi dalam bidang pengupahan dewasa ini adalah
terbuang percuma. Akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan
biaya produksi per unit menjadi besar. Dengan demikian pengusaha tidak mampu
rendah juga. Akan tetapi rendahnya produktivitas kerja ini justru dalam banyak
hal diakibatkan oleh tingkat penghasilan, kualitas sumber daya manusia yang
rendah, tingkat pendidikan, keterampilan dan keahlian yang kurang, serta nilai
(b) Menjamin penghasilan karyawan sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat
tertentu.
Kesempatan kerja dapat diartikan sebagai daya serap dari penduduk yang
berusia kerja dan telah masuk dalam angkatan kerja yang benar-benar telah bekerja,
dinyatakan dalam bentuk jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Employment.
Istilah Employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata To Employ yang berarti
menggunakan dalam suatu proses atau mempekerjakan, usaha memberikan
pekerjaan disertai sumber penghidupan.
Dalam membahas kesempatan kerja sudah barang tentu tidak akan terlepas
dari masalah kependudukan terutama penduduk yang termasuk kelompok berumur
10 tahun keatas sebagai kelompok penduduk usia kerja yang sampai saat ini masih
dijadikan konsep dasar Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam pembangunan ekonomi
nasional, Sumber daya manusia bersama-sama dengan sumber daya alam
merupakan faktor komplementer terhadap modal dan teknologi. Pembangunan
ekonomi yang mampu memberikan sumber penghidupan yang lebih baik, dimana
orang yang ingin bekerja dapat memperoleh pekerjaan sebagai sumber
penghidupannya. Dengan perkataan lain, perekonomian secara keseluruhan dapat
menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, partisipasi angkatan
kerja akan semakin meningkat pula.
1.
1.
1. Pengangguran dan Faktor-Faktor Penyebabnya
1. Pengangguran Friksional
temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada.
Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama
prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan walaupun secara teoritis jangka
1. Pengangguran Struktural
1. Pengangguran Siklikal
kerja. Pengangguran siklikal ini diukur karena tidak adanya kecukupan pada
lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran ini sangat terkait dengan perubahan
tersebut sifatnya tidak menambah tingkat produksi yang dicapai atau dilakukan
1. Pengangguran Tersembunyi
tingkat produksi.
1. Pengangguran Musiman
satu tahun, biasanya terjadi berkaitan dengan perubahan musim pada suatu
wilayah.
penduduk sehingga tenaga kerja yang ada akan berupaya untuk mencari
penawaran tenaga kerja dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja yang ada
dipasar kerja. Menurut Kaufman dan Hotchkiss (1999), pengangguran akan muncul
b. Kekakuan Upah
c. Efisiensi Upah
1.
1.
1. Teori Penawaran Tenaga Kerja
Penyediaan TK = AK = Supply TK
Dimana :
TK = Tenaga Kerja
1.
1.
1. Teori Permintaan Tenaga Kerja
Dari kurva di atas terlihat bahwa kurva permintaan terhadap tenaga kerja
bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Pada saat permintaan tingkat upah (W)
tenaga kerja yang diminta berada pada titik N. Jika tingkat upah dinaikkan menjadi
(W1) maka tenaga kerja yang diminta akan berkurang menjadi (A). Demikianlah
pula jika tingkat upah diturunkan menjadi (W2) maka tenaga kerja akan
meningkatkan permintaannya menjadi (B). Kalau kita perhatikan kurva di atas,
terlihat bahwa permintaan terhadap tenaga kerja memiliki slop yang negatif, yakni
bila tingkat upah meningkat maka permintaan akan tenaga kerja berkurang.
1. Kondisi dari permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja adalah dalam
full employment yaitu permintaan tenaga kerja sama dengan penawaran tenaga
kerja.
Dimana :
MPPL = Marginal Physical of Labor, tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha
1.
1. Penelitian Terdahulu
tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat upah rill terhadap pengangguran terdidik di
Evi Laura (1998), dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Kualitas Sumber
masih tinggi dan struktur umur yang masih muda serta penyebaran penduduk yang masih
tidak merata mempengaruhi tingkat pengangguran bagi para pemuda terdidik yang ada di
jumlah penduduk, jumlah lapangan kerja yang tersedia, tingkat pendidikan, serta tingkat
upah.
Dalam penelitiannya ternyata hanya jumlah lapangan pekerjaan dan tingkat
pendidikan saja yang signifikan mempengaruhi pengangguran sedangkan jumlah
penduduk dan tingkat upah tidak signifikan dalam mempengaruhi pengangguran karena
semakin banyak penduduk maka semakin sedikit tingkat upah yang tersisa sehingga
semakin sedikit orang yng bekerja. Penelitian ini dilakukan dengn tingkat kepercayaan 90
% dan R = 0,988.
Benlia Susanti (1997), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Upah dan
nasional, dengan cara meningkatkan kemampuan bersaing, dan menaikkan pangsa pasar
dalam dan luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Di
memperkokoh struktur ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling
lapangan kerja dan kesempatan kerja serta mendorong berkembangnya kegiatan berbagai
sektor lainnya. Dalam penelitiannya terbukti adanya hubungan uyang signifikan antara
tingkat upah dan jumlah tenaga kerja dengan produktifitas tenaga kerja. Penelitian ini
penduduk adalah pelaku dan penerima pembangunan, sehingga jika jumlah penduduk
banyak sedangkan jumlah lapangan pekerjaan tetap maka penduduk tidak akan bisa
menciptakan model yang akan menjelaskan penelitian ini. Hubungan variabel bebas
terhadap variabel terikat akan dijelaskan dalam diagram atau bagan kerangka pemikiran.
Pengaruh dari variabel bebas yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan (X1), tingkat
UMK/Upah Minimum Kabupaten (X2), dan jumlah kesempatan kerja (X3) dalam
Pengaruh dari masing-masing variabel bebas adalah negatif atau berbanding terbalik.
Lebih jelasnya dari tiap-tiap variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat
sebagai berikut :
1. Apabila tenaga kerja terdidik (X1) naik maka jumlah pengangguran terdidik (Y)
akan turun.
3. Apabila jumlah kesempatan kerja (X3) naik maka jumlah pengangguran terdidik
Penjelasan yang lebih rinci tersebut dapat digambarkan dalam bagan kerangka
Gambar 2.3
000050000000c02dc05bc05040000002e0118001c000000fb02ceff000000000000900100
0000000440001254696d6573204e657720526f6d616e0000000000000000000000000000
000000040000002d0100000400000002010100050000000902000000020d000000320a2d
0000000100040000000000ba05dc05202716001c000000fb021000070000000000bc0200
0000000102022253797374656d00000000000000000000180000000100000068992200e4
040000040000002d010100030000000000
2.4 Hipotesis
masalah yang sedang dipelajari. Hipotesis merupakan sarana penelitian yang penting dan
tidak dapat ditinggalkan karena merupakan instrumen kerja dari teori. Satuan hipotesis
selalu dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan yang menghubungkan antara dua
variabel atau lebih. Hipotesis yang dimaksud adalah suatu proporsi, kondisi atau prinsip
yang untuk sementara waktu dianggap benar dan mungkin tanpa keyakinan agar bisa
ditarik suatu konsekuensi yang logis, dengan cara ini kemudian diadakan pengujian
tentang kebenaran dengan menggunakan data empiris dari hasil penelitian (J. Supranto,
1993).
pengangguran terdidik.
2. Diduga adanya hubungan positif antara tingkat upah minimum kabupaten dan
pengangguran terdidik.
pengangguran terdidik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian memakai waktu selama sebelas tahun yaitu tahun 1991-2006, maka
periode yang diperhatikan untuk melihat perkembangan kualitas sumber daya manusia
dari segi pendidikan, tingkat upah minimum kabupaten (UMK), jumlah kesempatan kerja
dan jumlah penggangguran terdidik selama periode tersebut di atas. Agar penelitian ini
terarah dan tidak menimbulkan salah penafsiran, maka perlu dikemukakan defenisi
berdasarkan jumlah tamatan pendidikan SMU dan Perguruan Tinggi yang ditamatkan
oleh penduduk/individu berdasarkan reverensi waktu tertentu di Kabupaten Semarang,
3.1.2 Tingkat Upah Minimum Kabupaten Semarang (UMK) per bulan (X2)
dan pekerja melalui serikat pekerja yang ditentukan tiap tahun. Diambil dari data Upah
Kesempatan kerja adalah daya serap dari penduduk yang berusia kerja dan telah
masuk dalam angkatan kerja yang benar-benar telah bekerja. Satuan yang digunakan
adalah orang.
terdidik, jumlah pencari kerja yang menamatkan pendidikan formal. Disini tingkat
pencari kerja formal yang penulis gunakan adalah SMU dan Perguruan Tinggi. Satuan
Data yang digunakan di dalam skripsi ini adalah jenis data sekunder yang
berbentuk time series dengan jangka waktu enam belas tahun (1991-2006). Data-data
tersebut meliputi : jumlah tamatan pendidikan SMU dan Perguruan Tinggi di Kabupaten
Semarang, tingkat upah minimum kabupaten yang diterima oleh tenaga kerja, jumlah
Semarang.
Sumber data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah.
Data yang digunakan penulis juga bersumber dari makalah seminar, hasil penelitian
sebelumnya dan buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
Pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini
Diponegoro, Biro Pusat Statistik Jawa Tengah serta berbagai sumber penerbitan seperti
Pengumpulan data dan informasi secara langsung diperoleh melalui instansi dan
perhitungan hubungan antara peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan jumlah
pengangguran terdidik didasarkan analisa regresi berganda. Untuk menyederhanakan
Tingkat Pendidikan (X1), Tingkat Upah Minimum Kabupaten / UMK (X2), Jumlah
Kesempatan Kerja (X3). Selanjutnya akan di analisis dengan cara sebagai berikut :
1.
1.
1. Metode Analisis Regresi
variabel dependen. Fungsi persamaan yang ditulis oleh penulis terdahulu Miki Aidiment
Dengan model dobel log dengan model distribusion lag persamaan sebagai
berikut :
(3.2)
dimana :
= Konstanta
, , = Koefisien Regresi
u = Disturbance Error
Ditribusion lags ini dilakukan kerena adanya faktor autokorelasi dalam jangka panjang,
1.
1.
1. Metode Pengujian Statistik
Pengujian hipotesis ini disebut juga dengan pengujian signifikansi yang bertujuan
untuk melihat pengaruh variabel independen dengan variabel dependen, dengan cara
melakukan analisis regresi linier berganda kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS).
1.
1.
1. Pengujian t (t-test)
Yaitu untuk menguji hubungan regresi secara terpisah. Pengujian dilakukan untuk
Gujarati,1999:144) :
ttes = ………………………………………………(3.4)
Dimana :
Se = standar error
tabel coefficient dengan tingkat kesalahan sebesar 5% (α =0,05) dan derajat kebebasan
atau degree of freedom (df) sebesar (n-k) dengan ketentuan pengambilan keputusan
sebagai berikut :
• Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak (tidak signifikan).
1.
1.
1. Pengujian F (F-test)
tabel. Pengujian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh seluruh variabel
Nilai F-test atau F-hitung diperoleh dengan menggunakan model sebagai berikut
Ftest = …………………………………….(3.5)
Dimana :
k = jumlah variabel
Nilai F-hitung yang dihasilkan dari perhitungan tersebut di atas (berdasarkan tabel
ANOVA) dengan tingkat kesalahan sebesar 5 persen dan derajat kebebasan atau degree
of freedom (df) sebesar (n-k), (k-1); df1 = (k-1), df2 =(n-k) dengan ketentuan pengambilan
• Jika F-hitung < F-tabel maka hipotesa nol (H0) diterima dan hipotesa alternatif
(Ha) ditolak berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh atau tidak
• Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel
1.
1.
1. Pengujian R2
proporsi sumbangan seluruh variabel bebas terhadap naik turunnya nilai variabel tidak
Gujarati, 1999:199) :
R2 = ……………………..(3.6)
data hasil observasi (goodness of fit), dimana makin besar nilai R2 makin baik
hasil suatu garis regresi, dan sebaliknya makin kecil nilai R2 makin buruk hasil
garis regresi. Nilai R2 adalah 0 < R2 <1. jika R2 = 0 atau mendekati nol, maka
antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas tidak saling berhubungan, dan
sebaliknya apabila R2 = 1 atau mendekati satu, maka variabel bebas dan variabel
variabel tidak bebas yang diterangkan oleh model regresi atau mengukur besarnya
sumbangan dari variabel bebas terhadap naik turunnya variabel tidak bebas
tersebut. Oleh karena, dalam penelitian ini jumlah variabel independen lebih dari
1.
1. Uji Asumsi Klasik ( Second Order Test )
Persamaan yang diperoleh dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara statistik
beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi( Gujarati, 1995 ).
Koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika
korelasi kuat maka terjadi problem multikolinearitas. (Singgih Santoso, 2000: 206-
207)
varians yang sama atau tidak. Untuk mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, yaitu
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot, di mana sumbu X
1. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
2000: 210).
autokorelasi diantaranya adalah selang keyakinan menjadi lebar serta variasi dan standar
error ditaksir terlalu rendah. Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dalam regresi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mendeteksi apakah dalam suatu model regresi
1. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lain. Uji
Autokorelasi dengan melakukan Durbin Watson test dengan berbagai macam syarat
……………………………………………………… (3.7)
maka koefisien regresi bebas dari gangguan autokorelasi. Sedangkan jika angka DW
dibawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif dan jika angka DW diatas +2 berarti
terdapat autokorelasi.
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi, variabel
tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.
Untuk mendeteksi adanya Normalitas adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
BAB IV
Terdidik
sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi dan merupakan salah satu
usaha, yang terarah untuk mencapai kualitas bangsa yang tinggi, pada dasarnya
adalah melalui proses pendidikan. Hal ini tercermin pada tujuan pendidikan nasional
yakni untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan
memperketat semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
1988).
kualitas angkatan kerja. Secara umum telah terjadi peningkatan angkatan kerja di
Kabupaten Semarang menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan yang
Tabel 4.1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi angkatan kerja yang menamatkan
SMU dari tahun 1991 sampai dengan 2006 tidak selalu naik dan tidak pula selalu
turun. Pertumbuhan rata-rata pertahun 8,51 persen artinya orang yang menamatkan
pendidikan SMU naik 8,51 persen setiap tahunnya. Jumlah lulusan SMU rata-rata
adalah 4308 orang tian tahun. Dari Tabel 4.1 diatas juga dapat kita lihat bahwa
pertumbuhan rata-rata per tahun angkatan kerja yang menamatkan SMU yang paling
banyak pertambahannya adalah pada tahun 2006 yaitu sebesar 7227 orang.
Pertumbuhan tertinggi adalah tahun 1996 dengan jumlah pertumbuhan 41,80 persen.
Pada tahun 1998 pertumbuhan turun 13,58 persen, merupakan pertumbuhan yang
terendah. Proporsi angkatan kerja yang menamatkan Perguruan Tinggi dari tahun
1991 sampai dengan 2006 tidak selalu naik dan tidak pula selalu turun. Pertumbuhan
rata-rata pertahun 9,19 persen artinya orang yang menamatkan Perguruan Tinggi
naik 9,19 persen setiap tahunnya. Jumlah lulusan Perguruan Tinggi rata-rata adalah
2760 orang tiap tahun. Pertumbuhan rata-rata per tahun angkatan kerja yang
tahun 2005 yaitu sebesar 4128 orang. Pertumbuhan tertinggi adalah tahun 1998
dengan jumlah pertumbuhan 26,34 persen. Pada tahun 2001 pertumbuhan turun 5,00
persen, merupakan pertumbuhan yang terendah. Berdasarkan data ini maka secara
umum dapat dinyatakan bahwa jumlah tamatan pendidikan yang ditamatkan oleh
penurunan baik jumlah tamatan pendidikan SMU maupun tamatan Perguruan Tinggi.
Jumlah tamatan pendidikan penduduk menggambarkan tingkat ketersediaan tenaga
terdidik atau sumber daya manusia pada daerah tersebut. Semakin tinggi jumlah
tamatan pendidikan angkatan kerja maka semakin tinggi pula keinginan untuk
bekerja, dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi
pula tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk usia kerja.
Tingkat upah dari setiap tenaga kerja selalu berbeda. Suatu kunci terhadap perbedaan
upah terletak pada kualitas yang sangat berbeda di antara tenaga kerja (Samuelson,
1993; 280). Perbedaan kualitas ini disebabkan oleh pembawaan mental, kemampuan
fisik, jumlah tamatan pendidikan dan pelatihan, serta pengalaman. Penyebab yang
seseorang. Setiap petugas kepegawaian tahu bahwa setiap orang berbeda dalam
Di Kabupaten Semarang tingkat upah yang diterima oleh seseorang juga disebabkan
oleh perbedaan jumlah tamatan pendidikan yang ditamatkannya. Hal ini dapat dilihat
Tabel 4.2
1991 32000
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tahun 2006 adalah merupakan tingkat
upah minimum kabupaten (UMK) yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 515.000
sedangkan pada tahun sebelumnya 2005 adalah sebesar Rp 463.600 yang mana
berarti penambahannya adalah sebesar 11,09 persen. Sedangkan kalau kita lihat
pertambahan tingkat upah riil tiap tahunnya bertambah rata-rata sebesar 21,06
persen.
4.1.3 Pengaruh Kesempatan Kerja Terhadap Jumlah Pengangguran Terdidik
Di Kabupaten Semarang masih banyak pencari kerja yang belum bekerja karena
pendidikan yang ia miliki tidak sesuai dengan apa yang diperlukan saat ini.
Oleh karena itu banyak orang yang bekerja tidak pada bidangnya masing-masing,
mereka menganggap daripada tidak bekerja lebih baik bekerja. Karena sesuatu yang
Dari tabel 4.3 di bawah ini dapat dilihat bahwa pencari kerja sangat banyak, tetapi
pada setiap tahunnya mengalami pertambahan dan juga penurunan. Tabel 4.3 di
Tabel 4.3
Kesempatan
Pertumbuhan
Tahun Kerja (orang)
(%)
(X3)
1991 387540
Dari Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa kesempatan kerja dari tahun 1996-2006
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,78 persen setiap tahunnya. Namun jika
kita lihat pertambahan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 8,37
persen..
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa dengan banyaknya pencari kerja, namun
lapangan pekerjaan yang tersedia belum tentu bisa menempatkan para pencari kerja
tersebut sesuai dengan jumlah tamatan pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing
pencari kerja tersebut, sehingga masih banyak yang menganggur. Oleh karena itu
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah
didapat.
Terdidik
Kemajuan perekonomian negara yang diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
Hal ini pernah diduga oleh Standing (1978; 124) bahwa sebab dari pengangguran
tingkat permintaan, dan tingkat upah yang ada. Sedangkan ahli sosial mempunyai
menjadi perhatian ahli sosial adalah pendidikan. Jumlah tamatan pendidikan atau
pekerjaan tertentu.
Tabel 4.4 menunjukkan jumlah pengangguran selama periode 1991 – 2006 jumlah
pengangguran terdidik yang terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 7143.
Tabel 4.4 :
1991 2895
1992 3336 15,23
pada tamatan SMU inilah masalah angkatan kerja muncul. Sulitnya tamatan SMU
padahal lapangan kerja tidak tersedia secara luas untuk menampung mereka. Ada
kemungkinan lain dari tingginya jumlah pengangguran tamatan SMU yaitu bahwa
para tamatan SMU merasa cukup tinggi tingkat pendidikannya, sehingga enggan
mengerjakan pekerjaan kasar, mereka cenderung memilih untuk menganggur dan
Gejala umum yang terjadi adalah bahwa jumlah pengangguran pada tamatan SMU
Tinggi. Berdasarkan gambaran dari tabel 4.4 tampak bahwa ada pengaruh tingkat
Dari data dalam tabel 4.4 terlihat pengangguran tamatan Perguruan Tinggi juga
tinggi. Ini disebabkan karena tamatan Perguruan Tinggi memilih jenis pekerjaan
dengan profesional atau ahli, tenaga administrasi, dan tenaga kepemimpinan dan tata
laksana. Tampaknya hal ini merupakan sesuatu hal yang logis, karena pendidikan di
negara kita mengarah ke modernisasi. Adapun penyebab lain dari tingginya jumlah
pengangguran bagi tamatan Perguruan Tinggi adalah ketidak cocokan antara jurusan
pendidikan yang dimiliki dengan lapangan pekerjaan yang dijalani. Misalnya sering
ditemukan seseorang yang menamatkan sekolah guru tapi tidak menjadi guru,
diakibatkan oleh tidak tersediannya lapangan pekerjaan, sistem balas jasa yang tidak
sama atau langkanya tamatan dari suatu jurusan tertentu yang diingini oleh suatu
Semarang, adalah :
R2 = 0,859
F = 15,244*
Dw = 2,032
menurun 1,841% apabila tidak ada perubahan pertumbuhan tenaga terdidik, UMK
dimana dengan tanda negatif dalam model akan menunjukkan bahwa kenaikan
terdidik). Artinya jika kenaikan tenaga terdidik (X1) akan menurunkan tingkat
pengangguran terdidik (Y), maka angka pengangguran terdidik akan turun jika
jumlah tenaga terdidik naik, naiknya jumlah tenaga terdidik ini ini akan
jumlah tenaga terdidik menerima hipotesis nol dalam teori, karena t hitung tidak
signifikan pada derajat keyakinan 95 persen. Karena Jumlah t hitung lebih besar dari t
apabila upah dinaikan. Hal ini konsisten dengan teori. Karena dorongan untuk
mengurangi karyawan oleh pabrik apabila harus menambah tingkat Upah, dengan
adanya peningkatan upah dalam hal ini UMK, maka akan menambah biaya tenaga
kerja, biaya tenaga kerja dapat dikurangi dengan mengurangi tenaga kerja dengan
adanya efisiensi. Demikian pula beberapa tenga terdidik dikurangi pula, maka jumlah
penambahan jumlah UMK menerima hipotesis nol dalam teori, karena t hitung tidak
signifikan pada derajat keyakinan 95 persen. Karena Jumlah t hitung lebih besar dari t
0,841% pertumbuhan angka pengangguran terdidik. Tanda positif dalam hasil dari
hitung tidak signifikan pada derajat keyakinan 95 persen. Karena Jumlah t hitung
hasil dari persamaan di atas menunjukkan bahwa hasil konsisten terhadap teori,
dimana kenaikan angka pengangguran terdidik satu periode sebelumnya kerja akan
pengangguran terdidik satu periode sebelumnya menolak hipotesis nol dalam teori,
karena t hitung signifikan pada derajat keyakinan 95 persen. Karena Jumlah t hitung
0 dan 1 yang bukan berarti kemampuan variabel dependen amat terbatas. Nilai
umum.
Pada output terlihat bahwa nilai R2 = 0.859 sehingga dapat disimpulkan bahwa
4.2.1.2 Uji F
Besarnya F hitung adalah 15,244 (df 4,11) adalah lebih besar F tabel sebesar 6,88
UMK (X2), kesempatan kerja (X3) dan angka pengangguran terdidik satu periode
keyakinan 95 persen.
Uji t menunjukkan hasil bahwa pada konstanta data tidak signifikan atau tidak
95%, dan X3 tidak signifikan secara setatistik dengan t = 0,352 probabilitas 0,732
dengan derajat keyakinan 95%. Yt-1 signifikan secara setatistik dengan t = 3,676
Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk mengkaji apakah dalam sebuah model
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau
mendekati normal. Data distribusi normal dapat dilihat dari penyebaran data (titik)
Santosa, 2000).
1.
1.
Jika data menyebar disekitar garis garis diagonal dan mengikuti
normalitas.
Dari output yang telah diperoleh terlihat bahwa penyebaran data (titik-titik)
menyebar disekitar garis garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika
1.
1.
1. Besaran VIF (Variance Infalation Factor) dan Tolereance.
Nilai cut off yang umum dipakai sebagai pedoman suatu model regresi yang
1.
1.
1.
Mempunyai nilai VIF dibawah 10
Koefisien korelasi antar variabel independent haruslah lemah (dibawah 0.9). Jika
X1 0,10 9,986
X2 0,684 1,547
X3 0,186 5,389
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance lebih besar
dari 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat
Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
Jika varians berbeda maka terjadi heterokedaskitas. Model regresi yang baik adalah
Cara untuk mendeteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik data
• Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang
heterokedaskitas.
• Jika pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah sumbu Y, maka
terjadi heterokedaskitas.
Dari gambar scaterplot yang ada pada output terlihat bahwa penyebaran data tidak
titik menyebar diatas dan dibawah sumbu Y, maka dapat dimpulkan bahwa model
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apapakah dalam suatu model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
observasi ke observasi lainya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau
berikutnya.
Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi
yang berbeda. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Salah satu cara untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi dengan menggunakan
uji Durbin-Watson.
Uji durbin-watson hanya digunakan untuk uji autokorelasi tingkat satu (frist order
dan tidak ada variabel lag diantara variabel bebas. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ha : ada autokorelasi (r ≠ 0)
• Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka
• Bila nilai DW lebih rendah dari batas bawah atau lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
• Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil
• Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau dw terletak
Dari output didapatkan nilai dw tes sebesar 2,032 sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat autokoralasi dalam model regresi. Dari jumlah sampel sebesar 15 dan
jumlah variabel bebas 4 didapatkan nilai dl = 0,230 dan du = 2,193. Letak dw yaitu
Tiap tahun angka pengangguran terdidik secara potensial tidak ada perubahan
akibat peningkatan atau penurunan jumlah tenaga terdidik, perubahan UMK dan
tenaga terdidik (X1) akan menurunkan 0,184% angka pengangguran terdidik (Y) di
kabupaten Semarang. Konsisten dengan hipotesis dimana dengan tanda negatif dalam
model akan menunjukkan bahwa kenaikan tenaga terdidik (X1) akan menurunkan Y
(angka pengangguran terdidik). Namun hasil menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
Gejala tersebut diakibatkan pola pendidikan nasional saat ini yang kurang berbasis
pada permasalahan nasional dalam menciptakan lapangan kerja baru. Dengan demikian,
di samping membangun industri skala besar yang sifatnya padat modal dan teknologi,
perhatian juga sudah seharusnya diberikan pada pengembangan industri yang lebih
berorientasi pada penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak hanya jumlahnya besar
keluaran pendidikan. Dalam arti lain, adanya kekurang cocokan kebutuhan dan
penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari
perencanaan pendidikan yang tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam
masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi
masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan
dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh.
Kondisi perekonomian yang masih lesu menjadi pemicu utama besarnya pengangguran
terdidik di Indonesia. Industri besar yang memerlukan banyak tenaga terampil dan
terdidik (termasuk lulusan sarjana) saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena
naiknya harga minyak mentah dunia dan juga karena daya saing ekspor yang rendah.
Oleh karena itu, berharap banyak dari kondisi ekonomi makro bisa memerlukan waktu
lama, padahal masalah lapangan pekerjaan harus diatasi segera karena menyangkut
perguruan tinggi, yaitu antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam proses
pendidikan tinggi yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi oleh perguruan tinggi dengan
membuka program studi yang “laku” di pasar tenaga kerja. Namun demikian, terkadang
perguruan tinggi mengabaikan kompetensinya. Alhasil, lulusan dari program studi itu
tidak memiliki bekal ilmu yang cukup sehingga menjadi sarjana yang tidak berkualitas.
Alasan utama sebuah perguruan tinggi melakukan jalan pintas seperti itu adalah demi
paradigma sebagai unit bisnis yang harus menghasilkan keuntungan. Maka, orientasinya
adalah menghasilkan keuntungan dalam artian jumlah mahasiswa harus banyak. Mereka
pengangguran terdidik (Y) namun tidak ada pengaruh yang signifikan. Tanda positif
dalam persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa adanya kenaikan UMK akan
peningkatan pengangguran terdidik apabila upah dinaikan. Hal ini konsisten dengan teori.
Karena dorongan untuk mengurangi karyawan oleh pabrik apabila harus menambah
tingkat Upah, dengan adanya peningkatan upah dalam hal ini UMK, maka akan
menambah biaya tenaga kerja, biaya tenaga kerja dapat dikurangi dengan mengurangi
tenaga kerja dengan adanya efisiensi. Demikian pula beberapa tenga terdidik dikurangi
pula, maka jumlah pengangguran terdidik di kabupaten Semarang meningkat. Hal ini
biaya perusahaan, di mana penambahan biaya ini ditekan dengan cara mengurangi biaya
dengan mengurangi tenaga kerja. Kenaikan UMK yang tidak dikuti dengan peningkatan
produksi ataupun produktivitas tenaga kerja justru akan menambah beban perusahaan,
terutama beban pembayaran upah dan gaji. Sesuai dengan teori permintaan dan
penawaran, apabila penawaran naik, permintaan tetap maka harga akan turun
demikianlah upah. Apabila upah tetap tenaga kerja naik dan lapangan kerja tetap,
sedangkan penawaran bertambah maka akan mengurangi kesempatan orang atau tanaga
kerja terdidik untuk mendapatkan pekerjaan. (Susanti, Hera, Moh. Ikhsan, Widyanti,
1999)
terdidik namun tidak signifikan. Tanda negatif dalam hasil di dari persamaan di atas
menunjukkan bahwa hasil konsisten terhadap teori, dimana kenaikan kesempatan kerja
akan menurunkan angka pengangguran terdidik. Logika ini wajar dimana artinya
kenaikan kesempatan kerja menambah permintaan tenaga kerja dan permintaan ini akan
Sesuai dengan permintaan dan penawaran tenaga kerja di sisi mikro ekonomi
tenaga kerja, secara tidak langsung penawaran tenaga kerja yang ada, khususnya tenaga
kerja terdidik dapat tertampung di dalam lapangan kerja sehingga pengangguran terdidik
Salah satu alternatif untuk memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik perlu
diperluas kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap sektor ini cukup besar
dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56 persen tenaga kerja terserap di
sektor ini sementara sektor formal terutama bidang jasa memiliki kemampuan serap yang
informal harus terus diupayakan dengan tidak mengurangi usaha penanganan dampak
terdidik pada periode sebelumnya belum dapat ditampung pada pekerjaan baru.
BAB V
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan ini adalah bahwa kenaikan
tenaga terdidik akan tidak mempengaruhi kenaikan angka pengangguran terdidik. Angka
pengangguran terdidik tidak dipengaruhi oleh UMK dan Kesempatan Kerja, artinya
pengangguarn terdidik meski konsisten dengan teori oleh karena itu angka pengangguran
kabupaten Semarang, sesuai dengan teori bahwa untuk menurunkan angka pengangguran
5.2 Saran
memiliki kualitas yang memadai dan mampu ditempatkan dalam kebutuhan lapangan
kerja yang ada, sehingga tidak menambah jumlah pengangguran terdidik. Maka kualitas
kabupaten Semarang perlu adanya perhatian dalam pengelolaan serta peran pemerintah
Jumlah pengangguran terdidik sangat dipengaruhi oleh UMK dan Kesempatan Kerja,
pendidikan kita untuk penurunan jumlah pengangguran terdidik kita adalah perlu
memadahi.
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Aris., 1973, “Ciri Demografi, Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi”,
Lembaga Demografi, FEUI, Jakarta.
Aydiment, Miki., 1999, “Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Jumlah
Pengangguran Terdidik di Kota Padang “, Skripsi Pada Fakultas Ekonomi
Bung Hatta, Padang,(tidak dipublikasikan)
Elwin Tobing, 2007, “Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik”. Jakarta; Jurnal Kajian
Strategis Gema Nuusa.
Johnston, J., 1960, “Economic Methods”, Kasaldo Printing Co. Ltd. Tokyo, Japan.
Samoelson, Paul A, dan Nordhaus, William D., 1994, “Mikro Ekonomi”, Terjemahan
oleh Tim Erlangga Edisi Ke- XIV, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Simanjuntak, Payaman J., 1985 “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”, FEUI,
Jakarta.
Soekirno, Sadono., 1993, “Pengantar Teori Ekonomi Mikro”, FEUI, Jakarta.
Suharno., 1990, “Angkatan Kerja di Indonesia dan Problemnya, Bulletin Legnas, LIPI.
Vol. 11/No.1
Susanti, Benlia., 1997, “Analisis Upah dan Jumlah Tenaga Kerja Terdidik Terhadap
Produktivitas Tenaga Kerja”. Lembaga Demografi, FEUI. Jakarta.
Todaro, Michael P., 2000, “Economic Development In The Third World”, Terjemahan
oleh Aminuddin dan Muarsid, Ghalia, Indonesia, Jakarta.